• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENGENDALIAN GULMA DENGAN PEMBERIAN HERBISIDA PADA BEBERAPA SISTEM TANAM TANAMAN PADI SAWAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK PENGENDALIAN GULMA DENGAN PEMBERIAN HERBISIDA PADA BEBERAPA SISTEM TANAM TANAMAN PADI SAWAH"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PENGENDALIAN GULMA DENGAN PEMBERIAN HERBISIDA PADA BEBERAPA SISTEM TANAM TANAMAN PADI

SAWAH

Oleh :

Ir.I Wayan Pasek Arimbawa,MP

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2017

(2)

KATA PENGANTAR

Sesuai dengan perkembangan jaman berbagai permasalahan baru dalam produksi pertanian mulai muncul. Berkurangnya tenaga kerja produktif di pedesaan, berkurangnya ketersediaan air irigasi, mahalnya input produksi eperti pupuk obat-obatan dan tenaga kerja, adalah sebagian masalah yang membutuhkan teknologi yang mampu mengatasinya. Teknologi tersebut haruslah mempunyai kemampuan dalam meningkatkan produktivitas, menghemat biaya produksi dan mudah diterima oleh petani.

Pengendalian gulma pada padi sawah dengan pemberian herbisida adalah salah satu alternatif untuk bisa diterapkan. dalam mengatasi permasalahan tersebut terutama dalam menurunkan biaya produksi . Agar teknologi baru ini dapat diterapkan dan dikembangkan oleh sebagian besar petani maka informasi tentang teknologi ini perlu disebarluaskan.

Tergerak untuk menyebarluaskan pengetahuan mengenai penggunaan herbisida dalam pengendalian gulma pada penanaman padi dalam berbagai sistem tanam, penulis menyusun karya tulis ini dengan harapan mampu memperkaya pengetahuan petani atau siapa saja yang tergerak membina petani dalam rangka mempertahankan swasembada beras yang pernah dicapai.

Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada : 1. Ketua Perpustakaan Universitas Udayana dan rekan-rekan yang banyak

memberikan bantuan dalam penyusunan tulisan ini.

2. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam pelaksanaan penyelesaian tulisan ini.

Saya menyadari bahwa tulisan ini tentu masih banyak kekurangannya.

Kritik dan saran demi perbaikan akan kami terima dengan segala senang hati.

Denpasar, Juli 2017 Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

Teks Hal

JUDUL. ……… 1

KATA PENGANTAR………. 2

DAFTAR ISI..……….. 3

I PENDAHULUAN ……….. 4

II. TINJAUAN PUSTA. ……… …………... 8

2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi……….………… 8

2.2. Penanaman dan Penyebaran Benih/Bibit Padi. ….…… ……….... 10

2.3. Analisis Kegiatan dan Biaya Produksi. ………... 15

2.4. Jenis-jenis Gulma Padi Sawah. ……….. 17

2.5. Persangan Gulma Dengan Tanaman Budidaya ………. 22

2.6. Herbisida Pra Tumbuh dan Purna Tumbuh ……… 23

2.7. Selektivitas Herbisida ………. 23

III. TEKNIK PENGENDALIAN GULMA DENGAN HERBISIDA PADA BEBERAPA SISTEM TANAM……… 26

3.1. Sistim Tabelatot ……….. 26

3.2. Sistem Tabela ……… 28

3.3. Sistem Tanam Pindah ……… 28

VII. KESIMPULAN DAN SARAN . ………. 31

5.1. Kesimpulan. ……… 31

5.2. Saran . ……… 32

DAFTAR PUSTAKA ….……….. 34

LAMPIRAN ……….. 36

(4)

I. PENDAHULUAN

Penanaman padi di sawah sudah merupakan kebiasaan yang turun temurun dari sebagian besar petani yang ada di Indonesia. Cara penanaman yang biasa diterapkan adalah cara penanaman padi dengan sistem konvensional yaitu didahului dengan pengolahan tanah secara sempurna sekaligus melakukan pesemaian.

Pengolahan tanah bisa dilakukan dengan menggunakan traktor, sapi, kerbau ataupun oleh manusia sendiri.

Pengolahan tanah seperti cara di atas yang sering disebut pengolahan tanah sempurna, intensif atau konvensional banyak menimbulkan kelemahan-kelemahan.

Kelemahan yang timbul antara lain 30 % dari kebutuhan air pada sawah dengan sistem pengolahan tanah sempurna hanya untuk pengolahan tanah dan pelumpuran, sehingga untuk mencapai produksi yang mampu memenuhi kebutuhan pangan jutaan rakyat Indonesia diperlukan begitu banyak air. Oleh karena itu perlu dipikirkan suatu pola penanaman yang hemat air. Selanjutnya Chairunas, dkk (1999) menyatakan penanaman padi dengan sisten tanam pindah kegiatan usaha tani yang dilakukan cendrung dengan padat tenaga, kebutuhan pupuk lebih banyak dan umur tanam lebih lama.

Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah tanah sawah cukup banyak yaitu dapat mencapai 30 % dari kebutuhan tenaga kerja tanam padi secara total.

Biaya tenaga kerja setiap tahun terus meningkat dan akan membengkakkan biaya produksi, sehingga dapat mengurangi pendapatan yang diterima oleh petani. Selain

(5)

itu waktu yang dibutuhkan untuk mengolah tanah cukup panjang yaitu sekitar sepertiga musim tanam. Hal ini akan berpengaruh terhadap produksi tahunan tanaman padi.

Pengolahan tanah dengan sistem konvensional yang biasa dilakukan petani akan menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa oleh air irigasi, sehingga hal ini kurang baik dari segi konservasi lingkungan.

Sistem penanaman padi sawah tanpa olah tanah (TOT) merupakan alternative teknologi baru. Cara penanaman tanpa olah tanah ini merupakan bagian sistem pengolahan tanah konservasi, yakni pengolahan tanah yang mempertimbangkan aspek kelestarian sumber daya tanah dan air, disamping aspek produksi dan pendapatan petani (Anon, 2014). Selanjutnya Nindia (2015) menyatakan perbedaan mendasar penanaman padi TOT dengan penanaman padi biasa adalah pada persiapan lahan. Dalam sistem TOT ini tidak dilakukan pembajakan tanah. Sebagai gantinya dilakukan penyemprotan herbisida terhadap sisa tanaman (singgang) dan gulma yang tumbuh. Adapun cara bertanam lainnya tetap mengikuti pola tanam biasa.

Pada dasarnya tujuan sistem Tabelatot ini tidak berbeda dengan sistem olah tanah sempurna, yaitu mengendalikan gulma dan menyiapkan lahan agar menjadi media tumbuh yang baik bagi tanaman. Perbedaannya terletak pada efisiensi penggunaan sumber daya dalam hal persiapan lahan. Sistem onge benih langsung

(6)

tanpa olah tanah lebih efisien dalam menggunakan air, bibit, tenaga kerja, waktu, dan berwawasan lingkungan dari pada olah tanah sempurna.

Kegiatan penanaman padi sawah sistem Tabelatot ini telah dicoba pada tahun 2001 di Subak Uma Anyar Kediri Tabanan (Dana dari Pemda Kabupaten Tabanan), tahun 2003 di Subak Yeh Enggung Kerambitan Tabanan (Dana dari LPM Unud), pada tahun 2004 di Subak Penatih Kabupaten Badung (Dana dari LPM Unud) dan pada tahun 2015 dan 2016 di Subak Bantas Bale Agung Kaja Kabupaten Tabanan (Pasek, 2016).

Dari uji coba yang telah dilakukan tersebut membuktikan bahwa tanah sawah yang ditanami tanaman padi sebenarnya tidak perlu diolah berat dan dilumpurkan, tetapi cukup dilakukan pengolahan sedikit atau bahkan tanpa olah tanah sama sekali (sistem Tabelatot). Sistem Tabelatot ini dapat dilakukan sampai 3 kali musim tanam secara terus menerus dengan produksi yang tidak berbeda secara nyata dengan sistem penanaman padi biasa (konvensional). Air dapat dihemat lebih dari 30 %, biaya produksi dapat dihemat sampai 60 % dan, hasilnya tidak jauh berbeda bahkan bisa lebih tinggi dibandingkan dengan sisten biasa atau konvensional. Penyediaan lahan yang biasanya dilakukan petani dengan mencangkul dan membajak atau dengan menggunakan traktor, dapat diganti dengan penyemprotan herbisida. Akan tetapi herbisida yang digunakan harus berwawasan lingkungan yaitu herbisida yang mudah terdegradasi dan tidak meninggalkan residu dalam tanah dan tanaman serta tidak mencemari air.

(7)

Herbisida hanya bekerja membunuh gulma serta singgang atau batang padi sisa pertananaman sebelumnya (Pasek, 2016).

Upaya peningkatan produksi padi sekarang ini telah banyak mengalami hambatan seperti alih fungsi lahan sawah produktif menjadi lahan non pertanian, menurunnya ketersediaan air irigasi, makin langkanya dan mahalnya tenaga kerja produktif di pedesaan dan terjadinya peningkatan secara terus menerus harga sarana produksi pertanian. Semakin banyaknya hambatan-hambatan tersebut perlu segera dicari jalan keluarnya termasuk mencari teknologi yang mampu menjawab permasalahan di atas. Teknologi tersebut haruslah mempunyai kemampuan dalam meningkatkan produktivitas lahan, hemat air, hemat tenaga kerja, hemat sarana produksi dan berwawasan lingkungan. Untuk keperluan tersebut teknologi Tabelatot menjadi teknologi yang cukup menjanjikan. Agar teknologi ini dapat diterapkan dan dikembangkan oleh petani maka informasi tentang teknologi ini perlu disebar luaskan. Dengan menerapkan penanaman padi sawah sistem Tabelatot, diharapkan usaha pemerintah dalam kemandirian pangan terutama beras dapat terwujud, demikian pula pendapatan yang diterima petani akan lebih tinggi (Pasek, 2016).

(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi.

Pertumbuhan tanaman padi pada prinsipnya dibedakan ke dalam tiga fase utama yaitu fase vegetatif yang dimulai dari perkecambahan biji sampai inisiasi malai, fase reproduktif yang dimulai dari inisiasi malai sampai pembungaan dan fase pengisian biji atau pemasakan biji yang dimulai dari pembungaan sampai dengan masak penuh (Anon, 2011).

Fase vegetatif adalah fase tumbuh tanaman yang paling berubah-ubah dan pada varietas tertentu fase ini dipengaruhi oleh panjang hari penyinaran dan suhu.

Fase vegetatif dapat dibagi dalam dua komponen yaitu fase vegetatif aktif dan fase vegetatif lambat. Fase vegetatif aktif adalah periode minimal dari pertumbuhan vegetatif yang dibutuhkan oleh tanaman sebelum mulai terbentuknya primordia malai. Pada fase ini jumlah anakan, tinggi tanaman serta berat jerami terus bertambah. Jumlah anakan bertambah dengan cepat dan jumlah anakan maksimum dicapai pada minggu ke enam atau minggu ke tujuh setelah tanam. Sedangkan fase vegetatif lambat adalah bagian dari fase vegetatif dimana waktu pembungaannya ditentukan oleh jumlah jam penyinaran per hari yang dialami oleh tanaman. Pada fase ini beberapa anakan akan mati dengan demikian jumlah anakan menjadi berkurang, tinggi tanaman dan berat jerami terus bertambah, tetapi tidak secepat pada fase vegetatif aktif. Keadaan tanaman selama fase vegetatif dapat

(9)

mempengaruhi jumlah anakan maksimum dan jumlah malai pertanaman (Anon., 2011).

Fase reproduktif dimulai dari inisiasi malai sampai pembungaan, dimana tinggi tanaman dan berat jerami bertambah dengan cepat. Fase reproduktif tanaman padi lamanya 30 hari, yang dimulai dari pembentukan primordia malai kemudian diikuti dengan stadium pemanjangan ruas dan bunting. Stadium bunting diikuti dengan munculnya ujung malai dari pelepah daun bendera, selanjutnya diikuti dengan stadium berbunga yang dimulai dari saat keluarnya benang sari sampai terjadi pembungaan Jumlah gabah dalam satu malai tergantung pada kegiatan tanaman selama fase reproduktif (BP.Padi, 2015).

Fase pemasakan atau fase pengisian biji dimulai dari pembungaan sampai masak penuh. Pada saat setelah terjadinya penyerbukan dimana pada saat tersebut mulai berlangsungnya proses pengisian biji dan berakhir pada stadia masak penuh (BP.Padi, 2015 dan Anon.,1977). Pada fase pemasakan ini berat malai bertambah dengan cepat sedangkan berat jerami menurun yang disebabkan karena terjadi translokasi asimilat yang terakumulasi pada jerami ke malai. Kira-kira 20 % asimilat yang terdapat pada gabah berasal dari asimilat yang terakumulasi pada jerami sebelum munculnya malai menembus daun bendera (Williams, 1973).

Somartono, dkk. (1984) dan Anom (2017) menyatakan bahwa fase pemasakan lamanya 25-35 hari. Setelah terjadi pembuahan, maka perkembangan gabah merupakan proses berurutan, meliputi stadium masak susu. Isi gabah (kariopsis) mula-mula seperti air sampai berubah seperti susu. Stadium masak tepung yaitu

(10)

kariopsis menjadi bubur yang lunak kemudian menjadi keras. Selanjutnya stadium masak dimana kariopsis menjadi keras dan terang, gabah berkembang penuh dan tidak lagi terdapat warna kehijauan. Selama fase pengisian biji atau pemasakan berlangsung terjadi proses pengaliran asimilat dari daun sebagai sumber penghasil asimilat ke spikelet sebagai bagian yang menampung asimilat tersebut. Hal ini berlangsung selama terjadi fotosintesis sampai terjadinya stadia masak penuh (Anon., 1977).

2.2. Penanaman dan Penyebaran Benih/Bibit Padi.

Secara umum cara penanaman padi sawah yang saat ini sering dilakukan oleh petani adalah tanam pindah (tapin) dan tabur benih langsung (tabela). Dari kedua cara ini kalau ditinjau dari persiapan lahannya dapat dilakukan baik dengan pengolahan tanah dan pelumpuran ataupun dengan tanpa pengolahan tanah dan pelumpuran (tot).

2.2.1. Sistem tanam pindah ( tapin)

Sistem tapin merupakan sistem tanam yang diawali dengan persemaian benih dan pemindahan bibit ke lahan pertanaman (transplanting), yang persiapan lahannya bisa dilakukan dengan pengolahan tanah maupun tanpa pengolahan tanah.

Tetapi yang paling umum dilakukan oleh petani adalah sistem tapin yang persiapan lahannya dengan pengolahan tanah secara sempurna, sedangkan tapin yang persiapan lahannya tanpa pengolahan tanah agak jarang dilakukan oleh petani karena sering mengalami kesulitan dalam penanaman bibitnya karena tanahnya masih sangat keras (Pasek, 2015).

(11)

Budidaya tapin dilakukan dengan cara memindahkan bibit dari pesemaian pada saat bibit berumur antara 18-25 hari. Bibit yang dipindah bisa berasal dari pesemaian basah ataupun pesemaian kering. Pesemaian basah dilakukan di sawah yang jumlah airnya cukup (Setyo dan Suparyono, 1993). Kegiatan tapin banyak menyerap tenaga kerja yaitu untuk kegiatan tanam (26 %) dan pengendalian gulma (17 %) dari kebutuhan seluruh tenaga kerja. Begitu juga sistem tapin umurnya lebih panjang 10-14 hari kalau dihitung dari saat penebaran benih di pesemaian (Zaini, 1996).

2.2.2. Sistem tabur benih langsung ( tabela )

Kurang tersedia dan mahalnya tenaga kerja karena persaingan dengan sektor non pertanian akan mempersulit penerapan teknologi tapin secara utuh (De Datta dan Nantasomsaran, 1991, Pasek 2015). Pencetakan sawah baru, ketersediaan jaringan irigasi dan varietas unggul berumur pendek, biaya tenaga kerja yang mahal telah memotivasi banyak petani padi sawah untuk beralih dari teknik tapin ke teknik tabela (Supriadi dan Kasim, 1995 dan Pandawani dan Cahyadi Putra, 2015).

Tabela merupakan pembudidayaan tanaman padi dengan menanam atau menyebar benih padi secara langsung di areal pertanaman. Pengertian lain adalah penanaman padi pada suatu lahan tanpa melalui pesemaian atau tanpa adanya pemindahan bibit ke tempat pertanaman (Supriadi dan Kasim, 1995). Teknik tabela yang dikenal dan yang telah dilaksanakan oleh beberapa petani khususnya di Bali adalah penanaman benih langsung pada lahan pertanian yang telah diolah atau telah dilumpurkan, sedangkan pada lahan pertanian yang tanpa mengalami

(12)

pengolahan tanah dan pelumpuran belum banyak diketahui atau belum dikenal sama sekali (Pasek, 2015).

Taslim dan Supriadi (1995) an Pasek (2015 0 tabela dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menyebar benih secara merata di atas permukaan tanah yang sering disebut tabela sebar (broadcast) sehingga jarak tanamnya tidak beraturan dan menanam benih langsung di dalam barisan atau tabela baris yaitu dengan menggunakan alat seeder. Penggunaan seeder keluarnya benih lebih bisa diatur sehingga kerapatan populasi tanaman yang dihasilkan lebih sesuai dengan keinginan. Selanjutnya dinyatakan bahwa tabela dalam barisan dapat dijadikan pengganti tapin tanpa mengurangi produksi, bahkan dapat menurunkan biaya produksi. Kebutuhan tenaga kerja untuk menanam dengan menggunakan alat tanam atau seeder, hanya membutuhkan sepertiga dari yang dibutuhkan pada tapin.

Zaini (1996) menyatakan secara ekonomis kelebihan tabela ditunjukkan dengan penghematan pemakaian tenaga kerja 25-30 %, air 21 %, sarana produksi 5- 10 %, produksi lebih tinggi 10-25 % dan kualitas gabah lebih dibandingkan dengan tapin. Selain kelebihan tersebut diatas beberapa kekurangan dari tabela baris adalah tanaman mudah rebah (perakaran dangkal) dan meningkatnya jumlah gulma yang tumbuh.. Banyaknya gulma yang tumbuh dan kurangnya pengetahuan petani dalam hal cara pengendalian dan pemberantasannya, mengakibatkan sistem tabela kurang diminati oleh sebagian besar petani, khususnya petani padi sawah yang ada di Kabupaten Tabanan. Cara pengendalian dan pemberantasan gulma yang kurang tepat pada sistem ini akan menambah biaya produksi yang sangat tinggi, sehingga

(13)

pendapatan bersih yang diterima oleh petani menjadi sangat berkurang (Pasek, 2015 0.

2.2.3. Sistem tabur benih langsung tanpa olah tanah (tabelatot)

Mengingat kelemahan dari sistem tabela adalah banyaknya gulma yang tumbuh dan kurangnya pengetahuan petani dalam hal cara pemberantasan yang efisien, sehingga kehadiran gulma tersebut dirasakan sangat memberatkan petani, mengakibatkan pelaksanaan penanaman padi dengan sistem tabela tersebut tidak dapat berkembang dengan baik. Salah satu alternatif untuk mengatasi hal ini adalah dengan melaksanakan penanaman padi dengan sistem tabelatot (Pasek, 2016) Selanjutnya dinyatakan bahwa penanaman padi sistem tabelatot adalah penanaman padi dengan menanam benih langsung di lahan pertanaman, yang mana persiapan lahannya tidak dilakukan pengolahan tanah dan pelumpuran, tetapi cukup dengan penyemprotan herbisida. Herbisida akan bekerja mematikan gulma yang tumbuh dan sisa tanaman padi sebelumnya (singgang). Gulma dan singgang yang mati tersebut dapat bermanfaat sebagai mulsa. Mulsa yang ada di areal pertanaman ini bermanfaat untuk mencegah kerusakan tanah akibat benturan air hujan, mengurangi penguapan, membantu menekan pertumbuhan gulma yang tumbuh kemudian, meningkatkan bahan organik serta kesuburan tanah yang membantu melonggarkan tanah sehingga akar padi dapat berkembang dengan mudah dan tanaman padi dapat tumbuh seperti biasa.

Pasek (2015) menyatakan rendahnya pertumbuhan gulma pada pelaksanaan sistem tabelatot disebabkan gulma yang dorman yang ada dalam tanah akan tetap

(14)

menjadi dorman, karena pada pelaksanaan sistem ini tidak dilakukan pengolahan tanah secara sempurna. Selanjutnya dinyatakan pengolahan tanah secara sempurna akan dapat menyebabkan gulma yang mulanya dorman didalam tanah akan dapat berada pada permukaan tanah dan setelah muncul pada permukaan tanah sebagian besar akan dapat tumbuh kembali.

Apabila dibandingkan dengan sistem tanam pindah (tapin) yang biasa dilakukan petani di daerah Kabupaten Tabanan, maka dalam pelaksanaan penanaman padi sistem tabelatot ini, biaya pengolahan tanah atau penyiapan lahan dapat dihemat sampai 90 %, biaya bibit dapat dihemat sampai 50 %, biaya penanaman dapat dihemat sampai 92 %, biaya penyiangan dapat dikurangi sampai 50 %, biaya pupuk dapat dikurangi sampai 30 %, pelaksanaannya mudah dan mudah diterapkan oleh petani sedangkan hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda bahkan bisa lebih tinggi dari potensi hasil yang biasa diperoleh pada sistem tapin.

Dari hasil Demplot yang dilakukan di, Desa Nyuling, Kecamatan Kediri Tabanan dan Desa Penatih Kabupaten Badung rata-rata hasil yang diperoleh lebih tinggi dari milik petani setempat yaitu antara 5,5-7 ton/ha. Kenyataan ini sudah tentunya akan dapat meningkatkan pendapatan petani cukup tinggi, karena biaya produksi yang dibutuhkan dapat ditekan cukup banyak, sedangkan hasil yang diperoleh tetap tinggi. Berdasarkan perhitungan total biaya yang dikeluarkan, budidaya tanaman padi sistem tabelatot dapat mengurangi biaya produksi lebih dari 65 % dan waktu yang dibutuhkan dalam pengelolaannya sangat efisien yaitu bisa dihemat sampai lebih dari 73 % (Pasek 20016).

(15)

Saat mulai penaburan benih dengan menggunakan Atabela (7 hari setelah digenangi air). Lahan harus dikeringkan.

2.3. Analisis Kegiatan dan Biaya Produksi.

Pasek (2016) menyatakan bahwa perbandingan struktur kegiatan dan biaya produksi antara bertanam padi sawah dengan sistem tanam pindah (tapin), tabur benih langsung (tabela) dan tabur benih langsung tanpa olah tanah (tabelatot) dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Analisis perbandingan struktur kegiatan dan biaya produksi antara bertanam padi sawah dengan sistem tanam pindah (tapin), tanam benih langsung (tabela) dan tanam benih langsung tanpa olah tanah (tabelatot).

No Sruktur Kegiatan Biaya /ha (Rp)

Tapin Tabela Tabelatot

A Pengolahan Tanah a. Traktor

b. Nyisinin c. Pembersihan d. Perataan e. Herbisida f. Penyemprotan

750.000 150.000 150.000 100.000 -

-

750.000 150.000 150.000 100.000 -

-

- - - -

160.000 50.000

(16)

Total 1.150.000 1.150.000 210.000

Tingkat Penghematannya - - 82 %

B Pembibitan a. Pesemaian b. Bibit

25.000

120.000 120.000

- 60.000

Total 145.000 120.000 60.000

Tingkat Penghematannya - 17 % 59 %

C Penanaman 500.000 30.000 30.000

Tingkat Penghematannya - 94 % 94 %

D Penyiangan a. Herbisida b. b. Manual

15.000 600.000

15.000 600.000

15.000 300.000

Total 615.000 615.000 315.000

Tingkat Penghematannya - - 49 %

E Pengendalian Hama dan Penyakit

a. Pestisida b. Penyemprotan

50.000 100.000

50.000 100.000

50.000 100.000

Total 150.000 150.000 150.000

Tingkat Penghematannya - - -

F Pemupukan a. 250 kg urea b. 50 kg TSP c. 50 kg KCl

275.000 65.000 95.000

275.000 65.000 95.000

275.000 65.000 95.000

Total 435.000 435.000 435.000

Tingkat Penghematannya - - -

Jumlah biaya produksi A-F 2.975.000 2.470.000 1.200.000

Tingkat penghematan (Rp) 505.000 1.775.000

Tingkat penghematan (%) 17 % 60 %

Sumber : Pasek (2016).

2.4. Jenis-jenis Gulma Pada Padi Sawah.

Lovett (1979) dan Anon (2016) menyatakan, gulma adalah tumbuhan yang mempunyai nilai negatif, tumbuhan yang tidak dikehendaki, atau tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan. Gulma juga didefinisikan sebagai tumbuhan yang belum diketahui kegunaannya (Moenandir, 1988). Gulma yang

(17)

berasosiasi dengan tanaman dapat menimbulkan kerugian, karena kehadirannya menyebabkan terjadinya persaingan untuk memperebutkan sumber daya tumbuh antara gulma dan tanaman. Persaingan ini mengakibatkan menurunnya hasil tanaman dan kualitasnyapun rendah. Penurunan hasil akibat adanya persaingan tanaman padi dengan gulma bisa mencapai antara 25-50 % (Sundaru dkk, 1976).

Berdasarkan hasil penelitian Balitan Bogor terdapat 33 spesies gulma pada tanaman padi sawah, dan yang paling dominan adalah Monochoria vaginalis, Paspalum disticum, Frimbristylis, Cyperus difformis, Scirpus juncoide, Echinochloa crusgalli, Spenochlea zeylanica, Cyperus iria, Limnocharia flava, Lersia hexandra, Echinochloa colonum, dan Leptochloa chinensis, Jussiaea linifolia, Jussiaea angustifolia, Rotala leptopetala, Cyperus halpan, Leptochloa chinensis (Sundaru dkk, 1976; Mortiner,BPCM et.al. 2011).

a. Monochoria vaginalis

Monochoria vaginalis merupakan gulma tahunan dengan tinggi 10-50 cm, tumbuh tegak dengan rimpang yang pendek. Daun waktu muda berbentuk panjang dan sempit, kemudian berbentuk lanset, sedangkan yang sudah tua berbetuk bulat telur atau bulat memanjang. Bagian pangkal bangun jantung.panjang 2-12,5 cm, lebar 0,5-10 cm. Bunga banyaknya 3-25 buah, terbuka secara serentak. Perhiasan bunga panjangnya 11-15 mm. Tinggi bunga 4-25 mm. Biasanya terdapat pada tanah berair terutama di sawah-sawah (Sundaru dkk, 1976 dan Anon, 2017).

(18)

b. Paspalum disticum atau rumput kawat

Rumput kawat ini banyak tersebar diseluruh dunia. Tanaman ini termasuk jenis rumput dan termasuk jenis gulma tahunan. Karangan bunganya bercabang dua. Berkembang biak dengan potgan batang dibawah tanah yang menjalar. Dapat bertahan hidup dalam sawah tergenang, tanah yang berdaraenase buruk, bahkan di sawah yang berdraenase baik (Anon., 2017).

c. Frimbristylis

Merupakan gulma setahun, tumbuh berumpun, tinggi 20-60 cm. Batangnya, tidak berbulu, bersegi empat dan tumbuh tegak. Daun terdapat di bagian pangkal batang, berbentuk garis, menyebar lateral, tepi luar tipis, panjang sampai 40 cm.

Bunganya mempunyai karangan bunga bercabang banyak. Buah berwarna kuning pucat atau hampir putih, bentuk bulat telur terbalik (Sundaru dkk, 1976 dan Anon, 2017).

d. Cyperus difformis

Merupakan gulma setahun termasuk golongan teki, tumbuh berumpun, tinggi 10-70 cm. Batang berbentuk segitiga, licin, agak lunak, meruncing pada ujungnya. Daun dalam jumlah yang sedikit terdapat pada pangkal batang, umumnya lebih diujung, anak bulir banyak dan rapat, membentuk suatu massa bulat pada ujung cabang (Sundaru dkk, 1976).

e. Echinochloa crusgalli

Merupakan tumbuhan setahun, perakaran dangkal, tumbuh berumpun, tinggi 50-150 cm. Batang kokoh, tumbuh tegak. Daun rata, panjang 10-20 cm, lebar 0,5-

(19)

1 cm, bentuk garis meruncing ke arah ujung, warna hijau muda. Karangan bunga terdapat diujung, mula-mula tumbuh tegak kemudian merunduk. Panjangnya 5-21 cm, terdiri dari 5-40 tandan (Sundaru dkk, 1976).

f. Spenochlea zeylanica atau gunda padi

Gunda padi termasuk jenis teki, tumbuhan setahun, percabangan tegak dengan tinggi 10-150 cm. Batang bulat berongga dan silindris, agak lemah, warna hijau kekuning-kuningan. Daun tersebard engan bentuk memanjang atau lanset, tepi daun rata, warna hijau muda, panjang 2,5-12,5 cm, lebar 0,5-5 cm,. Bunga berbentuk bulir terletak diujung, tegak, lebar 0,75-7,5 cm (Sundaru dkk,1976).

g. Cyperus iria

Gulma ini termasuk jenis teki, tumbuhan semusim. Berakar serabut berwarna merah kekuning-kuningan. Daun di bawah bunga lebih panjang dari pada bunganya. Berkembang biak melalui biji. Tiap tumbuhan menghasilkan biji sampai 5.000 butir (Anon., 2017).

h. Limnocharis flava atau enceng

Gulma ini termasuk gulma setahun, dapat dimakan, dengan tinggi 20-90 cm.

Daun berbentuk agak bulat, bagian pangkal membulat, warna hijau muda, panjang 7,5-28 cm dan lebar 5-22 cm. Tangkai karangan bunga dan tangkai daun mempunyai rongga-rongga udara yang berdinding tipis. Daun kelopak panjang 1,75-2,5 cm, daun mahkota berwarna kuning muda dimana pangkalnya berwarna lebih tua. Tangkai bunga panjangnya 3-7 cm (Sundaru dkk,1976).

(20)

i. Lersia hexandra atau jukut lameto

Termasuk gulma tahunan, dengan rimpang menjalar, tinggi 20-100 cm.

Batang ramping, agak lunak, bagian pangkal biasanya menjalar dan berakar, sedang bagian atas tumbuh tegak, berongga, licin atau agak berbulu pendek di bawah buku-buku. Helaian daun rata, agak kasar pada kedua sisi, meruncing ke arah ujung, panjang daun 3-28 cm, lebar 2-12 mm, warna hijau terang. Banyak terdapat disekitar sawah dan tempat-tempat yang basah (Sundaru dkk,1976).

j. Echinichloa colonum

Termasuk tumbuhan semusim, jenis rumput. Batang seperti pipa berongga.

Pertumbuhan sedikit menyebar, tinggi kurang dari 1 m. Helaian daun relatif sempit. Karangan bunga panjangnya 6-12 cm (Sundaru dkk,1976).

k. Leptochloa chinensis

Termasuk tumbuhan setahun, dengan tinggi 50-100 cm. Batang agak ramping, licin, kokoh. Daun tipis, rata, berbangun garis, meruncing, panjang 10-30 cm, lebar 0,5-1,5 cm. Pelepah tidak berbulu.. Karangan bunga di ujung, tersusun pada suatu poros, biasanya dengan panjang lebih kurang setengah dari panjang keseluruhan batang, berwarna merah kemerahan (Sundaru dkk,1976).

l. Jussiaea linifolia

Tumbuhan setahun, tumbuh tegak, tanpa bulu-bulu atau agak berbulu-bulu dengan tinggi 50-150 cm. Batang bersegi, sering berwarna hijau kemerah- merahan. Daun bentuk bulat memanjang berbentuk lanset, letak berselang-seling, meruncing ke arah ujung, panjang 1-10 cm, lebar 0,25-3,5 cm, tepi daun sering

(21)

berwarna ungu kemerah-merahan. Bunga terdapat di pangkal daun bagian atas.

Daun mahkota 4, warna kuning, bentuk bulat telur, panjang 3-5 mm. Buah berupa kapsul, panjang 1-2,5 cm, bentuk ramping hampir bulat, warna kemerah-merahan (Sundaru dkk,1976).

m. Juswsiaea angustifolia

Tumbuhan setahun, tumbuh tegak, kokoh, dengan tinggi 25-150 cm. Batang bersegi, sering dengan warna hijau keungu-unguan. Daun bervariasi dari bangun jorong sampai lanset sempit, dengan panjang 2,5-15 cm, lebar 0,25-3,0 cm, tepi daun rata. Bunga terdapat di ketiak, daun mahkota 4, daun kelopak 4, daun mahkota warna kuning, bervariasi dari bulat panjang dengan diameter 9-15 mm x 8-16 mm. Tangkai bunga 0,5-7 mm. Buah besar, berupa kapsul, warna hijau keungu-unguan, panjang 2,5-5,0 cm (Sundaru dkk,1976).

n. Rotala leptopetala

Tumbuhan setahun atau tahunan, tumbuh tegak atau kadang-kadang menjalar dengan tinggi 10-50 cm. Batang agak lunak, bersegi, sering dengan warna putih keungu-unguan. Daun berhadapan, bersilangan, bentuk bulat memanjang lanset, membulat, panjang 9-30 mm, lebar 3-9 mm. Daun mahkota bunga kecil, tepi rata, panjang 0,2-0,5 mm. Daun kelopak runcing. Buah bagian pangkal hijausedang ujung merah ungu, diameter 2 mm, berdinding tipis. Biji banyak dan sangat kecil (Sundaru dkk,1976).

(22)

2.5. Persaingan Gulma dengan Tanaman Budidaya

Persaingan merupakan proses fisik antara dua jenis tumbuhan yang tumbuh bersama dalam mengambil sumber daya yang diperlukan untuk pertumbuhannya (Zimdahl, 1980). Dua atau lebih tumbuhan yang hidup pada lingkungan yang sama membutuhkan persyaratan tumbuh yang sama, dan jika salah satu tidak tersedia dalam jumlah yang cukup maka timbulah persaingan (Moenandir, 1988). Sumber daya pertumbuhan yang diperebutkan dalam persaingan tersebut antara lain unsur hara, cahaya, air, dan ruang tumbuh (Kuntoharjo, 1980). Tjitrosoedirdjo dkk (1988) menyatakan bahwa derajat persaingan dipengaruhi oleh jenis tanaman, spesies gulma, densitas kedua jenis, umur tanaman dan gulma, lamanya waktu gulma berkompetisi, status kesuburan tanah dan tersedianya air.

Persaingan antara tanaman dengan gulma mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi tertekan. Hal ini disebabkan karena gulma tumbuh lebih cepat, menghabiskan sumber daya lebih banyak, mempunyai daya regenerasi tinggi sehingga populasinya cepat bertambah, dan daya adaptasinya terhadap lingkungan sangat memungkinkan gulma tumbuh baik walaupun keadaan lingkungan kurang mendukung. Gulma juga menunjukkan efek allelopati terhadap tanaman, dimana allelopati atau senyawa beracun yang dikeluarkannya menyebabkan keadaan lingkungan tanaman terganggu dan hal ini kurang menguntungkan bagi tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman tidak normal dan tidak mampu berproduksi dengan baik (Moenandir, 1988).

(23)

2.6. Herbisida Pra Tumbuh Dan Purna Tumbuh.

Herbisida adalah senyawa yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil atau gulma. Lahan pertanian yang biasanya ditanami satu jenis atau dua jenis tanaman pertanian, namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut . Karena kompetisi dalam mendapatkan hara tanah, prolehan cahaya matahari dan atau keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diijinkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sasaran pengendali tumbuhan asing ini. (; Salaban, 2011; Anon, 2017). Selanjutnya Wiki (2017) ada dua tipe herbisida menurut aplikasinya yaitu herbisida pra tumbuh (pree emergence herbicide) dan herbisida pasca tumbuh (preemergence herbicide) dan herbisida pasca tumbuh (postemergence). Yang pertama disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih disebar atau segera setelah benih disebar. Biasanya herbisida jenis ini bersifat non slektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Yang kedua diberikan setelah benih menumbuhkan daun pertamanya.

Herbisida jenis ini harus selektif dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya.

Cntoh dari herbisida pra tumbuh adalah 2.7. Selektivtas Herbisida

Nurjanah (2003) selektivitas dari suatu herbisida tergantung atau dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :

a. Bentuk morfologi dari daun

(24)

Perkembangan tumbuhan menunjukkan perbedaan kepekaan pada suatu herbisida, yang sangat ditentukan oleh factor dalam dan luar, yang memungkinkan herbisida masuk , kontak translokasi dan merusak fungsi utama.

b. Peran Herbisida

Peran dari herbisida dalam mengendalikan gulma sangat tergantung pada :

 Bentuk molekul menentukan pengaruh pada gulma sasaran.

 Konsentrasi herbisida, jumlahnya dapat menentukan pengaruh hambatan/peracunan pada gulma. Konsentrasi yang meningkat akan meningkatkan penekanan terhadap gulma tersebut (Utomo,et.al, 2004).

c. Peran Lingkungan.

Panjang dan intensitas cahaya matahari perlu dipertimbangkan (Wawan, 2013).

d. Peran dan cara aplikasi

 Air dan curah hujan menentukan absourbsi herbisida oleh akar. Curah hujan mencuci herbisida yang ada pada bagian tumbuhan maupun di atas tanah yang akan menghilangkan efek dari erbisida tersebut.

 Suhu mempengaruhi fungsi-fungsi dalam tubuh tumbuhan seperti masuk dan pergerakan herbisida, dan daya menguapnya.

 Angin berpengaruh pada hasil semprotan pada daun tumbuhan maupun di tanah sehingga cepat terjadi penguapan sehingga tidak pada sasaran saat penyemprotan.

(25)

 Kadar liat, bahan oganik dan mikroorganise tanah akan mempengaruhi absorsi, pencucian dan degradasi herbisida. Tanah berpasir membutuhkan sedikit herbisida dari pada tanah liat.

(26)

III. TEKNIK PENGENDALIAN GULMA DENGAN HERBISIDA PADA BEBERAPA SISTEM TANAM

3.1. Pada Penanaman Sistem Tabelatot.

Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida pada penanaman sistem tabelatot dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

a. Tujuh hari sebelum sebar benih tanah disemprot secara merata dengan menggunakan herbisida yang bersifat pra dan purna tumbuh. Herbisida pra tumbuh akan menyebabkan biji gulma yang siap akan tumbuh akan mengalami keracunan dan membusuk sehingga tidak dapat berkecambah /busuk, sedangkan sifat purna tumbuhnya akan meracuni gulma yang sudah berkecambah/tumbuh. Contoh herbisida jenis ini adalah herbisida Logran dengan dosis ± 0,1 g/l air dan dicampur dengan herbisida Gramoxone dengan dosis 20 ml/l air.

b. Supaya herbisida ini dapat bekerja secara efektif maka pada saat penyemprotan lahan dikeringkan dan 3 hari sebelum sebelum sebar benih, air pada petakan dibiarkan menggenang selama tiga hari dimana air yang masuk maupun yang keluar ditutup dengan baik. Selanjutnya pada saat penebaran benih dengan menggunakan seeder air dikeluarkan dari petakan sawah.

c. Pada umur 10-15 hari setelah penaburan benih yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan herbisida padi sawah dengan dosis sesuai anjuran

(27)

seperti DMA (± 2 cc/l air), Ally 20 WDG (± 0,1 g/l air), Ally 76 WP (± 2 g/l air) dan sekaligus dikombinasikan dengan penyiangan secara manual (dengan tangan) yaitu lima hari setelah penyemprotan dengan herbisida tersebut. empro

Umur padi 10 hari setelah sebar benih

Penyiangan dengan tangan dimaksudkan untuk mengendalikan gulma yang tidak mati kerena herbisida yang digunakan. Pengendalian gulma yang kedua dilakukan setelah tanaman padi berumur ± 42 hari setelah penaburan benih.

Pelaksanaan pengendalian pada saat ini dilakukan secara manual (penyiangan dengan tangan).

(28)

3.2. Pada Penanaman Sistem Tabela

a. Pada saat pengolahan tanah terakhir/pelumpuran ± 7 hari sebelum sebar benih tanah disemprot secara merata dengan menggunakan herbisida yang bersifat pra tumbuh. Herbisida pra tumbuh akan menyebabkan biji gulma yang ada bersama lumpur semuanya akan mengalami keracunan dan membusuk sehingga tidak dapat berkecambah /busuk. Contoh herbisida jenis ini adalah herbisida Logran dengan dosis ± 0,1 g/l air. Supaya herbisida ini dapat bekerja secara efektif maka air juga dibiarkan menggenang selama 7 hari dimana air yang masuk maupun yang keluar ditutup dengan baik. Selanjutnya pada saat penebaran benih dengan menggunakan seeder air dikeluarkan dari petakan sawah.

b. Pada umur 10-15 hari setelah penaburan benih yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan herbisida padi sawah dengan dosis sesuai anjuran seperti DMA (± 2 cc/l air), Ally 20 WDG (± 0,1 g/l air), Ally 76 WP (± 2 g/l air) dan sekaligus dikombinasikan dengan penyiangan secara manual (dengan tangan) yaitu lima hari setelah penyemprotan dengan herbisida tersebut.

3.3. Pada Penanaman Sistem Tanam Pindah

a. Pada saat pengolahan tanah terakhir/pelumpuran ± 7 hari sebelum tanam bibit tanah disemprot secara merata dengan menggunakan herbisida yang bersifat pra tumbuh. Herbisida pra tumbuh akan menyebabkan biji gulma yang ada bersama lumpur semuanya akan mengalami keracunan dan membusuk sehingga

(29)

tidak dapat berkecambah /busuk. Contoh herbisida jenis ini adalah herbisida Logran dengan dosis ± 0,1 g/l air. Supaya herbisida ini dapat bekerja secara efektif maka air juga dibiarkan menggenang selama 7 hari dimana air yang masuk maupun yang keluar ditutup dengan baik. Selanjutnya pada saat penanaman bibit air dikeluarkan dari petakan sawah.

b. Pada umur ± 7 hari setelah tanam bibit yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan herbisida padi sawah dengan dosis sesuai anjuran seperti DMA (± 2 cc/l air), Ally 20 WDG (± 0,1 g/l air), Ally 76 WP (± 2 g/l air) dan sekaligus dikombinasikan dengan penyiangan secara manual (dengan tangan) yaitu 15 hari setelah penyemprotan dengan herbisida tersebut. Pemberian herbisida ini juga dapat diberikan bersama dengan pemberian pupuk yang pertama yaitu dengan mencampur pupuk secara merata dengan herbisida yang digunakan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi tenaga kerja.

c. Pada saat 7 hari sebelum tanam bibit lahan disemprot dengan menggunakan herbisida pra tumbuh (Logran/Ally plus) dan dicampur dengan herbisida purna tumbuh yang bersifat non selektif (seperti Gramoxone). Pemberian perlakuan ini, pengolahan tanah yang terakhir/pelumpuran harus dilakukan cukup jauh sebelum tanam bibit ( 20 hari), sehingga gulma yang siap tumbuh (yang ada dalam permukaan tanah semuanya sudah tumbuh. Untuk merangsang semua gulma yang ada dipermukaan tanah dapat tumbuh lahan setelah pengolahan tanah terakhir diberikan air dengan sistem berselang-seling yaitu setiap 3 hari di

(30)

airi dan setiap 3 hari dikeringkan. Cara ini akan dapat merangsang semua jenis gulma untuk tumbuh dan lahan dapat dipertahankan tetap lembek/basah. Gulma yang sudah tumbuh baik dari golongan graminae yang sulit diberantas akan mati akibat penyemprotan herbisida yang yang bersifat non selektif 7 hari sebelum tanam bibit. Ntuk mencegah bibit mengalami keracunan akibat herbisida tersebut, lahan harus diairi selama 3 hari sebelum tanam bibit.

(31)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan.

4.1.1. Waktu pengendalian gulma pada penanaman padi dengan sistem Tapin (Tanam Pindah). adalah :

a. Pemberian pertama pada saat pengolahan tanah terakhir yaitu pada saat pelumpuran dengan menggunakan herbisida pra tumbuh seperti Logran, Agristar dan lainnya. Biji-biji gulma baik dari golongan graminae/rumput dan golongan berdaun lebar akan keluar bersama lumpur dan biji gulma tersebut akan mati akibat herbisida yang digunakan dan tidak bisa berkecambah.

b. Pemberian kedua pada saat tanaman padi berumur 7 hari setelah tanam padi dengan pemberian herbisida yang bersifat purna tumbuh seperti DMA, Panadin atau bisa juga dengan herbisida yang bersifat pra dan purna tumbuh seperti Ally Plus.

4.1.2. Waktu pengendalian gulma pada penanaman padi dengan sistem Tabela (Tabur benih langsung). adalah :

a. Pemberian pertama pada saat pengolahan tanah terakhir yaitu pada saat pelumpuran dengan menggunakan herbisida pra tumbuh seperti Logran, Agristar dan lainnya. Biji-biji gulma baik dari golongan graminae/rumput dan golongan berdaun lebar akan keluar bersama

(32)

lumpur dan biji gulma tersebut akan mati akibat herbisida yang digunakan dan tidak bisa berkecambah.

b. Pemberian kedua pada saat tanaman padi berumur 10-15 hari setelah tanam padi dengan pemberian herbisida yang bersifat purna tumbuh seperti DMA, Panadin atau bisa juga dengan herbisida yang bersifat pra dan purna tumbuh seperti Ally Plus.

4.1.3. Waktu pengendalian gulma pada penanaman padi dengan sistem Tabelatot (Tabur benih langsung tanpa olah tanah). adalah :

a. Tujuh hari sebelum sebar benih tanah disemprot secara merata dengan menggunakan herbisida yang bersifat pra dan purna tumbuh cntohnya Ally Plus dicampur dengan Gramoxone..

b. Pemberian kedua pada saat tanaman padi berumur 10-15 hari setelah tanam padi dengan pemberian herbisida yang bersifat purna tumbuh seperti DMA, Panadin atau bisa juga dengan herbisida yang bersifat pra dan purna tumbuh seperti Ally Plus.

4.2. Saran

Tingkat keberhasilan dalam pengendalian gulma pada tanaman padi dalam berbagai sistem tana dengan menggunakan herbisida sangat tergantuk kepada :

a. Jenis herbisida yang digunakan b. Tingkat konsentrasi yang digunakan.

c. Waktu dan Cara aplikasi/penyemprotan.

(33)

V. DAFTAR PUSTAKA

Anon. 1977. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija dan Sayuran. Badan Pengendali Bimas. Jakarta.

Anon.2010. Kajian Pemilihan Alternatif Penyiangan Gulma Padi.

repsitori.epb,ac.id/jsput/betsream/123456789/41180/3/bab 2.2010.pdf.

Anon. 2011. Fase/Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi. pejuang-pangan- blogsport.co.id/2011/fase-stadia-pertumbuhan-padi-html.

Anon. 1914. Budidaya Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. www.petani hebat.

com/2014/07/budidaya-padi-sawah-tanpa-olah-tanah-tot.html.

Anon.2016 . Cara Aplikasi Herbisida Pra Tumbuh. Htts://wwwya tube.com/wachjo=^q4FF9-IMdE.

Anon. 2016. Jenis-jenis Gulma dan Nama Latinnya. Metalom.com/

pengelompokan-gulma-mengenal.

BB.Padi. 2015. Tiga Fase Pertumbuhan Tanaman Padi. Bbpadi. Litbang .pertanian.

go.id/index.php/tahukah-anda/358 tiga-fase-pertumbuhan-padi

De Datta, S.K. 1973. Principles and practices of rice cultivation under tropical conditions. Technical bulletin No. 6 ASPAC food and fertilizer technology center. Taiwan.

Lovett, J.V. 1979. Plant Community Dinamics and Weed Management. Australia : Departement of Agronomy and Soil Science University of New England.

Armidale NSW. 2351.

Moenandir, J. 1988. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Jakarta:

Rajawali Pers.

Mortimer, BPCM’, J.E.Hill dan D.E. Johnson. 2011. Gulma Padi di Asia. IRRI.

Books.irdi.org/9789712202841.coter.pdf

Nindia . 1915. Megaretanindia.blogspot.c0.id/2015/04/teknik-budidaya-padi- tanpa-olah-tanah.html.

(34)

PT. Monagro Kimia Product Development “ Padi Sawah Tanpa Olah Tanah “ Makalah Jumpa Teknologi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Lampung, 26-28 September 1994.

Pandawani,NP dan Cahyadi Putra. 2015. Peningkatan Produktivitas Padi Sawah dengan Penerapan Sistem Tabelatot. Portalgaruda.org/article.pp.

aricle=438843&title-peningkatan-produktivitas-padi-sawah.

Pasek . 2015. Penanaman Padi Sawah dengan Sistem Tapin, Tabela dan Tabelatot Ditinjau dari Aspek Budidayanya.

Pasek . 2015. Penanaman Padi Sawah dengan Sistem Tapin, Tabela dan Tabelatot Ditinjau dari Aspek Pertumbuhan Gulmanya.

Pasek. 2016. Distribusi Jenis Gulma Padi Sawah pada Penanaman Padi Sawah Sistem Tabela yang Diperlakukan dengan Beberapa jenis Herbisida.

Pasek (2016). Penanaman Padi sawah Sistem Tabelatot (Tabur benih Langsung Tanpa Olah Tanah.

Phillips, R.E. and S.H. Phillips. 1984. Nowah Tillage Agriculture, Principles and Practices. Melbourne, Australia.

Salaban,SLM.2014. Herbisida. https://tsticvillage.blogspot.com.

Setyo,A dan Suparyono.1993. Padi. PT.Penebar Swadaya. Jakarta.

Soemartono., S. Bahrin dan R. Harjono. 1981. Bercocok Tanam Padi.

CV.Yasaguna. Jakarta.

Sundaru, M., Mahyuddin, S., Bakar, J. 1976. Beberapa Jenis Gulma pada Padi Sawah. Bogor : Lembaga Pusat Penelitian Pertanian.

Supriadi, H dan Kasim. 1995. Teknologi Budidaya Padi Sawah Sebar Langsung dalam Barisan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Suprihatno, B., E. Ananto., Widiarta, I.N. Sutrisno dan Sutato. 1996. Seminar Hasil Penelitian. Buku II. Balai Penelitian Tanaman Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sukamandi.

(35)

Sugeng, HR. 2003. Bercocok Tanam Padi. CV.Aneka Ilmu. Semarang.

Taslim, H. dan H.Supriadi. 1997. Teknologi Sistem Usaha Tani Tanam Benih Langsung Padi Sawah dalam Barisan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Utomo, M dan Nazarudin. 2003. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah.

Penebar Swadaya. Bogor.

Wawan.2014. Pengendalian Gulma Pada Kelapa Sawit. http://puputwawan. word press.com

Williams.C.N.,Yoseph, K.T. 1973. Climate, Soil and Crop Production in The Humid Tropics. Kuala Lumpur. Singapura : Revised Edition. Oxpord University Press.

Zaini, Z. 1996. Sistem Usaha Tani Berbasis Padi dengan Wawasan Agrobisnis.

Keragaman Musim Tanam I. Cisarua : Makalah Disampaikan pada Lokakarya Manajemen Penelitian. Analisis Keragam,an Pengkajian Teknologi SUTPA

(36)

LAMPIRAN

Perbedaan Tanaman Padi dengan penanaman Sistem Tabelatot, Tabela dan Tanam Pindah

(37)

TIGA HARI SEBELUM SEBAR BENIH DISEMPROT DENGAN LOGRAN DAN DIBIARKAN SELAMA TIGA

HARI

TANAMAN PADI SISTEM TABELA YANG MENDAPAT PERLAKUAN HERBISIDA LOGRAN DAN ALLY 10/10 SEDANG DIAMATI JUMLAH

GULMANYA UMUR 3 MINGGU

(38)

Referensi

Dokumen terkait

(peran domestik), sebagai perempuan yang bekerja (peran publik). Faktor – faktor yang menimbulkan konflik peran

Peneitian yang berjudul “Tinjauan hukum Islam terhadap pembayaran fee pada jual beli secara online via rekening bersama di forum jual beli Kaskus.com” bertujuan untuk

Pengembangan Ekonomi Syariah dan sistem ekonomi syariah bukan untuk menyaingi Sistem ekonomi kapitalis ataupun sosialis, tetapi lebih diperuntukkan untuk mencari suatu sistem

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan OAT pada penderita TB Paru di Indonesia ditinjau

Variabel Definisi Konsep Definisi Operasional Dimensi Indikator Kepercayaan merk (X2) Kepercayaan merk didefinisikan sebagai persepsi akan kehandalan dari sudut

penelitian ini dilakukan pengujian kekuatan geser restorasi resin komposit pada email gigi tetap setelah aplikasi asam fosfat 37% dengan durasi 5, 15 dan 25 detik. Alasan

Bila lembaga inspeksi Tipe B yang merupakan suatu bagian dari suatu organisasi pemasok, menginspeksi item yang dirakit (dimanufaktur) oleh atau untuk organisasi induk lembaga

Dengan menggunakan software Crystal Maker dapat digambarkan model struktur Kristal dari Zinc Oxide Eugenol Cement. Masukan utama dari software Crystal Maker ini adalah