48
BAB III METODOLOGI
3.1. Gambaran Umum
“Incomplete Set” dibuat dalam medium hybrid animation menggunakan metode animasi 2d pada tokoh dan perancangan environment 3d. Penulis melalukan studi literatur sebagai pedoman teori dalam merancang shot yang menggambarkan hubungan sahabat antara tokoh dan keadaan sosial berupa adanya standar kecantikan di masyarakat. Penulis melakukan tahap pengamatan pada film dan animasi sebagai referensi perancangan shot.
Studi literatur seperti teori perancangan shot, medium animasi dan jurnal penilitian menjadi pedoman penulis untuk merancang fungsi shot yang memperlihatkan hubungan Gumelar dan Maria Lestari sebagai sahabat. Tujuan perancangan shot sebagai pandangan objektif dalam menanggapi keadaan sosal seperti standar kecantikan. Berikutnya, tahap pengamatan film dan animasi yang memiliki kemiripan yaitu memperlihatkan sahabat sebagai inspirasi untuk implementasi perancangan shot di “Incomplete Set”.
3.1.1. Sinopsis
“Incomplete Set” menceritakan dua siswa menengah atas, Gumelar dan Maria Lestari mengikuti lomba tata rias antar kelas di aula sekolah. Tetapi, mereka direndahkan oleh pasangan kelas lain karena fisik mereka tidak sesuai standar kecantikan. Gumelar, seorang lelaki yang memliki tubuh besar dan Maria Lestari
49
memiliki kulit sawo matang. Gumelar dan Maria Lestari bekerja sama sebagai sahabat untuk membuktikan tiap orang memiliki ciri khas masing-masing.
Tanda bel berbunyi, Gumelar mengambil alat tata rias untuk bagian muka Maria Lestari. Setelah bagian muka, Gumelar merias bagian mata. Gumelar berhenti sejenak dan melihat progres riasan. Tiba-tiba, Maria Lestari membuka mata sehingga Gumelar kaget dan menjatuhkan blush on. Sebelum terjatuh, Maria Lestari berhasil mendapatkan blush on. Maria Lestari tersenyum kepada Gumelar dan menyemangati untuk menyelesaikan riasan. Gumelar lega dan menyelesaikan riasan Maria Lestari.
Setelah lomba selesai, para peserta maju ke atas panggung aula termasuk Gumelar dan Maria Lestari (XI IPS 2). Para siswa dan juri terpukau melihat mereka.
Akhirnya, pengumuman pemenang juara 1 diumumkan. Gumelar dan Maria Lestari berdeba-debar menunggu hasil. Ternyata, juara 1 merupakan pasangan XI IPA 1.
Gumelar sedih tetapi dihibur oleh Maria Lestari. Tiba-tiba, terdengar tepukan meriah yang menandakan mereka juara 2. Juri memberikan piala kepada Gumelar.
Gumelar mengangkat piala dengan satu tangan tetapi kehilangan keseimbangan sehingga terjatuh dari panggung aula.
3.1.2. Posisi Penulis
“Incomplete Set” adalah animasi pendek dibuat kelompok Animuendo.
Animuendo memiliki 4 anggota termasuk penulis. Peran penulis dalam perancangan hybrid animation “Incomplete Set” sebagai penulis scenario, sutrada dan menyusun storyboard.
50 3.2. Tahapan Kerja
Tahapan kerja yang dilakukan penulis melalui tahap pengumpulan data sampai selesai. Berikut skematika perancangan penulis lakukan pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Skematika Perancangan (sumber: dokumentasi pribadi)
51
Fokus perancangan shot untuk menunjukkan hubungan sahabat. Pada tahap awal, penulis menelusuri aspek-aspek yang masuk dalam pembahasan shot.
Kemudian, lingkup pembahasan shot dengan penerapan stoyboard sebagai pemilihan dalam merancang visual cerita. Penulis melakukan penelitian dengan metode observasi termasuk studi literatur berupa shot elements mengenai mise en scene (staging, lighting, costume & make up, dan setting). Selain mise en scene, adanya penggunaan cinematografi yaitu komposisi shot meliputi penggunaan 9 jenis shot, shot angles, dan subject placement.
Adanya studi mengenai fenomena sosial mengenai stereotip yang terjadi di masyarakat berupa standar kecantikan (white beauty standard dan profesi lelaki sebagai penata rias). Setelah tahap literasi, penulis melakukan observasi dari referensi film yang memiliki kemiripan tema. Penulis melalukan observasi pada 2 jenis film yaitu live action “Imperfect: Karier, Cinta dan Timbangan” dan animasi
“In a Heartbeat”.
Hasil observasi berupa penggunaan aspek-aspek shot pada kedua film menjadi referensi perancangan shot sebagai bahasa visual yang memperlihatkan hubungan sahabat Gumelar dan Maria Lestari. Batasan pembahasan meliputi perancangan shot untuk scene 2 shot 1 dan 2 yaitu para teman menganggap Gumelar dan Maria Lestari tidak sepadan untuk partisipasi dalam lomba. Scene 3 shot 9 memperlihatkan hubungan kedua tokoh semakin erat walaupun tidak mencapai goals yang diharapkan. Scene 3 shot 15 memperlihatkan hasil kerja keras dari kerja sama kedua sahabat yaitu mendapatkan juara kedua. Setelah tahap perancangan,
52
penulis melakukan tahap analisa untuk mendapatkan kesimpulan dari hasil perancangan sebagai jawaban atas batasan masalah.
3.3. Acuan
Gambar 3.2. Relasi Antara Teori (sumber: dokumentasi pribadi)
Dalam perancangan shot, penulis meninjau berbagai buku dan jurnal penelitian.
Salah satunya mengenai narasi. Narasi adalah sebuah serangkaian cerita dimana memiliki hubungan sebab akibat dalam suatu waktu dan tempat (Bordwell, David;
53
Smith, Jeff; Thompson, 2017, hlm. 73). Penulis menggunakan character-driven story dengan kedua tokoh Gumelar dan Maria Lestari mendapat pelakuan indirect bullying berupa relational aggression (fisik kedua tokoh tidak sesuai dengan stereotip). Gumelar yang memiliki tubuh overweight ingin mengikuti lomba antar kelas menjadi penata rias dan Maria Lestari memiliki warna kulit sawo matang.
Keadaan kedua tokoh yang dikucilkan sebagai gambaran untuk melawan stereotip kecantikan yaitu kecantikan sebenarnya tidak ditentukan oleh fenomena
“white beauty standard” (Agung & Amani, n.d.) dengan semua memiliki keunikan masing-masing dan lelaki dapat menjadi penata rias (Montell, 2020). Maka, penulis merancang shot untuk memperlihatkan keunikan melalui hubungan sahabat antara Gumelar dan Maria Lestari.
Menurut Ciarrochi et al. (2017), persahabatan antara lawan jenis didasari dari rasa empati. Dari empati, timbulnya kepercayaan akan satu sama lain Policarpo (2015). Deskripsi para tokoh dan fenomena sosial yang terjadi disampaikan melalui medium animasi berupa hybrid animation. Penulis memilih menggunakan hybrid animation dengan para tokoh dalam medium 2d dan environment medium 3d.
Keuntungan hybrid animation yaitu timeline produksi yang efisien sehingga target visual dapat tercapai.
Untuk memperkaya proses perancangan penulis melakukan tahap perancangan shot berdasarkan teori dan metode observasi berupa referensi film.
Penulis mengumpulkan data yang disajikan berupa breakdown penggunaan mise en scene, cinematografi, shot types, shot angles, dan komposisi shot yang hendak
54
dicapai dari beberapa cut still referensi film “Imperfect: Karier, Cinta dan Timbangan” dan animasi “In a Heartbeat”.
Tabel 3.1. Breakdown Penggunaan Shot pada “Imperfect: Karier, Cinta dan Timbangan”
(sumber:dokumentasi pribadi)
No Elemen Shot
Hal yang Dapat Digunakan untuk Merancang Shot
Dokumentasi Referensi 1 Medium Shot
Eye Level Camera
Memperlihatkan para teman yang memiliki fisik sesuai standar yang ada.
2 Medium Shot Eye Level Camera Rule of Thirds
Memperlihatkan sequence sebab-akibat.
Peletakkan subjek memberikan pesan para tokoh yang mengikuti standar yang ada.
3 Medium Shot High Angle Rule of Thirds High Contrast
Merupakan akibat dari shot sebelumnya bahwa Rara mendengar semua hinaan.
Peletakkan subjek disebelah kanan menandakan Rara
55
tidak masuk ke standar yang ada.
Posisi kamera menandakan Rara tidak berdaya dan merasa tidak bisa melakukan apa-apa.
Pencahayaan yang kontras menambahkan pesan bahwa keadaan terpuruk Rara 4 Long Shot
Eye Level Rule of Thirds Crowd
Placement
Hasil kerja keras Rara mulai diterima di masyarakat.
Penggunaan Long Shot memperlihatkan keberadaan Rara menjadi pusat
perhatian tidak seperti adegan sebelumnya.
Sudut kamera memberikan penonton seakan ikut mendengarkan Rara.
Elemen crowd dapat digunakan untuk
mempertegas keberadaan
56 tokoh utama dan
interaksinya dengan sekitar.
5 Very Long Shot Shapes dan Perspective Simultaneous Contrast
Penggunaan VLS
memperlihatkan Rara dan karya nya diterima oleh masyarakat.
Elemen perspektif digunakan dimana masyarakat mengelilingi Rara sebagai titik temu dan hasil kerja kerasnya.
Hasil foto para teman Rara sebagai contoh interaksi penggunaan warna monokrom dengan non monokrom.
57 6 Medium Close
Up
Rule of Thirds Over The Shoulder
Penggunaan MCU
memfokuskan ekspresi Rara memeluk Marsha. Terlihat pribadi Rara yang rendah hati menerima permintaan maaf Marsha.
Adegan sebelumnya, Rara dan Marsha tidak pernah di tengah frame bersama.
Teknik Rule of Thirds ini bisa dipakai untuk
memperlihatkan kedekatan para tokoh.
Adanya pundak Irene dengan OTS merupakan teknik komposisi
menekankan Rara sudah diterima oleh Irene, Marsha dan Wiwid.
58 7 Medium Shot
Rule of Thirds Simultaneous Contrast Lighting
Penggunaan MS
memperlihatkan Rara dan Dika semakin erat dan mereka sudah mencapai tujuan bersama-sama.
Teknik Rule of Thirds memperlihatkan Rara dan Dika berada di sebelah kanan frame dengan hasil kerja keras bersama di sebelah kiri frame.
Warna pakaian Rara dan Dika merupakan merah dan biru sebagai warna primer menandakan keberadaan mereka tidak terpisahkan dan melengkapi satu sama lain.
Lighting menunjukkan waktu senja yang over- exposure memfokuskan penonton pada kedua tokoh.
59
Setelah penulis melakukan breakdown film “Imperfect: Karier, Cinta dan Timbangan”, berikut breakdown animasi “In a Heartbeat” sebagai tambahan referensi.
Tabel 3.2. Breakdown Penggunaan Shot pada “In a Heartbeat”
(sumber: dokumentasi pribadi)
No Komposisi Shot
Hal yang Dapat digunakan untuk Merancang Shot
Dokumentasi Referensi
1 Medium Long Shot
Eye Level Camera
Rule of Thirds
Lighting Contrast
Staging
Penggunaan MLS memperlihatkan kegelisahan Sherwin menghadapi Jonathan.
Teknik Rule of Thirds memperlihatkan posisi kedua tokoh tidak dalam tengah frame.
Teknik staging memanfaatkan objek sekitar sehingga mendukung movement para tokoh.
60
Sherwin berada dalam bayangan objek
mempertegas kegelisahan untuk mendekati
Jonathan.
2 Long Shot
High Angle
Rule of Thirds
Object Framing
Penggunaan LS
memperlihatkan ekspresi dan gesture kedua tokoh.
High angle menambah kesan seakan penonton melihat dari atas pohon bersama Sherwin.
Keberadaan Jonathan menjadi fokus perhatian dari object framing.
3 Medium Long Shot
Eye Level Camera
Rule of Thirds
Lighting
Penggunaan MLS memperlihatkan akan terjadi interaksi antara kedua tokoh.
Teknik rule of thirds memperlihatkan hati lelaki
61 Depth of Field/
Blur
Sherwin dan tangan Jonathan berada dalam tengah frame.
Lighting menjadi terang menyesuaikan mood.
Adanya penggunaan blur yang mempertegas
perjuangan Sherwin untuk mendekati Jonathan.
4 Long Shot
Eye Level Camera
Rule of Thirds
Object Framing
Penggunaan LS
memperlihatkan interkasi kedua tokoh dalam lingkungan.
Kedua tokoh berada di tengah rule of thirds.
Adanya unsur object staging seakan lingkungan mendukung interaksi kedua tokoh.
62 5 Long Shot
Rule of Thirds
Eye Level Camera
Subject Framing
Lighting & Color Contrast
Penggunaan LS
memperlihatkan kedua tokoh dikelilingi para murid.
Walaupun kedua tokoh berada dalam tengah rule of thirds, keberadaan mereka dipersempit oleh bayangan para murid (subject framing).
Kedua tokoh memakai outfit berwarna biru kontras dengan lorong sekolah warna coklat.
6 Medium Close Up
Low Angle
Triangle Subject Framing
Lighting Contrast
Eye Contact
Penggunaan MCU memperlihatkan ekspresi para murid yang tidak suka akan interaksi kedua tokoh.
Teknik Low Angle sekaan penonton berada di posisi
63
kedua tokoh yang tidak berdaya.
Peletakkan 3 subjek memenuhi rule of thirds memberikan kesan pandangan sempit dari interaksi kedua tokoh.
Arah mata para murid menghadap ke kamera mempertegas rasa ketidak sukaan akan kedua tokoh.
7 Medium Close Up
Eye Level
Saturate
Depth of Field/
Blur
Penggunaan MCU memperlihatkan ekspresi sedih kedua tokoh.
Kurangnya lighting dan adanya desaturated color mempertegas kesedihan yang dialami.
Penggunaan blur
memfokuskan kesedihan Sherwin yang tidak
64
mengetahui Jonathan datang menghampiri.
8 Close Up
Eye Level
Rule of Thirds
Lighting
Penggunaan CU
memperlihatkan ekspresi kedua tokoh.
Peletakkan subjek di Rule of Thirds dan adanya lighting menandakan Jonathan peduli dengan Sherwin.
9 Close Up
Rule of Thirds
High Angle
Framing
Penggunaan CU memperlihatkan hati Sherwin menyatu kembali.
Posisi kamera seakan dari mata Sherwin dan
kehangatan dari tangan Jonathan dapat dirasakan.
Adanya framing dari tangan kedua tokoh
65
mempertegas perhatian kepada hati Sherwin.
10 Medium Long Shot
Rule of Thirds
Staging
Color & Lighting
Penggunaan MLS memperlihatkan kedua tokoh menerima satu sama lain.
Kedua tokoh berada di tengah Rule of Thirds.
Adanya efek glow warna pink pada hati kedua tokoh mempertegas hubungan mereka.
Penulis memilih kedua film yaitu “Imperfect: Karier, Cinta dan Timbangan”
dan animasi “In a Heartbeat” sebagai referensi perancangan shot untuk memvisualkan tema cerita kepada penonton. Pemilihan kedua film didasarkan tema yang diangkat memiliki kemiripan dengan tema film “Incompele Set” yaitu adanya stereotip/ stigma menyebabkan individu yang memiliki perbedaan tidak dihargai oleh masyarakat.
66
Tabel 3.1 dan 3.2 merupakan breakdown penggunaan shot kedua film meliputi beberapa wilayah perancangan shot membantu penulis dalam merancang shot. Fokus pembahasan meliputi penggunaan mise en scene dan cinematografi berupa 9 jenis shot, shot angles, staging, dan komposisi shot. Referensi kedua film memperkuat hasil dari tinjauan pustaka sehingga penulis dapat merancang shot sebagai bahasa visual memperlihatkan hubungan sahabat antara Gumelar dan Maria Lestari dalam film “Incomplete Set”.
Tetapi, adanya perbedaan stereotip/ stigma yang diangkat. Pada film
“Imperfect: Karier, Cinta dan Timbangan” menampilkan stereotip kecantikan sedangkan animasi “In a Heartbeat” memperlihatkan stereotip hubungan percintaan. Penulis memilih kedua film sebagai referensi karena penggunaan shot dapat memvisualkan para tokoh utama menghadapi stereotip/ stigma yang terjadi.
3.3.1. Acuan Scene 2 Shot 1 dan 2
Penulis merancang scene 2 shot 2 berdasarkan referensi film “Imperfect: Karier, Cinta dan Timbangan” yaitu adegan Rara dihina di kamar mandi oleh rekan kerja.
67
Gambar 3.3. Imperfect (Netflix, 2019)
Adegan tersebut menceritakan Rara dihina oleh rekan kerja karena fisiknya tidak sesuai dengan standar. Salah satu rekan kerja memuji Marsha lebih sesuai karena kecantikannya walaupun secara hard skill, Rara lebih unggul. Penulis juga mengacu pada adegan “In a Heartbeat” saat para teman melihat mereka dengan tatapan aneh. Pemilihan adegan dari kedua film karena shot menampilkan keadaan tokoh yang tidak sesuai stereotip.
Gambar 3.4. In a Heartbeat (youtube.com, 2017)
Untuk menjawab batasan masalah poin pertama, penulis menerapkan penggunaan jenis shot untuk scene 2 shot 2 berupa medium shots supaya memperlihatkan keberadaan Gumelar dan Maria Lestari yang dikucilkan. Penulis menerapkan mise en scene dimana staging Gumelar dan Maria Lestari di sebelah kanan frame mempertegas keberadaan mereka tidak diterima seperti adegan Rara
68
di kamar mandi. Penulis juga memanfaatkan offscreen dan onscreen space dimana kedua tokoh utama tidak terlihat di sequence awal seperti Rara baru keluar dari kamar mandi ketika rekan kerjanya pergi.
3.3.2. Acuan Scene 3 Shot 9
Penulis merancang scene 3 shot 9 berdasarkan referensi film “Imperfect: Karier, Cinta dan Timbangan” yaitu adegan Rara dipeluk oleh Dika dan mereka bahagia atas hasil kerja keras bersama.
Gambar 3.5. Imperfect (Netflix, 2019)
Untuk menjawab batasan masalah poin kedua, penulis mengacu pada
“Imperfect” yang memperlihatkan eratnya suatu hubungan dan “In a Heartbeat”
saat adanya act of comfort dari lelaki berambut hitam menghidupkan hati lelaki rambut oranye. Perbedaan penerapan yang dilakukan penulis yaitu act of comfort dari Maria Lestari berupa genggaman tangan sebagai empati seorang sahabat.
Gumelar sedih karena tidak mencapai tujuan awal yaitu juara satu. Tetapi Maria Lestari tetap setia menemani Gumelar.
69
Gambar 3.6. In a Heartbeat (youtube.com, 2017)
3.3.3. Acuan Scene 3 Shot 15
Penulis merancang scene 3 shot 15 berdasarkan referensi film “Imperfect: Karier, Cinta dan Timbangan” dan “In a Heartbeat”.
Gambar 3.7. In a Heartbeat (youtube.com, 2017)
Untuk menjawab batasan masalah poin ketiga, penulis mengacu pada shot memperlihatkan kedekatan suatu hubungan antar tokoh dari referensi. “In a heartbeat” memperlihatkan Sherwin dan Jonathan saling bertatapan satu sama lain.
Dari “Imperfect: Karier, Cinta dan Timbangan” memperlihatkan Rara dan Dika selalu ada untuk satu sama lain.
70
Gambar 3.8. Imperfect (Netflix, 2019)
Penulis merancang shot memperlihatkan hasil kerja keras Gumelar dan Maria Lestari dari persahabatan mereka yaitu mendapatkan juara kedua. Walaupun tidak mendapatkan juara pertama, Gumelar dan Maria Lestari bahagia atas hasil yang dicapai. Maka, penulis menerapkan rule of thirds dalam staging kedua tokoh supaya memperlihatkan kedekatan sebagai seorang sahabat.
3.4. Proses Perancangan Shot
Sebelum masuk pada tahap perancangan shot, penulis mengerjakan naskah film sebagai deskripsi adegan. Naskah terdiri dari 3 halaman dan penulis membatasi pembahasan proses perancangan yaitu scene 2 shot 1 dan 2, scene 3 shot 9, dan scene 3 shot 15. Penulis merancang storyboard sebagai upaya untuk mencapai visual yang diinginkan sesuai naskah.
Dari storyboard, penulis membahas beberapa shot yang menjadi batasan masalah pada sub bab 1. Untuk memperkaya deskripsi storyboard, penulis merancang shot berdasarkan tinjauan pustaka berupa cakupan wilayah pembahasan shot (mise en scene, cinematografi, dan komposisi shot). Penulis menerapkan
71
rancangan shot untuk memperlihatkan sepasang sahabat dalam menghadapi stereotip. Selain proses tinjauan, penulis melakukan metode observasi pada dua film yaitu “Imperfect: Karier, Cinta dan Timbangan” dan animasi “In a Heartbeat”
sebagai referensi perancangan shot yang dapat diaplikasikan di “Incomplete Set”.
Setelah storyboard, penulis membuat animatic dengan menempatkan desain karakter 2d dalam environment 3d. Penulis menerapkan tahap trial and error dalam merancang shot supaya final look dapat memvisualkan script dan pesan dapat tersampaikan.
3.4.1. Scene 2 Shot 1 dan 2
Penulis merancang scene 2 shot 1 dan 2 berdasarkan naskah berikut:
Gambar 3.9. Potongan Naskah “Incomplete Set”
(sumber: dokumentasi pribadi)
Setelah membuat naskah, penulis mengacu pada hasil observasi kedua film (sub bab 3.3.1). Tujuan penulis merancang shot untuk menunjukkan keadaan para peserta lain menganggap Gumelar dan Maria Lestari yang tidak sesuai dengan stereotip (indirect bullying).
72
Gambar 3.10. Storyboard Scene 2 Shot 1 (sumber: dokumentasi pribadi)
Pada pembahasan scene 2 shot 1 dan 2 memperlihatkan Gumelar dan Maria Lestari dipandang rendah oleh temannya. Dari storyboard, penggunaan teknik shot dalam scene tersebut yaitu medium shot memperlihatkan interaksi pasangan lain yang memenuhi standar yang ada. Penulis sengaja tidak memperlihatkan Gumelar dan Maria Lestari (off screen) karena mereka tidak memenuhi standar yang ada.
Gumelar dan Maria Lestari terlihat di Scene 2 Shot 2. Berikut shot yang merupakan sequence sebab–akibat dari shot sebelumnya.
73
Gambar 3.11. Stoyboard Scene 2 Shot 2 (sumber: dokumentasi pribadi)
Penulis menggunakan cinematografi yaitu medium long shot dengan menerapkan rule of thirds menegaskan posisi Gumelar dan Maria Lestari yang berada di sebelah kanan frame. Posisi kamera berada di eye level sehingga memberikan depth of field. Gumelar dan Maria Lestari hanya bisa terdiam mendengar hinaan dari pasangan lain. Setelah storyboard, penulis membuat animatic menggunakan proses trial and error.
Gambar 3.12. Animatic Scene 2 Shot 1 (sumber: dokumentasi pribadi)
74
Gambar 3.13. Revisi Scene 2 Shot 1 (sumber: dokumentasi pribadi)
Gambar 3.14. Hasil Compose Scene 2 Shot 1 (sumber: dokumentasi pribadi)
Penulis melakukan revisi terhadap desain salah satu tokoh lelaki menjadi perempuan sebagai emphasis bahwa Guemlar hanya lelaki seorang diri. Tahap selanjutnya, penulis melalukan compose para tokoh di environment untuk memastikan staging para tokoh sesuai dengan environment. Berikutnya scene 2 shot 1, penulis menambahkan posisi kamera di eye level dan tetap memanfaatkan teknik komposisi yang sama di rancangan storyboard. Penggunaan objective framing digunakan untuk memperlihatkan keadaan dan interaksi para peserta lain yang sesuai dengan stereotip.
75
Gambar 3.15. Animatic Scene 2 Shot 2 (sumber: dokumentasi pribadi)
Di scene 2 shot 2, Gumelar dan Maria Lestari yang tidak sesuai stereotip, mendapat hinaan dari pasangan lain. Awalnya, penulis menempatkan kedua tokoh di tengah frame, tetapi kurang memberikan kesan mereka dikucilkan. Maka, penulis melakukan revisi kedua tokoh diletakkan di kanan frame. Staging kedua tokoh utama untuk memperlihatkan keadaan mereka yang dikucilkan dan tidak sesuai stereotip yang terjadi.
Gambar 3.16. Revisi Animatic Scene 2 Shot 2 (sumber: dokumentasi pribadi)
76
Gambar 3.17. Hasil Compose Scene 3 Shot 2 (sumber: dokumentasi pribadi)
Tahap berikutnya, penulis melakukan compose dengan menggabungkan desain tokoh (medium 2d) di environment (medium 3d). Sesuai dengan landasan teori dan referensi, penulis menggunakan strategi memanfaatkan mise en scene yaitu setting masih berada di back stage dimana para peserta mempersiapkan diri.
Sumber lighting berasal dari meja rias (low key lighting) sehingga area shadow memperlihatkan kesedihan yang dirasakan oleh Gumelar dan Maria Lestari.
3.4.2. Scene 3 Shot 9
Penulis merancang scene 3 shot 9 berdasarkan naskah berikut:
Gambar 3.18. Potongan Naskah “Incomplete Set”
(sumber: dokumentasi pribadi)
Setelah membuat naskah, penulis mengacu pada hasil observasi kedua film (sub bab 3.3.2). Tujuan penulis merancang shot untuk menunjukkan hubungan sahabat yang erat antara Gumelar dan Maria Lestari. Proses merancang scene 3 shot
77
9. Pada animatic scene 3 shot 9, penulis menerapkan close up menunjukkan kedekatan Gumelar dan Maria Lestari sebagai sahabat. Rule of thirds sebagai framing mempertegas interaksi empati dari Maria Lestari untuk Gumelar karena sedih tidak mendapatkan juara pertama. Adanya penyesuaian adaptasi yaitu posisi kedua tokoh sehingga tangan kanan Maria Lestari yang memegang tangan kiri Gumelar.
Gambar 3.19. Animatic Scene 3 Shot 9 (sumber: dokumentasi pribadi)
Proses staging scene 3 shot 9 menerapkan close up shot yang menunjukkan kedekatan Gumelar dan Maria Lestari sebagai sahabat. Penggunaan rule of thirds sebagai objective framing memperlihatkan pergerakkan tangan Maria Lestari memegang tangan Gumelar sebagai bentuk empati dari seorang sahabat.
78
Gambar 3.20. Final Sketch Scene 3 Shot 9 (sumber: dokumentasi pribadi)
Gambar 3.21. Hasil Compose Scene 3 Shot 9 (sumber: dokumentasi pribadi)
Tahap berikutnya, penulis melakukan compose dengan menggabungkan desain tokoh (medium 2d) di environment (medium 3d). Sesuai dengan landasan teori dan referensi, penulis merancang shot yang memperlihatkan Maria Lestari mengenggam tangan sebagai act of comfort seorang sahabat.
79 3.4.3. Scene 3 Shot 15
Penulis merancang scene 3 shot 15 berdasarkan naskah berikut:
Gambar 3.22. Potongan Naskah “Incomplete Set”
(sumber: dokumentasi pribadi)
Setelah membuat naskah, penulis mengacu pada hasil observasi kedua film (sub bab 3.3.3). Tujuan penulis merancang shot untuk menunjukkan hasil kerja keras Gumelar dan Maria Lestari (empathy enchanment effects). Pada pembahasan scene 3 shot 15, penulis menerapkan medium shot memperlihatkan Gumelar dan Maria Lestari memegang piala juara kedua. Adanya penyesuaian adaptasi yaitu kedua tokoh memegang piala bersama untuk menunjukkan act of comfort sebelumnya dari Maria Lestari membuat Gumelar menerima hasil kerja keras.
Gambar 3.23. Animatic Scene 3 Shot 15 (sumber: dokumentasi pribadi)
80
Penulis menggunakan rule offthirds dalam mengatur staging kedua tokoh.
Setelah animatic, Gumelar dan Maria Lestari melalui tahap sketsa lalu penulis melakukan compose kedua tokoh (medium 2d) di environment (medium 3d).
Adanya peletakkan toplighting berasal dari lampu atas panggung pada tahap compose untuk mengatur staging tokoh. Staging memperhatikan headroom supaya komposisi dapat menciptakan atmosfer kedekatan kedua tokoh.
Gambar 3.24. Sketsa Scene 3 Shot 15 (sumber: dokumentasi pribadi)
Gambar 3.25. Hasil Compose Scene 3 Shot 15 (sumber: dokumentasi pribadi)