• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara memiliki kewajiban untuk memenuhi kepentingan rakyatnya. Salah satu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Negara memiliki kewajiban untuk memenuhi kepentingan rakyatnya. Salah satu"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara memiliki kewajiban untuk memenuhi kepentingan rakyatnya. Salah satu kewajiban tersebut adalah melaksanakan pembangunan nasional. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, negara membutuhkan biaya. Biaya tersebut bersumber dari dana yang didapatkan oleh negara atau disebut juga dengan pendapatan negara. Pendapatan negara terbagi menjadi tiga, yaitu penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak, dan penerimaan hibah.

Penerimaan pajak adalah sumber utama pendapatan negara. Dengan membayar pajak, masyarakat telah ikut serta dalam membiayai pembangunan nasional. Penerimaan tersebut dapat mendukung pemerintah melaksanakan kewajibannya secara maksimal dalam melayani masyarakat dan masyarakatpun akan mendapatkan timbal balik dari membayar pajak, walaupun secara tidak langsung.

Pajak merupakan kewajiban yang harus dibayarkan karena diatur dalam

Undang-Undang. Menurut Kementerian Keuangan dalam Pasal 1 angka 1

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

(2)

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Tabel 1.1

Realisasi Penerimaan Negara Tahun 2018-2019 (dalam Rupiah)

Sumber: www.kemenkeu.go.id

Penerimaan Negara 2018 2019

1. Penerimaan Perpajakan

a. Pendapatan Pajak Penghasilan 749.977.029.683.808 772.265.718.286.668 b. Pendapatan Pajak Pertambahan

Nilai 537.267.909.259.264 531.577.293.855.031

c. Pendapatan Pajak Bumi dan

Bangunan 19.444.913.884.758 21.145.900.040.486

d. Pendapatan BPHTB 32.748.454 -

e. Pendapatan Cukai 159.588.552.586.225 172.421.940.270.562 f. Pendapatan Pajak Lainnya 6.629.526.207.843 7.677.349.834.950 g. Pendapatan Pajak Perdagangan

Internasional 45.881.812.780.678 41.053.691.104.496

Total Penerimaan Perpajakan 1.518.789.777.151.030 1.546.141.893.392.190 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

a. Pendapatan Sumber Daya Alam 180.592.649.823.641 154.895.286.766.287 b. Pendapatan dari Kekayaan Negara

Dipisahkan 45.060.521.375.969 80.726.119.206.790

c. Pendapatan Penerimaan Negara

Bukan Pajak Lainnya 128.282.486.329.481 124.157.596.399.650 d. Pendapatan Badan Layanan Umum 55.093.058.250.618 48.869.312.995.366 Total PNBP 409.028.715.779.709 408.648.315.368.093

3. Penerimaan Hibah 15.564.860.239.320 5.497.343.992.921

Total Penerimaan Negara 1.943.383.353.170.050 1.960.287.552.753.200

(3)

Dari tabel Realisasi Penerimaan Negara Tahun 2018-2019 dapat dilihat bahwa penerimaan perpajakan merupakan penerimaan yang paling besar. Pada tahun 2018 penerimaan perpajakan menyumbang 78,15% dari total penerimaan negara dan pada tahun 2019 penerimaan perpajakan menyumbang 78,87% dari total penerimaan negara. Jika membandingkan semua jenis pajak, dapat dilihat bahwa pendapatan pajak penghasilan merupakan penerimaan perpajakan yang terbesar. Pada tahun 2018 pendapatan pajak penghasilan sebesar Rp749.977.029.683.808 atau 49,38% dari total penerimaan perpajakan dan terjadi peningkatan pada 2019, pendapatan pajak penghasilan sebesar Rp772.265.718.286.668 atau 49,95% dari total penerimaan perpajakan. Dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan merupakan sumber terbesar penerimaan perpajakan.

Pada tahun 2020 Indonesia mengalami pandemi COVID-19 dan

memberikan dampak pada perekonomian di Indonesia. Hal tersebut

mempengaruhi pendapatan negara. Anggaran pendapatan negara harus realistis

dan dapat dicapai. Oleh karena itu, pemerintah membuat proyeksi atas skenario

terbaik atau terburuk yang dapat terjadi pada kondisi pandemi ini. Pemerintah

melakukan revisi anggaran untuk tahun 2020, termasuk anggaran penerimaan

perpajakan.

(4)

Tabel 1.2

Perubahan Anggaran Penerimaan Perpajakan Tahun 2020 (dalam Rupiah)

Sumber: Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020

Dari tabel Perubahan Anggaran Penerimaan Perpajakan Tahun 2020 (dalam Rupiah) dapat dilihat bahwa terjadi penurunan pada anggaran penerimaan pajak tahun 2020. Pendapatan pajak penghasilan masih menjadi pendapatan terbesar dari penerimaan perpajakan walaupun pemerintah sudah menurunkan anggarannya. Dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan masih menjadi sumber utama penerimaan perpajakan.

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak

Penerimaan Perpajakan Semula Menjadi

a. Pendapatan Pajak Penghasilan 929.902.819.000 670.379.543.400 b. Pendapatan Pajak Pertambahan

Nilai 685.874.886.800 507.516.237.696

c. Pendapatan Pajak Bumi dan

Bangunan 18.864.632.582 13.441.937.380

d. Pendapatan Cukai 180.530.000.000 172.197.172.827 e. Pendapatan Pajak Lainnya 7.927.838.000 7.485.667.699 f. Pendapatan Pajak Perdagangan

Internasional 42.602.640.000 33.486.946.770

Total Penerimaan Perpajakan 1.865.702.816.382 1.404.507.505.772

(5)

penghasilan (Lubis, 2018). Menurut Kementerian Keuangan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang menjadi subjek pajak, yaitu:

1. Subjek pajak orang pribadi;

2. Subjek pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;

3. Subjek pajak badan;

4. Subjek pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Subjek pajak terbagi menjadi dua kelompok, yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Pengelompokan tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

1. Subjek pajak dalam negeri

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai tempat tinggal di Indonesia.

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan

(6)

2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah

4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak

2. Subjek pajak luar negeri

a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia, tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat berkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Menurut Kementerian Keuangan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2008 yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu

(7)

setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak, penghasilan dapat dikelompokkan atas (Lubis, 2018):

a. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;

b. penghasilan dari usaha dan kegiatan;

c. penghasilan dari modal, yang berupa harta bergerak ataupun harta tak bergerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha;

d. penghasilan lain-lain seperti pembebasan hutang dan hadiah.

Terdapat beberapa pasal pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang mengatur pajak penghasilan bagi wajib pajak, yaitu:

1. Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan cara pelunasan Pajak

Penghasilan dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak oleh pihak lain

atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran

(8)

lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan (Lubis, 2018). Pemotong PPh Pasal 21 mempunyai kewajiban melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Menurut Direktorat Jenderal Pajak dalam Pasal 2 ayat (1) PER-31/PJ/2012, pemotong PPh Pasal 21 meliputi pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, dana pensiun, orang pribadi, badan, dan penyelenggara kegiatan.

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi, anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama, mantan pegawai, dan peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan. Tarif pajak yang ditetapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri, yaitu:

Tabel 1.3

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp50.000.000 5%

Di atas Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 15%

Di atas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 25%

Di atas Rp500.000.000 30%

Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016

(9)

PPh Pasal 21 terutang untuk setiap masa pajak, penyetoran ke kas negara dilakukan paling lambat 10 hari setelah masa pajak berakhir atau tanggal 10 bulan berikutnya. Wajib pajak harus melaporkan PPh Pasal 21 untuk setiap masa pajak yang sudah disetor ke negara, paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir atau tanggal 20 bulan berikutnya. Pelaporan dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26. Jumlah PPh 21 yang dipotong merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan yang dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang bersangkutan. Pada akhir tahun wajib pajak harus melaporkan pajak yang sudah disetorkan ke kas negara menggunakan Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi. Tiga jenis formulir SPT Tahunan untuk orang pribadi:

a. Formulir SPT Tahunan 1770 SS

Digunakan wajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp60.000.000 dalam setahun dan tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan berupa bunga bank dan/atau bunga koperasi.

b. Formulir SPT Tahunan 1770 S

Digunakan wajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan bruto

dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan lebih dari

(10)

Rp60.000.000 dalam setahun, yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja, yang mempunyai penghasilan dari dalam negeri lainnya, dan yang mempunyai penghasilan PPh Final dan/atau bersifat final (kecuali dari bunga bank dan bunga koperasi).

c. Formulir SPT Tahunan 1770

Digunakan wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha atau pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan (norma penghitungan penghasillan netto), yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja, yang mempunyai penghasilan PPh Final dan/atau bersifat final, dan yang mempunyai penghasilan dari penghasilan lain.

2. Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang

pribadi dan badan) dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal,

penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong

PPh Pasal 21 (Lubis, 2018). Pemotong PPh Pasal 23 adalah badan

pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,

bentuk usaha tetap (BUT), atau orang pribadi sebagai wajib pajak dalam

negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai

pemotong PPh Pasal 23.

(11)

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan) dan bentuk usaha tetap (BUT).

Berikut tarif PPh Pasal 23:

Tabel 1.4

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23

Sumber Penghasilan Tarif Pajak

- Bunga - Royalti

- Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh 21

15%

- Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.

- Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh 21

2%

Sumber: www.pajak.go.id

Sebelum diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja, wajib pajak badan dalam negeri dengan kepemilikan kurang dari 25% dikenakan tarif sebesar 15% atas dividen yang diterima. Sedangkan wajib pajak badan dalam negeri dengan kepemilikan lebih atau sama dengan 25% tidak dikenai PPh Pasal 23.

Bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri dikenai PPh Final 10% atas dividen yang diterima.

Pada Pasal 111 Undang-Undang Cipta Kerja, ketentuan tersebut diubah.

(12)

kepemilikan saham berapapun tidak dikenai PPh, sedangkan wajib pajak orang pribadi dalam negeri dikenai PPh Final 10% kecuali selama dividen tersebut diinvestasikan di dalam negeri dalam waktu tertentu, wajib pajak orang pribadi tidak dikenai PPh.

PPh Pasal 23 terutang untuk setiap masa pajak, penyetoran ke kas negara dilakukan paling lambat 10 hari setelah masa pajak berakhir atau tanggal 10 bulan berikutnya. Pemotong PPh Pasal 23 harus melaporkan PPh Pasal 23 yang dipotong untuk setiap masa pajak yang sudah disetor ke negara, paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir atau tanggal 20 bulan berikutnya.

Pelaporan dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani PPh Pasal 23.

3. Pajak Penghasilan Pasal 25

Pajak Penghasilan (PPh) 25 adalah angsuran PPh yang harus dibayar sendiri

oleh wajib pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan yang

bertujuan untuk meringankan beban wajib pajak dalam membayar pajak

terutang. Angsuran PPh Pasal 25 tersebut dapat dijadikan kredit pajak

terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir

tahun pajak yang dilaporkan dalam SPT Tahunan (Lubis, 2018).

(13)

Menurut Kementerian Keuangan dalam Pasal 25 ayat (1) Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008, angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak dikurangi dengan:

a. pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23

b. pajak penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 c. pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh

dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24

lalu dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

PPh Pasal 25 terutang untuk setiap masa pajak, penyetoran ke kas negara dilakukan paling lambat 15 hari setelah masa pajak berakhir atau tanggal 15 bulan berikutnya.

4. Pajak Penghasilan Badan a. Pasal 17 ayat (1b)

Tarif pajak yang ditetapkan bagi wajib pajak badan dalam negeri dan

bentuk usaha tetap sebesar 25%. Pada tahun 2020 terjadi penyesuaian

tarif pajak penghasilan wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha

tetap menjadi 22% yang berlaku untuk tahun 2020 dan 2021.

(14)

Penyesuaian tarif tersebut diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020

b. Pasal 17 ayat (2b)

Wajib Pajak dalam negeri berbentuk Perseroan Terbuka dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40% dan memenuhi persyaratan tertentu, dapat memperoleh tarif sebesar 3% lebih rendah dari 22%.

c. Pasal 31E

Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000 mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50%

dari tarif Pasal 17 yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000

Wajib pajak badan harus melaporkan pajak terutang yang sudah

disetorkan ke kas negara dalam bentuk Surat Pemberitahuan Tahunan

Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan 1771. SPT Tahunan PPh badan

adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak badan untuk melaporkan,

objek pajak tarif umum, final dan bukan objek pajak, penghitungan

penghasilan kena pajak, penghitungan pajak terutang, pengkreditan

pajak, penghitungan pajak yang masih harus dibayar, pembayaran pajak,

serta laporan, daftar, dan pengungkapan dalam lampiran serta lampiran

khusus (news.ddtc.co.id). Batas waktu penyampaian SPT PPh Badan

(15)

adalah paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak (jangka waktu satu tahun kalender kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender).

5. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) adalah pajak penghasilan yang bersifat final. Pajak Penghasilan yang bersifat final artinya pajak penghasilan yang pengenaannya sudah final sehingga tidak dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total pajak penghasilan terutang pada akhir tahun pajak.

Menurut Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018, wajib pajak yang dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) adalah orang pribadi atau badan yang mendapatkan penghasilan tidak melebihi Rp4.800.000.000 (peredaran bruto tertentu) dalam satu tahun pajak. Tarif pajak penghasilan final sebesar 0,5%.

Pengenaan pajak penghasilan bersifat final memiliki jangka waktu tertentu, yaitu:

Tabel 1.5

Jangka Waktu Pengenaan Pajak Penghasilan Bersifat Final

Wajib Pajak Tahun

Orang Pribadi 7 tahun

Badan (Koperasi, Persekutuan Komanditer, atau Firma) 4 tahun

Perseroan Terbatas 3 tahun

Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018

(16)

Menurut Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2017, atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan baik sebagian maupun seluruh bangunan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dikenai pajak penghasilan yang bersifat final. Sewa atas tanah dan/bangunan yang dimaksud adalah persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung, perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan industri. Besar tarif PPh ini adalah 10% dan dasar pengenaan pajaknya adalah jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.

PPh Pasal 4 ayat (2) terutang untuk setiap masa pajak, penyetoran ke kas

negara dilakukan paling lambat 15 hari setelah masa pajak berakhir atau

tanggal 15 bulan berikutnya untuk PPh PPh Pasal 4 ayat (2) setor sendiri dan

paling lambat 10 hari setelah masa pajak berakhir atau tanggal 10 bulan

berikutnya untuk PPh PPh Pasal 4 ayat (2) pemotongan. Wajib pajak

melaporkan PPh Pasal 4 ayat (2) untuk setiap masa pajak yang sudah disetor

ke negara, paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir atau tanggal 20

bulan berikutnya. Pelaporan dilakukan melalui penyampaian Surat

Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2).

(17)

Penerimaan terbesar pajak pada urutan kedua adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat dilihat dari tabel Realisasi Penerimaan Negara Tahun 2018- 2019. PPN terjadi ketika ada penyerahan barang atau jasa kena pajak di dalam daerah pabean (Wilayah Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang mengenai kepabeanan). Barang kena pajak (BKP) adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Jasa kena pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Subjek pajak dari PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non-PKP.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melalukan penyerahan

barang dan/atau jasa kena pajak. Dalam penyerahan BKP dan JKP, terdapat bukti

pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau

penyerahan JKP disebut dengan faktur pajak. Pengenaan PPN dilakukan

(18)

berdasarkan sistem faktur sehingga setiap penyerahan BKP atau JKP yang dilakukan PKP harus dibuatkan faktur pajak.

Menurut Kementrian Keuangan dalam Pasal 1 nomor 24 dan 25, pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh pengusaha kena pajak karena perolehan barang kena pajak dan/atau perolehan jasa kena pajak dan/atau pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean dan/atau impor barang kena pajak sedangkan pajak keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak, ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan/atau ekspor jasa kena pajak.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% dari dasar pengenaan pajak

(DPP). Dasar pengenaan PPN adalah harga jual, nilai penggantian, nilai impor,

nilai ekspor, atau nilai lain. PPN harus disetor ke kas negara dan dilaporkan

setiap masa pajak. Penyetoran PPN dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa

Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). Batas akhir penyetoran ke kas negara

adalah akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir & sebelum SPT Masa

PPN disampaikan sedangkan batas akhir pelaporan adalah akhir bulan berikutnya

setelah masa pajak berakhir.

(19)

Pemerintah terus berupaya agar pajak yang diterima setiap tahunnya meningkat sehingga dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah melakukan pengampunan pajak (tax amnesty). Menurut Kementrian Keuangan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkapkan harta dan membayar uang tebusan sebagaimana di atur dalam undang-undang pengampunan pajak.

Selain untuk meningkatkan penerimaan pajak, pengampunan pajak bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta juga mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi. Menurut Kementrian Keuangan pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, setiap wajib pajak berhak mendapatkan pengampunan pajak melalui pengungkapan harta yang dimilikinya dalam surat pernyataan.

Wajib pajak yang dikecualikan dari pengampunan pajak, yaitu:

a. dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan,

b. dalam proses peradilan,

c. menjalani hukuman pidana atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

(20)

Pengampunan yang diberikan kepada wajib pajak meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir tahun pajak terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh wajib pajak. Kewajiban perpajakan yang dimaksud, yaitu:

a. Pajak Penghasilan,

b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Menurut Kementrian Keuangan pada Pasal 38 PMK Nomor 118/PMK.03/2016 Wajib Pajak harus menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP tempat wajib pajak terdaftar yang memuat:

a. realisasi pengalihan dan investasi harta tambahan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan dan/

atau

b. penempatan harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan.

Laporan penempatan harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia disampaikan secara berkala dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Laporan disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 3 (tiga)

tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan,

(21)

b. Laporan disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah periode berakhir, yaitu:

1. tanggal 20 Januari untuk periode laporan realisasi investasi Juli sampai dengan Desember,

2. tanggal 20 Juli untuk periode laporan realisasi investasi Januari sampai dengan Juni.

Laporan Penempatan Harta Dalam Negeri dan/atau Formulir Laporan Penempatan Harta Repatriasi dapat disampaikan secara elektronik melalui sarana

e-reporting yang tersedia di layanan elektronik DJP. Menu e-reporting hanya

tersedia bagi wajib pajak yang telah berpartisipasi dalam amnesti pajak. File yang dibutuhkan untuk melakukan laporan melalui mekanisme ini dapat diperoleh pada halaman

e-reporting

di layanan elektronik DJP (www.pajak.go.id).

Dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

memberikan kemudahan untuk wajib pajak dengan memberikan fasilitas

elektronik. Fasilitas elektronik merupakan salah satu cara merealisasikan

administrasi pajak yang sederhana dengan memanfaatkan teknologi. Pembayaran

pajak dilakukan secara elektronik menggunakan sistem billing. Menurut

Direktorat Jenderal Pajak pada Pasal 1 Peraturan DJP Nomor PER-05/PJ/2017,

sistem billing DJP adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang

dikelola oleh DJP dalam rangka menerbitkan kode billing yang merupakan

(22)

bagian dari sistem penerimaan negara secara elektronik. Kode billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui sistem billing DJP atas suatu jenis pembayaran atau penyetoran pajak.

Wajib pajak akan mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) sesudah membayarkan pajaknya. NTPN adalah nomor bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN). NTPN merupakan kombinasi huruf dan angka sebanyak 16 digit. Setiap wajib pajak yang melakukan pembayaran pajak, baik melalui bank atau kantor pos, akan mendapatkan kode NTPN yang akan tercantum pada Bukti Penerimaan Surat dan Bukti Penerimaan Negara (BPN).

Setelah melakukan pembayaran pajak, wajib pajak melakukan pelaporan dengan Surat Pemberitahuan (SPT). Untuk pembuatan SPT, DJP memberikan fasilitas e-SPT, yaitu aplikasi (software) yang disediakan DJP untuk wajib pajak mengisi surat pemberitahuan. E-SPT mengharuskan wajib pajak untuk menginstal aplikasi e-SPT. Aplikasi e-SPT dapat diinstal melalui web resmi DJP.

SPT yang sudah dibuat harus dilaporkan kepada DJP. Pelaporan SPT secara

elektronik dengan menggunakan e-filing. E-Filing adalah suatu cara

penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara elektronik yang dilakukan

secara online dan real time melalui internet pada website Direktorat Jenderal

Pajak, yaitu http://www.pajak.go.id. Adanya fasilitas

e-filing

dapat

mempermudah proses pelaporan SPT, sehingga wajib pajak tidak perlu lagi

(23)

datang ke kantor pelayanan pajak (KPP). Selama terhubung dengan internet pelaporan SPT dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun.

Selain menggunakan e-filling, wajib pajak dapat menggunakan e-form. E-

form adalah formulir SPT elektronik berbentuk file dengan ekstensi .xfdl yang

pengisiannya dapat dilakukan secara offline menggunakan aplikasi form viewer yang disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Setelah SPT tahunan dibuat secara

offline, wajib pajak bisa langsung meng-upload SPT-nya secara online. Saat ini e-form hanya dapat digunakan oleh wajib pajak yang menggunakan formulir SPT

Tahunan Orang Pribadi 1770 S dan SPT Tahunan Orang Pribadi 1770 (www.pajak.go.id).

Akuntansi terdiri dari tiga aktivitas dasar, yaitu mengidentifikasi (identifies), mencatat (records) dan mengkomunikasikan (communicates) kegiatan-kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam suatu organisasi kepada pengguna yang tertarik.

Kegiatan awal dari sebuah proses akuntansi yakni sebuah perusahaan mengidentifikasi kegiatan ekonomi yang terhubung dengan bisnis mereka sendiri. Saat perusahaan mengidentifikasi suatu kegiatan ekonomi, mereka mencatat kegiatan tersebut secara berurutan untuk menyediakan bukti dari kegiatan finansial mereka. Mencatat terdiri dari membuat catatan kronologis yang sistematis dari peristiwa-peristiwa yang diukur dalam satuan moneter.

Terakhir, perusahaan mengkomunikasian/memberitahukan informasi-informasi

yang sudah terkumpul kepada pengguna yang tertarik melalui laporan akuntasi.

(24)

Jenis dari laporan yang sering digunakan dinamakan laporan keuangan (Weygandt et al., 2015).

1.2 Maksud dan Tujuan Kerja Magang

Tujuan kerja magang dilakukan agar mahasiswa dapat mengenal dan memiliki pengalaman praktis di dunia kerja. Kerja magang ditujukan untuk menerapkan ilmu juga pengetahuan yang didapatkan saat kuliah. Selain itu, kerja magang bertujuan untuk menambah dan mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan baru yang tidak didapatkan saat kuliah. Tidak hanya menambah ilmu dan pengetahuan, kerja magang dapat menambah sudut pandang mahasiswa mengenai dunia kerja juga melatih mahasiswa untuk menghadapi dan menemukan solusi atas masalah-masalah yang ada pada dunia kerja. Mahasiswa dapat mengukur sejauh mana kemampuan dirinya, mengetahui nilai lebih yang dimilikinya, juga membuat mahasiswa lebih bertanggung jawab dan disiplin.

1.3 Waktu dan Prosedur Pelaksanaan Kerja Magang

1.3.1 Waktu Pelaksanaan Kerja Magang

Kerja magang dilaksanakan pada Senin, 6 Juli 2020 hingga Rabu, 30

September 2020 di APL Tax & Accounting Solution (TAS) Consulting

(25)

magang dilakukan mulai dari hari senin hingga hari jumat, pukul 09.00 hingga pukul 15.00 WIB.

1.3.2 Prosedur Pelaksanaan Kerja Magang

Prosedur pelaksanaan kerja magang yang tertera pada Panduan Magang Program Studi Akuntansi terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap pengajuan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.

1. Tahap Pengajuan

Prosedur pengajuan kerja magang adalah sebagai berikut:

a. Mahasiswa mengajukan permohonan dengan mengisi formulir pengajuan kerja magang sebagai acuan pembuatan surat pengantar kerja magang yang ditunjukan kepada perusahaan yang di maksud yang ditanda tangani oleh ketua program studi

b. Surat Pengantar dianggap sah apabila dilegalisir oleh ketua program studi

c. Program studi menunjuk seorang dosen pada program studi yang bersangkutan sebagai pembimbing kerja magang d. Mahasiswa diperkenankan mengajukan usulan tempat kerja

magang kepada ketua program studi

(26)

e. Mahasiswa menghubungi calon perusahaan tempat kerja magang dengan dibekali surat pengantar kerja magang f. Jika permohonan untuk memperoleh kesempatan magang di

tolak, mahasiswa mengulang prosedur dari poin b, c, dan d dan izin baru akan diterbitkan untuk mengganti izin lama.

Jika permohonan di terima, mahasiswa melaporkan hasilnya kepada koordinator magang

g. Mahasiswa dapat mulai melaksanakan kerja magang apabila telah menerima surat balasan bahwa mahasiswa yang bersangkutan di terima kerja magang pada perusahaan yang dimaksud yang ditunjukan kepada koordinator magang h. Apabila mahasiswa telah memenuhi semua persyaratan kerja

magang, mahasiswa akan memperoleh: kartu kerja magang,

formulir kehadiran kerja magang, formulir realisasi kerja

magang dan formulir laporan penilaian kerja magang

(27)

2. Tahap Pelaksanaan

a. Sebelum mahasiswa melakukan kerja magang di perusahaan, mahasiswa diwajibkan menghadiri perkuliahan kerja magang yang dimaksudkan sebagai pembekalan.

Perkuliahan pembekalan yang dilakukan sebanyak 3 kali tatap muka. Jika mahasiswa tidak dapat memenuhi ketentuan kehadiran tersebut tanpa alasan yang dapat dipertanggung-jawabkan, mahasiswa akan dikenakan pinalti dan tidak diperkenankan melaksanakan praktik kerja magang di perusahaan pada semester berjalan, serta harus mengulang untuk mendaftar kuliah pembekalan magang pada periode berikutnya

b. Pada perkuliahan kerja magang, diberikan materi kuliah yang bersifat petunjuk teknis kerja magang, termasuk di dalamnya perilaku mahasiswa di perusahaan. Adapun rincian materi kuliah adalah sebagai berikut:

Pertemuan 1 : Sistem dan prosedur kerja magang, perilaku dan komunikasi mahasiswa dalam perusahaan

Pertemuan 2: Struktur organisasi perusahaan, pengumpulan

data (sistem dan prosedur administrasi, operasional

perusahaan, sumberdaya), analisis kelemahan dan

(28)

keunggulan (sistem, prosedur dan efektivitas administrasi dan operasional, efesiensi penggunaan sumber daya, pemasaran perusahaan, keungan perusahaan)

Pertemnuan 3: Cara penulisan laporan, ujian kerja magang dan penelitian, cara presentasi dan tanya jawab

c. Mahasiswa bertemu dengan dosen pembimbing untuk

pembekalan teknis di lapangan. Mahasiswa melaksanakan

kerja magang di perushaan di bawah bimbingan seorang

karyawan tetap di perusahaan/instansi tempat pelaksanaan

kerja magang yang selanjutnya disebut sebagai pembimbing

lapangan. Dalam periode ini mahasiswa belajar bekerja dan

menyelesaiakan tugas yang diberikan pembimbing lapangan

untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, mahasiswa

berbaur dengan karyawan dan staf perusahaan agar

mahasiswa ikut merasakan kesulitan dan permasalahaan

yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas di tempat kerja

magang. Jika di kemudian hari ditemukan penyimpangan –

penyimpangan (mahasiswa melakukan kerja magang secara

fiktif), terhadap mahasiswa yang bersangkutan dapat

dikenakan sanksi diskualifikasi dan sanksi lain sebagai mana

(29)

aturan universitas, serta mahasiswa di haruskan mengulang proses kerja magang dari awal

d. Mahasiswa harus mengkuti semua peraturan yang berlaku di perushaan/instansi tempat pelaksanaan kerja magang.

Mahasiswa bekerja minimal di satu bagian peraturan yang berlaku di perusahaan/isntansi tempat pelaksanaan kerja magang

e. Mahasiswa bekerja minimal di satu bagian tertentu di perusahaan sesuai dengan bidang studinya. Mahasiswa menuntaskan tugas yang diberikan oleh pembimbing lapangan di perusahaan atas dasar teori, konsep dan pengetahuan yang diperoleh di perkuliahan. Mahasiswa mencoba memahami adaptasi penyesuaian teori dan konsep yang diperolehnya di perkuliahan dengan terapan praktisnya f. Pembimbing lapangan memantau dan menilai kualitas dan

usaha kerja magang mahasiswa

g. Sewaktu mahasiswa menjalani proses kerja magang, koordinator kerja magang beserta dosen pembimbing kerja magang memantau pelaksanaan kerja magang mahasiswa dan berusaha menjalin hubungan baik dengan perusahaan.

Pemantauan dilakukan baik secara lisan maupun tertulis.

(30)

3. Tahap Akhir

a. Setelah kerja magang di perusahaan selesai, mahasiswa menuangkan temuan serta aktivitas yang dijalankannya selama kerja magang dalam laporan kerja magang dengan bimbingan dosen pemimbing kerja magang

b. Laporan kerja magang disusun sesuai dengan standar format dan struktur laporan kerja magang Universitas Multimedia Nusantara

c. Dosen pembimbing memantau laporan final sebelum mahasiswa mengajukan permohonan ujian kerja magang.

Laporan kerja magang harus mendapat pengesahan dari dosen pembimbing dan diketahui oleh ketua program studi.

Mahasiswa menyerahkan laporan kerja magang kepada pembimbing lapangan dan meminta pembimbing lapangan mengisi formulir penilaian pelaksanaan kerja magang

d. Pembimbing lapangan mengisi formulir kehadiran kerja magang terkait dengan kinerja mahasiswa selama malaksanakan kerja magang

e. Hasil penilaian yang sudah diisi dan ditandatangani oleh

pembimbing lapangan di perusahaan/instansi dan surat

keterangan yang menjelaskan bahwa mahasiswa yang

(31)

bersangkutan telah menyelesaikan tugasnya, dikirim secara langsung kepada koordinator magang

f. Setelah mahasiswa melengkapi persyaratan ujian kerja magang, koordinator kerja magang menjadwalkan ujian kerja magang

g. Mahasiswa menghadiri ujian kerja magang dan

mempertanggung-jawabkan laporannya pada ujian kerja

magang

Referensi

Dokumen terkait

b) Faktor psikologis : minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif. Namun, terkait dalam penelitian ini, faktor yang ingin diungkap atau dijadikan

PPh pasal 23 adalah pajak yang harus dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari

PPh Pasal 23 adalah pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha

RPJPD Kabupaten Polewali Mandar merupakan suatu dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, yang penyusunannya berpedoman

Sebanyak 1 g hati mencit betina dihomogenasi dalam 10 ml dapar tris-kalium klorida 150 mM:50 mM pH 7,2 yang dijaga pada suhu dingin kemudian disentrifuga dengan kecepatan 3000

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Luas. Atas limpahan nikmat-Nya, peneliti bisa menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ”Peningkatan

bank konvensional nilai minimum rasio LDR dimiliki oleh Bank Bukopin sedangkan nilai maksimum dimiliki oleh Bank Mandiri, hal ini dikarenakan nominal dari loan

Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal