• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prarancangan Pabrik Maleic Anhydride dari Butana Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prarancangan Pabrik Maleic Anhydride dari Butana Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang meningkatkan pembangunan di berbagai bidang, salah satunya di bidang industri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak yang positif bagi perkembangan industri di Indonesia, khususnya industri kimia. Sehingga dewasa ini industri kimia di Indonesia telah mengalami kemajuan dalam kualitas dan kuantitas.

Maleic anhydride, C4H2O3, merupakan bahan antara (intermediate) yang penting dalam industri. Bahan kimia ini digunakan terutama sebagai bahan baku pembuatan unsaturated polyester resin. Resin tersebut kemudian digunakan dalam pembentukan fiberglass agar menjadikannya kuat tetapi ringan dan tahan terhadap korosi, seperti pembuatan kapal, mobil, peralatan elektronik, dan sebagainya. Kegunaan lain dari maleic anhydride yaitu sebagai bahan baku pembuatan : alkyd resins, agricultural chemical

(insektisida, herbisida, fungisida, soil treatment, dan growth regulator),

reinforced plastics, minyak pengering (minyak biji rami, minyak kedelai, dan

safflower oil), asam maleat, asam fumarat, asam malat, asam tartarat, additive

dalam pembuatan paint vurnishes dan inks, serta bahan penolong dalam pembuatan surface coating, reactive plastisizer, dan lubricants additives.

Kebutuhan maleic anhydride di dunia semakin meningkat sepanjang tahun. Selama beberapa tahun terakhir ini, pemakaiannya di seluruh dunia meningkat rata-rata 5,8 % per tahun. Pertumbuhan terbesar berlangsung di Asia. Diperkirakan permintaan maleic anhydride akan terus meningkat menjadi 3,1 % di Amerika dan 7 – 8 % di Asia tiap tahunnya.

Mengingat kegunaannya yang banyak dan besarnya kebutuhan masyarakat akan bahan ini maka pendirian pabrik maleic anhydride di Indonesia dirasa sangat tepat. Disamping dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, juga dapat menambah devisa negara dan menambah lapangan kerja.

(2)

Pendahuluan 2

B. TINJAUAN PUSTAKA

Maleic anhydride pertama kali diproduksi secara komersial pada awal tahun 1930 dengan reaksi oksidasi uap benzene. Penggunaan benzene sebagai bahan baku produksi maleic anhydride menjadi trend utama di dunia sampai pada tahun 1980an. Maleic anhydride juga dapat diproduksi dari maleic acid

yang merupakan hasil samping pembuatan phtalic anhydride, yang kemudian bisa dikonversi menjadi maleic anhydride atau fumaric acid. (Felthouse, 2001)

Benzene walaupun mudah dioksidasi menjadi maleic anhydride dengan selektivitas yang tinggi, merupakan bahan baku yang tidak efisien karena terdapat excess 2 atom karbon didalamnya. Kenaikkan harga benzene yang signifikan dan merupakan bahan yang hazardous, mendorong pencarian bahan baku baru dan proses alternatif di Amerika Serikat. Faktor inilah yang akhirnya menjadikan butana sebagai bahan baku alternatif produksi maleic anhydride dan baru diproduksi secara komersial pertama kali oleh perusahaan Amerika Serikat, Monsanto di tahun 1983. Dan di pertengahan periode 1980an, seluruh pabrik maleic anhydride yang beroperasi di Amerika Serikat telah menggunakan butana sebagai bahan bakunya. (Felthouse, 2001)

Secara umum, teknologi proses produksi maleic anhydride dari oksidasi butana terdiri atas 2 kategori berdasarkan tipe reaktor yang digunakan, yaitu :

fixed bed process dan fluidized bed process technology. Namun seiring dengan perkembangan teknologi zaman, kategori fluidized bed sudah berhasil dikembangkan menjadi transport bed process, yang sejak tahun 1996 diterapkan di Spanyol untuk produksi tetrahidrofuran dengan hidrogenasi

maleic acid. (Felthouse, 2001)

Fixed Bed Process Technology

Maleic anhydride diproduksi dengan reaksi oksidasi butana menggunakan katalis heterogen vanadium phosphorus oxide (VPO). Reaksi oksidasi ini sangat eksotermis. Hasil samping dari reaksi yaitu karbon monoksida dan karbon dioksida. Stoikiometris dan panas reaksi dari reaksi oksidasi butana ini yaitu :

(3)

Pendahuluan 3 C4H10 + 4,5 O2 4 CO + 5 H2O ∆H= -1521 kJ/mol C4H10 + 6,5 O2 4 CO2 + 5 H2O ∆H= -2656 kJ/mol Udara ditekan hingga tekanannya menjadi 100 sampai 200 kPa dengan kompresor sentrifugal atau aksial, dan dicampur dengan uap superheated butana dalam mixer statis agar pencampurannya baik. Konsentrasi butana dibatasi kurang dari 1,7% mol agar tetap di bawah flammable limit butana. (Felthouse, 2001)

Kondisi yang sangat eksotermis dari reaksi oksidasi butana menjadi maleic anhydride dan hasil sampingnya membutuhkan suatu heat removal dari reaktor. Sehingga reaksi dijalankan dalam reaktor yang dilengkapi heat exchanger multitube, yang mensirkulasikan campuran garam: KNO3 53%, NaNO2 40%, dan NaNO3 7%. Diameter luar tube reaktor yaitu 25 -30 mm dan panjang tube-nya sekitar 3-6 meter. Panas eksotermis reaksi sekitar 390-430 oC. Walaupun sirkulasi garam yang cukup di dalam shell raktor, suhu katalis bisa 40 sampai 60 oC lebih tinggi daripada suhu garam. Reaksi butana menjadi maleic anhydride mencapai

yield maksimum pada konversi butana sekitar 85%. (Felthouse, 2001)

Fluidized Bed Process Technology.

Fluidized bed process memberikan keuntungan yaitu sistem pengendalian

hot spot yang sangat baik dengan pencampuran katalis yang cepat, kemudahan dalam pengoperasian diatas flammable limit, dan sistem transfer panas reaktor yang tidak kompleks. Sedangkan kelemahan proses ini yaitu adanya efek

backmixing pada kinetika reaktor, kerusakan produk, reaksi hasil samping terjadi diatas space fluidized bed, dan rentan terbuangnya katalis dalam jumlah besar dari

explosion venting. (Felthouse, 2001)

Udara yang ditekan dan butana masuk secara terpisah pada bagian bawah reaktor fluidized bed. Panas reaksi eksotermis dihilangkan dari fluidized bed

melalui steam coil yang kontak langsung dengan bed fluidized soils. Di dalam reaktor terdapat koefesien transfer panas yang sangat besar antara bed fluidized soils dan steam coils. Pola aliran gas dalam reaktor fluidized bed umumnya

backmixing, yang mana akan merusak maleic anhydride. Beberapa patent telah mendesain modifikasi bagian reaktor secara mekanis yang dapat mengontrol

(4)

Pendahuluan 4 mengecilkan ukuran bubble, operasi reaktor dalam aliran yang turbulen, dan dibuat fluidisasi yang cepat dengan maksud meminimalkan penggelembungan. Reaktor fluidized bed memerlukan sejumlah space yang cukup diatas ketinggian katalis, agar padatannya dapat terpisah dari gas. Proses fluidized bed beroperasi dengan konsentrasi butana yang tinggi tetapi waktu tinggal gas dalam reaktor lebih lama daripada yang di proses fixed bed. (Felthouse, 2001)

Arus produk mengandung padatan dan gas. Padatannya dipisahkan dengan

cyclone, filter, atau kombinasi keduanya. Cyclone merupakan alat pemisahan padatan dengan fluida menggunakan aliran vortex. Produk yang hanya mengandung gas ini kemudian harus didinginkan sebelum masuk ke refining system. Di proses fluid bed ini gas sisa reaktor berupa butana yang tidak bereaksi dan hasil samping dibakar di unit insinerasi sebelum akhirnya di buang ke lingkungan. (Felthouse, 2001)

Proses fluidized bed tidak membutuhkan shut down untuk mengganti katalis. Katalis baru secara periodik ditambahkan untuk mengatur aktivitas katalis dan distribusi ukuran partikel. ALMA process menambahkan unit penanganan katalis untuk menambahkan catalyst fines maupun fresh catalyst ke reaktor.

Berdasarkan penjabaran beberapa proses alternatif baik pada proses oksidasi maupun proses pemurnian maleic anhydride, kami memilih fixed bed process untuk tahap oksidasi dan pemurnian maleic anhydride yang hampir serupa dengan proses Huntsman, yaitu : gas keluaran reaktor didinginkan dengan 2 buah

heat exchanger. Gas hasil pendinginan ini dialirkan ke sebuah absorber dengan suatu absorben yang dapat menyerap sebagian besar maleic anhydride dari gas. Selanjutnya absorbent yang mengandung maleic anhydride dengan konsentrasi tinggi dibawa ke menara distilasi untuk dipisahkan dari absorbent sehingga dihasilkan maleic anhydride dengan kemurnian 99,8%. Sisa absorbent yang berhasil dipisahkan tersebut lalu dibawa ke absorber sebagai absorbent recycle.

Pertimbangan kami sebagai dasar pemilihan proses diatas adalah :

1. Diinginkan reaktor yang dapat meminimalisir terjadinya kerusakan produk akibat kondisi operasi yang ekstrim.

(5)

Pendahuluan 5 3. Karena reaksi yang sangat eksotermis, maka proses oksidasi membutuhkan

proses pendinginan yang besar. Reaktor fixed bed dapat dimodifikasi menjadi fixed bed multitube sehingga pendinginan dapat dilakukan di dalam maupun di luar reaktor bila pendinginan di dalam reaktor dirasa belum cukup.

4. Diinginkan maleic anhydride dapat langsung terambil dari gas keluaran reaktor dalam jumlah besar. Maka unit absorbsi dirasa sangat tepat daripada gas keluaran reaktor harus melalui unit kondensasi yang menghasilkan droplet maleic anhydride. Hal ini akan membutuhkan unit proses yang lebih panjang karena adanya sisa-sisa maleic anhydride dalam gas yang harus di-recovery lagi menjadi maleic anhydride melalui alat scrubber dan dehidrator seperti penjabaran proses Scientific Design diatas. Penambahan unit proses akan menambah biaya operasi. Proses yang kami pilih memang membutuhkan pelarut yang cocok agar dapat mengambil

maleic anhydride dari gas, namun ketersediaan pelarut tersebut mudah diperoleh dan kebutuhanya relatif sedikit karena pelarutnya dapat

Referensi

Dokumen terkait

Bahan baku pembuatan maleic anhydride adalah benzene. Benzene ini dapat dengan mudah didapat karena salah satu produk yang dihasilkan oleh Pertamina UP-IV

pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang masih harus diimpor dari luar negeri dan adanya peluang ekspor yang masih terbuka untuk memenuhi kebutuhan dunia yang masih belum

Bahan baku utama yang digunakan untuk produksi dibutyl pthtalate yaitu.. phthalate anhydride dan

Tugas akhir ini merupakan tugas yang harus diselesaikan oleh setiap individu sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Teknik Kimia,

Campuran gas yang keluar dari reaktor diturunkan tekanannya menjadi 1,1 atm dengan expander, kemudian didinginkan dengan cooler (Co-01) untuk dialirkan ke absorber

perekonomian negara dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan sehingga mengurangi pengangguran. Salah satu kekayaan yang dimiliki Indonesia adalah gas alam. Sangat

Maleic anhydride merupakan hasil dari reaksi oksidasi phthalic anhydride sebagai akibat penggunaan udara berlebih. Pembentukan maleic anhydride mengikuti reaksi dibawah

Kebutuhan phthalic anhydride dalam maupun luar negeri dapat dilihat daric. data BPS (Badan Pusat Statistik) impor dalam jangka waktu tahun 2005