• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Teh

Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun 1694 terdapat perdu teh muda berasal dari China tumbuh di Jakarta. Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia dari Sri Lanka (Ceylon) pada tahun 1877 dan ditanam di Kebun Gambung, Jawa Barat oleh R.E Kerk Hoven. Sejak saat itu, teh China secara berangsur-angsur diganti dengan teh Assam, sejalan dengan perkembangan perkebunan teh di Indonesia, yang mulai sejak tahun 1910 dengan dibangunnya perkebunan teh di Simalungun, Sumatera Utara. Dalam perkembangannya industri teh di Indonesia mengalami pasang surut sesuai perkembangan situasi pasar dunia maupun Indonesia, antara lain pada masa

pendudukan Jepang (1942-1945) banyak areal kebun teh menjadi terlantar (Soehardjo, Dkk, 1996).

Tanaman teh dapat tumbuh sampai sekitar 6-9 meter tingginya. Di perkebunan- perkebunan, tanaman teh dipertahankan hanya sekitar 1 meter tingginya dengan pemangkasan secara berkala. Hal ini adalah untuk memudahkan pemetikan daun dan agar diperoleh tunas-tunas daun teh yang cukup banyak. Tanaman teh umumnya mulai dapat dipetik daunnya secara terus-menerus setelah 5 tahun dan dapat memberikan hasil daun teh cukup besar selama 40 tahun, baru kemudian diadakan peremajaan. Tanaman ini dapat tumbuh dengan subur di daerah ketinggian 200-2000 meter di atas permukaan air laut. Semakin tinggi letak daerahnya, semakin menghasilkan mutu teh yang baik (Spillane, 1992).

(2)

Pada tahun 1998 terjadi kenaikan harga teh dunia secara menyeluruh dari harga tahun 1997 sebesar $1.65 (Indonesia), $1.70 (India) dan $2.02 (Sri Lanka) menjadi masing-masing $1.70, $1.80 dan $2.28 pada tahun berikutnya, dan yang tertinggi adalah Sri Lanka. Seperti kejadian yang umum berlaku, setelah kenaikan harga selalu disusul dengan penurunan harga, karena sebagai respon penjual terhadap fenomena kenaikan harga yang melonjak. Pada saat harga baik setiap produsen berusaha meningkatkan produksinya agar memperoleh manfaat yang tinggi dalam jangka pendek, akibatnya pasar dibanjiri oleh teh kualitas rendah sehingga disusul dengan penurunan harga. Kalau diperhatikan antara tahun 1998 ke 1999 penurunan harga Sri Lanka dari $2.28 menjadi $1.64 atau 72%, India dari $1.80 menjadi $1.44 atau 80% tapi Indonesia dari $1.70

menjadi $1.05 atau 62% dan setelah itu harga teh Indonesia selalu terpuruk (Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008).

Tinjauan Pustaka

Daun teh yang diproduksi dari tanaman ini merupakan pucuk muda dari tanaman teh ini sendiri. Proses pemanenan pucuk muda umumnya dilakukan dengan pemetikan, dimana pucuk teh yang dipetik merupakan kuncup, daun dan ranting mudanya. Dikarenakan pucuk muda memiliki usia yang singkat untuk dipanen, maka pemetikan mempunyai aturan tersendiri untuk menjaga agar produksi teh tetap tinggi. Pemetikan yang tidak teratur menyebabkan tanaman teh cepat tinggi, bidang petik tidak

(3)

rata dan jumlah petikan tidak banyak. Akibatnya tentu saja akan berpengaruh pada tingkat ekonomisnya (Tim penulis Penebar Swadaya, 1993).

Pucuk teh yang baru dipetik belum bisa dikatakan siap dikonsumsi atau diperdagangkan, melainkan harus melaui suatu proses pengolahan. Pada umumnya pucuk teh yang belum melalui proses pengolahan disebut sebagai daun teh basah. Daun teh basah yang mengalami suatu proses pengolahan akan menjadi hasil yang lebih baik yaitu dalam bentuk daun teh kering. Daun teh kering yang telah diolah merupakan hasil produksi yang telah dapat dikonsumsi dan diperdagangkan. Proses produksi daun teh kering diharapakan dapat memberikan hasil seduhan teh yang memiliki aroma yang harum, rasanya enak dan warnanya menarik (Tim penulis Penebar Swadaya, 1993).

Hasil produksi yang maksimal dapat diperoleh dengan melakukan pemeliharaan dan perawatan tanaman yang baik. Pencapaian hasil produksi tanaman teh yang maksimal yang pernah dicapai adalah 2800-3000 kg/ha daun teh kering. Di Indonesia produksi rata-rata teh yang diperoleh adalah sekitar 2300-2500 kg/ha daun teh kering (Setiwati dan Nasikun, 1991).

Dengan ketidakmaksimalan hasil produksi yang diperoleh suatu perusahaan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi tanaman teh. Faktor-faktor produksi sangat memiliki pengaruh terhadap proses produksi. Dalam hal ini, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat kita bedakan menjadi dua hal, yaitu:

1. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, gulma dan sebagainya.

(4)

2. Faktor sosial-ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan dan sebagainya.

Dengan pemanfaatan dan penggunaan faktor-faktor produksi dengan efisien dan lebih baik. Dalam memperoleh hasil yang maksimal, penerapan

proses efisiensi merupakan suatu alternatif dan cara yang terbaik bagi perusahaan (Soekartawi,1994).

Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja.

Oleh karena itu dalam analisa di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Seperti dijelaskan sebelumnya, skala usaha akan mempengaruhi besar-kecilnya berapa tenaga kerja yang dibutuhkan dan pula menentukan macam tenaga kerja yang bagaimana yang diperlukan. Biasanya usaha tani kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan tidak perlu tenaga kerja ahli (skilled). Sebaliknya pada usaha pertanian skala besar, lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dengan cara sewa dan sering dijumpai diperlukannya tenaga kerja yang ahli (Soekartawi, 2002).

Soekartawi (1994) menyatakan bahwa faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah:

(5)

1. Kualitas tenaga kerja

Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal.

2. Kualitas tenaga kerja

Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu dan ini tersedia dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi canggih tidak dioperasikan karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi untuk mengoperasikan alat tersebut.

3. Jenis kelamin

Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam.

Dalam budidaya teh merupakan usaha perkebunan yang padat tenaga kerja, terutama untuk tenaga pelaksanaan panen (pemetik teh). Rasio kebutuhan tenaga pemetik dapat mencapai 1 sampai 2 orang per ha, tergantung dari kondisi kebun teh. Dalam Undang-undang No.13 tahun 2003 mengharuskan perusahaan (pemberi kerja) dan serikat kerja membuat Perjanjian Kerja Bersama yang diperbaharui setiap 2 tahun sekali. Dalam setiap menyusun perjanjian baru

(6)

selalu disertai peningkatan tarif hak-hak normatif karyawan sesuai

kebijakan penetapan Upah Minimum Regional yang dilakukan pemerintah (Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008).

Berbeda dengan pekerja perkebunan teh di Jawa Barat, yang masih menggunakan karyawan lepas (musiman). Seluruh karyawan di kebun-kebun teh PTPN IV merupakan karyawan tetap dengan standar gaji yang tinggi dan selalu naik

setiap tahun sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam periode waktu lima tahun (2001-2005) terjadi kenaikan biaya tenaga kerja hampir dua kali lipat, sementara harga jual (rata-rata) produk teh

PTPN IV justru mengalami penurunan dari Rp. 8.768,- (2001) menjadi Rp. 8.632,- per kg (Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008).

Menurut C.R. Harler dalam Spillane (1992), suatu perkebunan besar seluas 1000 are dengan rata-rata produksi 1.200 pon teh per are membutuhkan 1.500 karyawan dimana hanya kira-kira 150 bekerja di pabrik-pabrik perkebunan. Maka mekanisasi dicoba dalam proses pemetikan daun teh karena ini langkah yang paling mahal dari seluruh proses produksi teh jadi. Pemetikan mekanis dengan alat bermotor atau gunting besar atau alat pemotong akan secara substansial tenaga kerja dan biaya yang dibutuhkan untuk proses pemetikan. Diperkirakan bahwa karyawati dapat memetik 40 sampai 60 pon daun teh per hari dengan tangan sedangkan di India Utara dapat memetik paling banyak 120 pon per hari dengan tangan. Di Jepang dimana pemetikan hampir seluruhnya menggunakan mesin, karyawati dapat memetik 200-250 pon dan karyawan 300 pon per hari dengan gunting besar.

(7)

Landasan Teori

Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia harus dibedakan ke dalam

usahatani kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat) dan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besar atau perkebunan, kehutanan, peternakan, dan sebagainya. Pembedaan ini penting karena apa yang dikenal sebagai tenaga kerja dalam usahatani tidak sama pengertiannya secara ekonomis dengan pengertian tenaga kerja dalam perusahaan-perusahaan perkebunan (skala besar). Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga, yang merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang.

Usahatani dapat sekali-kali membayar tenaga kerja tambahan (Mubyarto, 1991).

Tenaga kerja adalah orang yang bersedia dan sanggup bekerja baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain, dengan tidak atau menerima upah. Tenaga kerja ini merupakan faktor yang penting dalam usahatani (Tohir, 1983).

Tenaga kerja dalam usaha pertanian rakyat harus dibedakan dengan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian. Dalam usaha pertanian rakyat, tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri ayah, istri dan anak-anak. Sedangkan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian pada umumnya berasal dari masyarakat sekitar perusahaan pertanian beroperasi (Tohir, 1983).

Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah suatu alat kekuasaan fisik dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan kepada usaha produksi. Bila seorang petani mempunyai ternak sapi yang digunakan membajak sawah, atau suatu perkebunan yang mempunyai traktor

(8)

untuk mengolah tanah, apakah sapi dan traktor itu termasuk faktor produksi tenaga kerja. Sapi dan traktor itu bukan faktor tenaga kerja, tetapi masuk dalam faktor produksi modal. Faktor produksi tenaga kerja tidak dapat dipisahkan dari manusia, sapi dan traktor jelas berpisah dengan manusia. Sapi dan traktor dapat menggantikan tenaga kerja manusia dalam hal membajak dan mengolah tanah (Anonimous, 2010b).

Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi berbeda untuk setiap usaha tanaman. Ini sangat bergantung kepada usaha produksi itu, bila sifatnya padat karya (labor intensive) maka pengaruhnya sangat kuat, bila sifatnya padat modal (capital intensive) maka penngaruh tenaga kerja lemah. Usaha tembakau jelas lebih labor intensive daripada usaha kebun karet (Anonimous, 2010b).

Dalam prakteknya sangat jarang ditemukan fungsi produksi yang linear, kecuali dalam jumlah input yang dibatasi rentangnya. Pada umumnya dalam proses produksi terutama produksi biologis tunduk kepada suatu hukum yang disebut The Law of Diminishing Returns atau hukum kenaikan hasil yang berkurang.

Hukum ini dalam fungsi produksi tergolong single variable atau jumlah variabel X adalah satu. Kenaikan hasil disini adalah marginal product (MP) atau produksi marginal. Pada fungsi linear besarnya MP ini adalah tetap

walaupun jumlah jumlah X ditambah atau dikurangi, tetapi pada LDR ini besarnya MP berubah-ubah dengan jumlah X. Pada suatu saat MP itu sama

dengan nol, bila dilanjutkan menambah X maka MP menjadi negatif. Dalam proses produksi dikenal hukum kenaikan hasil berkurang (Law of Diminishing Return) disingkat dengan LDR. LDR berlaku di sektor pertanian dan di luar pertanian. LDR berbunyi sebagai berikut: “ Bila satu faktor produksi ditambah

(9)

terus dalam suatu proses produksi, ceteris paribus, maka mula-mula terjadi kenaikan hasil, kemudian kenaikan hasil itu menurun, lalu kenaikan hasil nol dan akhirnya kenaikan hasil negatif.”(Tarigan dan Luhut, 2007).

Y

TP

I II III

AP

MP

Gambar 1. Kurva Hukum Kenaikan Hasil Berkurang

Keterangan :

TP = Total Product

AP = Average Product = Produk rata-rata MP = Marginal Product = Produk Marjinal

Menurut Sutiknjo (2007) daerah-daerah produksi pada kurva LDR adalah:

1. Daerah I fungsi produksi bergerak sampai pada tingkat dimana AP maksimum, AP menaik, MP > AP:keuntungan tercapai dengan cara menambah input disebut daerah irrasional,karena persoal-an keuntungan maksimum di daerah ini.

2. Daerah II disebut daerah rasional, karena persoalan keuntungan maksimum di daerah ini TP bertambah, MP menurun hingga = 0 daerah ini dimulai dari perpotongan MP dan AP hingga MP = 0

(10)

3. Daerah III fungsi ini dimulai dari TP maksimum atau MP = 0 TP terus menurun, MP negatif daerah ini disebut daerah irrasional karena keuntungan maksimum tidak terdapat pada daerah ini dari fungsi ini dapat dikatakan tidak menguntungkan untuk bekerja dengan kombinasi sumber-sumber yang ada di dalam daerah ini.

Penambahan hasil yang semakin menurun dan produk-produk marjinal mengacu pada tanggapan output terhadap peningkatan satu jenis input ketika semua input yang lain tetap. Maka dapat dilihat bahwa peningkatan buruh saat lahan konstan akan meningkatkan output makanan dengan penambahan yang semakin kecil.

Menurut Samuelson dan William (2003), ada tiga skala hasil yang dipertimbangkan yaitu:

1. Skala hasil yang tetap menunjukkan kasus dimana suatu perubahan dalam semua input menyebabkan perubahan yang proporsional pada output.

2. Skala hasil yang meningkat (juga disebut skala ekonomis) muncul ketika suatu peningkatan pada semua input menyebabkan peningkatan yang lebih dari proporsional pada tingkat output.

3. Skala hasil yang menurun terjadi ketika suatu peningkatan seimbang dari semua input menyebabkan peningkatan yang kurang proporsional pada output. Dalam banyak proses, peningkatan skala pada akhirnya akan mencapai sebuah titik di mana inefisiensi akan muncul. Hal ini mungkin timbul karena biaya manajemen atau pengendalian menjadi lebih besar

(11)

Produksi menunjukkan skala hasil yang meningkat, menurun atau tetap, ketika peningkatan semua input secara seimbang menyebabkan peningkatan output lebih dari proporsional, kurang dari proporsional atau secara proporsional (Samuelson dan William, 2003)

Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang demikian akan terjadi kalau petani mampu membuat suatu upaya kalau nilai produk marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input tersebut. Efisiensi yang demikian disebut dengan istilah efisiensi harga atau allocative efficiency, atau sering disebut juga sebagai price efficiency. Ada beberapa istilah juga

tentang efisiensi antara lain efisiensi harga, efisiensi teknis, dan efisiensi ekonomis (Soekartawi, 2002).

Untuk menganalisis fungsi produksi dalam bidang pertanian, perlu ditentukan model fungsi produksi yang akan dipakai berdasarkan pada sebaran data yang diperoleh pada diagram sebaran data yang diperoleh. Sebaran data tersebut menggambarkan hubungan antara produksi (Y) dan input (X). Apabila sebaran data berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi linier. Sebaliknya apabila sebaran data tidak berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi non-linier (Soekartawi,1990).

Efisiensi penggunaan tenaga kerja dapat diperhitungkan sebagai upaya penggunaan input tenaga kerja yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Kondisi efisien menghendaki NPMx sama dengan harga tenaga kerja per HKP (Px), atau dapat dituliskan:

(12)

NPMx = Px

=1 Px NPMx

Dimana NPMx adalah nilai produk marginal tenaga kerja (Soekartawi, 2002).

Dalam menganalisis efisiensi, maka varaibel baru yang harus dipertimbangkan dalam model analisanya adalah variable harga. Oleh karena itu ada dua hal yang perlu diperhatikan sebelum analisa efisiensi ini dikerjakan, yaitu:

1. Tingkat transformasi antar input dan output dalam fungsi produksi

2. Perbandingan (nisbah) antara harga input dan harga output sebagai upaya untuk mencapai indicator efisiensi.

Kemudian penggunaan input yang optimum dapat dicari, yaitu dengan

melihat nilai tambahan dari satu-satuan biaya dari input yang digunakan (Soekartawi, 2002).

Dalam usahatani, petani atau perusahaan akan mengeluarkan biaya produksi yang besarnya biaya produksi tersebut tergantung kepada komponen biaya yang dikeluarkan petani atau perusahaan seperti harga input produksi, upah tenaga kerja dan besarnya produksi usahatani. Oleh karenanya, dalam menghitung tingkat efisiensi suatu usaha sangat diperlukan data mengenai biaya-biaya produksi suatu usaha dan tingkat produktivitas usahanya (Soekartawi, 1994).

(13)

Kerangka Pemikiran

PT Perkebunan Nusantara IV merupakan salah satu perkebunan yang terletak di Sumatera Utara. Dimana perkebunan ini memiliki berbagai unit kebun usaha salah satunya adalah unit kebun Sidamanik yang terletak di kabupaten Simalungun.

Kebun Sidamanik ini mengusahakan tanaman teh dan merupakan kebun teh yang memiliki luas lahan lebih besar dari tiga kebun teh lainnya. Budidaya tanaman teh merupakan usaha perkebunan yang padat tenaga kerja terutama untuk tenaga pelaksanaan (tanaman). Rasio kebutuhan tenaga pemetik dapat mencapai 1 sampai 2 orang per ha, tergantung dari kondisi kebun teh.

Dikarenakan budidaya tanaman teh ini merupakan budidaya yang padat karya, maka akan di analisis apakah peggunaan tenaga kerja dalam budidaya tanaman teh ini sudah efisien atau belum. Dimana, harga teh yang cenderung menurun akan tetapi perusahaan harus tetap menaikkan kesejahteraan karyawan mereka setiap tahunnya.

Untuk mengatasi berbagai kerugian yang dialami oleh perkebunan teh khususnya PTPN IV, mereka melakukan upaya peningkatan efisiensi penggunaan tenaga kerja dengan cara mekanisasi kerja. Mekanisasi yang dilakukan adalah dengan mengganti tenaga manusia dengan tenaga mesin yaitu mesin petik teh.

Dengan adanya mekanisasi ini, peneliti ingin melihat perbandingan efisiensi antara sebelum dan sesudah tejadinya mekanisasi.

(14)

Adapun skema kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Gambar 2. Skema Analisis Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja di Perkebunan Teh

Keterangan :

: Menjelaskan : Bentuk Aksi : Mempengaruh

: Menganalisis PTPN IV

Input (Tenaga

Kerja) Output

Tanpa Mekanisasi

Mekanisasi

Upaya Peningkatan

Efisiensi Unit

Kebun Sidamanik

Output Efisien

Tidak Efisien

Efisien Tidak efisien

Upaya Peningkatan

Efisiensi

(15)

Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan tenaga kerja sebelum mekanisasi tidak efisien dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja setelah mekanisasi di daerah penelitian.

Gambar

Gambar 2. Skema Analisis Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja di Perkebunan Teh

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 2019 capaian sasaran kinerja Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kepulauan Riau dapat dicapai dengan capaian target 100% pada capaian periode rencana

Langsung 10.500.000 26 Penyediaan Peralatan dan Perlengkapan Kantor, 23869919 Pengadaan Alat Kantor Lainnya APBD Sanggau (Kab.).

Selain itu sebagai perusahaan manufaktur, PT Semen Padang harus menjaga keselamatan kerja karyawannya karena dengan adanya kecelakaan kerja akan mempengaruhi proses

Pemilihan prinsip tersebut untuk dijadikan metode adalah karena prinsip koneksi visual dengan alam memiliki hasil penelitian yang paling kuat untuk merespon stress,

memiliki terminal penumpang namun tidak difungsikan sebagai terminal, namun difungsikan sebagai Kantor Dinas Perhubungan Natuna, sehingga pelabuhan di Natuna tidak

Adapun tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah, untuk Mengetahui Hubungan Pendidikan Akhlak dengan Perilaku Keagamaan Siswa Kelas X SMK Tunggal Cipta Manisrenggo Klaten?.

Pengujian Lethal Time 50 yang bervariasi waktunya bertujuan untuk mengetahui waktu kontak optimal yang dibutuhkan oleh nematoda untuk kontak dengan rayap tanah

Masail al-Ushul yaitu masail zhahir al-Riwayah, adalah masalah-masalah hukum Islam yang terdapat pada zahir riwayah yaitu suatu permasalahan yang diriwayatkan oleh Abu