BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroteknik mempunyai peran penting untuk menghasilkan suatu kajian yang bersifat membantu dalam mengembangkan pendidikan melalui preparat gosok yang dapat dimanfaatkan sebagai media dalam belajar. Fungsi preparat tersebut penting untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman langsung bagi siswa.
Dasar pertimbangan itulah yang menjadi landasan awal dalam membuat preparat (Kholifah, Rofieq, & Wahyuni, 2003). Seiring dengan fungsi dan peran preparat tersebut, maka peningkatan kualitas proses maupun hasil dalam pembuatan preparat gosok harus terus diupayakan, salah satunya adalah pembuatan preparat dengan teknik pewarnaan (Wahyuni, 2015)
Teknik pewarnaan penting untuk mempermudah pengamatan sel atau jaringan agar tampak jelas dan dapat dibedakan bagian-bagiannya (Wahyuni, 2015).
Pewarna sintetik yang umumnya sering digunakan pada kegiatan mikroteknik adalah pewarna safranin. Adapun kelemahan dalam penggunaan safranin adalah menghasilkan warna yang terlalu pekat, tidak mudah dalam penggunaan (Islahul, 2019) bahan mudah rusak dalam penyimpanan serta warna sulit terserap pada preparat tertentu (Indah, 2016). Hal ini sesuai dengan pendapat Ina, (2018) bahwa pewarna safranin dapat menghasilkan gambaran kualitas preparat kurang baik, karena sifat safranin sangat lambat dalam proses penyerapan warna, tidak ramah lingkungan serta harga yang relatif mahal mencapai Rp 85.000-100.000 perkemasan dengan volume 100 ml dan berat 150 gram (Rizka, Johanes, & Gatot, 2015), untuk itu diperlukan zat warna alami yang bersifat lebih aman karena sisa pemakaiannya mudah diuraikan oleh bakteri dibanding zat warna sintetis (Miftahul, 2017).
Zat pewarna alami yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari jenis buah berry dengan alasan bahwa penelitian terdahulu belum ada yang mengungkapkan tentang kualitas warna dari jenis buah berry-berryan untuk
kegiatan mikroteknik dan umumya hanya digunakan pada pewarna makanan.
Beberapa jenis buah yang termasuk golongan berry ditemukan di Indonesia adalah blueberry, raspberry, strawberry, dan mulberry (Dayat, 2018). Pada penelitian ini menggunakan jenis buah mulberry atau lebih dikenal dengan sebutan buah murbei karena memiliki kadar antosianin yang lebih tinggi sebesar 2434,74 mg/L, (Azmi &
Yunianta, 2015), dibanding buah strawberry yang memiliki kadar antosianin 20,8 mg/L (Maria & Herry, 2015), Kadar antosianin buah blueberry dan buah raspberry 365 mg/L (Hosseinian & T, 2007). Pemilihan buah murbei juga didasarkan atas warna buah yang memiliki warna ungu tua apabila sudah masak. Hal ini menunjukkan tingkat aktivitas antioksidan terhadap zat warna juga tinggi. Menurut Priska, Peni, Carvallo, dan Ngapa, (2018) buah yang menghasilkan warna ungu miliki antosianin yang tinggi terbukti bahwa pada riset penelitian yang dilakukan oleh Balai Pengajian Teknologi Pertanian (BPTP) antosianin buah murbei lebih tinggi dengan nilai sebesar 1993 mg/L dibanding strawberry 20,8 mg/L dan anggur 26,7-190 mg/ L.
Upaya pembuatan pewarna alami dari buah murbei (Morus alba L) memerlukan filtrasi. Pengunaan filtrat dipilih berdasarkan teknik pembuatan yang dilakukan dengan sederhana, tidak membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembuatan, alat yang digunakan untuk membuat filtrat juga mudah didapat (Wahyuni, 2017), sehingga lebih efisien apabila diterapkan di lingkungan sekolah.
Hal ini juga dapat menunjang pembelajaran siswa mengenai materi pemisahan campuran berdasarkan sifat fisika dan kimia memalui materi penyaringan (filtrasi), selain itu dapat dijadikan sebagai pembaharuan dari penelitian terdahulu, karena sudah banyak yang menggunakan teknik ekstraksi. Proses filtrasi membutuhkan jenis pelarut yang tepat agar dapat mengikat warna preparat asam sitrat + aquades menghasilkan warna merah dan lebih cocok digunakan karena sifatnya larut dalam air dan lebih stabil pada kondisi asam (Saati, 2005). Konsentrasi filtrat pada penelitian terdahulu adalah 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%, sedang penelitian ini tidak menggunakan konsentrasi 100% karena menurut Rizka et al., (2015) konsentrasi larutan yang sudah tercampur dengan bahan pelarut maka konsentrasinya berkurang sehingga tidak bisa mencapai 100%. Untuk
menghasilkan pewarnaan yang lebih optimal maka perlu adanya penambahan konsentrasi, semakin tinggi konsentrasi pelarut maka semakin pekat warna yang dihasilkan, serta jika konsentarsi antosianin tinggi maka intensitas warnanya juga tinggi (Ali, Ferawati, & Arqomah, 2013), oleh sebab itu konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 30%, 60% dan 90% dengan harapan mampu memberikan gambaran kualitas preparat yang lebih bagus.
Penelitian preparat mikroteknik dengan pewarna alami sudah banyak dilakukan, namun referensi terkait kualitas preparat gosok sangat sedikit ditemukan dan masih terdapat beberapa permasalahan pada hasil kualitas preparat yang diperoleh, seperti pada penelitian Wahyuni dan Tosiyana, (2018) diketahui bahwa pewarna dari bunga telang sebagai pewarna preparat gosok tulang femur ayam menghasilkan kualitas preparat yang kurang jelas dan kurang kontras sehingga bagian kanalikuli, lamella dan lacuna tidak terlihat. Penelitian Wahyuni, (2015) pada daun jati muda menghasilkan pewarnaan kurang menyerap, warna yang ditimbulkan kurang kontras dan warna yang dihasilkan terlihat cokelat kehijauan, hal ini menyebabkan komponen bagian sistem havers sulit dibedakan. Penelitian Wahyuni, (2016) penggunaan rimpang kunyit sebagai pewarna preparat gosok pada gigi sapi tidak memberikan kekontrasan warna pada jaringan, sehingga unsur- unsur jaringan juga sulit untuk dibedakan.
Bahan dasar pembuatan spesimen preparat gosok pada penelitian ini adalah kelinci. Hal ini dikarenakan rangka tulang kelinci khususnya pada bagian ekstremitas memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan tikus dan marmut, selain itu tulang femur kelinci memiliki jenis karakteristik tulang yang sifatnya lebih lemah jika dibanding tulang pada mamalia lain, karena 7-8% dari total masa tubuh pertumbuhannya cepat, sehingga tulang yang digunakan untuk menyokong tubuh tidak sekuat mamalia yang lain. Hal ini terjadi karena proses osifikasi yang sangat cepat (Hartadi, Dewi, Listyasari, & Purnama, 2018). Menurut Priyatna, (2011) kelinci tergolong hewan yang memiliki tulang cukup lemah dengan bobot tulang rata-rata 8% dari total bobot badanya. Berbeda dengan kucing, dengan ukuran tubuh yang sama kucing ternyata memiliki kerangka dan tulang yang lebih kuat dengan bobot tulang sekitar 12%. Penggunaan femur kelinci pada penelitian
ini bertujuan untuk mempermudah proses pembuatan preparat ketika pengosokan dengan ketebalan yang merata karena sifat tulang yang lebih lunak, selain itu juga dapat dijadikan sebagai pembaharuan dari penelitian terdahulu yang menggunakan tulang femur ayam.
Penggunaan Femur kelinci sebagai bahan dasar pembuatan preparat juga memiliki peran penting karena dapat dijadikan sebagai sumber belajar berupa media asli untuk menunjang pembelajaran pada materi biologi kelas XI “Struktur dan Fungsi Jaringan Hewan” dengan KD 3.3 yaitu menganalisis keterkaitan antara struktur sel pada jaringan hewan. Menurut Kurniawati, Zaenab, dan Sri Wahyuni, (2015), bahwa dengan adanya preparat sebagai sumber belajar mampu membantu dalam pengamatan mengenai struktur dan fungsi jaringan, sehingga siswa bisa memiliki gambaran langung terkait jaringan sistem havers yang dipelajari.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti ingin mengetahui pengaruh hasil pewarnaan dari buah murbei terhadap kualitas preparat mikroteknik metode gosok dengan judul “Pengaruh Pemberian Filtrat Buah Murbei (Morus alba L) sebagai Pewarna Alternatif terhadap Kualitas Preparat Gosok Tulang Kelinci (Orytologus cuniculus L)”
1.2 Rumusan Masalah
1. Adakah pengaruh pemberian filtrat buah murbei (Morus alba L) sebagai pewarna alternatif terhadap kualitas preparat gosok tulang femur kelinci (Orytologus cuniculus L)?
2. Berapakah konsentrasi filtrat buah murbei (Morus alba L) sebagai pewarna alternatif yang memiliki pengaruh terbaik terhadap kualitas preparat gosok tulang femur kelinci (Orytologus cuniculus L)?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menganalisis pengaruh pemberian filtrat buah murbei (Morus alba L) sebagai pewarna alternatif terhadap kualitas preparat gosok femur kelinci (Orytologus cuniculus L)
2. Menganalisis konsentrasi filtrat buah murbei (Morus alba L) sebagai pewarna alternatif yang memiliki pengaruh terbaik terhadap kualitas preparat gosok tulang femur kelinci (Orytologus cuniculus L)
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Secara Teoritis
Meningkatkan pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang pengunaan pewarna alami dari buah murbei (Morus alba L) sebagai pewarna alternatif terhadap kualitas preparat gosok.
1.4.2 Secara Praktis
Meningkatkan upaya pengembangan dalam pembuatan preparat mikroteknik di laboratorium. Memberikan gambaran kualitas preparat melalui teknik pewarnaan dari buah murbei (Morus alba L) sebagai pewarna alternatif pada preparat gosok yang dapat dijadikan sebagi media pembelajaran histologi jaringan hewan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1. Kelinci (Orytologus cuniculus L) diperoleh dari warung sate daerah Bulukerto, Bumiaji Batu Malang.
2. Tulang yang digunakan adalah bagian femur.
3. Buah murbei diperoleh dari daerah Pandanrejo, Bumiaji Batu Malang.
4. Indikator kualitas preparat gosok berupa presentase tingkat kejelasan preparat dan tingkat kekontrasan warna preparat.