• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Di Indonesia, pengguna internet terus mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENDAHULUAN Di Indonesia, pengguna internet terus mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Di Indonesia, pengguna internet terus mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) terkait dengan pengguna internet di Indonesia pada tahun 2018 yang mencapai 171,17 juta jiwa (64,8%) dari total populasi penduduk Indonesia yakni 264,16 juta jiwa dengan rentang usia 15-24 tahun yang menjadi pengguna terbanyak. Selain itu, terdapat lima situs media sosial yang paling sering dikunjungi yaitu Facebook (50,7%), Instagram (17,8%), Youtube (15,1%), Twitter (1,7%), dan LinkedIn (0,4%).

Gordon (2019) mengemukakan bahwa FoMO sangat mudah dijumpai pada orang dengan usia 18-33 tahun. Damar Juniarto, penggiat media sosial, dalam tribunnews.com mengatakan bahwa sebanyak 68% generasi millennial di Indonesia yang mengalami FoMO (Kurniawan, 2019). Generasi millennial disebut juga dengan generasi Y, dimana generasi ini merupakan generasi yang tumbuh dan berkembang pada era digital dan berada pada usia 18-28 tahun (Maysitoh, dkk., 2020). Menurut Jonas-Dwyer dan Pospisil (dalam Maysitoh, dkk., 2020), usia tersebut didalamnya termasuk usia mahasiswa yang berarti mahasiswa juga merupakan salah satu kaum millenial. Arnett (2015) mengkategorikan usia tersebut sebagai masa dewasa baru atau emerging adulthood dengan rentang usia 18-25 tahun. Emerging adulthood merupakan masa transisi dari masa remaja akhir menuju masa dewasa awal (Arnett, 2015). Pada masa ini, mahasiswa berada pada tahap eksplorasi identitas sehingga individu cenderung lebih fokus pada dunia luar. Hal ini menjadikan individu selalu ingin terhubung satu sama lain misalnya melalui media sosial.

Media sosial merupakan salah satu sarana komunikasi yang memuat berbagai informasi. Melalui media sosial, pengguna dapat terhubung dan berinteraksi dengan banyak orang, mengunggah informasi di media sosial, dan bahkan membagikan informasi mengenai diri sendiri maupun aktifitas yang sedang dilakukan saat itu (Dovey, 2016). Media sosial tidak hanya berfungsi sebagai media yang memuat informasi tetapi juga dapat menjadi tempat untuk berekspresi. Kebanyakan orang saat ini cenderung lebih suka untuk mengakses informasi secara elektronik menggunakan gadget daripada membacanya melalui media cetak.

(2)

Kehadiran media sosial tentunya berdampak terutama bagi mereka yang selalu terhubung di media sosial (online). Apa yang dilihat secara online melalui media sosial secara tidak langsung dapat membuat individu terus menerus membandingkan kehidupannya dengan orang lain (Gordon, 2019). Hal ini disebabkan oleh kebiasaan individu untuk melihat pembaruan status dan unggahan terbaru dari orang yang dikenalnya sehingga ketika individu melewatkan hal tersebut maka akan timbul perasaan rendah diri dan menganggap dirinya kurang keren. Selain perasaan rendah diri karena membandingkan kehidupan dengan orang lain, muncul pula perasaan yang lain seperti takut, cemas, dan khawatir ketika individu tidak dapat terhubung dengan media sosial.

Perasaan-perasaan tersebut akan dialami oleh individu ketika ia tidak dapat melakukan seperti yang diamati setelah melihat atau memantau media sosial pengguna lain sehingga hal ini akan menjadi permasalahan bagi individu terkait dengan FoMO (Abel, dkk., 2016). Fear of missing out (FoMO) dapat diartikan sebagai rasa takut akan kehilangan, namun dalam hal ini “kehilangan” yang dimaksudkan yaitu kehilangan momen orang lain melalui media sosial yang ditandai dengan keinginan individu untuk selalu terhubung dengan apa yang dilakukan oleh orang lain (Przybylski, dkk., 2013).

Przybylski, dkk. (2013) menjelaskan bahwa Self-Determinant Theory (SDT) merupakan teori pendekatan motivasi dan kepribadian manusia dengan menggunakan metode empiris tradisional serta metetheory organisme yang berfokus pada pentingnya sumber daya manusia yang berevolusi untuk pengaturan perilaku dan pengembangan kepribadian (Ryan, Kuhl, & Deci dalam Ryan & Deci, 2000).

Menurut SDT, terdapat tiga kebutuhan psikologis dasar yang mendorong terciptanya regulasi diri yang efektif dan kesehatan psikologis yakni competence – kemampuan bertindak dan berinteraksi; autonomy – individu sebagai inisiator dan sumber berdasarkan perilakunya; dan relatedness – keinginan individu untuk merasa terhubung atau dekat dengan orang lain (Przybylski, dkk., 2013). Maka berdasarkan teori ini, regulasi diri yang buruk dan kepuasan pada kebutuhan psikologis yang rendah dapat memicu terjadinya fenomena FoMO (Angesti & Oriza, 2018). Ketika tiga kebutuhan dasar ini berada pada level yang rendah maka hal ini akan berpengaruh pada kebutuhan psikologis akan self dan relatedness yang tidak terpenuhi (Angesti & Oriza,

(3)

2018). Kebutuhan psikologis akan self berkaitan dengan competence dan autonomy (Akbar, dkk., 2018).

Przybylski, dkk. (2013) menjelaskan aspek-aspek FoMO berdasarkan penjelasan di atas, yaitu :

a. Tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis akan keterhubungan (relatedness).

Keterhubungan merupakan keinginan individu untuk merasa terhubung atau dekat dengan orang lain, sehingga hal ini ditandai dengan perilaku individu yang cenderung merasa menghabiskan waktu lebih banyak untuk mencari tahu update-an ke media sosial baik tentang orang lain maupun mengenai kabar diri sendiri.

b. Tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis akan diri (self).

Kompetensi dan otonomi berkaitan dengan kebutuhan psikologis akan diri.

Kompetensi merupakan dorongan individu untuk efektif dalam interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Sedangkan otonomi adalah kebebasan individu dalam menggabungkan perilaku atau tindakan baik berdasarkan kontrol dari orang lain maupun kehendak individu itu sendiri.

Abel, Buff, dan Burr (2016) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi FoMO yaitu pengucilan sosial (social exclusion) dan penolakan (ostracism), kecemasan (anxiety), serta harga diri (self-esteem). Self-esteem merupakan evaluasi keseluruhan hidup yang dilakukan oleh individu secara positif (Gecas; Rosenberg;

Rosenberg, dkk., dalam Cast & Burke, 2002). Gecas dan Schwalbe (dalam Cast &

Burke, 2002) menjelaskan bahwa terdapat dua dimensi dalam self-esteem, yaitu kompetensi (competence) – kemampuan dan keefektivitasan individu dalam melihat atau menilai diri sendiri, dan nilai (worth) – tingkat dimana individu merasa bahwa mereka bernilai.

Cast dan Burke (2002) menyatakan bahwa perasaan kompetensi dan nilai dihasilkan dari verifikasi identitas yang kemudian akan meningkatkan self-esteem.

Self-esteem individu akan meningkat ketika ia mampu memastikan identitas pada kelompok dengan cara mengubah atau mempertahankan makna identitas mereka agar sesuai dengan keadaan (Cast & Burke, 2002). Self-esteem berbasis nilai akan meningkat ketika individu mendapat umpan balik verifikasi diri (self-verification)

(4)

berupa penilaian yang direfleksikan dan perbandingan sosial sehingga ia merasa diterima atau dihargai oleh orang lain dalam kelompok (Brown & Lohr; Burke & Stets;

Ellison dalam Cast & Burke, 2002). Atribut diri memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk dapat menghasilkan self-esteem berbasis efficacy. Self-esteem berbasis efficacy dihasilkan ketika individu merefleksikan perilaku mereka dan berhasil mempertahankan kecocokan antara makna situasional dan standar identitas (Bandura;

Burke & Stets; Franks & Marolla; Gecas & Schwalbe dalam Cast & Burke, 2002).

Leary dan Baumeister (dalam Abel, dkk., 2016) menyatakan bahwa self-esteem mewakili aspek afektif dan evaluatif terhadap konsep diri, hal ini menggambarkan bagaimana pandangan individu terhadap diri sendiri. FoMO dapat berdampak bagi kesehatan mental, seperti inferioritas kompleks, self-esteem yang rendah, kesepian, suasana hati yang sering berubah, dan kecemasan sosial (Tanveer, 2020). Individu yang memiliki self-esteem tinggi akan mampu menilai kehidupannya secara menyeluruh. Selain itu, individu juga akan mampu mengenali kelebihan dan kekurangan dari dirinya sendiri sehingga tidak mudah baginya untuk merasa cemas atau takut apabila tidak terhubung dengan media sosial.

Ketika individu lebih banyak terhubung pada media sosial seperti melihat unggahan orang lain, maka mereka secara tidak sadar mulai membandingkan diri mereka dengan apa yang dilihatnya, baik itu secara fisik maupun sosial (Yoho, 2020).

Keindahan gambar yang ada di media sosial tak lepas dari proses pengeditan yang banyak sehingga hal ini akan membuat orang yang melihatnya merasa terkesima akan kesempurnaan tersebut. Hal ini mengakibatkan munculnya FoMO yang tinggi pada individu yang sering memantau media sosialnya sehingga mereka lebih terfokus pada apa yang sedang dilakukan oleh orang lain dibandingkan pada diri sendiri (Tanveer, 2020). Akibatnya, mereka kurang mengenal diri sendiri dan memiliki self-esteem yang rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Retnaningrum (2019) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang negatif antara self-esteem dengan FoMO pada mahasiswa Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Dalam hal ini, mahasiswa yang memiliki self-esteem rendah lebih mungkin mengalami FoMO. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Siddik, dkk. (2020) menjelaskan bahwa self-esteem berperan signifikan terhadap pengalaman FoMO pada remaja pengguna media sosial. Adapun hasil penelitian yang dilakukan

(5)

oleh Wicaksono menunjukkan bahwa kebanyakan mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro memiliki penilaian terhadap self-esteem pada ketegori yang tinggi dan FoMO berada pada kategori yang tinggi. Dalam hal ini, tidak terdapat hubungan antara self-esteem terhadap FoMO pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.

Peneliti memilih mahasiswa sebagai partisipan penelitian berdasarkan pertimbangan dari hasil survei dari APJII pada tahun 2018 dengan rentang usia 15-24 tahun yang menjadi pengguna terbanyak internet di Indonesia, dimana pada rentang usia tersebut didalamnya termasuk mahasiswa. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW angkatan 2017- 2019 dengan rentang usia 19-21 tahun. Wawancara dilakukan dengan menanyakan beberapa pertanyaan berdasarkan indikasi dari FoMO. Hasil wawancara menunjukkan bahwa mahasiswa lebih sering membuka media sosial dan melihat unggahan orang lain. Beberapa dari mahasiswa pun merasa seperti ada yang kurang ketika tidak dapat melihat unggahan orang lain bahkan merasa cemas dan takut ketinggalan. Selain itu, beberapa dari mahasiswa juga mengaku merasa iri ketika melihat unggahan orang lain misalnya travelling. Beberapa dari mahasiswa juga merasa harus terhubung dengan media sosial karena dapat mempermudah dalam mendapatkan informasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, hasil penelitian, serta wawancara, maka peneliti merasa perlu dilakukan penelitian terkait dengan fenomena ini karena saat ini masih banyak orang terkhususnya mahasiswa yang merupakan pengguna aktif media sosial yang secara tidak sadar mengalami FoMO. Media sosial yang semakin mendominasi mahasiswa dalam kehidupannya membuat mahasiswa lebih memperhatikan dunia luar. Seringkali apa yang ditampilkan atau yang menjadi trend melalui media sosial membuat mahasiswa juga ingin mengikutinya sehingga hal ini menimbulkan perilaku FoMO pada mahasiswa yang ditandai dengan keinginan untuk selalu terhubung dengan media sosial. Selain itu, di Indonesia sendiri penelitian mengenai FoMO belum banyak dilakukan karena FoMO merupakan isu yang masih baru dari cyberpsychology (Syahniar, dkk., 2018). Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana hubungan antara self-esteem dengan FoMO pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Tujuan penelitian ini

(6)

adalah untuk mengetahui hubungan self-esteem dengan FoMO pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Hipotesis

Ada hubungan yang negatif antara Self-Esteem dengan Fear of Missing Out pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Semakin tinggi self- esteem mahasiswa, maka semakin rendah FoMO.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif sehingga lebih menekankan pada analisis data yang bersifat angka oleh karena itu metode ini dikumpulkan melalui prosedur pengukuran kemudian diolah menggunakan metode analisis statistika (Azwar, 2017). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu korelasional. Jenis penelitian korelasional bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan arah hubungan antar variabel yang digunakan, dalam artian sejauhmana keterkaitan variabel satu dengan variabel yang lainnya berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2017).

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang diangkat oleh peneliti yaitu self- esteem yang merupakan variabel bebas (independen variable) dalam penelitian ini dan variabel terikat (dependen variabel) dalam penelitian ini adalah fear of missing out (FoMO).

Partisipan Penelitian

Populasi dalam penelitian ini yaitu sebanyak 785 mahasiswa aktif angkatan 2017-2019 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Namun realitanya, partisipan yang bersedia mengisi kuesioner hanya 328 mahasiswa. Dalam penelitian ini, kuesioner penelitian akan disebarkan secara online dengan menggunakan google form. Hal ini dilakukan agar penelitian tidak memakan banyak waktu, mengingat adanya pandemi sehingga tidak memungkinkan untuk menyebarkan kuesioner penelitian penelitian secara langsung. Selain itu ada kemungkinan subjek penelitian

(7)

sudah kembali ke daerah asal masing-masing. Semua data penelitian akan digunakan sejauh data tersebut valid.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik probability sampling. Teknik probability sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2019). Teknik probability sampling yang digunakan yaitu simple random sampling. Simple random merupakan teknik pengambilan sampel secara acak tanpa memperhatikan tingkatan partisipan dalam populasi tersebut (Sugiyono, 2019).

Metode Pengumpulan Data

Jenis skala yang digunakan dalam penelitian ini yatu skala Likert yang bertujuan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang terkait dengan fenomena sosial (Sugiyono, 2010). Instrumen penelitian yang digunakan yaitu skala fear of missing out (FoMO) dan skala self-esteem.

1. Fear of missing out (FoMO)

Skala yang digunakan dalam mengukur FoMO yaitu Fear of Missing Out Scale yang dibuat oleh Przybylski, dkk. (2013). Skala ini memiliki reliabilitas yang tinggi yaitu sebesar 0,89 sehingga skala ini dapat digunakan dalam penelitian ini. Skala ini memiliki 10 item dan memiliki kategori pilihan jawaban dengan memberikan skor mulai dari angka 1-5 yang menggambarkan “sangat tidak sesuai” hingga “sangat sesuai”.

2. Self-esteem

Dalam penelitian ini, skala yang digunakan untuk mengukur self-esteem yaitu Self-worth Scale dan Self-efficacy Scale yang dikembangkan oleh Cast dan Burke (2002) berdasarkan item dari skala self-esteem Gecas dan Schwalbe (1983) serta Rosenberg (1979), dan skala mastery Pearlin, dkk.

(1981).

a. Self-worth Scale digunakan untuk mengukur kebernilaian diri individu. Skala ini memiliki 7 item dan reliabilitas sebesar 0,88.

b. Self-efficacy Scale digunakan untuk mengukur kemampuan individu dalam menguasai situasi. Skala ini memiliki 9 item dan reliabilitas sebesar 0,85.

(8)

Self-efficacy Scale digunakan untuk mengukur self-esteem berdasarkan dari dimensi self-esteem sendiri yaitu kompetensi, maka untuk mengukur kompetensi individu dapat dilihat dari self-efficacy individu itu sendiri.

Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah data-data yang diperlukan telah diperoleh dengan lengkap. Beberapa metode yang digunakan dalam menganalisis data, antara lain:

1. Reliabilitas dan analisis item

Reliabilitas mengerucut pada pemahaman tentang kemampuan alat ukur yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan (Widodo, 2006). Koefisien reliabilitas memiliki rentang angka dari nol sampai dengan satu sehingga dapat dikatakan bahwa semakin besar nilai koefisien, maka semakin tinggi reliabilitas alat ukur. Dalam penelitian ini untuk menguji reliabilitas, peneliti akan menggunakan teknik Alpha Cronbach dengan SPSS 25.

Analisis item yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan kriteria Kaplan yang memiliki nilai minimal korelasi sebesar 0,3 sehingga dapat mencegah banyaknya item yang gugur. Analisis ini akan dilakukan dengan menggunakan bantuan program dari SPSS 25.

2. Analisis deskriptif

Analisis deskriptif diperoleh dari partisipan penelitian yang bertujuan untuk memberikan pemaparan yang jelas dan terperinci terkait dengan data dari variabel tetapi tidak dimaksudkan untuk melakukan pengujian hipotesis.

Hasil analisis deskriptif biasanya disajikan dalam bentuk grafik, tabel, matriks, diagram, kurva, serta statistik-statistik kelompok (Azwar, 2017).

(9)

HASIL Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif bertujuan untuk mengkategorisasikan perhitungan data skala Fear of Missing Out Scale, Self-worth Scale, dan Self-efficacy Scale yang terdiri dari hasil perhitungan rata-rata, nilai minimum dan maksimum, standar deviasi, serta kategorisasi dari ketiga skala yang digunakan.

Tabel 1. Kategorisasi Pengukuran FoMO

Kategori Interval M SD N %

Sangat tinggi 24 ≤ x ≤ 30

23,9 6,1

170 51,8%

Tinggi 17,9 ≤ x ≤ 23,9 106 32,3%

Rendah 11,8 ≤ x ≤ 17,8 45 13,8%

Sangat rendah 5,6 ≤ x ≤ 11,7 7 2,1%

Jumlah 328 100%

Maks = 45 Min = 9

Dari hasil persentase yang didapatkan, mayoritas partisipan berada pada kategori sangat tinggi dan hanya sebagian kecil dari partisipan yang berada pada kategori sangat rendah.

Tabel 2. Kategorisasi Pengukuran Self-esteem

Kategori Interval M SD N %

Sangat tinggi 32,6 ≤ x ≤ 40,6

32,5 8,1

171 52,1%

Tinggi 24,5 ≤ x ≤ 32,5 112 34,1%

Rendah 16,4 ≤ x ≤ 24,4 34 10,4%

Sangat rendah 8,2 ≤ x ≤ 16,3 11 3,4%

Jumlah 328 100%

Maks = 52 Min = 0

Dari hasil persentase yang diperoleh, mayoritas partisipan memiliki self-esteem yang sangat tinggi dan hanya sebagian kecil dari partisipan yang memiliki self-esteem yang sangat rendah.

Uji Validitas dan Reliabilitas

(10)

Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui valid atau tidak alat ukur yang digunakan. Kemudian untuk menguji konsistensi dari alat ukur yang digunakan maka dilakukan uji reliabilitas.

1. Fear of Missing Out

Hasil reliabilitas yang didapatkan dari variabel FoMO yaitu 0,763. Guna mendapatkan reliabilitas yang lebih tinggi, maka dilakukan seleksi aitem menggunakan kriteria Kaplan dengan cara membuang aitem yang memiliki korelasi yang lebih rendah dari 0,3. Setelah seleksi aitem dilakukan dengan mengeliminasi 1 aitem yang tidak termasuk dalam kriteria, hasil akhir dari uji reliabilitas tidak mengalami perubahan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa alat ukur ini memiliki reliabilitas yang cukup bagus.

Tabel 3. Uji Reliabilitas FoMO

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

.763 .767 9

2. Self-esteem

Pada variabel self-esteem, hasil awal dari uji reliabilitas yang didapatkan yaitu 0,833. Guna mendapatkan reliabilitas yang lebih tinggi maka dilakukan kembali seleksi aitem berdasarkan kriteria Kaplan dengan mengeliminasi aitem yang lebih rendah dari 0,3 dan didapatkan 3 aitem yang tidak sesuai dengan kriteria Kaplan. Setelah dilakukan eliminasi, reliabilitas alat ukur meningkat menjadi 0,867. Dengan demikian, alat ukur yang digunakan memiliki reliabilitas yang tinggi.

Tabel 4. Uji Reliabilitas Self-esteem

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items

.867 .868 13

(11)

Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data dari kedua variabel berdistribusi normal atau sebaliknya. Uji normalitas yang dilakukan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov.

Tabel 5. Uji Normalitas Self-esteem dan FoMO

self-esteem

fear of missing out

N 328 328

Normal Parametersa,b Mean 32.5854 23.9665 Std.

Deviation

8.06161 6.06353

Most Extreme Differences

Absolute .066 .054

Positive .036 .054

Negative -.066 -.041

Test Statistic .066 .054

Asymp. Sig. (2-tailed) .002c .021c

Dari hasil uji normalitas, nilai signifikansi yang diperoleh dari variabel self- esteem yaitu 0,002 (p<0,05) sedangkan pada variabel FoMO sebesar 0,021 (p<0,05).

Dengan demikian, hasil uji normalitas dari kedua variabel tidak berdistribusi normal.

Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah self-esteem dan FoMO memiliki hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji linearitas yang dilakukan dengan menggunakan ANOVA tabel.

Tabel 6. Uji Linearitas Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

fear of missing out * self-esteem

Between Groups

(Combined) 2957.048 42 70.406 2.213 .000 Linearity 821.996 1 821.996 25.842 .000 Deviation

from Linearity

2135.053 41 52.074 1.637 .012

Within Groups 9065.583 285 31.809

Total 12022.631 327

(12)

Berdasarkan hasil uji linearitas, nilai signifikansi pada deviation from linearity sebesar 0,012 (p<0,05) sehingga dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kedua variabel tidak memiliki hubungan yang linear.

Uji Rank Spearman

Uji statistik non-parametrik merupakan sebuah metode statistik yang bertujuan untuk menguji data yang tidak berdistribusi normal. Salah satu metode uji statistik non-parametrik yaitu uji rank spearman. Uji rank spearman dilakukan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel self-esteem dan FoMO. Data dalam penelitian ini merupakan data yang tidak terdistribusi normal dan tidak memiliki hubungan yang linear.

Tabel 7. Uji Korelasi

self-esteem

fear of missing out Spearman's rho self-esteem Correlation

Coefficient

1.000 -.255**

Sig. (1-tailed) . .000

N 328 328

fear of missing out

Correlation Coefficient

-.255** 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 328 328

Hasil skor signifikansi dari uji rank spearman sebesar 0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa kedua variabel berkorelasi dan memiliki hubungan yang signifikan.

Kemudian untuk skor correlation coefficient sebesar -0,255 artinya arah hubungan kedua variabel yaitu negatif dengan tingkat kekuatan korelasi sangat lemah.

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, data tidak terdistribusi normal dan tidak memiliki hubungan yang linear sehingga uji hipotesis tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, sebagai gantinya dilakukan uji rank spearman yang bertujuan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel self-esteem dan FoMO. Hasil uji rank spearman yang telah dilakukan terhadap 328 mahasiswa/i Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga diperoleh bahwa kedua variabel memiliki hubungan negatif yang

(13)

signifikan namun dengan tingkat kekuatan korelasi sangat lemah. Dengan kata lain, semakin tinggi self-esteem individu maka semakin kecil individu tersebut mengalami FoMO, begitupun sebaliknya.

Berdasarkan uji rank spearman yang telah diperoleh, tingkat kekuatan korelasi self-esteem dan FoMO berada pada tingkatan yang sangat lemah. Hal ini juga dapat diartikan bahwa self-esteem bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi individu mengalami FoMO. Penelitian yang dilakukan oleh Abel, Buff, dan Burr (2016) membahas mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi FoMO yaitu pengucilan sosial (social exclusion) dan penolakan (ostracism), kecemasan (anxiety), serta harga diri (self-esteem). Individu yang memiliki atau bahkan pernah mengalami pengucilan sosial dan penolakan dalam hidupnya, akan berusaha menyesuaikan diri dengan kelompoknya agar dapat menghindari pengalaman yang sama. Fistinger (dalam Abel, dkk., 2016) juga berpendapat bahwa nilai pribadi yang dimiliki individu didasarkan dari bagaimana individu tersebut membandingkan dirinya dengan orang lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Buglass, dkk. (2017) terhadap partisipan dengan rentang usia 13-77 tahun memperoleh hasil yaitu terdapat hubungan yang negatif antara FoMO dan self-esteem. Usia partisipan pada penelitian ini juga berkisar pada 18-24 tahun, dimana pada usia ini kehadiran media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Media sosial menjadi sarana bagi pengguna untuk membagikan aktivitas atau momen mereka kepada orang lain. Melalui media sosial, individu yang memiliki penilaian diri yang relatif rendah atau bahkan merasakan terisolasi dari lingkungan sosial cenderung akan membuat perbandingan sosial yang lebih tinggi dan merasa bahwa kehidupan orang lain lebih menarik daripada kehidupannya sendiri.

Dengan demikian, individu yang mengalami FoMO cenderung akan merasa kesepian (loneliness), harga diri yang lebih rendah (lower self-esteem), dan kepuasan hidup yang lebih rendah (lower life satisfaction) (Barry & Wong, 2020).

Artikel yang ditulis oleh Scott (2021) menyatakan bahwa semua orang dari berbagai usia berpeluang untuk mengalami FoMO. FoMO juga cenderung dikaitkan dengan frekuensi penggunaan media sosial sehingga tingkat FoMO yang dialami oleh setiap orang juga akan berbeda pada waktu tertentu. Penggunaan media sosial yang berlebihan menyebabkan individu akan terus menerus untuk memantau aktivitas terbaru dari orang lain sehingga individu dengan self-esteem yang rendah cenderung

(14)

akan lebih mudah untuk membandingkan dirinya atau bahkan kehidupannya dengan orang lain. Setelah individu memantau media sosial, individu berpeluang memiliki kecenderungan menjadi lebih cemas, mudah tersinggung, merasa lebih tidak mampu, serta untuk sementara waktu individu akan memiliki self-esteem yang lebih rendah (JWTIintelligence dalam Abel, dkk., 2016).

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara self-esteem dan FoMO pada mahasiswa/i Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Namun, tingkat kekuatan korelasi yang dimiliki tergolong sangat lemah. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti pengucilan sosial (social exclusion) dan penolakan (ostracism), kecemasan (anxiety), serta kecanduan penggunaan media sosial. Seiring dengan berjalannya waktu dan pengalaman yang dimiliki oleh individu akan mempengaruhi perubahan self-esteem pada diri individu. Self-esteem yang dimiliki oleh individu pada masa dewasa awal tentunya akan berbeda dengan masa remaja.

Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti bagi mahasiswa/i Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana maupun siapa pun yang sedang mengalami FoMO yaitu ada baiknya jika penggunaan media sosial dapat dikurangi secara bertahap dan mencari alternatif lain dalam mengurangi frekuensi penggunaan media sosial seperti membaca buku, memasak, berolahraga, atau yang lainnya.

Kemudian bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan, mengembangkan, atau bahkan melanjutkan penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian ini, sekiranya dapat memperhatikan faktor-faktor lain yang mendukung terjadinya FoMO serta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan self-esteem pada individu.

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengolahan data minyak sawit mentah (CPO) diperoleh kesimpulan yaitu pengendalian persediaan minyak sawit mentah (CPO) dengan metode EOQ tahun 2011 sebanyak 1.138 ton dengan

Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa dari 6 faktor demografi yang dipilih yaitu jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status perkawinan, lamanya bekerja dan

Dari hasil pengujian didapatkan bahwa pada saat gerbong kereta api dengan jarak 595m menuju perlintasan dilakukan proses penutupan palang dan setelah gerbong

Dari hasil analisis dan pembahasan diperoleh bahwa banyaknya tanaman jagung dan banyaknya jagung muda mempengaruhi hasil produksi jagung artinya keterlibatan kedua

Hal ini sejalan dengan Carslaw dan Kaplan (dalam Kartika 2011) serta Aditya dan Anisykurlillah (2014) yang menyatakan bahwa perusahaan yang tidak menerima opini audit

Waktu reaksi tidak hanya di pengaruhi oleh suatu ransangan tetapi juga tingkat kelatihan yang dapat memberikan efek peningkatan kekuatan otot, kontrol postur dan tubuh,

Folikel ini tumbuh lebih cepat menyekresikan lebih banyak estrogen, sehingga menyebabkan suatu efek umpan balik positif dalam folikel tunggal tersebut karena FSH

Erti juga memahami, sebagai guru yang sudah memiliki banyak pengalaman dalam mengurusi studi pascasekolah siswa, UNAIR merupakan salah satu kampus favorit yang diidamkan