k-EE,EeAeffiffiffi14
ffiffi89
H.m,
ilo.2,lhsemherfll4i
jr f
I
J
t
l
T
i
I$$il: 1412-3509
:,:',iii: ..
,
i.iFJ
E
I
I
l
I
F$f,
<arterh'rkm obh,r\ ffi
JurusanBalamdan$aslrfl ,tmbVol.
XI[,
No.2, Desember 20L4 ISSN:1412-3509Distributor
Buntoro
Ketua Penyunting
Tatik Maryatut fasnimatr
PenyuntingAhli
Taufiq A.
Dardiri
Sugeng Sugiyono
I Wayan Pastika
Khairon Nahdiyyin
Yulia Nasrul
Latifi
Uki Sukiman
Ridwan
== == == == == ==== == = === ==== == = = = = ====
Penerbit
Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Ilmu BudaYa
UIN Sunan Kalijaga YogYakarta
Adabiyydt rnerupakan jurnal ilmiah untuk memperkaya wacana bahasa
dan sastra, serta sebagai media komunikasi ilmiah bagi para peminat dan pemerhati seputar bahasa dan sastra, baik Arab Inggris mauPun
Indonesia. ]urnal ini terbit dua kali dalam setahun.
Jurnal Aitabiyy dt telahmendapat akreditasi dari DIKTI
KEMENDIKBUD RI berdasar SKNomor: 040/P/20L4
Alamat Redaksi
Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
|1. Marsda Adisucipto Yogyakarta 55281 T elp. (027$ 513949 e-mail: adabiyyat-09@yahoo.com
Website: http://jurnaladabiyyat.com
Pemimpin Redaksi
Sukamta
Penyunting Pelaksana
E
ri.g Herniti
Ubaidillah
Moh. Wakhid Hidayat
Danial Hidayatullah
]iah Fauziah
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi kata-kata
Arab
yang
dipakai dalam
JumalAdabiyyat
ini
berpedoman
pada Surat
Keputusan
BersamaMenteri
Agama
dan
Menteri
Pendidikan
dan
KebudayaanRepubtik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/V /L987'
A.
KONSONAN
Huruf
Arab
Nama
Huruf
latin
Keterangan
alif
ba' b be
TJ ta' t te
tsa' s es (dengan titik di atas)
e
iim 1 ,ec
ha' b ha (dengan titik di bawah)c
kha' kh ka-haJ dal d de
J dzal z zet (dengan titik di atas)
)
ra' r erzal z zet
!r'
sln s ESd4 sym sy es-ye
e
shad s es (dengan titik di bawah)rt
dhad 4 de (dengan titik di bawah)la
za zet (dengan titik di bawah)Z 'ain koma terbalik di atas
Z ghain
I
ge,al fa
f
efo
qaf q ki.:J kaf k ka
J
lam I elt
Irum m emo
nun n enI
wawu w wej ha h ha
9 hamzah apostrof
Q ya v ye
B.
VOKAL
1.
Vokal TunggalTanda
Vokal
Nama
Huruf latin
Keteranganfathah a A
kasrah I I
dammah u U
2.
Vokal
Paniang (MaddahlContoh:
Jti -+
qalar$
rama-Contoh:
FlJl
---+,J.,4'iJl +
J*s
---+
t-d3'a1 +
qila
yaqulu
C. KONSONAN GAND
A
(Syaililah atauTasydid)Transliterasi syaddah atau tasydid dilambangkan dengan
huruf
yang sama baik ketika berada di awal atau di akhir kata.
Contoh:
.l! +
nauala
lJl -+
al-bimt
D.
KATA SANDANG
(6J1"Kata
sandang"Jl"
ditransliterasikan
dertgarr"al"
diikuti
dengan tanda penghubun1 "
-
", baik ketika bertemu denganhuruf qamariy alt maupun sy amsiy ah.
al-qalamu
al-syamsu
Tanda Nama
Huruf
Latin
Keterangan
1_
fatfuah danalif a a dengan garis di atas
(5
fatfuah danya- a a dengan garis di iitas€,
kasrah danya' I i dengan garis di atast
DAFTAR
ISI
Kata Fatis Penanda Ketidaksantunan Pragmatik
dalam Ranah Keluarga
R Kuniana R, Yuliana SetYaningsih,
dan Rishe Purnama
Dewi...
1'49- 175Penggunaan Metafora dalam Layla Mainun
Suharsono.
...""176-205Realisasi Pementingan Informasi pada Kalimat
dalam Bahasa Inggris
Ikmi Nur
Oktavianti'
""""""""""206-228
Pranata MangsaJawa
(Cermin Pengetahuan Kolektif Masyarakat Petani di ]awa)
Ali
Badrudin...
...229-252Pengaruh Budaya terhadap Istilah Sains dan Teknologi
dalam Bahasa Arab
Rika Astari, Soepomo Poedjosoedarmo, Syamsul Hadi,
dan
Suhandano...
...:..."""""""253-276
Nilai-Nilai
Kehidupan dalam Puisi al-MutanabbiNurain...
...--.-277 -299Pantun dan Pepatah-Petitih Minangkabau
Berleksikon Flora dan Fauna
Rona Almos, Pramono, dan Reniwati..."""""""""'300
-
317KATA
FATIS PENANDAKETIDAKSANTUNAN PRAGMATIK
DALAM RANAH
KELUARGAOleh:
R. Kunjana Rahardi, Yuliana Setyaningsih, dan Rishe Purnama Dewi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
)1. Afandi, Mrican, CT, Depok, Slemary D.I. Yogyakarta 55281
e-mait kuniana.rahardi@gmail.com; kunjana@usd.ac.id
Abstract
One
of
the pragmatic markers, which shows language impoliteness, is classified in phatic category. This research aimsto
analyze the phatic discourse particles serving aspragmatic markers of impoliteness. Therefore, the data in ihiJresearch are the utterances containing phatic discourse markers showing linguistic impoliteness taken from the
family
of
farmers, traders, fishermen, teachers, andnoblemen. The data were gathered
by
employing thelistening
and
speaking methods.The data
gatheringtechniques are the recording and transcribing. The data are
classifiid
and
analyzed using contextual method. Thisresearch indicates that there are l-1 categories
of
phatic discourse markers showing pragmatic impoliteness. They are phatic markers of "kokl', "aW', "hayo", "mbok","t!u",
uta('r "hllu"r "llJr,'r "'u)oo" r "hei", and'halah'. Every phatic
category conveys a specific intention which is different from other phatic discourse markers.
Keywords:
phatic
category;
language impoliteness; pragmatic imPoliteness.Abstrak
Salah
satu
penandapragmatik
untuk
menunjukkan ketidaksantunan adalah dengan kata-kata fatis. Riset inidimaksudkan
untuk
menganalisis partikel-partikel fatis sebagai penanda ketidaksantunan dalam berbahasa. Oleh karena itu, data penelitian ini adalah tuturan-tuturan yangmengandung kata-kata
fatis
ketidaksantunan berbahasayang bersumber
dari
ranah keluarga yangterdiri
darikeluarga petani,
pedagang, nelayan,pendidik,
danR. Kunjana R., Yuliana
I
dan Rishe PDmenerapkan metode simak
dan
cakap. Adapun teknikpengumpulan datanya menggunakan teknik rekam dan teknik catat. Data yang telah terkumpul diklasifikasi suPaya menjadi bahan jadi penelitian untuk selanjutnya dianalisis dengan metode kontekstual. Dari penelitian ditemukan 11
macam kategori
fatis
yang dapat
digunakan sebagaipenanda ketidaksantunan pragmatik
dalam
berbahasa.Kesebelas bentuk fatis yang merupakan penanda
ketidak-santunan pragmatik tersebut adalah bentuk fatis "kok",
"ah", "hayo",
"f\bok", "lha",
utak',"huu", "iih",
"woo",uhe7o,
dan
"halah". Setiap bentukfatis
menyampaikanmaksud tertentu yang membedakannya dengan bentuk-bentuk fatis lainnya.
Kata kunci:
kategorifatis,
ketidaksantunan berbahasa, ketidaksantunan pragmatik.A.
PENDAHULUAN
Fenomena ketidaksantunan berbahasa
penting
sekali untuk
diteliti
karena
tiga
alasan mendasar
berikut
ini.
Pertama,ketidaksantunan berbahasa
merupakan fenomena
pragmatikyang belum banyak
diteliti
para ahli bahasa di bidang pragmatik.Kedua,
hal-ihwal
ketidaksantunan
dalam
berbahasa perludipahami dengan baik supaya orang dapat menghindari
bentuk-bentuk
ketidaksantunan berbahasayang
dapat
mengganggupraktik
komunikasi.
Ketiga,
referensi
pragmatik
tentangketidaksantunan berbahasa
masih
relatif
langka,
dan
denganpelaksanaan penelitian ketidaksantunan berbahasa
ini
referensi-referensi pragmatik tersebut dikaji ulang dan dikembangkan.Selain itu, ranah keluarga sebagai subjek kajian pragmatik
menarik
untuk diteliti
karena keluarga
merupakan
basispenanaman nilai-nilai karakter, termasuk yang berkaitan dengan
nilai
kesantunan
dan
ketidaksantunan
berbahasa.Ketidak-santunan dalam berbahasa dapat dikenali dari penanda-penanda
ketidaksantunannya (impoliteness markers), baik penanda
ketidak-santunan
yang bersifat pragmatik maupun
penandaketidak-santunan yang bersifat
linguistik.
Salah satu penandaketidak-santunan
itu
adalah kata-kata dalam kategori fatis.150 Adabiyyat, Vol, XIII, No.2, Desember 2014 SK AkredttEst DIKTI Nor0{0/P/201{ 151 Kata Fatis Penanda KeHdakeantunan Pragmatlk dalam Ranah Keluarga
Dalam
pandangan sejumlahpakar, kategori fatis tidak
termasuk dalam kategori atau jenis kata. Karena
tidak
termasukdalam salah satu kategori kata,
pada tulisan
ini
kategori fadedianggap sebagai salah satu penanda ketidaksantunan Pragmatik.
Memaknai kategori
fatis juga
tidak
dapat
dilepaskan
darikonteksnya,
baik
konteks
yang
sifatnya situasional
maupunkonteks
dalam
kategori
lainnya.
Dengan demikian,
cukupberalasan
kalau
kategorifatis
sesunggutmya berpautan denganpragmatik. Penelitian
tentang
kata
fatis
ketidaksantunan berbahasadalam
ranah keluargaini
termasukjenis
penelitiandeskripsi kualitatif. Alasan pertama adalah bahwa
penelitian ketidaksantunan berbahasaini
bertujuan mendeskripsikankata-kata fatis
ketidaksantunanyang ditemukan pada data
ranahkeluarga. Alasan kedua adalah bahwa penelitian
ini
tidak
rnemerantikan angka-angka
seperti
yang lazirn
digunakanpendekatan kuantitatif .
Adapun sumber data penelitian
ini
adalah tuturan-tuturanyang
diperoleh
dalam ranah
keluarga.
Tuturan-tuturantermaksud
diperoleh dari
keluarga-keluargapetani,
pedagangnelayan,
pendidik, dan
bangsawan.Data
penelitianini
adalahtuturan-tuturan
yang
mengandung kata-kata
fatis
ketidak-santunan
berbahasayang
bersumber
dari
keluarga
petani, pedagang, nelayan,pendidik, dan
bangsawan.Data
penelitiandikumpulkan
dengan menerapkan metodesimak
dan
metode cakap.Teknik
pengumpulan datanya adalahteknik
rekam danteknik
catat.
Data yang telah
terkumpul
selarfutryadiklasifikasikan supaya menjadi bahan
jadi
penelitian, dan siapdikenakan metode dan
teknik
analisis data.Untuk
menganilisiedata digunakan metode analisis kontekstual seperti yang lazim
digunakan dalam penelitian pragmatik.
B.
KETIDAKSANTUNAN DALAM
BERBAHASATeori ketidaksantunan berbahasa yang digunakan dalam artikel
R. Kunfana R., Yullana S, dan Rtshe PD
telah
dirintis para pakar terdahulu,
seperti Locherdan
Watts,Terkourafi,
Culpeper, dan
Bousfield. Locherdan Watts
(2008)berpandangan bahwa perilaku tidak santun adalah perilaku yang
secara
normatif
dianggap
negatif
(negatiaely marked behauior).Dikatakan demikian karena hal tersebut melanggar norma sosial
yang berlaku dalam masyarakat.
Sementara
itu, Terkour#i
(2008: 3-4) memandangketidak-santunan berbahasa sebagai
berikut,
'impoliteness occurs when theexpression used
is
not
conoentionalized relatioeto
the
contextof
occurrence;
it
threatens the addressee's facebut
no face-threateningintention is attibuted to the speaker by the hearer.'Perilaku berbahasa
tidak santun dalam pandangan Terkourafi terjadi
jika
mitratutur
(addressee) merasakan
adanya
Eulcamau:tterhadap
kehilanganmuka
(face threaten), danpenutur
(speaker)tidak
mendapatkan maksud ancaman mukaitu
darimitra
tuturnya. Berbeda denganpandangan
itu,
di
dalam pandanganMiriam
A
Locher (2008: 3),ketidaksantunan
dalam
berbahasadipahami
sebagai berikut,'impoliteness behaaiour that is face-aggraaating in a particular context.'
Dalam
pandangan
Locher,
ketidaksantunan
berbahasamerupakan perilaku berbahasa yang
memperburuk'muka'
mitratutur pada konteks kebahasaan tertentu.
Maka dari itu,
ketidaksantunan berbahasaitu
menunjukpada
perilaku'melecehkan' muka
(face-aggraaafe). pemahamanlain yang
berkaitan dengan
definisi
Locher
tentangketidaksantunan berbahasa
adalah bahwa tindakan
tersebutsesungguhnya
bukanlah sekadar
perilaku yang
'melecehkanmukat, melainkan perilaku yang'memain-mainkan muka'. Oleh
karena
itu,
dapat disimpulkan bahwa ketidaksantunan berbahasadalam pandangan
Miriam
A.
Locher adalahtindak
berbahasayang bersifat
melecehkandan
memain-mainkanmuka
padakonteks tertentu sebagaimana dilambangkan dengan makna kata
'aggraoate'
itu.
Pemahaman Culpeper (2008: 3) tentang ketidaksantunan
berbahasa
dapat
disebutkan sebagaiberiku!
'lmpoliteness, asI
would define
it,
inoohtes ammunicate behaaior intending to cause theAdabiyydt, Vol. X[I, No.2, Dee€mber 2014
1t3
Kata Fatis Penanda Ketidaksantunan Pragmaflk dalam Ranah Keluarga
"face loss" of a target or perceiaed by the target to be so.'Culpeper
memberikan penekanan
pada
fakta
'face loss'atau
'kehilanganmuka'. Sebuah
tuturan
dianggaptidak
santunjika
tuturan itu
menjadikan
muka
seseorilng
hilang.
Jadi,
ketidaksantunanberbahasa merupakan
perilaku komunikatif
y*g
diperantikansecara intensional
unfuk
membuat orang benar-benar kehilanganmuka
(face
loss),atau
setidaknya
orang
tersebut
'merasa'kehilangan muka.
Bousfield (2008: 3) mengemukakan bahwa
ketidaksantun-an
berbahasadipahami
sebagai
berikut
'...the
issuing
,f
intentionally gratuitous and conflictioe face-threatening acts (ETAI)
that are purposefully perfomed." Bousfield memberikan penekanan
pada
dimensi
'kesembronoan' dan dimensikonfliktif
(conflictiae)dalam praktik berbahasa yang tidak santun. jadi, apabila perilaku
berbahasa seseorang
itu
mengancam muka dan dilakukan secarasembrono (gratuitous) yang mengakibatkan
konflik
atau bahkanpertengkaran,
dan
tindakan
tersebut dilakukan
dengan kesengajaan (purposeful),tindakan
berbahasaitu
merupakanrealitas ketidaksantunan dalam praktik berbahasa.
Ketidaksantunan berbahasa
dapat
dicermati
melaluipenanda ketidaksantunan
berbahasayang
terdapat
dalamkonteks. Dengan mengenali penanda-penanda ketidaksantunan
berbahasa, seseorang dapat mempertimbangkan bentuk-bentuk
lain
agar komunikasi dapat berjalan dengan
baik
sehinggakomunikasi
terjalin
dengan santun. Berkaitan dengan kategorifatis, Kridalaksana (1986: 111) menjelaskan bahwa
hal
tersebutmerupakan
kategori
kebahasaanyang
bertugas
memulai, mengembangkan, mempertahankan,atau
mengukuhkan pem-bicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Ditambahkan jugaoleh pakar
ini
bahwa sebagian besar kategori fatis merupakanciri
bahasa dalam ragam lisan. Bahasa ragam lisan pada umufiu:Iya
merupakan
ragam
bahasa non-standar.
Maka
dari
itu,kebanyakan kategori
fatis
terdapat dalam tuturanyang
banyak mengandung unsur-unsur
daerahregional.
SK Akrcdttml DIKTI Nor 0{0/P/201{
non-standar
R. Kunjana R., Yuliana S, dan Rishe PD
Kategori fatis menurut Kridalaksana (1986: 113-115) dapat
meliputi
kata-kataberikut:
(1) ah menekankan rasa penolakanatau acuh
tak
acuh,
(2)
ayo
menekankanajakan,
(3)
dehmenekankan
pemaksaan
dengan
membujuk,
pem-berianpersetujuar;
pemberiangaransi,
sekadar penekanan,(4)
dongdigunakan untuk menghaluskan perintah, menekankan kesalahan
kawan bicara,
(5)
dirg
menekankan pengakuan
kesalahanpembicara, (6) halo digunakan
untuk
memulai dan mengukuhkanpembicaraan
di
telepon, serta menyalami kawan
bicara yangdianggap akrab,
(\
ko" apabila terletak pada akhir kalimat atauawal
kalimat, merupakan
kependekandari kata
bukan ataubukanlah, dan tugasnya
ialah
menekankan pembuktian. Apabilakan
terletak
di
tengahkalimat, kan juga bersifat
menekankan pembuktian atau bantahan, (S) kekmempunyai tugas menekankan pemerincian, menekankan perintah, dan menggantikan kata saja,(9) kok menekankan alasan
dan
pengingkaran. Kok dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa ata:u kenapabila
diletakkan
di
awal
kalimat, (10) -lah
menekankan kalimatimperatif
dan penguat
sebutandalam
kalimat,
(11)lho blla
terletak
di
awal
kalimat
bersifat seperti interjeksi
yangmenyatakan kekagetan.
Bila
terletak
di
tengah atau
di
akhirkalimat, maka
lho
bertugas menekankan kepastiary(12)
marimenekankan ajakan, (13) nah selalu terletak pada
awal
kalimatdan
bertugasuntuk minta
supayakawan
bicara mengalihkanperhatian
ke hal lain,
(14)
pun
selalu terletak
pada
ujungkonstituen pertama
kalimat dan
bertugas menonjolkan bagiantersebut,
(15)
selamatdiucapkan kepada
kawan bicara
yangmendapatkan
atau
mengalami
sesuatuyang
baik,
(16)
sihmemiliki tugas menggantikan tugas -tah dan -kah, sebagai makna
'memang' atau 'sebet:rarrrya',
dan
menekankanalasar; (17)
tohbertugas menguatkan maksud; adakalanya
memiliki
arti
yangsama dengan tetapi,
(18)
ya
bertugas mengukuhkan
ataumembenarkan apa
yang
ditanyakan kawan bicarabila
dipakaipada awal ujaran dan meminta persetujuan atau pendapat kawan
bicara
bila
dipakai padaakhir
ujaran, (19) yah digunakan pada15{ Adabiyydt, Vol, X[I, No.2, Desember 2014 SK,{krudttert DII(CTI No: 040/P/201r1
Kata Fatis Penanda Ketidaksantunan Pragmatlk dalam Ranah Keluarga
awal atau di tengah-tengah ujaran, tetapi tidak pernah pada akhir
ujaran.
Untuk
mengungkapkan keragu-raguanatau
ketidak-pastian terhadap apa yang diungkapkan oleh kawan bicara atau
yang tersebut dalam kalimat sebelumnya
bila
dipakai pada awalujaran; atau keragu-raguan atau ketidakpastian atas isi konstituen
ujaran yang mendahuluinya bila di tengah ujaran.
Memaknai
kategori
fatis tidak
dapat
dilepaskan
darikonteks tuturannya. Satu kategori temyata dapat dimaknai secara
berbeda dalam konteks yang
tidak
sama. Pragmatiktidak
dapatdilepaskan
dari
konteks tuturan.
Berkenaandengan
konteksdalam pragmatik,
Verschueren (1998:76)
via
Rahardi
(2012\,menjelaskan
adanya empat
dimensi konteks
yang
mendasardalam memahami makna tuturan.
7.
The Utterer dan the lnterpreterPembicara dan lawan bicara,
penufur dan mitra
tufur,
atau theutterer and the interpreter adalah dimensi paling signifikan dalam
pragmatik.
Dapat dipahami bahwa
'pembicara'atau
'penutur'(utterer)
itu
memiliki banyak suara (many aoices), sedangkan mitratutur
atau interpreter,lazimnya dikatakan memiliki banyak peran.Dalam
praktik bertutur
sesungguhnya,maksud tuturan
yang disampaikarr utterer tidak selalu berdimensi satu, kadang-kadangjustru
berdimensi banyak,rumit, dan
kompleks. Penutur atauyang lazirn
disebut the
utterer, memang
memiliki
banyakkemungkinan kata. Bahkan ada kalanya
pula,
seorang penuturatau utterer dapat berperan sebagai interpreter. Jadi,
dia
sebagaipenutur, tetapi
juga
sekaligusdia
sebagai penginterpretasi atasapa yang sedang diucapkannya
itu. Hal lain
yangjuga
mutlakharus diperhatikan
dan diperhitungkan dalam kaitan
dengan utterer dan interpreter atau'pembicara'dan'mitra
wicara', adalahjenis kelamin,
adat-kebiasaan,dan
semacalnnya. Saat penufurberbicara
di
depan
publik
yang
jumlahnya
tidak
sedikit,dipastikan
berbedabentuk
kebahasaaruryajika
dibandingkandengan seorang mitra
tutur
saja. Sebaliknya, jika interpreter hanyaberjumlah satu, sedangkan utterer jumlahnya jauh lebih banyak,
R. Kunfana R,, yullana $ dan Rtehe pD
berbeda daripada jika utterer
itu
hanya satu orang saja jumlahnya.Berdasarkan pemaparan
dimensi konteks
yang
pertama,ditegaskan bahwa kehadiran
penutur yang
banyak, cenderungakan memengaruhi proses interpretasi
makna
oleh interpreter.Demikian
pula jika
jumlah
utterer
itu
banyak,
interpretasikebahasaan yang akan
dilaktkan
interpreter pasti sedikit banyak terpengaruhi.2.
Aspek-Aspek Ment al Language lJsersKonsep language ilse,'s sesungguhnya dapat menunjuk pada dua
pihak,
yakni
uttereratau 'penutur' dan
interpreteratau
,mitratutur'. Namun, kadangkala kehadiran
di
luar pihak ke-1 dan ke-2masih ada kehadiran pihak lain yang perlu sekali dicermati peran
dan
pengaruhnya terhadapbentuk
kebahasaanyang
muncul.orang akan
denganmudah
membayangkan'mitra
futur,
atau'lawan
tutur'.
Pada kenyataannya interpretasiitu tidak
semudahyang
dibayangkan. sebagai
contotr,
interpreter
saja
masihdibedakan menjadi dua yakni participant dan non-participant.
masihffi'#fflilf
'";-':::^{;t::::,-,rj:TL:ll#;,::::T:
side participant atau yang sering disebut sebagai saksi. Kehadiransemua
ifu
dalam sebuah perfutursapaan akan berpengaruh besarpada dimensi 'mental'
penufur
atau the utterer. Dimensi-dimensimental penutur dan mitra bftur utterer dan interpreter benar-benar
sangat penting dalam kerangka perbincangan konteks pragmatik.
Seperti aspek kepribadian penutur dan mitra
tutur
itu. Seseorangyang kepribadiannya
tidak cukup
matang, sehingga cenderung'menentang'
dan
'melawan'terhadap segala sesuafu yang baru.Demikian
pula
seseorang yang sudah matang dan dewasa, akan berbicara sopan dan halus kepada setiap orang yang ditemuinya.Aspek
lain
yang
harus diperhatikan
dalam kaitan
denganI
komponenpenutur
danmitra
futur
adalah aspek warna emosiI
(emotions).seseorang
yang
memiliki waffra emosi
danI
temperamen tinggL cenderung akan berbicara dengan nada dannuansa
makna yang
tinggi
pula. Sebaliknya
seseorang yang155 Adabiyyat, Vol. XIII, No. 2, Desember 2014
SK Akreditasi DIKTI No: 0{0/P/2014 157 Kata Fatis Penanda Ketidaksantunan Pragmatik dalam Ranah Keluarga
warna emosinya tidak terlampau dominan, cenderung lebih sabar
ketika berbicara. Selain dimensi-dimensi yang tetah disebutkan
di
atas, terdapat pula dimensi desires atauu:ishes, dimensi mothtations
atau intentions serta dimensi kepercayaan atau beliefs yang juga
harus diperhatikan dalam
perbincangankonteks
pragmatik.Dimensi-dimensi
mental
language
users
semuanyaberpengaruh terhadap dimensi
kognisi dan
emosipenutur
danmitra tutur. Dengan demikian, dimensi mental penutur dan mitra
tutur harus dilibatkan dalam analisis pragmatik karena semuanya
berpengaruh
terhadap
warna
dan
nuansa
interaksi
dalam komunikasi.3.
Aspek-Aspek Sosial Language UsercPenutur
dan mitra
tutur
yang
merupakan bagiandari
sebuahmasyarakat
tentu tidak
lepas
dari
dimensi-dimensi
ytrtg
berkaitan dengan keberadaannya sebagai warga masyarakat dan
kultur
atau
budaya tertentu. Kajian pragmatik
tidak
dapat memalingkandiri
dari fakta-fakta sosio-kultural tersebut, karenapenutur dan mitra
tutur juga para pelibat
tutur
lainnya
tidaksedikit
jenis
danjumlahnya
masing-masingmemiliki
dimensi-dimensi
yang
berkaitan dengan solidarity and
poTaer dalammasyarakat dan budaya. Bentuk kebahasaan yang
dimiliki
orang-orang
yang
berada dalam institusi-institusi berwibawa
danbermartabat
tings
tentu memilikiwujud-wujud
kebahasaan yangberbeda dengan
institusi
lain.
Bukan hanya wadahnya
yangmenjadi pembeda, melainkan
juga
orang-orang yang beradadi
dalamnya yang
memiliki
dimensi authori$ ataupower yang tinggiakan membedakan dengan wadah-wadah yang menjadi tempat
orang-orang di dalam institusi tersebut.
Dimensi pou)er and solidarity juga terlihat dalam keluarga-keluarga yang masih dalam
lingkup
Keraton Yogyakarta. Bahasayang
digunakanoleh
keluargadi
sana ternyatamasih
sangatkental
memperlihatkandimensi
dEendencedan authority
iru.Berbeda
lug
dengan
para
tukang
becak
yang
cenderungR. Kunjana R., Yuliana $ dan Rishe pD
dan ilependence. Kemudian para petani yang setiap panen menjual
padi
kepada
pedagang-pedagangbesar
puji
cenderungmenggunakan bahasa
yang
sangatbergantunj
arias dEendencekepada pedagang
padi
tersebut. Harus diperhatikan pura bahwabukan hanya dimensi-dimensi sosial
yang
menjadi pembentukkonteks
komunikatif dalam pragmatik,
*utui'iun
Juga aspet
kultur
merupakan satu har yang sangat penting sebagaipenentumakna dalam pragmatik,
khususnyayang
berkaiLn
denganaspek notms andaarues of curture dari masyaratat bersangkutan.
4.
Aspek-Aspek Fisik Language l-IsercDimensi
fisik
meriputi
berbagai fenomena
dieksis
(deixisphenomenon),
baik yang berciri
personaQtersonar ileixis), deiksis
perilaku
(attitudinar deixis), deiksiswaktu
(temporal deixis), dandeiksis
tempat
(spatiat
deixis)-Deiksis
persona,
razimnyamenunjuk pada
penggunaankata ganti orang, misalnya
sajadalam
bahasaIndonesia kurang
ada
kejelarr,
kuprr,
harusmenggunakan kata "kita', dan,,kami,,. Terdapat pula keyanggalan pemakaian antara "saya,,
dan
,,kami,, yunghingga
kini
masih mengandung kesamaran dan ketidakjerasan. Adapu
n
attitudinardeixis berkaitan
erat
dengan bagaimana
kita
harus
mem-perlakukan panggilan-panggilan persona seperti yang disampai_kan
di
depanitu
dengan tepat sesuai denganr"f"i"r-,r]
sosiar dan sosietalnya. Deiksis-deiksisdalam
jenis yang
disampaikandi
depan
itu
semuanya merupakan aspek fisik languageurrrr,
yungsecara sederhana dimaknai sebagai
'penufur' dan ,mitra
tutur,,sebagai
utterer dan
interpreter. selanjub:ryaberkaitan
dengan
persoalan
deiksis pula, tetapi yang sifatnya temporal,
harus
diperhatikan misalnya
saja,kapan harus digunakan
ucapan'selamat
pagi'atau 'pad'saja
daram bahasa Indlnesia. perhatianjuga harus diberikan tidak saja pada dimensi
waktu
atautemporar
reference, khususnya dalam kaitan dengan deiksis-deiksis
waktu,
tetapi juga pada dimensi tempat atau dimensi lokasi,
atau yang
oleh
verschueren (1998:9g) disebut
sebagai spatiar reference.Referensi
spasial
di
daram ringuistik ditunjukkan,
misarnyadengan pemakaian preposisi
yang
menunjukkan tempat, jugaAdabiyydt, Vol. Xffi, No.2, Deaember 2014 SK Akredttarl DIKTI Nor Orl0/P/2014
Kata Fatis Penanda Ketidaksantunan pragmatik dalam Ranah Keluarga
kata kerja
tertertu,
kata keterangiul, kata ganti, dan juganama-nanla
tempat. Pendekkata,
konsep spatial referenu, semuanyamenunjuk pada konsepsi gerakan atau conception of motion, yakni
gerakan
dari
titik
tempattertentu ke dalam
titik
tempat yanglainnya. Hymes menggunakan
istilah 'komponen
futur,
untuk
menjelaskan konteks.
seperti
yang
dikutip
sumarsono
(200g:325-334), Hymes menyebutkan terdapat enam belas komponen
tutur,
yaitu
(1) bentuk pesan (message fonn), (2) isi pesan (messagecontent), (3) latar (setting), (4) suasana (scene), (5) penutur (speaker,
sender), (6)
pengirim
(addressor),(n
pendengar (hearer, receioer, audience),(8)
penerima
(addressee),(9)
maksud-hasil
(purpose-outcome), (10) maksud-tujuan Qrurpose-goal), (11)kunci
(W),
$2)
saluran (channel), (13) bentuk
tutur
(forms of speech), (14) normainteraksi
(normof
interaction), (1s) norrna interpretasi (norm ofinterpretation), dan (16) kategori wacana (genre).
C. KATEGORI FATIS
DALAM RANAH
KELUARGABerdasarkan analisis data, hasil penelitian tentang kategori fatis
sebagai penanda ketidaksantunan pragmatik dapat
diklasifikasi-kan
ke
dalam 11 kategori.
Kesebelaskategori
fatis
penandaketidaksantunan berbahasa tersebut dapat dipaparkan satu per
satu sebagai berikut.
1,. Kategori Fatis
'kok"
Kategori
fatis
"kok"
lazimnya digunakan
unfuk
menekankanalasan dan pengingkaran. Selain
itu,
'kok.
dapatjuga
bertugassebagai pengganti kata tanya mengapa ataukenapa bila diletakkan
di
awal kalimat. Berikut
ini
contoh penggunaan kategori fatis"kok"
dalam tuturan yang sesnngguhnya.Tufuran 1:
MT
: "Telat pulangtu
mbok ngebel rumatL ben wongtuwa ra bingung!"
P
:
"Opo-opo kok koyo cah cilik to, mengko lak yo baliR. Kunjana R., Yuliana e dan Rishe PD
Konteke tuturan:
Tuturan
terjadi ketika
mitra
tutur
berusaha menegurpenutur yang
terlambat pulang. Sudah ada kesepakatanjiku
terlam-batharus
memberi kabar terlebih
dahulumelalui
telepon.
Namun, penutur
justru
kesal
danberusaha
menentang kesepakatan
tersebut
dengan memberikan jawaban sekenanya kepada mitra tutur.Kategori fatis
"kok"
pada fufuran 1di
atas terdapat padabentuk "Opo-opo
kok
koyo cah
cilik
to,
mengkolak yo
balidewe!!" (Apa-apa kok seperti anak kecil, nanti juga pulang sendiri!!).
Bentuk fatis
itu
bermakna menegaskan bahwa segala sesuatunya seperti anak anak kecil. Kategori kebahasaan semacamini
dalam kajian pragmatik termasuk dalam kategori fatis yang berciritidak
santun karena konteks tuturan 1 adalah penutur berbicara kepada orang yang lebih
tua
dengan cara yang kasar dan ketus. Tentusaja yang bentuk kebahasaan
yang
dikemukakanoleh
penuturdemikian
itu
melanggar norma kesantunan yang terdapat dalam relasi komunikasi antara orang yanglebih
muda kepada orangyang
lebih tua.
Selanjutnyaperlu
ditambahkanpula
bahwa makna penekanan pada kategori fatis"kok"
dapat diungkapkanpula melalui tekanan yang keras dan intonasi yang
tinggi
sebagaisebuah ungkapan kekesalan atau kejengkelan. Contoh
lain
darikategori
fatis
"kok"
yang
dapat dianggap
sebagai penandaketidaksantunan berbahasa dapat dicermati pada tuturan berikut.
Tufuran 2:
MT
L
:
"Pak, ada yang mencari" (berjalan menghampiripenutur dan diikuti oleh MT2 yang berjalan pelan di
belakang
MfD.
P
:
"Wis meh maghrib
kok
onotamu!!"
(Sudah maghribkok ada tamu!!)Konteks tufuran:
Penufur sedang berada
di
teras rumah saat matahari mulaitenggelam. Tiba-tiba
MT 1
datang memberitahu penuturbahwa MT 2 ingin bertemu dengan penutur. Suasana yang
terjadi
dalamtuturan
adalah serius. Penutur mengeluhAS-r^t r.rr tfrl YIII htr O hr--*L-. tn1A ^t' ^ t ^- ttl- ^r
^rirrFt Ll-. ,tln ,E rAnl.t
Kata Fatis Penanda Ketidaksantunan Pragmatik dalam Ranah Keluarga
dengan kedatangan
ItAf Z yang
dianggaP meng-Sangguaktivitas penutur, karena
hari
sudah petang'
Penuturmelontarkan kata-kata yang menyinggung MT2'
Kategori fatis
"kok"
pada tuturan 2 di atas dapat dimaknaisebagai sebuah keluhan.
Adapun makna
literalnya
adalah,mengapa,. Dalam konteks di atas, penutur berbicara pada
dirinya
sendiri
untuk
mengungkapkan keluhannya,yaitu
bahwa
harisudah
hampir waktu
maghrib tetapi mengapa masih ada tamuyang
datang. Jadi jelas sekalibahwa
'kov'
di
sini
bermaksud ,mempertanyakan,,dan
dalam konteks ketidaksantunan dalam berbahasa, menyampaikankeluhan
bernada memPertanyakandemikian
ini dapat
dianggap
sebagai
manifestasi ketidaksantunan.2.
Kategori Fatis"ah"
Kategori
falis
'ah"
pada umumnya dapat dimaknai
sebagaiperanti
untuk
memberikan
maksud
penekanan
atas
rasapenolakan atau dapat
juga
maksud acuh
tak
acuh.
Contohpemakaian
"ah"
padatufuran berikut dapat menjelaskan maksudtersebut.
Tuturan 3:
MT
: "Le, mbok belajar! Sudah waktunya belajarini'"
P
z (Ah, di sekolah sudaltbelaiar kok!)Konteks tuturan:
Mitra
tutur
berusaha memperingatkanpenutur untuk
belajar, karena sudah disepakati adanya jam belajar pada
keluarga tersebut. Namun,
penutur
justru
menjawabsekenanya
dan
terkesan acuhtak
acuh, bahkan kembalisibuk dengan laPtoPnYa.
Kategori
fatis
tti}irt
yang
bermakna penolakan
padacuplikan
tuturan
di
atasmuncul
pada bentuk peringatan mitratutur
agar penutur belajar memanfaatkan waktunya. Dalam halini,
penutur tidak
mengindahkan atau acuhtak
acuh terhadapR, Kunjana R., Yuliana
I
dan Rishe PDditunjukkan
melalui
konteksnya.
Dalam tuturan
di
atas,percakapan
terjadi
di
dalamruang
keluarga pada malam hariketika
suasErna
sedang
santai.
Mitra tutur
berusahamemperingatkan penutur
untuk
belajar karena sudah disepakatiadanya jam belajar pada keluarga tersebut
di
malam hari. Namun, penuturjustru
menjawab sekenanya dan terkesan acuh tak acutudengan cara kembali bergaya
sibuk
dengan laptopnya. Penutur berjeniskelamin laki-laki
kelasVII
SMR
berusia 13tahun
danmitra
futur
adalah seorang perempuan berusia 50 tahun. Penuturadalah
cucu
dari
sang
mitra tutur.
Tujuan penutur
adalahmenolak
anjuran
mitra tutur.
Dalam
hal ini
penuturmengungkapkan hal yang
tidak
santun kepada mitratutur
yangberusia jauh lebih tua.
3.
Kategori Fatis"hayo"
Makna kategori
fatis "hayo"
padaumuilrnya
adalahmenakut-nakuti atau
mengancarn sangmitra
fufur
atastindakan
yangte1ah, sedang, atau bahkan akan dilakukannya. Pada umumnya/
tindakan
yang
dilakukan
oleh
mitra
tutur
itu
bertentangandengan tindakanyang dikehendaki oleh penutur. Oleh karena
itu,
penufur menggunakan
"hayo"
sebagai semacam peringatan atauancaman
untuk tidak
melakukantindakan
tersebut.Berikut ini
salah satu contoh peherapan kategori fatis
"hayo"
dalam tuturanyang sesungguhnya yang mengandung maksud ketidaksantunan.
Tuturan 4:
P
: "Hayoo, punya mulut kok ga bisa ngomong to? besok lagibilang!"
Konteks tuturan:
tuturan terjadi ketika penutur sedang berbincang-bincang
dengan MT 1 di teras rumah penutur, tiba-tiba MT 2 yang
juga berada
di
tempat tersebut buangair kecil
di
celana(Senin, 8
April
2013pukul
13.50 WIB). Penutur berusahamenegur MT2.
Kategori fatis "hayo" dalam konteks tuturan seperti di atas
mengandung
dimensi
ketidaksantunan
berbahasa.Ketidak-Itz
AdabWAL Vol, Xffi, No, 2, Deeember 2014 SK Akredlhat DIKTI Not 0{0/P/2014 169 Kata Fatls Penanda Ketldakoantunan Pragmattk dalam Ranah Keluargasantunan berbahasa
yang ditandai
dengan pemakaian kategorifatis
demikian
itu
dapat dicermati dalam
wujud
konteknyasebagai
berikut.
Penutur berbicara langsungdi
hadapan tamuyang sedang berkunjung penutur berbicara sembari menuniuk ke
arah
sangmitra
futur,
penutur juga
berbicarakeras
dengantatapan
mata yang
terbelalak.Tuturan terjadi ketika
penutursedang berbincang-bincang dengan MT1
di
teras rumah penutur,tiba-tiba MT2 yang juga berada
di
tempat tersebut buang air kecildi celana (Senin,8 April2013 pukul13.50 WIB). Penutur berusaha
menegur
MT2. Penutur
PeremPuan,berusia
40
tahun,
MT1adalah seorang tamu, dan
MT2laki-laki
berusia 2 tahun. Penutur adalahibu
dari MT2. Tujuan penutur
adalah mengungkapkankekesalannya akibat tindakan dari MT2.
4.
Kategori Fatis"mbok"
Kategori
fatis "mbok"
pada
umumnya mempunyai
maknamenyuruh
atau makna menguatkan atau menyangatkan suatutindakan yang diinginkan oleh penutur. Kategori kebahasaan
ini
digunakan untuk mengungkapkan rasa jengkef kesal, dan marah.
Selain
ifu,
penggunaan kategori
fatis "mbok"
mempunyaimaksud'ngelulu', seperti tampak pada contoh tuturan berikut'
Tuturan 5:
MT
:
(mitra tutur
mengambil makanan, tetapi kurang berhati-hati sehingga mneimbulkan kegaduhan)P
:
"Mbok
dibanting
sisan!
Mbok
dibaleni!"
(D ib antin g s ekali an, diul an g I a gi !)
MT
:
(mitra
tutur
kesal daniustru
dengan sengaiamembuat gaduh ruang makan)
Konteks tuturan:
penutur dan mitra
tutur
sedang makan siangdi
ruangmakan.
Mitra tutur
secara tidak sengaja mengambilpiring
dengan
tidak
hati-hati,
sehinggamenimbulkan
suaragaduh.
Penutur
menanggaPitingkah
laku
mitra tutur
R. Kunjana R., Yuliana S, dan Rishe PD
Pada contoh
tuturan
di
atas,penutur
berbicara dengancara yang kasar dan ketus dengan sengaja melontarkan kata-kata
keras
yang
bersifat'ngelulu' yang ditandai
dengan pemakaiankategori
fatis "mbok"
kepadamitra tutur.
Penufur
berbicarasembari
melirik sinis ke
arahmitra tutur,
danpenutur
sengajamenyuruh mitra
tutur
melakukan tindakan yang lebih parah dariyang
telah
diperbuatnya.
Hal
ini
dapat
dipertegas melaluikonteks
yang dapat ditangkap lewat
intonasiyang
digunakanoleh penutur. Intonasi yang digunakan oleh penutur
adalah intonasi perintah, tekanan keras pada kata sisan.Pilrhan kata yangdigunakan
adalah bahasa
ragam
nonstandar
denganmenggunakan
kata
dalam bahasalawa,
sertakata
latis'mbok.'Ketidaksantunan
pragnutik
berbahasa pada contohtuturan di
atas dapat
dilihat dari
konteks komunikasi. Kontekstuturan di
atas adalah penutur dan mitra
tutur
sedang makan siang di ruangmakan. Mitra
tutur
secara tidak sengaja mengambil piring dengantidak
hati-hati, sehingga menimbulkan suara yangberisik
atausuara
gaduh. Penutur
menanggapitingkah
laku mitra
tutur
dengan melontarkan kata-kata bernada
sindiran. Penutur
danmitra
tutur
berjenis kelamin laki-laki. Penutur adalah mahasiswasemester 4, berusia 19 tahury sedangkan
mitra
tutur
duduk di
kelas
VIII
SMR berusia 14 tahun. Penutur adalah kakak dari sangmitra
tutur.
Tujuan dari tuturan yang disampaikan oleh penuturadalah
menyuruh
MT
agar
lebih
berhati-hati,
tetapi
denganmenggunakan tuturan bermakna'ngelulu'.
5. Kategori Fatis
"lha"
Kategori fatis
"lha"
adalah penanda ketidaksantunan berbahasayang
dimaknai
sebagai pengungkapanuntuk
menunjukkankekesalan atau kekecewaan. Bentuk kebahasaan
yang dicuplik
dari
tuturan otentik
di
bawah
ini
dapat
dipertimbangkanberkaitan dengan kategori fatis
"lha"
ini.Tuturan 5:
P
: Kenapambahkok tidakmakan?til
Ad,abiuutt. VoL XIII. No.2. Dercrnbcr 2014 SK Akredttact DIKTI Nor 0{,0/P/20X4 165 Kata Fatis Penanda Ketidaksantunan Pragmatik dalam Ranah KeluargaMT
:"Lhayo
wong seko sawah kesel-kesel kok ra onowedang panas."
Konteks fufuran:
Mitra tutur
kesal ketika pulang dari sawah pada sore haribelum ada
air
panasuntuk
mandi. Kekesalanmitra tutur
diperlihatkan dengan cara berdiam
diri.
Melihat
tingkahlaku mitra
tutur
yang
tidak
seperti biasany&
Penutur kemudian bertanya kepada mitratutur
tanpa rasa bersalahsedikit pun.
Dalam
tuturan di
atas, kelihatan bahwa penutur bertanya kepadarnitra
tutur
dengan secara mendatar seolah-olah tanpa merasa bersalah.Penutur tidak
sepenuhnya menyadari bahwapertanyaannya
tenryata
membuat
sang
mitra
tutur
tidak
berkenan. Penutur bertanya di waktu yang sesungguhnya kurang
tepat. Adapun intonasi yang digunakan oleh penutur
adalah intonasi tany& tekanan lemah pada frasa ra maem, nada rendah.Adapun
pilihan
kata yang digunakan adalahdiksi
pada bahasaragam nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Dalam
tuturan
itu
didapatkan bahwamitra
tutur
merasa sangat kesalketika pulang
dari
sawah pada sorehari
ternyata belum ada airpanas
untuk mandi
di
rumah. Kekesalandari
sangmitra tutur
diperlihatkan dengan cara berdiam
diri. Ketika
melihat tingkahlaku dari mitra
tutur
yang
tidak
seperti biasanya
penuturkemudian bertanya kepada sang mitra
tutur
tanpa rasa bersalahsedikit
pun.
Dalam konteks
tuturan
itu,
penutur
adalahperempuan berusia 59 tahun, dan mitra
tutur
adalah seoranglaki-laki
yang berusia 61 tahun. Penutur adalahistri dari
sang mitratutur.
Tujuandari
penutur menyamPaikan semuanyaitu
adalahuntuk menanggapi tingkah laku MT yang berbeda.
6. Kategori Fatis
"tak"
Makna
"taK'
sebagaiunsur kategori fatis
adalahuntuk
menunjukkan
makna
'akan' atau
makna
'segera'.
Secarapragmatis, makna
"taU'
adalah 'memberikan ancaman' sepertiR. Kuniana R., Yuliana S, dan Rishe PD
Tuturan 7:
P
:
"Tak jewer koe mengko
nek
ngeyelll" (Sayajewer kamu nanti kalau sulit diatur!!) Konteks tuturan:
Senin, 10
Juni
2013, sekitarpukul
11.30-
12.30WIB
di
persawahan.
Penufur
sedang kerepotan
mengangkatdedaunan
unfuk
makanan sapi ke atas motor, sedangkanmitra
tutur
yang beradadi
dekatnya terlihat asik bermainkarena
mitra
tutur
merasabahwa
fugasnyatelah
usai.Penutur berusaha memperingatkan
mitra
tutur
denganmelontarkan kata-kata yang sedikit mengancam)
Dalam
tuturan
di
atas,penutur
berbicara dengan carayang ketus dan keras,
penutur
berbicara sembari menunjuk kearah mitra
tutur
dengan tatapan mata yang terbelalak. Selainitu,
penufur
berbicara dengan melontarkan ancamandi
hadapan banyak orang. Intonasi yang digunakan penutur adalah intonasiseru, tekanan keras pada frasa tak janer, nada tinggl, dan
pilihan
kata
,yang
digunakan
adalah
bahasa nonstandar
denganmengglmakan bahasa Jawa. Dengan demikian jelas sekali bahwa kategori fatrs
"tak"
merupakan penanda ketidaksantunan karenasecara pragrnatis mengandung maksud ancaun€u:t.
7. Kategori Fatis
"huu"
Bentuk
"hutr"
sebagai kategorifatis memiliki
makna mengejek atau memperolok-olok, seperti yang dapat dicermati pada coniofrtuturanberikut.
Tuturan 8:
MT
:
"fki
pie to ngitunge?"P
:"fluu
bodoh, raisongitung!!"
(Bodoh, tidak dapat menghitung)
MT
: "Yo ben."r66 Adabiyydt, Vol, Xffi, No, 2, Docmbcr 20111
Kata Fatis Penanda Ketidaksantunan pragmatlk drlem Ranah Keluarga
Konteks futuran:
Tuturan terjadi sepulangnya penutur dan mitra
tutur
darimembeli
sesuatudi
toko, mereka
terdengarbercakap-cakap (Kamis, 13
]uni
2013,pukul
13.10 WIB).Mitra tutur
terlihat
kebingunganmenghitung uang
kembalian dariwarung, kemudian penutur berusaha menjelaskan kepada
mitra
tutur
sambil melontarkan kata-kata ejekan.Dalam cuplikan tuturan
di
atas, penutur berbicara dengankeras sembari
memegangkepala
mitra tutur.
penutur
jugaberbicara
di
hadapan beberapa orang. Intonasi yang digunakanoleh
penufur
adalah intonasi seru, dengan tekanan keras padakatabodoh. Nada tuturan yang digunakan adarah nada tinggi dan
pilihan
katayang
digunakan adalah bahasa ragam nonstandardengan menggunakan
istilah
bahasa Jawa,seperti
frasa raisongitung.
Tuturan
tersebutterjadi
sepulangpenutur dan
mitratutur
dari
sebuah warung, keduanya terdengar bercakap-cakap(Kamis,
13
]uni
2013,pukul
13.10wIB). Mitra tutur
terlihatkebingungan menghitung uang kembalian
dari
warung tersebut,kemudian penutur
berusaha menjelaskankepada
mitra
tutur
sambil melontarkan kata-kata ejekan.
penutur dan mitra tutur
berjenis
kelamin
perempuan, keduanyaduduk
di
bangku
sD.Penutur berusia 7 tahun dan mitra
tufur
berusia 5 tahun. penuturadalah
kakak dari
sangmitra tutur.
Tujuandari penutur
ialahmengungkapkan kekesalannya kepada
MT.
Dengan demikianjelas bahwa
secarapragmatik, kategori
fatis
,,huu,, memiliki
maksud mengejek
atau
memperolok-olok sepertiyag
terdapatpada cuplikan tuturan di atas.
8. Kategori Fatis
"iih"
Bentuk
'iLh'
sebagai
kategori
fatis
mengandung
makna'mengejeK atau menyampaikan maksud ,sinis, tertentu. Contoh
cuplikan tuturan berikut dapat
dicermati berkaitan
dengan bentuk fatis"iih"
ini
sebagai penanda ketidaksantunan berbahasa.Tuturan 9:
MT
: "Ya ampun kalian itu gadis, dandan dong!,,R. Kunjana R., Yuliana S, dan Rishe PD
P
: "Ngapain dandan?Iihh Ibu
irugagadandan."Konteks tuturan:
Penutur berpamitan kepada mitra tutur hendak bepergian.
Melihat
penampilan
penutur
yang
polos,
mitra
tutur
meminta
penutur
unfuk
memperhatikan
kecantikan, mengingat usianya yang sudah beranjak dewasa. Namun,penutur menolak permintaan mitra
tutur
dengan jawabansekenanya sebagai upaya membela
diri.
Dalam cuplikan tuturan
di
atas, penutur berbicara kepadaorru:rg yang lebih tua dengan secara sinis. Se1ain itu, penutur juga
tidak
mengindahkan saran
dari mitra
tutur.
Penutur
jugaberbicara sembari
berlalu berjalan
meninggalkanmitra
tutur.Intonasi
yang digunakan oleh penutur
adalahintonasi
tanyadengan tekanan yang lunak pada frasa ga dandan, nada sedang,
pilihan
katayang
digunakan adalah bahasa ragam nonstandardengan menggunakan
kata
yang
tidak
baku,
yaiht
ngapain,dandan,
ga,
dankata fatis yang
terdapatdi
dalam tuturan:
ih.Penutur dan
mitra
tutur
beradadi
dalam ruang keluarga padasore hari. Saat itu, penutur berpamitan kepada mitra tutur hendak
bepergian. Melihat penampilan penutur yang polos,
mitra tutur
meminta
penutur untuk
memperhatikan kecantikan, mengingatusianya yang sudah beranjak dewasa. Namun, penutur menolak
permintaan
mitra
tutur
dengan jawaban sekenanya saja sebagaiupaya
untuk
membeladiri.
Penutur dan mitra
tutur
berjeniskelamin perempuan. Penufur berusia 28 tahun dan
mitra tutur
berusia
64 tahun.
Penutur adalahanak dari
sangmitra tutur.
Tujuan
dari
tuturan
sangpenutur
ialah untuk
membeladiri.
Dengan demikian jelas kelihatan bahwa makna bentuk fatis
"iih"
adalah
untuk
mengungkapkanketidaksetujuan.
Dalam
haltertentu, ketidaksetujuan
itu
dapat dinyatakan dengan nada yangsinistis seperti tampak pada cuplikan tuturan di atas.
AAnhhxAl lfal YIII Na 2 Flmrnho DO1l. 9K Akredtart DIKTI Nor 0{0/P/2014 169
Krtr FrHr Faundr Ketldakeantunan Pragmatik dalam Ranah Keluarga
9. Kategotl
hd!
rwoo"
Benfuk
kgbrhggn
"woo"
sebagai kategori fatis dapat bermaknamengumprt reperd yang dapat
dilihat
pada contoh tuturan
bedkut lnl.
Tuturan 10:
MT
:
"Kalau pulang
sekolahitu
bantu-bantu orangtua
dulu!
Janganlupa
Shalat!Ngga
langsung main sampai kayak gitu. Sing ngerti kahanan!"P
i
"Vl/ooo neneklampirllu
Konteks tuturan:
Mitra
tutur
berusaha menasihatipenutur
yang
seringmembangkang terhadap
mitra tutur.
Mendengar nasihattersebut,
penutur
melontarkan kata-kata
yang
tidak
santurl sehingga mitra
tutur
tersinggung.Dalam cuplikan tuturan
di
atas, penutur berbicara dengancara yang keras dan ketus. Penutur
tidak
mengindahkan nasihatdari mitra tutur.
Penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan kata-kata yang bernada umpatan. Penutur juga berusahamenyamakan
mitra
tutur
dengan
sosok'nenek
lampir'
yangdianggap galak. Intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi
seru, dengan tekanan yag keras pada frasa nenek
lampir. Adapun
nada
yang
digunakan adalah nadatinggi,
denganpilihan
katayang
lazim
digunakan dalam ragam bahasapopular'
Selainitu,
digunakan
juga kata fatis yang terdapat dalam tttluran:
woo.Dalam
tuturan
di
atas,mitra tutur
berusaha menasihati penuturyang
sering
membangkang terhadap
mitra
tutur.
Ketikamendengar
nasihat
tersebut,penutur kemudian
melontarkankata-kata
yang
tidak
santun
sehingga
mitra
tutur
merasatersinggung.
Dalam cuplikan tuturan
di
atas,penutur
adalahseorang
lakilaki
yangduduk di
kelasVII
SMP, berusia 13 tahundan mitra
tufur
perempuan berusia40
tahun.Penutur
adalahanak dari
sangmitra tutur. Tujuan dari tuturan
sang penuturialah
untuk
mengungkapkan amarahnya. Dengan demikian jelasR. Kunjana R,, Yuliana $ dan Rishe PD
menyatakan maksud marah atau mengumPat. Contoh
lain
daripemakaian
bentuk fatis
"woo"
tampak
padacuplikan
tuturanberikut ini.
Tuturan 1L:
P
: "Woo monyet!!" (E7)MT
: "Lambemu!"Konteks tufuran:
Penutur dan
mitra futur
beradadi
teras rumah pada sorehari.
Secaratidak
sengajamitra
tutut
memakai sandalpenutur tanpa
izin
terlebih dahulu. Penutur sangattidak
berkenan mengetahui hal tersebut, sehingga melontarkan umpatan kepada mitra tutur.
Dalam cuplikan tuturan tersebut kelihatan bahwa penutur
berbicara kepada orang yang lebih tua dengan suara yang keras
dan berteriak
sembariberdiri. Penutur
melontarkan umpatansembari
menatap
mitra
tutur
dengan mata
yang
terbelalak.Intonasi
yang
digunakanpenutur
adalah intonasiseru
dengan tekananyang
keras padakata monyef. Nada yang
digunakanadalah
nada
tinggi,
sedangkanpilihan
kata yang
digunakanadalah kata dalam ragam bahasa popular. Adapun kata fatis yang terdapat dalam cuplikan fufuran tersebut adalah
"woo".
Sebagaiinforrnasi tambahan, penutur dan mitra tufur pada saat
itu
beradadi
teras rumah pada sore hari. Secaratidak
sengaja, sangmitra
tutur
memakai sandal
penutur tanpa
izin
terlebih
dahulu.Penutur sangat
tidak
senang mengetahuihal
tersebut. Penuturkemudian melontarkan
umpatan
kepadamitra tufur.
Penufuradalah seorang lakiJaki yang sedang duduk di kelas 4 SD, berusia
12
tahun,
sedangkanmitra
tutur
adalah perempuan kelasXII
SMK
berusia L9 tahun. Penutur adalahadik dari mitra
tutur.Tujuan
dari tuturan
tersebut adalahpenutur
mengungkapkanamarahnya.
Dengan
demikian
dapat
ditegaskan
lewatpencermatan pada
futuran
di
atas bahwa"woo"
adalah bentukfatis yang memiliki
makna'umpatan'.
Bentuk kebahasaanitu
t70 Adablyydt, Vol, XH, No.2, Deaember 201{ SK Akreditaet DTKTI No: 0{0/P/2014
Kata Fatis Penanda Ketldaksantunan Pragmattk dalam Ranah Keluarga
lazimnya digunakan
untuk
mengungkapkan kemarahan sepertiyang dapat dilihat pada tuturan di atas.
10. Kategori Fatis
"hei"
Bentuk
fatts"he{'
digunakan
unfuk
maksud
memperingatkanuntuk melakukan sesuatu atau sebaliknya untuk tidak melakukan
sesuatu. Pemakaian
"hei"
padacuplikan tuturan berikut
dapat dicermati untuk memperjelas hal ini.Tuturan 12:
P
:"Hei
kamutu dikucir
rambutnya,nanti
nekkuliah
budeg
lho!"
MT: (diam saja)
Konteks futuran:
Tuturan
terjadi
sianghari
dalam
suas€ula santai ketikamitra
tutur
sedangbermain
di
teras
rumah
bersamateman-temannya.
.Penutur
sedikit
terganggu
ketikamelihat
mitra tufur
selalu mengurai rambut dan terkesankurang rapi. Penutur berusaha memberikan sar€u:r kepada
mitra tutur.
Dalam cuplikan tuturan
di
atas, penutur berbicara dengansuara yang keras
di
hadapan teman-temanmika fufur.
Penuturmenggunakan kata 'budeg', benfuk kebahasaan yang bermakna
kasar,
untuk
meyakinkan
mitra
tufur
agar
ia
mau
mengikatrambutnya. Selain
itu,
penutur juga berbicara sembari memegangkepala
mitra tutur.
Perilaku tersebut semakin
menunjukkanbahwa penutur
bersikaptidak
santun kepadamitra
tuturnya.Adapun
intonasiyang
digunakan olehpenutur
adalah intonasiperintah, degan tekanan yang keras pada frasa budeg l/zo. Nada
yang
digunakan adalahnada
sedang.Kemudian, pilihan
katayarrg digunakan adalah bahasa
ragam
nonstandar
denganmenggunakan
istilah
bahasa lawa,yaita
nek, dan menggunakankata
tidak
baku, yaitu
tu,
budeg. Selanjutnya,kata fatis
yangterdapat dalam
tuturan
tersebutadalah
heii
dan
lho.Tuturantersebut terjadi pada siang hari dalam suasana percakapan yang
R. Kunjana R., Yuliana
I
dan ltiehe PDteman-temannya. Penutur sedikit terganggu ketika melihat mitra
tutur
selalu mengurai rambut dan terkesan kurang rapi. Penufur berusaha memberikan saran kepadamitra fufur. Penufur
danmitra
tutur
berjenis kelamin
perempuan.Penutur
berusia 57tahun dan mitra
tutur
kelas 3 SD. Penutur adalah nenek dari sangmitra tutur.
Tujuandari penutur
adalah menanggapi sekaligusmemberikan saran atas penampilan
MT.
Dengan demikian jelasbahwa
kata fatis "he7"
yartgdigunakan oleh penutur
kepadamitra
tutur
bermakna memperingatkan seperti
yang
dapatdicermati pada contoh tuturan di atas. 11. Kategori Fatis
"halah"
Bentuk fatis
"halah"
sebagai penanda ketidaksantunanmemiliki
makna 'menyepelekan'
atau
dapat
juga
digunakan untuk
menyampaikan maksud'kesembronoan'. Tuturan
berikut
dapat dipertimbangkan untuk memperjelas hal ini.Tuturan 13:
MT
:"
Ayo ngewangi aku neng sawah!"P
: (Halah nanti Bu, di sawah terus seperti dibayar saja)MT
:
"Bocahora ngerti
kahanan.Koe iso
urip
tekandino
iki
yo mergo seko hasil sawahkui."
Konteks tuturan:
Mitra tutur
sedang bersiap-siapdi
terasrumah
hendakperg
ke
sawah pada sianghari.
Mitra
tutur
menyuruhpenutur
untuk
membantu pekerjaandi
sawah. Penuturenggan melaksanakan perintah dari mitra
tutur
dan hanyamemberi jawaban sembrono.
Dalam cuplikan tuturan
di
atas, penutur berbicara kepadaorang
yang lebih
tua
dengan cara-cara
yang
sembrono.Kesembronoan
itulah
yang sesungguhnya juga merupakan salahsatu
manifestasi
ketidaksantunandalam
praktik
berbahasa.Penutur
tidak
memberitahu
mitra
tutur
dari
mana
ia
pergi.Penutur
menanggapi pertanyaanmitra tutur
sembari
terus berjalan pertanda bahwa ia tidak menghiraukan penutur. Penuturt7i2 Adabluudt, Vol. XIIL No.2, Dercmbcr 201{ SK Akreditaal DIKTI No:0{0/P/201{
Kata Fatis Penanda Ketldaksantunan Pragmatik dalam Ranah Keluarga
menanggapi ajakan
mitra
tutur
dengan datar tanpa ada
rasatanggung jawab. Penutur berbicara kepada orang yang lebih tua,
penutur tidak
mengindahkan ajakanmitra tutur.
Intonasi yangdigunakan
penutur
adalah intonasiberita,
tekanan keras padafrasahalah, nada sedan& dan pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa
]awa. Mitra
tutur
sedang bersiap-siapdi
teras rumah hendakpers
ke sawahpada siang hari.
Mitra tutur
menyuruh penufur untuk membantupekerjaan
di
sawah. Penutur enggan melaksanakan perintah darimitra
tutur
dan hanya memberi jawaban sembrono. Penuturlaki-laki,
berusia28 tahun dan mitra
fufur
perempuan, berusia 53tahun. Penutur adalah anak dari
mitra tutur.
Tujuan dari tuturantersebut
ialah penutur
enggan melaksanakan tugasdari mitra
tutur. Berbeda dengan tuturan yang disampaikan dengan maksud
menolak.
Penutur
bermaksudmenolak
ajakanmitra
tuturnyauntuk pergi ke sawah. Dengan demikian, jelas bahwa bentuk fatis
"halaH' adalah penanda ketidaksantunan dalam berbahasa.
D.
PENUTUPSebagai
penutup
disampaikan hal-hal sebagaiberikut.
Pertama,bahwa penanda ketidaksantunan berbah asa (impoliteness markers)
dapat berupa penanda ketidaksantunan yang bersifat
linguistik
dan penanda ketidaksantunan yang bersifat pragmatik. Kategori
fatis
merupakan
aspek-aspek kebahasaanyang
tidak
murni
berada
pada tataran linguistik, tetapi
juga tidak
sepenuhnyamerupakan
aspek
kebahasan
yang
berada
pada
tataranpragmatik.
Namun,
karena bertali-temali dengan konteks padapemaknaannya, peneliti cenderung mengategorikan bentuk fatis
ke dalam bidang pragmatik. Kedua, dari penelitian ditemukan 11
macam
kategori fatis yang dapat digunakan
sebagai penandaketidaksantunan
pragmatik
berbahasa. Kesebelasbentuk
fatisyang
merupakan penanda ketidaksantunanpragmatik
tersebutdapat
disampaikan sebagaiberikut.
(1)bentuk fatis
"kok",
(2)bentuk
falis"ah",
(3) bentuk fatis "hayo", (4) bentuk fatis"mbok",
R. Kunjana R., Yuliana g dan Rishe PD
"hlnu", (8)
bentuk
fatis"iih",
(9) benfuk fatis"woo',
(70) benfukfatis
"hei",
dan
(11)bentuk
fatis "halah".
Setiapbenfuk
fatis menyampaikan maksud tertentu yang membedakannya dengan bentuk fatis yang lain.DAFIAR
PUSTAKABousfiled Derek dan Miriam A. Lacher (eds.). 200S.lmpoliteness in
Language: Studies
on
its Interplay with Powerin
Theory andPractice. New York: Mouton de Gruyter.
Culpeper, Jonathan. 2008. "Reflections
in
Impoliteness, RelationalWork and Power" dalam Impoliteness
in
Language: Studieson its Interplay with Pouter
in
Theory and Practice. New York:Mouton de Gruyter.
Hymes,
Dell.
1972."The
Ethnographyof
Speaking",di
dalamFishmaru Readings
in
the
Sociologyof
Language. Paris:Mouton.
Locher,
Miriam A
dan Derek Bousfield. 2008. "Impoliteness andPower
in
Language"
dalam
lmpolitenessin
Language: Studieson
its Interplaywith
Powerin
Theory and Practice.New
York
Mouton de Gruyter.Mey, ]acob
L.
1998. Concise Encyclopediaof
Pragmatics.New
York: Pergamon.
Parker, Frank. 1986. Linguistics
for
Non Linguisfs. London: Taylorand Francis Ltd.
Rahardi, Kunjana. 2006. Pragmatik: Kesantunan lmperatif Bahasa
Indonesi a. ]akarta: Erlangga.
Terkourafi, Marina. 2008. "Toward a
unified
theory of politeness,impoliteness,
and
rudeness",
dalam
lmpoliteness inLanguage: Studies on its Interplay with Power
in
Theory andPractice. New
York
Mouton de Gruyter.Verschuerery
Jeff.
2005.
Understanding Pragmatics. London:Amold.
t7t
Adabtwdt, Vol. Xill, No,2, Drrombrr 2014 SKAkreditaei DIKTI Nor 040/P/2014 176
Kata Fatle Penanda KeHdaksantunan Pragmatlk dalam Ranah Keluarga
Watts, Richard J, Sachiko Ide, Konrad Ehlich. 2005. Politeness in
Language: Studies
in
its History, Theory and Practice. NewYork: Mouton de Gruyter.
Watts, Richard J and
Miriam
A.
Locher. 2008. "Relationalwork
and
Impoliteness:
Negotiating
Norms
of
LinguisticsBehavior", dalam lmpoliteness
in
Language: Studieson
itsInterplay
with
Powerin
Theoryand
Practice.New
York:Mouton de Gruyter.
Ucapan Terima Kasih
Peneliti
mengucapkan
terima kasih
kepada
DP2M
DIKTLKEMENDIKBUD RI, yang telah memberikan dana hibah dalam
UCAPAN
TERIMA KASIH
Segenap
dewan redaksi Jurnal
Adabiyyat mengucapkanterima kasih yang tidak
terhingga kepada beberapaahli, baik
,dalam bidang
bahasamaupun
sastra,yang
telahwaktu
untuk
membaca mengomentari, dan memberi sar:rnbeberapa naskah ]urnal Adabiyyat volume
XIIL
No. 1 dan 2 talrun'i2014 sebelum diterbitkan. Mereka adalah:
Dr. Nasaruddin, M.Ed.
IAIN
Sunan Ampel SurabayaDr. Puiiharto
UGM Yogyakarta
Drs. Muh.
Arif
Rahman, M.Hum., ph.D.UGM Yogyakarta
Dr. Maharsi,
M.Hum-UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tatang Iskarna, M.Hum.
USD Yogyakarta
1.
2.
3.
4.
5.
. , ii
;Le;jru&dt. 'duLJ.l.i-t. Lcr, I r-Jit*.,ril-, --rh
k
ffi ffi,
ffi,iit.
INDEKS SUBIEK
Volume
XIII,
NoI
dan 2, Tahun 2014Al-Mutanabbi
277,278,289-300 Alih kode
94,104-106,116 Analisis kontrastif
157 -159,'1.62, 1.64, 169, 179
Antropolinguistik 305,306
Bahasa'ammiyyah 398400,420,424
Bahasa Prancis
254,257-26'1,
Bahasa seksis
117,119,125,130,133
Biosemantik 305,306
Bapakisme 237,239
Degradasi Moral
64,65
Ebrobiosemantik 305,306
Bugrs
283,290-295,303
Citra
185, L87-188
Dwibahasa
306-309,322
Film
229,230,235,%7
Fatis
't49-154,157,175
Global Salafism 4,78
Kekuatan antagonis 22,25,26,42
Ketidaksantunan pragmatik 149-154,157,175
Konstituen 214,216
Metafora
175,178-179,20],205 Mitos
12,15,19,20
Minangkabau
301-301 312-318
Pementingan Informasi
207,209-212,220
Petatah-Petitih
301-305,312-318
Puisi Arab
277
Pengetahuan Kolektif 230,2U,246,252 Pranata Mangsa
229-235-245,252
Roland Barthes 1'1.,12,15,17
Salafi
5,15-18,25 Topikalisasi
214,2'1.6
Pemerolehan bahasa
717-120,7?5,747
Wacana fungsional 44,65
INDEK$
PENGARANGVolume
XIII,
No. L dan 2,Tahun20'14Ubaidillah
L
I Ketut Sudewa
22 Sukarno 43 Sriyono 66 Herawati 94
M. Rafiek
117
R. Kunjana Rahardi
149
Yuliana Setyaningsih
149
Rishe Purnama Dewi
149
Surahsono
176
Ikmu Nur Oktavianti
205
Ali Badrudin 230
Rika Astari
253
Soepomo Poedjosoedarmo
253
Syamsul Hadi
253
Suhandano
253
Nurain
277 Rona Almos
301
Pramono
301
Reniwati
301
PEDOMAN PENULISAN
NASKAH
Redaksi
]urnal
Adabiyyat
menerima
naskahditerbitkan dengan ketentuan penulisan sebagai berikut.
untuk
NO BAGIAN KETERANGAN
7 ]udul Berkaitan dengan kajian bahasa atau sastra (Arab, Inggris atau Indonesia). Judul tidak lebih dari 12 kata
2 Penulis Nama (tanpa gelar dan jabatan), afiliasi dan e-mail.
3 Abstrak Satu paragraf maksimal 200 kata (dalam bahasa Inggris dan
Indonesia)
yqg
mencakup:tujuar;
objek Lajian, pendekatan atau teori (ika ada), dan hasil pembahasan. 4 Kata Kunci 3 - 5 kata / farse dalam bahasa Indonesia.5 Isi Naskah . Naskah ditulis dengan program MS Word" berbahasa Indonesia, font Book Antiqua ukuran 11pt, spasi 1,5 pada kertas berukuran A4, dan jumlah halaman antara 18-20
halaman.
. Rujukan yang disitir, menggunakan sistem bodynofe dengan
urutan: nama akhir penulis, tahun terbit, dan halaman (halaman hendaknya tercantum), misalnya
(Lyons, 2000