• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori - Umiatun Khasanah BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori - Umiatun Khasanah BAB II"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Respon

Kata „respon‟ menurut kamus besar Bahasa Indonesia diartikan

sebagai tanggapan, reaksi, atau jawaban. Respon atau yang disebut juga

tanggapan menurut Ahmadi (2009: 68) adalah hasil kesan-kesan yang

tersimpan dalam ingatan dan jiwa seseorang setelah melakukan

pengamatan. Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa respon

merupakan tanggapan atau reaksi yang diartikan sebagai kesan atau

gambaran dari stimulus yang didapat atau objek yang diamati sebelumnya.

Respon peserta didik maupun guru terhadap suatu metode atau

model yang diterapkan oleh guru pada suatu pembelajaran dapat diketahui

saat pembelajaran di kelas. Azwar (2011:7) menyatakan bahwa sikap

individu terhadap objek berperan sebagai perantara respon dan objek. Hal

tersebut dapat dikatakan bahwa respon yang ditunjukkan oleh individu

terhadap objek dapat memunculkan sikap individu terhadap objek. Respon

peserta didik dapat dilihat dari cara peserta didik menyampaikan pendapat,

atau sikap yang ditunjukkan melalui bahasa tubuh terhadap stimulus yang

diberikan oleh guru. Respon guru dapat dilihat setelah guru mengetahui

(2)

guru dapat memberi tanggapan mengenai pembelajaran yang dilakukan di

kelas.

2. Guru

Guru menurut Sukadi (2009:9-10) diartikan sebagai seseorang yang

bertugas untuk mengajar, mendidik, dan melatih peserta didik. Usman

(2006:5) menyatakan bahwa guru merupakan profesi yang memerlukan

keahlian khusus sebagai guru. Mulyasa (2005:37) menyatakan bahwa guru

adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan bagi para peserta didik dan

masyarakat. Pendapat Djamarah (2005:31) tentang guru adalah semua

orang yang memberikan ilmu kepada peserta didik, dan bertanggung

jawab untuk membimbing serta membina peserta didik. Berdasarkan

pengertian guru menurut Sukardi, Usman, Mulyasa, dan Djamarah, dapat

disimpulkan bahwa guru merupakan orang yang memiliki keahlian khusus

sebagai guru dan bertugas dalam memberikan ilmu kepada peserta didik.

Tugas guru tidak hanya untuk memberikan ilmu saja kepada

peserta didik. Djamarah (2005:37) mengungkapkan bahwa tugas guru

sebagai pendidik itu mengembangkan nilai-nilai hidup kepada peserta

didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti guru harus mengembangkan

ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya kepada peserta didik agar

dapat mengenali perubahan zaman yang terjadi. Tugas guru sebagai

pelatih yaitu guru mengembangkan keterampilan peserta didik agar dapat

(3)

3. Peserta Didik

Peserta didik menurut Djamarah (2008:80) adalah subjek utama

dalam pendidikan karena peserta didiklah yang belajar setiap saat. Peserta

didik merupakan unsur yang menentukan untuk terjadinya interaksi dalam

pembelajaran yang didampingi oleh guru di kelas. Karakteristik individu

menurut Sunarto dan Hartono (2008:4) diperoleh dari pengaruh

lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik yang didapat

individu sejak lahir berupa faktor biologis, sosial, maupun psikologis

Djamarah (2008:83-95) mengungkapkan bahwa peserta didik memiliki

perbedaan baik secara biologis, intetelegensi, dan psikologis.

Perbedaan biologis yaitu setiap anak secara biologis atau fisik

berbeda walaupun dalam satu keturunan, baik itu warna tubuh, bentuk

tubuh, jenis kelamin, dan sebagainya. Kesehatan peserta didik menjadi

pusat perhatian dalam pendidikan dan pembelajaran karena setiap individu

memiliki kesehatan yang berbeda-beda sehingga perlu mendapat perhatian

khusus dari guru dalam hal akademik maupun non akademik. Perbedaan

intelektual, setiap individu memiliki tingkat intelegensi yang berbeda

dengan individu lainnya. Perbedaan intelegensi dipengaruhi oleh

lingkungan berupa pengalaman yang didapat oleh individu. Perbedaan

setiap peserta didik harus diketahui dan diperhatikan oleh guru dalam

melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas sehingga peserta didik

(4)

Perbedaan psikologis pasti ada karena secara lahir dan batin setiap

individu semuanya berbeda. Perbedaan ini merupakan pembawaan dan

lingkungan anak yang berbeda. Guru perlu melakukan pendekatan kepada

peserta didik secara individu sehingga dapat memberikan motivasi dan

bimbingan. Perbedaan psikologis ini dapat dimanfaatkan guru dalam hal

mengelola kelas sehingga tiap-tiap individu saling melengkapi kekurangan

masing-masing dan berbagi kelebihannya kepada individu lain.

4. Model VCT (Value Clarification Technique)

a. Pengertian Model VCT

Model VCT merupakan salah satu model pembelajaran yang

mengaitkan pembelajaran pada nilai-nilai karakter peserta didik.

Pengertian VCT menurut Sanjaya (2006:281) merupakan teknik

mengajar yang bertujuan membantu peserta didik dalam menghadapi

suatu persoalan dengan memilih nilai yang dianggap baik dan

menganalisis nilai yang telah tertanam dalam diri peserta didik.

Adisusilo (2012:145) juga menyatakan bahwa dengan klarifikasi nilai,

peserta didik dibantu untuk menemukan, menganalisis,

mempertanggung jawabkan, memilih, mengambil, dan mengamalkan

nilai-nilai tersebut dalam hidupnya sendiri. Berdasarkan kedua

pengertian tentang VCT di atas, dapat disimpulkan bahwa VCT adalah

cara pengajaran nilai-nilai kepada peserta didik melalui proses

menganalisis nilai yang ada dalam diri peserta didik kemudian

(5)

Peserta didik dilatih untuk mengungkapkan nilai-nilai yang

sesuai dengan dirinya melalui persoalan yang diberikan oleh guru

dalam pembelajaran di kelas. Semua peserta didik itu berbeda, begitu

juga saat peserta didik diminta untuk memilih nilai-nilai yang sesuai

dengan dirinya, nilai-nilai pilihan peserta didik pun berbeda.

Peserta didik tidak dipaksa atau dipilihkan nilai-nilai yang ada

oleh guru, tetapi peserta didik bebas memilih dan setelah itu peserta

didik menerapkan nilai-nilai yang menjadi pilihannya untuk

diterapkan di kehidupan masing-masing peserta didik. Penerapan

nilai-nilai tersebut mungkin tidak dapat langsung diterapkan begitu

saja, tetapi sedikit demi sedikit mencoba dan membiasakannya dalam

kehidupan sehari-hari. Penggunaan VCT ini dapat membantu peserta

didik menemukan nilai-nilai yang akan menjadi pola hidupnya,

misalnya nilai tanggung jawab, disiplin, dan yang lainnya.

b. Langkah-langkah Model VCT

Model VCT mempunyai beberapa langkah dalam

penerapannya di pembelajaran. Jarolimek (dalam Taniredja,

2012:89-90) mengklasifikasikan beberapa langkah tersebut ke dalam tiga

tingkatan, yaitu, “kebebasan memilih, menghargai, dan berbuat”.

Setiap tingkatan terdapat langkah-langkah yang telah urut.Terdapat

tujuh langkah dalam pelaksanaan teknik klarifikasi nilai ini, yaitu pada

tahap memilih terdapat tiga langkah, tahap menghargai terdapat dua

(6)

Langkah pertama pada tingkatan kebebasan memilih yaitu

peserta didik bebas memilih nilai yang sesuai dengan diri peserta didik

dan tidak ada tekanan atau perintah dari teman ataupun guru untuk

memilih nilai tersebut. Peserta didik juga bebas memilih

mengandaikan terdapat beberapa alternatif. Peserta didik perlu

mempertimbangkan berbagai pilihan alternatif nilai yang dipilihnya

dan beserta akibatnya, kemudian memilih nilai setelah melakukan

pertimbangan. Tingkat menghargai ini peserta didik tidak ragu atas

pilihannya dan bangga atas nilai yang dipilihnya, serta mengakui

pilihannya itu kepada orang lain. Pada tahap berbuat, peserta didik

berkemauan untuk berperilaku sesuatu sesuai dengan pilihannya, dan

berulang-ulang bertindak sesuai dengan pilihannya hingga pada

akhirnya merupakan kebiasaan atau pola dalam hidup peserta didik.

Guru sebagai fasilitator, menghargai pendapat dan pilihan peserta

didiknya, dan mendampingi peserta didik selama pembelajaran.

c. Bentuk Pembelajaran VCT

Model VCT mempunyai beberapa bentuk metode maupun

teknik yang dapat dipilih untuk diterapkan dalam pembelajaran sesuai

dengan tujuan guru dalam melaksanakan pembelajaran IPS. Bentuk

pembelajaran teknik klarifikasi nilai memiliki teknik atau cara

tersendiri. Djahiri (1985: 61-81) mengungkapkan bahwa terdapat

(7)

a. Metode Percontohan.

b. Analisa Nilai.

c. Daftar atau matrik.

d. Klarifikasi Nilai dengan kartu keyakinan.

e. Teknik wawancara atau interview.

f. Teknik Yurisprudensi.

g. Teknik Inkuiri Nilai.

Kelima bentuk pembelajaran VCT di atas berbeda-beda teknik

pembelajarannya dan memiliki tujuan atau target nilai masing-masing.

Bagi guru yang akan menerapkan model VCT ini dalam pembelajaran

di kelas, guru perlu mengetahui nilai-nilai yang perlu dikembangkan

dalam diri peserta didik melalui salah satu bentuk metode ataupun

teknik dalam model VCT, dan mempersiapkan hal-hal yang

diperlukan dalam menerapkan model VCT ini dengan matang agar

dapat terlaksana dengan baik saat pembelajaran.

Metode percontohan terdapat beberapa langkah dalam

pembelajaran yang dilakukan oleh guru menurut Djahiri (1985:61)

antara lain:

1) Guru melontarkan stimulus yang dibacakan oleh guru atau

peserta didik.

2) Peserta didik memiliki kesempatan untuk berdialog sendiri

(8)

3) Guru melakukan tanya jawab dengan peserta didik secara

individual, kelompok, dan klasikal.

4) Peserta didik saling berpendapat sesuai dengan

pertanyaan-pertanyaan dari guru.

5) Guru membahas pendapat-pendapat dari peserta didik.

6) Guru dan peserta didik menyimpulkan pendapat-pendapat

peserta didik ke dalam materi dan konsep pelajaran.

d. Kelebihan dan Kelemahan Model VCT

Model VCT mempunyai kelebihan-kelebihan dan

kelemahan-kelemahan tertentu. Kelebihan VCT menurut Djahiri (dalam Taniredja,

2012: 91) antara lain:

1) Mampu membina dan menanamkan nilai dan moral pada ranah internal side.

2) Mampu mengklarifikasi/menggali dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan selanjutnya akan memudahkan bagi guru untuk menyampaikan makna/pesan nilai/moral.

3) Mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa, melihat nilai yang ada pada orang lain dan memahami nilai moral yang ada dalam kehidupan nyata. 4) Mampu mengundang, melibatkan, membina, dan

mengembangkan potensi diri siswa terutama mengembangkan potensi sikap.

5) Mampu memberi sejumlah pengalaman belajar dari berbagai kehidupan.

6) Mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi, dan memadukan berbagai nilai moral dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang

7) Memberi gambaran nilai moral yang patut diterima dan menuntun serta memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.

Kelebihan-kelebihan itulah yang akan dapat dirasakan oleh

(9)

kelebihan-kelebihan tersebut, Sanjaya (2007:281) mengungkapkan bahwa

adapula kelemahan yang sering terjadi dalam penerapan model

pembelajaran nilai ini yaitu guru kurang memperhatikan nilai-nilai

yang telah tertanam dalam diri peserta didik dan guru menanamkan

nilai-nilai yang dianggapnya baik kepada peserta didik sehingga

peserta didik mengalami kesulitan dalam menyelaraskan nilai lama

yang ada pada diri peserta didik dengan nilai baru yang hendak

ditanamkan.

Solusi dari kelemahan teknik klarifikasi nilai ini menurut

Taniredja (2012:92) antara lain dalam pembelajaran guru

menggunakan pendekatan kontekstual antara lain menyesuaikan

dengan suatu peristiwa yang sedang terjadi, serta guru melatih

keterampilan mengajar sesuai standar kompetensi guru. Guru dalam

penerapan model teknik klarifikasi nilai ini lebih terbuka dengan

nilai-nilai yang ada pada peserta didik dan dengan pilihan-pilihan peserta

didik yang menurut para peserta didik itu baik bagi diri peserta didik.

Peserta didik mempunyai kesempatan untuk bebas memilih nilai-nilai

yang menurutnya baik.

e. Tujuan Model VCT

Tujuan penerapan VCT menurut Adisusilo (2012: 142) ada

tiga, yaitu:

1) Membantu peserta didik menyadari dan mengetahui nilai-nilai yang dimilikinya sendiri serta nilai-nilai-nilai-nilai orang lain. 2) Membantu peserta didik agar dapat berinteraksi dengan

(10)

3) Agar peserta didik dapat menggunakan pikiran dan kesadaran emosionalnya untuk memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah lakunya sendiri baik itu yang positif maupun negatif.

Adanya tujuan di atas, model VCT dapat membantu peserta didik agar

bisa meningkatkan nilai-nilai karakter positif yang telah ada dalam diri

peserta didik, menanamkan nilai-nilai baru pada diri peserta didik,

menghargai dan bertanggung jawab atas nilai-nilai yang telah dipilih

oleh peserta didik, serta mengamalkannya dalam kehidupan nyata.

Model VCT dalam penerapannya, guru harus mampu

menyampaikannya dengan baik kepada peserta didik. Cara

penyampaian yang dilakukan oleh guru berbeda-beda sehingga guru

perlu menggunakan cara atau taktik tersendiri agar dapat

menyampaikan nilai-nilai baru tersebut dan peserta didik menerimanya

serta mengembangkannya dengan baik dalam diri peserta didik. Hal ini

dilakukan agar tujuan VCT tersebut dapat tercapai dengan baik dan

kelebihan dari VCT ini dapat dirasakan oleh guru maupun peserta

didik. Penerapan model VCT dalam pembelajaran menurut Wijayanti

(2013: 75) dapat meningkatkan kemampuan peserta didik untuk

memilih, memutuskan, mengkomunikasikan, memgungkapkan

gagasan, keyakinan, nilai-nilai dan perasaannya, berempati terhadap

perasaan orang lain dan melihat sudut pandang orang lain,

memecahkan masalah, menyatakan sikap setuju atau tidak setuju

terhadap pendapat orang lain, serta mempunyai pendirian dalam

(11)

5. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

a. Pengertian IPS

Ilmu pengetahuan sosial merupakan bagian dari studi sosial

yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan. Studi sosial menurut

Barr, Barth, dan Shermis (2003: 18) adalah gabungan dari beberapa

ilmu-ilmu sosial dan humanitis yang bertujuan untuk pengajaran

dalam pendidikan kewarganegaraan. Pada studi sosial ini terdapat tiga

tradisi, yaitu citizenship transmission, social science, dan

reflectiveinquiry. Ilmu pengetahuan sosial termasuk dalam tradisi

citizenship transmission, yang esensinya ialah penamaan mengenai

sesuatu yang dipertimbangkan sebagai pengetahuan yang paling

diminati, nilai-nilai, dan kecakapan-kecapakan yang dianggap penting

dalam mempertahankan kelangsungan hidup kebudayaan.

Kebudayaan tersebut mencakup tingkah laku, pengetahuan, nilai-nilai,

dan pandangan-pandangan yang akan dipelajari oleh peserta didik

yang mana baik guru maupun peserta didik ikut berpartisipasi.Susanto

(2014:1) menyatakan bahwa pembelajaran pendidikan IPS memiliki

tujuan yaitu untuk mengembangkan dan merefleksikan pengetahuan,

nilai, sikap, keterampilan sosial, kewarganegaraan, fakta, konsep, dan

generalisasi dalam kehidupan sosial.

Pemahaman atau pengertian ilmu pengetahuan sosial menurut

para ahlipun berbeda. IPS menurut Prof. Dr. Nasution (dalam Bar,

(12)

pendidikan yang pada pokoknya membahas mengenai manusia dalam

lingkungan alam dan lingkungan sosialnya, dan bahannya diambil dari

berbagai ilmu sosial, seperti geografi, sejarah, ekonomi, antropologi,

sosiologi, psikologi, dan psikologi. Susanto (2014:6) juga

mengungkapkan hal yang sama bahwa IPS merupakan gabungan dari

berbagai cabang ilmu sosial dan humaniora. IPS menurut Barr, Barth,

dan Shermis (2003:161) merupakan mata pelajaran di sekolah

menempati posisi strategis dalam rangka menggabungkan

pengetahuan peserta didik, agar peserta didik memahami dan dapat

memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Berdasarkan

ungkapan-ungkapan di atas, IPS dapat diartikan sebagai salah satu

mata pelajaran yang memuat beberapa cabang ilmu sosial dan

humanioraserta mampu menggabungkan pengetahuan peserta didik

agar dapat memahami dan memecahkan masalah yang ada di

lingkungan sosialnya.

Materi-materi dalam pelajaran IPS merupakan bagian dasar

dari tiap cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora sehingga tepat

diajarkan di tingkat pendidikan dasar. Penerapan pelajaran ilmu

pengetahuan sosial di sekolah dasar, peserta didik diharapkan mampu

bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dan menjadi bagian dari

masyarakat yang baik. Peserta didik tidak hanya menyerap

(13)

mampu mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran

IPS dan menerapkannya di lingkungan sosialnya.

b. Materi masalah-masalah sosial

Pada materi permasalahan sosial, menurut Hisnu dan Winardi

(2008:194) peserta didik diharapkan mampu memahami pengertian

masalah sosial yang terjadi secara umum di sekitar kita, membedakan

masalah sosial dengan masalah individu atau pribadi, mampu

menyebutkan dan menjelaskan beberapa masalah sosial yang ada di

lingkungan tempat tinggal. Masalah sosial menuntut sebuah

penyelesaian, jika tidak segera diselesaikan maka akan terjadi

keresahan, ketakutan, dan rasa tidak aman bagi masyarakat sekitar.

Terdapat dua macam masalah, yaitu masalah sosial dan masalah

pribadi. Masalah pribadi adalah masalah-masalah yang dialami dan

dihadapi oleh manusia sebagai individu, misalnya lupa mengerjakan

tugas, sakit, dijauhi teman maka itu tandanya seseorang sedang

mengalami masalah pribadi, dan orang lain tidak merasa dirugikan atas

masalah pribadi seseorang tersebut. Masalah pribadi dapat diselesaikan

sendiri oleh seseorang yang bersangkutan.

Apabila semua warga masyarakat ikut merasakan pengaruh

dari masalah tersebut, misalnya pencurian, perampokan, maka

peristiwa tersebut disebut masalah sosial. Masalah sosial harus

diselesaikan secara bersama-sama, dan seorang warga tidak dapat

(14)

pencurian ataupun perampokan. Semua warga ikut terjun dan

mendukung dalam penyelesaian masalah sosial secara bersama-sama,

misalnya melaksanakan ronda malam yang dijadwal secara sistematis.

Masalah sosial yang sedang terjadi dalam masyarakat sekitar, antara

lain: masalah kependudukan, keamanan, kebakaran, masalah sampah,

narkoba, pencemaran lingkungan, ketidakdisiplinan dan ketertiban,

rusaknya atau buruknya fasilitas umum, pemborosan energi, dan

kelangkaan barang kebutuhan.

c. Tujuan Mata Pelajaran IPS

Mata pelajaran IPS memiliki tujuan tersendiri, seperti halnya

pada mata pelajaran lain. IPS diajarkan di setiap jenjang pendidikan

karena pada dasarnya ilmu pengetahuan sosial ini menyangkut

kehidupan sosial dan kemasyarakatan di berbagai daerah atau wilayah

sehingga peserta didik perlu dibekali dengan ilmu-ilmu pengetahuan

sosial. Secara umum tujuan dalam pembelajaran IPS di SD

diungkapkan oleh Susanto (2014:33) antara lain untuk

mengembangkan jiwa sosial dan kewarganegaraan individu.

Terdapat tiga tujuan utama studi sosial menurut Fenton (dalam

Bar, Barth, dan Shermis, 2003: 149) yaitu menyiapkan anak-anak

menjadi warga negara yang baik, mengajarkan anak-anak bagaimana

cara berpikir, dan meneruskan warisan budaya. Bar barth, dan Shermis

(2003: 150) menjabarkan klasifikasi tujuan studi sosial berdasar pada

(15)

1) Understanding, yaitu agar dapat mengerti maka peserta didik harus memiliki pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan agar dapat menghadapi masalah-masalah sosial dan menyaring berbagai informasi.

2) Attitudes berupa moral, cita-cita, kepercayaan, dan apresiasi. Attitudes ini membantu peserta didik dalam bersikap baik, bertanggung jawab, dimanapun peserta didik berada.

3) Skill terbagi menjadi keterampilan sosial yang meliputi kehidupan kerjasama, saling memberi dan menerima tanggung jawab, menghormati, membina kesadaran sosial, dan keterampilan ini penting dalam program pendidikan IPS di tingkat dasar. Keterampilan belajar dan kebiasaan kerja peserta didik perlu dikembangkan melalui penugasan mengumpulkan data, membuat laporan, merangkum. Keterampilan bekerjasama dengan kelompok, dan keterampilan intelektual yang disosialisasikan dengan aspek pemikiran seperti penggunaan aplikasi dari pendekatan rasional dan pemecahan masalah.

Pembelajaran IPS tentunya mengandung nilai-nilai yang dapat

diterapkan pada diri peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Guru

sebagai model dalam pembelajaran di kelas tentu memiliki peran besar

dalam membantu mewujudkan tujuan di atas dan membentuk karakter

yang diharapkan dari pembelajaran tersebut. Guru membantu peserta

didik agar menjadi individu yang berkarakter melalui pembelajaran

yang dilakukan bersama peserta didiknya di sekolah.

B. Penelitian yang Relevan

1. Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Puti Laras Febrianti

yang berjudul “Effectifity Of VCT Method In Teaching Social Sciences To

ImproveThe Mental Attitude Of Manners (Class Action Research in the VII

E Classroom SMPN 4 Bandung)” tahun 2016,menunjukkan bahwa

pembelajaran ilmu pengetahuan sosial melalui metode VCT mampu

(16)

kelas.Berdasarkan kesimpulan di atas, metode VCT tentu dibutuhkan dan

harus didukung oleh berbagai bahan, model, media, sumber studi, dan

sistem evaluasi.

2. Penelitian mengenai “Comparative Effectiveness of Value Clarification

and RolePlaying Value Development Models for Selected Values

forPrimary School Students” yang dilakukan oleh Roli Raipada tahun

2014 menyatakan bahwa penelitian ini dilakukan untuk membandingkan

efektivitas dari kedua model Nilai Klarifikasi dan Role Playing sehingga

salah satu dari model tersebut dapat digunakan sebagai alat yang efektif

dalam menanamkan nilai-nilai yang diinginkan dalam situasi kelas. Telah

ditemukan bahwa kedua Model Nilai Klarifikasi dan Role Playing terbukti

hampir sama efektif sejauh penanaman nilai-nilai yang dipilih pada

anak-anak sekolah dasar.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Agustina Tri Wijayanti yang berjudul

“Implementasi Pendekatan VCT (Value Clarification Technique) dalam

Pelajaran IPS Sekolah Dasar” tahun 2013, menyatakan bahwa hasil

penelitian menunjukkan bahwa dengan penerapan teknik klarifikasi nilai,

proses pembelajaran IPS semakin bermakna. Hasil Implementasi Value

Clarification Technique (VCT) dalam pembelajaran IPS memunculkan

perilaku positif siswa seperti aspek nilai religius dan taat beribadah,

toleransi terhadap sesama, disiplin, kepedulian terhadap teman,

bermusyawarah dan tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas tepat

(17)

4. Hasil penelitian yang berjudul “Effectiveness Of Value Clarification And

Self-ManagementTechniques In Reducing Dropout Tendency Among

SecondarySchools Students In Edo State“tahun 2015 yang dilakukan oleh

Josephine Oliha dan Vivian I. Audu menyatakan bahwa teknik klarifikasi

nilai diidentifikasi lebih yang paling efektif dalam perlakuanpada

kecenderungan putus sekolah dari SM (P <0,05). Berdasarkan hasil ini

penelitian menganjurkan untuk penggunaan VCT untuk perlakuan

terhadap kecenderungan putus sekolah di kalangan siswa sekolah

menengah. Teknik klarifikasi nilai efektif karena kemampuannya untuk

meningkatkan rasa nilai klien dan menjunjung tinggi kejujuran dan

keunggulan yang dimiliki. Model VCT mampu mempengaruhi komponen

kognitif dan afektif siswa sehingga meningkatkan rasa nilai.

Berdasarkan keempat penelitian yang relevan di atas memiliki

persamaan yaitu penelitian pada model VCT, dan terdapat perbedaan

dengan penelitian peneliti yaitu pada respon peserta didik dan guru

terhadap model VCT pada pembelajaran IPS. Penelitian yang dilakukan

oleh Agustina bertujuan untuk mengetahui perilaku positif yang muncul

atau terlihat dari sikap peserta didik setelah pengimplementasian VCT

dalam pembelajaran IPS. Tujuan dari penelitian peneliti ini adalah

meneliti respon guru dan peserta didik terhadap model VCT pada

pembelajaran IPS, serta kelebihan dan kelemahan dalam penerapan

(18)

C. Kerangka Pikir

Model VCT merupakan bentuk pengajaran terhadap

nilai-moral-afektif individu dalam menghadapi persoalan melalui proses menganalisis

nilai-nilai yang memang telah ada dalam tiap individu kemudian

mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan nyata. Model VCT dapat

diterapkan dalam pembelajaran IPS guna mengembangkan sikap tanggung

jawab peserta didik. Model VCT memiliki peran dalam meningkatkan sikap

tanggung jawab dari peserta didik. Selama melaksanakan pengajaran VCT ini

tentu terdapat beberapa faktor yang mendukung pengajaran model ini dan ada

juga faktor yang menghambat pelaksanaan pengajaran model VCT ini. Peran

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Tata Usaha pada UPTD Tindak Darurat Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda Eselon

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang maha Esa karena atas nikmat-Nya penyusunan Laporan Kuliah Kerja Magang (KKM) STIE PGRI Dewantara Jombang dapat diselesaikan tepat

Kaki tumpu adalah kaki yang menumpu pada tanah pada saat persiapan menendang dan merupakan titik berat badan. Posisi kaki tumpu akan menentukan arah lintasan

Sesuai dengan tujuan penulisan Kefias Kerja Wajib yang bahan - bahannya diperoleh dari hasil Praktik Kerja Lapangan, maka isi KKW-pun harus meliputi seluruh

Menurt Solomon dan Rothblum (Rachmahana, 2001, h.135) individu yang kurang asertif tidak mau mencari bantuan ( seeking for help) kepada orang lain untuk membantu

Örneğin sabit bilyalı, oynak bilyalı ve oyn ak makaral rulmanlar oynar yataklama sistemleri için uygun rulman tipleridir. Bu rulmanlarda daha çok dış bilezik olmak

Pemeriksaan data dilakukan dengan cara trianggulasi data dan trianggulasi metode, dengan model evaluasi yang digunakan adalah evaluasi model Context, Input, Process, Product

Adapun yang membedakan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian yang relevan adalah penulis ingin menelaah adakah pengaruh penerapan strategi