• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN (selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945) setelah perubahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN (selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945) setelah perubahan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945) setelah perubahan menentukan bahwa ”kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, sedangkan UUD NRI Tahun 1945 sebelum perubahan mengatur bahwa ”Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”1

Pelaksanaan kedaulatan rakyat di Indonesia lebih lanjut diwujudkan melalui penyelenggaraan sistem pemerintahan di daerah, dengan diundangkanya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

. Setelah perubahan diatur bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi terletak pada suatu lembaga yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, akan tetapi berada di tangan rakyat dan kedaulatan tersebut di pegang secara langsung oleh rakyat.

2

1

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar sebelum perubahan

2

Lembaran Negara Republik Indonesia ( yang selanjutnya disebut LNRI) Tahun 2004 No.125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (yang selanjutnya disebut TLNRI) No. 4437

(selanjutnya disingkat UU No. 32 Tahun 2004). Undang-Undang ini mempuyai peran strategis dalam rangka pengembangan demokrasi, keadilan, pemerataan kesejahteraan masyarakat, memelihara hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan

(2)

daerah serta menata daerah untuk menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.3

Pelaksanaan pemerintahan yang demokratis pada pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah dilaksanakan dengan penyelenggaraan pemilihan umum. Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menetapkan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali dan diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD. Sedangkan aturan tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diatur dalam Bab VI tentang Pemerintahan Daerah.4

Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa ”Gubernur, bupati dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”. Karena pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah (yang selanjutnya disingkat Pilkada) berada pada bab tentang pemerintahan daerah, maka pengaturan Pilkada tersebut dalam pelaksanaannya dimuat dalam Undang – Undang Pemerintahan Daerah.5

Masyarakat di daerah yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari warga negara Indonesia secara keseluruhan, juga berhak atas kedaulatan yang merupakan hak asasi mereka yang telah dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945.

3

Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Tatacara Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bagian umum.

4

Maruarar Siahaan, Makalah, Beberapa Perkembangan Hukum acara MK dalam

(3)

Karena itu, masyarakat di daerah harus diberi kesempatan untuk ikut menentukan masa depan daerahnya masing-masing, antara lain memilih kepala daerah dan wakil kepala daerahnya secara langsung,6

Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007

dan berdasarkan ketentuan pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 maka dilaksanakanlah pemilihan umum kepala dan wakil kepala daerah secara langsung atau atau sering disingkat Pilkada Langsung.

7

tentang penyelenggaran Pemilu (selanjutnya disingkat UU No.22 Tahun 2007), perubahan ketentuan Pilkada juga terjadi yaitu dilaksanakannya pemilihan secara langsung oleh rakyat, juga Pilkada yang tadinya masuk dalam rezim pemerintahan daerah, kemudian ditentukan menjadi rezim pemilu. Akibat yang timbul adanya pergeseran tersebut maka penyelesaian sengketa hasil Pilkada yang tadinya dilakukan oleh Mahkmah Agung kemudian berpindah ke Mahkamah Konstitusi.8 Pilkada pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2007

,

9

Pasal 24C ini mengatur secara tegas kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilu baik pemilu yang dilakukan secara

Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 menentukan:

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

6

H. Rozali Abdullah , Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara

Langsung, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,2005, h 53.

7

LNRI Tahun 2007 No.59, TLNRI No.4721.

8

Maruarar Siahaan, Loc.cit.

9

(4)

nasional maupun pemilu yang dilakukan untuk memilih kepala dan wakil kepala daerah.

Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan tentang hasil pemilu ini juga ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (1) huruf d Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkmah Konstitusi (selanjutnya disebut UU No.24 Tahun 2003)10 Juncto Pasal 12 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Ketentuan-ketentuan tersebut menegaskan menegaskan bahwa salah satu kewenangan konstitusional MK adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum.11

Berdasarkan ketentuan pasal 106 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 keberatan mengenai hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon diajukan ke Mahkamah Agung atau menjadi kewenangan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kewenangan tersebut kemudian dicantumkan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.12

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 200813

10

LNRI Tahun 2003 Nomor 98, TLNRI No 4316

11

Maruar Siahaan op.cit h.20

12

(Selanjutnya disebut UU No.12 Tahun 2008) pada Pasal 236C menentukan: ”Penanganan sengketa hasil perhitungan suara pemilihan kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan

(5)

kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas bulan) sejak Undang-Undang ini diundangkan”. Pengajuan perkara sengketa hasil pemilihan kepala daerah kepada Mahkamah Konstitusi setelah lahirnya Pasal 236C tersebut, tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi dengan alasan bahwa sebelum berlalu tenggang waktu 18 bulan Mahkamh Konstitusi berpendapat diperlukan terlebih dahulu tindakan hukum untuk mengalihkan wewenang tersebut oleh Mahkamah Agung.14

Sebuah pendapat berbeda sumbernya mengemukakan bahwa tindakan hukum demikian tidak diperlukan dan dengan ketentuan dalam Pasal 236C tersebut Mahkamah Konstitusi sudah berwenang selanjutnya ketentuan Pasal 236C merupakan pilihan forum bagi pihak yang berkepentingan untuk mengajukannya, apakah kepada Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi. Tampaknya hal tersebut mendorong percepatan pangalihan kewenangan dari Mahkamah Agung, sehingga kemudian pada tanggal 29 Oktober 2008 Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Mahkmah Konstitusi bersama-sama menandatangani Berita Acara Pengalihan Wewenang Mengadili perselisihan hasil pilkada sebagai pelaksaaan Pasal 236C UU No.12 Tahun 2008 di atas.15

Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perselisihan hasil Pilkada merupakan kewenangan yang baru dimiliki oleh Mahkamh Konstitusi karena sebelumnya merupakan kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Agung sehingga pengalihan kewenangan ini juga merupakan hal yang menarik untuk dibahas karena berhubungan dengan perkembangan ketatanegaraarn kita

14

Ibid h.21

15

(6)

khususnya ditinjau berdasarkan Hukum Tata Negara dan karenanya juga berdampak pada perkembangan hukum acara Mahkamah Konstitusi.

Contoh Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perselisihan hasil Pilkada adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Persilisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi yang diajukan oleh Drs. Parlemen Sinaga, M.M dan Dr. Budiman Simanjuntak, M.kes sebagai Pemohon terhadap Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara sebagai Termohon.Yang menjadi permasalahan utama dalam permohonan yang diajukan oleh pemohon tersebut adalah keberatan terhadap hasil perhitungan suara pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara yang ditetapkan berdasarkan penetapan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Nomor 37 Tahun 2008 tentang penetapan pasangan calon terpilih kepala daerah daerah dan wakil kepala daerah Dairi tahun 2008 putaran kedua bertanggal 13 Desember 2008.

Kasus Pilkada Dairi ini menarik ditinjau dari sudut pandang Hukum Tata Negara karena yang melaksanakan kewenangan memutus perkara perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi ini dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi yang keputusanya berdasarkan landasan-landasan Hukum yang telah disebutkan diatas. Dalam kasus ini akan dilihat bagaimana Mahkamah Konstitusi melaksanakan kewenangannya berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang mengaturnya.

(7)

B. Perumusan Masalah

Yang menjadi permasalahan utama dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah yang menjadi alasan diajukannya Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi?

2. Apakah yang menjadi landasan konstitusional Mahkamah Konstitusi dalam melaksanakan kewenangannya memutus perselisihan hasil Pilkada?

3. Bagaimanakah Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui: 1. Proses pelaksanaan Pilkada Kabupaten Dairi putaran pertama dan kedua. 2. Dasar diajukannya permohonan perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi. 3. Keberadaan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. 4. Tugas dan kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari

kekuasaan kehakiman.

5. Perkembangan hukum acara serta ketentuan beracara perkara Perselisihan hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi.

6. Mengetahui Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi.

Sedangkan yang menjadi Manfaat Penulisan skripsi ini adalah: 1. Manfaat Secara Teoretis

(8)

Pembahasan masalah-masalah diatas diharapkan akan menambah wawasan pembaca, memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah dan melengkapi koleksi karya ilmiah serta memberikan kontribusi pemikiran yang menyoroti dan membahas pelaksanaan kewenangan MK dalam memutus perselisihan hasil Pilkada.

2. Manfaat Secara Praktis

Bermanfaat bagi pembaca dan semua orang yang berminat mempelajari dan mendalami pelaksanaan kewenangan MK dalam memutus perselisihan Pilkada. Penulisan ini diharapkan mampu menggambarkan pelaksanaan kewenangan MK dalam Putusannya Nomor 60/PHPU.D-VI/2008 tentang Putusan MK terhadap perselisihan Pilkada Kabupaten Dairi.

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang yang penulis ketahui Penulisan mengenai ”Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus Pilkada Kabupaten Dairi)” yang diangkat menjadi judul skripsi ini yang kemudian dijadikan sebagai dasar perumusan dan pembahasan permasalahan dalam skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Begitu juga berdasarkan data yang penulis dapatkan dari perpustakaan Fakultas Hukum USU Judul ini belum pernah ditulis sebagai skripsi.

Dilihat dari substansi pembahasan serta studi kasus yang diangkat penulis dalam skripsi ini,maka dapat dipastikan bahwa skripsi ini belum pernah ditulis

(9)

oleh orang lain sehingga dengan demikian skripsi ini merupakan karya penulis yang asli dan dapat penulis pertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan kepustakaan yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Paham Kedaulatan yang Dianut di Indonesia

Kedaulatan merupakan terjemahan dari kata ”Souvereignty” (bahasa Inggris) atau ”Souvereinete” (bahasa Prancis) atau ”Sovranus”(bahasa Italia) yang semuanya yang semuanya diturunkan dari kata latin ”superanus” yang berarti yang tertinggi. Franz Magnis Suseno Menyebutkan; ”Kedaulatan adalah hak kekuasaan mutlak, tertinggi, tak terbatas, tak tergantung dan tanpa terkecuali”.16

Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. menyebutkan; ”Kedaulatan dalam arti yang bersifat teknis ilmiah kata kedaulatan itu biasanya diidentikkan dalam pengertian kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaran kegiatan bernegara.”17

Jika dilihat dari segi internal atau kedaulatan internal dapat dikatakan bahwa UUD NRI Tahun 1945 menganut teori atau paham kedaulatan yang unik . UUD NRI Tahun 1945 menggabungkan konsep kedaulatan Rakyat, kedaulatan hukum, dan kedaulatan Tuhan secara sekaligus.18

Pasal 1 ayat (2) menyatakan, ’’Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar” .Ketentuan ini mencerminkan

16

Hendarmin Ranadireksa, visi bernegara Arsitektur Konstitusi Demokratik, Fokus Media,Bandung,2007 h.55

17

Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT.Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007,h.144

18

(10)

bahwa Undang-Undang NRI Tahun 1945 menganut kedaulatan rakyat atau demokrasi yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang dasar atau ”constitution democracy” sedangkan pasal 1 ayat (3) menegaskan, ”Negara Indonesia adalah Negara Hukum” . Inilah yang dimaksud dengan paham kedaulatan hukum yang pada pokoknya menganut prinsip supremasi hukum. Hukumlah yang merupkan penglima tertinggi, bukan politik ataupun ekonomi. Artinya baik konsep kedaulatan rakyat maupun konsep kedaulatan hukum sama-sama dianut oleh UUD NRI Tahun 1945.19

Bersamaan dengan itu, gagasan kedaulatan Tuhan juga diakui dan dianut dalam UUD NRI Tahun 1945. pertama, pembukaan UUD NRI Tahun 1945 mengakui bahwa perjuangan kemerdekaan dapat berhasil ”Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa...” kedua, pembukaan UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa ”kemerdekaan...Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,...” ketiga, pasal 9 ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945 menentukan bahwa sebelum memangku jabatan setiap presiden dan / atau wakil presiden diharuskan bersumpah atau berjanji dengan menyatakan ”Demi Allah” (untuk disumpah); keempat pasal 29 ayat (2) menyatakan : ”negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan negara menjamin kemerdekaan tiap – tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing – masing dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu.”20

Hanya saja paham kedaulatan Tuhan itu tidak terjelma atau diwujudkan dalam diri raja atau ratu seperti paham teokrasi (Theocracy) yang pernah

(11)

dibuktikan pada sejarah negara-negara eropa di masa lalu.ide kedaulatan Tuhan itu diwujudkan dalam prinsip kebebasan setiap individu dalam sistem demokrasi dan dicerminkan pula dalam sistem hukum berdasarkan Undang-Undang Dasar. kedaulatan Tuhan itu terintegrasi secara sistematis di dalam paham kedaulatan rakyat (demokrasi) dan kedaulatan hukum (nomokrasi). Artinya paham Ketuhanan Yang Maha Esa itu menyatu dalam demokrasi dn negara hukum.21

Selain kedaulatan yang telah dibahas di atas UUD NRI Tahun 1945 juga menganut Kedaulatan Politik, Ekonomi, dan Sosial seperti yang tercantum pada Bab XIV UUD NRI 1945, pasal 33 ayat (4), pasal 33 ayat (3), pasal 33 (2), pasal 32 ayat (1) dan ayat (2).22

2. Hubungan Paham Kedaulatan Rakyat dengan Pelaksanaan Pemilu dan Demokrasi

Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar menyatakan bahwa ”Negara Indonesia adalah negara hukum”.23 Ciri-ciri negara hukum menurut

”International Commision of Jurists” pada konferensinya di Bangkok pada tahun

1965 adalah sebagai berikut :24

a. Perlindungan konstitusional artinya selain menjamin hak-hak individu konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.

b. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak. c. Pemilihan umum yang bebas.

d. Kebebasan menyatakan pendapat.

21 Ibid h.150. 22 Ibid h.151. 23

Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945

24

Fatkhurohman dkk, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, h.6

(12)

Indonesia sebagai negara hukum memiliki ciri-ciri tersebut. Sebagai contoh adalah pelaksanaan pemilihan umum yang bebas yang berhubungan dengan paham kedaulatan rakyat yang diatur dalam pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

Paham kedaulatan rakyat yang dianut di Indonesia mempuyai arti bahwa rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi: ”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Negara yang berkedaulatan rakyat adalah negara demokrasi, negara dikatakan berkedaulatan rakyat adalah apabila rakyat berperan serta langsung maupun tidak langsung menentukan nasib dan masa depan negara. Dan negara yang berkedaulatan rakyat adalah apabila ada kejelasan tanggung jawab negara terhadap rakyatnya. Untuk itu konstitusi negara yang berkedaulatan rakyat akan mencantumkan dengan jelas pasal-pasal HAM yang berisikan hak-hak asasi manusia yang harus dilaksankan negara sekaligus tidak boleh dilanggar dilanggar oleh negara,penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kontrak sosial, kontrak sosial diartikan sebagai kepercayaan,persetujuan,sekaligus pemberian mandat rakyat kepada penyelenggaran negara yang dipilih dalam pemilihan umum.25

Pelaksanaan dari kedaulatan rakyat menurut Hendarmin Ranadireksa : 26 a. Pemilihan Umum.

b. Referendum.

c. Kebebasan berkumpul dan berserikat. d. Kebebasan menyatakan pendapat. e. Hak untuk tahu.

(13)

f. Desentralisasi pemerintahan dan dekonsentrasi kekuasaan g. Hukum yang berkedaulatan rakyat.

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yakni demos yang berarti rakyat atau penduduk setempat dan cratein atau kartos yang berarti pemerintahan. Jadi secara bahasa (etimologi) demokrasi adalah pemerintahan rakyat banyak. Dalam pengertian peristilahan (terminologis) Abraham Lincoln (1808-1865) presiden Amerika Serikat yang ke-16 mengatakan bahwa ”Democracy is

government of the people, by the people and for the people” atau “demokrasi

adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Karena itu pemerintahan dikatakan demokratis jika kekuasaan negara berada ditangan rakyat dan segala tindakan negara ditentukan oleh kehendak rakyat.27

Negara demokrasi ialah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi berarti suatu pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri dengan persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat. Pengertian kedaulatan itu sendiri oleh Ismail Sunny diartikan sebagai wewenang tertinggi yang menentukan segala wewenang yang ada dalam suatu negara. Pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendatipun secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak sama.28

Indonesia memiliki ciri demokrasi tersendiri yaitu demokrasi pancasila. Dalam demokrasi pancasila pelaksanaan kedaulatan rakyat dilakukan melalui mekanisme perwakilan. rakyat memilih wakil-wakilnya yang dipercaya untuk

27

H. Deddy Ismatullah, Asep A. Sahid Gatara Fh, Ilmu Negara Dalam Perspektif

Kekuasaan,Masyarakat,Hukum dan Agama, CV. Pustaka Setia, Bandung,2007 h.119

28

(14)

menentukan kebijaksanaan dalam berbagai segi politik negaranya. Walaupun demokrasi perwakilan yang dianut dalam pelaksanaannya tidak menafikan demokrasi langsung partisipatoris.29

Dari uraian di atas jelaslah bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi yang berarti bahwa kedaulatan sepenuhnya ada di tangan rakyat, sedangkan pelaksanaannya atau realisasinya sebagian melalui saluran perwakilan dan sebagian lagi melalui demokrasi langsung.30

Dalam pelaksanaannya demokrasi sangat membutuhkan berbagai lembaga politik. Robert A. Dahl dalam bukunya Perihal Demokrasi menerangkan lembaga politik yang diperlukan demokrasi diantaranya:31

a. Para pejabat yang dipilih. Pemegang atau kendali terhadap segala keputusan pemerintahan mengenai kebijakan secara konstitusional berada ditangan para pejabat yang dipilih oleh warga negara. Jadi pemerintahan demokrasi modern ini merupakan demokrasi perwakilan.

b. Pemilihan Umum yang jujur,adil,bebas dan berperiodik. Para pejabat dipilih melalui Pemilu.

c. Kebebasan berpendapat, warga negara berhak menyatakan pendapat mereka sendiri tanpa halangan dan ancaman dari penguasa.

Bentuk-bentuk demokrasi dilihat dari sudut pandang cara penyaluran kehendak rakyat dibedakan menjadi:32

a. Demokrasi langsung, yakni rakyat langsung mengemukakan kehendaknya dalam rapat yang dihadiri oleh seluruh rakyat.

b. Demokrasi perwakilan atau demokrasi representatif yakni rakyat menyalurkan kehendaknya dengan memilih wakil – wakilnya untuk duduk dalam dewan perwakilan rakyat. Pada era modern ini pada umumnya negara-negara mennjalankan demokrasi perwakilan mengingat jumlah 29 Ibid 30 Ibid 31

(15)

penduduk yang cenderung bertambah banyak dan wilayah negara yang semakin luas sehingga demokrasi langsung sulit untuk dilaksanakan.

c. Demokrasi perwakilan dengan sistem refrendum yakni gabungan antara demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Ini artinya rakyat memilih wakil-wakil mereka untuk duduk dalam dewan perwakilan rakyat, tetapi dewan ini dikontrol oleh pengaruh dengan sistem refrendum dan inisiatif rakyat.

Pemilu adalah sarana demokrasi yang dari padanya dapat ditentukan siapa yang berhak menduduki kursi di lembaga politik negara legislatif dan/atau ekskutif. Melalui Pemilu rakyat memilih figur yang dipercaya yang akan mengisi jabatan eksekutif dan/atau jabatan legislatif. Dalam Pemilu rakyat yang telah memenuhi persyaratan untuk memilih secara bebas dan rahasia menjatuhkan pilihan kepada figur yang dinilai sesuai aspirasinya. Tentu tidaklah mungkin seluruh aspirasi dapat ditampung. Dari sekian banyak pilihan aspirasi maka suara terbanyak pemilih dinyatakan sebagai pemenang karena ia mewakili kehendak rakyat yang terbanyak pula. Aspek terpenting dalam demokrasi adalah mengakui dan menghormati suara mayoritas. 33

Pelaksanaan Pemilihan Umum (yang dalam hal ini menyangkut pelaksanaan Pilkada) bertujuan mewujudkan kedaulatan rakyat, adapun tujuan dari pelaksanaan Pemilihan Umum (General Election) atau pemilu menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie pada pokoknya dapat dirumuskan menjadi empat yaitu:34 a. Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan

secara tertib.

b. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan.

c. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat

d. Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.

33

Hendarmin Ranadireksa, Op.cit h. 173

34

(16)

Untuk menentukan siapa yang akan menduduki jabatan presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati, dan walikota beserta wakilnya masing-masing maka rakyatlah sendirilah yang secara langsung harus menentukan melalui pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah yang bersifat langsung.35

Untuk memilih wakil-wakil rakyat dan juga memilih para pejabat publik tertentu yang akan memegang tampuk kepemimpinan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan eksekutif baik ditingkat pusat, provinsi,maupun kabupaten/kota diadakan pemilihan umum secara berkala yaitu setiap lima tahun sekali. Mekanisme pemilihan umum ini merupakan perwujudan penyaluran aspirasi dan kedaulatan rakyat secara langsung sesuai dengan kalender ketatanegaraan setiap lima tahunan.36

Sejarah politik mencatat, Pilkada telah dilakukan dengan tiga jenis sistem. yakni sistem penunjukan / pengangkatan oleh pemerintahan pusat (masa kolonial Belanda, Jepang (UU No.27 Tahun 1902)); UU No.22 Tahun 1948; Penetapan Presiden No.6 Tahun 1959 Joncto Penetapan Presiden No.5 Tahun 1960) sistem pemilihan perwakilan semu (UU No.18 Tahun 1965;UU No.5 Tahun 1974) dan sistem pemilihan perwakilan ( UU No.22 Tahun 1999).37

3. Pengertian Mahkamah Konstitusi dan Kewenangannya Dalam Memutus Perselisihan Hasil Pilkada

35 Ibid, h.739 36 Ibid h.741 37

(17)

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI Tahun 194538

a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

. Sedangkan menurut pasal 2 UU No. 24 Tahun 2003 Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Pasal 24C UUD NRI 1945 Joncto Pasal 10 UU No.24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, mengatur bahwa:

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusanya bersifat final untuk:

b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

c. Memutus pembubaran partai politik.

d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Kemungkinan terjadinya perselisihan tentang hasil pemilu sangat terbuka dalam setiap pelaksanaan pemilu di suatu negara, terlebih bagi Indonesia yang menapaki babak baru dalam kehidupan berdemokrasi. Oleh karenanya, pada setiap negara demokratis terdapat lembaga pengawas dan/atau pemantau pemilu guna memperkecil terjadinya kecurangan atau pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu. Di samping itu, lembaga peradilan yang berwenang memutus perselisihan hasil pemilu juga sangat penting keberadaannya.39

Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan yang berwenang memutus perselisihan hasil pemilu. Pasal 74 ayat (2) UU No.23 Tahun 2004 menyatakan bahwa:

38

Pasal 1 Sub 1 UU No.24 Tahun 2003 Tentang MK,LNRI Tahun 2003 No.98, TLNRI No.4316.

39

(18)

Permohonan perselisihan hasil pemilihan umum yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi hanya dapat diajukan terhadap hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum yang mempengaruhi :

Terpilihnya calon anggota DPR.

Penentuan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum di suatu daerah pemilihan.

Kewenangan yang dimiliki Mahkamah Konstitusi menurut pasal 74 ayat (2) tersebut di atas kemudian mengalami perkembangan sejak dikeluarkanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang pada Pasal 236C menentukan: ”Penanganan sengketa hasil perhitungan suara pemilihan kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas bulan) sejak Undang-Undang ini diundangkan”, dan ditandatanganinya berita acara pengalihan wewenang mengadili dari Mahkamah Agung kepada Mahkamah Konstitusi pada tanggal 29 Oktober 2008 oleh Ketua Mahka mah Agung dan Ketua Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksaaan Pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tersebut.

Metode Pengumpulan Data

Metode merupakan suatu cara yang digunakan dalam mencapai suatu tujuan untuk menunjang usaha penyusunan dan pembahasan skripsi.

Metode pegumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan penelusuran bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Adapun bahan hukum primer yang diteliti adalah berupa bahan hukum yang terdiri dari Undang-Undang Dasar dan

(19)

Perundangan-putusan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi. Sedangkan, bahan hukum sekunder yang diteliti adalah bahan pustaka berupa buku-buku, karya ilmiah serta dari situs internet.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini maka skripsi ini dibuat kedalam beberapa bab dan sub bab sebagai berikut:

Bab I : Pendahulan, menguraikan tentang Latar Belakang Penulisan, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Menguraikan tentang Pelaksanaan Pilkada Dairi Sebagai Perwujudan Kedaulatan Rakyat, yang terbagi kedalam lima sub bab yaitu:

A. Pengertian Pilkada

B. Landasan yuridis pelaksanaan Pilkada C. Syarat- syarat pencalonan Kepala Daerah D. Pelaksanaan Pilkada Dairi:

1. Pilkada Dairi putaran pertama 2. Pilkada Dairi putaran kedua

E. Perselisihan hasil Pilkada Dairi Pasca Putaran Kedua

Bab III : Menguraikan tentang Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Hasil Pilkada, yang terbagi kedalam tiga sub bab yaitu :

A. Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia 1. Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi

(20)

2. Tugas dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Sebagai Bagian Dari Kekuasaan Kehakiman

B. Perkembangan Hukum Acara di Mahkamah Konstitusi

C. Landasan yuridis pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan pilkada

Bab IV: Menguraikan tentang Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstistusi Dalam Memutus Perselisihan Hasil Pilkada Dairi (Studi kasus putusan MK No. 66/PHPU.D-VI/2008), yang terdiri dari lima sub bab yaitu:

A. Proses Pengajuan Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi oleh Drs. Parlemen Sinaga dan dr.Budiman Simanjuntak M.Kes

1. Pengajuan Permohonan

2. Pendaftaran Permohonan dan Jadwal Persidangan 3. Pemberitahuan dan pemanggilan para pihak

B. Pemeriksaan perkara perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi 1. Pemeriksaan Administratif

2. Pemeriksaan Pendahuluan 3. Pemeriksaan Persidangan

C. Proses Pembuktian dalam Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi.

D. Rapat Permusyawaratan Hakim Konstitusi dalam memutus perselisihan Pilkada Dairi.

E. Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi (Putusan MK No. 66/PHPU.D-VI/2009)

(21)

Bab V : Menguraikan tentang Penutup yang terdiri dua sub bab yaitu: A. Kesimpulan

B. Saran Daftar Pustaka Lampiran

Referensi

Dokumen terkait

Pertanggungjawaban hukum terhadap anggota Kepolisian yang melakukan salah tangkap atau eror in persona dapat ditempuh melalui sidang displin Polri sesuai dengan Peraturan

Kesimpulan Berdasarkan hasil perancangan film pendek komedi dengan tema perbedaan antarsuku di lingkungan masaiswa Universitas Telkom dapat disimpulkan bahwa kesadaran dalam

Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuat program baru, yang diharapkan dapat menjadi solusi untuk menaikkan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana solusi numerik model matematika glukosa, insulin, dan sel beta pada

Menurut kepustakaan gambaran klinik meningioma foramen magnum sangat bervariasi dengan rata- rata waktu yang dibutuhkan dari timbulnya gejala pertama dengan

Sehingga dapat disimpulkan bahwa mind mapping melalui brain based learning pada materi ikatan kimia di kelas eksperimen lebih berpengaruh positif terhadap hasil belajar

Nilai estimasi yang ditunjukan tabel 4.14 yaitu 1,02 menandakan bahwa variabel budaya organisasi adalah 1,02 signifikan dalam hubungannya menuju motivasi kerja