• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pelatihan Komunikasi Interpersonal terhadap Kesiapan Bintara Polro untuk Berkomunikasi dengan Masyarakat dalam Rangka Perpolisian Masyarakat di Polres Bandung Timur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Pelatihan Komunikasi Interpersonal terhadap Kesiapan Bintara Polro untuk Berkomunikasi dengan Masyarakat dalam Rangka Perpolisian Masyarakat di Polres Bandung Timur."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT R. Dewi Anggraeni Hermaya

0432011

Title: Interpersonal Communication Training Efectivity For Bintara Polri Communication Readiness With Community In Community Policing Event At West Bandung Police Resort

Interpersonal communication training in this research, based on human resources problem that Polri has face, that is discrepancy between Polri personnel performance and society hope. Depends on the first survey, this discrepancy come from Polri personnel low capability doing interpersonal communication, which the competency is need by the Polri personnel in applying Community Policing to be new Polri paradigma.

This research is doing to find how far interpersonal communication training efectivity to have influence on increasing Bintara Polri communication readiness with community in community policing event at west Bandung Police Resort. Research metode that have been used is quasi experimental, the research that used semi experimental design in industrial setting, because controlling not in all variables. Using pre and post test two group design technics, where there is two group participants. One group is twenty four low interpersonal communication skills Bintara Polri personnel with giving training, and the other group is another twenty four low interpersonal communication skills Bintara Polri personnel without giving training. Using learning experiential training metode with interactive discussion, speech, pencil test paper and game simulation. Evaluation on training output along the training period and a month after the training has given to be successful training program indicator. The evaluation metode is using questionnaire and interview.

(2)

ABSTRAK

R. Dewi Anggraeni Hermaya, S. Psi 0432011

Judul: Efektivitas Pelatihan Komunikasi Interpersonal Terhadap Kesiapan Bintara Polri Untuk Berkomunikasi Dengan Masyarakat Dalam Rangka Perpolisian Masyarakat Di Polres Bandung Timur.

Pelatihan komunikasi interpersonal dalam penelitian ini, berdasarkan permasalahan yang dihadapi Polri dalam bidang Sumber Daya Manusia yaitu adanya kesenjangan antara kinerja anggota Polri dengan harapan masyarakat. Berdasarkan survai awal yang dilakukan, kesenjangan ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan anggota Polri dalam melakukan komunikasi interpersonal yang sebenarnya merupakan kompetensi yang dibutuhkan bagi setiap anggota Polri dalam menerapkan Perpolisian Masyarakat sebagai paradigma baru Polri.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pelatihan komunikasi interpersonal berpengaruh terhadap kesiapan bintara Polri di Polres Bandung Timur untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan yaitu quasi eksperimental, suatu penelitian yang dilakukan pada setting industri dengan menggunakan design semi eksperimental, karena pada penelitian ini tidak semua variabel dikontrol. Tehnik yang digunakan adalah two group design pre and post test, dimana terdapat dua kelompok partisipan yaitu dua puluh empat bintara Polri yang memiliki kemampuan komunikasi interpersonal rendah yang diberi pelatihan, dan dua puluh empat anggota bintara Polri yang juga memiliki kemampuan komunikasi interpersonal rendah namun tidak diberikan pelatihan. Metode pelatihan menggunakan experiential learning dengan diskusi interaktif, ceramah, tes kertas pensil serta simulasi permainan. Sebagai indikator keberhasilan program pelatihan, dilakukan evaluasi terhadap output pelatihan selama kegiatan berlangsung, dan setelah satu bulan diberikan pelatihan. Metode evaluasi menggunakan kuesioner dan wawancara.

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah ... 1

1. 2. Rumusan Masalah ... 10

1. 3. Maksud, Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11

1. 3. 1. Maksud Penelitian ... 11

1. 3. 2. Tujuan Penelitian ... 11

1. 3. 3. Kegunaan Penelitian ... 11

1. 3. 3. 1. Kegunaan Ilmiah ... 11

1. 3. 3. 2. Kegunaan Praktis ... 12

(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Teori

2. 1. 1. Komunikasi Interpersonal ... 14

2. 1.1 .1. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 14

2. 1. 1. 2. Efektivitas Komunikasi Interpersonal ... 18

2. 1. 1. 3. Komunikasi Interpersonal Sebagai - Suatu Proses Transaksional ... 19

2. 1. 1. 4. Self Awereness... 21

2. 1. 1. 5. Sistem Nilai ... 25

2. 1. 1. 5. 1. Pengertian Nilai ... 25

2. 1. 1. 5. 2. Pentingnya Nilai ... 25

2. 1. 1. 5. 3. Tipe- Tipe Nilai ... 26

2. 1. 1. 6. Sikap ... 27

2. 1. 1. 6. 1. Pengertian Sikap ... 27

2. 1. 2. Pelatihan 2. 1. 2. 1. Pengertian Pelatihan ... 28

2. 1. 2. 2. Tahap Analisis Kebutuhan Pelatihan ... 29

2. 1. 2. 3. Tujuan Pelatihan ... 31

2. 1. 2. 4. Rancangan dan Implementasi Pelatihan ... 32

2. 1. 2. 5. Metode Pelatihan ... 32

2. 1. 2. 6. Evaluasi Pelatihan ... 34

2. 1. 2. 7. Prinsip Pendidikan Orang Dewasa ... 36

(5)

2. 1. 3. Perpolisian Masyarakat

2. 1. 3. 1. Pengertian Perpolisian Masyarakat ... 40

2. 1. 3. 2. Kebutuhan Atas Perpolisian Masyarakat ... 43

2. 1. 3. 3. Kompetensi Untuk Perpolisian Masyarakat ... 45

2. 1. 3. 4. Sikap Mawas Anggota Polri Untuk Membangun - Kemitraan ... 47

2. 2. Kerangka Pikir ... 49

2. 3. Asumsi ... 62

2. 4. Hipotesis ... 62

BAB III METODE DAN SUBJEK PENELITIAN 3. 1. Metode Penelitian ... 63

3. 2. Variabel Penelitian ... 64

3. 2.1. Definisi Konseptual ... 64

3. 2. 2. Definisi Operasional ... 65

3. 3. Subyek Penelitian ... 66

3. 4. Alat Ukur ... 66

3. 5. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 68

3. 5. 1. Validitas Alat Ukur ... 69

3. 5. 2. Reliabilitas Alata Ukur ... 70

3. 6. Metode Analisis ... 70

(6)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. 1. Gambaran Responden ... 92

4. 2. Hasil Penelitian ... 93

4. 2. 1. Hasil Kuesioner Berisi Tanggapan Responden Terhadap Program Pelatihan Komunikasi Interpersonal ... 94

4. 2. 1. 1. Tahap I, Materi Perpolisian Masyarakat ... 94

4. 2. 1. 2. Evaluasi Umum Tahap II, - Membangun Komunikasi Interpersonal ... 96

4. 2. 2. Hasil Evaluasi Simulasi Pelatihan Komunikasi Interpersonal . 97

4. 2. 3. Hasil Kuesioner Komunikasi Interpersonal Sebelum dan Sesudah Pelatihan ... 99

4. 3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 99

4. 3. 1. Pembahasan Evaluasi Reaksi Peserta Pelatihan ... 100

4. 3. 2. Pembahasan Tahapan Belajar Peserta Pelatihan ... 105

4. 3. 3. Pembahasan Efektivitas Pelatihan Terhadap Kesiapan Melakukan Komunikasi ... 108

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1. Kesimpulan ... 111

5. 2. Saran ... 112

(7)

DAFTAR TABEL

HALAMAN

Tabel 3. 4. 1. Alat Ukur Komunikasi Interpersonal ... 67

Tabel 3. 4. 2. Bobot Nilai Alat UkurTabel ... 68

Tabel C. Fungsi Tugas Sebagai Anggota Bintara Polri... 93

Tabel B. Pendapat / Saran Perbaikkan Tentang Tujuan Program ... 95

Tabel 4. 2. 2. A. Hasil Role Play Komunikasi ... 97

Tabel 4. 2. 2. B. 1. Hasil Simulai “Self Awereness” - Sebelum Diberikan Materi ... 98

(8)

DAFTAR BAGAN

HALAMAN

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Materi Mengenai Perpolisian Masyarakat LAMPIRAN 2 Kuesioner Evaluasi Tahap I

LAMPIRAN 3 Materi Mengenai Membangun Komunikasi Interpersonal LAMPIRAN 4 Kuesioner Evaluasi Tahap II

LAMPIRAN 5 .1 Alat Ukur Komunikasi Interpersonal LAMPIRAN 5. 2. Kuesioner Perpolisian Masyarakat

LAMPIRAN 5. 3. Kisi-Kisi Alat Ukur Komunikasi Interpersonal LAMPIRAN 6 Gambaran Responden

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Kepolisian Negara RI (Polri) bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi fungsinya memelihara keteraturan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, mendeteksi dan mencegah terjadinya kejahatan. Dengan kata lain Polri mempunyai fungsi sebagai pengayom masyarakat dari ancaman dan tindak kejahatan yang mengganggu rasa aman serta merugikan secara kejiwaan dan material. Kegiatan menegakkan hukum, mendeteksi dan mencegah kejahatan dilakukan dengan cara melakukan penangkapan, pengusutan atau penyidikan, guna mengungkapkan bukti-bukti mengenai kejahatan yang dilakukan pelaku, untuk diproses lebih lanjut oleh dan pada tingkat pengadilan yang berwenang guna menentukan macam dan tingkat kejahatan pelaku tersangka dengan ganjaran hukuman yang adil dan beradab. (Evodia Iswandi, Mei 2006).

(11)

2

Ditinjau dari aspek historis, Polri telah mengalami perubahan-perubahan sejalan tuntutan perkembangan jaman. Djamin (2005) membagi perkembangan Polri menjadi beberapa tahap periode sejarah. Pertama, periode jaman penjajahan, dimana fungsi dan peran Polri dimanfaatkan untuk kepentingan negara pendudukan. Kedua, periode revolusi fisik pada awal kemerdekaan, dimana disamping tugasnya sebagai penegak hukum juga berfungsi sebagai combatan yaitu ikut berperang. Ketiga, periode tahun 1949 sampai dengan 1965 Polri berada di bawah Presiden dengan tugas dan fungsi sebagai penegak hukum, pelindung dan pengayom masyarakat. Keempat, pada masa pemerintahan Orde Baru Polri menjadi bagian dari ABRI. Pada masa ini, Polri selain berperan dalam menjaga keamanan juga berfungsi sebagai alat pertahanan negara dan tugas-tugas kemiliteran lainnya. Kelima, periode reformasi ditandai dengan adanya perubahan lingkungan strategis, global, regional dan nasional dengan isu demokratis telah mendorong perubahan peran Polri dengan paradigma baru sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat. Proses perubahan tersebut secara yuridis ditetapkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dimana Polri terpisah dari ABRI. (Suparlan, 1999; Sutanto, dkk. 2004).

(12)

3

Tipe perpolisian tradisional yaitu perpolisian yang terfokus pada upaya memerangi kejahatan melalui penegakkan hukum yang sifatnya reaktif dalam rangka pencapaian kondisi tertib hukum dan keadilan hukum. Jenis-jenis perpolisian termasuk dalam kelompok ini adalah perpolisian reaktif (reactive policing), perpolisian ala pemadam kebakaran (fire brigade policing), perpolisian paramiliter (paramilitary policing), perpolisian tipe putar nomor telepon (dial-a-cop policing), perpolisian reaksi cepat (rapid-response policing), perpolisian profesional (professional policing) dan perpolisian berorientasi penegakkan hukum (enforcement-oriented policing). (Suparlan, 1999; Sutanto, dkk. 2004).

Menurut Bailey dkk (1995) perpolisian tradisional adalah gaya pelaksanaan tugas-tugas atau aktivitas kepolisian yang bersifat sentralistik dan menekankan pada pencapaian keamanan dan ketertiban. Perpolisian tradisional memposisikan kepolisian sebagai pemburu kejahatan. Keberhasilan pelaksanaan tugas diukur berdasarkan pada pengendalian angka kejahatan, semakin besar jumlah kejahatan yang ditangani berarti semakin berhasil pelaksanaan tugas. (Bailey, 1995).

(13)

4

Selain itu, menurut Suparlan (1999) ada premis yang menyatakan bahwa kejahatan adalah produk kondisi sosial dari masyarakat setempat, maka pengendaliannya yang efektif adalah mencegah perkembangannya sejak dari awal di tengah-tengah masyarakat. Sehubungan dengan keterbatasan perpolisian tradisional tersebut maka sejak sekitar tahun 1970-an dikembangkan model Perpolisian Masyarakat (Community Policing) dan mendapat banyak perhatian pada tahun 1980-an. (Bailey, 1995).

(14)

5

Polri kini tengah merubah citra dirinya, berusaha berbuat komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat, sikap seram dan galak kini mulai dikikis karena Polri seharusnya jadi sahabat masyarakat. Persahabatan Polri dengan masyarakat kini diwujudkan dalam sebuah program Perpolisian Masyarakat, yang mengutamakan hubungan baik antara kepolisian dan masyarakat. Untuk mewujudkan perubahan baik ini, Polri telah bekerja sama dengan Partner Shift, sebuah lembaga Independent yang melakukan pengkajian khusus tentang program Perpolisian Masyarakat. (Sofyan Lubis, September 2006).

Manager program Partner Shift, Sofyan Lubis mengemukakan: “perubahan paradigma tingkah laku anggota Polri telah ditentukan oleh kultur yang terbangun bersama, antara lain adanya kerja sama dengan Partner Shift yang lebih diarahkan kepada hal-hal yang berhubungan dengan membangun kultur Polri. Perpolisian Masyarakat diharapkan bisa memberikan perbaikan tidak hanya di tubuh internal Polri tapi juga sekaligus membawa perbaikan citra Polri di masyarakat, selebihnya program ini juga akan mengajak partisipasi masyarakat agar bisa menjadi polisi bagi dirinya sendiri”. (Sofyan Lubis, September 2006).

(15)

6

Perkembangan yang pesat dari Perpolisian Masyarakat, disebabkan oleh adanya ketidakpuasan atas kinerja Polri yang dicapai melalui pendekatan perpolisian tradisional, meningkatnya kesadaran masyarakat sipil yang demokratis tentang hak-haknya atas pelayanan keamanan, dan tuntutan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian. (Suparlan, 1999; Sutanto, dkk. 2004).

Kemitraan antara Polri dengan masyarakat dapat terwujud jika setiap anggota Polri mampu membangun interaksi yang harmonis dengan masyarakat. Kemampuan membangun hubungan tersebut merupakan bagian dari keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap anggota Polri yang tidak lepas dari peran penggunaan komunikasi interpersonal yang efektif. Hal ini sesuai kompetensi yang dibutuhkan bagi terwujudnya Perpolisian Masyarakat yaitu bahwa setiap anggota Polri bersama-sama dengan masyarakat menyelesaikan masalah bersama yang terjadi di masyarakat, sehingga diharapkan anggota Polri mampu menggunakan komunikasi yang efektif agar tercipta hubungan harmonis dengan masyarakat. (Evodia Iswandi, Mei 2006).

(16)

7

Sebannyak 20% anggota Polri memiliki kecenderungan tidak mudah berhubungan dengan masyarakat, bahkan cenderung curiga dan menjauh (mengambil jarak) dari masyarakat, 11% adanya sikap arogan dan sok berkuasa serta tidak mau menerima masukan orang lain dan 8% cenderung menggunakan kewenangan secara tidak semestinya. Hal itu, menurut Skolnic (1966) dalam

Berg (1992) adalah sebagai pengaruh dari pelaksanaan tugas-tugas perpolisian tradisional sebagaimana yang masih diterapkan di Indonesia hingga dewasa ini. Perilaku anggota Polri masih diwarnai sikap-sikap otoriter, dan kaku pada pendapatnya yang merupakan pengaruh standar perilaku prajurit (militer), mengingat Polri pada masa yang lalu adalah bagian dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. (Suparlan, 2004).

(17)

8

Selain itu, beliau mengatakan agar Perpolisian Masyarakat terwujud, disamping anggota Polri harus memahami mengenai Perpolisian Masyarakat, mereka juga wajib mengetahui cara berkomunikasi yang efektif, terutama jika Polri hendak menerapkan Polmas sebagai filosofi dasar dan strategi operasional. Dalam bekerja sama dengan masyarakat dalam konteks Perpolisian Masyarakat, dilakukan pendekatan dengan manajemen partisipatif, sehingga komunikasi yang efektif menjadi syarat keberhasilan yang utama.

Dari hasil wawancara dan kuesioner yang diberikan kepada dua puluh bintara Polri di Polres Bandung Timur, didapat bahwa 82% bintara Polri tidak memahami mengenai konsep Perpolisian Masyarakat. Selama mereka mengikuti pendidikan kepolisian, mereka tidak mendapat materi khusus mengenai Perpolisian Masyarakat sehingga mereka juga tidak mengetahui apa yang harus mereka terapkan sebagai anggota Polri untuk mewujudkan Perpolisian Masyarakat.

(18)

9

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner yang diberikan kepada dua puluh bintara Polri di Polres Bandung Timur berkaitan dengan kegiatan pokok anggota Polri dalam Perpolisian Masyarakat didapat bahwa 35% kurang mampu memperhatikan dan menjaga perasaan orang lain dalam berkomunikasi sehingga komunikasi lebih bersifat satu arah, 13% kurang mampu bersikap terbuka terhadap masukan dari masyarakat, 21% kurang mampu menghadapi beragam corak masyarakat sehingga membuat mereka tidak mampu bersikap objektif, 13% mengatakan jika mereka melakukan komunikasi dengan masyarakat, salah satu yang sulit mereka kontrol adalah emosi pada saat mereka berkomunikasi, hal ini biasanya diekpresikan mereka melalui bentuk-bentuk komunikasi non verbal, seperti ekpresi wajah, mengeritkan dahi, cara meletakkan tangan dan telapak tangan ketika melakukan komunikasi dengan anggota masyarakat sehingga mereka terkesan galak dan seram. Menurut bintara Polri tersebut, hal ini mereka dapatkan dari mencontoh pada seniornya yang lebih lama bertugas sebagai anggota Polri. Mereka mengatakan bahwa mereka meniru pola atasannya, karena tidak paham bagaimana menghadapi masyarakat.

(19)

10

Sebagai upaya untuk mengatasi hal di atas, kendala-kendala tersebut perlu diatasi atau diubah ke arah perilaku yang dapat mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan tugas Perpolisian Masyarakat, yaitu mampu melakukan komunikasi sebanyak mungkin terhadap warga masyarakat atau komponen dalam masyarakat, mampu menghadapi masyarakat dari berbagai lapisan dan jenis pekerjaan, mampu melakukan diskusi dengan anggota masyarakat tentang masalah keamanan, mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam pengamanan dan ketertiban. Namun pengaruh dari pelaksanaan tugas-tugas perpolisian tradisional, sebagaimana yang masih diterapkan di Indonesia hingga dewasa ini yaitu model militeristik, menyebabkan tindakan-tindakan tersebut menjadikan Polri tidak dipercaya dan jauh dari masyarakat dan citranya di mata masyarakat adalah buruk.

Berdasarkan pemikiran di atas bahwa kemitraan antara Polri dengan masyarakat dapat terwujud jika setiap anggota Polri mampu membangun hubungan yang harmonis dengan masyarakat dan kemampuan membangun hubungan tersebut tidak terlepas dari peranan penggunaan komunikasi interpersonal yang efektif, maka peneliti tertarik untuk meneliti dan membuat pemecahan masalah berdasarkan hal tersebut.

1. 2. Rumusan Masalah

(20)

11

1. 3. Maksud, Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. 3. 1. Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi Polri berkaitan dengan Perpolisian Masyarakat sebagai paradigma baru Polri dan membuat alternatif pemecahan masalah berdasarkan analisa kebutuhan.

1. 3. 2. Tujuan Penelitian

Memberikan suatu sumbangan pemikiran berupa rancangan pelatihan untuk meningkatkan kesiapan anggota bintara Polri melakukan komunikasi interpersonal dengan masyarakat yang berorientasi pada pelayanan masyarakat dalam rangka Perpolisian Masyarakat.

1. 3. 3. Kegunaan Penelitian

1. 3. 3. 1. Kegunaan Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberikan informasi empiris bagi bidang Psikologi khususnya Psikologi Industri dan Organisasi mengenai pelatihan komunikasi interpersonal pada anggota bintara Polri.

(21)

12

1. 3. 2. 2. Kegunaan Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:

1. Diperoleh pemahaman kecenderungan perilaku anggota bintara Polri dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian secara umum dan perilaku yang diharapkan untuk pelaksanaan tugas yang berorientasi pada pelayanan sosial. 2. Berdasarkan pemahaman tersebut dapat dikembangkan pendekatan-

pendekatan lain yang spesifik untuk peningkatan pribadi anggota Polri maupun untuk keperluan penugasan khusus.

1. 4. Metodologi

Rancangan penelitian atau metodologi menggunakan penelitian eksperimen, yaitu mengidentifikasi hubungan sebab akibat dengan melaksanakan suatu eksperimen. Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

(22)

13

Berikut adalah rancangan penelitiannya:

Pre-test Post-test Control Bintara Bintara Group Polri Polri (X1) (X2)

Dibandingkan

PELATIHAN

KOMUNIKASI

INTERPERSONAL

Eksperimental Bintara Bintara Group Polri Polri

(Y1) (Y2)

(23)

111

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data terhadap 48 anggota Bintara Polri di Polres Bandung Timur, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Ada kondisi pada anggota Polri yang kurang mendukung untuk pelaksanaan Perpolisian Masyarakat yaitu :

a. Adanya kesalahpahaman mengenai konsep Perpolisian Masyarakat, yang selama ini mereka ketahui.

b. Kurangnya pengetahuan mengenai Perpolisian Masyarakat sebagai paradigma baru Polri, membuat Bintara Polri kurang memiliki kesiapan untuk melakukan komunikasi interpersonal dengan masyarakat.

2. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka perlu dilakukan intervensi. Untuk itu diberikan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai Perpolisian Masyarakat, dan meningkatkan kemampuan melakukan komunikasi interpersonal yang efektif dengan masyarakat.

(24)

112

4. Komunikasi interpersonal yang efektif yang dikembangkan melalui pelatihan ini bukanlah satu-satunya pendekatan dalam upaya pembenahan untuk merubah kultur dan perilaku anggota Polri. Hal ini dapat dipahami karena kultur dan perilaku merupakan permasalahan kompleks yang melibatkan berbagai faktor yang membentuknya. Faktor-faktor tersebut berasal dari eksternal maupun internal yang secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap pembentukkan budaya dan perilaku seperti penataan struktur organisasi, pola kebijakan, rekruitment personel, pendidikan, pembinaan maupun dalam pengembangan personel.

5. 2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu:

1. Pelatihan dapat dilaksanakan secara bertahap sebagaimana yang dirancang dalam tesis ini, yaitu: tahap pengantar mengenai Perpolisian Masyarakat dan tahap membangun komunikasi interpersonal. Hal ini diperlukan karena tugas-tugas Perpolisian Masyarakat sebagian besar merupakan interaksi sosial yang memerlukan kemampuan komunikasi interpersonal.

(25)

113

3. Pengukuran kembali setelah program pelatihan dilaksanakan, sebaiknya dilakukan secara berkala dan berkesinambungan yaitu mulai dari tiga bulan pertama, enam bulan berikutnya hingga satu tahun setelah pelatihan, untuk melihat efektivitas pelatihan

4. Perlu dilakukan praktek langsung melakukan komunikasi interpersonal pada masyarakat yang dinilai oleh fasilitator dan atasan, mengingat dalam pelaksanaan pelatihan sasaran tidak hanya pada level pencapaian melalui pemahaman tentang materi pelatihan saja, namun juga mencakup peningkatan keterampilan dan adanya perubahan sikap yang akan tampil dalam tugas-tugas di lapangan nantinya.

5. Penambahan waktu pelatihan, mengingat materi yang diberikan cukup banyak dan sasaran pelatihan tidak hanya pada sisi kognitif namun adanya peningkatan pada sisi afektif dan konatif dari bintara Polri.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

A.S, Munandar. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI.

Bailey, William G. (1995). The Encyclopedia of Police Societies. London: Cambrige University Press.

Berg, Bruce Lawrence. (1992). Law Enforcement. New York: Allyn and Bacon.

Campbell, Stanley. (1966). Experimental and Quasi – Experimental Designs For Research. Chicago: Rand Mcnally College Publishing Company.

Chaplin, J. P. (1999). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Craig, R. L. (1996). The ASTD Training & Development Handbook. Mc Graw Hill International Editions.

DeVito, Joseph A. (1992). The Interpersonal Communication Book. New York: Harper Collin Publisher, Inc.

Devito, A. Joseph. (1997). Komunikasi Antarmanusia. Edisi ke lima. Jakarta: Profesional Books.

Djamin, A. (2005). Masalah dan Isu Manajemen Kepolisian Negara RI dalam Era Reformasi. Jakarta: Yayasan Bharata Bakti.

Fisher, A., & Adam. (1994). Interpersonal Communication. Pragmatic in Human Relationship. New York: Mc. Graw Hill.

(27)

Irianto, Y. (2001). Prinsip-Prinsip Dasar Manajemen Pelatihan. Surabaya: Insan Indika.

Ivanchevich, J.M. and Marteson, M.T. (1993). Organizational Behavior and Management. Irwin, Homewood, IL.

Kirkpatrick, D. L. (1994). Evaluating Training Program. Prentice Hall International, Inc.

Kunarto. (1997). Ham dan Polri. Jakarta: Cipta Manunggal.

Laird, Dugan. (1985). Approaches to Training and Development. New York: Addison-Wesley Publishing Company.

Mabes Polri. (2005). Pola Pengembangan Polri Mandiri. Jakarta.

Mabes Polri. (2005). Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Polri Berbasis Kompetensi. Jakarta.

Mabes Polri. (1999). Reformasi Menuju Polri yang Profesional. Jakarta.

Martin, Anthony Dio. (2003). Emotional Quality Management. Jakarta: Arga.

Newstroom, J. W & Davis K. (1993). Organizational Behavior. Mc Graw Hill series in Management.

Robbins, S.P. (1998). Organizational Behaviour. 8th ed. Pearson Education, Inc., New Jersey: Upper Sadle River.

Robbins, S.P. (2003). Organizational Behaviour. 10th ed. Pearson Education, Inc., New Jersey: Upper Sadle River.

(28)

Vernoy, Mark W. (2002). Behaviorial Statistic In Action. 3rd ed. The McGraw- Hill Companies, Inc. United States Of America.

Referensi

Dokumen terkait

Hasan Saleh, Mengapa Aceh Bergolak , Jakarta: Grafiti, 1992.. Snouck, Aceh di Mata Kolonialis Jilid 1

Seperti situasi yang sering berlaku kini, ekoran daripada sudah terbiasa dengan menggunakan dialek atau bahasa, ramai dalam kalangan masyarakat di Indonesia dan Malaysia

Dari beberapa pendapat di atas maka sastra religi adalah sastra yang didalamnya mepersoalkan dimensi kehidupan manusia dalam kaitannya dengan dimensi trasedental yang puncaknya

Merujuk pada hasil yang ditunjukkan pada tabel 3, dapat diambil kesimpulan bahwa variasi TTF pada program UMKM Go Digital dapat dijelaskan sebesar 84,5%, yang

online penanganan keluhan konsumen yang diusulkan ini selanjutnya di uji coba sebelum sistem diimplementasikan dengan melakukan wawancara konsumen setelah mencoba

Dari penelitian n yang telah h dilakukan dapat diketahui bahwa a setelah d diterapkannya pembelajaran dengan n PMRI dan LSLC, indikator kemampuan n berpikir tingkat tinggi

268 çalışmada kelime okuma değerlendirmelerinde kullanılan anlamlı kelimelerin herhangi bir ek almayan, yalın haldeki kelimeler olması, farklı sesbilgisel bilgi

Dari hasil implementasi teknologi wifi dengan standart IEEE 802.11 b/g/n, sekolah SD Paseban 1 dan Paseban 2 telah dapat terhubung dengan jaringan internet dengan