BAB IV
PENGUMPULAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Profil Perusahaan
Perusahaan ini hadir di Indonesia pada tahun 1995 pada awalnya perusahaan ini bernama PT NZMI pada tahun 2004 perusahaan ini berganti nama menjadi PT FBI, dan ruang lingkup dalam pemasaran , pemantuan produktivitas yang dikerjakan oleh mitra dan berlisensi standard international .
PT FBI merupakan perusahaan susu multinasional yang berbasis di Selandia Baru, perusahaan ini merupakan salah satu pelaku bisnis terdepan dalam industri susu yang beroperasi di lebih dari 40 negara dan produk dari perusaah ini dikenal sebagai salah satu produk susu terbaik diantara merk-merk susu lain di dunia.
4.2 Perkembangan Perusahaan
Ditahun 2014 perusahaan ini mendirikan basis untuk produksi di Indonesia dengan nama PT FBMI. Pembangunan pabrik susu berkapasitas 12000 ton per tahun tersebut diprediksi mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 150
orang dan diharapkan dapat mendukung program pemerintah dalam peningkatan investasi di dalam negeri serta penyerapan tenaga kerja. Selain itu, diversifikasiproduk olahan susu yang akan dilakukan PT FBMI di Cikarang adalah memproduksi susu yang berkualitas tinggi.
Hal ini merupakan langkah nyata dalam pemenuhan gizi anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui dan manula. pendirian pabrik tersebut menjadi salah satu wujud nyata implementasi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang terletak di Koridor Ekonomi (KE) Jawa, serta mempunyai makna penting bagi Indonesia khususnya dalam memenuhi kebutuhan produk susu olahan untuk masyarakat.Selain itu, dengan berdirinya pabrik ini akan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat, khususnya di Kabupaten Cikarang dan umumnya di Propinsi Jawa Barat. “Industri pengolahan susu mempunyai peranan penting dalam penyediaan dan pemenuhan gizi masyarakat yang bersumber dari produk susu.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pertumbuhan sektor industri pengolahan susu pada 2013 sebesar 12 persen atau meningkat dibandingkan pada tahun sebelumnya sebesar 10 persen.Di sisi lain, konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia akan terus ditingkatkan, karena saat ini baru mencapai 11,09 liter/tahun jika dibandingkan dengan konsumsi negara-negara ASEAN lainnya yang mencapai lebih dari 20 liter/kapita/tahun.Oleh karena itu
menjadi peluang sekaligus tantangan bagi usaha peternakan sapi perah di dalam negeri untuk meningkatkan produksi dan mutu susu segar yang berdaya saing, sehingga secara bertahap kebutuhan bahan baku susu untuk industri dapat dipenuhi dari dalam negeri.
Dalam pengembangan usaha persusuan nasional, pemerintah telah memberikan beberapa fasilitas antara lain pembebasan PPN untuk produk susu segar melalui PP No. 31 Tahun 2007, Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) bagi investasi baru maupun perluasan di bidang industri pengolahan susu sesuai PP No.
52 Tahun 2011, serta pemberian kredit usaha pembibitan sapi sesuai dengan PMK No.l31/PMK.05/2009. Panggah mengharapkan, dengan berdirinya pabrik PT FBMI di Cikarang, akan dihasilkan produk olahan susu dengan harga yang terjangkau untuk meningkatkan konsumsi susu masyarakat Indonesia dan tetap berkomitmen untuk menyerap susu segar dalam negeri dalam jangka panjang.
4.3 Struktur Organisasi Procurement
Berikut ini adalah struktur organisasi dari Divisi Procurement di PT FBMI :
Gambar 4. 1 Struktur Organisasi Procurement
Fungsi dari Divisi Procurement adalah untuk memberikan informasi atau pilihan mengenai supplier yang sesuai, user dapat pula menginformasikan vendor yang sesuai untuk kemudian di follow-up oleh procurement dan kemudian melakukan proses registrasi vendor di system.
Akan tetapi untuk pemilihan vendor pada akhirnya akan diserahkan kepada user dengan mempertimbangkan cost, kualitas dan delivery time.
4.4 Analisis Sistem
4.4.1 Identifikasi Masalah
PT FBMI merupakan perusahaan consumer goods yang bergerak dalam bidang dairy products yang bervisi untuk memberikan sumber alami untuk
Site Operations Manager
Production and Logistics Manager
Procurement Officer Operations
Director (*)
Procurement Manager (*)
*) FBI
dairy nutrisi kepada siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Dengan demikian diperlukan sebuah sistem yang dapat memberikan informasi yang tepat dan akurat mengenai suplier yang akan dijadikan vendor sehingga dapat digunakan oleh perusahaan dalam pengambilan keputusan. Pemilihan suplier ditentukan berdasarkan 3 (tiga) kriteria, antara lain :
1. Quality
Merupakan penilaian terhadap mutu product / jasa yang diberikan oleh supplier.
2. Quick Response
Merupakan penilaian terhadap presentase dipenuhinya permintaan perubahan permintaan.
3. Cost
Merupakan penilaian terhadap murah atau mahalnya harga yang ditawarkan.
4.5 Objek Penelitian
Objek penelitian pada penelitian ini adalah pemilihan vendor rental mobil untuk daerah sekitar Cikarang. Rental mobil ini digunakan sebagai pilihan alternatif untuk dibandingkan satu sama lain berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Dengan adanya penelitian ini di harapkan akan mendapatkan solusi terbaik produk mana yang paling cocok digunakan di PT FBMI. Berikut merupakan karakteristik dari masing-masing rental tersebut:
Tabel 4. 1 Deskripsi Objek Penelitian
Nama Supplier
Harga Sewa Inova /bulan
(IDR)
Tahun
Technician Support
Total Unit Mobil yang
Dimiliki PT D,
Meruya
8.000.000 2013 ke atas
24 ours / 7days
> 2000
PT O, Kelapa Gading
7.500.000 2012
9 hours / 6 days
1000 – 2000
PT N, Cikarang
7.250.000 2011
8 hours / 5 days
< 1000
4.6 Data
4.6.1 Penyusunan Hierarki Pemilihan Rental Mobil
Hal utama dalam metode Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah hierarki dari masalah yang akan diselesaikan. Secara umum, penggunaan AHP ini dilakukan dalam dua tahap yaitu penyusunan hierarki dan evaluasi hierarki.
Hierarki dimulai dari tujuan secara menyeluruh dan utama, turun ke kriteria dan akhirnya ke alternatif-alternatif dimana pilihan akan dibuat. Pada penelitian kali ini, tujuan utama yang menempati level teratas dari hierarki adalah rental mobil terbaik untuk digunakan di PT FBMI, dengan kriteria dan spesifikasi sebagai berikut :
1. Kualitas mobil yang dimiliki, dalam hal ini dilihat pada tahun pembelian mobil, semakin baru semakin baik.
2. Cepat tanggap, dalam hal ini dilihat dari jam kerja teknisi dan unit mobil yang dimiliki. Hal ini untuk mengetahui pelayanan yang diberikan jika sewaktu-waktu ada penggunaan yang bersifat mendadak ataupun ada kerusakan terhadap mobil yang disewa.
3. Harga sewa yang diberikan.
Alternatif-alternatif yang dipakai adalah beberapa rental mobil dengan nama PT D, PT O, dan PT N. Berikut merupakan gambaran dari hierarki proses untuk pemecahan masalah penentuan rental mobil terbaik yang dapat
digunakan di PT FBMI.
Gambar 4. 2 Hierarki Proses Pemilihan Rental Mobil Terbaik
Rental Mobil Terbaik
Quick Response Price
Quality
N O
D
4.7 Perbandingan Kriteria
Manusia mempunyai kemampuan dalam memberikan persepsi hubungan antara hal-hal yang diamati, membandingkan sepasang benda dengan kriteria tertentu dan juga menilai perbedaannya. AHP menggunakan pairwise comparison yang membandingkan secara berpasangan suatu hal yang bersifat homogen sehingga hal yang dibandingan akan lebih mudah dan objektif. Berikut adalah matriks perbandingan berpasangan pada kriteria yang ada :
Tabel 4. 2 Matriks Perbandingan Berpasangan pada kriteria (Level Dua)
Kriteria Quality
Quick Response
Cost
Quality
1 3 4
Quick Response
1/3 1 2
Cost
1/4 1/2 1
Jumlah 1,583 4,500 7,000
Kepentingan relatif tiap faktor dari setiap baris dari matrik dapat dinyatakan sebagai bobot relatif yang dinormalkan (normalized relative weight).
Bobot relatif yang dinormalkan merupakan suatu bobot nilai relatif untuk masing- masing faktor pada setiap kolom, dengan membandingkan masing-masing nilai skala dengan jumlah kolomnya dengan rumus :
= = 0 + 1 + ⋯ +
Dimana Si menyatakan penjumlahan semua kriteria pada kolom i dari matriks K (hasil pembobotan kriteria), sehingga S adalah :
= 1,583 4,500 7,000
4.8 Normalisasi untuk mendapatkan eigenvector
Ubah matriks perbandingan berpasangan pada kriteria kedalam bentuk decimal dan jumlahkan tiap kolom tersebut :
Kriteria Quality
Quick Response
Cost
Quality
1,000 3,000 4,000
Quick Response
0,333 1,000 2,000
Cost
0,250 0,500 1,000
Jumlah 1,583 4,500 7,000
Lalu, normalisasi yang dilakukan adalah membagi elemen matriks dengan jumlah seluruh elemen yang ada. Matriks yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
Tabel 4. 3 Bobot Relatif dan
Kriteria
Quality Quick Response
Cost
Jumlah
Eigen vector utama didapatkan telah dinormalkan pada setiap baris, Eigen
masing-masing faktor, sehingga didapatkan hasil berupa
Dari EigenVector
diketahui bahwa prioritas kriteria yang didapatkan adalah : Quality
=
1 = 1
∑ 2 = 2
∑ 3 = 3
∑ "#####$
Bobot Relatif dan Eigen Vector Utama dari Level 2 (Kriteria)
Kriteria Quality
Quick Response
Cost
0,632 0,667 0,571
Response 0,211 0,222 0,286
0,158 0,111 0,143
1 1 1
Eigen vector utama didapatkan dengan merata-rata bobot relat
malkan pada setiap baris, Eigenvector merupakan bobot rasio dari masing faktor, sehingga didapatkan hasil berupa :
= 0,623 0,239 0,137
Dari EigenVector yang dihasilkan oleh sistem berturut turut dapat diketahui bahwa prioritas kriteria yang didapatkan adalah :
Quality Quick Response Cost
Eigen Vector Utama dari Level 2 (Kriteria)
Eigen Vector Utama
0,623
0,239
0,137
1
rata bobot relatif yang vector merupakan bobot rasio dari
yang dihasilkan oleh sistem berturut turut dapat
4.9 Pengujian Konsistensi
Untuk mendapatkan solusi yang baik, dperlukan kekonsistenan dalam mengisi bobot kriteria. Oleh karena itu Saaty mendefinisikan sebuah rasio konsistensi (CR) untuk memberikan toleransi kriteria matriks yang konsisten.
Sebuah matriks dianggap konsisten jika nilai CR < 0,1 atau inkonsisten yang diperbolehkan hanya 10% saja,dapat dihitug dengan rumus :
'( = ')/() RI : indeks acak yang besarnya sesuai dengan ordenya.
Saat membuktikan bahwa untuk matriks berordo n, maka indeks konsistensinya adalah :
') = +,-. − − 1 Dimana :
CI = Indeks konsistensi
λmaximum = Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n didapat dengan cara menjumlahkan hasil perkalian dari jumah kolom setiap kriteria dengan nilai eigenvector utama, dengan persamaan :
+,-,0, = .
Dimana :
Si = penjumlahan semua kriteria pada kolom i dari matriks K (hasil pembobotan kriteria)
Ni = Nilai eigenvector dari matriks kriteria pada baris i
= 1,583 4,500
7,000 dan = 0,623 0,239 0,137 Sehingga:
+,-,0, = 21,583.0,6233 + 24,500.0,2393 + 27,000.0,1373 = 3,021 Oleh karena itu nilai CI adalah :
') = 3,021 − 3 3 − 1
= 0,0105
CI tidak bernilai nol, maka harus dihitung rasio konsistensinya (CR), dengan cara:
CR = CI /RI
Dimana :
CI = Indeks konsistensi
RI = Indeks random
Diperoleh dari tabel nilai RI berdasarkan jumlah n (ukuran matriks), dengan demikian nilai RI untuk matrik n(3) = 0,58. Maka :
'( =, 4,45 = 0,018 = 1,80%
Karena indeks rasio konsistensi yang didapat adalah 0,018 (masih di bawah 0,1) maka penilaian yang dilakukan masih dianggap konsisten.