• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Intrauterine Fetal Death (IUFD) a. Definisi

Intrauterine Fetal Death (IUFD) adalah suatu kematian bayi yang terjadi saat masih di dalam kandungan (janin). WHO dan The American College of Obstetricians and Gynecologist, menyebutkan bahwa dikatakan IUFD jika berat janin 500 gram atau lebih dengan umur kehamilan minimal 20 minggu.

Intrauterine Fetal Death merupakan bagian dari AKB atau Angka Kematian Bayi menurut Badan Pusat Statistik, (2022) didefinisikan sebagai banyaknya bayi yang meninggal pada tahun tertentu dengan umur kurang dari 1 tahun, yang kemudian dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup.

Berdasarkan waktunya, IUFD menurut United States National Center for Health Statistic diklasifikasikan menjadi 4 yaitu early fetal death (20 minggu), intermediate fetal death (20-28 minggu), late fetal death (>28 minggu), unclassified (Ardy, 2013).

b. Etiologi

Etiologi IUFD sebesar 25-60% masih idiopatik. Etiologi lain IUFD antara lain disebabkan beberapa faktor. Faktor maternal, seperti pada usia kehamilan >42 minggu, usia ibu tidak ideal, komorbid, dan kematian ibu.

Faktor fetal, pertumbuhan janin yang terganggu, kelainan, infeksi dalam kehamilan. Faktor plasental, kelainan pusar, plasenta, ketuban pecah belum pada waktunya (Luqyana et al., 2017). Faktor pelayanan kesehatan, seperti kunjungan ANC oleh ibu hamil juga menjadi salah satu keadaan yang perlu dijadikan perhatian. Pasalnya, masih ada banyak ibu yang memeriksakan kehamilan <4 kali dan tidak tepat waktu selama proses kehamilan. Hal itu dapat menambah risiko kegawatdaruratan misalnya ke arah kematian karena tidak suatu keadaan yang tak tedeteksi (Riza et al., 2016).

(2)

c. Epidemiologi

Pada tahun 2016, Indonesia mencatat sekitar 25,5% Angka Kematian Bayi (AKB). Angka tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia termasuk dalam negara tinggi AKB. AKB digunakan untuk sebuah refleksi tentang gambaran masalah kesehatan yang sedang dihadapi di suatu negara yang dapat mengakibatkan keadaan serius seperti komplikasi dan kematian (Luqyana et al., 2017). Kematian bayi berdasarkan data Kemenkes RI, (2019) tercatat sebanyak 26.000. Akibat adanya pandemi COVID-19, angka tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2020 hingga 28.158 (Kemenkes RI, 2020).

d. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya Intrauterine Fetal Death (IUFD) dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (Lengkong et al., 2020;

Nugraheni et al., 2016; Lyons and McLaughlin, 2020) 1) Kunjungan ANC

ANC merupakan prosedur untuk pemeriksaan kehamilan yang bertujuan untuk memonitoring tumbuh kembang janin agar tidak terjadi kejadian fatal seperti kematian. ANC dianjurkan dilakukan sebanyak 4x selama kehamilan. Disebutkan bahwa sekitar 73%

kematian bayi menurun karena kunjungan ANC rutin.

2) Riwayat BBLR

BBLR (Berat Badan Bayi Rendah) saat persalinan menjadi suatu keadaan yang perlu dilakukan pengawasan. Berat badan bayi lahir yang masuk dalam kategori BBLR adalah sekitar 1,5-2,5kg. Selain itu, pada bayi dengan berat 1-1,5kg masuk dalam kategori sangat rendah dan bayi <1kg termasuk bayi dengan berat badan sangat rendah.

3) Usia Ibu

Usia ibu akan sangat berpengaruh. Dimana ibu dengan usia ideal akan lebih banyak memiliki pengetahuan dalam menjaga kehamilan dibandingkan dengan ibu dengan usia tidak ideal. Kategori ideal

(3)

adalah kisaran 20-30 tahun. Pada sebuah penelitian disebutkan kematian janin meningkat dengan usia ibu >40 tahun.

4) Pekerjaan Ibu

Adanya riwayat terhadap paparan lingkungan luar. Misalnya paparan terhadap rokok atau bahan kimia lain.

5) Infeksi

Infeksi yang terjadi saat kehamilan menjadi sebab utama kematian pada ibu ataupun bayi yang dikandungnya. Meskipun bayi terlindungi dengan adanya barrier placenta ibu, namun keadaan imunologis saat kehamilan baik pada ibu ataupun bayi dapat berpengaruh terhadap kondisi janin. Ketika terjadi infeksi yang cukup parah pada ibu, akan meningkatkan risiko terhadap gangguan pada bayi dalam kandungan. Saat terjadi gangguan pada janin, janin akan mengalami kelainan bahkan kematian saat dilahirkan (stillbirth).

e. Patogenesis

Patogenesis IUFD dimulai dari adanya penurunan sirkulasi fetomaternal yang disebabkan oleh banyak faktor. Ketika terjadi penurunan sirkulasi, akan menghambat aliran nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin yang berdampak pada keadaan hipoksia janin. Ketika terjadi hipoksia, besar kemungkinan janin akan mengalami kematian (Fadliah, 2017).

2. COVID-19 a. Definisi

COVID-19 atau Corona Virus Disease 2019 adalah suatu penyakit menular yang menyerang sistem pernapasan dan disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS-CoV-2) (Susilo et al., 2020). Awal kemunculan COVID-19 saat wabah di Wuhan dan Tiongkok pada akhir 2019 lalu dan sekarang telah menjelma menjadi pandemi di seluruh dunia (WHO, 2022).

(4)

b. Epidemiologi

Mulainya wabah COVID-19 bermula dari Wuhan, China dan kemudian menyebar dengan cepat ke segala penjuru dunia. Berdasarkan data WHO, (2022) hingga 4 Februari 2022, dilaporkan 386.548.962 kasus terkonfirmasi di dunia. Sebanyak 5.705.754 telah dinyatakan telah meninggal dunia. Eropa menduduki posisi tertinggi dengan 151.505.696 kasus, disusul Amerika dengan 138.060.024 kasus, dan South-East Asia dengan 53.006.544.

Indonesia memiliki grafik kasus yang kian hari kian bertambah. Terhitung hingga 11 Februari 2022, tercatat 4.708.043 kasus terkonfirmasi dengan angka kematian sebesar 144.958 (Satgas COVID-19, 2021). Tingkat kematian Indonesia termasuk tinggi dengan rentang usia diatas 65 tahun atau lansia.

Namun terlepas dari hal itu, semua kelompok usia dari kanak-kanak hingga dewasa pun dapat terinfeksi, hanya saja gejala yang ditimbulkan berbeda tingkat keparahannya (Handayani et al., 2020).

c. Faktor Risiko

Berdasarkan hasil literature review pada penelitian Hidayani, (2020);

Nurfauziah et al., (2020) disebutkan bahwa faktor risiko COVID-19 antara lain:

1) Karakteristik individu a. Usia

Usia memiliki hubungan signifikan terhadap COVID-19. Dimana usia ≥ 65 tahun atau orang yang telah masuk dalam kategori lansia mempunyai risiko lebih tinggi dibanding dengan usia ≤ 65 tahun. Orang dengan lansia akan cenderung memiliki kemunduran pada sistem fisiologis dan pengaruh dari degeneratif organ tubuhnya.

b. Gender

Disebutkan bahwa kromosom X dan progesteron yang dimiliki laki- laki memiliki peran dalam imunitas adaptif.

2) Nasocomial infections

Faktor risiko ini berkaitan dengan self protect terhadap COVID-19 maupun penyakit lain ketika berada di rumah sakit. Penggunaan APD

(5)

lengkap bagi tenaga kesehatan dan penerapan protokol kesehatan ketat terkait 5M bagi semua orang menjadi poin penting agar terhindar dari infeksi.

3) Komorbid a. Hipertensi

Pasien dengan hipertensi memiliki treatment ACE inhibitor dan ARB yang dimana kedua obat tersebut mempermudah virus masuk dan melakukan replikasi. Akibatnya, akan memperparah keadaan klinis COVID-19 dan memperburuk prognosis pasien COVID-19 dengan hipertensi.

b. CVD

Sama halnya dengan hipertensi, orang dengan CVD akan di berikan treatment ACE2 dan ARB. Hal tersebut akan berdampak pada komplikasi CVD karena adanya toksisitas pada sistem kardiovaskuler.

Harus disertai dengan lifestyle modification untuk meminimalisir risiko terhadap COVID-19.

c. DM

Orang dengan DM akan cenderung lebih berisiko karena proses hiperglikemi. Jika hiperglikemi tidak terkontrol, akan memberi dampak pada sitokin dan multi organ failure yang akan memperburuk prognosis pasien COVID-19 dengan DM.

d. COPD

Pada orang dengan COPD akan meningkatkan risiko lebih besar dan memperburuk prognosis penderita karena pada COPD juga dilakukan treatment dengan ACE dan ARB.

e. Kanker

Pada pasien kanker pastinya akan dilakukan treatment dan dilakukan kemoterapi untuk meningkatkan QoL (Quality of Life).

Namun pada obat pasien kanker akan memicu terjadinya immunocompromissed yang dimana hal itu akan memudahkan seseorang terkena infeksi.

(6)

4) Pekerjaan

Tenaga kesehatan merupakan sekelompok orang yang berisiko tinggi terpapar COVID-19. Walaupun telah menggunakan APD lengkap dan melakukan prokes ketat, namun para tenaga kesehatan tetap memiliki risiko tinggi karena seringnya berinteraksi secara langsung.

5) Kehamilan

Kondisi fisiologis wanita saat terjadi kehamilan mengalami perubahan. Saat terjadi adanya perubahan fisiologis, akan memberikan efek negative terhadap sistem imunitas tubuh (Rohmah and Nurdianto, 2020). Th1 pada ibu hamil akan berubah ke Th2, dimana hal tersebut akan memicu produksi sitokin pro inflamasi yang dapat mengakibatkan lung injury.

Wanita hamil juga memiliki adaptasi imunologi spesifik yang diperlukan untuk mempertahankan resistensi janin. Tahap imunosupresi ini diatur oleh penekanan aktivitas sel T, sehingga pada keadaan ini akan membuat wanita hamil lebih rentan terhadap infeksi virus. Infeksi virus yang terjadi selama masa kehamilan akan berakibat pada kondisi klinis yang memburuk karena adanya perubahan fisiologis pada sistem pernapasan dan peredaran darah ibu.

d. Patogenesis

Patogenesis COVID-19 sampai sekarang belum diketahui secara pasti mekanismenya. Namun pada beberapa penelitian telah disebutkan bahwa terdapat kemiripan antara Coronavirus dengan SARS (Handayani et al., 2020). WHO mengatakan, varian virus jenis SARS-CoV-2 ini merupakan virus zoonis yang ditularkan dari hewan ke manusia (WHO, 2021). Pertama, virus mulai menempel pada permukaan sel host kemudian virus berikatan pada reseptor ACE2. Setelah itu, virus masuk ke dalam sel dengan perantara protein S di bagian enveloped spike. Ketika virus telah berhasil masuk ke dalam sel, selanjutnya akan terjadi proses translasi dan replikasi gen.

Kemudian, proses selanjutnya adalah transkripsi. Kemudian, langkah terakhir

(7)

adalah perilisan (Yuliana, 2020). Masuknya virus ke dalam sel akan memicu antigen mempresentasikan dirinya ke Antigen Presenting Cell atau APC.

Setelah itu, sistem imunitas tubuh akan merespon proses tersebut dengan adanya mediasi sel T dan sel B. Pada infeksi SARS-CoV-2 akan terbentuk IgM dan IgG sebagai respon dari sistem imunitas tubuh (Levani et al., 2021).

Penyebaran virus dimulai dari saluran pernapasan atas yang kemudian akan berlanjut ke saluran pernapasan bagian bawah (Yuliana, 2020).

e. Gejala Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi SARS-CoV-2 sangat bervariasi, tergantung usia dan imunitas masing-masing individu. Dimana hal tersebut juga akan berpengaruh terhadap beratnya gejala, lamanya gejala, dan masa recovery (Levani et al., 2021). Gejala COVID-19 yang ditimbulkan berupa gejala ringan, sedang, berat, bahkan gejala kritis yang memerlukan tindakan khusus dalam perawatannya (Aditia, 2021).

Gejala awal yang ditimbulkan saat seseorang terinfeksi COVID-19 antara lain demam, fatigue, batuk, sesak, nyeri tenggorok, bahkan hilang penciuman (Levani et al., 2021). Pada sebuah penelitian Aditia, (2021) disebutkan bahwa terdapat gejala yang timbul pada sistem pencernaan. Gejala tersebut meliputi abdominal pain, diare, dan mual muntah.

Terdapat sindrom klinis pada orang yang terinfeksi COVID-19. Dimulai dari tidak berkomplikasi (uncomplicated illness) yang paling ringan karena tidak menunjukkan gejala spesifik, antara lain demam, batuk kering, nyeri pada bagian tenggorokan dan nyeri pada otot. Kemudian pneumonia ringan yang mulai ada gejala sesak. Lalu pneumonia berat, sesak dan mulai ada penurunan pada saturasi oksigen <90% (Yuliana, 2020).

f. Diagnosis

Pemeriksaan penunjang digunakan untuk memastikan diagnosa sebelumnya yang didapat saat anamnesis dan melihat gejala klinis pasien.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain: (Yuliana, 2020; Aditia, 2021)

(8)

1. Swab Antigen-Antibodi

Pemeriksaan ini hanya membutuhkan waktu singkat, namun pemeriksaan antigen ini tidak kuat untuk mendiagnosis pasien.

2. Swab RT-PCR

Menggunakan sampel dari swab nasofaring, orofaring, atau bagian pada sputum. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan gold standart penegakan diagnosis COVID-19 yang digunakan sampai sekarang.

Namun pada pemeriksaan ini, memerlukan waktu sedikit lebih lama daripada swab antigen-antibodi.

3. Foto thoraks

Pada hasil foto radiologi didapatkan hasil adanya gambaran groundglass opacity sebagai gambaran khas pada pneumonia.

4. Pemeriksaan penunjang lain dilakukan sesuai kebutuhan g. Klasifikasi

Gejala klinis COVID-19 diklasifikasikan menjadi 5 derajat menurut tingkat keparahannya.

Tabel 1.1. Derajat Keparahan COVID-19 (Kemenkes, 2021)

Derajat Keparahan Gejala

Tanpa Gejala (Asimptomatik)

Tidak didapatkan adanya keluhan maupun tanda klinis.

Ringan Tidak didapatkan adanya pneumonia atau hipoksia.

Didapatkan adanya demam, batuk, fatigue, anoreksia, nafas pendek, myalgia.

Gejala non spesifik lain meliputi nyeri tenggorokan, kongesti hidung, hilang penciuman atau hilang pengecapan sebelum onset penciuman.

SpO2 > 95%

Sedang Tanda pneumonia tanpa pneumonia berat (demam, batuk, sesak nafas, nafas cepat).

SpO2 93-95%

(9)

Berat Tanda klinis pneumonia berat (demam, batuk, sesak nafas, nafas cepat) ditambah salah satu dari frekuensi nafas >30x/ menit atau distress pernapasan berat.

SpO2 <93%

Kritis Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis, dan syok sepsis.

3. Kehamilan a. Definisi

Menurut Gultom, L. and Hutabarat, (2020) , kehamilan didefinisikan sebagai masa awal konsepsi sampai bayi lahir terhitung selama 40 minggu sejak HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir). Kehamilan merupakan suatu proses kehidupan yang normal dan alamiah. Saat kehamilan berlangsung, terjadi tumbuh kembang janin dalam uterus.

b. Fisiologis Kehamilan

Saat hamil, proses tumbuh kembang bayi dalam rahim terjadi selama 9 bulan lamanya. Perkembangan bayi dalam rahim mendapat supply nutrisi dari plasenta, hingga akhirnya bayi dapat dilahirkan secara sempurna (Yuliani et al., 2021). Untuk menunjang supply nutrisi dan oksigen, terjadi banyak perubahan fisiologis dan perubahan pada sistem imunitas tubuhnya (Askari, 2017). Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu hamil antara lain: (Ginesthira and Bagus, 2020)

a) Homeostasis

Selama kehamilan, terjadi peningkatan volume total body fluids kurang lebih 6,5-8,5L. Hal ini merupakan upaya dalam penurunan osmolaritas tubuh. Dimana pada akhir trimester I, osmolaritas lebih rendah daripada sebelumnya. Selain itu, natrium dan kalium serum juga mengalami penurunan yang mana akan mengakibatkan kenaikan retensi air dan ambilan cairan berlebih.

(10)

b) Cardiovascular System

Perubahan pada sistem kardiovaskular erat kaitannya dengan hormon yang juga mengalami peningkatan selama kehamilan.

Perubahan pada sistem kardiovaskular ini berfungsi sebagai supplier darah dari ibu ke janin.

c) Sistem Respirasi

Sistem respirasi selama kehamilan menjadi jauh lebih sensitif CO2 karena adanya peningkatan hormon progesterone.

Perubahan pada diafragma terjadi akibat penekanan dari uterus yang mengembang. Selain itu, perubahan anatomi thoraks mengakibatkan penurunan fungsi paru. Selama masa kehamilan, kebutuhan oksigen ibu hamil juga meningkat. Dimana jika terjadi infeksi saat kehamilan, akan menyebabkan kegawatan pada janin melalui mekanisme hipoksia yang terjadi pada ibu.

d) Sistem GIT

Perubahan pada sistem GIT biasanya terjadi mual muntah di trimester awal kehamilan yang disebabkan oleh tingginya kadar HCG yang memicu kadar esterogen dan progesteron naik.

Peningkatan progesteron dan esterogen menjadi pemicu perubahan yang terjadi pada mekanisme usus.

e) Genitourinary System

Glomerulus Filtration Rate (GFR) mulai mengalami peningkatan pada akhir trimester I hingga memasuki trimester III. Akibatnya, ekskresi glukosa, asam amino, dan protein juga tinggi.

f) Sistem Peredaran Darah

Sistem peredaran darah erat kaitannya dengan ibu dan janin. Total blood volume akan mengalami peningkatan seiring dengan perubahan fisiologis lain selama kehamilan. Adanya perubahan ini akan mencetuskan adanya “Triad Virchow” yang membuat ibu hamil memiliki risiko tromboemboli 5x lipat daripada ibu yang tidak hamil. Triad tersebut meliputi:

(11)

1.) Trauma

2.) Stasis aliran darah 3.) Hiperkoagulasi

Hiperkoagulabilitas merupakan suatu keadaan tak normal yang terjadi pada proses pembekuan darah, dimana darah akan cenderung lebih kental daripada darah normal pada umumnya. Etiologi pasti dari hiperkoagulabilitas adalah adanya ketidakseimbangan antara pro-agulan, anti-koagulan, dan fibrinolisis. Faktor-faktor koagulasi (thrombin, fibrinogen, faktor II, VII, X dan XII mengalami peningkatan hingga 200% yang menunjang terjadinya hiperkoagulabilitas. Selain itu, pada faktor XI dan XIII mengalami penurunan dan faktor V dan IX akan cenderung stabil. Fibrinogen saat kehamilan aterm mengalami peningkatan sebesar 600mg/dl. D-Dimer sebagai produk hasil fibrinolisis juga akan meningkat selama masa kehamilan. Hal ini merupakan proses fisiologis agar tidak terjadi postpartum hemorraghe.

Hiperkoagulabilitas yang terjadi saat kehamilan merupakan hiperkoagulabilitas relative yang ditandai dengan meningkatnya platelet pada ibu hamil.

g) Endocrine System

Perubahan pada sistem endokrin merupakan dasar dari perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada organ lain karena adanya pengaruh hormon.

Perubahan yang terjadi pada sistem imun selama kehamilan adalah adanya perubahan pada Th1 menjadi Th2 yang menyebabkan ibu hamil rentan terhadap suatu infeksi.

c. Perubahan Hormonal Selama Kehamilan

Saat kehamilan berlangsung, plasenta menghasilkan beberapa hormon yang sangat berperan dalam proses kehamilan. Hormon yang diproduksi

(12)

antara lain HCG, HPL, dan PGH (Yuliani et al., 2021). Selain itu, meningginya kadar hormone sex saat kehamilan juga merupakan suatu respons ibu terhadap

HCG merupakan hormon yang disekresi oleh sel sinsitio trofoblast.

Hormon ini mencegah terjadinya pengelupasan pada korpus luteum sehingga kehamilan dapat dipertahankan. HCG juga memicu korpus luteum menyekresi hormon-hormon lain seperti progesteron dan esterogen (Guyton and Hall, 2019). Progesteron dan esterogen pada wanita hamil mengalami peningkatan. Progesteron pada awal kehamilan lebih tinggi daripada esterogen (Tirtana et al., 2018). Hormon progesteron akan menurunkan kontraktilitas uterus pada awal kehamilan sehingga tidak terjadi abortus spontan. Esterogen meningkat pada akhir kehamilan. Esterogen befungsi untuk mempermudah jalan lahir dengan cara relaksasi pada daerah ligamentum pelvis (Guyton and Hall, 2019).

Human Chorionic Somatomammotropin (HCS) atau HPL mengalami kenaikan secara progresif pada akhir kehamilan. HCS memiliki efek pada penurunan sensitivitas insulin dan penurunan penggunaan glukosa pada ibu.

Akibatnya, cadangan energi berupa lemak pun dikeluarkan untuk menunjang proses metabolisme selama kehamilan. Hormon-hormon lain seperti kortikotropin, prolactin, kortikosteroid, dan relaksin juga mengalami peningkatan saat proses kehamilan (Guyton and Hall, 2019).

d. Periode Kehamilan

Periode kehamilan menurut (Dartiwen and Nurhayati, 2019) dibedakan menjadi 3 trisemester (triwulan) , yaitu:

1. Trimester I

Periode yang dimulai dari proses konsepsi hingga terjadi fertilisasi di ampulla tuba fallopi. Periode ini berkisar antara 0-12 minggu. Terjadi proses penyempurnaan organ janin dengan bentuk yang mulai sempurna dengan berat mencapai 14 gram pada akhir minggu trimester ini (Gultom, L. and Hutabarat, 2020).

(13)

Masalah yang cukup sering dihadapi pada trimester pertama ini adalah mual muntah. Mual muntah terjadi akibat dari adanya perubahan metabolisme karbohidrat. Saat trimester ini, wanita hamil rasa menginginkan makanan atau minuman cenderung berlebih.

2. Trimester II

Trimester II berlangsung sekitar 13-28 minggu.

Perkembangan janin yang ditandai dengan mulai adanya gerakan janin seperti rasa kedutan pada perut yang semakin lama semakin meningkat intensitasnya (Gultom, L. and Hutabarat, 2020).

Masalah pada trimester II biasanya munculnya varises pada betis kaki karena semakin meningkat pula usia kehamilan, tekanan uterus juga akan meningkat sehingga memunculkan varises tersebut.

Selain itu, wanita hamil pada trimester ini juga lebih sering mengeluhkan sesak nafas.

3. Trimester III

Berkisar antara 29-40 minggu. Pada trimester akhir ini perlu diwaspadai akan kelahiran bayi prematur. Mulai terjadi pematangan organ vital. Pertumbuhan dan perkembangan janin yang kian pesat hingga panjangnya mencapai 45-55cm dan berat kurang lebih 3300 gram. Pada trimester III ini merupakan trimester yang mana janin sudah cukup bulan untuk lahir (Gultom, L. and Hutabarat, 2020).

Pada trimester akhir, wanita hamil biasanya mengeluhkan kesulitan bergerak, mengingat ukuran perut yang mulai membesar akibat perkembangan janin. Wanita hamil trimester III umumnya juga mengalami masalah pada jam tidurnya. Pada penelitian (Sukorini, 2017) disebutkan bahwa semakin meningkatnya usia kehamilan akan meningkat pula gangguan tidurnya. Wanita hamil trimester akhir memiliki kualitas tidur buruk yaitu <5 jam per harinya.

e. Tanda-Tanda Bahaya Selama Kehamilan.

(14)

Tanda bahaya saat masa kehamilan merupakan suatu indikator yang menjadi perhatian khusus terhadap sesuatu yang membahayakan kesehatan ibu dan janin selama masa kehamilan. Jika hal tersebut tidak di deteksi lebih awal akan mengancam nyawa ibu dan janin (Tibu, 2017).

Tanda-tanda tersebut dibedakan berdasarkan periode kehamilannya, antara lain: (Leny et al., 2021; Tibu, 2017).

1. Tanda bahaya trimester I 1) Perdarahan pervaginam

Biasanya terjadi pada kasus keguguran, kehamilan ektopik, dan penyakit trofoblastik gestasional pada perdarahan kehamilan usia dini.

2) Mual muntah berlebih

Pada keadaan mual muntah berlebih, akan mengakibatkan kehilangan banyak cairan sehingga ibu hamil menjadi dehidrasi. Selain itu, pada keadaan ini juga bisa terjadi ketonia ataupun penurunan berat badan.

3) Demam tinggi

Ibu hamil dikatakan demam jika suhu tubuh didapati >38oC.

4) Konjungtiva anemis

Keadaan yang menandakan anemia dimana kadar hemoglobin <11gr%. Hal ini merupakan akibat dari mual muntah berlebih dan adanya perdarahan yang terjadi.

2. Tanda bahaya trimester II 1) Demam tinggi

2) Berkurangnya pergerakan janin

Gerakan pada janin normalnya dirasakan minimal 3x dalam waktu 1 jam. Namun jika pada usia >22 minggu sampai usia siap lahir tidak dirasa lagi gerakan tersebut, hal itu merupakan sign adanya kegawatan bahkan kematian pada janinnya.

3) Konjungtiva pucat

(15)

3. Tanda bahaya trimester III 1) Perdarahan pervaginam

Perdarahan yang terjadi pada trimester akhir biasanya berkaitan dengan posisi plasenta yang abnormal.

2) Sakit kepala hebat, pengelihatan kabur, dan oedema wajah dan tangan

Ketiga tanda diatas merupakan hal serius karena tiga hal tersebut merupakan gejala dari pre-eklampsia.

3) Berkurangnya pergerakan janin

IUFD atau Intrauterine Fetal Death adalah kondisi ketika tidak ada tanda kehidupan janin. Hal itu bisa dideteksi ketika tidak ada pergerakan pada janin dalam rentang waktu tertentu.

4) Ketuban pecah dini

Ketuban pecah dini yaitu ketuban keluar atau pecah sebelum persalinan yang menyebabkan rasa sakit hebat pada ibu dan kematian atau kematian pada janinnya.

5) Kejang

6) Konjungtiva pucat 7) Demam tinggi

4. COVID-19 pada Kehamilan a. Epidemiologi

Awal ditemukannya kasus COVID-19 pertama di Wuhan, dari golongan muda hingga tua, bahkan ibu hamil juga ikut terkena dampak. Saat itu, terdapat jumlah sekitar 118 wanita hamil terinfeksi COVID-19 terhitung sejak 8 Desember 2019 sampai 20 Maret 2020. Pada sebagian besar ibu hamil yang terinfeksi COVID-19, telah menginjak trimester tiga dengan gejala terbanyak yang ditimbulkan adalah demam, batuk, dan fatigue (Rohmah and Nurdianto, 2020). Dikutip dari laman bkkbn.go.id, (2021), dr. Hasto Wardoyo selaku kepala BKKBN menyebutkan bahwa data POGI periode April 2020 –

(16)

April 2021 menunjukkan jumlah ibu hamil yang terinfeksi COVID-19 meningkat hingga 536 kasus.

b. Dampak

Sampai saat ini belum terdapat bukti adanya transmisi penularan vertikal melalui plasenta karena minimnya sumber literatur (Nurdamayanti et al., 2020). Meskipun begitu, semakin dini infeksi yang terjadi pada ibu hamil, semakin tinggi pula risiko terjadinya abortus. Mengingat kondisi ibu saat terjadi kehamilan mengalami perubahan fisiologis dan sistem imun ditambah lagi saat terjadi infeksi akan memperburuk kondisi ibu.

Hasil hematologi rutin ibu hamil dengan COVID-19 pada sebuah studi mengarah pada keadaan hiperkoagulabilitas. Keadaan tersebut ditandai dengan kenaikan 6% aPTT dan sekitar 5% pada PTT. Peningkatan juga terjadi pada IL-6, laju endap darah dan c-reactive protein sebagai sign adanya inflamasi, trombosit, hemoglobin, serum ferritin dan produk hasil fibrinolisis atau D-Dimer mengalami kenaikan sebesar 36% (Marpaung et al., 2020).

Penelitian Willim et al., (2020) menyebutkan bahwa peningkatan kadar D- Dimer menyertai penderita dengan COVID-19 derajat berat dan menurut rekomendasi International Society on Thrombosis and Haemostasis (ISTH) mengatakan bahwa pasien dengan D-Dimer tinggi harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit walaupun masuk dalam derajat ringan.

Hiperkoagulabilitas menunjukkan adanya thrombosis yang dapat mengarah ke keadaan komplikasi seperti Venous Thromboembolism (VTE) yang terjadi pada ibu hamil dengan COVID-19 (Marpaung et al., 2020). Pada keadaan hiperkoagulabilitas darah cenderung kental, hal itu akan berpengaruh terhadap aliran darah menuju plasenta. Ketika aliran darah terganggu, aliran supply nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin yang dikandung juga akan terganggu. Selain itu, disebutkan bahwa ibu dengan COVID-19 yang mengalami hipoksia juga akan berdampak sama.

Ibu dengan obesitas juga akan memberi dampak terhadap proses pembekuan darah dan meningkatkan risiko terjadinya Pulmonary Embolism (PE). Jika terjadi PE pada ibu hamil dengan COVID-19, saturasi oksigen juga

(17)

akan mengalami penurunan dan terjadi takipneu (Rohmah and Nurdianto, 2020). Selain itu, ibu dengan komorbid seperti DM, hipertensi, COPD juga dapat meningkatkan risiko ibu hamil dengan COVID-19 menjadi berat. Hal itu akan memperburuk keadaan ibu dan janin dalam kandungan yang dapat menyebabkan keadaan yang mengarah pada kegawatan, seperti kelahiran premature dan juga kematian pada janin. Dampak nyata lain ketika seorang ibu hamil terinfeksi COVID-19 adalah kematian ibu dan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).

5. Intrauterine Fetal Death (IUFD) pada Ibu Hamil COVID-19

Pada penelitian Rohmah and Nurdianto, (2020) disebutkan bahwa kematian janin terjadi pada ibu hamil yang terinfeksi COVID-19 disertai dengan obesitas dan komorbid seperti DM, hipertensi, COPD. Kondisi ibu saat terjadi kehamilan mengalami perubahan fisiologis yang dikaitkan dengan adanya peningkatan kadar D-Dimer berlebih pada sistem peredaran darah yang mengarah pada keadaan hiperkoagulabilitas selama kehamilan dan juga perubahan sistem pernapasan. Imunitas pada ibu hamil memiliki adaptasi spesifik yang diatur oleh penekanan aktivitas sel T hingga terjadi perubahan terhadap Th1 menjadi Th2, ditambah lagi saat terjadi infeksi COVID-19 akan memperburuk kondisi ibu (Marpaung et al., 2020). Pada infeksi COVID-19 juga terjadi hiperkoagulabilitas (Willim et al., 2020). Terjadinya COVID-19 pada kehamilan, akan membuat peningkatan berlebih pada keadaan hiperkoagulabilitas. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada aliran nutrisi dan oksigen pada ibu ke janin yang dikandung yang akhirnya akan mempengaruhi kondisi janin. Pada keadaan ini juga akan menambah faktor risiko terjadinya kematian pada janin dalam kandungan.

Perubahan pada sistem respirasi yang berakibat pada gangguan pernapasan atau hipoksia juga berdampak pada IUFD. Ibu hamil yang terinfeksi COVID- 19 dengan gejala pada sistem pernapasan seperti adanya gagal napas persisten ataupun terjadinya sepsis merupakan suatu tanda gejala berat. Hal tersebut dikatakan terjadinya double infection yang terjadi karena cedera pada

(18)

mukosa, immunocompromised, dan perbuahan sistem respirasi. Terjadinya hipoksia jaringan ditandai salah satunya dengan menurunnya saturasi oksigen ataupun dyspnea (Ramadhan et al., 2020). Hipoksia akan mengakibatkan kerusakan organik pada mikrotrombosis vascular paru yang mana hal tersebut akan memberi dampak pada kehidupan janin dalam rahim.

Selain itu, adanya faktor yang dapat memperburuk adanya kematian janin yang disebabkan karena kurangnya kunjungan ANC akibat pandemi COVID- 19 yang membuat adanya pembatasan di segala aspek termasuk pelayanan kehamilan pada ibu hamil. Akibatnya terdapat banyak kemungkinan ke arah komplikasi ataupun suatu keadaan kegawatan yang dapat membahayakan kehamilan yang tak terdeteksi di awal, yang memungkinkan terjadinya komplikasi hingga menyebabkan kematian pada ibu ataupun bayi (Riza et al., 2016).

Pada penelitian (Válková and Hubka, 2021) disebutkan bahwa COVID-19 mempunyai risiko terhadap kejadian intrauterine fetal death. Hal tersebut berhubungan pada perubahan faktor koagulasi yang terjadi selama masa kehamilan.

Dikutip pada laman (CNBC Indonesia, 2021), kematian janin terjadi pada ibu hamil yang telah dinyatakan COVID-19 dengan usia kehamilan 26 minggu. Setelah dilahirkan, janin tersebut juga dinyatakan positif COVID- 19.

(19)

B. Kerangka Pemikiran

Keterangan : : Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

COVID-19 Kehamilan

Peningkatan sitokin pro-inflamasi Perubahan fisiologis

Perubahan Th1 menjadi Th2

↑↑ Hiperkoagulabilitas Tanpa

gejala

Ringan Sedang Berat Kritis

Supply nutrisi dan oksigen ibu ke janin terganggu

Intrauterine Fetal Death

Perubahan sistem imun

Aliran darah stasis

Hipoksia jaringan

(20)

C. Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara derajat keparahan COVID-19 pada ibu hamil terhadap kejadian Intrauterine Fetal Death (IUFD).

2. Kejadian Intrauterine Fetal Death (IUFD) lebih banyak pada ibu hamil COVID-19 dengan pneumonia dibandingkan tanpa pneumonia.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay) beberapa data spasial parameter penentu kerawanan banjir (bentuk lahan, kemiringan lereng, jenis tanah,

Hendaknya kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat dilaksanakan lebih meluas ke sekolah lainnya mengingat pentingnya pengetahuan kesehatan reproduksi secara umum dan

Meskipun penelitian ini memfokuskan pada identifikasi parasit malaria pada ibu bersalin dengan membanding- kan pemeriksaan mikroskopis dan PCR pada darah tepi,  jaringan

Lapisan perimetrium dijepit dengan piset anatomis digunting dengan gunting metzembum, lapisan miometrium dan endometriun uterus diinsisi dengan pisau operasi pada

Dengan banyaknya jumlah anak di ruang bayi dan minimnya pengasuh, dari hasil wawancara pengasuh mereka membutuhkan changing table yang dapat digunakan untuk lebih

Resistor dengan nilai tahanan yang tepat sangat diperlukan dalam mengatur nilai tegangan yang tepat untuk bisa mengoperasikan suatu rangkaian dengan sempurna.. Dalam

U ovom radu razrađen je način provođenja gospodarenja komunalnim otpadom u Europskoj Uniji i Republici Hrvatskoj, koji je ekološki najprihvatljiviji način gospodarenja

Oleh karena itu mahasiswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi lebih mudah memadukan sisi konseptual dengan metodologi dalam rangka merubah konseptual yang ada