• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi lotion minyak nilam dan uji aktivitas repelan terhadap nyamuk Aedes aegypti.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi lotion minyak nilam dan uji aktivitas repelan terhadap nyamuk Aedes aegypti."

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Patchouli alcohol dalam minyak nilam diketahui memiliki aktivitas repelan terhadap nyamuk Aedes aegypti. Repelan digunakan di seluruh tubuh sehingga minyak nilam diformulasikan menjadi sediaan yang memiliki daya sebar yang luas, yaitu lotion. Sifat fisik lotion dipengaruhi oleh jenis dan komposisi agen pengemulsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan komposisi Tween 80 dan Span 80 pada daerah optimum, stabilitas fisik, dan kemampuan repelan dari lotion minyak nilam.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan rancangan penelitian desain faktorial dengan dua faktor dan dua level. Tween 80 dan Span 80 digunakan sebagai faktor dengan level bawah dan level tinggi. Sifat dan stabilitas fisik lotion diuji dengan melihat organoleptis, tipe emulsi, pH, ukuran partikel, daya sebar, dan viskositas selama penyimpanan 30 hari dan secara freeze thaw. Data viskositas dengan rentang 40-65 dPa.s dan daya sebar dengan rentang 6,5-8 cm dianalisis secara statistik sebagai respon menggunakan

Design Expert 9.0.4 taraf kepercayaan 95% untuk mencari efek dan daerah optimum Tween 80 dan Span 80 dan menggunakan RStudio untuk mengetahui stabilitas.

Hasil penelitian menunjukkan Span 80 berefek signifikan dan dominan terhadap viskositas dan daya sebar. Area kompisi optimum untuk Tween 80 dan Span 80 telah ditemukan. Lotion stabil secara organoleptis, pH, tipe emulsi, viskositas dan daya sebar namun tidak stabil secara ukuran droplet dalam penyimpanan satu bulan atau setelah freeze thaw cycle. Lotion memiliki kemampuan repelan dan tidak mengiritasi.

(2)

ABSTRACT

Patchouli alcohol in pstchouli oil have repellent activity against Aedes aegypti. Repellent is used all over body so patchouli oil is formulated into lotion that has good spreadability. Physical properties of emulsion was affected by tyoe and composition of emulsifying agent. The purposes of the research are to determine effect and composition of Tween 80 and Span 80 in optimum area, physical stability, and repellent activity of patchouli oil lotion.

This research is experimental using factorial design with two factors and two levels. Tween 80 and Span 80 are used as factor and each of them in the high and low levels. Physical properties and stability were tested by observe organoleptic, pH, emulsion type, droplet size, spreadability, and viscosity after 30 days of storage and freeze thaw. The data viscosity between 40-65 dPa.s and spreadability between 6,5-8 cm that used to determine effect and optimum area of Tween 80 and Span 80 were tested by Design Experiments 9.0.4 and physical stability of lotion were tested by RStudio with confidence level 95%.

The results show Span 80 is a significant and dominant effect to viscosity and spreadability. The area of optimum composition of Tween 80 and Span 80 has been found. Lotion is stable in organoleptic. pH, emulsion type, viscosity, and spreadability, but not satble in droplet size after 30 days or freeze thaw cycle. Lotion has repellent activity and not irritant.

(3)

FORMULASI LOTION MINYAK NILAM DAN UJI AKTIVITAS REPELAN TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh :

Gabriella Septiana Suryadi

NIM : 118114093

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

FORMULASI LOTION MINYAK NILAM DAN UJI AKTIVITAS REPELAN TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh :

Gabriella Septiana Suryadi

NIM : 118114093

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Hidupilah hari ini sebagai pembalasan atas hari lalu dan sebagai persiapan untuk hari esok

Setiap masa punya orangnya dan setiap orang punya masanya

And, when you want something,

all the universe conspires in helping you to achieve it

No matter what he does, every person on earth plays a central role in the history of the world. And normally he doesn’t

know it ~Paulo Coelho~

Karya ini, kupersembahkan untuk

Tuhan Yesus Kristus

(8)
(9)
(10)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena

atas kasih, berkat, dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul „Formulasi Lotion Minyak Nilam dan Uji Aktivitas terhadap Nyamuk

Aedes aegypti’ dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

Selama menyelesaikan perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini

peneliti mendapatkan dukungan, semangat, kritik, dan saran dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Aris Widyawati, M. Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Bapak Dr. T. N. Saifullah S., M. Si, Apt. selaku Dosen Pembimbing

yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, kritik, dan saran

mulai dari penulisan proposal, penelitian, hingga penulisan skripsi

3. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang

telah memberikan waktu, saran, masukkan, dan kritik bagi penulis.

4. Ibu Bety Pudyastuti, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan waktu, saran, masukkan, dan kritik bagi penulis

5. Bapak Ipang Djunarko M. Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing

Akademik atas pendampingan selama perkuliahan

6. Bapak Musrifin, dan Mas Agung dan laboran serta karyawan lain

yang telah membantu penulis

7. Ibu Norfah dari Balitro dan Mba Firda dari P2B2 Ciamis atas

pendampingan yang diberikan selama penelitian

8. Kakak-kakak yang sudah berbagi pengalaman dan ilmu, Ella

Puspitasari, Elisabeth Sita Permata Sari Sucipto Putri, dan

9. Giacinta Puspananda Christara, Vina Alvionita Soesilo, Yoanes

(11)

viii

Setyaningsih, Monika Oktavia, Ludwinia Cesa Varian, Vincentius

Henry, Isna, Brigita Pambudi, untuk berbagi cerita, penguatan, suka,

dan duka.

10.Rekan-rekan skripsi lantai 1, Albertus Juanino Prabowo, Maria Verita

Vita, Andre Salim, Ardhaneswari, Regina Sheilla, Yoana Kristia, dan

Dara Prabandari, atas kebersamaan dan keceriaan selama melakukan

penelitian

11. Anak-anak Kos Agatha; Rosalia Suryaningtyas, Puspita Sari,

Trifonia Rosa, Liana, Maria Karina, dan Maria Magdalena Lita atas

semangat, motivasi, perhatian yang diberikan

12.Teman-teman Farmasi 2011 atas kebersamaan yang luar biasa selama

ini

13.Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas

dukungan dan bantuannya

Penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan yang dilakukan selama

penelitian ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapakan saran dan kritik

yang membangun tentang penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat berguna untuk

seluruh pihak, terutama di bidang kefarmasian.

Yogyakarta, 12 Mei 2015

(12)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. iv

PERNYATAN KEASLIAN KARYA………. v

PERSETUJUAN PUBLIKASI……….. vi

PRAKATA………... vii

DAFTAR ISI……… ix

DAFTAR TABEL……….... xiii

DAFTAR GAMBAR ……….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN……… xvii

INTISARI……….... xviii

ABSTRACT………... xix

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Masalah……… 3

C. Keaslian Penelitian……….. 3

D. Manfaat Penelitian………... 4

E. Tujuan Penelitian………. 4

BAB II PENELAHAAN PUSTAKA……….. 6

(13)

x

B. Nyamuk Aedes aegypti………...……… 9

C. Lotion………..……….. 11

D. Desain Faktorial……….……… 16

E. Monografi Bahan Bahan…..………..……… 17

1. Tween 80………... 17

2. Span 80…………..……….. 18

3. Setil alkohol……… 19

4. Gom arab……..………... 19

5. Carbopol 940………. 20

6. Trietanolamin……….. 21

7. Propilen glikol……….. 21

8. Metil paraben……… 22

F. Uji Iritasi……….. 22

G. Landasan Teori……… 23

H. Hipotesis ………. 24

BAB III. METODE PENELITIAN………. 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………... 26

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……….. 26

1. Variabel penelitian…..……… 26

2. Definisi operasional………. 26

C. Bahan Penelitian……...……….. 28

(14)

xi

E. Tata Cara Penelitian……..………. 28

1. Standarisasi minyak nilam………..………... 28

2. Formulasi lotion minyak nilam……….……….. 30

3. Penentuan tipe lotion……….……….. 31

4. Uji stabilitas………..……….. 31

5. Uji iritasi………...………... 33

6. Uji aktivitas repelan……… 33

F. Analisis ………...………... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………. 36

A. Karakterisasi Minyak Nilam…………..……… 36

B. Pengujian Sifat Fisik Lotion Minyak Nilam……..……… 38

1. Pengujian organoleptis dan pH…….………..……… 38

2. Pengujian tipe emulsi....……….………. 39

3. Pengujian ukuran droplet……… 40

4. Pengujian viskositas……… 41

5. Pengujian daya sebar……….………...………... 45

6. Optimasi formula………...………. 49

C. Pengujian Stabilitas Lotion Minyak Nilam Selama Penyimpanan 30 Hari…………...……….. 51

1. Stabilitas organoleptis dan pH……… 51

2. Stabilitas tipe emulsi………... 52

3. Pergeseran ukuran partikel…...………... 53

(15)

xii

5. Pergeseran daya sebar………. 56

D. Pengujian Stabilitas Lotion Minyak Nilam Selama Penyimpanan Freeze Thaw Cycle………. 57

1. Stabilitas organoleptis dan pH……….. 57

2. Stabilitas tipe emulsi………... 58

3. Pergeseran ukuran partikel…..………... 59

4. Pergeseran viskositas……….. 60

5. Pergeseran daya sebar………. 61

E. Uji Aktivitas Lotion Minyak NIlam Terhadap Nyamuk A. aegypti……... 62

F. Uji Iritasi Lotion Minyak Nilam………..……….. 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….……… 65

A. Kesimpulan……… 65

B. Saran………... 66

DAFTAR PUSTAKA……….. 67

LAMPIRAN………. 71

(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Nilai HLB………... 13

Tabel II. Penampilan emulsi dipengaruhi oleh ukuran partikel……… 14

Tabel III. Rancangan desain faktorial dengan dua level dan dua faktor………... 17

Tabel IV. Nilai iritasi dan tingkat iritasi………... 22

Tabel V. Formula lotion minyak nilam………... 28

Tabel VI. Karakterisasi minyak nilam……… 36

Tabel VII. Pengamatan organoleptis, pH, dan tipe emulsi lotion minyak nilam………... 38

Tabel VIII. Ukuran droplet dan nilai HLB lotion minyak nilam……….. 41

Tabel IX. Nilai efek Tween 80, Span 80, dan interaksinya terhadap respon viskositas………... 43

Tabel X. Nilai efek Tween 80, Span 80, dan interaksinya terhadap respon daya sebar………... 47

Tabel XI. Validasi Contourplot Superimposed……….. 51

Tabel XII. Daya proteksi lotion minyak nilam terhadap nyamuk A. aegypti………... 62

(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur patchouli alcohol………... 6

Gambar 2. Tipe emulsi………... 13

Gambar 3. Struktur molekul Tween 80……… 17

Gambar 4. Struktur molekul Span 80………... 18

Gambar 5. Struktur molekul setil alkohol……… 19

Gambar 6. Struktur molekul gom arab……....………. 19

Gambar 7. Struktur molekul carbopol 940………... 20

Gambar 8. Struktur molekul trietanolamin………... 21

Gambar 9. Struktur molekul propilen glikol……… 21

Gambar 10. Struktur molekul metil paraben……….. 22

Gambar 11. Hasil pengujian tipe emulsi lotion minyak nilam………... 40

Gambar 12. Hasil uji viskositas lotion minyak nilam………... 42

Gambar 13. Grafik hubungan Span 80 terhadap respon viskositas………… 44

Gambar 14. Grafik hubungan Tween 80 terhadap viskositas………. 44

Gambar 15. Contourplot respon viskositas lotion minyak nilam………….. 45

(18)

xv

Gambar 17. Grafik hubungan Span 80 terhadap respon daya sebar ……….. 48

Gambar 18. Grafik hubungan Tween 80 terhadap respon daya sebar……… 48

Gambar 19. Contourplot respon daya sebar………... 49

Gambar 20. Contourplot superimposed lotion minyak nilam……….... 50

Gambar 21. (a) Penentuan tipe emulsi sebelum penyimpanan 30 hari,

(b) Penentuan tipe emulsi sesudah penyimpanan 30 hari…….. 52

Gambar 22. Grafik stabilitas ukuran droplet lotion minyak nilam selama

penyimpanan 30 hari………... 54

Gambar 23. Grafik stabilitas viskositas lotion minyak nilam selama

penyimpanan 30 hari………... 55

Gambar 24. Grafik stabilitas daya sebar lotion minyak nilam selama

penyimpanan 30 hari………... 56

Gambar 25. (a) Penentuan tipe emulsi sebelum penyimpanan freeze thaw cycle, (b) penentuan tipe emulsi sesudah penyimpanan

freeze thaw cycle………... 58 Gambar 26. Grafik stabilitas ukuran droplet lotion minyak nilam sesudah

freeze thaw cycle………... 59

(19)

xvi

Gambar 28. Grafik stabilitas daya sebar lotion minyak nilam sesudah

freeze thaw cycle………... 61

(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat keterangan pembelian minyak nilam dari Balitro…….. 71

Lampiran 2. Sertifikat pengujian minyak nilam………... 72

Lampiran 3. Perhitungan nilai HLB………. 74

Lampiran 4. Organoleptis lotion minyak nilam………...… 76

Lampiran 5. Data pengukuran viskositas lotion minyak nilam……… 83

Lampiran 6. Data pengukuran daya sebar lotion minyak nilam…………... 90

Lampiran 7. Data pengukuran ukuran droplet lotion minyak nilam……… 97

(21)

xviii

INTISARI

Patchouli alcohol dalam minyak nilam diketahui memiliki aktivitas repelan terhadap nyamuk Aedes aegypti. Repelan digunakan di seluruh tubuh sehingga minyak nilam diformulasikan menjadi sediaan yang memiliki daya sebar yang luas, yaitu lotion. Sifat fisik lotion dipengaruhi oleh jenis dan komposisi agen pengemulsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan komposisi Tween 80 dan Span 80 pada daerah optimum, stabilitas fisik, dan kemampuan repelan dari lotion minyak nilam.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan rancangan penelitian desain faktorial dengan dua faktor dan dua level. Tween 80 dan Span 80 digunakan sebagai faktor dengan level bawah dan level tinggi. Sifat dan stabilitas fisik lotion diuji dengan melihat organoleptis, tipe emulsi, pH, ukuran partikel, daya sebar, dan viskositas selama penyimpanan 30 hari dan secara freeze thaw. Data viskositas dengan rentang 40-65 dPa.s dan daya sebar dengan rentang 6,5-8 cm dianalisis secara statistik sebagai respon menggunakan

Design Expert 9.0.4 taraf kepercayaan 95% untuk mencari efek dan daerah optimum Tween 80 dan Span 80 dan menggunakan RStudio untuk mengetahui stabilitas.

Hasil penelitian menunjukkan Span 80 berefek signifikan dan dominan terhadap viskositas dan daya sebar. Area kompisi optimum untuk Tween 80 dan Span 80 telah ditemukan. Lotion stabil secara organoleptis, pH, tipe emulsi, viskositas dan daya sebar namun tidak stabil secara ukuran droplet dalam penyimpanan satu bulan atau setelah freeze thaw cycle. Lotion memiliki kemampuan repelan dan tidak mengiritasi.

(22)

xix

ABSTRACT

Patchouli alcohol in pstchouli oil have repellent activity against Aedes aegypti. Repellent is used all over body so patchouli oil is formulated into lotion that has good spreadability. Physical properties of emulsion was affected by tyoe and composition of emulsifying agent. The purposes of the research are to determine effect and composition of Tween 80 and Span 80 in optimum area, physical stability, and repellent activity of patchouli oil lotion.

This research is experimental using factorial design with two factors and two levels. Tween 80 and Span 80 are used as factor and each of them in the high and low levels. Physical properties and stability were tested by observe organoleptic, pH, emulsion type, droplet size, spreadability, and viscosity after 30 days of storage and freeze thaw. The data viscosity between 40-65 dPa.s and spreadability between 6,5-8 cm that used to determine effect and optimum area of Tween 80 and Span 80 were tested by Design Experiments 9.0.4 and physical stability of lotion were tested by RStudio with confidence level 95%.

The results show Span 80 is a significant and dominant effect to viscosity and spreadability. The area of optimum composition of Tween 80 and Span 80 has been found. Lotion is stable in organoleptic. pH, emulsion type, viscosity, and spreadability, but not satble in droplet size after 30 days or freeze thaw cycle. Lotion has repellent activity and not irritant.

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus demam berdarah dengue yang terjadi di Indonesia sampai saat ini masih memprihatinkan. Sejak tahun 1968 hingga 2009, kasus DBD menyebar dari

dua kota yang terdapat di dua provinsi dan kemudian menyebar ke 382 kabupaten

yang ada di 32 provinsi. Kasus DBD yang terjadi naik dari 58 kasus pada tahun

1968 menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009 (Subdirektorat Arbovirus, 2010).

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus Dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris. Vektor utama virus Dengue ialah nyamuk Aedes aegypti (A. aegypti). Nyamuk dapat menjadi vektor virus Dengue apabila nyamuk menghisap darah penderita demam berdarah. Virus yang sudah masuk ke dalam nyamuk akan bereplikasi dalam

hemocoelum dan akhirnya menuju ke air liur untuk siap ditularkan (Soewondo, 1998).

Salah satu cara pencegahan gigitan nyamuk dengan pengunaan repelan.

Repelan bekerja dengan cara menghalangi kemampuan antena nyamuk untuk

mendeteksi asam laktat dan CO2 (Luukinen, Buhl, and Stone, 2008). Salah satu

bahan yang diketahui memiliki kemampuan repelan ialah minyak nilam.

Hasil penelitian Trongtokit, Rongsriyam, Komalamisra, dan

Apiwathnasorn (2005) menunjukkan minyak nilam memiliki daya proteksi

(24)

minyak nilam yang memiliki aktivitas repelan paling baik terhadap nyamuk A. aegypti ialah patchouli alcohol. Patchouli alcohol mampu memberikan daya proteksi sebesar 100% terhadap nyamuk A. egeypti selama 280 menit (Gokulakrishnan, Kuppusamya, Shamugam, and Kaliyamoorthi, 2013).

Repelan digunakan pada seluruh tubuh sehingga diperlukan suatu sediaan

yang memiliki daya sebar yang luas. Sediaan yang memiliki nilai daya sebar yang

luas ialah sediaan yang memiliki viskositas yang kecil. Lotion merupakan sediaan topikal yang memiliki nilai viskositas yang kecil. Lotion dapat berupa emulsi (Troy and Beringer, 2006). Tipe emulsi lotion yang dipilih ialah minyak dalam air (M/A) disesuaikan dengan lipofilisitas minyak nilam. Selain itu, tipe ini dipilih

karena mampu mencegah penguapan minyak nilam sehingga waktu penolakan

nyamuk dapat semakin lama.

Lotion terdiri dari fase minyak dan fase air yang disatukan oleh emulgator. Emulgator memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas lotion. Emulgator sering dikombinasikan dengan agen pengemulsi lainnya untuk

menghasilkan emulsi yang stabil. Pengkombinasian agen pengemulsi digunakan

untuk menentukan nilai HLB yang dibutuhkan emulsi (Felton, 2013). Tween 80

dan Span 80 merupakan agen pengemulsi yang berperan penting dalam

menyatukan fase minyak dan fase air. Tween 80 dan Span 80 termasuk ke dalam

golongan surfaktan nonionik di mana memiliki toksisitas yang lebih rendah

dibandingkan dengan surfaktan jenis lainnya (Nielloud, 2000). Selain itu, sifat

(25)

dengan berbagai bahan (Salager, 2002). Optimasi dilakukan pada Tween 80 dan

Span 80 karena kedua bahan ini berperan penting dalam stabilitas emulsi.

Optimasi Tween 80 dan Span 80 menggunakan desain faktorial. Desain

faktorial digunakan agar diketahui faktor yang paling berpengaruh terhadap sifat

fisik dan stabilitas lotion. Setelah diketahui faktor yang paling berpengaruh, dapat diketahui daerah optimum komposisi Tween 80 dan Span 80 pada lotion minyak nilam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh Tween 80 dan Span 80 terhadap sifat fisik (viskositas

dan daya sebar) lotion minyak nilam?

2. Berapa komposisi Tween 80 dan Span 80 pada daerah optimum sehingga

dihasilkan lotion dengan sifat fisik yang diinginkan?

3. Bagaimana kestabilan lotion minyak nilam selama masa penyimpanan 30 hari dan setelah freezethaw cycle?

4. Bagaimana aktivitas repelan yang diberikan lotion minyak nilam terhadap nyamuk Aedes aegypti?

5. Apakah sediaan lotion minyak nilam tidak iritatif berdasarkan metode HET-CAM?

C. Keaslian Penelitian

(26)

1. “Pemanfaatan Minyak Nilam (Patchouly Oil) sebagai Bahan Lotion Anti Nyamuk (Repellent) Ramah Lingkungan” yang dilakukan oleh Amaliatul Choiriah pada tahun 2009. Penelitian ini mengenai ekstraksi,

pengidentifikasian komponen minyak nilam dan pengujian aktivitas

penolakan nyamuk terhadap nyamuk Culex fatigans.

2. “Efek Span 80 dan Tween 80 sebagai Emulgator terhadap Sifat Fisis dan

Stabilitas Emulsi Oral A/M Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica charantia L.):Aplikasi Desain Faktorial” yang dilakukan oleh Lia Yumi Yusvita pada

tahun 2010. Penelitian ini mengenai optimasi Span 80 dan Tween 80 pada

sediaan oral ekstrak etanol buah pare dengan tinjauan desain faktorial.

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang

formulasi lotion minyak nilam dengan Tween 80 dan Span 80 sebagai surfaktan dengan menggunakan desain faktorial belum pernah dilakukan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai bentuk sediaan lotion yang memiliki bahan aktif minyak nilam dengan menggunakan Tween 80 dan Span

80 sebagai emulgator

2. Manfaat praktis

(27)

E. Tujuan 1. Tujuan Umum

Mengetahui formula lotion minyak nilam yang stabil selama peyimpanan, memiliki efek repelan, dan dapat diterima masyarakat.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh Tween 80 dan Span 80 terhadap sifat fisik lotion

minyak nilam

b. Mengetahui komposisi Tween 80 dan Span 80 pada daerah optimum

sehingga dihasilkan lotion minyak nilam dengan sifat fisik yang diinginkan

c. Mengetahui kestabilan lotion minyak nilam selama masa penyimpanan 30 hari dan setelah freeze thaw cycle

d. Mengetahui aktivitas repelan lotion minyak nilam terhadap nyamuk A. aegypti

(28)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Nilam (Pogostemon cablin)

Nilam (Pogostemon cablin) merupakan semak yang tumbuh di daerah tropik. Tanaman ini dapat ditemukan di China, Indonesia, Malaysia, dan Brazil

(Mahanta, Chutia, and Sharma, 2007). Nilam sudah dikembangkan di berbagai daerah Indonesia yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, dan

Jawa Tengah (Santoso, 1990). Taksonomi tanaman nilam adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Lamiales

Keluarga : Lamiaceae

Marga : Pogostemin Desf.

Jenis : Pogostemon cablin

(Chakrapani et al. 2013) Tanaman nilam tumbuh dengan ketinggian 0,3 – 1,3 meter, berakar

serabut, berbatang lunak dan berbuku buku. Buku batang nilam menggembung

dan berair. Batang tanaman nilam berwarna hijau kecokelatan. Daun nilam

merupakan daun tunggal, berbentuk bulat telur, melebar di tengah, meruncing ke

ujung, dan memiliki tepi yang bergerigi. Bunga nilam berwarna putih dan

(29)

arah sinar matahari, namun di kebun pertanaman nilam dapat tumbuh tegak ke

atas dan merumpun pendek (Santoso, 1990).

Miyazawa, Okuno, Nakamura, dan Kosaka (2000) melaporkan 5 macam

flavonoid pada tanaman nilam yaitu kumatakenin, 7,4‟-di-O-methyleriodictyol,

ombuine, 7, 3‟,4-tri-O-methyleriodictyol, 3,7, 4‟-tri-O- methylkaempferol, dan

pachypodol. Guan, Quan, Xu, and Cong (1994) mengisolasi friedelin, epifriedelinol, retusine, oleanolic acid, beta-sitostero, dan daucostero untuk

pertama kali.

Kandungan kimia pada minyak nilam yang berasal dari India adalah

patchouli alcohol (22.62%), α-bulnesene (19,49%), α-guaiene (15,45%),

patchoulene (12.88%), γ-patchoulene (11,72%), α-patchoulene (3,58%),

t-β-elemenone (2,74%), β-caryophyllene (2,54%), aromadendrene oxide (1.57%),

farnesol (1.55%), nonadecane (1.48%), eremophilene (1,36%), δ-elemene

(1,32%), α-pinene (0,46%), dan β-bisabolene (0,22%) (Gokulakrishnan et al.,

2013).

Gambar 1. Struktur molekul patchouli alcohol

(30)

Struktur molekul patchouli alcohol sebagai kandungan kimia utama minyak nilam dapat dilihat pada gambar 1. Minyak nilam yang berasal dari

Vietnam mengandung patchouli alcohol (37,8%), α-bulnesene (δ-guaiene) (14,7%), guaiene (13,4%), α-patchoulene (8,0%), seychellene (7,5%), β -patchoulene (3,2%), β-caryophyllene (2,8%), pogostol (2,4%), cadinene (1,2%), dan β-elemene (0,7%) (Dung, Leclercq, Thai, and Moi, 1989).

Minyak nilam merupakan salah satu contoh dari minyak atsiri (Santoso,

1990). Minyak atsiri merupakan senyawa organik yang dihasilkan oleh tanaman

dan mudah menguap. Minyak atsiri termasuk ke dalam metabolit sekunder yang

diproduksi dalam jumlah sedikit dan berfungsi sebagai pertahanan terhadap

serangan dari luar seperti serangga dan mikroorganisme. Tanaman yang memiliki

sel glandula yang dapat memproduksi minyak atsiri (Istianto, 2009).

Minyak nilam didapatkan dari daun nilam yang dipanen pada saat musim

hujan dan dikeringkan selama beberapa hari (Chakrapani, et al., 2013). Salah satu cara untuk mendapatkan minyak nilam ialah destilasi uap. Destilasi uap adalah

cara mendidihkan bahan baku yang dimasukkan ke dalam ketel hingga terdapat

uap yang diperlukan atau dengan cara mengalirkan uap jenuh dari ketel pendidih

air ke dalam ketel penyulingan (Santoso, 1990). Selain destilasi uap, metode

hydro distillation, destilasi microwave, supercritical CO2, dan ultrasound dapat digunakan untuk mengekstraksi minyak nilam. Namun destilasi uap tetap menjadi

pilihan produsen untuk mendestilasi minyak nilam karena sederhana dan

(31)

Minyak nilam mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: (a) sukar tercuci,

(b) sukar menguap dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya, (c) dapat larut

dalam alkohol dan (d) dapat dicampur dengan minyak atsiri lainnya. Oleh karena

itu, minyak nilam banyak digunakan sebagai fiksatif (unsur pengikat) pada

industri wewangian (Santoso, 1990).

Manfaat yang dimiliki minyak nilam ialah sebagai parfum, antifungi,

antimutagen, antibakteri, dan pencegah emphysema pada tahap pemulihan setelah operasi (Trongtokit et al., 2005). Menurut Chakrapani et al. (2013), minyak nilam digunakan sebagai anti depresan, diuretik, deodoran, fungisida, insektisida,

stimulan, dan antiseptik.

Minyak nilam dengan konsentrasi 100% memiliki kemampuan sebagai

repelan terhadap Aedes aegypti dengan waktu perlindungan selama 120 menit. Waktu perlindungan yang diberikan minyak nilam dengan konsentrasi 50% ialah

60 menit sedangkan dengan konsentrasi 10% tidak memberikan perlindungan

(Trongtokit et al., 2005). Senyawa kimia minyak nilam yang memiliki efek repelan paling baik terhadap nyamuk A. aegypti ialah patchouli alcohol dengan daya proteksi sebesar 100% selama 280 menit (Gokulakrishnan et al., 2013).

B. Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti memiliki tubuh dan tungkai yang ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakkan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya

tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri

(32)

Menurut Ginanjar (2007), nyamuk jantan dan betina tidak memiliki

perbedaan yang mencolok dalam hal ukuran. Nyamuk jantan memiliki ukuran

yang lebih kecil dibandingkan dengan nyamuk betina dan terdapat rambut-rambut

tebal pada bagian antena nyamuk jantan. Kedua hal ini dapat diamati dengan mata

telanjang.

Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna hitam kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina antara 3-4 cm dengan mengabaikan panjang kakinya (Ginanjar, 2007).

Metamorfosis nyamuk Aedes aegypti terjadi secara sempurna di mana telur pada umumnya diletakkan di air sedangkan larva dan pupa yang memerlukan

air untuk bertahan hidup. Beberapa hari sesudah berada dalam air, telur nyamuk

akan menetas menjadi larva. Larva akan berganti kulit sebanyak 4 kali dan

selanjutnya berubah menjadi pupa. Pupa tidak memerlukan makanan. Stadium

pupa berlangsung selama 2-3 hari sebelum pupa berubah menjadi nyamuk dewasa

(Soedarto, 2011).

Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal yaitu aktif pada pagi dan siang hari. Penularan nyamuk dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk

betina yang menghisap darah. Nyamuk betina membutuhkan protein yang ada

pada darah seperti prostglandin untuk bertelur (Ginanjar, 2007).

Nyamuk Aedes aegypti menghisap darah dengan mengandalkan penciumannya terhadap bau manusia. Bau manusia timbul akibat hasil ekskresi

manusia. Komponen hasil ekskresi yang paling menarik perhatian nyamuk ialah

(33)

Salah satu cara untuk mencegah gigitan nyamuk ialah dengan pengunaan

repelan. Repelan bekerja dengan cara menghalangi kemampuan antena nyamuk

untuk mendeteksi asam laktat dan CO2 (Luukinen et al., 2008).

Repelan merupakan suatu produk yang ditujukan untuk mengurangi

gigitan arthropoda hematophagy. Secara umum, repelan serangga paling efektif dalam fase uap (Debboun, Frances, and Strickmann, 2007).

C. Lotion

Lotion merupakan sediaan topikal yang memiliki nilai viskositas yang kecil. Lotion dapat berupa suspensi atau emulsi. Tipe emulsi lotion biasanya tipe M/A tapi emulsi dengan tipe A/M juga diproduksi (Troy and Beringer, 2006).

Emulsi merupakan sistem dua fase yang mengkombinasikan dua larutan

yang tidak saling campur, salah satu larutan terdispersi seragam dalam

globul-globul kecil ke dalam larutan lain (Troy and Beringer, 2006). Kedua larutan yang tidak saling campur ini membutuhkan suatu agen pengemulsi yang dapat

menurunkan tegangan antarmuka kedua larutan tersebut sehingga salah satu

larutan akan terdispersi secara sempurna ke dalam medium dispers (Allen, 2014).

Surfaktan merupakan agen pengemulsi yang memiliki nilai HLB antara

3-6 atau 8-18. Agen pengemulsi mengurangi tegangan antar-muka antara air

dengan minyak dan energi bebas permukaan sehingga globul fase dispers tidak

bersatu. Surfaktan merupakan suatu molekul yang memiliki gugus polar dan non

polar (Allen, 2014).

Agen pengemulsi sering dikombinasikan dengan agen pengemulsi

(34)

pengemulsi digunakan untuk menentukan nilai HLB yang dibutuhkan emulsi

(Felton, 2013).

Tipe agen pengemulsi yang digunakan mampu mempengaruhi sifat fisik

emulsi. Menurut Sheikh et al. (2005), campuran Tween 80 dan Span 80 mampu meningkatkan viskositas, memperkecil ukuran droplet, dan meminimalisir

pemisahan fase minyak dan air pada krim Haruan dibandingkan dengan Tween 80

atau Span 80. Krim Haruan yang menggunakan campuran Tween 80 dan Span 80

stabil selama masa penyimpanan, 6 bulan dan stabil dalam berbagai macam suhu

(5 o C, 25o C, dan 45o C).

Emulsi memiliki berbagai macam tipe. Tipe emulsi yang sederhana ada

dua yaitu M/A (minyak dalam air) ketika droplet minyak terdispersi ke dalam fase

air dan A/M (air dalam minyak) ketika fase air terdispersi ke dalam minyak. Tipe

emulsi ganda terdiri dari M1/A/M2 dan A1/M/A2, M1 maupun A1 menunjukkan

fase internal sedangkan M2 maupun A2 menunjukkan fase eksternal. Biemulsi

merupakan emulsi yang memiliki 2 fase internal yang berbeda. (Nielloud et al., 2000). Tipe-tipe emulsi ditunjukkan pada gambar 2.

Surfaktan yang memiliki nilai HLB antara 3-6 bersifat lipofilik dan baik

untuk memproduksi emulsi dengan sistem M/A, sedangkan surfaktan yang

memiliki nilai HLB antara 8-18 bersifat hidrofilik dan baik untuk memproduksi

emulsi dengan sistem A/M (Allen, 2014). Hubungan nilai HLB dengan aktivitas

(35)

Gambar 2. Tipe emulsi (Nielloud et al., 2000)

Tabel I. Nilai HLB

Aktivitas Nilai HLB

Antifoaming 1 – 3

Agen pengemulsi (A/M) 3 – 6

Wetting agents 7 – 9

Agen pengemulsi (M/A) 8 – 18

Solubilizers 15 – 20

Deterjen 13 – 16

(Allen, 2014)

Sifat fisik yang dipengaruhi oleh komposisi bahan lotion minyak nilam antara lain organoleptis, viskositas, daya sebar, ukuran droplet, pH

1. Organoleptis

Uji ini dilakukan untuk melihat fisik emulsi secara visual. Dalam uji ini yang

diamati antara lain warna, bau, tekstur, dan homogenitas (Muzzafar, Singh,

and Chauhan, et al., 2013). 2. Pengukuran pH

(36)

atas pH kulit maka kulit akan menjadi kering sedangkan di bawah pH kulit

maka kulit akan teriritasi.

3. Tipe emulsi

Pengujian tipe emulsi dilakukan untuk memastikan fase luar dan fase

dalam suatu emulsi. Metode pembuktian tipe emulsi dapat dilakukan dengan

metode pengenceran, metode pewarnaan, dan metode konduktivitas. Metode

pengenceran menggunakan air dan minyak. Ketika emulsi dilarutkan ke

dalam air dan emulsi larut ke dalam air maka fase luar dari emulsi tersebut

ialah fase air, namun ketika dilarutkan ke dalam minyak dan emulsi larut

dalam minyak maka fase luar dari emulsi tersebut ialah minyak. Metode

pewarnaan menggunakan reagen larut air dan reagen larut minyak untuk

mewarnai emulsi. Pengamatan metode pewarnaan dilakukan dengan

menggunakan mikroskop. Reagen larut air digunakan terlebih dahulu, apabila

reagenmewarnai fase luar maka emulsi yang terbentuk tipe M/A. Reagen larut

minyak digunakan apabila reagen larut air tidak mewarnai fase luar, apabila

reagen larut minyak mewarnai fase luar maka emulsi yang terbentuk tipe

A/M. Metode konduktivitas memiliki prinsip apabila emulsi tipe M/A

memiliki konduktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan emulsi tipa

A/M. Lampu yang terhubung dengan elektroda akan menyala ketika elektroda

dimasukkan ke dalam emulsi dengan tipe M/A namun ketika lampu tidak

menyala ketika elektroda dimasukksn ke dalam suatu emulsi maka dapat

diamsusikan emulsi yang terbentuk merupakan tipe A/M (Troy dan Beringer,

(37)

4. Ukuran droplet

Droplet emulsi berukuran 1-100 µm. Penampilan emulsi dipengaruhi oleh

ukuran droplet fase terdispersi. Semakin besar ukuran droplet maka emulsi

yang terbentuk berwarna putih susu dan semakin kecil ukuran droplet maka

emulsi yang terbentuk semakin transparan (Lieberman, Rieger, Banker, and

Dekker, 1996). Pengaruh ukuran droplet terhadap penampilan emulsi dapat

dilihat pada tabel II.

Tabel II. Pengaruh ukuran droplet terhadap penampilan emulsi

Ukuran droplet (µm) Penampilan

>1 Putih 0,1 – 1 Biru-putih 0,05 – 1 Opak, semitransparan

<0,5 Transparan

(Lieberman et al., 1996) 5. Viskositas

Viskositas adalah tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, semakin tinggi

suatu viskositas maka semakin besar tahanan suatu cairan. Semakin tinggi

nilai viskositas maka nilai daya sebar akan menurun tetapi waktu retensi

sediaan akan meningkat (Martin et al., 1993). 6. Daya sebar

Daya sebar sediaan terkait dengan kontak antara sediaan topical dengan

tempat pengaplikasian yang berhubungan langsung dengan koefisien gesekan.

Daya sebar berpengaruh terhadap keseragaman dosis (Garg, Aggarwal, Garg,

(38)

D. Desain Faktorial

Optimasi formula merupakan hal yang penting pada bidang farmasi.

Tujuan dilakukan optimasi formula adalah dapat ditemukan formula optimum.

Secara umum proses optimasi terdiri dari seri formula dengan konsentrasi bahan

yang berbeda. Seri formula ini dievaluasi respon, seperti kekerasan, viskositas,

ukuran droplet. Berdasarkan respon yang dievaluasi ini, dapat diprediksi suatu

model matematika yang mewakili formula optimum (Bolton, 1997).

Desain faktorial adalah teknik yang memberikan model hubungan antara

variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Desain faktorial yang

paling sederhana dan memadai untuk mencapai hasil adalah 2n. pada desain

faktorial 2n dibutuhkan 4 percobaan di mana 2 menunjukkan level dan n

menunjukkan jumlah faktor percobaan (Bolton, 1997). Istilah-istilah pada desain

faktorial yang perlu dipahami ialah :

1. Faktor: variabel yang telah ditetapkan pada suatu penelitian yang dapat bersifat

kualitatif ataupun kuantitatif. Faktor ini harus bisa dinyatakan dalam suatu

harga atau nilai.

2. Level: harga yang ditetapkan untuk faktor

3. Respon: hasil terukur yang didapat dari suatu penelitian dan harus dapat

dikuantifikasi. Bervariasinya level pada suatu penelitian dapat menyebabkan

terjadinya perubahan respon.

4. Interaksi: akibat dari penambahan efek-efek faktor yang dapat bersifat

antagonis atau sinergis. Antagonis berarti interaksi memliki efek yang

(39)

yang menambah besar (Kurniawan dan Sulaiman, 2009).

Rancangan percobaan desain faktorial dengan 2 level dan 2 faktor

percobaan dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III. Rancangan desain faktorial dengan 2 Level 2 faktor

Formula Faktor A Faktor B Interaksi

I - - +

A + - -

B - + -

AB + + +

Keterangan

- = faktor rendah + = faktor tinggi

Formula I = formula dengan faktor A dalam level rendah dan faktor B dalam level rendah

Formula A = formula dengan faktor A dalam level tinggi dan faktor B dalam level rendah

Formula B = formula dengan faktor A dalam level rendah dan faktor B dalam level tinggi

Formula AB = formula dengan faktor A dalam level tinggi dan faktor B dalam level tinggi

Rumus dari desain faktorial dua faktor terlihat pada persamaan 1

Y = b0 + b1 (XA) + b2(XB) + b12(XA) (XB)……… (1)

Keterangan

Y = respon yang diamati

XA, XB = level faktor A dan faktor B

b0, b1, b2 = koefisien, didapat hasil percobaan

E. Monografi Bahan Bahan 1. Tween 80

(40)

Tween 80 (gambar 3) merupakan emulgator yang berbentuk cairan

dan berwarna kuning. Berat molekul tween 80 sebesar 1310 g/ mol dan berat

jenis sebesar 1,08. Tween 80 larut dalam air dingin, metanol, dan etanol;

tidak larut dalam minyak mineral dan minyak sayur. Tween 80 inkompatibel

dengan agen pengoksidasi (Zhang, 2009).

Tween 80 yang digunakan sebagai emulgator pada emulsi sistem

M/A sebanyak 1-15%. Tween 80 yang dikombinasikan dengan emulgator

hidrofilik dapat digunakan sebanyak 1-10% dari sediaan. Nilai HLB Tween

80 sebesar 15 (Zhang, 2009).

2. Span 80

Gambar 4. Struktur molekul Span 80 (Merck, 2011)

Span 80 (gambar 4) berbentuk cairan kental dan berwarna kuning.

Berat molekul dari span 80 sebesar 428.61 g/mol dan berat jenis sebesar 1.

Span 80 larut dalam etil asetat, minyak mineral, dan 3 etehioksietanol; tidak

larut dalam air dan aseton. Selain itu, span 80 akan bereaksi dengan agen

pengoksidasi (Zhang, 2009).

Span 80 dapat digunakan sebanyak 1-15% apabila digunakan

sebagai emulgator pada suatu sediaan dengan tipe A/M. Span 80 digunakan

sebanyak 1-10% apabila dikombinasikan dengan emulgator hidrofilik pada

(41)

3. Setil alkohol

Gambar 5. Struktur molekul setil alkohol (Merck, 2011)

Setil alkohol (gambar 5) berupa padatan yang berwarna putih dan

tidak berbau. Berat molekul setil alkohol sebesar 242.43 g/mol dan berat jenis

sebesar 0,8187. Titik leleh yang dimiliki setil alkohol ialah 49.3o C dan titik

didih sebesar 344o C. Setil alkohol larut dalam kloroform, dietil eter, minyak,

dan aseton. Selain itu, setil alkohol tidak larut dalam air. Polimerisasi tidak

terjadi pada setil alkohol. Setil alkohol inkompatibel dengan agen

pengoksidasi dan asam (Unvala, 2009).

Penggunaan setil akohol sebagai stiffening agent sebanyak 2-10%, sebagai emolien sebanyak 2-5%, dan sebagai emulgator sebanyak 2-10%

(Unvala, 2009).

4. Gom arab

Gambar 6. Struktur molekul gom arab (Phillips and Williams, 2000)

Gom arab (gambar 6) berbentuk padatan, serbuk putih dan tidak

(42)

larut dalam alkohol. Gom arab inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat

(Kibbe, 2013)

Gom arab digunakan sebagai agen pengemulsi, agen peningkat

viskositas, agen suspending, dan pengikat tablet. Penggunaan gum arabican

sebagai agen pengemulsi sebanyak 10-20%, agen suspending sebanyak

5-10%, dan pengikat tablet sebanyak 1-5% dari total sediaan (Kibbe, 2009).

5. Carbopol 940

Gambar 7. Struktur molekul Carbopol 940 (Draganoiu et al., 2009).

Carbopol 940 (gambar 7) merupakan polimer sintetis asam akrilik

yang berikatan dengan alil sukrosa atau alil ether dari pentaerithritol.

Carbopol 940 terdispersi dalam air akan membentuk disperse koloidal yang

bersifat asam dan ketika dinetralisir akan membentuk gel. Penetralisir yang

sering digunakan antara lain TEA, NaOH atau KOH (Allen, 2014)

Viskositas Carbopol paling baik berada pada pH 6-11. Viskositas

akan menurun pada pH kurang dari 3 atau lebih dari 12 (Draganoiu et al., 2009).

Penggunaan Carbopol pada bidang farmasi antara lain sebagai

material bioadhesif, agen pengemulsi, emulsion stabilizier, suspending agent,

agen penstabil, dan agen pengikat tablet. Penggunaan Carbopol sebagai agen

(43)

Carbopol berbentuk serbuk halus berwarna putih, bersifat asam, hisgroskopis,

dan sedikit berbau. (Draganoiu et al., 2009).

6. Trietanolamin

Gambar 8. Struktur molekul triethanolamine (Goskonda, 2009)

Trietanolamin atau TEA (gambar 8) merupakan amin tersier yang

mengandung gugus hidroksi. TEA berbentuk cairan jernih, sedikit kental dan

sedikit berbau amoniak dengan pH sebesar 10,5. TEA berfungsi sebagai agen

pembasa dan agen pengemulsi (Goskonda, 2009).

7. Propilen glikol

Gambar 9. Struktur molekul propilen glikol (Weller, 2009)

Propilen glikol (gambar 9) merupakan humektan yang berupa cairan

bening, kental, dan tidak berbau. Berat jenis dari propilen glikol 1, 02 g/cm3

dengan berat molekul 76, 09. Propilen glikol dapat bercampur dengan air,

etanol, gliserin, kloroform, dan aseton. Secara kimia, propilen glikol stabil

ketika dicampur dengan gliserin, etanol, dan air. Propilen glikol inkompatibel

(44)

Propilen glikol digunakan sebagai humektan, pengawet, disinfektan,

pelarut, co solvent, dan agen penstabil. Penggunaan propilen glikol sebagai humektan pada sediaan topical sebanyak 15% (Weller, 2009).

8. Metil paraben

Gambar 10. Struktur molekul metil paraben (Haley, 2009)

Metil paraben (gambar 10) merupakan pengawet berbentuk padat,

Kristal tidak berwarna dan tidak berbau. Metil paraben termasuk dalam

antimikroba spectrum luas tetapi lebih efektif terhadap khamir atau kapang.

Aktivitas antimikroba metil paraben berada dalam rentang pH 4-8. Semakin

tinggi pH sistem, maka aktivitas antimikroba semakin turun (Haley, 2009).

F. Uji Iritasi

Salah satu alternatif uji iritasi pada kulit adalah uji HET-CAM (Hen’s

Egg Test on ChorioAllontoic Membrane). Uji HET-CAM merupakan suatu metode alternatif untuk mengukur iritasi pada mata. Namun metode ini dapat

digunakan untuk uji iritasi pada kulit (Cazedey, Calvalho, Fiorentino, Gremiao,

and Salgado, 2009).

CAM merupakan membran pernapasan, terdapat banyak pembuluh

(45)

visual terhadap CAM dilakukan untuk menentukan tingkat iritasi yang terjadi.

Perubahan yang diamati yaitu terjadinya lisis, pendarahan, dan denaturasi protein

(Cazedey et al., 2009).

Nilai iritasi dihitung menggunakan persamaan 2

NI = {[

Waktu pendarahan : waktu mulai terjadinya pendarahan (detik)

Waktu lisis : waktu mulai terjadinya lisis (detik)

Waktu denaturasi : waktu mulai terjadinya koagulasi(detik)

Tabel IV. Nilai iritasi dan tingkat iritasi

Nilai iritasi Tingkat iritasi

0 – 0,9 Noniritant

Nyamuk A. aegypti merupakan vektor utama penyakit demam berdarah dengue. Salah satu pencegahan demam berdarah dengue ialah penggunaan

repelan. Bahan alam yang sering digunakan sebagai repelan ialah minyak atsiri.

Minyak nilam, minyak atsiri dari tanaman nilam, memiliki aktivitas repelan

terhadap nyamuk A. aegypti (Trotongkit, 2005). Patchouli alcohol merupakan komponen utama dari minyak nilam memiliki aktivitas repelan terhadap nyamuk

(46)

meninggalkan efek berminyak setelah digunakan, memberikan efek halus, dan

lembut.

Penelitian Sheikh et al. (2005) menunjukkan sifat dan stabilitas fisik emulsi dipengaruhi oleh agen pengemulsi, Tween 80 dan Span 80. Tween 80

merupakan agen pengemulsi ester oleat turunan dari sorbitan ester yang bersifat

hidrofilik. Tween 80 digunakan untuk membuat emulsi tipe M/A (Zhang, 2009).

Span 80 merupakan agen pengemulsi golongan sorbitan ester yang bersifat

lipofilik. Apabila Span 80 digunakan secara tunggal dalam pembentukkan emulsi,

maka akan terbentuk emulsi tipe A/M namun bila dikombinasikan dengan agen

pengemulsi polisorbat dengan komposisi tertentu mampu membentuk emulsi tipe

M/A (Zhang, 2009). Jumlah agen pengemulsi yang digunakan dapat

mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas fisik emulsi. Kombinasi Tween 80 dan

Span 80 mampu membentuk lotion dengan sifat fisik yang baik dan stabil. Sifat dan stabilitas fisik yang dikaji meliputi organoleptis, viskositas, daya sebar,

ukuran droplet, dan pH. Komposisi Tween 80 dan Span 80 optimum yang

digunakan sebagai agen pengemulsi pada lotion minyak nilam diperoleh dengan menggunakan metode desain faktorial.

H. Hipotesis

1. Tween 80 dan Span 80 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sifat

fisik lotion minyak nilam meliputi viskositas dan daya sebar

2. Ditemukan komposisi Tween 80 dan Span 80 pada daerah optimum yang

(47)

3. Sediaan lotion minyak nilam secara fisik stabil selama masa penyimpanan 30 hari dan setelah freeze thaw cycle

4. Sediaan lotion minyak nilam memiliki kemampuan repelan terhadap nyamuk

(48)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan

desain faktorial, acak, dengan pola dua arah untuk membandingkan sifat fisik dan

stabilitas fisik sediaan.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas. Komposisi Tween 80 dan Span 80 sebagai emulgator

b. Variabel terikat. Viskositas, daya sebar

c. Variabel pengacau terkendali. Kualitas minyak nilam, kualitas

bahan-bahan yang digunakan, alat percobaan, umur dan jenis kelamin nyamuk.

d. Variabel pengacau tak terkendali. Suhu dan kelembaban ruangan

percobaan, serta kecepatan penguapan minyak nilam.

2. Definisi operasional

a. Lotion minyak nilam adalah sediaan semi-solid yang mengandung bahan aktif minyak nilam

b. Minyak nilam adalah minyak atsiri yang berasal dari tanaman

Pogostemon cablin yang dibeli dari Balitro (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik) .

c. Repelan adalah suatu produk yang ditujukan untuk mengurangi

(49)

d. Nyamuk Aedes aegypti dewasa betina adalah nyamuk Aedes aegypti

betina yang berumur 4-5 hari dan siap untuk bertelur.

e. Daya proteksi adalah aktivitas repelan yang ditunjukkan oleh lotion

minyak nilam untuk mencegah menempelnya nyamuk Aedes aegypti

dibandingkan dengan basis lotion.

f. Sifat fisik adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui

kualitas lotion minyak nilam yang meliputi organoleptis, pH, tipe emulsi, ukuran droplet, viskositas, dan daya sebar.

g. Stabilitas fisik adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui

tingkat kestabilan lotion minyak nilam yang meliputi perubahan organoletis, pH, tipe emulsi, ukuran droplet, viskositas, dan daya

sebar setelah sediaan melewati masa penyimpanan satu bulan dan

setiap siklus freeze thaw cycle.

h. Viskositas adalah besarnya tahanan yang ada pada lotion minyak nilam dengan satuan d.Pa.s. Hal ini berkaitan dengan kemampuan

lotion minyak nilam untuk dituang dan keluar dari wadah.

i. Daya sebar adalah diameter penyebaran (cm) lotion pada alat uji

horizontal double plate selama 1 menit dengan beban 125 g.

j. Area optimum adalah area dari komposisi Tween 80 dan Span 80

yang mampu memberikan viskositas 4065 dPa.s dan daya sebar 6.5

(50)

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah minyak nilam,

Tween 80 (kualitas farmasetis), Span 80 (kualitas farmasetis), setil alkohol

(kualitas farmasetis), Carbopol 940 (kualitas farmasetis), propilen glikol (kualitas

farmasetis), metil paraben (kualitas farmasetis), gom arab (kualitas farmasetis),

TEA (kualitas farmasetis), akuades, dan nyamuk Aedes aegypti betina.

D. Alat Penelitian

Alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah, mortar,

mixer (Miyako), glasswares (Pyrex-Germany), cawan porselen, water bath, neraca analatik, horizontal double plate, viscometer seri VT 04 (Riot Japan), mikroskop, sangkar nyamuk ukuran 30x20 cm, dan kertas indikator pH (Merck

Germany)

E. Tata Cara Penelitian 1. Standarisasi minyak nilam

a. Penentuan bobot jenis

Piknometer dicuci dan dibersihkan kemudian dibilas dengan etanol dan

dietil eter secara berturut-turut. Bagian dalam piknometer dikeringkan

dengan aliran udara kering. Piknometer didiamkan selama 30 menit di

dalam lemari timbang kemudian ditimbang. Air dimasukkan ke dalam

piknometer yang sudah ditimbang secara perlahan agar tidak ada

gelembung udara yang terbentuk. Piknometer dicelupkan ke dalam

(51)

piknometer dikeringkan dan ditutup. Piknometer didiamkan selama 30

menit di dalam lemari timbang kemudian ditimbang. Piknometer

dikosongkan, dibilas dengan etanol dan dietil eter secara berurutan dan

dikeringkan dengan aliran udara kering. Piknometer diisi dengan sampel

minyak nilam secara perlahan agar tidak ada gelembung udara yang

terbentuk. . Piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 25o

C ± 0,2 selama 30 menit. Bagian luar piknometer dikeringkan dan

ditutup. Piknometer didiamkan selama 30 menit di dalam lemari timbang

kemudian ditimbang.

b. Penentuan indeks bias

Suhu refraktometer diatur dengan cara mengalirkan air melalui

refraktometer. Suhu harus dijaga dengan toleransi ± 0,2. Sebelum minyak

ditaruh di dalam alat, suhu minyak harus sama dengan suhu percobaan.

Pembacaan indeks bias dilakukan apabila suhu sudah stabil.

c. Penentuan putaran optik

Sumber cahaya dinyalakan dan tunggu hingga kilauan penuh. Tabung

polarimeter diisi dengan minyak nilam. Tabung polarimeteri diletakkan

di dalam alat dan putaran optik dekstro (+) atau levo (-) dibaca

menggunakan skala yang ada pada alat.

d. Penetuan kadar patchouli alcohol

Pemicahan patchouli alcohol diukur dengan menggunakan kromatografi gas. Suhu oven pada bagian awal sebesar 100o C dan suhu bagian akhir

(52)

detektor diatur pada suhu 250o C dengan kecepatan alir yang

memberikan resolusi optimum. Suhu injector diatu pada 200o C. Sampel

minyak nilam dsuntikkan ke dalam kolom sebanyak 0,5 µL. Kadar

patchouli alcohol diukur dengan membandingkan luas puncak patchouli alcohol dengan luas puncak keseluruhan komponen.

2. Formulasi lotion minyak nilam

Formula yang digunakan dalam pembuatan lotion minyak nilam dapat dilihat pada Tabel V.

Tabel V. Formula lotion minyak nilam

Bahan

Formula

AB A B I

Setil alkohol (g) 5 5 5 5

Minyak nilam (g) 1 1 1 1

Span 80 (g) 9 9 5 5

Tween 80 (g) 10 6 10 6

Gom Arab (g) 6 6 6 6

Propilen glikol (g) 10 10 10 10

Carbopol 940 (g) 0,2 0,2 0,2 0,2

Metil paraben (g) 0,2 0,2 0,2 0,2

TEA (mL) 1 1 1 1

Akuades 65 mL 65 mL 65 mL 65 mL

Pembuatan Lotion Minyak Nilam sebagai berikut :

Carbopol 940 dikembangkan menggunakan air sebanyak 25 mL

(53)

diaduk hingga homogen (fase A). Propilen glikol, Tween 80, dan metil

paraben dipanaskan pada suhu 60o C, diaduk hingga homogen (fase B).

Akuades sebanyak 20 mL dan gum arab dipanaskan pada suhu 60o C (fase

C). Akuades dipanaskan hingga suhu 60o C. Fase A dan fase B dicampur

dengan menggunakan mortar panas dan mixer hingga homogen (fase I) selama 1 menit Masukkan fase C ke dalam fase I dan aduk hingga homogen

(fase II) selama 2 menit. Akuades dimasukkan sebanyak 20 mL ke dalam fase

II dan aduk rata selama 1 menit. fase II didinginkan. Carbopol 940 yang

sudah dikembangkan, dimasukkan ke dalam fase II aduk hingga homogen

(fase III) selama 4 menit. Minyak nilam dicampurkan ke dalam campuran

fase III hingga homogen selama 2 menit. TEA ditambahkan ke dalam lotion

hingga pH lotion mencapai 6.

3. Penentuan tipe lotion

Lotion diteteskan ke dalam air, apabila lotion menyebar dan tercampur dengan air maka fase air merupakan fase eksternal. Lotion

diteteskan ke dalam minyak, apabila lotion tidak menyebar dan tercampur dengan air maka fase air merupakan fase eksternal.

4. Uji stabilitas

a. Pengujian daya sebar dan pergeseran daya sebar

Seberat 1 g lotion diletakkan di tengah kaca bundar dan ditutup dengan kaca penutup yang sudah ditimbang. Beban seberat 125 g

(54)

diameter penyebaran yang terbentuk. Pengujian dilakukan pada hari ke-2,

9, 16, 23, dan 30 setelah pembuatan.

b. Pengujian viskositas dan pergesaran viskositas

Formula AB, A, B, dan I diukur viskositas menggunakan

viscometer VT 04. Lotion dimasukkan ke dalam wadah kemudian portable viscometer dipasang. Angka yang ditunjukkan pada jarum dicatat. Pengujian dilakukan pada hari ke-2, 9, 16, 23, dan 30 setelah pembuatan.

c. Pengujian ukuran droplet dan pergeseran ukuran droplet

Sebanyak 500 partikel droplet masing masing formula diukur

ukuran droplet dengan menggunakan mikroskop yang sudah dikalibrasi

dengan perbesara. Hasil yang didapat berupa ukuran droplet dengan satuan

µm. Pengujian dilakukan pada hari ke-2, 9, 16, 23, dan 30 setelah

pembuatan.

d. Pengujian pH dan pergeseran pH

Formula AB, A, B, dan I diukur nilai pH dengan menggunakan

kertas indikator pH pada hari ke-2, 9, 16, 23, dan 30 setelah pembuatan.

e. Freeze-thaw cycle

Masing masing formula disimpan pada suhu -20o C selama 24

jam lalu disimpan pada suhu 25o C selama 24 jam. Penyimpanan dilakukan

sebanyak 5 siklus dan setiap akhir siklus dilakukan pengamatan

oganoleptis, pengujian pH, ukuran droplet, viskositas, dan daya sebar

(55)

5. Uji iritasi

a. Pembuatan kontrol positif (1N NaOH)

NaOH padat sebanyak 0,4 g ditimbang, dilarutkan menggunakan

akuades, dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan tambahkan akuades

hingga tanda.

b. Pembuatan kontrol negatif (0,9% NaCl)

NaCl sebanyak 0,9 g ditimbang, dilarutkan menggunakan

akuades, dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan tambahkan akuades

hingga tanda.

c. Pengujian terhadap CAM

Uji iritasi dilakukan menggunakan telur yang berusia 9 hari.

Cangkang telur pada bagian kantung udara dikupas secara hati-hati dan

pastikan membrane bagian dalam tidak rusak. Bilas membrane dengan

menggunakan larutan NaCl 0,9%. Sebanyak 0,3 mL larutan 1 N NaOH

dipejankan ke dalam membrane bagian dalam sebagai kontrol positif.

Sebanyak 0,3 mL larutan NaCl 0,9% dipejankan ke membrane dalam

sebagai kontrol negatif. Sebanyak 0,3 mL lotion dari masing masing formula dipejankan ke dalam membrane dan diamati selama 5 menit. Hal

yang perlu diamati yaitu terjadinya pendarahan, lisis, dan koagulasi.

6. Uji aktivitas repelan

a. Preparasi subjek

Sebanyak 6 probandus dibagi menjadi 6 kelompok yaitu

(56)

AB, formula A, formula B, dan formula I. Lengan bawah hingga telapak

tangan probandus dicuci dengan sabun yang tidak berbau, bilas dengan air

lalu bilas dengan etanol 50% dan keringkan dengan handuk. Tutupi

telapak tangan dengan sarung tangan yang tidak dapat ditembus nyamuk.

b. Pengujian daya proteksi

Lengan bawah sebelah kiri yang sudah diaplikasikan basis lotion

sebanyak 1 g, sebagai kontrol negatif, dimasukkan ke dalam kandang

nyamuk yang yang berisi 25 ekor nyamuk Aedes egypti yang berumur 4-5 hari selama 100 detik. Setiap 10 detik, banyaknya nyamuk yang hinggap

dicatat. Secara bergantian, lengan bawah sebelah kanan yang sudah

diaplikasikan minyak nilam sebanyak 0,1 mL, sebagai kontrol positif,

dimasukkan ke dalam kandang nyamuk yang sama selama 100 detik dan

setiap 10 detik dicatat nyamuk yang hinggap di lengan bagian bawah. Hal

ini terus diulang setiap jam sebanyak 6 kali. Dilakukan hal yang sama

untuk formula AB, A, B, dan I. Masing masing formula diaplikasikan ke

lengan sebelah kanan sebanyak 1 g. Daya proteksi diukur dengan

membandingkan nyamuk yang hinggap pada tangan sebelah kiri yang

diberi perlakuan kontrol negatif dengan tangan sebelah kanan yang diberi

perlakuan kontrol positif.

F. Analisis Hasil

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data sifat fisik, stabilitas

(57)

software RStudio untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara data yang diperoleh.

Data sifat fisik yang diperoleh, dihitung rata-rata dan dicari standar

deviasi. Data sifat fisik, viskosistas dan daya sebar dianalisis menggunakan

Design Expert 9.0.4 sehingga didapatkan interaksi dari kedua faktor pada dua level untuk masing masing respon. Analisis statistik yang digunakan Design Expert 9.04 ialah uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%.

Data stabilitas fisik berupa viskositas, daya sebar, ukuran droplet, dan pH

dihitung rata-rata dan dicari standar deviasi. Data viskositas, daya sebar, dan

ukuran droplet yang memiliki sebaran data normal dan homogen diuji dengan

(58)

36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Karakterisasi Minyak Nilam

Tujuan karakterisasi minyak nilam ialah untuk melihat sifat minyak

nilam yang digunakan dalam penelitian berdasarkan pengamatan organoleptik,

bobot jenis, rotasi optik, indeks bias dan kandungan patchouli alcohol. Minyak nilam didapatkan dari Badan Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro),

Bogor. Karakterisasi minyak nilam dilakukan oleh Balitro. Hasil penelitian

karakterisasi minyak nilam dijabarkan pada tabel VI.

Tabel VI. Karakterisasi Minyak Nilam

Pengujian Hasil Karakterisasi SNI

Pengamatan organoleptik Coklat kemerahan

Kuning muda- coklat

kemerahan

Bobot jenis 0,9788 0,950-0,975

Rotasi optik Gelap tidak terukur (-) 48o– (-) 65o

Indeks bias 1,5081 1,507 – 1,515 Kandungan patchouli

alcohol 38,89 % Minimal 30%

Keterangan : SNI = Standar Nasional Indonesia

Kandungan patchouli alcohol diukur menggunakan metode gas chromatography. Metode gas chromatography digunakan karena metode ini mampu menganalisa senyawa kimia yang mudah menguap. Minyak nilam

(59)

Hasil penelitian menunjukkan organoleptik, indeksi bias, dan kandungan

patchouli alcohol minyak nilam sesuai dengan kriteria SNI, sedangkan. bobot jenis minyak tidak masuk ke dalam rentang bobot jenis SNI. Minyak nilam yang

diuji tidak masuk ke dalam rentang kemungkinan sudah tercampur dengan bahan

lain atau terdapat kesalahan acak saat pengukuran. Kesalahan acak ialah kesalahan

yang selalu ada dalam analisis sebagai akibatnya ada variansi yang tidak dapat

dikontrol dalam pelaksanaan prosedur analisis (Gandjar et al., 2007). Bobot jenis minyak nilam yang didapat sebesar 0,9788. Minyak nilam yang diuji tetap

digunakan untuk penelitian selanjutnya karena perbedaan bobot jenis minyak

nilam yang diuji dengan SNI kecil, sebesar 0,003.

Rotasi optik minyak nilam yang diuji tidak dapat terbaca Hal ini tidak

sesuai dengan SNI karena minyak nilam dapat dibaca rotasi optik dengan nilai

sebesar (-) 48o – (-) 65o. Warna minyak nilam yang cokelat kemerahan

menyebabkan rotasi optik tidak dapat terbaca. Penyebab warna yang cokelat

kemerahan ialah sudah terjadi oksidasi senyawa senyawa yang terkandung pada

minyak nilam. Secara visual, reaksi oksidasi ditunjukkan dengan perubahan warna

sampel menjadi lebih gelap.

Minyak nilam yang didapat dari Balitro tetap dapat digunakan pada

penelitian ini karena kandungan patchouli alcohol masih dapat menimbulkan aktivitas walaupun nilai bobot jenis dan rotasi optiknya tidak memenuhi standar

(60)

B.Pengujian Sifat Fisik Lotion Minyak Nilam

Sifat fisik lotion minyak nilam yang dievaluasi ialah organoleptis, pH, tipe emulsi, viskositas, daya sebar, dan ukuran droplet. Pengujian sifat fisik dilakukan 48 jam setelah pembuatan karena emulsi sudah terbebas dari gaya

gesekan dan energi untuk membuat lotion.

Tabel VII. Data pengamatan organoleptis, pH, dan tipe emulsi lotion minyak nilam

Kriteria Formula Tekstur Kental Kental Kental Kental Homogenitas Homogen Homogen Homogen Homogen

pH 6 6 6 6

Tipe emulsi M/A M/A M/A M/A

1. Pengujian organoleptis dan pH

Lotion minyak nilam perlu dievaluasi secara organoleptis karena berpengaruh terhadap estetika dan penerimaan konsumen. Selain itu,

pengamatan penampilan lotion dapat menunjukkan secara langsung ketidakstabilan lotion, seperti pemisahan fase atau perubahan warna.

Berdasarkan tabel VII, warna dari lotion minyak nilam berwarna putih kekuningan. Warna putih disebabkan karena ukuran droplet lebih dari 1 µm yang menyebabkan warna emulsi berwarna putih (Lieberman et al., 1996) sedangkan warna kuning didapatkan dari minyak nilam yang berwarna

Gambar

Gambar 2. Tipe emulsi (Nielloud et al., 2000)
Tabel II. Pengaruh ukuran droplet terhadap penampilan emulsi
Tabel III. Rancangan desain faktorial dengan 2 Level 2 faktor
Gambar 4. Struktur molekul Span 80 (Merck, 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

4%b/v; 6%b/v; dan 8%b/v, kemudian dilakukan evaluasi terhadap sediaan yang meliputi aktivitas anti nyamuk , uji sifat fisik dan uji stabilitas fisik yang meliputi organoleptis,

Semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri nilam dalam krim maka daya sebar dan aktivitas repelan krim yang dihasilkan semakin besar sedangkan viskositas dan daya lekat krim

Evaluasi sifat fisik dan stabilitas fisik krim yang meliputi daya sebar, daya lekat, dan pH serta aktivitas repelan dianalisis menggunakan anova satu jalan yang kemudian

Uji stabilitas menunjukkan hasil yang signifikan pada uji pH dan daya sebar, sedangkan hasil yang tidak signifikan ditunjukkan pada uji viskositas dan daya

Penelitian ini untuk menguji aktivitas repelan dan mengetahui daya proteksi dari lotion ekstrak etanol kulit buah langsat terhadap nyamuk Aedes aegypti.. Ekstrak

Hasil pengukuran sifat fisik lotion yang berupa daya sebar, viskositas, perubahan viskositas, dan stabilitas lotion dapat dibuat contour plot.

Hasil pengujian stabilitas basis emulgel mengandung Carbopol 940 dan TEA, berdasarkan parameter viskositas, daya sebar, homogenitas, tipe emulsi, pH, organoleptis, dan

Sediaan sabun cair tersebut diuji stabilitas fisikanya yang meliputi organoleptis, homogenitas, tipe emulsi, viskositas, sifat alir, pH, bobot jenis, ukuran partikel