• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi herba Sonchus arvensis L.

Determinasi herba Sonchus arvensis L. dilakukan dengan melihat dan mencocokan ciri-ciri dari herba Sonchus arvensis L.dengan menggunakan buku acuan Backer (Soegihardjo, 1984).

2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah herba Sonchus arvensis L. yang masih segar dan diperoleh dari Cangkringan Kaliurang Sleman Yogyakarta.

3. Pembuatan serbuk

Herba Sonchus arvensis L. dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah bersih daun diangin-anginkan hingga herba tidak tampak basah kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven pada suhu 50° C selama 24 jam.

Setelah herba kering kemudian dibuat menjadi serbuk dan diayak menggunakan ayakan nomor 50 dengan tujuan agar kandungan fitokimia yang terkandung dalam herba Sonchus arvensis L. lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar.

4. Penetapan kadar air serbuk

Serbuk kering herba Sonchus arvensis L. yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam moisture balance sebanyak 5 g kemudian diratakan. Bobot kering herba tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A), setelah itu dipanaskan pada suhu 110/105 0C selama 15 menit. Serbuk kering Sonchus arvensis L. ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang merupakan kadar air serbuk Sonchus arvensis L.

5. Pembuatan etanol 50%

Dengan menggunakan rumus V1.C1 = V2.C2, etanol 96% diencerkan dengan menggunakan aquadest sehingga konsentrasinya menjadi 50%.

6. Pembuatan esktrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L.

Sebanyak 50 g serbuk kering herba Sonchus arvensis L. diekstraksi secara maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 400 ml pelarut etanol 50% dan digojog dengan menggunakan shaker selama 3 x 24 jam. Pada hari ke-4 kemudian di re-maserasi dengan 100 ml pelarut etanol. Tujuan dilarutkan dalam pelarut etanol agar senyawa kimia yang terkandung dalam herba Sonchus arvensis L. dapat larut dalam pelarut. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Larutan hasil saringan dipindahkan dalam cawan porselen yang

telah ditimbang sebelumnya, agar mempermudah perhitungan randemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan porselen yang berisi larutan hasil maserasi diuapkan di atas waterbath selama 10 jam dengan suhu 80°C untuk mendapatkan ekstrak etanol-air herba Sonchus arvensis L. yang kental.

7. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak

Menghitung rata-rata rendemen enam replikasi ekstrak etanol : air herba Sonchus arvensis L. kental yang telah dibuat.

Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong ����−���� =

� �.1 + � �.2 + � �.3 + � �.4 + � �.5 + rep.6 + rep.7 + rep.8 + rep. 9 9

= 5.84 g + 7.19 g + 5.77 g + 7.07 g + 6.13 g + 7.79 g + 5.1 g + 6.92 g + 5 g 9

Rata-rata rendemen yang didapat adalah 6,31 g

8. Penetapan dosis ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L.

Dasar penetapan peringkat dosis adalah bobot tertinggi tikus dan pemberian cairan secara peroral separuhnya yaitu 2,5 ml. Penetapan dosis tertinggi ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. adalah sebagai berikut.

D x BB = C x V

D x BB tertinggi tikus ( kg/BB) = C ekstrak (mg/ml) x 2,5 ml D x 250 g/kgBB = 150 mg/ml x 2.5 ml

Dosis tertinggi 1,5 g/KgBB digunakan sebagai dosis III. Peringkat dosis lainnya dihitung dengan menggunakan faktor kelipatan 2, sehingga didapatkan dosis I sebesar 0,375 g/kgBB dan dosis II sebesar 0,75 g/kgBB.

9. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Pemilihan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida bisa menyebabkan kerusakan hati tikus. Dosis hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 ml/kgBB karbon tetraklorida dalam olive oil, terbukti mampu meningkatkan aktivitas serum ALT-AST pada tikus bila diberikan secara peroral (p.o).

10. Penetapan waktu pencuplikan darah

Berdasarkan penelitian Parmar, Vasrambhai, dan Kalia (2010) meunjukkan bahwa aktivitas ALT serum tikus terangsang karbon tetraklorida, 2mL/kgBB mencapai maksimal pada jam ke-24 setelah pemberiannya, kemudian pada jam ke-48 berangsur-angsur menurun hingga mendekati normal.

11. Penetapan lama pemejanan ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L. Lama waktu pemejanan ekstrak etanol 50% herba Sonchus arvensis L dilakukan selama enam hari berturut-turut dan kemudian pada hari ketujuh diberikan senyawa hepatotoksik dan kemudian diukur aktivitas serum ALT-ASTnya sesuai dengan hasil orientasi waktu penetapan pencuplikan darah.

12. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Hewan percobaan yang dibutuhkan sebanyak 30 ekor tikus jantan dibagi secara acak dalam enam kelompok sebagai berikut.

a. Kelompok I merupakan kontrol hepatotoksin diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL.kgBB secara intraperitoneal. Setelah 24 jam darah hewan uji diambil melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas serum ALT dan AST

b. Kelompok II merupakan kontrol negatif yaitu pemberian olive oil secara intraperitoneal. Setelah 24 jam darah hewan uji diambil melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas seum ALT dan AST.

c. Kelompok III merupakan kontrol ekstrak yaitu pemberian ekstrak etanol 50% - air tanaman Sonchus arvensis L. dengan dosis tertinggi yaitu 1,5 g/kgBB selama enam hari berturut-turut secara p.o. Setelah 24 jam darah hewan uji diambil melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas seum ALT dan AST.

d. Kelompok IV (dosis I) diberi ekstrak herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 g/ kgBB secara enam hari berturut-turut secara p.o

e. Kelompol V (dosis II) diberi ekstrak herba Sonchus arvensis L. dosis 0,750 g/ kgBB secara enam hari berturut-turut secara p.o

f. Kelompok VI (dosis III) diberi ekstrak herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 g/kgBB selama enam hari berturut-turut secara p.o

Pada hari ke tujuh kelompok IV,V, dan VI diberi hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB secara intraperitonial dengan waktu yang sama dengan pemberian ekstrak. Setelah 24 jam darah hewan uji diambil melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur aktivitas seum ALT dan AST.

13. Pembuatan serum

Setiap tikus diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata menggunakan pipa kapiler kemudian darah ditampung di tabung Eppendorf. Darah yang telah

diambil kemudian didiamkan selama 15 menit, lalu di sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Bagian supernatant diambil dengan menggunakan micropipette dan disentrifugasi lagi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Bagian supernatan diambil menggunakan micropipette.

14. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST

Pengukuran aktivitas serum ALT-AST dilakukan menggunakan Microlab-200 Merck® di Laboratorium Biokimia Fisiologi Manusia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Aktivitas serum ALT-AST diukur pada panjang gelombang 340nm, dan diyatakan dengan satuan U/L.

Pengukuran serum ALT dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum dengan 1000 µL reagen 1, lalu kemudian dicampur di vortex dan didiamkan selama operating time 2 menit. Reagen 2 kemudian ditambahkan sebanyak 250 µL, lalu divortex kembali dan diukur setelah didiamkan selama operating time 1 menit. Pengukuran serum AST dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum dengan 1000 µL reagen 1, lalu kemudian dicampur di vortex dan didiamkan selama operating time 2 menit. Reagen 2 kemudian ditambahkan sebanyak 250 µL, lalu divortex kembali dan diukur setelah didiamkan selama operating time 1 menit.

15. Perhitungan % efek hepatoprotektif

Perhitungan % efek hepatoprotektif diperoleh dengan menggunakan rumus: x 100%

x 100%

Dokumen terkait