INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat ±150-250 g. Tikus dibagi ke dalam enam kelompok perlakuan secara acak. Kelompok I kontrol hepatotoksin diberikan karbon tetraklorida sebanyak 2 ml/KgBB secara peroral. Kelompok II kontrol negatif pemberian olive oil sebanyak 2 mL/KgBB secara per oral. Kelompok III kontrol perlakuan yaitu pemberian ekstrak etanol 50%-air tanaman Sonchus arvensis L. dengan dosis 1,5 g/kgBB. Kelompok IV-VI diberikan ekstrak etanol 50% -air tanaman Sonchus arvensis L., masing-masing dengan dosis 0,375; 0,75; dan 1,5 g/kgBB sekali sehari secara berturut-turut pada hari ke-1-6 setelah perlakuan diinduksi karbon tetraklorida pada hari ke-7. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, dilakukan pemeriksaan serum ALT dan AST pada semua kelompok perlakuan. Data aktivitas serum ALT-AST kemudian dianalisis dengan menggunakan one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% dan kemudian dilanjutkan dengan uji LSD dan Uji T.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak herba Sonchus arvensis L. memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST dengan efek hepatoprotektif yang dihasilkan dari dosis terendah ke dosis tertinggi sebesar 80,1;42,6; dan 58;1% dengan dosis efektif yang dapat menghasilkan efek hepatoprotektif adalah 0,375/kgBB.
ABSTRACT
The purpose of this research was to prove a long-term administration of 50% ethanol Sonchus arvensis L. herb extract in male Wistar rats induced by carbon tetrachloride.
This research used 30 male Wistar rats, 2-3 months old, range from 150-250g. These rats were then randomly divided into six (6) groups. 1st group was hepatotoxic control which was given 2 mL/kgBB carbon tetrachloride orally. 2nd group was negative control which was given olive oil 2 mL/kgBB orally. 3rd group was control exctract which was given the highest dose of 50% ethanol Sonchus arvensis L. exctract, 1.5 g/kgBB orally. 4th-6th group were given 50% ethanol Sonchus arvensis L. extract once a day for six days with 3 dosages: 0.375;0.75 and 1.5 g/kgBB. On the 7th day, the treatment group were given carbon tetrachloride and then the next 24 hours after the administration of carbon tetrachloride, the activity of ALT and AST serum were examinated. The data were analyzed with one way ANOVA with 95% significany level and continued with LSD and T-paired test
Result showed that administration of 50% ethanol extract Sonchus arvensis L. herb extract had a hepatoprotective effect by lowering the activities of ALT and AST serum in rats. Hepatoprotective effect from the lowest to the highest dose were 80.1;42.6 and 58.1% and the effective dose that could give hepatoprotective effect was 0,375 g/kgBB
EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PANJANG
EKSTRAK ETANOL 50% HERBA Sonchus arvensis Linn. TERHADAP
AKTIVITAS ALT-AST SERUM PADA TIKUS PUTIH JANTAN
TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Agnes Eka Titik Yulikawanti
NIM : 118114102
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PANJANG
EKSTRAK ETANOL 50% HERBA Sonchus arvensis Linn. TERHADAP
AKTIVITAS ALT-AST SERUM PADA TIKUS PUTIH JANTAN
TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Agnes Eka Titik Yulikawanti
NIM : 118114102
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“It is our choices, Harry, that show what we truly are, far more than our abilities.” -Albus Dumbledore-
“It’s like in the great stories, Mr. Frodo. The ones that really mattered, full of darkness and danger they were. Sometimes, you didn’t want to know the end, because how could the end be happy? How could the world go back to the way it
was when there’s so much bad that had happened? But in the end, it’s only a passing thing, this shadow, even darkness must past.”
-Samwise Gamgee-
Bersama ini saya persembahkan karya ini kepada: Tuhan Yang Maha Esa,
Papa dan Mama yang senantiasa memberikan kasih sayang dan semangat kepadaku,
Keluarga besarku,
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Panjang Ekstrak Etanol 50% -
Air Herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Terhadap Aktivitas ALT-AST Serum Pada Tikus Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida” sebagai salah satu
syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sejak penyusunan proposal sampai dengan terselesaikannya naskah skripsi ini. Bersama ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Ketua Program Studi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. Selaku Dosen Pembimbing
sekaligus dosen penguji skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, masukan, kritik, dan saran selama berjalannya penelitian hingga berakhirnya penyusunan skripsi.
viii
5. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Penguji yang memberikan bimbingan, kritik dan saran yang membangun untuk skripsi ini.
6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. Selaku Kepala Laboratorium Fakultas
Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini
7. Bapak Heru, Bapak Suparjiman, dan Bapak Kayatno selaku laboran
bagian Farmakologi dan Toksikologi, Bapak Wagiran selaku laboran Farmakognosi Fitokimia, Bapak Kunto selaku laboran Kimia Analisis, serta Bapak Ottok selaku pengelola Gudang BHP Fakultas Farmasi atas segala bantuan selama pelaksanaan skripsi ini.
8. Robertus Dimas Dwi Budi Sanjaya sebagai adik dan juga keluarga besar
yang senantiasa memberikan dukungan moral maupun material
9. Fransisca Setyaningsih, Vania Stefi Yuliani, Irvan Setya Giantama, Diana
Fransisca Tirtawati, Brigitta Yulise dan Margaretta Jeanne sebagai rekan kerja dalam penelitian skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran, kepercayaan, kerjasama dan semangat selama ini.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI… ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
INTISARI ... xvii
ABSTRACT ... xviii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 3
2. Keaslian penelitian ... 3
3. Manfaat penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 6
xi
1. Morfologi … ... 6
2. Taksonomi.. ... 7
3. Nama lain… ... 8
4. Kandungan kimia… ... 8
5. Kegunaan…... 9
B. Hati ... 9
1. Anatomi fisiologi hati.. ... 9
2. Jenis kerusakan hati... 11
3. Hepatotoksin…. ... 12
4. Aminotransferase… ... 13
C. Karbon tetraklorida ... 14
D. CMC ... 16
E. Metode Ekstraksi.. ... 17
F. Landasan Teori ... 18
G. Hipotesis… ... 18
BAB III. METODE PENELITIAN... 19
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 19
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 19
1. Variabel bebas ... 19
2. Variabel tergantung ... 19
3. Variabel pengacau ... 19
4. Definisi operasional ... 20
xii
1. Bahan utama… ... 21
2. Bahan kimia… ... 21
D. Alat Penelitian ... 22
E. Tata Cara Penelitian ... 23
1. Determinasi herba Sonchus arvensis L… ... 23
2. Pengumpulan bahan… ... 23
3. Pembuatan serbuk… ... 23
4. Penetapan kadar air serbuk…... 24
5. Pembuatan etanol 50%.. ... 24
6. Pembuatan ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L.. ... 24
7. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak.. ... 25
8. Penetapan dosis ekstrak etanol 50%... ... 25
9. Penetapan dosis hepatotoksin .. ... 26
10. Penetapan waktu pencuplikan darah ... 26
11. Penetapan lama pemejanan EESA 50% ... 26
12. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji.. ... 26
13. Pembuatan serum.. ... 27
14. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST .. ... 28
15. Perhitungan % efek hepatoprotektif.. ... 28
F. Tata Cara Analisis Hasil... 29
G. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Hasil Determinasi Serbuk Tanaman Sonchus arvensis L.. ... 30
xiii
C. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak…... 31
D. Uji Pendahuluan… ... 33
1. Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida… ... 33
2. Penentuan dosis ekstrak herba Sonchus arvensis L… ... 33
3. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji.. ... 34
E. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol 50%.. ... 37
1. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida.. ... 43
2. Kontrol negatif olive oil… ... 44
3. Kontrol ekstrak etanol 50% dosis 1,5 g/kgBB.. ... 47
4. Kelompok perlakuan ekstrak etanol 50%.. ... 48
F. Rangkuman Pembahasan… ... 53
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55
A. Kesimpulan ... 55
B. Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 56
LAMPIRAN ... 60
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi dan Konsentrasi reagen ALT ... 22
Tabel II. Komposisi dan Konsentrasi reagen AST... 22
Tabel III. Purata aktivitas serum ALT pada kontrol hepatotoksin ... 34
Tabel IV. Hasil uji Scheffe serum ALT pada kontrol hepatotoksin.. ... 35
Tabel V. Purata aktivitas serum AST pada kontrol hepatotoksin ... 36
Tabel VI. Hasil uji Scheffe serum AST pada kontrol hepatotoksin.. ... 37
Tabel VII. Purata aktivitas serum ALT dan AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan... 39
Tabel VIII. Hasil uji LSD aktivitas serum ALT tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan ... 41
Tabel IX. Hasil uji LSD aktivitas serum AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan... 42
Tabel X. Purata aktivitas serum ALT dan AST pada kontrol negatif olive oil.. ... 45
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Herba Sonchus arvensis L. .. ... 6 Gambar 2. Struktur senyawa flavonoid herba Sonchus arvensis L… ... 9 Gambar 3. Anatomi Hati ... 10 Gambar 4. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi
karbon tetraklorida ... 15 Gambar 5. Diagram batang purata aktivitas serum ALT
pada kontrol hepatotoksin.. ... 34 Gambar 6. Diagram batang purata aktivitas serum AST
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto serbuk herba Sonchus arvensis L. ... 61
Lampiran 2. Foto pembuatan ekstrak herba Sonchus arvensis L. ... 61
Lampiran 3. Foto ekstrak herba Sonchus arvensis L ... 61
Lampiran 4. Surat pengesahan determinasi ... 62
Lampiran 5. Ethical Clearance ... 63
Lampiran 6. Hasil penetapan kadar air ... 64
Lampiran 7. Analisis statistik serum ALT kontrol hepatotoksin ... 65
Lampiran 8. Analisis statistik serum AST kontrol hepatotoksin ... 69
Lampiran 9. Analisis statistik serum ALT kontrol olive oil... 74
Lampiran 10. Analisis statistik serum AST kontrol olive oil.. ... 77
Lampiran 11. Analisis statistik serum ALT kontrol ekstrak.. ... 80
Lampiran 12. Analisis statistik serum AST kontrol ekstrak.. ... 84
xvii
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat ±150-250 g. Tikus dibagi ke dalam enam kelompok perlakuan secara acak. Kelompok I kontrol hepatotoksin diberikan karbon tetraklorida sebanyak 2 ml/KgBB secara peroral. Kelompok II kontrol negatif pemberian olive oil sebanyak 2 mL/KgBB secara per oral. Kelompok III kontrol perlakuan yaitu pemberian ekstrak etanol 50%-air tanaman Sonchus arvensis L. dengan dosis 1,5 g/kgBB. Kelompok IV-VI diberikan ekstrak etanol 50% -air tanaman Sonchus arvensis L., masing-masing dengan dosis 0,375; 0,75; dan 1,5 g/kgBB sekali sehari secara berturut-turut pada hari ke-1-6 setelah perlakuan diinduksi karbon tetraklorida pada hari ke-7. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, dilakukan pemeriksaan serum ALT dan AST pada semua kelompok perlakuan. Data aktivitas serum ALT-AST kemudian dianalisis dengan menggunakan one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% dan kemudian dilanjutkan dengan uji LSD dan Uji T.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak herba Sonchus arvensis L. memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST dengan efek hepatoprotektif yang dihasilkan dari dosis terendah ke dosis tertinggi sebesar 80,1;42,6; dan 58;1% dengan dosis efektif yang dapat menghasilkan efek hepatoprotektif adalah 0,375/kgBB.
xviii
ABSTRACT
The purpose of this research was to prove a long-term administration of 50% ethanol Sonchus arvensis L. herb extract in male Wistar rats induced by carbon tetrachloride.
This research used 30 male Wistar rats, 2-3 months old, range from 150-250g. These rats were then randomly divided into six (6) groups. 1st group was hepatotoxic control which was given 2 mL/kgBB carbon tetrachloride orally. 2nd group was negative control which was given olive oil 2 mL/kgBB orally. 3rd group was control exctract which was given the highest dose of 50% ethanol Sonchus arvensis L. exctract, 1.5 g/kgBB orally. 4th-6th group were given 50% ethanol Sonchus arvensis L. extract once a day for six days with 3 dosages: 0.375;0.75 and 1.5 g/kgBB. On the 7th day, the treatment group were given carbon tetrachloride and then the next 24 hours after the administration of carbon tetrachloride, the activity of ALT and AST serum were examinated. The data were analyzed with one way ANOVA with 95% significany level and continued with LSD and T-paired test
Result showed that administration of 50% ethanol extract Sonchus arvensis L. herb extract had a hepatoprotective effect by lowering the activities of ALT and AST serum in rats. Hepatoprotective effect from the lowest to the highest dose were 80.1;42.6 and 58.1% and the effective dose that could give hepatoprotective effect was 0,375 g/kgBB
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Hati merupakan organ internal terbesar di dalam tubuh, berat hati orang dewasa normal adalah 1400 sampai 1600 g, sekitar 2,5% berat tubuh. Hati merupakan organ yang memiliki peran penting dalam proses metabolisme seperti misalnya metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hati juga merupakan tempat dimana metabolisme xenobiotik terjadi. Ini berarti bahwa hati berada dalam resiko terkena racun yang berasal dari metabolit-metabolit obat yang dikonsumsi (Stine dan Brown,2006).
Alam telah dikenal sebagai sumber perawatan medis selama bertahun-tahun dan bahkan sampai sekarang masih mempunyai peran penting dalam perawatan kesehatan 80% populasi dunia. Tempuyung (Sonchus arvensis L.) merupakan tanaman umum di Indonesia dan dapat ditemukan di dataran-dataran tinggi. Tanaman Sonchus memiliki kandungan taraxasasterol, apigenin 7-glucuronide dan luteolin 7-glucoside, flavonoid, fenolik, alkaloid, coumarin dan saponin (El & Karakaya, 2004).
memiliki khasiat sebagai pelindung organ hati dari senyawa toksik atau yang dikenal sebagai hepatoprotektif. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Alkreathy, Khan, Khan & Sahreen (2014) mengenai efek hepatoprotektif dari herba Sonchus arvensis L. dengan menggunakan ekstrak methanol menyebutkan bahwa ekstrak methanol Sonchus arvensis L memiliki efek hepatoprotektif dan dapat menurunkan profil kolesterol tikus.
Karbon tetraklorida umum digunakan untuk menginduksi kerusakan hati karena karbon tetraklorida menyebabkan degeneratif peroksidatif pada jaringan adiposa dan dimetabolisme menjadi radikal triklorometil dan radikal triklorometil peroksi yang terlibat dalam patogenesis hati (Wenas,2003). Metabolit karbon tetraklorida bereaksi dengan polyunsaturated fatty acids dan membentuk tambahan kovalen dengan lipid dan protein. Kejadian ini menyebabkan terjadinya lipid peroksidasi dan penghancuran dari membrane sel dan menyebabkan kerusakan hati. Kerusakan hati yang disebabkan oleh CCl4 menyebabkan kenaikan pada parameter biokimia seperti SGPT, SGOT, TG, CHO dan TB (Lu,1996).
Dalam penelitian ini digunakan ekstrak etanol 50%. Konsentrasi ekstrak etanol yang lebih kecil makin bersifat non-polar yang diharapkan dapat menarik zat-zat kimia yang terdapat pada herba Sonchus arvensis L. seperti flavonoid. Selain itu, menurut Wijesekera (1991), etanol 50% sangat berguna untuk menghindari klorofil, senyawa resin atau polimer yang biasanya tidak mempunyai aktivitas berarti tetapi seringkali menimbulkan masalah-masalah farmasetis seperti misalnya terjadinya pengendapan yang sulit untuk dihilangkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak herba Sonchus arvensis L. pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida. Dengan adanya penelitian inharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan informasi tentang tanaman hepatoprotektif.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
a. Apakah ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. memiliki khasiat hepatoprotektif terhadap tikus jantan putih terinduksi CCl4 secara jangka panjang?
b. Berapakah dosis efektif dari ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. pada tikus jantan putih terinduksi CCl4 dapat memberikan efek hepatoprotektif yang optimal?
2. Keaslian penelitian
Alkreathy, et al., (2014) yang menunjukkan bahwa pemberian Sonchus arvensis L. dapat membalikkan aktivitas serum marker enzim dan profil kolesterol tikus. Aktivitas dari enzim antioksidan endogen pada jaringan hati seperti catalase (CAT), superoxide dismutase (SOD), glutathione peroxidase (GSHpx), glutathione-S-transferase (GST) dan glutathione reductase (GSR) turun dengan adanya administrasi dari karbon tetraklorida namun dapat kembali ke level kontrol dengan adanya pemberian Sonchus arvensis L. Penelitian yang dilakuan oleh Xia pada tahun 2011 menunjukkan bahwa Sonchus arvensis L. memiliki kandungan antioksidan yang tinggi.
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan peneliti, penelitian mengenai “Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Panjang Ekstrak Etanol 50% Herba
Sonchus arvensis L. Terhadap Aktivitas Serum ALT-AST pada Tikus Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida” belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang tanaman yang memiliki khasiat hepatoprotektif.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol 50% Sonchus arvensis L. terhadap penurunan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tanaman Sonchus arvensis L.
Sonchus arvensis L. merupakan tanaman herbal yang tumbuh secara liar pada daerah dengan ketinggian 200-2200 m di atas permukaan laut, pada tanah yang terkena cahaya matahari dan agak teduh, lebih disukai pada tempat yang lembab, di ladang dan tanah kosong, di pematang sawah, di tepi jalan raya atau di sekitar gedung atau bangunan.
1. Morfologi
Gambar 1. Herba Sonchus arvensis L.
dan tepinya berombak juga bergigi tak beraturan. Panjang daunnya kira-kira 6-48cm dan mempunyai lebar sekitar 3-12cm. di dekat pangkal batang, daun yang bergigi terpusat membentuk roset dan yang terletak di bagian atas berselang-seling memeluk batang. Bunga tempuyung berbentuk malai, kelopaknya seperti lonceng, dan mahkotanya berbentuk dari kumpulan jarum berwarna putih atau kuning. Adapun buahnya berbentuk kotak juga berusuk lima dan mempunyai rambut berwarna putih (Gambar 1) (Winarto, 2004).
2. Taksonomi
Klasifikasi dari tumbuhan Sonchus arvensis L. adalah sebagai berikut. Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asterideae Bangsa : Asterales Keluarga : Asteraceae Marga : Sonchus L.
3. Nama lain
Nama daerah: Lobak air, lempung jombang, galibug, lampenas dan rayana
(Winarto, 2004).
Nama asing: Niu She Tou (Cina), Laitron des Champs (Perancis), Sow thistle
(Inggris) (Sulaksana, 2004). 4. Kandungan kimia
Tanaman Sonchus arvensis L. memiliki kandungan fenolik dan flavonoid yang tinggi. Selain itu memiliki kandungan taraxasasterol, apigenin 7-glucuronide dan luteolin 7-I. Sebagai tambahan, ada pula alkaloid, coumarin dan saponin (Xia et al, 2011)
Flavonoid merupakan antioksidan larut air yang sangat kuat dan merupakan penangkap radikal bebas. Flavonoid dapat mencegah kerusakan oksidatif di sel dan mempunyai aktivitas perlindungan dan anti kanker yang kuat dalam melawan tahap-tahap karsinogenesis (Salah, Miller, Pangauga, Bolwell, Rice, dan Evans, 1995).
Gambar 2. Struktur senyawa flavonoid herba Sonchus arvensis L. menurut Sriningsih dkk. (2002).
5. Kegunaan
Kandungan kimia Sonchus arvensis L. sangat beragam dan di masyarakat, Sonchus arvensis L. termasuk tanaman yang penting untuk menyembuhkan batu ginjal dan kencing batu. Tanaman ini bersifat dingin dan agak pahit sehingga cocok masuk ke meridian ginjal, penghancur batu ginjal, peluruh air seni dan anti radang saluran kencing (anti urolotiasis), penghilang bengkak dan mengeluarkan dan menawarkan racun. Oleh karena itu Sonchus arvensis L. digunakan untuk mengobati batu ginjal, hiperurisemia dan rematik akibat asam urat (Winarto, 2004)
B. Hati
1. Anatomi fisiologi hati
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1,5 kg atau 1500 g. Bagian superior dari hepar cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma. Bagian inferior hepar cekung dan dibawahnya terdapat ginjal kanan, gaster, pankreas, dan usus.
falsiform melintasi diafragma sampai ke dinding abdomen anterior. Permukaan hepar diliputi oleh peritoneum viseralis.
Setiap lobus dari hepar dibagi dalam struktur-struktur yang disebut lobus. Lobulus ini adalah mikroskopik yang merupakan unit fungsonal dari hepar yang bersegi enam atau heksagonal. Di dalam lobules terdapat sel-sel hepar (hepatosit) yang tersusun seperti lapisan-lapisan plat dan berbentuk sinar dan mengelilingi hepatikum (Gambar 3). Pada setiap segi dari lobules terdapat cabang-cabang vena porta, arteria hepatica, dan kanalikuli empedu. (Schuenke et al, 2011).
Gambar 3. Anatomi Hati (Watson, 2014)
terakhir ini, imbangan dari banyaknya regenerasi hepatosit dan kegagalan memperbaiki arsitektur hati akan menimbulkan sirosis hepatis (Laffer, 2005).
2. Jenis kerusakan hati
a. Perlemakan hati (steatosis). Perlemakan hati adalah hati yang mengandung
berat lipid lebih dari 5%. Adanya kelebihan lemak dalam hati dapat dibuktikan dengan histokimia. Beberapa toksikan seperti etionin, fosfor, atau tetrasiklin dapat menyebabkan lesi dan butiran lemak kecil dalam suatu sel sementara toksikan seperti etanol dapat menyebabkan butiran lemak besar yang dapat menggantikan inti. Penimbunan lipid di hati ini dapat terjadi melalui beberapa hal yaitu:
(1.) Penghambatan sintesis satuan protein dari lipoprotein (misalnya CCl4 atau etionin).
(2.) Penekanan konjugasi trigliserida dengan lipoprotein (misalnya
CCl4).
(3.) Hilangnya kalium dari hepatosit, mengakibatkan gangguan
transfer VLDL melalui membran sel. (4.) Rusaknya oksidasi lipid oleh mitokondria.
(5.) Penghambatan sintesis fosfolipid, bagian penting dari VLDL (misalnya kekurangan kolin) (Lu, 1996).
b. Nekrosis hati. Nekrosis hati adalah kematian dari sel-sel hepatosit.
sering dijelaskan bersifat focal (terjadi pada area tertentu), zonal, diffuse atau massive (Lu, 1996).
c. Kolestasis. Kerusakan hati yang ini biasanya bersifat akut namun jarang ditemukan jika dibandingkan dengan steatosis ataupun nekrosis. Jenis kerusakan hati ini juga lebih sulit untuk diinduksi pada hewan. Zat-zat yang dapat menyebabkan kolestasis contohnya adalah ANIT (α-naftili-sosianat), steroid
anabolik dan kontrasepsi seperti rokolat, klorpromazin, dan eritromisin laktobionat (Lu,1996).
d. Sirosis. Adanya paparan kronis pada hepatotoksik dapat menyebabkan
kondisi yang dinamakan sirosis. Kombinasi dari kerusakan pada hepatosit dan regenerasi yang tidak cukup menyebabkan kenaikan aktivitas dari fibroblast dan akumulasi kolagen di hati. Ini kemudian menyebabkan tidak hanya hilangnya fungsi dari hepatosit namun juga gangguan signifikan dari aliran darah di hati. (Stine & Brown, 1996).
3. Hepatotoksin
Obat dan senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan hati dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai dapat diramalkan (hepatotoksik intrinsik) atau tidak dapat diramalkan (hepatotoksik idiosinkratis).
(1.) Hepatotoksisitas intrinsik. Hepatotoksisitas jenis ini hampir selalu didasarkan
(2.) Hepatotoksisitas idiosinkratik. Hepatotoksisitas jenis ini terjadi secara tidak diprediksi kemungkinan disebabkan karena pengobatan. Beberapa terjadi karena dosis pemberian. Contoh agen yang dapat menyebabkan hepatotoksisitas idiosinkratik adalah isoniazid, sulfonamide, valproate dan phenytoin.
(Friedman dan Kieffe, 2012).
4. Aminotransferase (alanine transferase – aspartate transferase)
Aminotransferase (AST dan ALT) digunakan sebagai penanda cederanya hepatoseluler. Enzim-enzim ini terutama terletak di dalam hepatosit dimana mereka membantu berbagai macam metabolit. Mereka dirilis menjadi serum dalam jumlah yang banyak ketika ada kerusakan hepatosit. AST dan ALT sangat sensitif dan dapat naik bahkan dengan cedera kecil dari kerusakan hepatosit.
AST dan ALT memiliki waktu paruh masing-masing 17 dan 47 jam, jadi mereka merefleksikan kerusakan hepatosit aktif dan bukan kerusakan hepatosit yang terjadi berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun sebelumnya.
Perbandingan dari AST dan ALT memungkinkan untuk mendiagnosis hepatitis pada orang-orang alkoholik, dimana AST secara umum dua kali lebih besar daripada ALT dan AST sangat jarang berada diatas 300 international Units/L. Pada kerusakan hati yang disebabkan oleh alkohol, isoform mitokondrial dari AST dengan waktu paruh yang cukup panjang (87 jam) dilepaskan dari hepatosit, menaikkan perbandingan rasio AST/ALT.
AST dapat naik karena berbagai macam situasi termasuk penyakit muskoskeletal, myocardial infraction, renal infraction atau renal failure, brain trauma, hemolysis, pulmonary embolism, necrotic tumors, luka bakar dan celiac sprue.
ALT secara lokal lebih terdapat di hati dibandingkan dengan AST sehingga ALT lebih spesifik untuk kerusakan hati. Kenaikan dari AST tanpa kenaikan dari ALT atau tes abnormalitas hati lainnya menyatakan kerusakan jantung atau otot (Lee, 2009).
C. Karbon Tetraklorida
radikal anion (bebas) yang menghilangkan klorin kemudian terbentuknya radikal triklormetil (•CCl3) dan klorida (Halliwell dan Gutteridge, 1984). Radikal bebas
yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen kemudian membentuk radikal triklorometil peroksi (•OOCCl3) (Gambar 4) yang lebih reaktif
(Rechnagel Glende, Dolak, dan Waller, 1989).
Gambar 4: Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Timbrell, 2008)
Radikal bebas juga akan menyebabkan peroksidasi lipid yaitu senyawa menginisiasi terjadinya radikal lipid sehingga menyebabkan terbentuknya lipid hidroperoksidase (LOOH) dan radikal lipid alkoksil (LO•). Radikal lipid alkoksi
akan menyebabkan nekrosis (Zimmerman, 1999).
D. Carboxymethyl Cellulose (CMC)
CMC (Karboksimetil selulosa) atau dengan nama kimia Sodium salt of carboxymethyl ether of cellulose merupakan polisakarida linear anionik yang berasal dari selulosa alami yang telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai tambahan pada bahan makanan. CMC adalah polimer penting yang sering digunakan karena memiliki viskositas yang tinggi, tidak beracun, dan non alergi (Tomgdeesoontom, Mauer,Wongruong, Sriburi, & Rachtanapunn, 2011). Di dalam dunia farmasi, CMC (Sodium karboksimetil selulosa) merupakan eksipien farmasi yang sangat baik karena memiliki film-ability yang baik, mucoadhesivity, dan bind-ability (Ojha, Madhav & Singh, 2012).
Secara umum, CMC digunakan sebagai thickening agent, stabilizer, suspending agent. Dilihat dari pemeriannya, CMC berwarna Putih atau agak kekuningan, berbentuk butiran higroskopis, hampir tidak berbau, struktur serbuk atau serat halus. CMC memiliki formula kimia [C6H7O2(OH)x(OCH2COONa)y]n dengan “n” sebagai derajat polimerasi dan memiliki pH 6.0-8.5. CMC hidrogel
E. Metode Ekstraksi
Ekstraksi merupakan sediaan pekat yang didapat dengan cara mengekstraksi zat aktif yang berasal dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang telah di tetapkan (Departemen Kesehatan RI, 1995).
Metode ekstraksi dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perlokasi, dan penyarian berkesinambungan. Cairan penyari yang dapat digunakan adalah air, eter atau campuran etanol dan air (Departemen Kesehatan RI, 1979). Metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindungan dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari dan tidak mengandung benzoin, stiraks, dan lilin (Sudarmaji, Haryono, dan Suhardi, 1989).
F. Landasan Teori
Hati merupakan organ metabolism yang memiliki peranan penting di dalam tubuh manusia yang salah satunya adalah mensintesis senyawa-senyawa toksik yang masuk ke dalam tubuh (Forrest,2006). Jika terjadi kerusakan pada organ hati maka fungsi hati akan terganggu.
Herba Sonchus arvensis L. memiliki berbagai macam kandungan kimia, bahkan tanaman ini terkenal di masyarakat sebagai obat tradisional untuk menghancurkan batu ginjal (Winarto, 2004). Tanaman ini mengandung senyawa flavonoid yang diduga berperan dalam efek hepatoprotektif. Pada penelitian ini digunakan sediaan ekstrak etanol 50% karena diharapkan senyawa flavonoid herba Sonchus arvensis L. yang bersifat polar dapat tersari.
Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang digunakan untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50%. Senyawa ini dipilih karena dapat menyebabkan steatosis (Hodgson, 2010). Pada saat terjadi steatosis di hati, aktivitas ALT dan AST akan meningkat. Pemberian ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. yang mengandung senyawa flavonoid diharapkan dapat memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida.
G. Hipotesis
19
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air herba Sonchus arvensis L., terhadap tikus putih jantan merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Variabel penelitian
a. Variabel utama
1.) Variabel bebas
Variabel bebas jangka panjang: Tingkatan atau variasi dosis pemberian jangka panjang ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L.
2.) Variabel tergantung
Efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak etanol-air herba Sonchus arvensis L., terhadap sel hati tikus yang terinduksi karbon tetraklorida, dengan melihat kadar serum AST-ALT.
3.)Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali
dan bahan uji berupa herba Sonchus arvensis L. yang dipanen dari Cangkringan Kaliurang Sleman Yogyakarta. Serta cara penyimpanan serbuk herba Sonchus arvensis L.
b. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali pada penelitian ini adalah kondisi patologis dari tikus jantan.
3. Definisi operasional
Definisi operasional penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L.
Ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. adalah ekstrak kental yang didapatkan dengan cara maserasi ekstrak campuran etanol 50% 500 ml dengan serbuk herba Sonchus arvensis L. 50 mg yang kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator dan waterbath selama 10 jam sampai bobot tetap.
b. Dosis efektif
Dosis efektif adalah besaran dosis tertentu yang dapat memberikan efek yang dikehendaki.
c. Efek hepatoprotektif
Efek hepatoprotektif adalah kemampuan ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L.pada dosis tertentu dapat melindungi hepar dari hepatotoksin.
d. Jangka panjang
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan, umur 2-3 bulan dengan berat badan berkisar antara 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Bahan uji berupa herba Sonchus arvensis L. yang masih segar dan berwarna hijau dipanen dari daerah Kaliurang Sleman Yogyakarta.
2. Bahan kimia
a. Pelarut ekstrak yang digunakan adalah etanol 70% dan aquadest yang diperoleh dari Toko Kimia Aldrich Yogyakarta dan Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Bahan hepatotoksin yang digunakan yaitu karbon tetraklorida, berupa cairan berwarna bening yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
c. CMC 1% sebagai bahan pen-suspensi ekstrak yang berupa cairan yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
d. Kontrol negatif dan pelarut karbon tetraklorida digunakan olive oil yang diperoleh dari PT. Brataco C.H.
f. Reagen ALT yang digunakan adalah reagen ALT DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT adalah sebagai berikut:
Tabel I. Komposisi dan Konsentrasi reagen ALT
Komposisi pH Konsentrasi
R1: TRIS 7.15 140 mmol/L
L-Alanine 700 mmol/L
LDH (Lactate
dehydrogenase ≥2300 U/L
R2 : 2-Oxyglutarate 85 mmol/L
NADH 1 mmol/L konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut:
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen AST
Komposisi pH Konsentrasi
R1: TRIS 7.65 110 mmol/L
L-Aspartate 320 mmol/L
MDH (Malate
dehydrogenase) ≥800 U/L
LDH (Lactate
dehydrogenase) ≥1200 U/L
R2 : 2-Oxyglutarate 65 mmol/L
NADH 1 mmol/L
1. Alat pembuatan serbuk Sonchus arvensis L.
2. Alat ekstraksi Sonchus arvensis L.
Alat-alat yang digunakan antara lain beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, pipet tetes, batang pengaduk, shaker dan timbangan analitik 3. Alat uji penetapan kadar air
Moisture balance, beaker glass, sendok 4. Alat uji hepatoprotektif
Seperangkat alat gelas berupa beaker glass, gelas ukur, tabung reaksi, pipet tetes, labu takar, batang pengaduk Pyrex Iwaki Glass®, timbangan analitik Mettler Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit injeksi per-oral, spuit injeksi i.p., pipa kapiler, micropipette, blue tip, yellow tip, tabung Eppendorf, Microlab 200 Merck®, dan stopwatch.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi herba Sonchus arvensis L.
Determinasi herba Sonchus arvensis L. dilakukan dengan melihat dan mencocokan ciri-ciri dari herba Sonchus arvensis L.dengan menggunakan buku acuan Backer (Soegihardjo, 1984).
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah herba Sonchus arvensis L. yang masih segar dan diperoleh dari Cangkringan Kaliurang Sleman Yogyakarta.
3. Pembuatan serbuk
Setelah herba kering kemudian dibuat menjadi serbuk dan diayak menggunakan ayakan nomor 50 dengan tujuan agar kandungan fitokimia yang terkandung dalam herba Sonchus arvensis L. lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar.
4. Penetapan kadar air serbuk
Serbuk kering herba Sonchus arvensis L. yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam moisture balance sebanyak 5 g kemudian diratakan. Bobot kering herba tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A), setelah itu dipanaskan pada suhu 110/105 0C selama 15 menit. Serbuk kering Sonchus arvensis L. ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang merupakan kadar air serbuk Sonchus arvensis L.
5. Pembuatan etanol 50%
Dengan menggunakan rumus V1.C1 = V2.C2, etanol 96% diencerkan dengan menggunakan aquadest sehingga konsentrasinya menjadi 50%.
6. Pembuatan esktrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L.
telah ditimbang sebelumnya, agar mempermudah perhitungan randemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan porselen yang berisi larutan hasil maserasi diuapkan di atas waterbath selama 10 jam dengan suhu 80°C untuk mendapatkan ekstrak etanol-air herba Sonchus arvensis L. yang kental.
7. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak
Menghitung rata-rata rendemen enam replikasi ekstrak etanol : air herba Sonchus arvensis L. kental yang telah dibuat.
Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong
����−����� =
� �.1 + � �.2 + � �.3 + � �.4 + � �.5 + rep.6 + rep.7 + rep.8 + rep. 9
9
= 5.84 g + 7.19 g + 5.77 g + 7.07 g + 6.13 g + 7.79 g + 5.1 g + 6.92 g + 5 g 9
Rata-rata rendemen yang didapat adalah 6,31 g
8. Penetapan dosis ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L.
Dasar penetapan peringkat dosis adalah bobot tertinggi tikus dan pemberian cairan secara peroral separuhnya yaitu 2,5 ml. Penetapan dosis tertinggi ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. adalah sebagai berikut.
D x BB = C x V
D x BB tertinggi tikus ( kg/BB) = C ekstrak (mg/ml) x 2,5 ml D x 250 g/kgBB = 150 mg/ml x 2.5 ml
Dosis tertinggi 1,5 g/KgBB digunakan sebagai dosis III. Peringkat dosis lainnya dihitung dengan menggunakan faktor kelipatan 2, sehingga didapatkan dosis I sebesar 0,375 g/kgBB dan dosis II sebesar 0,75 g/kgBB.
9. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Pemilihan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida bisa menyebabkan kerusakan hati tikus. Dosis hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 ml/kgBB karbon tetraklorida dalam olive oil, terbukti mampu meningkatkan aktivitas serum ALT-AST pada tikus bila diberikan secara peroral (p.o).
10. Penetapan waktu pencuplikan darah
Berdasarkan penelitian Parmar, Vasrambhai, dan Kalia (2010) meunjukkan bahwa aktivitas ALT serum tikus terangsang karbon tetraklorida, 2mL/kgBB mencapai maksimal pada jam ke-24 setelah pemberiannya, kemudian pada jam ke-48 berangsur-angsur menurun hingga mendekati normal.
11. Penetapan lama pemejanan ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. Lama waktu pemejanan ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L dilakukan selama enam hari berturut-turut dan kemudian pada hari ketujuh diberikan senyawa hepatotoksik dan kemudian diukur aktivitas serum ALT-ASTnya sesuai dengan hasil orientasi waktu penetapan pencuplikan darah.
12. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
a. Kelompok I merupakan kontrol hepatotoksin diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL.kgBB secara intraperitoneal. Setelah 24 jam darah hewan uji diambil melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas serum ALT dan AST
b. Kelompok II merupakan kontrol negatif yaitu pemberian olive oil secara intraperitoneal. Setelah 24 jam darah hewan uji diambil melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas seum ALT dan AST.
c. Kelompok III merupakan kontrol ekstrak yaitu pemberian ekstrak etanol
50% - air tanaman Sonchus arvensis L. dengan dosis tertinggi yaitu 1,5 g/kgBB selama enam hari berturut-turut secara p.o. Setelah 24 jam darah hewan uji diambil melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas seum ALT dan AST.
d. Kelompok IV (dosis I) diberi ekstrak herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 g/ kgBB secara enam hari berturut-turut secara p.o
e. Kelompol V (dosis II) diberi ekstrak herba Sonchus arvensis L. dosis 0,750 g/ kgBB secara enam hari berturut-turut secara p.o
f. Kelompok VI (dosis III) diberi ekstrak herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 g/kgBB selama enam hari berturut-turut secara p.o
Pada hari ke tujuh kelompok IV,V, dan VI diberi hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB secara intraperitonial dengan waktu yang sama dengan pemberian ekstrak. Setelah 24 jam darah hewan uji diambil melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas seum ALT dan AST.
13. Pembuatan serum
diambil kemudian didiamkan selama 15 menit, lalu di sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Bagian supernatant diambil dengan menggunakan micropipette dan disentrifugasi lagi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Bagian supernatan diambil menggunakan micropipette.
14. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST
Pengukuran aktivitas serum ALT-AST dilakukan menggunakan Microlab-200 Merck® di Laboratorium Biokimia Fisiologi Manusia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Aktivitas serum ALT-AST diukur pada panjang gelombang 340nm, dan diyatakan dengan satuan U/L.
Pengukuran serum ALT dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum dengan 1000 µL reagen 1, lalu kemudian dicampur di vortex dan didiamkan selama operating time 2 menit. Reagen 2 kemudian ditambahkan sebanyak 250 µL, lalu divortex kembali dan diukur setelah didiamkan selama operating time 1 menit. Pengukuran serum AST dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum dengan 1000 µL reagen 1, lalu kemudian dicampur di vortex dan didiamkan selama operating time 2 menit. Reagen 2 kemudian ditambahkan sebanyak 250 µL, lalu divortex kembali dan diukur setelah didiamkan selama operating time 1 menit.
15. Perhitungan % efek hepatoprotektif
Perhitungan % efek hepatoprotektif diperoleh dengan menggunakan rumus:
x 100%
x 100%
F. Tata Cara Analisis Hasil
30 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian dan besar dosis efektif hepatoprotektif dari ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida, yaitu dengan melihat aktivitas serum ALT dan AST. Efek hepatoprotektif ditunjukkan dengan adanya penuruan aktivitas serum ALT dan AST setelah pemberian ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida.
A. Hasil Determinasi Serbuk Tanaman Sonchus arvensis L.
B. Penetapan Kadar Air Serbuk Herba Sonchus arvensis L.
Penetapan kadar air yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam serbuk herba Sonchus arvensis L. sehingga dapat diketahui serbuk yang digunakan sesuai dengan syarat. Syarat serbuk yang baik yaitu memiliki kadar air kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan RI, 1995). Penetapan kadar air serbuk Sonchus arvensis L. dilakukan dengan alat moisture balance menggunakan metode gravimetri. Serbuk yang akan digunakan sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu pada sihi 105/110 o
C selama 15 menit. Suhu 105/110 0C tersebut digunakan dengan alasan supaya kandungan air menguap. Setelah serbuk dipanaskan dalam alat, dilakukan perhitungan terhadap kadar air yang diteliti. Pengukuran ini dilakukan dengan tiga kali replikasi. Hasil perhitungan menunjukkan serbuk herba Sonchus arvensis memiliki kadar air sebesar 6,86%. Hal ini sesuai dengan syarat bahwa kadar air serbuk yang baik adalah serbuk yang memiliki kadar air kurang dari 10 %.
C. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Etanol 50% herba Sonchus arvensis L.
digunakan adalah etanol 50% karena senyawa hipotesis yang diketahui adalah glikosida fenolik yang dapat larut dalam pelarut polar. Etanol 50% dipilih karena bersifat lebih polar (dengan perbandingan 1:1) dan sangat berguna untuk menghindari klorofil, senyawa resin atau polimer yang biasanya tidak mempunyai aktivitas berarti namun seringkali menimbulkan masalah farmasetis seperti terjadinya pengendapan yang sulit dihilangkan pada ekstrak (Wijesekera, 1991). Penelitian Khan, Khan, Sahreen & Shah (2012) menyatakan potensi aktivitas antioksidan yang kuat diperoleh dari fraksi methanol herba Sonchus arvensis L.
Pada metode maserasi ini serbuk direndam selama 72 jam sambil digojog. Proses perendaman akan menyebabkan penyari dapat menembus dinding sel lalu masuk ke dalam sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dalam penyari karena adanya perbedaan konsentrasi di luar dan di dalam sel. Penggojogan berfungsi untuk meratakan distribusi larutan di luar serbuk sehingga konsentrasinya akan tetap merata.
Hasil dari maserasi dan re-maserasi didapatkan ekstrak etanol cair yang kemudian dicampur dan diuapkan dengan vacuum evaporator. Selanjutnya diuapkan kembali dalam cawan porselen diatas waterbath sehingga didapatkan ekstrak kental dengan bobot tetap.
arvensis L. pada jam ke-8 dan 10 serta susut pengeringan sebesar 0,5 mg pada 2 kali penimbangan berturut-turut. Sehingga diketahui pelarut penyari ekstrak sudah tidak ada. Penelitian ini menggunakan waktu pengeringan 10 jam untuk mendapatkan bobot tetap ekstrak etanol 50 % herba Sonchus avensis L. hasil yang diperoleh menunjukkan sebanyak 450 g serbuk kering herba Sonchus arvensis L. menghasilkan 9 cawan ekstrak kental. Diperoleh rata-rata rendemen dari masing-masing cawan 6,31 g ekstrak kental. Pada pembuatan 450 g serbuk kering herba Sonchus arvensis L. menghasilkan 56,79 g ekstrak kental, dengan rendemen 12,61%.
D. Uji Pendahuluan
1. Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida
Dosis hepatotoksik karbon tetraklorida adalah dosis dimana senyawa karbon tetraklorida dapat menyebabkan kerusakan hati yang ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Kenaikan serum ALT dan AST 3-4 kali lipat menunjukkan kerusakan berupa steatosis pada hati tikus (Zimmerman, 1999). Windrawati (2013) dan Al-Olayan et al., (2014) menyebutkan bahwa karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/KgBB mampu meningkatkan aktivitas ALT kurang lebih sebesar 3 kali lipat dan AST sebesar empat kali lipat dari semula dan menginduksi hepatotoksik tanpa menyebabkan kematian.
2. Penentuan dosis ekstrak herba Sonchus arvensis L.
dengan faktor kelipatan 2 sehingga dosis yang digunakan adalah dosis rendah 0,375 g/kgBB, dosis tengah 0,75 g/kgBB dan dosis tinggi 1,5 g/kgBB.
3. Penetuan waktu pencuplikan darah hewan uji
Penentuan waktu pencuplikan bertujuan untuk mengetahui waktu karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB menimbulkan ketoksikan yang maksimal, ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST tertinggi pada selang waktu tertentu. Karbon tetraklorida 2 mL/kgBB diberikan secara i.p pada tikus dan kemudian dilakukan pencuplikan darah pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam. Hasil uji aktivitas serum ALT ditampilan pada tabel III dan gambar 5.
Tabel III. Purata aktivitas serum ALT ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
Gambar 5. Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mg/KgBB
Selang Waktu (Jam) Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/L)
0 54,0 ± 3,5
24 198,4 ± 23,8
Hasil analisis statistik serum ALT menunjukkan distribusi data normal dan variansi data homogen, sehingga data dapat dianalisis menggunakan analisis variansi satu arah. Hasil analisis variansi satu arah dari data aktivitas serum ALT menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), yang berarti bahwa terdapat perbedaan bermakna antar kelompok. Oleh karena itu untuk melihat perbedaan antar kelompok dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ditunjukkan pada tabel IV.
Tabel IV. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
Kelompok Jam ke-0
Tabel V. Purata aktivitas serum AST ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
Gambar 6. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mg/KgBB
Hasil analisis statistik serum AST menunjukkan distribusi data normal dan
variansi data homogen sehingga data dapat dianilis dengan menggunakan analisis
variansi satu arah. Hasil analisis variansi satu arah dari data aktivitas serum AST
menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat
perbedaan bermakna antar kelompok. Untuk melihat perbedaan antar kelompok
dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST ditampilkan
pada tabel VI.
Selang Waktu (Jam) Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/L)
0 100,2 ± 9,9
24 461,2 ± 46,2
Tabel VI. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
Kelompok Jam ke-0 jam ke-24 jam ke-48
Jam ke-0 BB BTB
Jam ke-24 BB BB
Jam ke-48 BTB BB
Keterangan:
BB = Berbeda bermakna (p<0,05), BTB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)
Dari tabel 5 dan gambar 6 terlihat bahwa aktivitas serum AST yang paling
tinggi ditunjukkan pada jam ke-24 (46,2 ± 46,2 U/L). jika dibandingkan dengan jam ke-0 (100,2 ± 9,9 U/L) aktivitas serum AST mengalami kenaikan sekitar 4 kali, sedangkan pada pencuplikan darah ke-48 (177,2 ± 17,05 U/L) aktivitas serum AST telah mengalami penurunan.
Berdasarkan hasil aktivitas serum ALT dan AST pada peneltian ini, karbon tetraklorida memiliki efek hepatotoksik yang paling tinggi pada jam ke-24, sehingga waktu pencuplikan darah yang digunakan dalam penelitian ini adalah jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklordia 2 mL/kgBB secara i.p atau intraperitoneal.
E. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol 50% Herba Sonchus arvensis L.
ke-tujuh.efek hepatoprotektif ditunjukkan dengan penurunan aktivitas serum ALT dan AST.
Tabel VII. Purata ± aktivitas serum ALT dan AST tikus jantan galur
Gambar 7. Grafik batang purata aktivitas serum ALT tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan
Data serum ALT yang telah dianalisis dengan analisis variansi satu arah menunjukkan bahwa diantara keenam kelompok terdapat perbedaan. Selanjutnya, untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok digunakan uji LSD (p<0,05). Hasil analisis dari uji LSD dapat dilihat pada tabel VIII.
Tabel VIII. Hasil uji LSD aktivitas serum ALT tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan
EESA: Ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L.
Data serum AST yang telah dianalisis dengan analisis variansi satu arah menunjukkan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa keenam kelompok terdapat perbedaan. Hasil dapat dilihat pada tabel IX.
Tabel IX. Hasil uji LSD aktivitas serum AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan
Keterangan: EESA: Ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L.
1. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
Tujuan pengukuran aktivitas serum ALT dan serum AST pada kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB (Kelompok I) adalah mengetahui pengaruh pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB terhadap hati tikus. Selain itu, kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2mL/kgBB digunakan sebagai patokan dalam menganalisis efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. uji dilakukan berdasarkan penelitian dari Windrawati (2013) dan Al-Olayan, et al., (2014) dengan cara memberikan karbon tetraklorida 2 mL/kgBB secara intraperitoneal pada tikus. Kemudian diambil darahnya 24 jam kemudian untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST.
Aktivitas serum ALT pada kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB adalah 198,4 ± 23,7 U/l. Bila dibandingkan dengan kontrol negatif Olive oil 2 mL/kgBB (kelompok II) sebesar 41,6 ± 2,34 U/l. Data dianalisis dengan uji
lanjutan uji LSD terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol hepatotoksin
karbon tetraklorida dan kontrol negatif olive oil (Tabel VIII). Begitu pula dengan nilai
serum AST, aktivitas serum AST kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2
mL/kgBB sebesar 461,2 ± 46,2 U/l. Nilai serum AST kontrol negatif olive oil
2mL/kgBB sebesar 99,2 ± 19,94 U/l (Kelompok II), maka secara statistik
menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok tersebut (Tabel IX).
serum AST meningkat hingga empat kali lipat terhadap nilai normal. Hasil penelitian menunjukkan serum AST yang meningkat sebesar 461,2 ± 46,28 U/l. serum AST kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB sebagai parameter pendukung kerusakan sel hati menunjukkan adanya peningkatan terhadap kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB.
2. Kontrol negatif olive oil 2mL/kgBB
Pada penelitian ini kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil dengan dosis 2 mL/kgBB. Olive oil merupakan pelarut dari hepatotoksin karbon tetraklorida dengan dosis yang sama. Kontrol negatif bertujuan untuk memastikan bahwa olive oil sebagai pelarut yang digunakan tidak memberikan pengaruh dalam peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke-0 selanjutnya dibandingkan dengan aktivitas serum tersebut pada jam 24. Purata aktivitas serum ALT dan AST kontrol negatif olive oil pada jam ke-0 berturut-turut sebesar 57 ± 5,ke-07 U/l dan 111,4 ± 11,8 (tabel VII), sedangkan purata aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke-24 berturut-turut adalah 41,6 ± 2,34 dan 99,2 ± 8,92.
tidak mempengaruhi peningkatan aktivitas AST sebagai pelarut CCl4, namun bila dibandingkan dengan kadar normal serum AST yaitu 46-81 U/L (Meeks and Harrison, 1991) memang hasil yang didapatkan lebih tinggi. Namun ini disebabkan karena AST tidak spesifik di hati, enzim AST dapat ditemukan di otot jantung, otot, ginjal, otak dan paru-paru, dan usus (Lee, 2009). Sedangkan hasil untuk level ALT adalah berbeda bermakna yang berarti bahwa olive oil menurunkan aktivitas ALT serum, tetapi karena nilai purata ALT serum masih dalam batas normal, yaitu 10-55 U/L (Thapa dan Walia, 2007), maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan aktivitas ALT pada jam ke-24 nantinya adalah merupakan pengaruh dari hepatotoksin karbon tetraklorida bukan dari pemberian olive oil. Kelompok kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB selanjutnya digunakan sebagai dasar nilai aktivitas serum ALT dan AST normal pada penelitian ini.
Tabel X. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST setelah pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam
Selang waktu (jam)
Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/l)
Purata aktivitas serum AST ± SE (U/l)
0 57 ± 5,07 111,4 ± 11,8
24 41,6 ± 2,34 99,2 ± 8,92
Tabel XI. Hasil uji T berpasangan aktivitas serum ALT dan AST pemberian
olive oil dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam
Selang waktu (jam)
Aktivitas serum ALT Aktivitas serum AST Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-0 Jam ke-24
Jam ke-0 BB BTB
Jam ke-24 BB BTB
Keterangan:
Gambar 9. Diagram batang purata aktivitas serum ALT setelah pemberian
olive oil dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam
Gambar 10. Diagram batang purata aktivitas serum AST setelah pemberian
3. Kontrol ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 g/kgBB
Kontrol ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. dilakukan untuk melihat pengaruh ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas serum ALT dan AST tanpa pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada jam ke-24. Dosis yang digunakan yaitu 1,5 g/kgBB secara per-oral yang merupakan peringkat dosis tertinggi dalam perlakuan. Dosis tersebut dipilih karena dianggap mewakili peringkat dosis I dan II ,sehingga jika pada dosis tertinggi tidak terjadi kenaikan aktivitas ALT dan AST serum pada jam ke-24 maka pada dosis I dan II juga tidak memberikan pengaruh terhadap kenaikan serum ALT dan AST. Pada kelompok ini diperoleh data aktivitas serum ALT dan AST masing-masing sebesar 47,4 ± 0,68 dan 113,8 ± 8,31 (Tabel VII).
4. Kelompok perlakuan ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375;0,75;1,5 g/kgBB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida
Pada penelitian ini dilihat efek hepatoprotektif dari ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. dengan tiga peringkat dosis, yaitu peringkat dosis terkecil sebesar 0,375 g/kgBB, dosis tengah sebesar 0,75 g/kgBB, dan dosis tertinggi sebesar 1,5 g/kgBB. Efek hepatoprotektif ditunjukkan dengan penurunan aktivitas serum ALT dan AST yang merupakan pengujian secara biokimia. Selain itu dapat juga dilakukan penggunaan histopatologi hati sebagai data pendukung untuk penegasan terhadap hasil yang diperoleh secara biokimia.
menentukan efek hepatoprotektif pada pemberian ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 g/kgBB. Hasil analisa ini dapat menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 g/kgBB mempunyai efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas ALT serum tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida karena hasil yang didapatkan berbeda tidak bermakna dengan kontrol olive oil 2 mL/kgBB. Efek hepatoprotektif dari kelompok perlakuan sebesar 80,1% untuk ALT dan 56,41% untuk AST
Kelompok V merupakan kelompok perlakuan ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. dosis 0,75 g/kgBB mempunyai aktivitas ALT-serum 131,6 ± 23,57 U/l dan AST-serum 314,0 ± 46,41 U/l mempunyai keberbedaan bermakna terhadap kelompok kontrol karbon tetraklorida 2 mL/kgBB dan kontrol olive oil 2 mL/kgBB. Analisis statistik menunjukkan bahwa ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. dosis 0,75 g/kgBB memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST, namun belum bisa kembali seperti keadaan normal akibat kerusakan yang ditimbulkan dari induksi karbon tetraklorida. Efek hepatoprotektif dari kelompok perlakuan Sonchus arvensis L. sebesar 42,6% untuk ALT dan 40,67% untuk AST.
mL/kgBB. Analisis statistik menunjukkan bahwa ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 g/kgBB memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST namun belum bisa kembali seperti keadaan normal akibat kerusakan yang ditimbulkan dari induksi karbon tetraklorida. Efek hepatoprotektif dari kelompok perlakuan ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. sebesar 58,1% untuk ALT dan 35,81% untuk AST.
Hasil uji LSD (tabel VIII dan IX), aktivitas ALT pada ketiga peringkat dosis ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L., dosis 0,375 g/kgBB memiliki perbedaan yang bermakna dengan dosis 0,75 g/kgBB dan perbedaan tidak bermakna dengan dosis 1,5 g/kgBB sedangkan dosis 1,5 g/kgBB memiliki perbedaan tidak bermakna dengan dosis 0,75 g/kgBB. Sedangkan aktivitas serum AST pada ketiga peringkat dosis ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L., dosis 0,375;0,75;1,5 memiliki perbedaan tidak bermakna satu sama lain. Nilai efek hepatoprotektif dilihat dari nilai aktivitas serum ALT, karena enzim ALT lebih spesifik di hati dibandingkan dengan serum AST. Hasil perhitungan efek hepatoprotektif serum ALT ketiga peringkat dosis dari dosis terendah ke dosis tertinggi yaitu 80,1;42,6; dan 58,1 (tabel VII). Dari hasil analisis statistik dan perhitungan efek hepatoprotektif dapat disimpulkan dosis efektif ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L., yaitu 0,375 g/kgBB dengan efek hepatoprotektif sebesar 80,1%.
triklorometil mengalami suatu reaksi, atom hydrogen yang berasal dari metilen dapat menjembatanin reaksi dengan asam lemak tak jenuh atau protein dan menghasilkan ikatan kovalen dengan lemak microsomal dan protein, dan akan beraksi secara langsung dengan fosfolipid dan kolesterol yang bersifat toksik. Hasil lain dari reaksi ini adalah radikal lipid yang tidak stabil selanjutnya akan mengakibatkan peroksidasi lipid. Pembentukan peroksidasi lipid hasil dari pemecahan lemak tak jenuh dapat menghasilkan senyawa karbonil sepert 4-hydroxyalkenal dan hydroxynonenal lainnya. Senyawa-senyawa tersebut diketahui memiliki efek biokimia seperti menghambat sintesis protein dan enzim glukosa-6-fosfat (Timbrell,2008).
Setelah pemejanan karbon tetraklorida selama satu sampai tiga jam, trigliserida menumpuk di hepatosit dan terlihat sebagai droplet lipid. Lipid dalam hati yang terbentuk ini dapat menghambat sintesis protein sehingga menurunkan produksi lipoprotein, yang merupakan senyawa yang bertanggung jawab dalam transport lipid untuk keluar dari hepatosit. Akibat menurunnya produksi lipoprotein maka transport lipid akan terhambat sehingga menyebabkan steatosis (Timbrell, 2008). Peroksidasi lipid juga dapat menyebabkan kerusakan membrane sel dan kerusakan mitokondria. Kerusakan ini berupa gangguan integritas membrane yang menyebabkan keluarnya isi sitoplasma seperti enzim ALT. Enzim tersebut yang berada di dalam sel akan keluar dan masuk ke dalam peredaran darah sehingga jumlah enzim ALT di dalam darah meningkat (Wahyuni, 2005).
Mekanisme yang ditimbulkan oleh CCl4 adalah adanya perlemakan hati (steatosis). Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan menggunakan penginduksi dengan mekanisme yang berbeda seperti galaktosamin yang dapat menyebabkan kerusakan hati mirip virus hepatitis.
Ketiga dosis ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. tidak menunjukkan adanya korelasi antara dosis dan efek hepatoprotektif yang berbanding lurus. Hal ini disebabkan karena flavonoid pada dosis yang lebih tinggi dapat memicu aktivitas pro-oxidant. Pro-oxidant terbentuk karena adanya senyawa flavonoid yang teroksidasi setelah menangkap radikal bebas. Senyawa inilah yang menyebabkan penurunan efek hepatoprotektif karena senyawa ini memicu terjadinya reaksi oksidasi yang menyebabkan kerusakan sel.