SKRIPSI
TINDAKAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR
DALAM MENANGGULANGI BERKURANGNYA
TANAH PERTANIAN DI KOTA DENPASAR
I GEDE RENDY PURNAMA PUTRA DARMADA
NIM. 1016051153
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
DALAM MENANGGULANGI BERKURANGNYA
TANAH PERTANIAN DI KOTA DENPASAR
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
I GEDE RENDY PURNAMA PUTRA DARMADA NIM. 1016051153
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
iii Lembar Persetujuan
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI OLEH PEMBIMBING PADA TANGGAL 17 DESEMBER 2015
Pembimbing I,
Prof. Dr. Ibrahim R, SH.MH
Pembimbing II,
iv
PADA TANGGAL : 11 Januari 2016
Panitia Penguji Skripsi
Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Nomor : 1212/UN14.4E/IV/PP/2015 Tanggal : 28 Desember 2015
Ketua : Prof. Dr. Ibrahim R.,SH.,MH (………)
Sekertaris : I Nengah Suharta , SH.,MH (………)
Anggota: 1.
2.
Dr. Putu Gede Arya Sumerthayasa, SH.,MH
Dr. Made Gede Subha Karma Resen, SH.,M.kn
(………)
v
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakkan bahwa Karya Ilmiah/Penulisan
Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis. Tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi manapun, dan sepanjang ilmu pengetahuan penulis juga
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar bacaan.
Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti
merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain
dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan
hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi hukum
yang berlaku.
Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai
pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak
manapun.
Denpasar, Desember 2015 Yang menyatakan,
vi
Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas
rahmatNya skripsi penulis yang berjudul “Tindakan Pemerintah Dalam
Menanggulangi Berkurangnya Tanah Pertanian Di Kota Denpasar” diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil karya ini masih terdapat
banyak kekurangan, baik dalam isi maupun tehnik penulisa nnya, karena
terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki. Sekalipun
demikian besar harapan penulis semoga skripsi ini memenuhi kriteria
sebagai sya untuk memperoleh gelas Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan,
nasehat, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan
ini dengan segala kerendahan hati penulis menyamipaikan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Waircana, S.H.,M.H, Dekan Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
2. Bapak Dr. I Nyoman Suyatna, S.H.,M.H, Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
3. Bapak Wayan Bela Siki Layang, S.H.,M.H, Pembantu Dekan II
vii
4. Bapak I Wayan Suardana, S.H., M.H, Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
5. Bapak I Ketut Sudiarta, S.H., M.H, Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana.
6. Bapak A.A. Oka Parwata, S.H, M.Si, Ketua Program Ekstensi Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
7. Bapak Prof. Dr. Ibrahim R, S.H., M.H, Dosen Pembimbing I yang
telah dengan sabar dan meluangkan waktunya memberikan bimbingan
hingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Bapa I Nengah Suharta, S.H., M.H., Dosen Pembimbing II yang
dengan sabar dan tidak henti-hentinya memberikan arahan dan
masukan, serta mencurahkan ilmunya hingga terselesaikannya skripsi.
9. Bapak Dr. I Wayan Novy Purwanto, S.H., M.Kn, Dosen Pembimbing
Akademis yang dengan sabar dan penuh tanggung jawab
membimbingg peneliti dalam menempuh perkuliahan di Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
10. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah
banyak memberikan pengetahuan kepada penulis selama menempuh
pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
11. Pimpinan dan Staf Administrasi dan Perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Udayana yang telah memberikan bantuan administrasi
viii
dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas
Udayana.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak -pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas dukungan,
partisipasinya, dan doa yang selalu menyertai hingga skrips i ini dapat
terselesaikan. Skripsi ini tentu masih banyak kekurangannya, mohon
mendapat koreksi, kritik, atau saran, untuk menjadikan skripsi ini lebih
baik dan dapat bermanfaat.
Denpasar, Desember 2015
ix ABSTRAK:
Alih fungsi lahan di Indonesia terjadi dalambentuk berubahnya lahan
pertanian yang kemudian beralih menjadi lahan non-pertanian. Kejadian
demikian terjadi pula di Bali khususnya kota Denpasar yang merupakan
Ibu kota Provinsi Bali. Terkait dengan pertanahan serta alih fungsi l ahan
dapat diamati bahwa terdapat peraturan perundang-undangan yang
mengaturantara lain Pasal 33 (3) UUD 1945 diatur tentang kewajiban
negara untuk mengatur bumi, air termasuk tanah yang menguasai hajat
hidup orang banyak, Undang- undangNomor 41 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Undang -undang No
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, kemudian
dalam skala daerah terdapat Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2011
tentang RTRW Kota Denpasar. Terdapat beberapa produk hukum yang
mengatur tentang penggunaan tanah namun data Badan Pusat Satatistik
mencatat terjadi pengurangan lahan pertanian di Denpasar dalam kurun
waktu beberapa tahun terakhir. Kiranya berbagai tindakan sebagai upaya
penanggulangan berkurangnya tanah di Kota Denpasar perlu dilakukan
olehsemua pihak termsuk Pemerintah Kota Denpasar.
x
Land conversion in Indonesia occurred in the form of changes in agricultural land which then turned into a non-agricultural land. Thus incident also occurred in Bali, especially Denpasar which is the capital of the province of Bali. Linked to land and land use can be observed that there are rules and regulations that govern, among others, Article 3 3 (3) UUD 1945 is set on the obligation of the state to regulate the earth, including ground water that dominate the life of many, Law Number 41 2009 on the Protection of Agricultural Land Husbandry, Law No. 5 of 1960 on the Basic Regulation - the Agrarian, then the regional scale there are Regional Regulation No. 27 Year 2011 on Spatial Denpasar. There are several laws regulating the use of land but the Central Bureau Satatistik noted a reduction in agricultural land in London within the last few years. Presumably the various actions for the reduction of the reduced ground in Denpasar needs to be done by all parties including the Government of Denpasar.
xi DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR ... i
SAMPUL DALAM ... . . ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
xii
1.8.4 Teknik pengumpulan bahan penelitian ... 25
1.8.5 Teknik analisis bahan hukum ... 26
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TATA RUANG 2.1 Pengertian Pemerintah ... 28
2.2 PengertianTindakan Pemerintah ... 34
2.3 Konsep Kewenangan ... 39
2.4 Konsep Penataan Ruang ... 41
2.5 Pengertian Tanah Pertanian ... 44
BAB III PENGATURAN DAN PENERAPAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN DI KOTA DENPASAR 3.1 Dasar Hukum Perlindungan Lahan Pertanian Kota Denpasar .... 48
3.2 Perlindungan Lahan Pertanian Kota Denpasar ... 56
BAB IV HAMBATAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN DI KOTA DENPASAR 4.1 Hambatan Perlindungan Lahan Pertanian di Kota Denpasar ... 62
4.1.1 Penghambat Yuridis ... 62
xiii
4.2 Kebijakan Pemerintah Kota Denpasar dalam Perlindungan
Lahan Pertanian ... 68
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ... 74
5.2 Saran ... 75
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya
bermata pencaharian di bidang pertanian, sebenarnya negara ini diuntungkan karena
dikaruniai kondisi alam yang mendukung sehingga bisa menanam sepanjang tahun.
Sumber daya alam seperti ini sewajarnya mampu membangkitkan Indonesia menjadi
negara yang makmur dan tercukupi kebutuhan pangan bagi seluruh warganya.
Meskipun belum terpenuhi, pertanian menjadi salah satu sektor yang memiliki peran
sangat nyata dalam membantu penghasilan devisa negara.
Sebagai negara agraris, Indonesia telah memanfaatkan sumberdaya alam
untuk menunjang kebutuhan hidup masyarakatnya dan memiliki peran yang sangat
penting, karena Setelah kemerdekaan tahun 1945 menghadapi masalah mendasar di
bidang hukum pertanahan, yaitu terdapatnya masalah kepemilikan tanah yang tidak
proporsional dan kebutuhan tanah pertanian yang meningkat terus di dorong oleh
pertambahan penduduk. Bali sebagai salah satu daerah sektor pertanian yang cukup
luas dan selama ini sangat banyak potensi sumberdaya alamnya tentu dikenal sebagai
daerah yang sangat mengandalkan sektor pertaniannya dalam pembangunan dan dari
sektor ini pulalah Bali dikenal sebagai daerah pertanian dan pariwisata. Dalam
Konstitusi Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 (3)
2
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, disini
jelas tersirat bahwa termasuk juga lahan pertanian seharusnya mendapatkan
perlindungan dari Negara, selain karena fungsinya sebagai sumber pangan bagi
masyarakat, juga merupakan mata pencaharian penduduk. Selain itu masyarakat bali
juga memiliki organisasi tradisional pertanian yakni subak. Dalam Pasal 18B (2)
UUD 1945 disebutkan bahwa: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan
-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.” jelas Subak sebagai salah
satu bentuk organisasi tradisional yang merupakan bentuk kesatuan masyarakat
hukum adat harus mendapatkan perlindungan oleh Negara.
Tindakan alih fungsi lahan pertanian sebenarnya telah terjadi sejak adanya
manusia di dunia dengan mengenal bermacam-macam sesuatu yang di kehendaki
demi mempertahankan dan memperoleh kepuasan hidupnya seperti pangan, sandang,
dan sebagainya. Namun kebutuhan itu terus meningkat seiring dengan bertambahnya
populasi manusia. Oleh karenanya dengan kebutuhan ini berarti menghendaki lebih
banyak lagi lahan pertanian yang perlu dirubah baik fungsi, pengelolaan sekaligus
menyangkut kepemilikannya.
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, maka setiap orang, badan
hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah wajib
menggunakan tanahnya sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna serta
tanah non-pertanian merupakan fenomena yang sering terjadi. Pertumbuhan suatu
kota, yang berakibat pada peningkatan kebutuhan tanah akan membawa implikasi
terhadap semakin pesatnya aktivitas ekonomi di luar bidang pertanian. Sejalan
dengan hal tersebut, semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pola aktivitas
manusia yang menutup ruang untuk bergerak berakibat pada pergeseran perubahan
lahan. Pertanian adalah main sector yang menompang perekonomian di provinsi Bali.
Pembangunan yang berkembang pesat terutama di sektor pariwisata
menyebabkan peralihan fungsi tanah pertanian tidak bisa di hindari. Alih fungsi tanah
yang berakibat berkurangnya luas sawah terjadi hapir di semua kecamatan di kota
Denpasar dengan laju yang cukup pesat.Indonesia menganut pola pembangunan
berkelanjutan sustainable development. Batasan pengertian tentang pembangunan
berkelanjutan telah dikemukakan dengan jelas oleh Brundtland yang menyebutkan
bahwa pembangunan berkelanjutan adalah “pembangunan yang mampu memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang dalam
memenuhi kebutuhan mereka.”1
Kemajuan pesat yang telah dicapai Bangsa Indonesia dalam bidang industri,
jasa dan properti tidak sebanding dengan perkembangan dalam sektor pertanian.
Salah satu penyebabnya adalah karena tanah pertanian (lahan pertanian) yang
menjadi tempat gantungan hidup dan sumber penghidupan petani sebagian besar
dikonversi menjadi lahan industri dan lahan perumahan yang praktis membutuhkan
1
4
ketersediaan tanah yang tidak sedikit. Disamping itu masih banyak terdapatnya
kepemilikan tanah yang tidak proporsional karena sebagian besar tanah-tanah
pertanian dimiliki oleh penguasa absentee yang berdomisili di kota-kota atau di
tempat lain jauh dari tanah miliknya dengan cara mengupayakan multi identitas, tidak
saja pemilikan tanah pertanian di luar kecamatan tetapi juga adanya pemilikan di luar
kabupaten, sehingga banyak pemilik tanah yang tidak mengerjakan atau
mengusahakan sendiri secara aktif tanah pertanian miliknya.
Berbagai peraturan perundang-undangan yang ada dimaksudkan untuk secara
langsung maupun tidak langsung memberikan jaminan bagi terwujudnya hak-hak
baik bagi orang perorangan maupun kelompok, namun demikian dalam kenyataan
tidak semua peraturan perundang-undangan mendukung tujuan tersebut, bahkan
mungkin bertentangan dengan semangat. Undang-undang No 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria selanjutnya disingkat (UUPA) yang
diterbitkan dalam rangka mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 itu sejak semula berciri populis. “Sebagai
Undang-Undang nasional pertama yang dihasilkan 15 (lima belas) tahun setelah
kemerdekaan RI, ketentuan yang termuat dalam pasal-pasal Undang-Undang Pokok
Agraria merupakan perwujudan dari sila-sila pancasila.”2
Dalam perjalanan waktu terjadi pergeseran kebijakan pertanahan dari yang
semula berciri populis kearah kebijakan yang cenderung prokapital yang terjadi
2
karena pilihan orientasi kebijakan ekonomi, terutama sejak tahun 1970-an. Pada awal
berlakunya UUPA sudah mulai terasa adanya gejala ketimpangan pemilikan dan
penguasaan tanah. Perbandingan antara ketersediaan tanah sebagai sumber daya alam
yang langka di satu sisi, dan pertambahan jumlah penduduk dengan berbagai
pemenuhan kebutuhannya akan tanah di sisi lain, tidak mudah dicari titik temunya.
Tanah pertanian merupakan bagian dari penataan ruang kota dengan tujuan
pendukung bagi perekonomian Bali. Tanah pertanian membuat perkotaan menjadi
seimbang antara alam dan lingkungan hidup yang berguna untuk kepentingan
masyarakat. Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana
pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih.
Dibandingkan dengan proyeksi kebutuhan Bali pada umumnya terhadap pertanian
tersebut, dirasa sulit untuk mencapai swasembada pangan, melihat laju alih fungsi
tanah pertanian yang tinggi tiap tahunnya dan kurangnya ruang terbuka hijau dapat
dipastikan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan
perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih tidak dapat seimbang antara
dan lingkungan hidup.
Kepemilikan lahan tidak hanya penting untuk pertanian saja melainkan juga
bagi penentuan berbagai kebutuhan lain dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk di
dalamnya untuk keperluan-keperluan kawasan industri dan pabrik maupun dipakai
sebagai pemukiman. Dilema yang dihadapi tentang peruntukan lahan pada sektor
pertanian seringkali bersaing dengan sektor lain seperti industri, pemukiman dan
6
masalah yang rumit. Di mana menyangkut berbagai aspek seperti ekonomi,
demografi, hukum, politik, dan sosial. Bahkan kerumitan itu akan bertambah dengan
keterkaitkannya dengan aspek-aspek teknis seperti agronomi, ekologi, dan lain
sebagainya.
Tabel pengurangan luas lahan pertanian di Kota Denpasar.
TAHUN LUAS
Sumber Data : Data BPS Provinsi Bali.
Dari gambaran tabel tersebut di atas dapat diketahui terjadi pengurangan luas
lahan pertanian yang signifikan di wilayah Kota Denpasar. Di mana pengurangan ini
terjadi terus menerus setiap tahunnya, padahal pemerintah Kota Denpasar sudah
mengatur perlindungan lahan pertanian ini dalam bentuk Peraturan Daerah tentang
RTRW Kota Denpasar.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka adanya penelitian ini dimaksud
untuk menentukan apakah faktor-faktor penyebab tanah pertanian berkurang dan
bagaimanakah pelaksanaan dan penerapan ketentuan tentang peraturan peruntukan
lahan untuk pertanian, yang setiap tahun mengalami pengurangan di kota Denpasar.
Sehingga penelitian ini mengetengahkan judul “TINDAKAN PEMERINTAH KOTA
DENPASAR DALAM MENANGGULANGI BERKURANGNYA TANAH
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaturan ketentuan peruntukan tanah pertanian yang
mengalami pengurangan?
2. Apakah faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi tanah pertanian di
Kota Denpasar berkurang?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup masalah dalam penulisan ini terbatas pada faktor penyebab
yang mempengaruhi tanah pertanian berkurang di kota Denpasar. Selain itu dibatasi
juga pada tindakan Pemerintah kota Denpasar dalam menanggulangi berkurangnya
tanah pertanian di kota Denpasar. Berbagai permasalahan yang timbul didalam
masayarakat merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan penyelesaian
melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah yang dikeluarkannya. Kenyataan ini
melukiskan, bahwa kebijaksanaan merupakan upaya pemerintah untuk melaksanakan
kewajiban guna mengurusi kepentingan masyarakat.
1.4. Orisinalitas
Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia
pendidikan Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan
orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan beberapa judul
8
kali ini, peneliti akan menampilkan 1 Skripsi dan 1 Tesis terdahulu yang
pembahasannya berkaitan dengan “Tindakan pemerintah kota Denpasar dalam
menanggulangi berkurangnya tanah pertanian di kota Denpasar”.
Tabel 1.4.1 Daftar Penelitian Sejenis
No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1. Pelaksanaan alih
1. Bagaimana pelaksanaan alih
fungsi tanah pertanian
menjadi perumahan di Pemda
Bantul?
2. Apa upaya-upaya Pemda
Bantul dalam mengatasi alih
fungsi tanah pertanian
menjadi perumahan di Bantul
yang semakin meningkat?
2. Apa konsekwensi yuridis
terhadap penguasaan dan
pemilikan tanah pertanian
yang melampaui batas
maksimum dan/atau dibawah
Table 1.4.2 Daftar Penelitian Penulis
No. Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1. Tindakan
Judul skripsi dari Putri Dresthiana Werdoyo (Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta), Tahun 2014 yaitu Pelaksanaan
alih fungsi tanah pertanian menjadi perumahan di Pemda Bantul berbeda dengan
penelitian ini, perbedaannya apabila skripsi tersebut membahas tentang alih fungsi
tanah pertanian menjadi perumahan sedangkan dalam penelitian ini membahas
tentang penerapan hukum terhadap alih fungsi tanah pertanian.
Lebih lanjut kepada tesis Ni Nyoman Mariadi (Mahasiswa Program Studi
Magister Hukum program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar), Tahun 2010
dengan judul Kewenangan pemerintah dalam menetapkan penguasaan dan pemilikan
10
pemerintah dalam penguasaan dan kepemilikan tanah pertanian. Sedangkan berbeda
dengan penelitian ini dengan judul Tindakan pemerintah kota Denpasar dalam
menanggulangi berkurangnya tanah pertanian di kota Denpasar.
1.5. Tujuan Penelitian
a.Tujuan Umum
Setiap penulisan karya ilmiah memiliki tujuan ataupun maksud tertentu,
adapun yang menjadi tujuan umum dari penelitian ini adalah:
1. Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara
tertulis
2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada
bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa
3. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan hukum.
4. Untuk mengetahui sejauh mana Tindakan pemerintahan terhadap
pengurangan tanah pertanian di kota Denpasar.
b. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini, adalah:
1. Untuk memahami pengaturan ketentuan peruntukan tanah pertanian yang
mengalami pengurangan di kota Denpasar.
2. Untuk memahami faktor yang mempengaruhi tanah pertanian di Kota
1.6. Manfaat Penelitian
a.Manfaat Teoritis
1.Untuk dapat memperkaya pengembangan teori ilmu pengetahuan guna
menambah pustaka hukum yang berkaitan dengan hukum pemerintahan
2.Untuk memperoleh pemahaman dan gambar tentang hukum pemerintahan
b. Manfaat Praktis
1.Untuk memberikan masukan kepada pemerintah dalam rangka
menerapkan suatu kebijaksanaan dalam menyempitnya tanah pertanian.
2.Untuk dapat dipakai sebagai acuanbagi para praktisi hukum terkait dengan
kebijaksanaan pemerintah.
1.7. Landasan Teoritis
Dalam setiap penelitian selalu disertai dengan teori-teori, konsep-konsep,
maupun pandangan-pandangan para ahli yang berpengaruh sebagai landasan
pemikiran penelitian. Pandangan-pandangan para ahli tersebut dipakai untuk
mengkaji isu-isu hukum dalam penelitian ini secara teoritis dengan mengkaji
peraturan perundang-undangandan instrument-instrument hukum.
1.7.1. Teori Negara Hukum
Konsep negara hukum menjunjung tinggi perlindungan hak-hak rakyat,
termasuk hak-hak rakyat atas sumber daya agraria, dengan tujuan terwujudnya
masyarakat adil dan makmur.Negara dikatakan sebagai suatu Negara Hukum dapat
12
Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Negara
Kesatuan Indonesia adalah sebuah negara yang dalam menyelenggarakan
pemerintahan adalah berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum untuk membatasi
kekuasaan pemerintah, ini berarti bahwa kekuasaan Negara dibatasi oleh hukum
(rechtsstaat), bukan didasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) yang secara jelas ditentukan dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut Philipus M. Hadjon, dengan merujuk bahwa asas utama Hukum Konstitusi
atau Hukum Tata Negara Indonesia adalah asas negara hukum dan asas demokrasi
serta dasar negara Pancasila, oleh karena itu dari sudut pandang yuridisme Pancasila
maka secara ideal bahwa Negara Hukum Indonesia adalah “Negara Hukum
Pancasila.”3
Suatu negara agar dapat dikatakan sebagai negara hukum maka perlu
diketahui elemen-elemen atau unsur-unsurnya yang tertuang di dalam Undang
Undang Dasar beserta peraturan pelaksananya, dan yang terpenting dalam praktek
sudah dilaksanakan atau belum.4
Mencermati bunyi Alenia ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajikan kesejahteraan umum, mencerdaskan
3
I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi: Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, hal.162.
4
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka (untuk mencapai tujuan negara tersebut) disusunlah Kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu UUD Negara Republik Indinesia yang terbentuk dalam suatu sususan Negara Republik yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada Pancasila”.
Dari pernyataan tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa sebenarnya
konsep negara hukum Indonesia merupakan perpaduan tiga unsur yaitu Pancasila,
hukum nasional, dan tujuan negara. Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan
yang utuh.Pancasila merupakan dasar pembentukan hukum nasional. “Hukum
nasional disusun sebagai sarana untuk mencapai tujuan negara.Tidak ada artinya
hukum nasional disusun apabila tidak mampu mengantarkan bangsa Indonesia dalam
mencapai kehidupan yang sejahtera dan bahagia dalam naungan ridha Illahi.”5
1.7.2.Teori Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “autos” yang artinya sendiri
dan “nomos” yang artinya peraturan.“Sehingga otonomi berarti peraturan sendiri atau
undang-undang sendiri, yang kemudian berkembang pengertiannya menjadi
menjalankan pemerintahan sendiri.”6 Otonomi daerah merupakan suatu wewenang
untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiiri (local self government) yang
memiliki dua unsur utama, yaitu mengatur (rules making, regeling) dan mengurus
(rules application, bestuur). “Pada tingkat makro (negara) ke dua wewenang itu lazim
5
Sudjito Bin Atmoredjo, Negara Hukum Dalam Perspektif Pancasila, dalam Kongres Pancasila kerjasama dengan Mahkamah Konstitusi RI dan Gadjah Mada, Balai Senat UGM, Yogyakarta, 30, 31, dan 1 Juni 2009
6
14
disebut sebagai wewenang membentuk kebijakan (policy making) dan wewenang
untuk melaksanakan kebijakan (policy executing). Sehingga dengan pembentukan
daerah otonomi berarti telah terkandung penyerahan wewenang untuk mengatur dan
mengurus oleh local government.”7 Dengan demikian otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
1.7.3.Teori Kewenangan
Wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah Belanda
“bevoegdheid” (yang berarti wewenang atau berkuasa). “Wewenang merupakan
bagian yang sangat penting dalam Hukum Tata Pemerintahan (Hukum Administrasi),
karena pemerintahan baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang
diperolehnya. Keabsahan tindakan pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan dapat dilihat dari
Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan Lembaga
Negara dalam menjalankan fungsinya. Wewenang adalah kemampuan bertindak yang
diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan
perbuatan hukum.”8
7
Hoessein, Benyamin, Evaluasi Undang Undang Pemerintah Daerah, Harian Suara Karya, Jakarta, edisi 14 Februari 2002
8
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai
dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan disetiap negara
hukum. Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan
harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.
Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yaitu suatu kemampuan
untuk melakukan suatu tindakan-tindakan hukum tertentu. Pengertian kewenangan
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak
dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.
Prajudi Atmosudirdjo berpendapat tentang pengertian wewenang dalam
kaitannya dengan kewenangan sebagai berikut :
“Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaa yang
berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-Undang) atau dari Kekuasaan Eksekutif/Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja.Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan
untuk melakukan sesuatu tindak hukum public.”9
Indroharto mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi,
delegasi, dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut :
“Wewenang yang diperoleh secara “atribusi”, yaitu pemberian wewenang
pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah
yang baru”. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah
ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya.Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada
9
16
mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang
lain.”10
Menurut Stroink dan Steenbeek sebagaimana dikutip oleh Ridwan,
mengemukakan pandangan yang berbeda, sebagai berikut :
“Bahwa hanya ada dua cara untuk memperoleh wewenang, yaitu atribusi
dan delegasi. Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru,
sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh
organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain; jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi). Mengenai mandat, tidak dibicarakan mengenai penyerahan wewenang atau pelimbahan wewenang. Dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apapun
(dalam arti yuridis formal), yang ada hanyalah hubungan internal.”11
Menurut Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa:
“Setiap tindakan pemerintahan disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan
yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat.Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan yang berasal dari
“pelimpahan.”12
1.7.4.Teori Perundang-Undangan
Undang-Undang dibedakan menjadi dua, yaitu Undang-Undang dalam arti
materiil dan undang-undang dalam arti formil. Hal ini merupakan terjemahan secara
harafiah dari “wet in formele zin”dan “wet materiёle zin”yang dikenal di Belanda.
“Yang dinamakan Undang-Undang dalam arti materiil merupakan keputusan atau
10
Indroharto, 1993, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Harapan, Jakarta, hal. 90
11
Ridwan, HR., 2003, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, UII Pres, hal. 74
12
ketetapan penguasa yang dilihat dari isinya disebut undang-undang dan mengikat
setiap orang secara umum.”13 “Undang-undang dalam arti formil ialah keputusan
penguasa yang disebut dengan undang-undang dilihat dari cara pembentukannya.
Undang-Undang bersifat umum karena mengikat setiap orang dan
merupakan produk lembaga legislatif. Pada umumnya Undang-Undang terdiri dari
dua bagian, yaitu konsederans atau pertimbangan yang berisi
pertimbangan-pertimbangan mengapa Undang-Undang itu dibuat, dan diktum atau amar. Di dalam
amar terdapat isi dari Undang-Undang yaitu yang kita sebut pasal-pasal. Selain dua
bagian tersebut ada bagian lain yang juga penting keberadaannya, yaitu ketentuan
peralihan.
Ketentuan peralihan mempunyai fungsi penting, yaitu untuk mengisi
kekosongan hukum (rechtsvacuum) karena ada kemungkinannya suatu
Undang baru tidak mengatur semua hal atau peristiwa yang diatur oleh
Undang-Undang yang lama. Kalau terjadi suatu peristiwa yang diatur dalam Undang-Undang-Undang-Undang
yang lama tetapi tidak diatur dalam Undang-Undang yang baru maka disinilah
peranan ketentuan peralihan. Biasanya bunyi dari ketentuan peralihan yaitu: “apabila
tidak ada ketentuannya, maka berlakukan peraturan yang lama.” “Undang-Undang
adalah hukum.”14 Hal ini karena Undang-Undang berisi kaedah hukum yang
bertujuan untuk melindungi kepentingan manusia. Setiap orang dianggap tahu akan
adanya suatu Undang-Undang. Pernyataan ini merupakan fictie karena kenyataannya
13
L.J. van Apeldoorn, 1978,Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita,Jakarta, hal. 92.
14
18
tidak setiap orang dapat mengetahui setiap Undang-Undang yang di undangkan hal
ini karena ketidaktahuan seseorang bukanlah termasuk dasar pemaaf. Agar dapat
diketahui setiap orang, maka Undang-Undang harus di undangkan atau di umumkan
dengan memuatnya dalam lembaran negara. Dengan dimuatnya dalam lembaran
negara maka peraturan perundang-undang tersebut mempunyai kekuatan mengikat
setiap orang untuk mengetahui eksistensinya.
1.7.5 Konsep Tata Ruang
Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang serta
dalam Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi bali mengatur bahwa Penataan ruang adalah suatu sistem proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Penyelenggaraan penataan
ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Asas dan Tujuan Penataan ruang dalam pasal 2 dan 3 Undang-Undang
Dalam Pasal 2 menyebutkan kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,
penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
a.keterpaduan;
h.kepastian hukum dan keadilan; dan
i. akuntabilitas.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang ini menyebutkan penyelenggaraan penataan
ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional dengan:
a.terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b.terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c.terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
1.8. Metode Penelitian
Dalam penulisan suatu karya ilmiah, terdapat satu komponen penentu sebagai
syarat yang di pergunakan untuk pencarian data dari hasil karya ilmiah tersebut,
dalam hal ini adalah metode penelitian. Menururt Sutrisno Hadi yang dimaksud
dengan metodelogi ialah suatu cara metode untuk memberikan garis-garis yang
20
ilmu pengetahuan yang dicapai dari suatu research dapat mempunyai harga ilmiah
yang setinggi- tingginya.15
1.8.1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian Skripsi ini Penulis menggunakan penelitian hukum normatif
(penelitian dokrinal) dengan ciri-ciri sebagai berikut :
- Beranjak dari adanya kesenjangan dalam norma/asas hukum;
- Tidak menggunakan hipotesis;
- Menggunakan landasan teoritis; dan
- Menggunakan bahan hukum yang terdiri atas bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Menurut pendapat Rony Hanitijo Sumitro Penelitian menyebutkan, bahwa Hukum
Normatif merupakan penelitian kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder,
yang dipandang dari sudut kekuatan mengikatnya, data sekunder terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Dalam penelitian hukum normatif ini” lazimnya hukum diartikan sebagai kaidah atau
norma” yang menurut Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa kaidah atau norma
mempakan patokan atau pedoman perilaku manusia yang pantas. Dalam hal ini yang
perlu di perhatikan pula bahwa dalam penelitian hukum, adanya kerangka
15
konsepsional dan landasan atau kerangka teoritis menjadi syarat yang sangat penting
sehingga akan mengarah kepada pemasalahan. Dalam penelitian ini beranjak dari
kesenjangan dan kekaburan norma atau tidak jelas (Vague normen) yang dapat
ditemukan dalam pemberian sanksi terhadap pelanggar perlindungan lahan pertanian
di Kota Denpasar.
1.8.2. Jenis Pendekatan
Disebutkan sebelumnya bahwa penelitian ini adalah jenis penelitian normatif.
Adapun metode pendekatan yang dipakai terhadap masalah ini adalah beberapa
metode yang dikenal dalam penelitian hukum normatif, antara lain pendekatan
perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach),
pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative
approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).16 Berdasarkan latar belakang masalah yang yang telah diungkapkan pada bagian terdahulu, maka terdapat
beberapa pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain
pendekatan analisis konsep hukum (analytical and conceptual approach), pendekatan
perundang-undangan (statue approach) sertapendekatan perbandingan.
22
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni
sebagai berikut ;
- Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945,
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah,
- Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan,
- Peraturan Daerah Provinsi Nomor 16 Tahun 2009 Tentang RTRW
Provinsi Bali,
- Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2011 Tentang RTRW Kota
Denpasar Tahun 2011-2031.
2. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil
karya dari kalangan hukum, dan seterusnya17. Penelitian ini mempergunakan
beberapa bahan hukum sekunder antara lain hasil-hasil penelitian,
yurisprudensi, buku-buku dan hasil karya dari kalangan pakar hukum yang
mempunai relevansi dengan penelitian ini;
17
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan atau petunjuk
mengenai bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus dan ensikiopedia.
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Penelitian
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian
hukum normative adalah dilakukan dengan melalui kegiatan studi pusataka, studi
dokumen, dan studi catatan hukum. Pustaka yang dimaksud terdiri dari
perundang-undangan, putusan pengadilan (jurisprudensi), dan buku karya tulis bidang hukum.
Ketiga jenis pustaka ini biasanya dikoleksi di perpustakaan umum dan perpustakaan
khusus bidang hukum.18 Dalam penyusunan tesis ini pengumpulan pustaka yang
dimaksud tersebut dilakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana
dan perpustakaan umum daerah. Selain itu pengumpulan pustaka juga dilakukan
melalui media cetak dan juga media online (website).
1.8.5. Teknik Analisis Bahan Hukum
Dalam penelitian ini, setelah bahan hukum terkumpul maka bahan hukum
tersebut dianalisis untuk mendapatkan konklusi/kesimpulan, bentuk dalam analisis
bahan hukum adalah teknik deskriptif, interpretatif, evaluatif, dan argumentatif.
Masing-masing teknik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
18
24
a. Teknik deskriptif, maksudnya adalah gambaran dari uraian-uraian secara
apa adanya tersebut suatu kondisi atau posisi dari proposisi hukum ataupun
non-hukum.
b. Teknik Interpretatif, teknik ini digunakan dengan cara menjelaskan
penggunaan penafsiran dalam ilmu hukum terhadap norma yang ada baik
sekarang maupun diberlakukan dimasa mendatang. Teknik interpretatif
yang digunakan adalah secara gramatical interpretatie yaitu interpretasi
atau penafsiran menurut arti kata dan sitematiche interpretatie yaitu
penafsiran yang dilakukan dengan mencari penjelasan dalam pasal demi
pasal dari perundang-undangan.
c. Teknik Evaluatif, yaitu dilakukan dengan melakukan penelitian terhadap
suatu pandangan, pendapat, pernyataan, atau perumusan norma baik dari
sumber primer, maupun dari sumber hukum sekunder dan terteir.
d. Teknik Argumentatif, yaitu teknik analisis yang dilakukan berdasarkan
pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam
permasalahan-permasalahan hukum yang dikaji makin dalam argumennya berarti semakin
dalam penalaran hukumnya.19
19
25
TINJAUAN UMUM TENTANG TATA RUANG
2.1. Pengertian Pemerintah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemerintah memiliki arti sistem
menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan
politik suatu negara atau bagian-bagiannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemerintah merupakan sebuah organisasi yang memiliki tugas dan fungsi untuk
mengelola sistem pemerintah dan menetapkan kebijakan untuk mecapai tujuan
negara.
Negara Indonesia merupakan sebuah negara yang demokratis, dan
berlandaskan pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.Indonesia menjalankan
pemerintahan republic presidensial dan dengan sistem politik didasarkan pada Tria
Politika yakni kekuasaan legeslatif, eksekutif, dan yudikatif. Untuk kekuasaan
eksekutif dilaksanakan oleh pemerintah dan dikepalai oleh seorang presiden yang
dipilih melalui pemilihan umum secara langsung oleh masyarakat.Dalam
penyelenggaraan pemerintah, presiden dibantu beberapa menteri yang tergabung
dalam suatu kabinet.
Sedangkan untuk pemerintah daerah adalah perpanjangan tangan dari
Pemerintah pusat. Dengan adanya desentralisasi, maka terjadi peralihan beberapa
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Secara etimologi
26
berani pusat. Jadi menurut perkataan berasal dari desentralisasi adalah melepaskan
dari pusat.1
Desentralisasi dalam arti self government menurut Smith dalam Khairul
Muluk2 berkaitan dengan adanya subsidi teritori yang memiliki self government
melalui lembaga politik yang akan direkrut secara demokratis sesuai dengan batas
yuridiksinya. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam pemilihan anggota dewan
perwakilan rakyat daerah baik provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan atas
daerah pemilihan yang mencerminkan aspirasi rakyat di daerah pemilihan tenentu.
Karena dewan perwakilan rakyat daerah merupakan elemen dalam
penyelenggraaan pemerintahan di daerah.
Menurut Henry Maddick dalam Juanda, desentralisasi merupakan
pengalihan kekuasaan secara hukum untuk melaksanakan fungsi yang spesifik
maupun residual yang menjadi kewenangan pemerintah daerah.3 Amrah Muslimin
menyebutkan, sistem desentralisasi, yaitu pelimpahan kewenangan pada
badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dalam daerah tertentu mengurus
rumah tangganya sendiri.4
Berdasarkan pendapat Bachrul Elmi menyebutkan, bahwa desentralisasi
berarti memberikan sebagian dari wewenang pemerintahan pusat kepada daerah,
1
Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, PT. Alumni Bandung, hal. 117.
2
Smith, dalam Khairul Muluk, 2005, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Banyumedia Publishing, Malang, hal. 8.
3
Henry Maddich dalam Juanda, Loc. Cit.
4
untuk melaksanakan dan menyelesaikan urusan yang menjadi tanggung jawab dan
menyangkut kepentingan daerah yang bersangkutan (otonomi). Urusan yang
menyangkut kepentingan dan tanggung jawab daerah meliputi : urusan umum dan
pemerintahan, penyelesaian fasilitas pelayanan dan urusan sosial, budaya, agama
dan kemasyarakatan.5
Penyerahan urusan pemerintahan lebih lanjut menurut Siswanto Sunarno6
menjelaskan bahwa desentralisasi berarti pelepasan tanggung jawab yang berada
dalam lingkup pemerintahan pusat ke pemerintahan daerah, Desentralisasi
seringkali disebut pemberian otonomi. Dengan kata lain, bahwa desentralisasi
merupakan penotonomian menyangkut proses memberikan otonomi kepada
masyarakat dalam wilayah tertentu.
Pada hakekatnya pemerintahan daerah melaksanakan asas desentralisasi
adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan penyelenggaraan pemerintahan
wajib dan pilihan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan
otonomi daerah adalah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan peraturan perundang-undangan. Pemerintah
daerah dalam fungsi mengatur bersifat menetapkan peraturan-peraturan terhadap
kepentingan daerah yang bersifat abstrak berisi norma perintah dan larangan,
5
Bachrul Elmi, 2002. Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, Universitas Indonesia Press, hal. 7.
6
28
sedangkan tindakan mengurus bersifat peristiwa konkrit serta tindakan mengadili
yaitu mengambil tindakan dalam bentuk keputusan untuk menyelesaikan sengketa
dalam hukum publik, privat dan hukum adat.
Sistem daerah otonom berdasarkan asas desentralisasi, pemerintahan
daerah melakukan urusan penyelenggaraan rumah tangga sendiri telah
didelegasikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, oleh Jimly
Asshiddiqie7, dinyatakan memiliki kewenangan untuk mengurus, sebagai urusan
rumah tangga daerahnya sendiri, sehingga dikenal tiga ajaran dalam pembagian
penyelenggaraan pemerintah negara,yakni: (1) ajaran rumah tangga materiil; (2)
ajaran rumah tangga formil; dan (3) ajaran rumah tangga riil. Lebih lanjut ketiga
ajaran rumah tangga ini dijelaskan oleh Jimly Asshiddiqie sebagai berikut :8
1. Ajaran rumah tangga materiil, untuk mengetahui yang manakah urusan yang
termasuk rumah tangga daerah atau pusat. Urusan rumah tangga ini melihat
materi yang di tentukan akan diurus oleh pemerintahan pusat atau daerah
masing-masing. Dengan demikian pemerintah pusat dinilai tidak akan mampu
menyelenggarakan sesuatu urusan dengan baik karena urusan itu termasuk
materi yang dianggap hanya dapat dilakukan oleh daerah, atau sebaliknya
pemerintah daerah tidak akan mampu menyelenggarakan suatu urusan karena
urusan itu termasuk materi yang harus diselenggarakan oleh pusat.
7
Jimly Asshiddigie,2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, hal.423 (selanjutnya disebut Jimly Asshidiqie II).
8 Ibid
2. Ajaran rumah tangga formil, merupakan urusan rumah tangga daerah dengan
penyerahannya didasarkan atas peraturan perundang-undangan, sehingga
hal-hal yang menjadi urusan rumah tangga daerah di pertegas rinciannya dalam
Undang-Undang.
3. Ajaran rumah tangga riil, yaitu urusan rumah tangga yang didasarkan kepada
kebutuhan riil atau keadaan yang nyata, dengan didasarkan pertimbangan
untuk mencapai manfaat yang sebesar-besarnya, sesuatu urusan yang
merupakan wewenang pemerintah daerah dikurangi, karena urusan itu
menurut keadaan riil sekarang berdasarkan kebutuhan yang bersifat nasional.
Akan tetapi sebaliknya suatu urusan dapat pula dilimpahkan kepada daerah
untuk menjadi suatu urusan rumah tangga daerah, mengingat manfaat dan
hasil yang akan dicapai jika urusan itu tetap diselenggarakan oleh pusat akan
menjadi berkurang dan penambahan atau pengurangan suatu wewenang harus
di atur dengan Undang-Undang atau peraturan peraturan lainnya.
Pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi seluas-luasnya,
berdasarkan pendapat Sudono Syueb menyebutkan pada intinya, bahwa daerah
diberikan kebebasan dan kehadirian untuk mengurus rumah tangganya sendiri,
termasuk menentukan sendiri kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah
dalam pemilihan langsung kepada masyarakat. Melalui pemilihan langsung, maka
dihasilkan kepala daerah otonom adalah pemimpin rakyat di daerah bersangkutan
yang mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah guna
30
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan prinsip demokrasi,
karena melibatkan sebesar-besarnya peran rakyat dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah serta menciptakan kesejahteraan rakyat. Pemerintahan
yang demokratis akan dapat menyelenggarakan roda pemerintahan berdasarkan
prinsip akuntabilitas dan transparansi, partisipatif efektif dan efisien serta bermoral
yaitu pemerintahan daerah melaksanakan tindakan pemerintahan dengan baik dan
mempertanggung-jawabkan kepada pemerintah dan rakyat sesuai dengan prinsip
akuntabilitas, serta dapat berlangsung secara terbuka dan siap dikoreksi oleh
rakyat sesuai esensi prinsip transparansi. Melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat sehingga dapat disebutkan otonomi
daerah secara luas adalah prinsip demokrasi, prinsip pemerataan, prinsip
kesetaraan, dan prinsip keadilan bagi daerah serta prinsip efisiensi dan efektivitas
dalam penyelenggaran pemerintahan daerah.9
Menurut pendapat peneliti desentralisasi dalam asas otonomi dan tugas
pembantuan sesuai dengan Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
daerah di laksanakan dalam ruang lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia
merupakan kebebasan dan kemadirian yang seluas-luasnya dilakukan oleh
pemerintahan daerah. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang dilaksanakan oleh kepala daerah yang memiliki fungsi atau bidang
9
pekerjaan sebagai penyelenggara pemerintahan daerah melaksanakan otonomi
daerah dan desentralisasi sesuai dengan demokrasi.
2.2. Pengertian Tindakan Pemerintah
Tindakan Pemerintah adalah suatu kebijakan yang di atur dan ditetapkan
oleh Pemerintah. Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena
mencakup berbagai bidang dan sektor, seperti ekonomi, politik, sosial, budaya,
hukum, dan sebagainya. Dalam pembahasan ini akan di bahas teori-teori kebijakan
publik, pendekatan dalam studi kebijakan publik hingga proses kebijakan publik.
Karena hakekatnya Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1990 tentang larangan alih
fungsi lahan sawah untuk penggunaan selain pertanian serta Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 Tentang perlindungan lahan pertanian
pangan berkelanjutan, merupakan salah satu bentuk dari kebijakan publik.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik konsep dasar bahwa kebijakan itu
adalah prosedur memformulasikan sesuatu berdasarkan aturan tertentu yang
kemudian digunakan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan dan mencapai
suatu tujuan. Dalam setiap kebijakan pasti membutuhkan orang-orang sebagai
perencana atau pelaksana kebijakan maupun objek dari kebijakan itu
sendiri.Sebagaimana penjelasan Irfan Islamy kebijakan adalah suatu program
kegiatan yang di pilih oleh seorang atau sekelompok orang dan dapat dilaksanakan
serta berpengaruh terhadap sejumlah besar orang dalam rangka mencapai suatu
32
Kebijakan dapat pula diartikan sebagai bentuk ketetapan yang mengatur
yang di keluarkan oleh seseorang yang memiliki kekuasaan, jika ketetapan
tersebut memiliki sasaran kehidupan orang banyak atau masyarakat luas maka
kebijakan itu dikategorikan sebagai kebijakan publik. Dalam perkembangan Ilmu
Administrasi Negara baik di negara berkembang bahkan di negara maju sekalipun,
kebijakan publik merupakan masalah politik yang menarik untuk di kaji dan di
bahas.
Hogwood dan Peters menganggap ada sebuah proses linier pada sebuah
kebijakan yaitu : policy innovation – policy succession – policy maintenance –
policy termination. Policy innovation adalah saat di mana pemerintah beusaha memasukkan sebuah problem baru yang diambil dari hiruk pikuk kepentingan
yang ada di masyarakat untuk kemudian dikonstruksi menjadi sebuah kebijakan
yang relevan dengan konteks tersebut. Terdapat berbagai macam strategi untuk
menghentikan kebijakan, apakah itu dengan mencabut kebijakan,
membatalkannya, atau menggantinya dengan sebuah kebijakan baru. Substansi
utama dari proses linier yang digagas oleh Hogwood dan Peters secara lugas
mendeskripsikan kepada kita bahwa kebijakan publik merupakan siklus yang
mekanistik.
Jika isu kebijaksanaan adalah usaha sistematis untuk merumuskan masalah,
evaluasi program kebijaksanaan adalah usaha sistematis untuk menentukan tingkat
pokok antara keduanya terletak pada waktu. Isu kebijaksanaan disiapkan sebelum
tindakan dilakukan (bersifat prospektif), sedangkan program evaluasi
kebijaksanaan dibuat setelah diambilnya suatu kebijakan (retrospektif). Pandangan
yang dikemukakan oleh William N. Dunn ini menjadi dasar pemikiran untuk
menilai hakekat pentingnya suatu evaluasi kebijakan.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa evaluasi program kebijaksanaan
dimulai dengan menjelaskan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam perumusan
masalah, peramalan mengenai akibat-akibat dari alternatif, dan pembuatan usulan.
Evaluasi program kebijaksanaan yang dirancang dengan berhasil membutuhkan
cara penyusunan masalah yang kreatif, sikap alternatif kebijaksanaan yang baru,
dan kerangka arah tindakan yang baru atau di perbaharui, meskipun evaluasi
program kebijaksanaan normalnya berhenti pada pembuatan usulan yang eksplisit.
2.3. Teori Kewenangan
Dalam konsep hukum publik wewenang merupakan konsep inti dari
hukum tata negara dan hukum administrasi negara.10 Tanpa adanya kewenangan
yang dimiliki, maka Badan atau Pejabat “Tata Usaha Negara“ tidak dapat
melaksanakan suatu perbuatan atau tindakan pemerintahan. Pasal 9
Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah menyatakan bahwa
urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan
10
34
pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan
absolut sebagaimana dimaksud adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Menurut Donner, ada dua fungsi berkaitan
dengan kewenangan, yakni fungsi pembuatan kebijakan (policy making)11 yaitu
kekuasaan yang menentukan tugas (taakstelling) dari alat-alat pemerintah atau
kekuasaan yang menentukan politik negara dan fungsi pelaksanaan kebijakan
(policy exsecuting) yaitu kekuasaan yang bertugas untuk merealisasikan politik
negara yang telah ditentukan (verwezenlijkking van de taak).
Kewenangan terdiri atas beberapa wewenang, adalah kekuasaan terhadap
segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu hidang
pemerintahan atau urusan tertentu yang bulat. Hal senada juga dikemukakan oleh
Indroharto tanpa membedakan secara teknis istilah kewenangan dan wewenang,
Dalam artian yuridis wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum. Kewenangan yang
dimiliki oleh organ pemerintahan negara dalam melakukan tugas-tugasnya untuk
melakukan pengaturan maupun mengeluarkan suatu keputusan selalu dilandasi
oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi, baik secara atribusi, delegasi
maupun mandat. Suatu kewenangan harus dilandasi dengan ketentuan hukum,
sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan yang sah. Dalam konteks ini
menurut Stroink, kewenangan organ institusi pemerinah adalah suatu kewenangan
11
yang dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur dan mempertahankannya; sebab
tanpa adanya kewenangan yang sah maka tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan
yuridis yang benar.12Dalam hal ini Pemerintah Kota Denpasar memiliki suatu
kewenangan untuk membentuk suatu Peraturan Daerah atau menetapkan suatu
kebijakan untuk dapat memberikan perlindungan terhadap tanah pertanian yang
terus mengalami pengurangan tiap tahunnya.
Pelaksanaan Kewenangan dengan baik dalam usaha memberikan
perlindungan lahan pertanian yang terus mengalami penurunan luasnya sangat
penting untuk segera dilakukan. Karena pesatnya pertumbuhan penduduk dan
pembangunan pemukiman tentu saja memberikan dampak yang signifikan
terhadap jumlah tanah pertanian yang tersisa.Dalam hal ini memaksimalkan
kewenangan Pemerintah Kota Denpasar mutlak diperlukan.
2.4. Teori Penataan Ruang
Penataan ruang khusus untuk perkotaan sebenarnya sudah dimulai sejak
zaman Belanda. Setelah kemerdekaan, ada pengaturan baru sejak tahun 1985
berupa Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan
Umum dalam perencanaan kota. Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama tersebut
Departemen Dalam Negeri bertangggung jawab di bidang administrasi
12
36
perencanaan kota, sedangkan Departemen Pekerjaan Umum bertanggung jawab di
bidang teknik (tata ruang) kota.
Berdasarkan pembagian wewenang itu, Menteri Pekerjaan Umum
mengeluarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 640/KPTS/1986
tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, dan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Kota.
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) adalah suatu rencana
pemanfaatan ruang kota, yang berisikan rencana pembangunan kota yang terkait
dengan ruang, sehingga tercapai tata ruang kota yang dituju dalam kurun waktu
tertentu dimasa yang akan datang. Rencana program pembangunan kota disusun
untuk 20 tahun ke depan dan dibagi dalam tahapan lima tahanan.
Dalam hal ini, harus dipadukan pendekatan sektoral dan pendekatan
regional (ruang), sesuai dengan keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
64/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, terdapat 4 (empat)
tingkatan rencana tata ruang kota, yaitu sebagai berikut :
a. Rencana umum tata ruang perkotaan, yaitu menggambarkan posisi kota yang
direncanakan terhadap kota lain secara nasional dan hubungannya dengan
b. Rencana umum tata ruang kota, yaitu menggambarkan pemanfaatan ruang
kota secara keseluruhan;
c. Rencana detail tata ruang kota, yaitu menggambarkan pemanfaatan ruang kota
secara lebih rinci; dan
d. Rencana teknik ruang kota, yaitu menggambarkan rencana geometri
pemanfaatan ruang kota sehingga sudah bisa menjadi pedoman dalam
penentuan sait (site) pembangunan/konstruksi kota.
Selanjutnya, sesuai dengan keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
64/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, Rencana Umum Tata
Ruang Kota (RUTRK) setidaknya harus berisikan hal-hal sebagai berikut :
a. Kebijaksanaan pengembangan penduduk kota;
b. Rencana pemanfaatan ruang kota;
c. Rencana struktur pelayanan kegiatan kota;
d. Rencana sistem transportasi;
e. Rencana sistem jaringan utilitas kota;
f. Rencana kepadatan bangunan;
g. Rencana ketinggian bangunan;
h. Rencana pemanfaatan air baku;
i. Rencana penanganan lingkungan kota;
j. Tahapan pelaksanaan bangunan; dan
38
Kebijaksanaan pengembangan penduduk kota berkaitan dengan jumlah
penduduk dan kepadatan penduduk pada setiap bagian wilayah kota. Jumlah
penduduk untuk keseluruhan kota harus diproyeksikan dengan memperhatikan
trend masa lalu dan adanya berbagai perubahan ataupun usaha/kegiatan yang dapat
membuat laju pertambahan penduduk dapat lebih cepat atau lebih lambat dari
masa lalu.
Rencana struktur pemanfaatan kota adalah perencanaan bentuk kota dan
penentuan berbagai kawasan di dalam kota serta hubungan hierarki antara berbagai
kawasan tersebut. Bentuk kota tidak terlepas dari sejarah perkembangan kota,
namun sedikit banyak dapat diarahkan melalui penyediaan fasilitas/prasarana dan
penetapan berbagai ketentuan yang berkaitan dengan tata guna lahan, sedangkan
Rencana struktur pelayanan kegiatan kota menggambarkan hierarki fungsi
kegiatan sejenis di perkotaan.
2.5. Pengertian Tanah Pertanian
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan disebutkan bahwa lahan adalah bagian
daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah
beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief,
aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh
manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan lahan pertanian adalah bidang lahan
Alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan pengunaan tanah dari
suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai
akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk
dan peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah
strukur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus.perkembangan
struktur industri yang cukup pesat berakibat terkonversinya tanah pertanian secara
besar-besaran.Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah
pertanian juga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang
jumlahnya jauh lebih besar.13
Alih fungsi lahan pertanian merupakan fenomena yang tidak dapat
dihindarkan dari pembangunan. Upaya yang mungkin dilakukan adalah dengan
memperlambat dan mengendalikan kegiatan alih fungsi tanah pertanian menjadi
tanah non pertanian.
Proses alih fungsi lahan pada umumnya didahului oleh adanya proses alih
penguasaan lahan. Dalam kenyataannya, di balik proses alih fungsi lahan
umumnya terdapat proses memburuknya struktur penguasaan sumberdaya lahan.
Permasalahan di seputar proses alih penguasaan lahan adalah (1) proses yang
asimetrik antara pihak yang melepas hak dengan yang menerima hak penguasaan
lahan, (2) kecenderungan semakin terkonsentrasinya struktur penguasaan lahan
13
40
pada kelompok masyarakat tertentu (distribusi penguasaan yang semakin
memburuk), dan (3) bertambahnya kelompok masyarakat tanpa lahan.
Struktur sosial-ekonomi yang asimetrik antara yang melepas (seringkali
secara terpaksa) hak dan dengan yang penerima hak penguasaan menyebabkan
manfaat peningkatan land rent dari proses alih fungsi dan pengembangan lahan
sebagian besar dinikmati oleh penguasa berikutnya atau pihak-pihak pengambil
rente dari proses alih penguasaan (calo tanah, dan aparat desa/pemerintah).
Sedangkan kalangan masyarakat lokal dan petani yang kehilangan akses
penguasaan atau yang menjual lahan menerima harga yang rendah. Proses alih
fungsi lahan pada dasarnya bagian dari proses yang menyertai terjadinya