1 BAB 1 Pendahuluan
1.1.Latar Belakang Masalah
Di era perkembangan globalisasi saat ini, ketergantungan ekonomi antar negara dapat menjadi rentan terhadap munculnya tekanan dan sanksi ekonomi.
Instrumen ekonomi kebijakan luar negeri negara dapat menjadi penting dalam pengaruh dan kontrol atas suatu peristiwa dengan tujuan keamanan dan kepentingan nasional serta memperluas lingkup pengaruh mereka pada negara lain. Sanksi ekonomi biasa digunakan negara untuk mengancam atau memaksa negara lain agar menuruti keinginannya. China sebagai negara dengan peringkat ekonomi tertinggi kedua di dunia memiliki kekuatan dan pengaruh ekonominya terhadap negara lain. Kekuatan ekonomi yang dimiliki China kerap kali digunakan oleh pemerintah untuk menyelesaikan konflik dengan negara lain, termasuk konflik militer. China sering menggunakan instrumen kebijakan sanksi ekonominya, termasuk pada Korea Selatan akibat pengadaan sistem THAAD (Terminal High Altitude Area Defense) pada 2016 yang dianggap dapat mengancam China.
Korea Selatan dan China telah membentuk hubungan diplomatik resmi
pada tahun 1992. Hubungan ini telah memberikan perubahan dalam politik,
ekonomi, keamanan, budaya dan pariwisata di Asia Timur. Hubungan yang telah
dibangun ini semakin beragam dan interaktif dengan adanya pertemuan antara
pejabat, perdagangan dan investasi, pertukaran budaya dan pendidikan. Awal
2
2000-an ditandai oleh hubungan diplomatik yang lebih kuat antara kedua negara, terutama dalam upaya mengatasi ancaman keamanan di kawasan Asia Timur.
1China juga berkeinginan memperkuat hubungan di berbagai bidang, seperti budaya, pertukaran pelajar, dan pariwisata yang memungkinkan wisatawan China melakukan perjalanan wisata ke Korea Selatan.
Pertukaran budaya, pendidikan dan sosial berperan penting dalam meningkatkan hubungan bilateral Korea Selatan dan China. Pada tahun 2006, lebih dari 3,9 juta turis Korea Selatan mengunjungi China, dan hampir 1 juta pengunjung China datang ke Korea Selatan. 57.000 mahasiswa Korea Selatan di China selama tahun 2006 adalah kelompok terbesar mahasiswa asing yang kuliah di universitas China pada saat itu, mewakili sepertiga dari semua mahasiswa asing di China. Pada tahun 2005, duta besar Korea Selatan untuk China menyatakan bahwa China sebagai mitra dagang terbesar Korea Selatan. Interaksi ekonomi antara Korea Selatan dan China sangat dinamis terkait erat dengan perkembangan ekonomi China yang cepat. Sejak normalisasi hubungan diplomatik, China dengan cepat menjadi mitra ekonomi utama bagi ekonomi Korea Selatan.
2Pada 2015, pemerintah China dan Korea Selatan menandatangani FTA yang juga berfokus untuk mengembangkan pada kerjasama budaya, investasi, teknologi dan pendidikan.
31
Elizabeth Parker, The National Image of China in the Republic of Korea during the THAAD dispute, 2019, Seoul National University, Seoul, hal 12, 0000015764.
2
Cheong Young Rok, Impact of China on South Korea’s Economy, Dynamic Forces on the Korean Peninsula: Strategic & Economic Implications, U.S-Korea Academic Symposium, hal 62.
3
Shannon Tiezzi, 2015, It’s Official: China, South Korea Sign Free Trade Agreement, The
Diplomat, diakses dalam https://thediplomat.com/2015/06/its-official-china-south-korea-sign-free-
trade-agreement/ (4/6/2020)
3
Selain itu, Korea Selatan terkenal dengan kepopuleran budaya populer atau lebih sering dikenal dengan Hallyu (Korean Wave) berupa musik, film, drama, fashion, dan lain-lain. Istilah Korean Wave sendiri diciptakan oleh media China tahun 1990-an, ketika Korea Selatan mulai mengekspor drama televisinya dan dilanjut dengan berbagai produk budaya lainnya yang sangat diminati oleh masyarakat China.
4China menjadi salah satu pasar K-Wave yang memiliki banyak penggemar atau fanbase besar. Pada sektor pariwisata China telah menjadi inbound tourism terbesar Korea Selatan, sebanyak 417.021 turis China mengunjungi Korea Selatan pada 2004 dan terus meningkat hingga tahun 2016 sebanyak 8,06 juta turis, menurut Korea Tourism Organization (KTO).
5Hubungan baik antara Korea Selatan dan China terancam setelah pengumuman pengadaan THAAD milik Amerika Serikat di Korea Selatan pada 2016. China langsung merespon hal ini dengan cepat setelah Korea Selatan memberikan pengumumannya. Penolakan ini direspon dengan melakukan penekanan ekonomi Korea Selatan terutama pada sektor industri hiburan dan pariwisata. Hal ini dianggap China sebagai upaya dalam melindungi kemanan negaranya. China yang merupakan pasar besar bagi industri hiburan dan pariwisata Korea Selatan jelas berdampak pada kerugian.
Rusia dan China telah menentang penyebaran THAAD dengan alasan sistem rudal Amerika Serikat tersebut dapat berdampak negatif pada stabilitas
4
Thao Emilie DO, 2012, Emergence of The Korean Popular Culture In The World, Bachelor’s Thesis, Turun Ammattikorkeakoulu: Turku University of Applied Sciences, Hal.20
5
Korean Tourism Organization, Korea, Monthly Statistics of Tourism, diakses dalam https://kto.visitkorea.or.kr/eng/tourismStatics/keyFacts/KoreaMonthlyStatistics/eng/inout/inout.kto
?func_name=1 pada (13/10/2019).
4
strategis global dan mengganggu keamanan China.
6China merupakan negara yang paling menentang pengadaan THAAD di Korea Selatan. Ketidaksetujuan China terhadap pemasangan Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) di Korea Selatan mengakibatkan ketegangan politik terjadi di kedua negara.
Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) merupakan perangkat pertahanan misil (missile defense) yang ditawarkan oleh Amerika Serikat kepada Korea Selatan sebagai aksi untuk mewaspadai ancaman dari aktivitas nuklir Korea Utara. Tawaran ini disetujui oleh Korea Selatan dan mendapatkan tanggapan langsung berupa penolakan keras dari Kementerian Luar Negeri China terkait pengadaan THAAD di Korea Selatan.
6
Akash Sinha, 2018, THAAD: The Fear of China, and Anxiety of Russia, The Economic Times,
diakses dalam https://economictimes.indiatimes.com/news/defence/thaad-the-fear-of-china-
anxiety-of-russia/articleshow/57273866.cms?from=mdr (13/10/2019)
5
Gambar 1. 1 Peta Geografis China-Korea Selatan (Perry-Castaneda Library Map Collection)
7China dan Korea Selatan memiliki kedekatan wilayah geografis. Karena memiliki wilayah yang berdekatan, maka China merasakan kekhawatiran karena THAAD dapat mengancam keamanan negaranya sekaligus merupakan sekutu Korea Utara. Hal ini dikarenakan THAAD dilengkapi radar Army/Navy Transportable Radar Surveillance (AN/TPY-2) dengan estimasi jarak hingga 3000 km. Penempatan THAAD yang berada di daerah Seongju, Korea Selatan dengan radar tersebut dapat dengan mudah melacak persenjataan China secara langsung meskipun tidak dengan keseluruhan.
87
Perry Castaneda Library Map Collection, The University of Texas, diakses dalam https://legacy.lib.utexas.edu/maps/middle_east_and_asia/korean_peninsula.gif (3/3/2021)
8
BBC News, 2016, China presses South Korea on THAAD Missile System, diakses dalam
https://www.bbc.com/news/world-asia-39883804 (14/10/2019)
6
China merasa bahwa keputusan yang diambil Korea Selatan dapat merusak hubungan kedua negara yang membaik setelah Perang Korea.
9Normalisasi tahun 1992 merupakan titik balik dari hubungan buruk China-Korea Selatan yang berlangsung selama hampir empat puluh tahun dikarenakan keterlibatan China sebagai sekutu dan membantu agresi Korea Utara pada masa Perang Korea.
10Normalisasi ini membawa hubungan yang lebih baik bagi kedua negara dan menjadi kedua negara sebagai rekan dalam hubungan ekonomi hingga diplomatik.
11Namun, dengan adanya penempatan THAAD di Korea Selatan dapat menimbulkan kembali ketegangan antara kedua negara. Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan bahwa keputusan Korea Selatan untuk menempatkan sistem pertahanan anti rudal THAAD dari AS dapat merusak hubungan baik dan rasa saling percaya antara kedua negara.
12Sebagai tanggapan, China mulai mengambil langkah dalam menentang THAAD di Korea Selatan yang berdampak pada hubungan politik dan ekonomi kedua negara. China menekan ekonomi Korea Selatan melalui sanksi ekonomi informal, salah satunya dengan memberhentikan segala hal yang berasal dari Korea Selatan termasuk dalam sektor hiburan, budaya, produk brand Korea Selatan dan pariwisata. Seperti dengan dibatalkannya acara yang berkaitan dengan Korea Selatan dan pelarangan kunjungan wisata. Hal ini menyebabkan banyak
9
Ibid
10
Habiburrahman, 2017, Penentangan Tiongkok Terhadap Korea Selatan dalam Pengadaan Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) di Korea Selatan 2016, Riau: Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Riau, JOM FISIP Vol.4 No.2, hal 3.
11
Ibid
12
VOA Indonesia, 2016, China Kecam Korea Selatan Karena Terima Sistem Pertahanan Rudal
dari AS, diakses dalam https://www.voaindonesia.com/a/china-kecam-korea-selatan-sistem-
pertahanan-rudal-as/3438213.html (13/10/2019)
7
kerugian bagi perusahaan hiburan kerugian akibat adanya pembatalan event dan konser, penarikan seluruh penayangan konten Korea Selatan di berbagai media, pembatalan produksi bersama dan penangguhan investasi. Pelarangan kunjungan wisata juga menyebabkan adanya penurunan turis sebanyak 4.16 juta turis dari China dan mengalami defisit sebesar 7,5 triliun won dalam sektor pariwisata.
13Respon China dengan melakukan pemboikotan terhadap produk hiburan dan pariwisata jelas memberikan kerugian bagi Korea Selatan, karena China merupakan pengunjung terbesar dari pariwisata Korea Selatan dan sebagai pasar besar bagi industri hiburan. Melalui pemaparan di atas, penulis ingin meneliti dampak dari sanksi ekonomi bilateral China pada sektor industri hiburan dan pariwisata Korea Selatan pasca pengadaan THAAD (Terminal High Altitude Area Defense).
1.2.Rumusan Masalah
Dalam mengkaji masalah tersebut, penulis merumuskan permasalahan apa saja yang nantinya akan dikupas dalam penelitian ini : Bagaimana dampak sanksi ekonomi bilateral oleh China terhadap industri hiburan dan pariwisata Korea Selatan pasca pengadaan THAAD (Terminal High Altitude Area Defense)?
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
13
Dampak dan Tindakan Balasan China Terhadap Korea Selatan terkait THAAD, KBS WORLD Radio, diakses dalam http://world.kbs.co.kr/service/contents_view.htm?lang=i&menu_cate=
issues&id=&board_seq=59002&page=10&board_code=news_hotissue pada (18/10/2018)
8
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka peneliti memiliki tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui dampak dari sanksi ekonomi bilateral informal China terhadap yang mengakibatkan kerugian pada ekonomi sektor industri hiburan dan pariwisata pasca pengadaan THAAD (Terminal High Altitude Area Defense).
1.3.2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat menjadikan peneliti mampu memahami lebih dalam mengenai permasalahan China yang merasa terancam oleh pengadaan THAAD di Korea Selatan, yang kemudian direspon China dengan memberhentikan segala hal yang berasal dari Korea Selatan termasuk dalam sektor hiburan, budaya, dan pariwisata.
b. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan agar berguna untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa berkaitan dengan dampak sanksi ekonomi bilateral China pada sektor industri hiburan dan pariwisata Korea Selatan yang sempat menyebabkan ketegangan kedua negara.
1.4.Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu pertama adalah jurnal atau research paper dari
Habiburrahman berjudul “Penentangan Tiongkok Terhadap Korea Selatan
9
dalam Pengadaan Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) di Korea Selatan 2016”.
14Dalam jurnalnya, Habiburrahman memaparkan bahwa ketegangan yang terjadi di semenanjung Korea berdampak pada negara-negara di sekitarnya. Ancaman nuklir Korea Utara mendorong Korea Selatan untuk menyetujui saran dari Amerika Serikat dengan menempatkan THAAD di Korea Selatan. Namun, kesepakatan tersebut ditolak oleh Tiongkok, karena Tiongkok memiliki alasan dalam sikap oposisinya terhadap pengadaan THAAD sebuah perangkat militer anti rudal di Korea Selatan pada tahun 2016. Kemampuan THAAD dengan radar mencapai jarak 3000 km membuat Tiongkok merasa terancam, karena dengan jarak tersebut radar THAAD dapat menembus territorial Tiongkok dan mendapatkan data alutsista dari Tiongkok. Alasan lain adalah keberadaan THAAD memberikan Tiongkok pilihan sulit, yaitu konsekuensi sebagai salah satu negara yang mendukung denuklirisasi semenanjung Korea dan seberapa tekanan yang harus diberikan Tiongkok terhadap Korea memunculkan situasi strategic dilemma. Kemudian, faktor lain adalah kepemilikan THAAD oleh Amerika Serikat di Korea Selatan yang dapat merubah status quo-nya.
Dalam penelitiannya, Habiburrahman menggunakan perspektif realism yang didukung oleh teori keamanan nasional Barry Buzan dengan konsep kompleksitas keamanan regional dan dilema keamanan. Peneliti juga menggunakan tingkat analisis negara-bangsa dengan fokus penelitian pada faktor- faktor yang menyebabkan penolakan China terhadap THAAD di Korea Selatan.
14
Habiburrahman, 2017, Penentangan Tiongkok Terhadap Korea Selatan dalam Pengadaan
Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) di Korea Selatan 2016, Riau: Jurusan Ilmu
Hubungan Internasional Universitas Riau, JOM FISIP Vol.4 No.2.
10
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan mengumpulkan semua data, argumen dan fakta yang ada.
Penelitian terdahulu kedua adalah jurnal atau research paper dari Ethan
Meick dan Nargiza Salidjanova berjudul “China’s Response to THAAD
Deployment and its Implications”. Pada penelitian ini, penulis menjelaskan apa
itu THAAD, permasalahan China terhadap THAAD, tindakan yang dilakukan
China terhadap Korea Selatan melalui ekonominya, serta implikasi untuk Amerika
Serikat dan lanskap geopolitik di Asia Pasifik. Penulis menjelaskan bahwa
pengumuman yang dilakukan oleh Departemen Pertahanan AS dan Kementrian
Pertahanan Nasional Korea Selatan tentang aliansi untuk pemasangan THAAD
sebagai upaya perlindungan terhadap peningkatan rudal Korea Utara mendapatkan
penolakan dari Beijing. Beijing menganggap THAAD juga diarahkan ke China
dan dapat menimbulkan masalah keamanan regional. Pengamat China mengklaim
bahwa pengerahan THAAD menandai perluasan arsitektur pertahanan rudal
balistik Amerika Serikat di Asia Pasifik, melemahkan penangkal nuklir China,
dan menegaskan kekhawatiran yang sudah berlangsung lama tentang penahanan
AS terhadap China. Langkah yang diambil China untuk menghentikan Seoul
adalah melalui penekanan ekonomi Korea Selatan baik dalam sektor hiburan,
produk brand Korea Selatan dan pariwisata. Penentangan kuat Tiongkok terhadap
THAAD memiliki implikasi signifikan bagi Amerika Serikat dan lanskap
geopolitik di Asia Pasifik. Implikasinya meliputi: dengan menekan ekonomi
terhadap negara-negara lain selama perselisihan masa depan; potensi penggunaan
penanggulangan Tiongkok untuk mengatasi jaringan pertahanan rudal regional
11
yang dipimpin AS; peningkatan koordinasi pertahanan rudal China dengan Rusia;
komplikasi tambahan dalam mengkoordinasikan kebijakan AS terhadap Korea Utara dengan sekutu dan mitra di Asia Pasifik; dan peningkatan potensial dalam kerja sama Korea Selatan-Jepang di AS.
Penelitian terdahulu ketiga adalah jurnal atau research paper dari Decyani Permatasari berjudul “Analisis Penggunaan Three Nos oleh Korea Selatan untuk Mengatasi Boikot di China Akibat Terminal High Altitude Area Defense (THAAD)”.
15Dalam jurnalnya, Decyani memaparkan bahwa China sudah menolak sejak awal pengadaan THAAD di Korea Selatan dengan AS. Ini dikarenakan China menganggap bahwa hal tersebut dapat mengganggu kedaulatannya dan merupakan cara AS untuk menanamkan pengaruhnya di kawasan Asia Timur. Penolakan China dilakukan dengan boikot terhadap industri budaya Korea Selatan yang juga memberikan kerugian pada sektor pariwisata.
Permasalahan THAAD menemukan titik terang setelah Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Kang Kyung Wha, menyatakan persetujuan terhadap poin Three No’s yang diinginkan China yaitu: 1) tidak ada pemasangan THAAD tambahan;
2) tidak berpartisipasi dalam jaringan pertahanan misil AS; dan 3) tidak ada pembentukan aliansi militer trilateral dengan AS dan Jepang. Kemudian, Kementerian Luar Negeri China menyatakan normalisasi hubungan dengan Korea Selatan dan boikot bisa dihentikan. Ini didorong oleh saling ketergantungan Korea Selatan pada kelompok industri budayanya dan China. Strategi Korea Selatan
15
Decyani Permatasari, 2019, Analisis Penggunaan Three Nos oleh Korea Selatan untuk Mengatasi Boikot di China Akibat Terminal High Altitude Area Defense (THAAD), Semarang:
Departemen Hubungan Internasional Universitas Diponegoro, Journal of International Relations,
Volume 5, Nomor 1, 2019, hal 1023-1032
12
dikatakan berhasil karena memberikan win-win solution untuk dua negara. Dalam penelitiannya, Decyani menggunakan teori interdependence with linkage strategy.
Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan tipe penelitian eksplanatif.
Penelitian terdahulu keempat adalah jurnal atau research paper oleh Ayu Sasqia Putri berjudul “Pengaruh Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) Terhadap Hubungan Dagang Korea Selatan-Tiongkok”.
16Dalam jurnalnya, Ayu memaparkan bahwa keamanan di wilayah Semenanjung Korea dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara di Korea Selatan. Aktivitas nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara menyebabkan Korea Selatan meningkatkan pengamanan negaranya melalui kesepakatan membangun sistem pertahanan berbasis misil balistik yaitu THAAD di Korea Selatan dengan Amerika Serikat. Melalui kebijakan penerapan THAAD tersebut, Tiongkok menolak dengan alasan karena jangkauan radar dari THAAD dan dilema keamanan. Penentangan tersebut dilakukan dengan memberikan sanksi ekonomi berupa pelarangan ekspor produk dari Korea Selatan ke Tiongkok, pembatalan beberapa acara dalam bidang industri hiburan Korea Selatan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh protes China terhadap THAAD di Korea Selatan, terutama dalam hubungan perdagangan. Dengan adanya keputusan sanksi ekonomi yang dilakukan China melalui pemboikotan produk Korea Selatan menyebabkan kerugian berupa penurunan ekspor Korea Selatan, kemudian kerugian oleh Lotte Group dengan
16
Ayu Putri, 2019, Pengaruh Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) Terhadap
Hubungan Dagang Korea Selatan-Tiongkok, Universitas Riau, JOM FISIP Vol.6: Edisi I Januari-
Juni
13
kerugian hingga triliunan won, serta penurunan nilai saham perusahaan hiburan Korea Selatan. Penelitian ini menggunakan perspektif konstruktivisme oleh Alexander Wendt, yang kemudian didukung oleh tingkat analisis negara bangsa.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui teknik library research atau studi pustaka.
Penelitian terdahulu kelima adalah jurnal atau research paper dari Zhao Tong berjudul “Perception Gap in the THAAD Dispute-Causes and Solutions”.
17Pada penelitian ini, penulis menjelaskan bahwa ketegangan antara China dan Korea Selatan melalui adanya sistem THAAD mempengaruhi keamanan strategis antara China, Korea Selatan dan Amerika Serikat. Perselisihan ini didasari oleh adanya perbedaan pemahaman tentang masalah teknis utama yang mendasari sistem THAAD. Pemahaman yang berbeda ini mengakibatkan munculnya pandangan berlawanan terhadap niat awal strategis masing-masing negara. Amerika Serikat, China dan Korea Selatan memiliki perbedaan dalam persepsi mereka terhadap THAAD, yang mana sejauh ini negara terlalu berfokus pada aspek-aspek strategis dan politis. Kesalahpahaman yang ada seperti di mana THAAD digunakan dapat melemahkan strategis China. Kemudian China sengaja membesar-besarkan ancaman THAAD untuk tujuan geopolitiknya sendiri, seperti melemahkan aliansi Amerika Serikat dan Korea Selatan. Perbedaan pemahaman ini dapat mempengaruhi pembuat kebijakan dan memperburuk perselisihan. Paper ini menganalisis dan membandingkan persepsi masing-masing negara terhadap
17
ZhaoTong, 2018, Perception Gap in the THAAD Dispute-Causes and Solutions, China
International Strategy Review, Carnegie-Tsinghua Center for Global Policy, diakses dalam
https://carnegietsinghua.org/2018/11/22/perception-gap-in-thaad-dispute-causes-and-solutions-
pub-77791
14
pengadaan THAAD dalam komunitas keamanan strategis Amerika Serikat, Korea Selatan dan China.
Tabel 1.1 Tabel penelitian Judul Penelitian dan
Nama Peneliti
Jenis Penelitian dan Alat Analisa
Hasil
Penentangan
Tiongkok Terhadap Korea Selatan dalam Pengadaan Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) di Korea Selatan 2016, oleh Habiburrahman
Penelitian kualitatif &
Konsep keamanan nasional, regional security complex, dan dilema keamanan
Korea Selatan sepakat dengan Amerika Serikat untuk menempatkan THAAD di negaranya mendapatkan penolakan dari China. Hal ini karena China merasa terancam atas radar THAAD yang dianggap dapat menembus teritorial negaranya, sehingga memunculkan dilema keamanan.
Keberadaan THAAD di Korea Selatan dianggap dapat mengancam keamanan nasional China.
China’s Response to THAAD Deployment and its Implications, oleh Ethan Meick dan
Penelitian eksplanatif Pengadaan THAAD di Korea
Selatan dapat menimbulkan
masalah regional. Langkah yang
diambil China dalam merespon
15
Nargiza Salidjanova THAAD adalah dengan
menekan ekonomi Korea Selatan dalam sektor hiburan, produk Korea Selatan dan pariwisata. Penentangan China terhadap THAAD juga memiliki implikasi bagi Amerika Serikat dan geopolitik di Asia Pasifik.
Analisis Penggunaan Three Nos oleh Korea Selatan untuk Mengatasi Boikot di
China Akibat
Terminal High Altitude Area Defense (THAAD), oleh Decyani Permatasari
Penelitian eksplanatif
& Teori
interdependence with linkage strategy
Dalam menyelesaikan
perselishan Korea Selatan dan
China sejak pengadaan THAAD
di Korea Selatan, Menteri Luar
Negeri Korea Selatan
menyetujui Three Nos yang
diinginkan China. Hasilnya
adalah China mengeluarkan
pernyataan mengenai
normalisasi hubungan dengan
Korea Selatan dan boikot bisa
dihentikan. Strategi Korea
Selatan dikatakan berhasil
karena memberikan win-win
solution untuk dua negara.
16 Pengaruh Terminal
High Altitude Area Defense (THAAD) Terhadap Hubungan
Dagang Korea
Selatan-Tiongkok, oleh Ayu Sasqia Putri
Penelitian kualitatif &
Perspektif konstruktivisme Alexander
Adanya pemboikotan produk Korea Selatan atas aksi protes China terhadap penolakan pengadaan THAAD di Korea Selatan memberikan dampak pada hubungan perdagangan kedua negara. Dalam hal ini, Korea Selatan mengalami kerugian ekonomi berupa penurunan ekspor, kerugian perusahaan seperti Lotte Group, hingga penurunan nilai saham perusahaan hiburan.
Perception Gap in the THAAD Dispute- Causes and Solutions, oleh Zhao Tong
Penelitian eksplanatif
& Konsep persepsi
Ketegangan antara China dan
Korea Selatan melalui adanya
sistem THAAD mempengaruhi
keamanan strategis antara
China, Korea Selatan dan
Amerika Serikat. Hal ini
didasari adanya perbedaan
pemahaman tentang masalah
teknis utama yang mendasari
sistem THAAD. Pemahaman
17
yang berbeda ini mengakibatkan munculnya pandangan berlawanan terhadap niat awal strategis masing-masing negara.
Dampak Sanksi Ekonomi Bilateral China Terhadap Ekonomi Sektor Industri Hiburan dan Pariwisata Korea Selatan Pasca Isu THAAD (Terminal High Altitude Area Defense) oleh Saskia Dwininda Oktavia
Penelitian Eksplanatif
& Teori realism, diplomasi koersif, sanksi ekonomi informal.
China telah menerapkan sanksi
ekonomi terhadap Korea Selatan
sebagai bentuk upaya
melindungi negaranya dari
ancaman THAAD. Langkah ini
digunakan untuk memaksa
Korea Selatan agar segera
membatalkan dan menghentikan
THAAD. Sanksi ekonomi yang
diberikan China memiliki
kecenderungan sifatnya yang
tidak resmi/informal dengan
menargetkan sektor industri
hiburan dan pariwisata Korea
Selatan. Yang mana kedua
sektor tersebut cukup
bergantung pada China,
sehingga dapat menimbulkan
dampak kerugian bagi Korea
18
Selatan.
1.5.Kerangka Teori dan Konsep 1.5.1. Realisme
Pada asumsi dasar realis, negara-bangsa merupakan aktor utama dalam hubungan internasional. Pemikiran kaum realis dicirikan sebagai manusia merupakan makhluk yang selalu cemas akan keselamatan dirinya dalam hubungan persaingan dengan yang lain dan ingin berada dalam kursi pengendali.
18Realisme berkaitan dengan asumsi bahwa manusia hanya mementingkan diri sendiri dan haus akan kekuasaan, sehingga dapat melakukan apa saja untuk mencapai kepentingannya. Morgenthau mengemukakan bahwa perilaku negara sama dengan sifat manusia yang penuh prasangka, di mana negara dapat bertindak egois dan agresif demi mempertahankan kelangsungan hidup negaranya.
19Realisme memandang bahwa permasalahan utama dalam hubungan internasional yaitu kondisi anarki ketika tidak adanya otoritas yang mengatur dalam hubungan antar negara, sehingga negara berhak memutuskan setiap keputusannya.
20Dalam kondisi anarki setiap negara akan berusaha untuk mempertahankan negaranya.
21Pertahanan terbaik yang dapat dilakukan negara adalah mencegah suatu negara memiliki kekuatan yang lebih besar. Menurut E.H.
Carr, negara dapat dengan bebas melakukan apa saja dengan kekuatan yang
18
Robert & Georg; Dadan, Kamdani, 2005, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar: Yogyakarta
19
Bob Sugeng, 2017, Studi dan Teori Hubungan Internasional: Arus Utama, Alternatif dan Reflektivis, Yayasan Pustaka Obor Indonesia: Jakarta
20
Jill, Lloyd, dkk, 2010, An Introduction to International Relations Theory Perspective and Themes, Third Edition, Pearson
21
Bob Sugeng, Op. Cit.,
19
mereka miliki demi mendapatkan kepentingan dan keamanan nasional, bahkan melalui perang.
22Dalam mempertahankan national security, negara dapat melakukan apa saja untuk bebas dari ancaman. Buzan mendefinisikan keamanan nasional sebagai suatu hal yang dilakukan oleh negara untuk bebas dari ancaman serta kemampuan untuk mempertahankan identitas independen dan integritas fungsional mereka dalam menghadapi kekuatan pengubah yang mereka pandang sebagai musuh.
23Karena setiap negara pada akhirnya bertanggung jawab atas kelangsungan hidupnya sendiri dan merasa tidak pasti tentang niat tetangganya.
Pada kondisi anarki, negara dapat mengalami security dilemma, yaitu ketika sebuah negara meningkatkan kekuatan militer atau membentuk aliansi untuk melindungi diri sendiri dilihat sebagai ancaman bagi negara lain dan kemungkinan besar akan merespons dengan cara yang sama. Hal ini kemudian akan menghasilkan peningkatan ketegangan hingga muncul konflik antar negara.
Seperti yang diungkapkan oleh Robert Jervis, peningkatan keamanan di suatu negara dapat memunculkan ancaman bagi negara lain, meskipun negara tersebut mungkin tidak bermaksud untuk mengancam negara lain.
24Untuk dapat keluar dari situasi security dilemma negara dapat berorientasi sesuai dengan kekuatan dan persepsi ancaman yang dihadapi. Pada realisme hal ini terbagi menjadi dua yaitu defensive realism dan offensive realism. Menurut Kenneth Waltz realisme defensif yaitu ketika negara yang memiliki keterbatasan
22
Ibid
23
Barry Buzan, 1991, New Patterns of Global Security in the Twenty-First Century, International Affairs Vol.67, No.3, pp. 431-451, hal. 432-433.
24
Vinsencio Dugis, 2016, Teori Hubungan Internasional Perspektif-Perspektif Klasik, Cakra Studi
Global Strategis: Surabaya
20
power dan merasakan persepsi ancaman tidak terlalu mendesak dapat mengambil kebijakan yang bersifat defensif dan moderat.
25Dapat dilakukan melalui kerja sama dengan negara lain yang memiliki kekuatan lebih besar atau melalui balancing of power.
Sedangkan dalam realisme ofensif, terdapat keyakinan bahwa terdapat tiga pola umum perilaku negara, yaitu fear, self help dan power maximization. Bagi negara yang memiliki power dan kapabilitas yang besar dapat bertindak secara agresif ketika menghadapi ancaman dari negara lain. Menurut Mearsheimer, terdapat 5 faktor realisme ofensif yaitu: sistem dunia yang anarki, kemampuan militer, kecurigaan terhadap negara lain yang dapat menjadi ancaman, kelangsungan hidup negara dan negara sebagai aktor rasional.
26Realisme ofensif melihat upaya peningkatan kekuatan negara lain sebagai ancaman bagi negaranya, sehingga hal ini mendorong negara untuk meningkatkan keamanan negaranya sendiri. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan persenjataan, diplomasi koersif, kebijakan ekonomi, dan lain-lain.
27Dalam penelitian ini, China melihat kerja sama militer Korea Selatan dan Amerika Serikat dalam pengadaan THAAD sebagai suatu aksi yang dapat mengancam keamanan nasional negaranya. China memandang peningkatan militer Korea Selatan melalui penyebaran THAAD di Korea Selatan bukan hanya sebagai upaya preventif terhadap nuklir Korea Utara, tetapi ada tujuan lain yang
25
Bob Sugeng, Op. Cit.,
26
Jozsef Golovics, 2017, Contemporary Realism in Theory and Practice: The Case of the Ukrainian Crisis, 362-369, DOI:10.24307
27
Emriza Adi, 2011, Pola Aksi-Reaksi sebagai Faktor Penyebab Peningkatan Akuisisi
Persenjataan Ofensif di Asia Tenggara(1996-2010), Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Indonesia
21
dapat mengganggu kepentingan dan keamanan China. Seperti yang disampaikan Mearsheimer dalam realisme ofensif, bahwa negara-negara dapat berpotensi bahaya satu sama lain dan tidak dapat yakin tentang niat negara lain. Sehingga dalam kondisi ini, negara cenderung mengambil kebijakan yang agresif sebagai langkah untuk memastikan keamanan dan keselamatan negara. Respon yang diberikan China dalam menolak pengadaan THAAD yaitu melalui sanksi ekonomi agar Korea Selatan menghentikan dan membatalkan penyebaran THAAD.
Menurut perspektif realisme sanksi ekonomi identik dengan sifat dari sistem internasional yang anarchy&self-help. Sanksi berupa penarikan perdagangan atau hubungan ekonomi digunakan untuk memaksa agar negara target memenuhi keinginan negara pengirim.
28Dalam penggunaanya memerlukan sumber daya dan sarana yang menyertai untuk menegakkan sanksi dan bahwa negara pengirim memiliki pengaruhnya atas kegiatan komersial.
29Melalui pemikiran realis, tindakan China memberikan sanksi ekonomi merupakan langkah yang diambil dalam menghadapi ancaman THAAD. Pembalasan pada Korea Selatan melalui kapabilitas ekonomi dan ketergantungan Korea Selatan pada China dimanfaatkan oleh China dengan memperhitungkan untung rugi mengenai langkah/kebijakan yang diambil.
28
Achmad Ismail, 2020, Sanksi Ekonomi dalam Tinjauan Politik dan Diplomasi Internasional:
Resensi Buku, Universitas Indonesia, Indonesian Perspective, Vol.5 No.1: 112-11730917
29
Sedliar Y, 2017, The Economic Sanctions as The Instrument of Foreign Policy, Actual problems
of international relations No.123, https://doi.org/10.17721/apmv.2017.132.0.18-26, diakses dalam
http://journals.iir.kiev.ua/index.php/apmv/article/view/3171
22 1.5.2. Diplomasi Koersif
Diplomasi merupakan metode untuk mempengaruhi aktor, pemerintah, orang melalui komunikasi, dialog dan negosiasi. Pada level negara, diplomasi digunakan untuk memenuhi kepentingan nasional negaranya. Diplomasi sering diasumsikan dilakukan secara damai dan kooperatif. Namun, terdapat pula praktik diplomatik yang menjadi instrumen negara untuk melakukan ancaman, kekerasan dan dapat merugikan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, atau dapat disebut dengan diplomasi koersif.
Diplomasi koersif merupakan strategi politik dalam langkah diplomatik yang dilakukan untuk memaksa/mengubah kehendak/perilaku negara serta untuk menekan aktor yang terlibat melalui ancaman, penggunaan kekerasan sanksi ekonomi, perang dagang.
30Diplomasi koersif memiliki dua objektif utama, yaitu untuk menghentikan dan untuk membatalkan tindakan-tindakan berbahaya yang dilakukan oleh negara target. Alexander George menyatakan bahwa diplomasi koersif adalah diplomasi yang, “in hopes of securing a peaceful resolution of a serious dispute by persuading an opponent to stop or undo his effort to alter the status quo”.
31Yaitu sebagai bentuk untuk mendapatkan penyelesaian secara damai dari perselisihan yang serius dengan membujuk lawan untuk menghentikan atau membatalkan untuk mengubah status quo.
30
Haetami, China Coercive Diplomacy Through South China Sea Conflict and Belt Road Initiatives, Indonesia Defense University Indonesia Peace and Security Center, Jurnal Pertahanan Vol.5 No.2 pp.48-60
31
Ibid
23
Dalam penerapannya, Alexander George membagi strategis diplomasi koersif melibatkan 4 variabel yang akan digunakan oleh suatu negara yaitu
32; pertama, try and see yaitu melihat ancaman dan menemukan cara untuk membujuk lawan untuk mengubah sikap mereka. Kedua, gradually turning the screws approach yaitu memberi tekanan untuk menghindari keadaan yang tidak diinginkan. Ketiga, classic ultimatum yaitu memberikan ancaman dengan mengirimkan permintaan waktu yang tepat. Keempat, tacit ultimatum yaitu memberikan ancaman yang jelas, tetapi tidak pada waktu yang tepat.
Diplomasi koersif menjadi praktik diplomasi untuk mencapai tujuan politik dan kepentingan nasional tanpa melakukan perang, tetapi tetap mengancam.
33Ancaman yang dilakukan haruslah kredibel dan kuat untuk meyakinkan lawan bahwa itu adalah kepentingannya untuk memenuhi permintaan. Respon terhadap suatu tindakan yang telah dilakukan lawan menjadi bentuk dari diplomasi koersif.
34Pengadaan THAAD yang dilakukan oleh Korea Selatan untuk melindungi diri dari nuklir Korea Utara dianggap sebagai ancaman oleh China, karena kekhawatiran bahwa radar dari THAAD yang mencapai jarak 3000 km tersebut dapat menembus teritorial China dan mendapatkan data alutsista dari China.
Langkah diplomasi koersif melalui ancaman berupa sanksi ekonomi informal pada Korea Selatan bertujuan untuk menghentikan THAAD. China memilih cara
32
Ibid
33
Jack S. Levy, 2008, Deterrence and Coercive Diplomacy: The Contributions of Alexander George, Rutgers University, Political Psychology, Vol. 29, No.4
34
Ibid
24
ini karena China memastikan untuk menargetkan sektor yang dapat memberikan dampak kerugian pada Korea Selatan tanpa berdampak pada China.
1.5.3. Sanksi Ekonomi Informal
Sanksi ekonomi merupakan tindakan yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional terhadap negara lain dengan tujuan menguhukum atau agar negara target mematuhi aturan atau norma tertentu yang dianggap penting oleh negara pengirim. Sanksi ekonomi digunakan untuk menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara lain agar negara target mengubah kebijakan atau perilaku mereka. Penggunaan sanksi dianggap lebih menguntungkan dalam sisi biaya dibandingkan dengan perang. Selain itu, ketergantungan antar negara yang semakin meningkat, membuat negara rentan terhadap munculnya tekanan dan sanksi ekonomi dari negara lain.
35Sama dengan sanksi ekonomi pada umumnya, sanksi ekonomi informal juga merupakan gangguan yang disengaja dan diarahkan oleh pemerintah yang melibatkan pelaku ekonomi dari negara sasaran untuk mencapai tujuan politik atau strategis. Sanksi ekonomi informal dilakukan melalui cara yang sifatnya tidak resmi/informal, yang mana tidak ada instrumen hukum yang memiliki legislasi dan regulasi, serta tidak ada pengumuman resmi oleh pemerintah.
36Dalam hal ini, pemerintah mengeluarkan arahan informal kepada pelaku ekonomi (baik itu BUMN atau perusahaan swasta) dalam negeri untuk membatasi interaksi ekonomi mereka dengan negara sasaran. Pelaku yang merugikan
35
Maria Bengtsson, 2002, Economic Sanctions Go Smart, Master Thesis Political Science, Linkoping University
36
Darren & Victor, 2021, Informal Economic Sanctions: The Political Economy of Chinese Coercion During The THAAD Dispute, Review of International Political Economy, DOI:
10.1080/09692290.2021.1918746
25
kepentingan ekonomi negara sasaran tidak dilakukan oleh pemerintah, tetapi oleh pelaku pasar. Namun tindakan ini diambil atas arahan/perintah pemerintah, seringkali di bawah tekanan atau ancaman hukuman atas pelanggaran. Perintah dapat dikeluarkan secara lisan atau tertulis. Sejauh pemerintah dapat memanipulasi tindakan paksaan ekonomi tanpa memperkenalkan hukum formal (seperti melalui media pemerintah), ini menjadi instrumen pemaksaan informal.
37Agar dapat dilakukan oleh pemerintah secara langsung, maka diperlukan beberapa peraturan yang dapat digunakan secara masuk akal untuk menghentikan atau membatasi kegiatan ekonomi. Seperti adanya kebijakan pemerintah untuk menolak atau mempersulit dalam memberikan persetujuan atau perijinan.
Alasan mengapa pemberi sanksi memilih untuk menggunakan cara informal: Pertama, penerapan sanksi informal meminimalkan risiko gugatan hukum dan potensi tindakan pencegahan oleh WTO atau aturan perdagangan dan investasi internasional lainnya. Kedua, dapat secara masuk akal menyangkal adanya sanksi yang dilakukan oleh pemerintah kepada publik saat memberlakukan tindakan ekonomi. Ketiga, apabila sanksi tampaknya tidak berhasil, pemerintah yang memberikan sanksi memiliki fleksibilitas yang lebih besar untuk menghentikan sanksi tanpa harus mengakui kegagalan dan menanggung biaya politik terkait.
38Dalam penggunaan sanksi ekonomi informal, China biasanya melakukan penerapan peraturan domestik secara selektif, termasuk pemeriksaan pabean yang ditingkatkan atau pemeriksaan sanitasi, tidak dikeluarkan visa, dan menggunakan
37
Ibid
38Ibid
26
tindakan diluar hukum seperti menggunakan media pemerintah untuk mendorong boikot populer dan meminta pejabat pemerintah secara langsung memberikan tekanan informal pada perusahaan tertentu.
39Langkah ini beberapa kali digunakan oleh China kepada negara lain ketika berkonflik.
Pada konflik pengadaan THAAD di Korea Selatan, China tidak melakukan pengumuman secara resmi bahwa negaranya akan melakukan sanksi ekonominya terhadap Korea Selatan. China juga menepis tuduhan pembalasan kepada Korea Selatan dengan beralasan mengacu pada perubahan sentimen publik China terhadap Korea Selatan. Meskipun menyangkal keterlibatan resmi apapun, tapi China jelas telah melakukan tindakan pembalasan dengan melakukan boikot industri hiburan di China dan pembatasan kunjungan ke Korea Selatan. Hal ini dilakukan dengan memberikan perintah bagi perusahaan-perusahaan dan juga melalui pemberitaan stigma negatif Korea Selatan melalui media China yang dikelola oleh negara.
1.6.Metode Penelitian
1.6.1. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksplanatif. Penelitian eksplanatif digunakan untuk menjelaskan mengapa satu fakta atau kondisi dapat terjadi dan bagaimana hubungannya dengan fenomena lainnya. Penelitian dilakukan dengan menjelaskan hubungan antar variabel. Variabel independen dan variabel dependen dalam penelitian ini merupakan variabel yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Jadi, dalam hal ini peneliti ingin
39