JURNAL IMPLEMENTASI
http://jurnalilmiah.org/journal/index.php/ji/index
Upaya Menangkal Hoaks di Tengah Pandemi
sebagai Bentuk Keefektifan Pembelajaran Literasi Digital dan Teknologi
Fika Amalia 1*, Khusaeni3, Agung Irmanto4, Narendra Firmansyah5, Suci Nurul Afidah6, Era Tunggal Prehatiningtias7
1,4 Pendidikan Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang
2,3 Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang
⁵ Pendidikan Teknik Otomotif, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang
⁶ Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang
⁷ Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Semarang Abstrak
Dewasa ini, masyarakat sangat bergantung pada teknologi, salah satunya ada- lah media digital. Penggunaan media digital yang sangat masif, terlebih di masa pandemi saat ini, mengakibatkan beredarnya berita hoaks. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman serta kewaspadaan masyarakat terhadap berita hoaks saat pandemi, pengimplementasian literasi digital dalam kehidupan sehari-hari, serta kemampuan pemanfaatan jurnal atau artikel se- bagai sumber referensi yang valid. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, mencari data melalui berbagai cat- atan, buku, makalah atau artikel, jurnal dan sebagainya. Hasil penelitian ini adalah tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap segala bentuk hoaks yang timbul di masa pandemi, timbul sikap mawas diri sebagai langkah mencegah hoaks, serta literasi digital yang baik sebagai contoh keefektifan penerapannya.
Info Artikel
Sejarah Artikel:
Diterima 1 September 2021 Disetujui 9 Oktober 2021 Dipublikasikan 9 Oktober 2021 Keywords:
perkembangan teknologi; infor- masi, masyarakat; hoaks; literasi digital
* Corresponding author
Email : [email protected] e-ISSN 2747-0768
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini menyebabkan terbuka- nya arus informasi serta memberikan kebeba- san kepada masyarakat dalam menyampaikan pendapat dan aspirasinya. Kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi berjalan seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini kemudian melahirkan berbagai macam media baik digital maupun konvensional, salah satunya adalah media daring. Pengguna media daring ini mendapat berbagai akses kemudahan yang dita- warkan, sehingga media daring dijadikan seba- gai wadah utama dalam penyampaian informasi berupa pesan dan berita yang sangat berpenga- ruh pada masyarakat itu sendiri. Media daring tidak hanya mampu mengubah bagaimana cara menyampaikan informasi, tetapi juga tentang bagaimana cara masyarakat menerima informasi yang beredar.
Pada dasarnya, perkembangan teknolo-
gi yang sangat cepat tak dapat dipisahkan dari dampak negatif yang ditimbulkan. Setiap aspek dalam lini kehidupan pasti memiliki dampak, baik itu dampak baik maupun dampak buruk.
Dampak dari perkembangan teknologi yang pa- ling sering dijumpai saat ini adalah beredarnya berita bohong atau hoaks. Terlebih di masa pan- demi Covid-19 seperti saat ini. Beredarnya hoaks di masyarakat tentu saja berdampak besar bagi masyarakat itu sendiri. Ali (2017) menuliskan bahwa terjadinya peningkatan persebaran hoaks di Indonesia dikarenakan media sosial semakin banyak digunakan oleh masyarakat. Hoaks ti- dak hanya menyesatkan, tetapi juga menyajikan informasi yang tidak memiliki landasan faktual (berdasarkan kenyataan), namun disajikan seo- lah-olah sebagai suatu rangkaian fakta yang ter- jadi di lapangan. Hoaks menurut pengertiannya adalah suatu informasi atau berita yang berisi suatu hal yang belum pasti, dalam artian bukan sebuah fakta (realita) yang terjadi.
Pandemi Covid-19 merupakan masalah besar di era kemajuan teknologi. Gelombang informasi pandemi Covid-19 yang menyerang masyarakat dipicu karena minimnya pengeta- huan tentang masalah tersebut. Informasi yang diserap tidak lagi terverifikasi sehingga berbagai informasi hoaks juga ikut dikonsumsi oleh ma- syarakat. Kementerian Komunikasi dan Infor- matika (Kemenkominfo) mencatat sepanjang pandemi Covid-19 terdapat 554 informasi hoaks yang sudah tersebar pada 1.209 platform digital.
Pada masa pandemi Covid-19 penyebaran infor- masi hoaks dan fakta menjadi berimbang yang merefleksikan adanya deviasi informasi di me- dia digital. Laju informasi hoaks tentang pande- mi Covid-19 berbanding lurus dengan masifnya pemberitaan.
Berdasarkan konteks etika berinternet, penyebaran hoaks tentang pandemi Covid-19 yang marak sekarang ini dapat dikatakan seba- gai penyalahgunaan freedom of speech atau ke- bebasan berbicara. Berkembang pesatnya media digital yang mampu melintasi antarnegara, an- tarbenua, serta berbagai kebudayaan dan tradisi tidak akan berperan sama sekali dalam konteks pembatasan penyebaran informasi. Berawal dari pudarnya budaya tersebut, hak kebebasan berbicara seringkali disalahartikan dan disalah- gunakan oleh kalangan tertentu untuk mencip- takan berita hoaks. Tujuannya untuk membuat suatu sensasi atau kesengajaan agar pengguna internet (internet user) dapat mengunjungi si- tus (website) sang pembuat berita hoaks. Den- gan demikian, si pembuat berita dapat meraup keuntungan berupa adsense dari jumlah pen- gunjung pada laman web miliknya.
Fenomena hoaks di Indonesia sendiri di- pandang sebagai fenomena yang menimbulkan beragam masalah. Kurangnya pemahaman ne- tizen terhadap literasi digital adalah salah satu faktor determinan dalam penyebaran hoaks se- karang ini (Madrah dan Mubarok, 2018; Rianto, 2019). Berdasarkan teori dari Gilster (1997:1-2), literasi digital adalah suatu kemampuan (skill) yang dimiliki oleh seseorang dalam memahami dan menggunakan informasi dengan berbagai macam format. Dengan adanya penekanan da- lam hal literasi digital, tidak hanya berpengaruh pada kemampuan membaca saja (reading), teta- pi juga mencakup secara menyeluruh mulai dari cara membaca, menganalisa, bahkan juga proses pengolahannya.
Literasi digital memberikan penekanan pada aspek kemampuan berpikir kritis seorang individu dalam menggunakan media digital, dalam hal ini juga termasuk media sosial (sos-
med). Berpijak daripada pemrosesan informasi dan melibatkan berbagai kompetensi teknologi, kognitif, dan sosial. Atas dasar itulah masyarakat sebagai warganet perlu lebih kritis lagi dalam menyaring dan memilih informasi yang beredar dengan membedakan informasi yang akurat dan tidak memiliki sumber yang jelas. Literasi digi- tal dapat dijadikan alternatif yang efektif dengan cara mengenali ciri-ciri berita hoaks, prosedur dalam melakukan verifikasi kebenaran informa- si, hingga proses tindak lanjut informasi yang kiranya masuk kategori hoaks ataupun tidak.
Pengenalan literasi digital sendiri pada dunia akademik dapat dimulai dari adanya pengadaan pengenalan kurikulum literasi. Seperti halnya peta kurikulum yang ditawarkan oleh UNESCO, perlu adanya suatu literasi akademik yang me- nyasar pada guru dan praktisi akademik. Salah satunya agar guru dan praktisi akademik da- pat secara peka dan tanggap dalam melakukan evaluasi informasi yang beredar (Wilson dkk, 2011:18).
Beberapa penelitian terdahulu seputar hoaks dan literasi digital pernah dilakukan oleh A’yuni (2015); Ahyad (2017); Pakpahan (2017);
Prasetyo (2018); Setijadi (2018); Sutantohadi (2018); Tsaniyah & Juliana (2019); Adila, dkk (2019); Kasman (2019); Priambodo (2019); Suha- ryadi & Maria (2019); Sabrina (2019); Candrasa- ri, dkk (2020); Chumairoh (2020); Kosasih, dkk (2020); Pragholapati (2020); Widiatmojo (2020);
Nurnawati & Arbintarso (2021); Latupeirissa, dkk (2021); Fachrurrozie, dkk (2021).
Berbagai penelitian mengenai hoaks dan langkah penanganannya sudah dilakukan. Akan tetapi belum ada sebuah penelitian yang spesifik membahas bagaimana cara atau upaya penanga- nan hoaks dengan literasi digital.
Dengan melihat berbagai fenomena yang terjadi pada saat ini, maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan literasi digital para mahasiswa dan masyarakat untuk menang- kal hoaks di masa pandemi seperti sekarang ini.
Penelitian ini dilakukan untuk menambah pen- getahuan bagi mahasiswa dan masyarakat men- genai literasi digital serta bagaimana menyikapi hoaks dengan berfikir kritis dan rasional. Sema- kin mereka mengetahui kebenaran suatu berita atau informasi maka akan semakin selektif pula mereka dalam menyikapi berita atau informasi tersebut.
Kontribusi penelitian ini terletak pada usahanya untuk melihat berbagai fenomena ho- aks dan post-truth di media sosial ataupun da- lam kajian ini, yang tidak semata-mata dilihat
dari perspektif literasi digital tetapi juga etika.
Perhatian secara luas telah diberikan para ma- hasiswa dan masyarakat di Indonesia terkait dengan pembelajaran literasi digital yang ber- pengaruh pada penanganan hoaks di Indonesia.
Literasi digital mestinya menjadi salah satu ba- gian penting dalam usaha dan upaya menang- gulangi dan meminimalisir perluasan fenome- na post-truth. Namun, ada persoalan lain yang menyebabkan hoaks dan post-truth menyebar dalam kelompok percakapan, yaitu kurangnya etika. Tujuan literasi adalah demi meningkat- kan kapasitas pengguna (khalayak masyarakat) dalam menggunakan media sosial secara baik, bijak, dan kritis.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, peneliti menggu- nakan metode penelitian berupa studi pustaka.
Penelitian yang berupa studi kepustakaan ini merupakan suatu ilmu yang mempelajari pen- gumpulan berbagai informasi dan data dengan mengguankan bantuan berbagai bahan yang ada di perpustakaan, seperti dokumen, buku, majalah, dan lain-lain (Mardalis, 1999). Studi kepustakaan juga mengkaji hasil dari berbagai referensi dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut memiliki kegunaan untuk memperoleh landasan teori dari masa- lah yang akan dilakukan riset (Sarwono, 2006).
Studi kepustakaan juga bisa diartikan sebagai teknik pengumpulan data dengan cara mere- view berbagai literatur, buku, catatan, dan ber- bagai laporan yang berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan (Nazir, 1988). Sedangkan menurut para ahli lainnya, studi kepustakaan adalah kajian teoretis, referensi, dan dokumen ilmiah lain yang kaitannya dengan nilai, norma serta budaya yang berkembang dalam lingkun- gan sosial yang diriset (Sugiyono, 2012).
Berikut adalah langkah-langkah yang peneliti lakukan dalam studi pustaka ini.
1. Menentukan tema terlebih dahulu.
2. Mencari informasi latar belakang.
3. Menentukan sumber data berupa buku, jurnal, makalah atau artikel, dan lain se- bagainya.
4. Mengevaluasi sumber data yang telah di- peroleh atau ditentukan.
5. Mempersiapkan untuk menampilkan data tersebut.
6. Menyiapkan laporan.
Sumber data yang digunakan sebagai ba- han dalam penelitian ini antara lain berupa 25 jurnal dengan topik yang peneliti pilih yaitu Upaya Menangkal Hoaks di Tengah Pandemi se-
bagai Bentuk Keefektifan Pembelajaran Literasi Digital dan Teknologi.
Teknik pengumpulan data yang digu- nakan dalam penelitian ini adalah dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen yang beri- sikan data tentang hal-hal atau variabel berupa catatan, buku, makalah atau artikel, jurnal, dan lain-lain (Arikunto, 2010). Instrumen penelitian yang digunakan berupa daftar klasifikasi dari ba- han penelitian, penyusunan rencana atau peta, serta format catatan penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan ialah Analysis Content atau metode analisis isi. Anali- sis ini bertujuan untuk mendapatkan kesimpu- lan yang memiliki validitas dan dapat ditinjau kembali dalam konteks (Krippendorff, 1993).
Pada analisis ini, proses pemilihan, pembandin- gan, penggabungan, dan pengkategorian ber- bagai makna akan dilakukan hingga ditemukan makna (Sabarguna, 2005). Untuk menjaga kete- litian proses evaluasi dan mencegah serta men- gatasi adanya miss informasi (kesalahpahaman manusia yang mungkin disebabkan oleh kurang- nya penulis sastra), kami melakukan inspeksi lintas sastra dan memperhatikan pendapat atau komentar pembimbing (Sutanto, 2005).
HASIL DAN PEMBAHASAN Literasi digital
Literasi media yaitu pendidikan yang mempunyai suatu tujuan untuk mengajarkan media kemampuan analisis dan memahami pe- san-pesan media. Media sendiri memiliki sebu- ah tujuan komersial dan politik, sehingga diper- tanggung jawabkan dan merespon dengan benar apabila berhadapan langsung dengan media (Rochimah, 2011:28). Diambil dari medsos yang berisi scam yang langsung menarik perhatian masyarakat dan instansi terkait. Pro dan kont- ra dari media atau pemberitaan menjadi acuan penulis. Metode penelitian yang digunakan ialah metode kuantitatif dan semi deskriptif. Peneliti- an ini bertujuan untuk menjelaskan suatu feno- mena yang ada dan terjadi dengan penjelasaan menggunakan angka, untuk mendeskripsikan karakteristik seorang individu dan sebuah ke- lompok (Syamsudin & Damaianti: 2011). Studi ini menilai sifat dari sebuah situasi yang terlihat.
Tujuan penelitian ini hanya sebatas mendeskrip- sikan karakteristik sesuatu secara apa adanya.
Para peneliti juga melakukan pengamatan dan wawancara terbatas dengan beberapa pengguna media sosial, serta mengamati beberapa berita yang bermuatan hoaks.
Definisi Hoaks
Istilah “hoaks” sendiri berasal dari ba- hasa Inggris yang memiliki arti “tipuan, berita bohong, dan kabar gantung”. Sehingga dapat di- tafsirkan bahwa “hoaks” adalah kata yang memi- liki arti “ketidakbenaran pada sebuah berita dan informasi”. Hoaks itu sendiri bukan merupakan suatu singkatan yang sengaja dibuat, melainkan rangkaian kata dalam bahasa Inggris yang me- miliki arti tersendiri. Menurut Wikipedia, de- finisi hoaks merupakan “Sebuah pemberitaan palsu adalah usaha untuk melakukan penipu- an atau mengakali para pembaca atau penden- garnya untuk mempercayai sesuatu hal, yang dimana pencipta berita palsu tersebut menge- tahui bahwa berita itu merupakan berita yang palsu”. Beberapa ahli juga turut mendefinisikan apa itu hoaks. Menurut Lynda Walsh dalam bu- kunya yang berjudul Sins Against Science, isti- lah hoaks yakni kabar bohong. Istilah tersebut dalam bahasa Inggris yang masuk sejak zaman era industri, diperkirakan pertama kali muncul pada tahun 1808. Chen, dkk (2014), menyatakan bahwa hoaks merupakan sebuah informasi yang menyesatkan dan berbahaya, karena menyesat- kan pandangan individu dengan menyampaikan informasi palsu sebagai suatu hal yang memili- ki kebenaran. Hoaks sendiri mampu mempen- garuhi banyak individu manusia dengan cara mencoreng citra dan kredibilitas. Selanjutnya, pengertian hoaks menurut hoaxes.org, hoaks se- bagai sebuah aktivitas yang menipu. Dari berba- gai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hoaks adalah istilah untuk menggambarkan se- buah berita bohong, fitnah, ataupun sejenisnya.
Maraknya berita hoaks disaat pandemi Saat pandemi Covid-19 terjadi, banyak orang yang bingung dengan informasi yang ran- cu atau belum jelas. Misalnya, jaringan konspi- rasi daring yang mengklaim bahwa Covid-19 adalah tindakan bioterorisme yang menyerang salah satu pasar di China. Beberapa orang men- gatakan bahwa virus tersebut adalah hoaks yang menimbulkan ketakutan global dan karenanya akan menjadi keuntungan bagi situs riset pen- elitian luar negeri. Ini dipengaruhi dan terkait dengan tujuan penipuan. Karena kurangnya keterampilan melek huruf, orang dengan mu- dahnya terbawa oleh informasi yang tidak tahu asal muasalnya. Orang sering kali tidak memi- liki mode membaca kritis untuk hal-hal terten- tu, tetapi mencoba memverifikasi fenomena ini dari pengalaman dan akademisi. Contoh lainnya adalah bahwa penyebaran Covid-19 melalui me- dia udara. Namun, diluruskan oleh banyak para ahli bahwa berita tersebut adalah tidak benar
atau hoaks karena Covid-19 tidak dapat menular melalui udara. Berita hoaks tersebut menyebar secara cepat ke seluruh masyarakat Indonesia karena terlalu mudah percaya pada suatu berita yang belum jelas kebenarannya. Fenomena ter- sebut merupakan salah satu ciri khas masyara- kat Indonesia yang memang dengan mudah me- nyebarkan berita tanpa harus mencari informasi lanjut atau kebenarannya.
Implementasi Literasi Digital untuk Menangkal Hoaks
Elemen dasar literasi digital sangat pen- ting untuk menangani konten. Unsur ini me- rupakan unsur paling menentukan untuk men- cegah terjadinya hoaks. Kuncinya yakni tidak menelan secara mentah informasi yang dida- patkan, termasuk informasi di media sosial maupun aplikasi percakapan seperti Whatsapp, Facebook, dan sebagainya. Dalam praktiknya, mendorong pengguna internet (user internet) untuk selalu kritis dan skeptis, terutama untuk konten yang tidak masuk akal, serta penuh den- gan unsur-unsur kebencian. Karena konten se- perti itu mungkin berisikan informasi penipuan atau manipulasi.
Perkembangan teknologi yang ditandai dengan meningkatnya penggunaan media sosial telah mengubah cara komunikasi dan pengeta- huan digital, khususnya di kalangan anak-anak.
Mereka terkadang menggunakan ponsel dan perangkat elektronik lainnya tanpa pengawa- san orang tua. Oleh karena itu, berbagai upaya perlu dilakukan untuk menghadapi fenomena tersebut, salah satunya adalah gerakan literasi digital. Gerakan literasi digital sendiri tidak se- batas mengenalkan anak pada dunia maya, te- tapi juga mengajarkan anak untuk meniru atau membuat konten dengan unsur kreatif dan po- sitif untuk mengambil manfaat darinya. Oleh karenanya diperlukan peran aktif dari orang tua selaku pendamping dan pendidik anak untuk mendukung gerakan literasi digital bagi anak (Alia & Irwansyah, 2018; Sunita & Mayasari, 2018). Saat anak-anak menggunakan perangkat dan menjelajahi internet, orang tua haruslah meluangkan waktu khusus. Orang tua seharus- nya mampu memberikan pemahaman tentang perilaku atau tindakan kreatif yang dapat dila- kukan dalam segala macam aspek yang harus di- hindari saat menggunakan teknologi informasi.
Setelah itu, orang tua mesti secara aktif memberi peringkat dan memilih fitur teknis yang berguna dan yang harus dihindari oleh anak-anak. Oleh sebab itu, orang tua sudah semestinya dapat berpartisipasi aktif dalam melaksanakan proses
persetujuan atau yang disebut dengan proses verifikasi sebelum membagikan konten. Hal ini selaras dengan elemen confident, communicati- ve, dan creative seperti yang dikemukakan oleh Belshaw (2011). Selanjutnya, orang juga dapat pula menyisipkan pesan moral yang berisikan tentang kejujuran ketika mendampingi anak.
Orang tua harus menjelaskan dan membuat suatu pemahaman kepada anak-anak tentang bahaya menyebarkan sebuah informasi yang be- lum jelas kebenarannya dan asal muasalnya. Hal tersebut merupakan suatu perwujudan pengem- bangan elemen cognitive dan constructive (Bels- haw, 2011). Sejak awal anak sudah harus diberi pemahaman bahwa yang paling utama bukanlah mengetahui bagaimana cara memperoleh suatu informasi dan berita, akan tetapi mengetahui bagaimana cara memilih informasi dan berita yang sesuai dengan kebutuhannya.
Di tingkatan formal, literasi digital perlu dijadikan sebuah mata kuliah atau mata pelaja- ran sendiri. Ide tersebut berkaca dari besarnya rintangan yang dihadapi oleh generasi muda di era digitalisasi sekarang ini. Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal, generasi milenial tidak hanya berhadapan dengan hoaks saja, melainkan juga berhadapan dengan adanya ujaran keben- cian (hate speech), radikalisme, perundungan maya (cyberbullying), dan lain sebagainya. Maka dari itu, perlu kehati-hatian serta menyaring terlebih dahulu hal yang belum diketahui dan memahami terlebih dahulu maksud di dalam- nya. Bekal literasi digital haruslah mutlak un- tuk generasi muda miliki (Silvana & Darmawan, 2018; Wahono & Effrisanti, 2018). Oleh sebab itu, kita tidak lagi melihat ataupun mendengar remaja yang di-bully di Instagram, diculik sete- lah bertemu melalui Facebook, dipenjara kare- na menyebarkan berita bohong, atau bunuh diri karena depresi setelah dikawal oleh polisi karena menghina kepala negara di media sosial. Meski berdasarkan kritik, literasi digital pada dasarnya terkait dengan “literasi internet”. Perkembangan teknologi dalam hal komunikasi dan informasi yang semakin pesat memiliki dampak pada pen- carian sumber informasi berbasis digital, yang merupakan tugas yang agak susah bagi penggu- na yang tidak memiliki kebiasaan dalam inter- aksi dengan sumber tersebut. Oleh karena itu, urusan teknis dan dasar harus diselesaikan ter- lebih dahulu, sebelum melanjutkan ke elemen berikutnya.
Literasi digital sendiri diibaratkan sebagai suatu vaksin untuk menjaga imun tubuh agar terhindar dari penyakit (Heryanto, 2017). Pa- dahal, hoaks diibaratkan sebagai penyakit yang
mampu menyerang tanpa mengenal orang dan waktu. Jika seseorang telah dilakukan vaksinasi, setidaknya orang tersebut akan lebih terproteksi dari berbagai macam penyakit. Hal yang sama juga berlaku untuk hoaks dan literasi digital.
Setelah melakukan persiapan pelindung literasi digital, masyarakat memiliki harapan penipuan tidak akan masuk. Patuhilah literasi digital dan berharap seseorang dapat menyaring informa- si, terlepas dari apakah informasi itu bermakna ataupun tidak, apakah memiliki argumen, data, atau fakta.
SIMPULAN DAN SARAN
Dengan semakin pesatnya pertumbuhan atau perkembangan teknologi membuat ma- nusia sangat mudah dalam menjalankan akti- vitasnya, salah satunya yaitu dalam mengakses informasi dan berita yang terkini (update). Akan tetapi, seiring berkembangnya teknologi juga menimbulkan berbagai dampak negatif ter- hadap manusia, antara lain munculnya berita- berita hoaks yang kian marak terlebih di saat pandemi Covid-19 ini, berita hoaks justru di- manfaatkan pihak-pihak tertentu untuk meraup uang demi kepentingannya sendiri. Oleh karena itu, agar masyarakat khususnya dikalangan para remaja dan anak-anak terhindar dari adanya be- rita hoaks, masyarakat haruslah berpikir kritis dan bijak dalam menerima informasi yang ada.
Selain itu, masyarakat juga tidak boleh meneri- ma informasi secara mentah-mentah tanpa tahu asal muasalnya. Kemudian pengawasan dari orang tua juga diperlukan untuk menghindar- kan anak-anak dari berita hoaks maupun efek negatif dari media sosial.
Dari pemerintah sendiri sudah menge- luarkan berbagai upaya, salah satunya adalah dengan memberikan ilmu terkait dengan lite- rasi digital dan teknologi, dengan harapan agar masyarakat dapat lebih bijak dalam bermedia sosial, entah itu hanya sekedar dalam mencari informasi, membuat informasi, dan/atau men- gomentari suatu informasi, dan lain sebagainya.
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka masyarakat haruslah bijak dalam menerima informasi dan juga tidak asal-asalan saat menyebar berita yang mana tidak jelas asal muasalnya. Agar hal tersebut bisa terealisasikan, masyarakat haruslah lebih mendalami terkait li- terasi digital dan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Adila, I., Weda, W., & Tamitiadini, D. (2019). Pengem- bangan Model Literasi Dan Informasi Berbasis Pancasila Dalam Menangkal Hoaks. WACANA,
Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 18(1), 101–111.
https://doi.org/10.32509/ wacana.v18i1.721 Ahyad, M. R. M. (2017). Analisa Penyebaran Berita
Hoax Di Indonesia. Jurnal, 16. file:///C:/Users/
USER~1.LAB/AppData/Local/Temp/ANALI- SIS PENYEBARAN BERITA HOAX DI INDO- NESIA.pdf
Ali, M. (2017). Melawan Hoax di Media Sosial dan Me- dia Massa: Antara Komunikasi, Budaya, dan Hoax. Yogyakarta: Trustmedia Publishing.
Alia, T., Irwansyah. (2018). Pendampingan Orang Tua pada Anak Usia Dini dalam Penggunaan Teknologi Digital. A Journal of Language, Lit- erature, Culture, and Education, 14 (1), 65-78.
http://dx.doi.org/10.19166/pji.v14i1.639 AR, Syamsudin & Damaianti. (2011). Metode Pene-
litian Pendidikan Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. (Rev.Ed). Ja- karta: Rineka Cipta.
A’yuni, Q., Q. (2015). Literasi Digital Remaja di Kota Surabaya (Studi Deskriptif tentang Tingkat Kompetensi Literasi Digital pada Remaja SMP, SMA dan Mahasiswa di Kota Surabaya). Libri- Net, 4(2), 1–15. http://journal.unair.ac.id/LN@
literasi-digital-remaja-di-kota-surabaya-arti- cle-9195-media-136-category-8.html
Belshaw, D. A. J. (2011). What is ‘digital literacy’?. The- sis. Department of Education at Durham Uni- versity. https://clalliance.org/wp-content/ up- loads/files/doug-belshaw-edd-thesis-final.pdf Candrasari, Y., C., Claretta, D., & Sumardjiajti. (2020).
Pengembangan dan Pendampingan Literasi Digital Untuk Peningkatan Kualitas Remaja dalam Menggunakan Internet. Dinamisia : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(4), 611–618. https://doi.org/10.31849/dinamisia.
v4i4.4003
Chen, Y. Y., Yong, S. P., dan Ishak A. (2014). Email Hoax Detection System Using Levenshtein Distance Method. Journal of Computers, 9 (2).
Academy Publisher.
Chumairoh, H. (2020). Ancaman Berita Bohong di Tengah Pandemi Covid-19. Vox Populi, 3(1), 22.
https://doi.org/10.24252/vp.v3i1.14395
Fachrurrozie, Mukhibad, H., Nurkhin, A., Hobar, A.,
& Sari, P., N. (2021). Peningkatan Literasi Bis- nis Digital dan Literasi Keuangan bagi Sant- ripreneur di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Jurnal Implementasi, 1 (1), 41-47.
http://jurnalilmiah.org/journal/ index.php/ji/
article/view/13
Gilster, P. (1997). Digital Literacy. New York: Wiley Computer Pub.
Heryanto, G. G. (2017). Bisnis Hoaks dan Literasi Digital. https://mediaindone sia.com/read/
detail/120440-bisnis-hoaks-dan-literasi-digi- tal
Kasman, S. (2019). Sistem Verifikasi Menangkal Ber- ita Hoax di Media Cetak. Jurnal Mimbar Kes- ejahteraan Sosial, 2(1), 1–16. http://103.55.216.
56/index.php/jmks/article/view/8002
Kosasih, E., Raharusun, A., S., Dalimunthe, R., P.,
& Kodir, A., A. (2020). Literasi Media Sosial dalam Pemasyarakatan Moderasi Beragama dalam Situasi Pandemi Covid-19. Digital Li- brary UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Krippendorff, K. (1993). Analisis Isi: Pengantar Teo- ri dan Metodologi. Edisi ke-1. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Madrah, M., Y., Mubarok. (2018). Netizen dalam Kam- panye Pilpres RI 2014. Interaksi, 7 (1).
Mardalis. (1999). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.
Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nurnawati, E., K., Arbintarso, E., S. (2021). Public At- titudes Towards the Information Flow During the Pandemic Covid 19: Outreach Activity To PWD Community. Jurnal Berdaya Mandiri, 3(1), 419–428.
Pakpahan, R. (2017). Analisis Fenomena Hoax Diber- bagai Media. Konferensi Nasional Ilmu Sosial
& Teknologi (KNiST), 1(2013), 479–484. http://
seminar.bsi.ac.id/knist/index.php/UnivBSI/
article/view/184
Pragholapati, A. (2020). Covid-19 Impact On Students.
https://doi.org/10.17605/ OSF.IO/NUYJ9 Prasetyo, A., B. (2018). Strategi Berpikir Kritis Dalam
Penggunaan Media Sosial Di Kalangan Jamaah Masjid Gunungsari Indah Surabaya (Studi Deskriptif tentang kemampuan berpikir kritis para pengguna smartphone ketika menerima berita Hoax). Thesis. Universitas Airlangga.
Priambodo, G., A. (2019). Urgensi Literasi Media So- sial dalam Menangkal Ancaman Berita Hoax di Kalangan Remaja. Jurnal Civic Hukum, 4(2), 130–137.
Rianto, P. (2019). Literasi Digital dan Etika Media Sos- ial di Era Post-Truth. Interaksi, 8 (2).
Rochimah, T. H. (2011). Gerakan Literasi Media: Me- lindungi Anak-Anak dari Gempuran Pengaruh Media. Gerakan Literasi Media di Indonesia (pp. 18-36). Yogyakarta: Rumah Sinema.
Sabarguna, B. S. (2005). Analisis Data pada Penelitian Kualitatif. Jakarta: UI Press.
Sabrina, A. R. (2019). Literasi Digital Sebagai Upaya Preventif Menanggulangi Hoax. Communi- care : Journal of Communication Studies, 5(2), 31. https://doi.org/10.37535/ 101005220183 Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setijadi, N., N. (2018). Penyuluhan Literasi Media:
“Cegah Hoax di Media Sosial” dan “Menjadi Guru di Era Digital” di Sekolah Kristen Pur- wokerto. Dan Corporate Social Responsibility (PKM-CSR), 1, 19–21. http://prosiding-pkmcsr.
org/index.php/pkmcsr/article/view/146 Silvana, H., Darmawan, C. (2018). Pendidikan Lit-
erasi Digital di Kalangan Usia Muda di Kota Bandung. Pedagogia, 16 (2). https://doi.org/
10.17509/pdgia.v16i2.11327
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kuali- tatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharyadi, S., & Maria, E. (2019). Internet Sehat: Solu- si Bijak Masyarakat Desa Doplang, Kabupaten Boyolali. Intervensi Komunitas, 1 (September).
http://ojs.itb-ad.ac.id/index.php/ IK/article/
view/318
Sunita, I., Mayasari, E. (2018). Pengawasan Orangtua Terhadap Dampak Penggunaan Gadget pada Anak. Jurnal Endurance, 3 (3), 510-514. http://
doi.org/10.22216/jen.v3i3.2485
Sutantohadi, A. (2018). Bahaya Berita Hoax dan Uja- ran Kebencian Pada Media Sosial Terhadap Toleransi Bermasyarakat. DIKEMAS (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat), 1(1), 1–5.
https://doi.org/10.32486/ jd.v1i1.153
Tsaniyah, N., & Juliana, K., A. (2019). Literasi Digital Sebagai Upaya Menangkal Hoaks di Era Dis- rupsi. Al-Balagh : Jurnal Dakwah Dan Komuni- kasi, 4(1), 121. https://doi.org/ 10.22515/balagh.
v4i1.1555
Latupeirissa, J., E., Pasalbessy, J., D., Leasa, E., Z., &
Tuhumury, C. (2021). Penyebaran Berita Bo- hong (HOAX) Pada Masa Pandemi Covid-19 dan Upaya Penanggulangannya di Provinsi Maluku. JURNAL BELO, 6(2), 179-194. https://
doi.org/10.30598/belovol 6issue2page179-194 Wahono, H., T., T., Effrisanti, Y. (2018). Literasi Digital
di Era Millenial. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang.
Widiatmojo, R. (2020). Literasi Visual Sebagai Pen- angkal Foto Hoax Covid-19. Jurnal Sosial Poli- tik, 6(1), 114. https://doi.org/10.22219/sospol.
v6i1.11122
Wilson, C., Grizzle, dkk. 2011. Media and Informa- tion Literacy Curriculum for Teachers. Paris:
UNESCO.