BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Ftalat Anhidrida (Phthalic anhydride) merupakan salah satu bahan kimia yang banyak digunakan di berbagai Industri. Kebutuhan terbesar phthalic anhydride adalah untuk pembuatan phthalate plasticizer. Berdasarkan data kebutuhan phthalic anhydride oleh Ullmann pada tahun 2011, untuk pembuatan plasticizers, phthalic anhydride yang dibutuhkan sekitar 55% dari total produksi di dunia. Sedangkan sebanyak 14 % untuk produksi unsaturated polyester resins, 15 % untuk produksi alkyd resins serta 16 % untuk produksi lain-lain. Plasticizer digunakan untuk memproduksi lapisan fleksibel seperti
wallpaper dan upholstery fabric dari polimer yang cukup getas. Produk yang dihasilkan
dari industri plasticizer ini antara lain, PVC, kulit sintesis, bahan pelapis kawat dan kabel listrik, jok mobil dan lain-lain.
Berdasarkan data tahun 2012 (Phthalic anhydride Market-Global Industry
Analysis, Size, Share, Growth, Trends and Forecast, 2013 – 2019), total produksi phthalic anhydride dunia adalah sebesar 4,3 juta ton. Besarnya kebutuhan dunia akan phthalic anhydride serta luasnya penggunaan phthalic anhydride membuat target pemasaran dari
produk phthalic anhydride menjadi jelas.
Di Indonesia sendiri, pabrik yang memproduksi phthalic anhydride tidak terlalu banyak. Kemenperin mencatat hanya PT. Petrowidada di Gresik yang aktif memproduksi
phthalic anhydride dengan kapasitas produksi 70.000 ton/tahun. Sedangkan jika dilihat
dari data impor phthalic anhydride di Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Stastistik dari tahun 2009-2013, terjadi peningkatan impor seperti yang ditunjukkan pada tabel 2. Hal ini menandakan bahwa dari tahun ke tahun kebutuhan akan phthalic
anhydride meningkat.
Tabel I.1. Data Kenaikan Jumlah Impor Phthalic Anhydride dari tahun 2009-2013 di Indonesia. (Biro Pusat Statistik,2014)
Tahun Impor (Kg) Kenaikan Impor (%) 2009 16.265.541 0
2010 20.286.422 24.7202 2011 30.499.488 50.3443 2012 36.234.004 18.8020 2013 44.589.841 23.0607
Gambar I.1. Grafik kenaikan Jumlah Impor Phthalic Anhydride di Indonesia pada 2009-2013 (Biro Pusat Statistik,2014)
Berdasarkan data dari BPS diatas, apabila diasumsikan Pabrik akan dibangun pada Tahun 2017 dan kenaikan jumlah impor diasumsikan terendah 18 % maka pada tahun 2017 Indonesia akan mengimpor sebanyak 102.010,754 Ton/Tahun. Jika hanya mengandalkan phthalic anhydride hasil Produksi PT. Petrowidada maka dapat dipastikan impor Indonesia akan semakin membengkak untuk produk phthalic anhydride.
Kebutuhan phthalic anhydride di Indonesia umumnya digunakan oleh industri-industri yang bergerak dalam bidang produksi alkyd resins dan Plasticizers. Berikut ini beberapa daftar perusahaan di Indonesia yang membutuhkan phthalic anhydride, diambil dari Company Profile of Chemical Industries tahun 1993 :
1. PT Eternal Buana Chemical Industries di Tangerang, Banten, dengan kebutuhan phthalic anhydride 3.461 ton/tahun
2. PT Justus Sakti Raya Corp di Cilincing, Jakarta Utara, dengan kebutuhan
phthalic anhydride 1.500 Ton/Tahun.
3. PT Pardic Jaya Chemicals di Tangerang, Banten, dengan kebutuhan phthalic
4. PT Raung Nusa Chemicals di Surabaya, Jawa Timur, dengan kebutuhan
phthalic anhydride 1.250 ton/tahun.
5. PT Petronika di Gresik, Jawa Timur, dengan kebutuhan phthalic anhydride 10.486 ton/tahun.
Dari data di atas, pada tahun 1993 kebutuhan phthalic anhydride setidaknya sudah mencapai angka 20.000 ton/tahun. Dengan tren impor yang terus meningkat setiap tahunnya, sudah dapat dipastikan pada tahun 2014 kebutuhan phthalic anhydride di Indonesia akan melonjak. Berikut kapasitas pabrik-pabrik phthalic anhydride di berbagai belahan dunia pada tahun 2012 :
Tabel I. 2. Kapasitas Produksi Phthalic Anhydride di dunia tahun 2012 Perusahaan Lokasi Kapasitas (ton/th) PT Petrowidada Gresik, Indonesia 70.000 Resinas Polyesters Spanyol 30.000
Chauny Aisne, Perancis 40.000
Petkim İzmit Yarımca, Turki 34.000 Veba Chemie AG Bottrop, Jerman Barat 31.000 Stepan Chemical Northfield, Taiwan 23.000
Arkema Chauny, France 90.000
BASF Ludwigshafen,
Germany 110.000
Petrom Sao Paulo, Brazil 60.000
Data di atas digunakan untuk mencari perbandingan kapasitas pabrik yang bisa dan layak dioperasikan. Dari daftar di atas, produksi phthalic anhydride di berbagai belahan dunia berada di kisaran terendah 23.000 ton/tahun dan tertinggi 110.000 ton/tahun. Sedangkan produksi phthalic anhydride di Indonesia ada di level menengah. Untuk regional Asia Tenggara, hanya Indonesia yang memproduksi phthalic anhydride, sehingga produksi dari PT Petrowidada sendiri akan digunakan sebagai komuditas ekspor.
Dari berbagai data di atas dan berbagai pertimbangan-pertimbangan, maka diputuskanlah Pabrik Phthalic Anhydride dari bahan Baku Naftalen dan Udara dibangun dengan kapasitas produksi 80.000 ton/tahun. Kapasitas ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan phthalic anhydride dalam negeri, sehingga bisa menurunkan nilai impor
phthalic anhydride Indonesia. Dan diharapkan bisa menjadi komoditas ekspor yang besar
sehingga menguntungkan Indonesia.
B. Tinjauan Pustaka
Metode yang sering dipakai dalam memproduksi phthalic anhydride ada 2 jenis. Kedua metode tersebut adalah produksi phthalic anhydride dengan oksidasi naphthalene dan produksi phthalic anhydride dengan oksidasi o-xylene.
1. Oksidasi dari naphthalene
Proses yang banyak digunakan untuk produksi phthalic anhydride dengan oksidasi naphthalene adalah Badger-Sherwin-William’s process. Reaktor yang umum dipakai adalah fluidized bed. Katalis yang digunakan adalah vanadium oxide (V2O5). Bahan baku yang berupa naphthalene cair dipompa dan diinjeksikan ke vaporizer untuk menguapkan dan menaikkan suhunya hingga kondisi operasi yaitu 340oC sampai 380oC dengan tekanan 2 atm. Umpan udara juga dikompresi dan dinaikkan suhunya hingga mencapai suhu 149oC. Rasio massa udara dengan naphthalene yang digunakan antara 10:1 sampai 12:1. (Chi dan Hughes, 1977)
Reaksi oksidasi naphthalene adalah sebagai berikut :
Gambar I.2. Reaksi Oksidasi Naphthalene
Reaksi oksidasi naphthalene bersifat eksotermis sehingga dibutuhkan pendinginan untuk menjaga suhu selalu pada kondisi operasi yang diinginkan. Pendinginan dilakukan dengan menggunakan heat exchanger dengan molten salt sebagai fluida pendingin. Karena udara berlebih, terjadi reaksi samping pembentukan
maleic anhydride. Selain itu, oksidasi naphthalene yang kurang sempurna
menghasilkan naphthoquinone. Reaksi samping yang terjadi adalah sebagai berikut : Reaksi samping pembentukan maleic anhydride
𝐶10𝐻8+ 6𝑂2→ 2𝐶4𝐻2𝑂3+ 2𝐻2𝑂 + 2𝐶𝑂2 (1) Reaksi pembentukan naphthoquinone
𝐶10𝐻8+3
Crude phthalic anhydride yang berupa campuran phthalic anhydride, maleic anhydride, naphthoquinone, air, dan karbondioksida kemudian didinginkan di cooler
dan selanjutnya karbondioksida dipisahkan dengan flash drum. Crude phthalic
anhydride kemudian dimurnikan menggunakan dua menara distilasi. Di menara
distilasi pertama, phthalic anhydride adalah hasil bawah, dan maleic anhydride adalah hasil atas. Phthalic anhydride hasil bawah menara distilasi pertama kemudian diumpankan ke menara distilasi kedua untuk dipisahkan dari naphthoquinone, dengan
phthalic anhydride sebagai hasil atas. Yield yang dapat dicapai adalah 0,98 kg phthalic anhydride per kg naphthalene (Ullmann, 2011). Berikut adalah process flow diagram
untuk proses oksidasi dari naphthalene :
Gambar I.3. Badger-Sherwin-Williams process untuk produksi phthalic anhydride dari
naphthalene
2. Oksidasi dari o-xylene
Proses yang banyak digunakan adalah BASF’s Process. Proses ini dilakukan dengan mereaksikan o-xylene dalam fase gas dengan oksigen di dalam multitube reaktor. Suhu operasi reaktor yang biasa digunakan adalah 380oC di mana umumnya suhu operasi berkisar 300oC – 390oC. Katalis yang digunakan adalah vanadium oxide (V2O5) dengan titanium dioxide (TiO2) sebagai penyangganya. (Ullmann, 2011)
Gambar I.4. Reaksi Oksidasi O-Xylene
Umpan o-xylene cair dipanaskan dan diuapkan di furnace. Udara dikompresi hingga 48,2 sampai 55,2 kPa gauge lalu dipanaskan hingga suhu 149oC. Kemudian uap o-xylene dan udara dicampur. Untuk memelihara aktivitas katalis, sulfur dioksida ditambahkan ke dalam umpan sebesar 0,5-2,5% berat. Rasio mol umpan udara terhadap umpan o-xylene adalah 25:1. Udara berlebih ini mampu menekan campuran umpan berada di bawah low explosion limit (LEL 1,5% mol o-xylene) untuk mencegah terjadinya ledakan. Karena udara berlebih, terjadi reaksi samping yaitu pembentukan
maleic anhydride. Reaksi yang terjadi sangat eksotermis sehingga dibutuhkan
pendingin reaktor berupa molten salt (natrium-kalium nitrat-nitrit eutektik) yang disirkulasi di dalam shell (Chi dan Hughes, 1977). Yield yang dapat dicapai sebesar 1,10-1,12 kg phthalic anhydride per kg o-xylene (Ullmann, 2011).
Berikut adalah perbandingan proses pembuatan phthalic anhydride dari
naphthalene dan o-xylene :
Tabel I.3. Perbandingan Proses dari Bahan Naphthalene dan O-Xylene Oksidasi dari
naphthalene Oksidasi dari o-xylene
Rasio umpan (udara:naphtalene/o-xylene) (10-12):1 25:1 Yield (kgPA/kg o-xylen/Naphtalene) 0,98 1,10-1,12 Kondisi Operasi 340oC-385oC, tekanan 2 atm
Suhu 380oC dan tekanan 2,2 bar
Katalis vanadium oxide
dengan silica
gel sebagai
penyangganya
vanadium oxide (V2O5) dengan titanium dioxide (TiO2) sebagai
penyangganya Finishing product Pemisahan
produk dari maleic anhydride dilanjutkan pemisahan naphthoquinone
Pemisahan produk dari
maleic anhydride Emisi Menghasilkan karbondioksida Tidak menghasilkan karbondioksida Kemurnian produk 85% 99,8%
Harga bahan baku
US$900-$1100/ton US $ 1000-$1500/ton
Berdasarkan tabel 3 dapat disimpulkan bahwa proses produksi phthalic anhydride dari o-xylene lebih menguntungkan dari segi yield, emisi, dan kemurnian produk. Akan tetapi, dari segi harga, o-xylene memiliki harga yang lebih tinggi dari naphthalene.
Harga o-xylene akan semakin tinggi seiring dengan makin tingginya harga minyak bumi. Selain itu, o-xylene merupakan produk antara dari naphthalene. Sehingga ketersediaan naphtalene akan mempengaruhi ketersediaan o-xylene. Untuk mengurangi dampak dari proses beruntun tersebut, dipilihlah proses dari naphthalene.