• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN HASIL PEMETAAN INDEKS DAYA SAING DAERAH (IDSD) TAHUN 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN HASIL PEMETAAN INDEKS DAYA SAING DAERAH (IDSD) TAHUN 2021"

Copied!
241
0
0

Teks penuh

(1)

DRAFT

(2)

LAPORAN HASIL PEMETAAN

INDEKS DAYA SAING DAERAH (IDSD) TAHUN 2021

Penyusun :

Tim Sub Direktorat Sistem Informasi dan Desiminasi Inovasi Direktorat Sistem Inovasi,

Deputi Bidang Penguatan Inovasi Kemenristek/BRIN

(3)

KATA PENGANTAR

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah menginisiasi penyusunan model Pemetaan indeks daya saing daerah (IDSD) yang diharapkan dapat menggambarkan kondisi dan kemampuan suatu daerah dalam mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya melalui peningkatan produktifitas, nilai tambah dan persaingan baik domestik maupun internasional demi kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan.

IDSD juga dapat diartikan sebagai refleksi tingkat produktivitas, kemajuan, persaingan dan kemandirian suatu daerah. Pentingnya IDSD sebagai alat untuk menilai keberhasilan suatu daerah untuk dapat bersaing dengan daerah lain dan mendukung daya saing nasional. Pemetaan IDSD diharapkan menjadi salah satu dasar utama penyusunan dan penetapan kebijakan nasional maupun daerah yang mendorong sinergi program antar sektor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kepemimpinan daerah yang inovatif.

Kegiatan Pemetaan IDSD di Tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia ini ditahun 2021, dimulai dari penyusunan panduan, workshop sosialisasi, pengisian instrumen, verifikasi isian, masa sanggah, dan penilaian. IDSD yang disusun melalui aplikasi ini akan selalu berubah menyesualkan data terbaru. Tentu saja basis data ini masih banyak kekurangannya, sehingga kami berharap adanya masukan demi perbaikan kedepannya.

Memperhatikan betapa pentingnya daya saing, maka daya saing tersebut menjadi tiga prioritas penting dari sembilan visi, misi, dan program aksi Presiden Joko Widodo yang dikenal dengan sebutan Nawacita. Tiga prioritas yang terkait dengan daya saing adalah (1) meningkatkan kualitas hidup manusia; (2) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; dan (3) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh Tim Sub Direktorat Sistem Informasi dan Desiminasi Inovasi Direktorat Sistem Inovasi, Deputi Bidang Penguatan Inovasi Kemenristek/BRIN dan semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam kajian ini, terutama kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/

kota yang telah melakukan pemetaan IDSD sehingga kajian ini bisa terlaksana. Kami berharap agar kajian ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak yang terkait dalam upaya peningkatan daya saing dan penerapan inovasi dalam pembangunan daerah.

Jakarta, Desember 2021 Tim Penyusun

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1. LATAR BELAKANG 1

1.1. Tujuan, Sasaran dan Kegunaan 2

1.2. Metoda Pendekatan 3

1.3. Pengertian dan Konsep 3

2. DAYA SAING DAERAH 4

3. LANDASAN HUKUM 7

BAB 2. DATA DAN METODE 9

1. METODE PENYUSUNAN INDEKS DAYA SAING DAERAH 9 2. KOMPONEN INDEKS DAYA SAING DAERAH (ASPEK, PILAR,

DIMENSI DAN INDIKATOR) 10

3. METODE PERHITUNGAN INDEKS DAYA SAING DAERAH 17

4, TAHAPAN PELAKSANAAN PEMETAAN IDSD 17

5. PENILAIAN AKHIR INDEKS DAYA SAING DAERAH 19

BAB 3. HASIL 21

1. GAMBARAN IDSD TAHUN 2021 provinsi, Kabupaten dan KOTA 21

1.1. IDSD Tahun 2021 Tingkat Provinsi 21

1.2. IDSD Tahun 2021 Tingkat Kabupaten 23

1.3. IDSD Tahun 2021 Tingkat Kota 28

2. GAMBARAN IDSD TAHUN 2021 PROVINSI, KABUPATEN DAN KOTA

BERBASIS ASPEK 30

2.1. IDSD Tahun 2021 Tingkat Provinsi Berbasis Aspek 30 2.2. IDSD Tahun 2021 Tingkat Kabupaten Berbasis Aspek 33 2.3. IDSD Tahun 2021 Tingkat Kota Berbasis Aspek 41

3. PILAR DAYA SAING DAERAH 45

(5)

3.1. Pilar Dinamika Bisnis 45

3.2. Pilar Kapasitas Inovasi 45

3.3. Pilar Kesiapan Teknologi 46

3.4. Pilar Kelembagaan 46

3.5. Pilar Infrastruktur 47

3.6. Pilar Perekonomian Daerah 47

3.7. Pilar Kesehatan 48

3.8. Pilar Pendidikan dan Keterampilan 48

3.9. Pilar Efisiensi Pasar Produk 49

3.10. Pilar Ketenagakerjaan 49

3.11. Pilar Akses Keuangan 50

3.12. Pilar Ukuran Pasar 50

BAB 4. STRATEGI KEBIJAKAN 52

1. STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN DAYA SAING 52

BAB 5. PENUTUP 53

1. KESIMPULAN 53

2. SARAN DAN REKOMENDASI 53

BAHAN BACAAN 55

LAMPIRAN 57

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Sinergi Indeks Daya Saing Daerah dengan Indeks

Lain 10

Gambar 2. Kerangka Penyusunan Indeks Daya Saing Daerah 11

Gambar 3. Rekapitulasi Komponen IDSD 12

Gambar 4. Tahapan pelaksanaan Pemetaan IDSD Tahun 2021 18 Gambar 5. Sebaran Wilayah Pemetaan Indeks Daya Saing Daerah di

Indonesia untuk wilayah Provinsi 22

Gambar 6. Distribusi IDSD Provinsi Tahun 2021 23 Gambar 7. Sebaran Wilayah Pemetaan Indeks Daya Saing Daerah

di Indonesia untuk wilayah Kabupaten/Kota 27 Gambar 8. Distribusi IDSD Kabupaten Tahun 2021 28 Gambar 9. Distribusi IDSD Kabupaten Tahun 2021 30 Gambar 10. Skor Teratas (“Top Ten”) dilihat dari 4 (empat) aspek IDSD

tingkat Provinsi Tahun 2021 32

Gambar 11. Skor Teratas (“Top Ten”) dilihat dari 4 (empat) aspek IDSD

tingkat Kabupaten Tahun 2021 35

Gambar 12. Skor Teratas (“Top Ten”) dilihat dari 4 (empat) aspek IDSD

tingkat Kota Tahun 2021 43

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Indeks Daya Saing Daerah 19

Tabel 2. Klasifikasi Indeks dilihat dari Ekosistem Inovasi 20 Tabel 3. Skor Indeks Indeks Daya Saing Daerah Provinsi 2021 22 Tabel 4. Skor Indeks Indeks Daya Saing Daerah Kabupaten Tahun 2021 24 Tabel 5. Skor Indeks Indeks Daya Saing Daerah Kota Tahun 2021 29 Tabel 6. IDSD Tahun 2021 Tingkat Provinsi berbasis aspek 32 Tabel 7. IDSD Tahun 2021 Tingkat Kabupaten berbasis aspek 35 Tabel 8. IDSD Tahun 2021 Tingkat Kota berbasis aspek 43

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Profil Daya Saing Daerah Tingkat Provinsi Lampiran 2. Profil Daya Saing Daerah Tingkat Kabupaten Lampiran 3. Profil Daya Saing Daerah Tingkat Kota

Lampiran 4. Data Indeks Berbasis Pilar (Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi, Kesiapan Teknologi, Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan, Pendidikan Dan Keterampilan, Efisiensi Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan dan Ukuran Pasar) Dan Indeks Daya Saing Daerah Tingkat Provinsi

Lampiran 5. Data Indeks Berbasis Pilar (Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi, Kesiapan Teknologi ,Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan, Pendidikan Dan Keterampilan, Efisiensi Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan dan Ukuran Pasar) Dan Indeks Daya Saing Daerah Tingkat Kabupaten

Lampiran 6. Data Indeks Berbasis Pilar (Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi, Kesiapan Teknologi, Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan, Pendidikan Dan Keterampilan, Efisiensi Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan dan Ukuran Pasar) Dan Indeks Daya Saing Daerah Tingkat Kota

Lampiran 7. Kuesioner Pengukuran Indeks Daya Saing Daerah

Lampiran 8. Penjelasan Teknis Indikator Indeks Daya Saing Daerah (IDSD)

(9)

(10)

BAB 1. PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Pengembangan wilayah dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat harus dilakukan dengan suatu pembangunan yang berkelanjutan. Tingkat daya saing (competitiveness) merupakan salah satu parameter dalam konsep pembangunan daerah berkelanjutan. Semakin tinggi tingkat daya saing suatu daerah, maka tingkat kesejahteraan masyarakatnya pun semakin tinggi. Suatu daerah akan memiliki reaksi yang berbeda dalam menyikapi dampak dari adanya fenomena globalisasi ini, hal tersebut akan sangat menentukan posisi tawar masing-masing daerah dalam kancah persaingan global yang semakin ketat.

Keadaan tersebut selanjutnya harus diartikan sebagai tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya aing masing-masing daerah, dimana tingginya daya saing antar daerah di Indonesia secara keseluruhan merupakan penentu bagi peningkatan daya saing nasional ditengah tingginya tuntutan untuk dapat bersaing secara global.

Situasi global yang terus berkembang ke arah keterbukaan pasar dan pengintegrasian perekonomian menuntut Indonesia terus menerus memperkuat daya saing dengan memanfaatkan keunggulan yang dimiliki. Untuk itu, masyarakat Iptek yang terdiri dari lembaga litbang, Perguruan Tinggi, badan usaha, dan seluruh pemangku kepentingan bidang Iptek mengharapkan peran Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk meningkatkan dan memperkokoh daya saing ekonomi nasional dengan mewujudkan program-program nyata.

Indonesia mempunyai potensi yang lebih besar untuk menjadi negara maju karena mempunyai modal pembangunan yang siap untuk diolah. Sebagai negara kepulauan, kekayaan laut Indonesia yang luas merupakan modal pembangunan yang dapat didayagunakan. Biodiversitas tanaman, binatang yang hidup di hutan, serta biodiversitas laut dapat diolah menjadi bahan pangan, energi, dan obat- obatan. Sementara itu, Perguruan Tinggi, lemlitbang, dan industri menjadi pihak- pihak yang kompeten untuk mengolah dan memberikan nilai tambah pada produk- produk berbasis sumberdaya alam tersebut.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah menginisiasi penyusunan model pemetaan menggambarkan kondisi dan kemampuan suatu daerah dalam mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya melalui peningkatan produktifitas, nilai tambah dan persaingan baik domestik maupun internasional demi kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan. IDSD juga dapat diartikan sebagai refleksi tingkat produktivitas, kemajuan, persaingan dan kemandirian suatu daerah. Pentingnya IDSD sebagai alat untuk menilai keberhasilan suatu daerah untuk dapat bersaing dengan daerah lain dan mendukung daya saing nasional. Pemetaan IDSD diharapkan menjadi salah satu dasar utama penyusunan

(11)

dan penetapan kebijakan nasional maupun daerah yang mendorong sinergi program antar sektor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kepemimpinan daerah yang inovatif.

Selain diperkuat oleh hasil kajian teoritik, model IDSD juga disusun dengan mempelajari model indeks yang sedang dikembangkan atau dikeluarkan oleh lembaga lain baik dalam maupun luar negeri seperti Indeks Inovasi Daerah (LAN);

Indeks Government Award (Kemdagri); dan Indeks Pembangunan Manusia ; Global Competitiveness Index - World Economic Forum (GCI-WEF); Global Innovation Index (GII - Johnson Cornell University, WIPO dan Insead) dan Asian Competitiveness Indeks (ACI) yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia dan ketersediaan data sampai level provinsi dan kabupaten/kota. Indeks ini menggunakan 4 aspek utama yaitu lingkungan penguat, sumberdaya manusia, pasar dan ekosistem inovasi; 12 pilar yaitu Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan, Pendidikan, Efisiensi Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan, Ukuran Pasar, Adopsi Teknologi, Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi dengan 23 Dimensi dan 97 indikator (kuisioner).

IDSD juga dapat diartikan sebagai refleksi tingkat produktivitas, kemajuan, persaingan dan kemandirian suatu daerah. Pentingnya IDSD sebagai alat untuk menilai keberhasilan suatu daerah untuk dapat bersaing dengan daerah lain dan mendukung daya saing nasional. Pemetaan IDSD diharapkan menjadi salah satu dasar utama penyusunan dan penetapan kebijakan nasional maupun daerah yang mendorong sinergi program antar sektor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kepemimpinan daerah yang inovatif.

1.1. Tujuan, Sasaran dan Kegunaan

Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) memiliki asas: kebebasan akademik, partisipatif, keterbukaan, akuntabilitas, manfaat serta keberlanjutan. Dengan tujuan dari pemetaan Indeks Daya Saing daerah, antara lain adalah :

1. Mengukur pencapaian seluruh aktivitas di daerah dalam memanfaatkan segala potensi yang dimiliki dengan mengoptimalkan ekosisten, potensi dan berbagai hasil iptek dan inovasi untuk menciptakan daya saing dan kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan

2. Menjadi pendorong kepada seluruh stakeholder terutama para pelaku inovasi (seluruh lembaga, daerah, dunia usaha dan masyarakat) agar dapat terpacu dalam mewujudkan ide kreatif dalam penciptaan nilai tambah, baik sebagai individu maupun melalui kemitraan dan kerjasama antar unsur inovasi dalam rangka meningkatkan tingkat daya saing dan kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan.

3. Sebagai upaya untuk mendukung kemandirian dan daya saing bangsa Indonesia;

4. Menjadikan dasar dalam perumusan, penetapan, evaluasi dan monitoring kebijakan, program dan kegiatan pembangunan daerah.

5. Menjadi alat dalam proses harmonisasi berbagai kebijakan dan program pembangunan baik pada level nasional dan daerah

(12)

1.2. Metoda Pendekatan

Metode yang digunakan dalam penyusunan model pemetaan indeks daya saing di daerah adalah studi literatur, public hearing, Foccussed Group Discussion, expert judgment, statistical analysis dan benchmarking terhadap model-model pemetaan indeks beserta komponen dan indikatornya. Disamping itu, agar model yang dihasilkan memiliki tingkat validitas yang tinggi, maka dilakukan validasi dan uji terap di beberapa daerah terpilih.

1.3. Pengertian dan Konsep

Desentralisasi yang dilaksanakan di Indonesia merupakan upaya untuk meningkatkan geliat pertumbuhan ekonomi di daerah. Kondisi ini membuka kesempatan seluas-luasnya bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kemakmuran masyarakatnya melalui inovasi, peningkatan transparansi dan akuntabilitas, serta menciptakan tata kelola ekonomi ke arah yang lebih kompetitif dan berdaya saing tinggi. Pembentukan daya saing tentu tidak hanya mencakup upaya untuk memperkuat sinergi berbagai sektor pembangunan daerah, tetapi juga mencakup penyempurnaan secara struktural dalam sistem pembangunan daerah agar pembangunan tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat secara lebih efektif dan efisien.

Daya saing daerah menurut Bank Indonesia didefinisikan sebagai kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional.

Konsep dan definisi daya saing daerah yang dikembangkan dalam penelitian tersebut didasarkan pada dua pertimbangan, yaitu: perkembangan perekonomian daerah ditinjau dari aspek ekonomi regional dan perkembangan konsep dan definisi daya saing daerah dari penelitian-penelitian terdahulu.

World Economic Forum (WEF) mendefinisikan daya saing nasional sebagai kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.

Institute for Management Development (IMD) mendefinisikan daya saing nasional sebagai kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayaan nasional dengan cara mengelola aset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality dan proximity, serta model ekonomi dan sosial.

European Commission mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan pasar internasional, diiringi dengan kemampuan mempertahankan pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, lebih umumnya adalah kemampuan (regions) untuk menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif tinggi sementara terekspos pada daya saing eksternal.

Konsep daya saing umumnya dikaitkan dengan konsep comparative advantage, yakni dimilikinya unsur-unsur penunjang proses produksi yang memungkinkan satu negara menarik investor untuk melakukan investasi ke negaranya, tidak ke negara yang lain. Konotasi advantage di sini adalah situasi yang memungkinkan pemodal menuai keuntungan semaksimal mungkin. Misalnya dengan menyediakan lahan murah, upah buruh murah, dan suplai bahan mentah produksi yang

(13)

terjamin kontinyuitasnya dengan harga yang lebih murah daripada harga yang ditawarkan oleh negara lain. Artinya, kekuatan modal dan keunggulan teknologi menjadi kunci penentu peningkatan daya saing (penjualan produk) satu negara.

Martin dan Tyler (2003)1 menyebutkan argumen mengapa daerah maupun negara saling berkompetisi:

 untuk investasi, melalui kemampuan daerah untuk menarik masuknya modal asing, swasta dan modal publik;

 untuk tenaga kerja, dengan kemampuan untuk menarik masuknya tenaga kerja yang terampil, enterpreneur dan tenaga kerja yang kreatif, dengan cara menyediakan lingkungan yang kondusif dan pasar tenaga kerja domestik;

 untuk teknologi, melalui kemampuan daerah untuk menarik aktivitas inovasi dan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dari konsep dan definisi mengenai daya saing di atas, dapat dimaknai bahwa daya saing daerah dihasilkan oleh interaksi yang kompleks antara faktor input, output dan outcome yang ada di daerah masing-masing, dengan faktor input sebagai faktor utama pembentuk daya saing daerah yaitu kemampuan daerah, yang selanjutnya akan menentukan kinerja output yang merupakan inti dari kinerja perekonomian.

Inti dari kinerja perekonomian adalah upaya meningkatkan daya saing dari suatu perekonomian yaitu meningkatkan kesejahteraan dari masyarakat yang berada di dalam perekonomian tersebut. Ukuran kesejahteraan memiliki makna yang sangat luas, indikatornya dapat berupa produktivitas tenaga kerja, PDRB per kapita atau tingkat kesempatan kerja.

2. DAYA SAING DAERAH

Sebuah negara atau sebuah region (Kabupaten/Provinsi) disebut kompetitif jika mengembangkan perusahaan beroperasi untuk berkompetisi dengan penuh keberhasulan dalam perekonomian global dan pada sisi lain mendukung peningkatan upah dan standar kehidupan pada penduduk secara umum. Daya saing tergantung pada produktivitas jangka panjang dimana bangsa atau region memberdayakan sumber daya manusia, modalm dan sumber daya alamnya.

Produktivitas diukur dari peningkatan upah berkesinambungan (sustainable wagers), pertumbuhan kesempatan kerja (job growth), dan standar hidup (standar of living). Daya saing mengandung makna seberapa produktifnya industri sebuah region berkompetisi dalam industri sejenis. Region berkompetisi dalam hal menawarkan sebuah lingkungan yang lebih produktif untuk dunia usaha.

Daya saing merupakan salah satu kriteria untuk menentukan keberhasilan dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Daya saing diidentifikasikan dengan masalah produktifitas, yakni dengan melihat tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Meningkatnya produktifitas ini disebabkan oleh

(14)

peningkatan jumlah input fisik modal dan tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi (Porter, 1990 dalam Abdullah, 2002)2. Pendekatan yang sering digunakan untuk megukur daya saing dilihat dari beberapa indikator yaitu keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif, ada juga keunggulan absolut. Menurut Tarigan (2005:75)3. Keunggulan komperatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi pengmbangan daerah. Lebih lanjut menurut tarigan (2005:75) istilah comparative adventage (keunggulan komparatif) mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo (1917). Dalam teori tersebut, Ricardo membuktikan bahwa apabila ada dua negara saling berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan diri untuk mengeksport barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan yang komperatif maka kedua negara tersebut akan beruntung. Teryata ide tersebut bukan saja bermanfaat dalam perdagangan internasional tetapi juga sangat penting di perhatikan dalam ekonomi regional.

Keunggulan kompetitif adalah suatu keunggulan yang dapat diciptakan dan dikembangkan. Ini merupakan ukuran daya saing suatu aktifitas kemampuan suatu negara atau suatu daerah untuk memasarkan produknya di luar daerah atau luar negeri. Maka dari itu, menurut Tarigan (2005:75) seorang perencana wilayah harus memiliki kemampuan untuk menganalisa potensi ekonomi wilayahnya.

Dalam hal ini kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor ini memilik keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.

Pengertian daya saing mulai berkembang setelah Porter (1990) mendefenisikan daya saing nasional: “luaran dari kemampuan suatu Negara untuk berinovasi dalam rangka mencapai,atau mempertahankan posisi yang menguntungkan dibandingkan dengan Negara lain dalam sejumlah sector-sektor kuncinya.”. Secara eksplisit, Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang diterapkan pada level nasional tak lain adalah “produktivitas” yang didefenisikannya sebagai nilai output yang dihasilkan oleh tenaga kerja.

Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI (PPSK BI) menggunakan definisi

“daya saing daerah dalam penelitiannya sebagai kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan Internasional”.

Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk perusahaan dan negara. Selanjutnya konsep tersebut di kembangkan untuk tingkat negara sebagai daya saing global, khususnya melalui lembaga World Economic Forum (Global Comvetitiveness Report) dan International Institute for Management Development (World Competitiveness Yearbook). Daya saing ekonomi suatu negara seringkali merupakan cerminan dari daya siang ekonomi daerah secara keseluruhan. Disamping itu, dengan adanya tren desentralisasi, maka makin kuat kebutuhan untuk mengetahui daya saing pada tingkat daerah (PPSK BI, 2008).

2 Abdullah, Petter. Daya Saing Daerah Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Yogyakarta: BPFE, 2002

(15)

Sedangkan untuk tingkat wilayah (region) konsep daya saing ekonomi dapat didefenisikan oleh Departemen Pedagangan dan Industri Inggris (UKDTI) yang menerbitkan “Regional Competitiveness Indicators”, serta Centre for Urban and Regional Studies (CURDS), Inggris, dengan publikasi “The Competitiveness Project:

1998 Regional Bench-marking Report”. Daya saing daerah menurut defenisi yang dibuat UK-DTI ialah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sedangkan pengertian konsep daya saing wilayah menurut CURDS ialah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.

Terdapat dua karakteristik yang umumnya dimiliki oleh daerah-daerah yang mempunyai daya saing tinggi. Pertama, daerah-daerah tersebut memiliki kondisi perekonomian yang baik. Kedua, adalah daerah-daerah dengan kondisi keamanan, politik, sosial dan budaya yang kondusif. Kondisi perekonomian daerah yang baik dan ditunjang oleh kondisi keamanan, politik, sosial budaya dan birokrasi yang ramah terhadap kegiatan usaha, akan menciptakan daya saing investasi daerah.

Kondisi yang baik pada faktor-faktor tersebut akan semakin mempengaruhi daya saing investasi daerah jika didukung oleh ketersediaan tenaga kerja yang cukup dengan kualitas yang baik dan infrastruktur fisik pendukung kegiatan usaha yang memadai.

The European Commission mendefenisikan daya saing sebagai “kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan pasar internasional, diiringi dengan kemempuan mempertahankan pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, lebih umumnya adalah kemampuan (regions) untuk menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif tinggi sementara terekspos pada daya saing eksternal” (European Commission, 1999 p.4. dalam PPSK-BI 2008).

Abdullah (2002) dalam penelitiannya mendefenisikan daya saing daerah

“Kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional.” Konsep daya saing umumnya dikaitkan dengan konsep comparative advantage, yakni dimilikinya unsur-unsur penunjang proses produksi yang memungkinkan satu negara menarik investor untuk melakukan investasi ke negaranya, tidak ke negara yang lain. Konotasi advantage di sini adalah situasi yang memungkinkan pemodal menuai keuntungan semaksimal mungkin.

Misalnya dengan menyediakan lahan murah, upah buruh murah, dan suplai bahan mentah produksi yang terjamin kontinyuitasnya dengan harga yang lebih murah daripada harga yang ditawarkan oleh negara lain. Artinya, kekuatan modal dan keunggulan teknologi menjadi kunci penentu peningkatan daya saing (penjualan produk) satu negara.

Konsep mengenai daya saing terdapat kesamaan esensi yang cukup jelas antara daya saing daerah dan daya saing nasional. Kesamaan pandangan tersebut adalah bahwa tujuan akhir dari upanya untuk meningkatkan daya siang dari suatu perekonomian adalah untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan (standart of living) dari masyarakat yang ada di dalam perekonomian tersebut. Sementara itu, konsep dan tujuan kesejahteraan memiliki makna yang sangat luas yang tidak hanya dapat diwakili oleh kinerja pertumbuhan ekonomi saja, tetapi oleh banyak

(16)

indikator-indikator ekonomi dan non ekonomi yang menpengaruhinya. Sedangkan perbedaanya adalah terpusat pada wilayah, dimana daya saing daerah mencakup daerah (bagian dari suatu negara), sedangkan daya saing nasional mencakup negara. Dalam berbagai pembahasan tentang daya saing nasional pun, baik secara eksplisit maupun implisit, terangkum relevansi pengadopsian konsep daya saing nasional ke dalam konsep daya saing daerah.

3. LANDASAN HUKUM

Peningkatan daya saing berbasis kinerja dan kreatifitas dalam berinovasi dalam lingkup nasional sangat dipengaruhi oleh peraturan perundang- undangan maupun kebijakan di berbagai kementerian dan lembaga pemerintah yang terkait.

Oleh karena itu diperlukan evaluasi dan analisis kebijakan berkenaan dengan peningkatan daya saing dan penguatan inovasi dalam peraturan perundangundangan terkait. Peraturan ini terutama terkait dengan peraturan perundangundangan di bidang ekonomi, perdagangan dan industri, bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, bidang pendidikan, bidang ketenagakerjaan, serta peraturan perundang-undangan lainnya berkaitan dengan infrastruktur sosial dan budaya.

Telaah dan evaluasi terhadap beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan produktivitas dan daya saing nasional merupakan perspektif masukan yang mendasari kebutuhan hukum dalam penyusunan kebijakan pemetaan perundang-undangan yang terseleksi antara lain:

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

pasal 34-38 tentang invensi dan inovasi, Kewajiban Pemerintah mengembangkan invensi dan inovasi, Pelindungan atas Kekayaan Intelektual dan pemanfaatannya , Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menggunakan hasil Invensi dan Inovasi nasional, Pemerintah Pusat wajib menjamin pemanfaatan hasil Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan dalam bentuk Invensi dan Inovasi untuk pembangunan nasional.

Badan Usaha yang menghasilkan Invensi dan Inovasi nasional dari pemanfaatan hasil Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 diberi insentif.

2. UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 31 bagian Penataan Daerah ayat 2 menjelaskan Penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat dalam rangka peningkatan daya saing daerah.

3. PP 38 Tahun 2017 Tentang Inovasi Daerah

Pasal 2 menjelaskan sasaran Inovasi Daerah dilaksananakan dengan tujuan peningkatan kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Adapun sasaran inovatif untuk dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat adalah sebagai berikut:

(17)

a) peningkatan Pelayanan Publik;

b) pemberdayaan dan peran serta masyarakat; dan c) peningkatan daya saing Daerah.

Dalam pelaksanaannya, sasaran inovatif didasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut:

a) peningkatan efisiensi; Inovasi Daerah yang dilakukan harus seminimal mungkin menggunakan sumber daya dalam proses pelaksanaan Inovasi Daerah.

b) perbaikan efektivitas; sampai seberapa jauh tujuan Inovasi Daerah tercapai sesuai target.

c) perbaikan kualitas pelayanan; Inovasi Daerah harus dapat memenuhi harapan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang murah, mudah, dan cepat.

d) tidak menimbulkan konflik kepentingan; inisiator tidak memitiki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain.

e) berorientasi kepada kepentingan umum; Inovasi Daerah diarahkan untuk kepentingan bangsa dan negara, kepentingan bersama rakyat dengan memperhatikan asas pembangunan nasional serta tidak diskriminatif terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar golongan, dan gender.

f) dilakukan secara terbuka; Inovasi Daerah yang dilaksanakan dapat diakses oleh seluruh masyarakat baik yang ada di Pemerintah Daerah yang bersangkutan maupun Pemerintah Daerah lain.

g) memenuhi nilai kepatutan; lnovasi Daerah yang dilaksanakan tidak bertentangan dengan etika dan kebiasaan atau adat istiadat Daerah setempat.

h) dapat dipertanggungiawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan diri sendiri;

hasil Inovasi Daerah tersebut dapat diukur dan dibuktikan manfaatnya bagi masyarakat.

(18)

BAB 2. DATA DAN METODE

1. METODE PENYUSUNAN INDEKS DAYA SAING DAERAH

Melalui rangkaian aktivitas studi literatur dan Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion), Kementerian Riset dan Teknologi mencoba menginisiasi penyusunan model indeks daya saing daerah dengan pendekatan yang lebih holistik. Secara teoritik, konfigurasi komponen indeks dibangun dari hasil penyesuaian dan pengembangan model indeks yang dikeluarkan oleh kementerian dan lembaga yang berkompeten, misalnya: Indeks Inovasi Daerah dari Lembaga Administrasi Negara (LAN); Indeks Inovasi Daerah berdasarkan Perber Menristek dan Mendagri; Indeks Government Award dari Kementerian Dalam Negeri; dan Indeks Reformasi Birokrasi dan Inovasi Pelayanan Publik dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Secara umum, ruang lingkup pekerjaan penyusunan indeks daya saing di daerah meliputi enam komponen: (1) Penentuan Pilar, Dimensi dan Indikator Indeks Daya Saing Daerah, (2) Penyusunan Kuesioner, (3) Perhitungan Indeks Daya Saing Daerah, (4) Penyusunan Database, dan (5) Disain Program Aplikasi dan Sistem Informasi Indeks Daya Saing Daerah berbasis online.

TUJUAN PENYATUAN INDEKS

Tujuan penyatuan dan penyesuaian komponen utama (pilar), indikator dan atribut dalam satu indeks daya saing daerah agar terjadi penyamaan visi dan persepsi antarkementerian dan lembaga dalam menyusun kebijakan nasional yang komprehensif dan saling bersinergi. Untuk itu, diperlukan regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden sebagai dasar hukum pelaksanaan pemetaan indeks daya saing daerah yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait, (Gambar 1).

Indeks umumnya dibangun dengan menggunakan beberapa komponen atau variabel Komposit .Dengan demikian, isu utama dalam penyusunan Indeks dengan menggunakan berbagai komponen adalah:

 Mencari atau menentukan variabel-variabel beserta indikator-indikator penyusunnya yang tepat

 Menentukan bobot dari setiap komponen-komponen penyusun indeks.

 Menentukan metode untuk mengagregasi komponen-komponen penyusunan indeks menjadi suatu indeks komposit.

(19)

Gambar 1. Model Sinergi Indeks Daya Saing Daerah dengan Indeks Lain

Idealnya indeks disusun dengan menggunakan indikator-indikator penyusun yang memiliki tipe data yang sama, namun dalam beberapa kasus dimungkinkan juga penyusunan indeks di lakukan dengan menggunakan indikatorindikator yang memiliki tipe pengukuran berbeda (Kategorik: Nominal/Ordinal dan Numerik:

Interval /Rasio). Metode penyusunan angka indeks tidaklah tunggal, melainkan meyesuaikan dengan “konteks” indeks yang akan dibangun serta tipe data dari indikator-indikator penyusunannya.

Metodologi dan pendekatan teori yang digunakan dalam penyusunan model pemetaan indeks daya saing di daerah dilakukan melalui: (1) Studi Literatur (desk study), (2) Diskusi Publik (Public Hearing), (3) Diskusi Kelompok Terfokus (Foccussed Group Discussion), (4) Pendapat Ahli (Expert Judgment), dan (5) Penyesuaian dan Perbandingan (benchmarking) terhadap model-model pengukuran indeks beserta komponen dan indikatornya yang telah disusun dan dirilis oleh berbagai stakeholders yang kompeten.

2. KOMPONEN INDEKS DAYA SAING DAERAH (ASPEK, PILAR, DIMENSI DAN INDIKATOR)

Penyusunan Indeks ditujukan untuk dapat memberikan perbandingan suatu

“indikator”, baik antar waktu maupun antar entitas. Dengan demikian, salah satu manfaat penyusunan indeks adalah untuk mengevaluasi proses pembangunan yang sudah dan sedang berjalan bahkan dapat digunakan untuk memprediksi kemajuan pembangunan pada tahun- tahun berikutnya.

Penyusunan daya saing daerah disusun atas Empat Aspek. Tiap Aspek memuat beberapa Pilar. Selanjutnya setiap Pilar membuat beberapa Dimensi. Kemudian

(20)

Dimensi dipecah ke dalam Indikator. Setiap Indikator diterjemahkan ke dalam sebuah pertanyaan dalam kuesioner.

Kuisioner dalam bentuk Database Aplikasi Indek Daya Saing Daerah terbagi atas 2 (dua) jenis data yakni data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan instansi Pemerintah Daerah (Bappeda, Disdagin, balitbangda, dan BKPM); Perguruan Tinggi, Dunia Usaha (Kadin) dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang dan LPPM); sedangankan data sekunder merupakan data statistika yang telah dipublikasi oleh Pemerintah Daerah maupun Kementerian/Lembaga.

Gambar 2. Kerangka Penyusunan Indeks Daya Saing Daerah

Komponen IDSD terdiri dari 4 Aspek, 12 Pilar, dan 23 Dimensi, 97 indikator.

Komponen terbanyak terletak pada aspek ekosistem inovasi. Komposisi ini dihasilkan berdasarkan berbagai studi literature dan masukan para pakar (expert judgement). Ini juga menunjukan bahwa aspek ekosistem inovasi diyakini menjadi aspek yang akan sangat berpengaruh kepada tingkat daya saing suatu wilayah Pengisian kuesioner Indeks Daya Saing Daerah melalui aplikasi database Indeks Daya Saing Daerah, terdiri dari 97 pertanyaan terdiri dari pertanyaan dengan jawaban berbentuk data primer.

ASPEK 1

ASPEK 2

ASPEK 3

ASPEK 4

PILAR 1

PILAR 2

PILAR-n

DIMENSI 1

DIMENSI 2

DIMENSI-n

INDIKATOR 1

INDIKATOR 2

INDIKATOR-n

KUESIONER

DATA PRIMER

& SEKUNDER

(21)

Gambar 3. Rekapitulasi Komponen IDSD

Berdasarkan aspek penilaian daya saing daerah yang dikelompokkan berdasarkan 4 aspek utama yaitu dan ekosistem inovasi, lingkungan penguat, sumberdaya manusia, dan pasar; 12 pilar yaitu Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi, Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan, Pendidikan, Efisiensi Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan, Ukuran Pasar, Kesiapan Teknologi, dengan 23 Dimensi dan 97 indikator (kuisioner). Adapun penjelasan dari definisi dari kelompok aspek, sebagai Berikut

1. Aspek Ekosistem Inovasi: Pilar Dinamika Bisnis, Pilar Kapasitas Inovasi, dan Pilar Kesiapan Teknologi.

Pada Pilar Dinamika Bisnis , Kemajuan sektor bisnis membuahkan penciptaan dan perluasan lapangan kerja yang tentunya akan mengurangi tingkat pengangguran. Perluasan produksi dan diversifikasi akan menumbuhkan integrasi sektor dan industri sehingga menciptakan rantai nilai tambah yang akan menguatkan struktur ekonomi dan income generation bagi pemerintah dan masyarakat. Pengaruh faktor Dinamika Bisnis ini mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa prinsip dibawah ini:

Aspek Ekosistem Inovasi

Pilar Dinamika Bisnis

• Regulasi (4 indikator)

• Kewirausahaan (6 indikator)

Pilar Kapasitas Inovasi

• Interaksi dan Keberagaman (6 indikator)

• Penelitian dan Pengembangan (10 indikator)

• Komersialisasi (2 indikator)

Pilar Kesiapan Inovasi

• Telematika (2 indikator)

• Teknologi (1 indikator)

Aspek Penguat / Enabling Environment

Pilar Kelembagaan

• Tata Kelola Pemerintahan (6 indikator)

• Keamanan dan Ketertiban (2 indikator)

Pilar Infrastruktur

• Infrastruktur Transportasi (2 indikator)

• Infrastruktur Air Bersih, RTH dan Kelistrikan (3 indikator)

Pilar Perekonomian Daerah

• Keuangan Daerah (4 indikator)

• Stabilitas Ekonomi (7 indikator)

Aspek Sumber Daya Manusia /

Human Capital

Pilar Kesehatan

• Kesehatan (8 indikator)

Pilar Pendidikan dan Ketrampilan

• Pendidikan (7 indikator)

• Ketrampilan (4 indikator)

Aspek Pasar/Market

Pilar Effisiensi Pasar Produk

• Kompetisi Dalam Negeri (4 indikator)

• Pajak dan Retribusi (2 indikator)

• Stabilitas Pasar (2 indikator)

Pilar Ketenagakerjaan

• Ketenagakerjaan (3 indikator)

• Kapasitas Tenaga Kerja (3 indikator)

Pilar Akses Keuangan

• Akses Keuangan (6 indikator)

Pilar Ukuran Pasar

• Ukuran Pasar (3 indikator)

(22)

1. Investasi pada penelitian dasar dan aktifitas yang inovatif yang menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui tahapan pembangunan ekonomi yang lebih maju.

2. Kemudahan perijinan untuk Iklim bisnis, investasi dan persaingan

3. Kebijakan deregulasi keuangan dan kebijakan industrial untuk membangun daya tarik juga kerap dipersepsikan merugikan kepentingan pelaku usaha lokal.

Dalam Pilar Kapasitas Inovasi, Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktifitas ekonomi yang meningkatkan nilai tambah. Pengaruh faktor Kapasitas Inovasi ini mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa prinsip dibawah ini:

1. Investasi jangka pendek berupa R&D akan meningkatkan daya saing sector bisnis.

2. Kegiatan R&D yang dimaksud adalah kegiatan yang berbasis ilmu pengetahuan untuk menghasilkan alternatif solusi prioritas bukan hanya untuk solusi masalah efisiensi atau produktivitas yang dihadapi, melainkan juga untuk membangun daya saing.

3. R&D berperan penting dalam menumbuhkan kapasitas perusahaan dan masyarakat untuk melakukan inovasi yang berorientasi pada penumbuhan daya saing ekonomi

4. Pemanfaatan komoditas unggulan di daerah yang berdaya saing dilakukan hingga produk-produk turunannya (hilirisasi). Daerah yang memanfaatkan komoditas unggulannya memiliki status teknologi yang terus meningkat, terutama melalui inovasi-inovasi yang berorientasi pada kelestarian sumber daya dan lingkungan

Pilar Kesiapan Teknologi, dimana Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang sudah ada secara efisien dan inovatif. Kesiapan Teknologi merupakan faktor determinan bagi kemajuan teknologi informasi yang membantu dalam penciptaan pasar pada pembangunan nasional.

Pengaruh faktor Kesiapan Teknologi mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa prinsip dibawah ini:

1. Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang sudah ada secara efisien dan inovatif.

2. kekuatan inovasi yang terus tumbuh disertai oleh kecepatan difusi informasi dan komunikasi sejalan dengan kemajuan teknologi informasi yang membantu dalam penciptaan pasar

3. Teknologi merupakan faktor penting peningkatan produktivitas dan perbesaran kapabilitas industry

4. Konektivitas internet yang baik memudahkan proses digitalisasi bisnis dan komunikasi dalam perekonomian. Ketersediaan internet dengan bandwidth yang memadai turut menunjang aktivitas perekonomian dan geliat ekonomi dari kelompok silent majority seperti UMKM

(23)

2. Aspek Penguat/Enabling Environment: Pilar Kelembagaan, Pilar Infrastruktur, dan Pilar Perekonomian Daerah

Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim social, politik, hukum dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif aktivitas perekonomian di daerah. Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya saing daerah didasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut:

- Stabilitas sosial dan politik melalui system demokrasi yang berfungsi dengan baik merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi daerah yang berdaya saing.

- Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang independen.

- Aktifitas perekonomian suatu daerah tidak akan dapat berjalan secara optimal tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.

Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator yang dapat mendukung aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah. Pengaruh faktor Infrastruktur ini mendukung daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

- Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya mendukung aktivitas ekonomi daerah.

- Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang terkandung di dalamnya juga mendorong aktifitas perekonomian daerah.

- Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung berjalannya aktifitas bisnis di daerah yang berdaya saing.

- Ketersediaan infrastruktur daerah menjadi faktor ketertarikan investor dalam melakukan investasi di daerah. Infrastruktur fisik seperti jalan raya hingga ketersediaan listrik tentunya menunjang aktivitas ekonomi dari tahapan produksi, distribusi, hingga konsumsi.

Perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral, perekonomian, sertatingkat biaya hidup. Pengaruh faktor terhadap daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

- Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam jangka pendek.

- Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam jangka panjang.

- Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.

- Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara internasional maupun domestik.

(24)

3. Aspek Pasar/Market: Pilar Efisiensi Pasar Produk, Pilar Ketenagakerjaan, Pilar Akses Keuangan, dan Pilar Ukuran Pasar

Pilar Efisiensi Pasar Produk dalam pembangunan memiliki keunggulan antara lain mendorong tingkat pertumbuhan, efisiensi dan daya saing yang lebih tinggi;

karena fokus terhadap interaksi pelaku usaha memperkuat sistem ekonomi.

Dalam indikator Efisiensi Pasar Produk, pengukuran yang dilakukan dikaitkan dengan pertanyaan seberapa jauh perusahaan di daerah dikelola dengan cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab. Prinsip-prinsip yang relevan terhadap daya saing daerah diantaranya:

- Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan kemampuan managerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu daerah.

- Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya saing daerah dimana perusahaan tersebut berada.

- Efisiensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan yang kompetitif.

- Kewirausahaan sangat krusial bagi aktifitas ekonomi pada masa-masa awal.

- Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perushaan memerlukan keahlian

- dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan usaha

Pilar Ketenagakerjaan dalam pembangunan memiliki keunggulan antara lain mendorong tingkat pertumbuhan, dan efisiensi karena fokus terhadap interaksi pelaku usaha memperkuat sistem ekonomi. Faktor Ketenagakerjaan untuk menunjukkan bagaimana kebijakan ketenagakerjaan mampu menekan pengangguran dengan merangsang terciptanya kesempatan kerja terutama pada sektor formal

- Indikator system keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan dan non-perbankan di daerah untuk memfasilitasi aktivitas perekonomian yang memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan mempengaruhi alokasi faktor-faktor produksi yang terjadi di perekonomian daerah tersebut. Indicator system keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

- Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas perekonomian daerah.

- Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung daya saing daerah.

Pilar Akses Keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan dan non-perbankan di daerah untuk memfasilitasi aktivitas perekonomian yang memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan mempengaruhi alokasi faktor-faktor produksi yang terjadi di perekonomian daerah tersebut.

Pengaruh faktor Keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

- Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas perekonomian daerah.

(25)

- Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung daya saing daerah.

Pilar Ukuran Pasar menguatkan struktur industri yang menghasilkan nilai tambah yang terus meningkat akibat berkembangnya knowledge dan teknologi.

Pasar Indonesia yang sangat besar menjadi peluang peningkatan produktivitas industri. Pengaruh faktor Ukuran Pasar ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

- Jumlah Penduduk Usia 17 Tahun menjadi faktor pendorong penumbuhan daya saing daerah.

- Pertumbuhan ekspor, baik ke pasar global maupun ke pasar domestik sebagai indikator produk yang dihasilkan mampu bersaing terhadap pesaing asing di pasar global dan pasar domestik. Pasar Indonesia yang sangat besar menjadi peluang peningkatan produktivitas industri,

4. Aspek Sumber Daya Manusia/Human Capital: Pilar Kesehatan dan Pilar Pendidikan dan Keterampilan

Pilar Kesehatan merepresentasikan kualitas hidup manusia dan memiliki hubungan dengan tingkat daya saing daerah. Pembentukan kualitas hidup masyarakat akan mengalami kesulitan untuk daerah mencatat ketimpangan.

Pengaruh faktor kesehatan ini mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut

- pembangunan harus mampu meningkatkan kualitas kesehatan penduduknya, dan mampu menekan pertumbuhan penduduk agar strukturnya menjadi stabil, dan pada akhirnya pembangunan harus mampu menekan kemiskinan

- Kelangsungan hidup diukur dari tingkat kematian bayi per seribu kelahiran, angka harapan hidup, dan gap jender kelangsungan hidup.

- Kesehatan diukur antara lain dari kehidupan tidak sehat, tingkat kematian dibawah umur 60 tahun, dampak bisnis dari penyakit menular dan tidak menular.

- Layanan kesehatan meliputi, kualitas perawatan kesehatan, dan aksesibilitas perawatan kesehatan

Pilar Pendidikan dan Keterampilan memiliki keterkaitan yang erat dengan pembangunan ekonomi. Penegasan bahwa pendidikan dapat memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi berdasarkan asumsi pendidikan akan menciptakan tenaga kerja produktif dengan kompetensi, keahlian, pengetahuan dan keterampilan tinggi. Pengaruh faktor Pendidikan dan Keterampilan ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

- Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing suatu daerah.

- Pelatihan dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalam meningkatkan tenaga kerja yang berkualitas.

- Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing suatu daerah.

- Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah tersebut begitu juga sebaliknya.

(26)

- Jumlah fasilitas pendidikan yang meningkat jelas dapat mengindikasikan kemajuan pembangunan

3. METODE PERHITUNGAN INDEKS DAYA SAING DAERAH

Angka Indeks merupakan agregat dari seluruh variabel yang digunakan. Karena variabel mempunyai strata, maka perhitungan dilakukan sebagai berikut.

1. Dimensi merupakan rata-rata dari Indikator, dihitung dengan persamaan 𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 = ∑𝑛𝑖=1𝐼𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟𝑖

𝑛

2. Pilar merupakan rata-rata dari Dimensi 𝑃𝑖𝑙𝑎𝑟 = ∑𝑛𝑖=1𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖𝑖

𝑛

3. Aspek merupakan rata-rata dari Pilar 𝐴𝑠𝑝𝑒𝑘 = ∑𝑛𝑖=1𝑃𝑖𝑙𝑎𝑟𝑖

𝑛

4. Indeks merupakan rata-rata dari Aspek 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 = ∑𝑛𝑖=1𝐴𝑠𝑝𝑒𝑘𝑖

𝑛

Perhitungan Indeks ini dilakukan pada seluruh Pemerintah Daerah di Tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota di Indonesia.

4. TAHAPAN PELAKSANAAN PEMETAAN IDSD

Dalam pelaksanaan Pemetaan IDSD Tahun 2021 terdapat beberapa rangkaian tahapan yang diselenggarakan selama 12 April sampai dengan 30 November 2021.

Rangkaian tahapan tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut ini :

(27)

Gambar 4. Tahapan pelaksanaan Pemetaan IDSD Tahun 202 1

1. Sosialisasi Dan Bimtek

Guna Mendukung Penyesuaian pengembangan indikator pada pemetaan Indeks Daya Saing Daerah (IDSD), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaksanakan Sosialisasi dan Bimbingan difokuskan untuk memperoleh kesepamahan terhadap data indikator masing-masing institusi, menyepakati indikator data serta ketersediaan data sesuai dengan poksi instansi masing-masing untuk dapat diinput ke dalam Aplikasi Pengisian indikator Indeks Daya Saing Daerah Tahun 2021. Kegiatan Diikuti Perwakilan Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota melalui perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi dibidang penelitian dan pengembangan dan/atau perencanaan pembangunan dalam hal ini BAPPEDA/BAPPEDALITBANG secara daring (conference) dan dilakukan secara 2 tahap :

- Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara termasuk Bali, Kepulauan Maluku, dan Papua)

- Kawasan Barat (Sumatera, Jawa dan Kalimantan)

2. Pengumpulan dan Pengisian Data

Pengumpulan dan Pengisian Data Indeks Daya Saing Daerah Tahun 2021 dilakukan pada rentang April sampai dengan November 2021. Pengisian instrumen dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota melalui perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi dibidang penelitian dan pengembangan dan/atau perencanaan pembangunan.

Kuisioner dalam bentuk Database Aplikasi Indek Daya Saing Daerah terbagi atas 2 (dua) jenis data yakni data primer dan data sekunder. Dari 97 indikator. dapat diidentifikasi sumber datanya. Sebagian besar data sekunder terdapat atau berasal

(28)

dari BPS, Bappeda, Litbang dan Perguruan Tinggi, sementara sisanya tersebar di beberapa kementerian Lembaga dan berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya. Pengisian Data Indeks Daya Saing Daerah (kuisioner) yang ada pada sistem aplikasi IDSD DIWAJIBKAN mengisi jawaban indikator (kuisioner) dengan DILENGKAPI data dukung yang relevan dan valid. Jawaban dengan tanpa dilengkapi data dukung berpotensi dianggap DISKUALKIFIKASI

3. Verifikasi dan Skoring

Data yang telah diisi oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota melalui perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi dibidang penelitian dan pengembangan dan/atau perencanaan pembangunan, selanjutnya dilakukan verifikasi atas seluruh jawaban oleh tim verifikasi dengan membandingkan dan menganalisis antara jawaban dengan data dukung yang dilampirkan serta dokumen-dokumen sumber lainnya. Verifikator berhak menganulir setiap jawaban jika tidak sesuai dengan data dukung yang dilampirkan atau dokumen sumber lainnya.

4. Penyusunan Laporan

Tahapan ini adalah proses terakhir dari Pelaksanaan Pemetaan Data Indeks Daya Saing Daerah Tahun 2021. Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota melalui perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi dibidang penelitian dan pengembangan dan/atau perencanaan menyusun analisis terhadap berbagai data dan informasi hasil Pemetaan termasuk menyusun Laporan Hasil Pemetaan IDSD yang diharapkan dapat memberikan informasi dan data yang ilmiah dan valid bagi pemangku kepentingan dalam mengevaluasi, merumuskan dan mengintervensi kebijakan pembangunan daerah kedepan.

5. PENILAIAN AKHIR INDEKS DAYA SAING DAERAH

Berdasarkan penilaian akhir atas hasil Indeks Daya Saing Daerah yang dilakukan dengan mengklasifikasi 4 (empat) kategori. Empat kategori tersebut adalah SANGAT TINGGI, TINGGI, SEDANG dan RENDAH. Adapun klasifikasi Indeks Daya Saing Daerah berdasar nilai Indeks Daya Saing Daerah adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Indeks Daya Saing Daerah

NO KATAGORI NILAI INDEX IDSD

1 SANGAT TINGGI 3,76 - 5

2 TINGGI 2,51 - 3,75

3 SEDANG 1,26 - 2,5

4 RENDAH 0 - 1,25

(29)

Terkait Indeks Daya Saing Daerah Katagori RENDAH, salah satunya disebabkan oleh :

a) Buruknya kinerja perekonomian daerah yang tercermin dalam kinerjanya di perdagangan, investasi, ketenagakerjaan dan stabilitas harga.

b) Buruknya efisiensi kelembagaan pemerintahan dalam mengembangkan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan kebijakan fiskal, pengembangan berbagai peraturan dan perundangan untuk iklim usaha kondusif, lemahnya kordinasi akibat kerangka institusi publik yang masih banyak tumpang tindih dan kompleksitas struktur sosialnya.

c) Lemahnya efisiensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi dan inovasi secara bertanggungjawab yang tercermin dari tingkat produktivitas yang rendah, pasar tenaga kerja yang belum optimal, akses ke sumberdaya keuangan yang masih rendah serta praktik dan nilai manajerial yang relatif belum profesional.

d) Keterbatasan di dalam infrastruktur, baik infrastruktur fisik, teknologi dan infrastruktur dasar yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan kesehatan.

Tabel 2. Klasifikasi Indeks dilihat dari Ekosistem Inovasi NO KATAGORI NILAI INDEX

EKOSISTEM

INOVASI Keterangan

1 SANGAT

TINGGI 3,76 - 5 Ekosistem Inovasi telah diterapkan dengan sangat baik dan secara komprehensif pada seluruh program.

Kekurangan pada beberapa indikator mungkin terjadi, tetapi dampaknya tidak signifikan

2 TINGGI 2,51 - 3,75 Ekosistem Inovasi telah diterapkan dengan baik dan komprehensif pada semua program. Namun,

beberapa indikator belum berjalan efektif sehingga mempengaruhi performa beberapa program.

3 SEDANG 1,26 - 2,5 Ekosistem Inovasi telah diterapkan dengan baik, namun memiliki kekurangan pada beberapa indikator sehingga belum maksimal dalam

meningkatkan kapasitas inovatif daerah. Memiliki program inovatif yang secara umum masih belum berjalan maksimal.

4 RENDAH 0 - 1,25 Ekosistem Inovasi telah diterapkan memenuhi persyaratan dasar, tetapi belum berjalan maksimal.

(30)

BAB 3. HASIL

1. GAMBARAN IDSD TAHUN 2021 provinsi, Kabupaten dan KOTA Hasil pemetaan IDSD Tahun 2021 berdasarkan 97 indikator untuk wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota yang menggunakan 4 aspek utama yaitu ekosistem inovasi lingkungan penguat, sumberdaya manusia, dan pasar; 12 pilar yaitu Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi, Kesiapan Teknologi, Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan, Pendidikan, Efisiensi Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan, Ukuran Pasar, dengan 23 Dimensi . Tahun 2021 Sebanyak 331 Pemerintah Daerah yang melakukan pemetaan indeks daya saing daerah (IDSD) yang terdiri dari 27 Provinsi, 240 Kabupaten dan 64 Kota. Sebanyak 17% dari Pemerintah Daerah Provinsi, 30% Pemerintah Daerah Kabupaten dan 26% dari Pemerintah Daerah Kota tidak melakukan Pemetaan IDSD, hal ini disebabkan kurang menyeluruhnya sosialisasi mengenai Pemetaan indeks daya saing, Masih kurang kesadaran dari Pemerintah Daerah untuk Memetakan tingkat daya saing daerah sebagai bagian dari upaya untuk mendukung kemandirian dan daya saing bangsa Indonesia;

Belum menjadikan Indeks daya saing daerah sebagai bahan dalam perumusan, penetapan, evaluasi dan monitoring kebijakan, program dan kegiatan pembangunan daerah.

Berikut Hasil pemetaan indonesia, berdasarkan data tanggal 1 Desember 2021 dari website https://indeks.inovasi.brin.go.id. Secara umum wilayah Indonesia bagian barat memiliki nilai IDSD lebih baik dibandingkan dengan Indonesia bagian timur.

1.1. IDSD Tahun 2021 Tingkat Provinsi

Dalam Indeks daya saing Daerah Tahun 2021 ini, skor akhir provinsi yang mencakup 4 aspek utama yaitu lingkungan penguat, sumberdaya manusia, pasar dan ekosistem inovasi, secara umum memiliki katagori “TINGGI”. Dari 27 Provinsi di atas, 3 provinsi memiliki skor dengan katagori “Sangat Tinggi” (3,76 – 5), 15 provinsi memiliki skor dengan Katagori “Tinggi” (2,51 - 3,75) , 6 provinsi memiliki skor dengan Katagori “Sedang” (1,26 - 2,5) dan Sebanyak 3 provinsi dengan Katagori “Rendah” (0 - 1,25)

Sepuluh provinsi dengan urutan skor terbaik adalah Jawa Barat (4,136), DKI Jakarta (3,962), Jawa Tengah (3,931), Sulawesi Utara (3.499), Banten (3.461), Sumatera Selatan (3.305), Jawa Timur (3.251), Nusa Tenggara Timur (3.178), Sulawesi Selatan (3.138) dan Kalimantan Barat (3.124) Untuk Skor provinsi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3 dan Sebaran IDSD Provinsi hasil pengelompokan disajikan dalam Gambar 5.

(31)

Tabel 3. Skor Indeks Indeks Daya Saing Daerah Provinsi 2021

KODE

_ID Nama Daerah Nilai

Indeks KODE

_ID Nama Daerah Nilai Indeks

11 Aceh 2.992 36 Bali 1.418

12 Sumatera Utara 2.611 53 Nusa Tenggara Timur 3.178

14 Riau 2.989 61 Kalimantan Barat 3.124

15 Jambi 1.866 62 Kalimantan Tengah 2.058

16 Sumatera Selatan 3.305 65 Kalimantan Utara 0.867

17 Bengkulu 2.813 71 Sulawesi Utara 3.499

18 Lampung 3.002 72 Sulawesi Tengah 2.668

19 Kepulauan Bangka Belitung 3.016 73 Sulawesi Selatan 3.138

21 Kepulauan Riau 2.981 74 Sulawesi Tenggara 0.140

31 Dki Jakarta 3.962 75 Gorontalo 1.916

32 Jawa Barat 4.136 81 Maluku 0.348

33 Jawa Tengah 3.931 82 Maluku Utara 1.880

34 Jawa Timur 3.251 91 Papua Barat 1.874

35 Banten 3.461

Gambar 5. Sebaran Wilayah Pemetaan Indeks Daya Saing Daerah di Indonesia untuk wilayah Provinsi

Untuk Pemerintah Daerah tingkat Provinsi 9% dari 34 provinsi memiliki skor dengan katagori “Sangat Tinggi” adalah Jawa Barat, DKI Jakarta dan Jawa Tengah, 44% memiliki skor dengan Katagori “Tinggi”, 18% memiliki skor dengan Katagori “Sedang” dan Sebanyak 9% Katagori “Rendah” yaitu Kalimantan Utara, Maluku dan Sulawesi Tenggara. Terdapat 7 (tujuh) Propinsi yang belum melakukan pemetaan Indeks Daya Saing Daerah yaitu Sumatera Barat, DI.Yogjakarta, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat dan Papua. (Gambar 6).

(32)

Provinsi-provinsi dalam Katagori “Rendah” diindikasikan oleh Aspek Ekosistem Inovasi : Pertumbuhan ekonomi dan investasi, Penyerapan tenaga kerja, Kesejahteraan masyarakat, Pembangunan ekonomi berbasis inovasi Budaya inovasi daerah, Komersialisasi produk unggulan daerah, Kapasitas SDM era Digital dan SDM berbasis Inovasi

Gambar 6. Distribusi IDSD Provinsi Tahun 2021

1.2. IDSD Tahun 2021 Tingkat Kabupaten

Dalam Indeks daya saing Daerah Tahun 2021 ini, skor akhir Kabupaten ang mencakup 4 aspek utama yaitu ekosistem inovasi, lingkungan penguat, sumberdaya manusia dan pasar, secara umum memiliki katagori “SEDANG”. Dari 240 Kabupaten di atas, 3 Kabupaten memiliki skor dengan katagori “Sangat Tinggi” (3,76 – 5), 87 Kabupaten memiliki skor dengan Katagori “Tinggi” (2,51 - 3,75) , 92 Kabupaten memiliki skor dengan Katagori “Sedang” (1,26 - 2,5) dan Sebanyak 58 Kabupaten dengan Katagori “Rendah” (0 - 1,25)

Sepuluh Kabupaten dengan urutan skor terbaik adalah Kabupaten Sleman (4.172), Kabupaten Sragen (3.899), Kabupaten Wonogiri (3.856), Kabupaten Bogor (3.700), Kabupaten Kendal (3.602), Kabupaten Semarang (3.583), Kabupaten Rembang (3.572), Kabupaten Pati (3.572), Kabupaten Banyumas (3.543) dan Kabupaten Purbalingga (3.530). Untuk Skor kabupaten secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4 dan Sebaran IDSD Kabupaten/Kota hasil pengelompokan disajikan dalam Gambar 7.

SANGAT TINGGI

9%

TINGGI 44%

SEDANG 18%

RENDAH 9%

TIDAK MENGISI 20%

PROVINSI

Gambar

Gambar 1. Model Sinergi Indeks Daya Saing Daerah dengan Indeks Lain
Gambar 2. Kerangka Penyusunan Indeks Daya Saing Daerah
Gambar 3. Rekapitulasi Komponen IDSD
Gambar 4. Tahapan pelaksanaan Pemetaan IDSD Tahun 202 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan Laporan Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (SKM) Tahun 2021 Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Maluku Tengah ini, benar- benar didasarkan

1) Telah dilaksanakan FGD “Mengukur Daya Saing Daerah” di Yogyakarta untuk mendapatkan masukan dari pihak eksternal guna penyempurnaan dalam penyusunan kajian

Hasil Seleksi Kompetensi Dasar bagi pelamar formasi CPNS Badan Riset dan Inovasi Nasional Tahun 2021 terlampir pada lampiran pengumuman ini.. Pelamar CPNS BRIN yang dinyatakan

Data yang digunakan adalah data sekunder berupa hasil pengukuran Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari Kementerian

Hasil penelitian mengindikasikan bahwa variabel kunci atau variabel penggerak yang menjadi pemicu daya saing daerah berkelanjutan yaitu terdiri dari dua

Dekan STEI Institut Teknologi Bandung Merujuk surat Direktur Pendanaan Riset dan Inovasi, Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN nomor B-1169/II.7.5/FR.06/5/2023 perihal Monitoring dan

Kepala Pusat/Pusat Penelitian Institut Teknologi Bandung Bersama ini kami sampaikan bahwa Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN membuka kesempatan bagi para peneliti untuk mengajukan

Price Competitiveness Indicator Hasil perhitungan PCI menunjukkan bahwa Bali memiliki indeks daya saing pariwisata jauh lebih tinggi daripada indeks daya saing DIY, yaitu 0,49..