17
PENGARUH SKEPTISME PROFESIONAL DAN INDEPENDENSI PADA KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN PENDAHULUAN
Auditor merupakan profesi akuntan publik dimana auditor dalam menjalankan profesinya harus disertai skeptisme profesional dan independensi. Skeptisme profesional dan independensi ini penting dimiliki oleh seorang auditor supaya auditor tidak menyimpang dari standar yang telah ditetapkan. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) mendefinisikan skeptisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI 2001, SA seksi 230.06).
Menurut Tuanakotta (2011:71) Skeptisisme profesional yang rendah menumpulkan kepekaan auditor terhadap kecurangan, baik yang nyata maupun yang berupa potensi, atau terhadap tanda-tanda bahaya (red flags, warning signs) yang mengindikasikan adanya kesalahan (accounting error) dan kecurangan (fraud).
Auditor yang memiliki sikap skeptisme profesional akan memiliki sikap kritis dan tidak mudah percaya. Hal ini akan membantu auditor untuk memperoleh bukti audit yang relevan untuk opini auditor atas kewajaran laporan keuangan.
Selain skeptisme profesional, sikap independensi juga harus dimiliki oleh auditor. Independensi adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (Mulyadi, 1992:46). Dalam SPAP (IAI 2001:
SA seksi 220.1) auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.
Auditor memiliki Kode Etik Akuntan Publik yang berlaku di Indonesia sebagai aturan bagi auditor dalam menjalankan tugasnya. Auditor memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan menjalankan audit. Dalam menjalankan audit, auditor bertugas untuk menilai kewajaran atas laporan keuangan yang telah disajikan dan memastikan bahwa laporan keuangan tersebut terbebas dari salah saji yang material.
18
Menurut Priantara (2013:3) dalam literatur akuntansi dan auditing, fraud diterjemahkan sebagai praktik kecurangan dan fraud sering diartikan sebagai irregularity atau ketidakteraturan dan penyimpangan. Menurut (Amiruddin dan Sundari, 2012) Fraud merupakan tindakan penyelewengan hukum, maka harus diungkap oleh auditor. Fraud juga merugikan nama baik organisasi, nama baik pelaku dan merugikan organisasi. Seperti maraknya kasus korupsi di Indonesia.
Korupsi adalah salah satu contoh fraud. Menurut Koroy (2008) Kasus fraud di Indonesia adalah kasus PT Kimia Farma (2001) dimana manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) sedangkan Kementerian BUMN dan Bapepam menyajikan kembali laporan keuangan tersebut dan dihasilkan keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan.
Selain itu Hutabarat (2012) dalam Wiguna (2015) kasus lain fraud di Indonesia kasus Great River (2004) dimana BAPEPAM menemukan overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan Great River dan penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Dampak dari korupsi itu rusaknya nama baik pelaku, nama baik organisasi dan kerugian keuangan negara yang tidak sedikit. Selain itu, juga merugikan masyarakat karena menjadikan pembangunan sarana dan prasarana di Indonesia melambat.
Penelitian ini merupakan replikasi penelitian dari Wiguna (2015), yang berjudul pengaruh skeptisisme profesional dan independensi auditor dalam mendeteksi kecurangan. Objek penelitian tersebut adalah Kantor Akuntan Publik Wilayah Malang dan peneliti menyimpulkan skeptisme profesional dan independensi berpengaruh positif terhadap mendeteksi kecurangan (fraud). Objek penelitian ini berbeda dengan penelitian Wiguna (2015) yaitu di Kantor Akuntan Publik di Wilayah Semarang.
19
Kota Semarang adalah kota yang memiliki kebutuhan audit lebih banyak dari Kota Malang. Hal ini bisa dilihat pada penelitian Wiguna (2015) menggunakan 38 responden auditor independen di Kota Malang. Sedangkan di Kota Semarang ada 10 Kantor Akuntan Publik dan 80 auditor independen. Maka dari itu perlu dilakukan replikasi untuk mengetahui apakah hal serupa berlaku pula dengan karakteristik budaya kota yang berbeda. Penelitian ini menggabungkan antara variabel skeptisme profesional dan independensi, karena kedua sikap ini wajib dimiliki oleh auditor dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan profesi. Terutama dalam mendeteksi kecurangan yang seringkali terjadi pada setiap kali melakukan menjalankan profesinya.
Tujuan penelitian ini yakni mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh skeptisme profesional dan independensi dalam mendeteksi kecurangan audit.
Rumusan masalah penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh skeptisme profesional dan independensi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan? Bagaimana pengaruh variabel skeptisme profesional dan independensi berpengaruh terhadap variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan?
Hasil penelitian ini memiliki kontribusi praktis maupun teoritis. Bagi auditor, hasil penelitian ini dapat memberi masukan tentang pengaruh skeptisme profesional dan independensi terhadap auditor eksternal. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi atau referensi yang berhubungan dengan faktor-faktor penentu yang berhubungan dengan pendeteksian kecurangan.
KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Istilah kecurangan (fraud) dibedakan menjadi dua jenis (Arens, Elder dan Beasley, 2014), tindakan yang disengaja atau tidak disengaja yang dapat mengakibatkan terjadinya salah saji (misstatement) dalam laporan keuangan. Jika tindakan yang menyebabkan salah saji tersebut dilakukan secara sengaja, maka
20
disebut kecurangan (fraud). Sedangkan tindakan yang dilakukan secara tidak sengaja disebut dengan kekeliruan.
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE-2000) mengkategorikan kecurangan ke dalam tiga kelompok (fraud tree), yaitu (Tuanakotta, 2007):
a. Corruption (korupsi), korupsi menurut ACFE, terbagi dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian ilegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).
b. Fraudulent Statements (kecurangan laporan keuangan), kecurangan ini didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat finansial maupun non finansial.
c. Asset misappropriation (penyalahgunaan aset), penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam kecurangan kas dan kecurangan atas persediaan dan aset lainnya, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).
Terdapat 3 (tiga) faktor pendorong seseorang melakukan kecurangan, yang dikenal sebagai "fraud triangle" (Tuanakotta, 2007), yaitu:
1. Opportunity (kesempatan), untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek. Umumnya, manajemen suatu organisasi atau perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan.
2. Pressure (tekanan), untuk melakukan kecurangan lebih banyak bergantung pada kondisi individu, seperti sedang menghadapi masalah keuangan, kebiasaan buruk seseorang seperti berjudi dan peminum, atau mempunyai harapan atau tujuan yang tidak realistis.
3. Rationalization (rasionalisasi), terjadi apabila seseorang membangun pembenaran atas kecurangan yang dilakukan.
Kewajiban auditor adalah mencegah dan mendeteksi kecurangan yang terjadi di dalam laporan keuangan perusahaan klien, termasuk auditor independen. Di dalam
21
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 110 (PSA No. 02) mengatur mengenai tanggung jawab dan fungsi auditor independen berkaitan dengan audit atas laporan keuangan perusahaan.
Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan
Dalam menjaga kepercayaan masyarakat, auditor harus melakukan tugasnya dengan baik yaitu mendeteksi kecurangan yang terdapat pada laporan keuangan klien.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) No. 316, Pertimbangan atas kecurangan dalam audit pelaporan keuangan mengidentifikasikan 36 red flags (faktor risiko) perlu mendapatkan perhatian lebih dari auditor yang dimana dari setiap indikator tersebut sangat memungkinkan terjadi adanya kegiatan kecurangan.
Dalam penelitian ini, menemukan suatu kecurangan audit adalah proses yang harus dilakukan oleh auditor dalam menemukan perilaku membuat salah saji dalam laporan keuangan secara sengaja. Cara yang digunakan adalah dengan melihat adanya sinyal maupun red flags. Red flags adalah petunjuk adanya tanda bahaya potensi terjadinya kecurangan, kemahiran auditor membaca dan memaknakan tanda - tanda bahaya akan meningkatkan probabilitas mendeteksi laporan keuangan (Tuanakotta, 2007).
DiNapoli (2008) dalam Widiyastuti (2009) membedakan red flags menjadi dua, yaitu red flags karyawan dan manajemen. Red flags karyawan meliputi perubahan gaya hidup karyawan yang tidak sesuai dengan pendapatannya dan terdapat karyawan yang menolak cuti atau liburan. Sedangkan red flags manajemen meliputi keengganan manajemen untuk memberikan informasi kepada auditor, keputusan manajemen didominasi oleh seseorang atau sekelompok orang, terdapat pengendalian internal yang lemah, terdapat transaksi tidak normal di akhir tahun, terdapat program kompensasi yang melewati proporsi yang telah ditentukan, dan terdapat dokumen hilang atau ganda.
Secara garis besar, tanda-tanda yang digunakan untuk mengindikasikan kecurangan dibagi menjadi dua yaitu tanda-tanda kecurangan yang berasal dari dalam dan luar perusahaan (Fonorow, 1989 dalam Setiawan, 2003 dan Widiyastuti, 2009).
22
Tanda-tanda yang berasal dari dalam perusahaan meliputi penyimpangan pemakaian produksi yang ditunjukkan oleh beberapa laporan produksi yang telah diubah, pengubahan catatan untuk menyembunyikan transaksi ilegal, penghilangan catatan- catatan yang dapat membuktikan terjadinya manipulasi, dan lain-lain. Sedangkan tanda-tanda kecurangan yang berasal dari luar perusahaan meliputi kelebihan pembebanan jasa dan bahan, tagihan yang salah dikirimkan ke perusahaan yang salah akibat pemalsuan faktur, kekurangan bukti pendukung untuk suatu pembayaran barang dan jasa, dan lain-lain.
Menurut Tedjasukma (2012) pentingnya red flags bagi auditor independen dalam mendeteksi kecurangan pada pelaporan keuangan adalah signal tersebut membantu auditor lebih memfokuskan kinerja dalam melakukan penaksiran risiko kecurangan, kemudian penggunaan standar pemeriksaan ketika melakukan penaksiran, mereka tidak menetapkan pedoman mereka pada tanda-tanda fakta yang khusus. Dalam hal ini, auditor harus teliti dalam melihat sinyal red flags supaya auditor dapat mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh pihak klien.
Hal ini dibuktikan oleh penelitian Widigjaya (2011) bahwa kecurangan manajemen dipengaruhi oleh kondisi manajemen, motivasi manajemen, dan sikap manajemen. Semakin buruk kondisi perusahaan klien, maka semakin besar terjadinya kecurangan. DeAngelo (1981a) dalam Tepalagul dan Lin (2014) menyatakan kualitas audit didefinisikan sebagai probabilitas bahwa auditor akan mengungkap pelanggaran dan melaporkan penganggaran. Jika tidak, mereka akan melaporkan penyimpangan sehingga merusak kualitas audit. Semakin banyak kecurangan yang terungkap, semakin baik kualitas auditnya. Penelitian Wiguna (2015) membuktikan bahwa skeptisme profesional dan independensi berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian kecurangan.
Selain itu, Penelitian Hanna dan Firnanti (2013) bahwa struktur audit, ketidakjelasan peran, gaya kepemimpinan, dan budaya organisasi berpengaruh pada kinerja auditor. Dimana kinerja auditor dapat mempengaruhi kerja auditor dalam mendeteksi kecurangan. Knapp dan Knapp (2001) dalam Noviyanti (2008)
23
membuktikan bahwa efektivitas auditor dalam menaksir risiko kecurangan semakin tinggi apabila ada instruksi yang eksplisit mengenai penaksiran risiko kecurangan.
Skeptisme profesional diperlukan agar auditor dalam mendeteksi kecurangan audit bersikap kritis dalam mengevaluasi dan menilai bukti audit. Auditor akan menjadi tidak mudah percaya dalam bukti audit yang ada sehingga akan terus dan terus mencari bukti hingga menemukan bukti yang relevan dan handal. Sedangkan, independensi diperlukan agar auditor dalam mendeteksi kecurangan bersikap bebas, tidak terpengaruh dan terikat pada siapapun. Sehingga dalam menjalankan profesinya auditor tidak mendapatkan tekanan dari pihak manapun dan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Pengembangan Hipotesis
Skeptisme Profesional dan Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Definisi skeptisme profesional adalah sikap yang penuh dengan keingintahuan serta penilaian kritis atas bukti audit (Arens, Elder dan Beasley, 2014). Sikap ini wajib dimiliki auditor supaya dalam menjalankan profesinya auditor dapat mengevaluasi bukti dan menilai bukti dengan kritis, sehingga dapat memperoleh bukti audit yang relevan dan handal dimana ini dapat mempengaruhi hasil audit.
Hasil audit ditentukan oleh kualitas audit yang baik. Salah satu hal yang mempengaruhi kualitas audit adalah sikap skeptis. Menurut Nandari (2015), sikap skeptis mempengaruhi kualitas audit dan menurut Glover dan Prawitt (2014) meningkatkan skeptisme profesional dalam praktek audit merupakan salah satu sarana penting untuk meningkatkan kualitas audit. Royaee, Nezhad dan Azinfar (2013) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap skeptis dengan membuat keputusan dalam audit. Penelitian Wiguna (2015) menunjukkan bahwa skeptisme profesional auditor berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian kecurangan. Penelitian Adnyani (2014) skeptisme profesional auditor secara parsial berpengaruh terhadap tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan dan kekeliruan laporan keuangan.
24
Penelitian Peecher (1996) dalam Endrawes dan Monroe (2012) menemukan bahwa auditor membuat penilaian yang lebih konservatif ketika mereka bertanggung jawab kepada atasan. Artinya, semakin tinggi konservatisme maka semakin tinggi pula skeptisme profesional. Dalam artikel yang dibuat oleh Noviyanti (2008), jika diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi, akan menunjukkan skeptisme profesional yang lebih tinggi dalam mendeteksi kecurangan. Dalam penelitian Beasley et al. (2001) dalam Noviyanti (2008) menyatakan bahwa salah satu kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah rendahnya tingkat skeptisme profesional audit.
Skeptisme Profesional perlu dimiliki oleh seorang auditor dalam menjalankan tugasnya karena jika auditor dalam menjalankan tugasnya memiliki sikap skeptis maka auditor akan lebih teliti dan cermat dalam mendeteksi kecurangan karena memiliki sikap kritis yang tinggi dan hati – hati pada setiap bukti yang ditemukan.
Maka hipotesis dari penelitian ini adalah
Hl : Skeptisme Profesional berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud).
Independensi dan Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan
Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias (Arens, Elder dan Beasley, 2014). Dalam mendeteksi kecurangan, independensi merupakan syarat penting bagi auditor dalam menjalankan profesinya menilai kewajaran laporan keuangan. Independensi terdiri dari dua komponen (Arens, Elder dan Beasley, 2014) yaitu:
1. Independensi sikap mental/independensi dalam fakta (independence in fact), yaitu adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta- fakta dan adanya pertimbangan obyektif, tidak memihak di dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
2. Independensi dalam penampilan (independence in appearence), yaitu adanya kesan dari masyarakat bahwa auditor bertindak independen.
25
Sikap Independensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah independensi dalam penampilan (independence in appearence). Karena dalam kehidupan nyata, ketika auditor berhubungan dengan klien atau menangani kliennya, yang dapat kita lihat adalah sikap independensi dalam penampilan saja. Sikap independensi diperlukan supaya auditor dalam menjalankan tugasnya bebas dari tekanan pihak manapun sehingga dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Kualitas auditor ditentukan oleh kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor.
Semakin baik kualitas audit, semakin baik hasil audit yang dihasilkan. Tepalagul dan Lin (2014) menyatakan independensi merupakan suatu hal yang penting karena mempengaruhi kualitas audit. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Rosalina (2013) yang membuktikan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, di mana salah satu indikasi kualitas audit yang baik adalah jika kecurangan yang ada dalam audit tersebut dapat terdeteksi. Penelitian Wiguna (2015) membuktikan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap pendeteksian kecurangan. Penelitian Widiyastuti (2009) independensi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Penelitian Zhang dan Zhou (2006) menyatakan bahwa independensi auditor dapat berhubungan dengan masalah pengendalian internal perusahaan. Artinya, jika auditor menggunakan independensi dalam menyelesaikan audit, maka dapat dilihat seberapa kuat pengendalian internal perusahaan klien. Dalam artikel yang dibuat oleh Koroy (2008) juga dinyatakan bahwa tekanan kompetisi atas fee audit, tekanan waktu, dan relasi hubungan auditor-auditee yang merupakan komponen independensi akan mempengaruhi kualitas pendeteksian kecurangan yang dilakukan auditor.
Independensi perlu dimiliki oleh seorang auditor karena jika auditor dalam menjalankan tugasnya memiliki sikap independensi maka auditor akan lebih bijaksana dalam mendeteksi kecurangan karena bebas dan memihak siapapun.
Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H2 : Independensi berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud).
26 Model Penelitian
Gambar 1: Model Penelitian METODA PENELITIAN
Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda kuantitatif.
Penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Marsability, 2012). Menurut Siregar (2013:38) Data kuantitatif adalah data yang berupa angka. Sesuai dengan bentuknya, data kuantitatif diolah atau dianalisis dengan menggunakan teknik statistik.
Metoda Pengumpulan Data
Metoda pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda penelitian survei dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Menurut Elizabeth (2014) metode survei adalah metode pengumpulan data
Skeptisme Profesional (X1)
Independensi (X2)
Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Audit (Y)
27
primer dengan memberikan pertanyaan – pertanyaan kepada responden individu.
Penelitian ini hanya melakukan pengumpulan data dengan kuesioner tertulis, dan tidak melakukan wawancara langsung terhadap responden.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah perkumpulan orang, kejadian, atau segala sesuatu yang menjadi sasaran penelitian, sedangkan sampel adalah bagian populasi yang akan mewakili populasi untuk diteliti (Sekaran, 2006:121). Populasi penelitian ini adalah auditor independen yang bekerja di kantor akuntan publik di Wilayah Kota Semarang. Metoda penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.
Menurut Siregar (2013:60) purposive sampling adalah metoda penetapan responden untuk dijadikan sampel berdasarkan pada kriteria – kriteria tertentu. Kriteria tertentu yang memenuhi untuk penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Sampel merupakan auditor independen di Wilayah Kota Semarang dan berstatus aktif.
2. Auditor independen yang akan dijadikan sampel adalah yang auditor yang bertugas di lapangan dan berhadapan langsung dengan bukti audit.
Tabel 1
Data Jumlah Populasi dan Responden
No Nama KAP Jumlah Auditor
1 KAP Hananta Budianto 10 orang 2 KAP Sodikin dan Harijanto 9 orang
3 KAP I. Soetikno 7 orang
4 KAP Riza Adi Syahril 7 orang
5 KAP Bayudi dan Rekan 8 orang
28
6 KAP Sugeng Pamudji 7 orang
7 KAP Darsono dan Budi S. 8 orang 8 KAP Tri Bowo Yuliyanti 9 orang
9 KAP Benny Tony Frans 7 orang
10 KAP Achmad dan Rekan 8 orang Sumber: Data Primer (diolah) Tahun 2016
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2011).Variabel ini diukur dengan menggunakan Skala Likert dengan skala 1 hingga 5 . Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan dan Akdon, 2009).
Skeptisme Profesional (X1)
Skeptisme Profesional adalah sikap yang harus dipertahankan oleh auditor karena dengan adanya sikap skeptis, auditor bekerja dengan cermat dan teliti. Tidak mudah percaya dengan bukti yang ada. Jadi, auditor akan mencari bukti hingga menemukan bukti yang relevan dan handal. Instrumen yang digunakan untuk mengukur skeptisme profesional dalam penelitian ini, yaitu tingkat keraguan auditor terhadap bukti audit, banyaknya pemeriksaan tambahan, pengalaman auditor dalam mengaudit dan konfirmasi langsung.
Instrumen ini telah digunakan dalam penelitian Prihandono (2012), tetapi dengan melakukan beberapa penyesuaian. Pada penelitian Prihandono (2012) objek penelitian yang digunakan adalah auditor independen di Kantor Akuntan Publik (KAP) Wilayah Jakarta. Sedangkan dalam penelitian ini yang digunakan adalah auditor independen Kantor Akuntan Publik (KAP) Wilayah Semarang.
29
Setiap responden diminta untuk menjawab satu pertanyaan yang menggunakan skala likert 5 poin, dimulai dari angka 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan angka 5 (sangat setuju). Skor yang rendah (1) menunjukkan rendahnya sikap independensi yang dimiliki auditor, sedangkan skor yang tinggi (5) menunjukkan tingginya sikap independensi yang dimiliki auditor.
Independensi (X2)
Independensi adalah sikap yang harus dipertahankan oleh auditor karena dengan adanya independensi auditor bekerja dengan bebas tidak terikat, tidak bergantung dan tidak dipengaruhi oleh siapapun. Instrumen yang digunakan untuk mengukur independensi dalam penelitian ini, yaitu hubungan auditor dengan auditee, pengungkapan kecurangan klien, serta besarnya audit fee. Instrumen ini telah digunakan dalam penelitian Widiyastuti (2009), tetapi dengan melakukan beberapa penyesuaian.
Pada penelitian Widiyastuti (2009) objek penelitian yang digunakan adalah auditor yang bekerja di Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI), sedangkan dalam penelitian ini, auditor yang digunakan adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP). Indikator pertanyaannya terdiri dari pengungkapan kecurangan klien, besarnya fee audit, pemberian fasilitas dari klien, penggantian auditor, dan penggunaan jasa non audit.
Setiap responden diminta untuk menjawab satu pertanyaan yang menggunakan skala likert 5 poin, dimulai dari angka 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan angka 5 (sangat setuju). Skor yang rendah (1) menunjukkan rendahnya sikap independensi yang dimiliki auditor, sedangkan skor yang tinggi (5) menunjukkan tingginya sikap independensi yang dimiliki auditor.
Variabel Dependen
30
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Kecurangan di dalam audit dapat diartikan sebagai perilaku membuat salah saji material secara sengaja dalam laporan keuangan. Variabel ini diukur dengan menggunakan instrumen kesanggupan dan frekuensi auditor dalam menemukan kecurangan dengan menggunakan red flags, baik red flags karyawan maupun red flags manajemen yang dikembangkan oleh DiNapoli (2008) dan diadaptasi oleh penelitian Widiyastuti (2009).
DiNapoli (2008) dalam Widiyastuti (2009) membedakan red flags menjadi dua, yaitu red flags karyawan dan manajemen. Red flags karyawan meliputi perubahan gaya hidup karyawan yang tidak sesuai dengan pendapatannya dan terdapat karyawan yang menolak cuti atau liburan. Sedangkan red flags manajemen meliputi keengganan manajemen untuk memberikan informasi kepada auditor, keputusan manajemen didominasi oleh seseorang atau sekelompok orang, terdapat pengendalian internal yang lemah, terdapat transaksi tidak normal di akhir tahun, terdapat program kompensasi yang melewati proporsi yang telah ditentukan, dan terdapat dokumen hilang atau ganda.
Setiap responden diminta untuk menjawab satu pertanyaan menggunakan skala likert 5 poin, dimulai dari angka 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan angka 5 (sangat setuju). Skor yang rendah (1) menunjukkan rendahnya kemampuan auditor dalam mendeteksi adanya kecurangan, sedangkan skor yang tinggi (5) menunjukkan tingginya kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, metoda analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Regresi berganda adalah regresi yang digunakan untuk mengetahui arah hubungan secara linier antara dua atau lebih variabel independen dengan variabel dependen (Ghozali, 2006). Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda
31
untuk mengetahui apakah masing–masing variabel independen yaitu skeptisme profesional dan independensi berhubungan positif atau negatif terhadap variabel dependen, yaitu mendeteksi kecurangan. Sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu akan dilakukan uji kualitas data yang diperoleh dengan uji validitas dan reliabilitas kemudian dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji heterokedastisitas, dan uji multikolinieritas.
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah suatu metoda yang digunakan untuk menjelaskan atau memberikan gambaran umum mengenai karakteristik responden dan variabel–
variabel penelitian. Penyajian statistik deskriptif dapat dilihat dari ukuran–ukuran statistik nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian maksimum, dan minimun (Ghozali, 2006).
Uji Kualitas Data Uji Validitas
Uji validitas adalah metoda yang digunakan untuk menguji sah atau tidaknya instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah item – item yang tersaji dalam kuesioner benar – benar mampu mengungkapkan dengan pasti apa yang akan diteliti (Ghozali, 2006).
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk menetapkan apakah instrumen penelitian dapat digunakan lebih dari satu kali, artinya uji reliabilitas akan menunjukan sejauh mana suatu instrumen dalam hal ini kuesioner memberikan hasil pengukuran yang konsisten apabila pengukuran dilakukan berulang – ulang. Instrumen dikatakan reliabel atau handal jika jawaban yang diberikan oleh responden konsisten atau stabil dari waktu kewaktu. Uji reliabilitas hanya dapat dilakukan jika instrumen telah teruji validitasnya (Ghozali, 2006).
32 Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas Data
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan memiliki distribusi normal atau tidak. Suatu model regresi dikatakan baik apabila memiliki distribusi data normal atau mendekati normal (Ghozali, 2006).
Uji Hipotesis
Hipotesis adalah suatu perumusan sementara mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal tersebut dan juga mengarahkan penelitian selanjutnya (Ghozali, 2006). Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi berganda yang dapaet dirumuskan sebagai berikut:
Y = α + β1 X1 + β2 X2 + e Keterangan: α = konstanta
Y = Variabel Mendeteksi Kecurangan β1.. β2 = Koefisien Regresi
X1 = Variabel Skeptisme Profesional X2 = Variabel Independensi
e = error Uji Koefisien Determinan (R2)
Koefisien determinan digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen, nilai R2 memiliki range 0 – 1.
Nilai yang mendekati 1 berarti variabel – variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel independen (Ghozali, 2006).
Uji Statistik F (Simultan)
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama – sama terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05 (Ghozali, 2006)
Uji Statistik t (Parsial)
33
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui hubungan masing– masing variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing – masing variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat digunakan tingkat signifikan 0,05 jika nilai t terhitung lebih kecil dari nilai t tabel pada taraf signifikan 0,05 maka Ha ditolak, sedangkan jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel maka Ha diterima (Ghozali, 2006).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan metoda survei yaitu dengan menyebarkan kuesioner kepada auditor independen di Wilayah Kota Semarang. Pengumpulan data dilakukan peneliti kurang lebih selama empat minggu dengan menyebarkan kuesioner penelitian langsung. Rincian hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti disajikan pada tabel 2.
Tabel 2
Tingkat Pengembalian
Jumlah Persentase
Jumlah sampel 80 100%
Kuesioner yang tidak diterima kembali 5 6,25%
Kuesioner yang diterima kembali 75 93,75%
Kuesioner yang tidak digunakan 10 13,33%
Kuesioner yang digunakan 65 86,67%
Sumber: Data Primer (diolah)
Jumlah kuesioner yang disebar yaitu 80 buah. Kuesioner yang tidak dikembalikan berjumlah 5 buah. Kuesioner yang diterima kembali berjumlah 75 buah. Kuesioner yang rusak/cacat sehingga tidak dapat diolah berjumlah 10 buah.
Maka, kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 65 buah.
34 Tabel 3
Demografi Responden
No Jumlah Persentase
1 Usia Responden 20-30 Tahun 31-40 Tahun
>40 Tahun Total
46 16 3 65
70,76%
24,62%
4,62%
100%
2 Jenis Kelamin Laki – Laki Perempuan Total
33 32 65
50,77%
49,23%
100%
3 Jenjang Pendidikan D3 S1 S2 S3 Total
0 57 8 0 65
0%
87,7%
12,3%
0%
100%
4 Jabatan Partner
Supervisor Senior Auditor Junior Auditor
3 0 21 41
4,62%
0%
32,3%
63,08%
35
Total 65 100%
5 Lama Kerja <1 Tahun 1-2 Tahun 2-3 Tahun
>3 Tahun Total
12 25 9 19 65
18,46%
38,46%
13,85%
29,23%
100%
Sumber: Data Primer (diolah
Statistik Deskriptif
Tabel 4 Statistik Deskriptif
Variabel N Min Maks Median Rata – rata
Std.
Deviasi Skeptisme Profesional
(X1) 4 5 5,00 4,66 0,477
Independensi (X2) 4 5 4,00 4,37 0,486
Kemampuan auditor 4 5 5,00 4,74 0,443
Dalam Mendeteksi kecurangan (Y)
Valid N 65
Sumber: Hasil Uji Statistik Deskriptif dengan SPSS 17.0
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah responden (n) pada penelitian ini adalah sebanyak 65 responden.Skor pada variabel skeptisme profesional menunjukkan nilai rata – rata sebesar 4,66 dan median sebesar 5,00. Skor pada variabel independensi menunjukkan nilai rata – rata sebesar 4,37 dan median sebesar 4,00. Skor pada
36
variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah nilai rata – rata sebesar 4,74 dan median sebesar 5,00.
Uji Validitas
Hasil pengujian validitas kuesioner penelitian yang terdiri dari 28 item pernyataan dengan rtabel sebesar 0,3, hanya soal nomor satu (1) yang rhitung lebih kecil dari rtabel, yaitu sebesar 0,208 < 0,3. Sehingga semua item dalam kuesioner penelitian valid kecuali nomor satu (1) dan jumlah pertanyaan dalam kuesioner yang valid berjumlah 27 pertanyaan. Pada tabel 5, dapat dilihat jika semua nilai r hitung lebih dari 0,3 dan nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6 maka indikator empirik dinyatakan valid dan variabel penelitian dinyatakan reliabel.
Tabel 5 Hasil Uji Validitas
Indikator Empirik
Corrected Item- Total Correlation
Cronbach’s Alpha
Skeptisme Profesional (X1) 0,781
Saya merasa tidak cepat puas dengan
bukti audit yang ada 0,460
Saya akan mempertanyakan dan
melakukan evaluasi secara kritis terhadap 0,460 Saya akan terus bersikap kritis hingga
menemukan bukti yang relevan 0,603 Saya akan melakukan pemeriksaan
tambahan pada bukti audit jika memang
itu diperlukan 0,324
Seorang auditor yang pernah mengaudit
perusahaan go public sikap skeptisme 0,524
37 profesionalnya akan lebih tinggi
Lanjutan Tabel 5 Hasil Uji Validitas
Indikator Empirik
Corrected Item- Total Correlation
Cronbach’s Alpha
Saya akan melakukan konfirmasi langsung terkait bukti audit supaya dapat mendapatkan informasi langsung dari sumber independen
diluar organisasi klien 0,384
Saya akan membuat penaksiran yang kritis terhadap validasi dari bukti
audit yang diperoleh 0,373
Banyaknya klien yang telah diaudit oleh auditor akan mempengaruhi
sikap skeptisme 0,503
Seorang auditor yang telah mengaudit selama 3 tahun berarti memiliki sikap
skeptisme profesional 0,603
Independensi (X2) 0,836
38 Saya tidak akan bergantung pada
siapapun ketika dalam melaksanakan
tugas audit 0,423
Saya tidak akan terpengaruh oleh pihak lain dalam melaksanakan tugas
audit 0,402
Saya akan bersikap jujur dan tegas
dalam melaksanakan audit 0,601
Lanjutan Tabel 5 Hasil Uji Validitas
Indikator Empirik
Corrected Item- Total Correlation
Cronbach’s Alpha
Seorang auditor yang pernah mengaudit perusahaan go public sikap independensinya akan lebih
tinggi 0,643
Saya tidak akan memberikan jasa lain selain jasa audit kepada klien yang sama dan dalam waktu yang bersamaan karena akan
menimbulkan konflik kepentingan 0,514 Saya tidaka akan melakukan
kerjasama bisnis dengan
perusahaan klien atau dengan salah satu eksekutif atau pemegang
saham 0,525
Saya tidak akan menerima klien 0,586
39 yang mempunyai hubungan
pribadi/hubungan keluarga
Saya tidak akan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang
dapat merusak citra profesi 0,677 Pelaporan yang saya buat bebas
dari kewajiban pihak lain yang dapat mempengaruhi fakta hasil
laporan tersebut 0,536
Indikator Empirik
Corrected Item- Total Correlation
Cronbach’s Alpha
Kemampuan Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan (Y) 0,887
Saya akan melakukan konfirmasi langsung mengenai bukti audit yang
ada 0,628
Saya akan menyelidiki gaya hidup pada karyawan perusahaan apakah
sudah sesuai dengan pendapatan 0,715 Saya akan menyelidiki apakah
terdapat perubahan perilaku pada
karyawan di perusahaan tersebut 0,689 Saya akan menelusur apakah terdapat
perubahan perilaku pada karyawan di
perusahaan tersebut 0,715
Saya akan memeriksa apakah terdapat
transaksi yang tidak normal pada akhir 0,628
40 tahun
Saya akan memeriksa apakah terdapat dokumen yang hilang atau dokumen
ganda 0,403
Saya akan memeriksa apakah terdapat program kompensasi yang melewati
proporsi yang telah ditentukan 0,715 Saya akan melakukan pemeriksaan
tambahan bila diperlukan 0,628
Lanjutan Tabel 5 Hasil Uji Validitas
Indikator Empirik
Corrected Item- Total Correlation
Cronbach’s Alpha
Saya akan memeriksa apakah sudah ada pemisahan tugas yang jelas pada
perusahaan tersebut 0,628
Sumber: Hasil Uji Reliabilitas dengan SPSS 17.0
Uji Reliabilitas
Tabel 6
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach's Alpha r table Keterangan
Skeptisme Profesional
(X1) 0,781 0,2441 Reliabel
Independensi (X2) 0,836 0,2441 Reliabel
Kemampuan Auditor 0,887 0,2441 Reliabel
41 Dalam Mendeteksi
Kecurangan (Y)
Sumber: Hasil Uji Reliabilitas dengan SPSS 17.0
Berdasarkan tabel statistik reliabilitas di atas, Cronbach’s Alpha sebesar 0,781, 0,836 dan 0,887 sedangkan rtabel sebesar 0,2441. Dapat disimpulkan bahwa data dan hasil pengukuran yang dilakukan dapat dianggap telah reliabel atau
terpercaya sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian karena Cronbach’s Alpha lebih besar dari rtabel
Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Data
Tabel 7
Hasil Uji Normalitas Data dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Sig A Keterangan
Skeptisme Profesional
(X1) 0,315 0,05 Berdistribusi Normal
Independensi (X2) 0,092 0,05 Berdistribusi Normal Kemampuan Auditor 0,075 0,05 Berdistribusi Normal Dalam Mendeteksi
kecurangan (Y)
Sumber: Hasil Uji Normalitas dengan SPSS 17.0
Berdasarkan hasil uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test diatas menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk semua variabel lebih dari 0,05 (> 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal.
42 Uji Heteroskedastisitas
Gambar 2
Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Grafik Scatterplots
43
Berdasarkan grafik Scatterplots diatas dapat disimpulkan bahwa data tersebut tidak mengalami heteroskedastisitas dikarenakan titik – titik menyebar di atas dan bawah angka 0 pada sumbu Y.
Uji Multikolonieritas
Tabel 8
Hasil Uji Multikolonieritas
Variabel Tolerance VIF Keterangan
Skeptisme Profesional
(X1) 0,526 1,902 Non Multikolonieritas
Independensi (X2) 0,526 1,902 Non Multikolonieritas Sumber: Hasil Uji Multikolonieritas dengan SPSS 17.0
Berdasarkan hasil uji multikolonieritas diatas dapat diketahui bahwa semua nilai tolerance lebih dari 0,1 (> 0,1), sedangkan semua nilai VIF kurang dari 10 (<
10). Oleh karena itu semua variabel independen yang digunakan pada penelitian ini tidak mengalami multikolonieritas.
44 Uji Analisis Regresi Linier Berganda
Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan regresi berganda dengan bantuan software SPSS versi 17.0 maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
Tabel 9
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Variabel Koefisien Standar
t-hitung Sig. Keterangan Regresi (B) Error
Konstanta 10,037 2,606 3,852 0,000
X1 0,589 0,086 6,874 0,000 H1 diterima
X2 0,182 0,070 2,617 0,011 H2 diterima
R 0,841
R2 0,708
Adj. R2 0,698 F-statistik 75,031
N 65
K 3
df1(N1) k - 1 = 2
df2(N2) N - k = 65 - 3 = 62
45 F-tabel 3,15
*Level of Significant 5% atau 0,05
Sumber: Hasil Uji Analisis Regresi Berganda dengan SPSS 17.0 Persamaan regresinya sebagai berikut:
Y’ = a + b1X1+ b2X2 + e
Y’ = 10,037 + 0,589X1 + 0,182X2 + e
1. Pengaruh Konstanta terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Y)
Besarnya konstanta 10,037 dan bertanda positif menunjukkan bahwa ketika tidak terdapat skeptisme profesional dan independensi (X1, X2 = 0) maka kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) akan terjadi sebesar 10,037. Hal ini berarti bahwa kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) akan bertambah sebesar 10,037 kali ketika tidak terdapat skeptisme profesional dan independensi.
2. Pengaruh Skeptisme Profesional (X1) terhadap Kecurangan Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Y)
Besarnya koefisien 0,589 dan bertanda positif menyatakan bahwa setiap terjadi satu kali kenaikan pada skeptisme profesional (X1) akan mengakibatkan terjadinya kenaikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) sebesar 0,589 kali. Hal ini berlaku dengan asumsi bahwa variabel yang lain adalah konstan (X2 = 0).
3. Pengaruh Independensi (X2) terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Y)
Besarnya koefisien 0,182 dan bertanda positif menyatakan bahwa setiap terjadi satu kali kenaikan pada independensi (X2) akan mengakibatkan terjadinya kenaikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) sebesar 0,182 kali.
Hal ini berlaku dengan asumsi bahwa variabel yang lain adalah konstan (X1 = 0).
Analisis Korelasi Ganda (R)
46
Berdasarkan tabel 9 di atas diperoleh angka R sebesar 0,841. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang kuat antara skeptisme profesional dan independensi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Analisis Determinasi (R2)
Berdasarkan tabel 9 di atas diperoleh angka R2 (R Square) sebesar 0,708 atau (70,8%). Hal ini menunjukkan bahwa prosentase pengaruh variabel independen (skeptisme profesional dan independensi) terhadap variabel dependen (kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan) sebesar 70,8%. Atau variasi variabel
independen (skeptisme profesional dan independensi) yang digunakan dalam model mampu menjelaskan sebesar 70,8% variasi variabel dependen (kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan). Sedangkan sisanya sebesar 29,2% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
Uji Koefisien Regresi Secara Bersama-sama (Uji F)
Berdasarkan tabel 9 diatas, Fhitung > Ftabel (75,031 > 3,15), maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh signifikan antara skeptisme profesional dan independensi secara bersama – sama terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Jadi dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa skeptisme profesional dan independensi secara bersama – sama berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Pembahasan
Pengaruh Skeptisme Profesional terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan
Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa nilai thitung > ttabel (6,874 >
2,06390) serta nilai Sig sebesar 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak, artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara skeptisme profesional dengan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Jadi dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa secara parsial skeptisme profesional berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hasil Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang
47
dilakukan oleh Wiguna (2015). Wiguna (2015) melakukan penelitian terhadap 38 auditor pada KAP di Malang, dan hasilnya variabel skeptisme profesional
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendeteksian kecurangan.
Pengaruh Independensi terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan
Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa nilai thitung > ttabel (2,617 >
2,06390) serta nilai Sig sebesar 0,011 < 0,05 maka Ho ditolak, artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara independensi dengan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Jadi dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa secara parsial independensi berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Wiguna (2015). Dalam penelitian Wiguna (2015), independensi mempunyai pengaruh terhadap pendeteksian kecurangan. Wiguna (2015) melakukan penelitian terhadap 38 auditor pada KAP di Malang. Begitu juga dengan penelitian Widiyastuti (2009) independensi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Widiyastuti (2009) melakukan penelitian terhadap 1.424 auditor di BPK-RI Jakarta.
SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan dari koefisien regresi pada uji t dapat dilihat bahwa:
1. Variabel skeptisme profesional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dengan nilai koefisien 0,589. Dapat dilihat bahwa semakin tingginya skeptisme profesional auditor maka akan semakin tinggi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
2. Variabel independensi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dengan nilai
48
koefisien 0,182. Dapat dilihat bahwa semakin tingginya independensi maka akan semakin tinggi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
3. Melihat semua persentase variabel dalam penelitian ini sudah dapat dikatakan dengan cukup baik, dari data demografi responden dapat dilihat jika
didominasi oleh responden yang berumur 20 – 30 tahun sejumlah 70,76%, berjenis kelamin laki – laki sejumlah 50,77%, jenjang pendidikan S1 sejumlah 87,7%, mempunyai jabatan junior auditor sejumlah 63,08%, dan memiliki pengalaman 1 – 2 tahun sejumlah 38,46%.
Keterbatasan
Peneliti menyadari bahwa adanya keterbatasan dalam penelitian ini. Adapun keterbatasan dan saran penelitian yaitu selain variabel skeptisme profesional dan independensi, masih terdapat variabel lain yang dapat mempengaruhi perilaku kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal tersebut ditunjukan dengan nilai koefisien determinasi (R2) adalah 0,708. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 70,8% perilaku kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dapat dijelaskan oleh variabel skeptisme profesional dan independensi sedangkan sisanya sebesar 29,2% dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor – faktor lain yang tidak diteliti. Selain itu, penelitian ini juga hanya menggunakan sikap independensi dalam penampilan (independence in appearence) saja. Hal ini dikarenakan hubungan auditor dengan kliennya hanya bisa dilihat dengan sikap independensi dalam penampilan
(independence in appearence). Responden dalam penelitian ini adalah auditor di Kantor Akuntan Publik Wilayah Semarang sehingga hasil penelitian ini hanya mencerminkan kondisi auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang.
49 Saran
Jika dimungkinkan untuk penelitian selanjutnya dapat lebih mengembangkan faktor – faktor lain pada variabel independen seperti faktor kompetensi yang dapat memengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Widiyastuti, 2009).
Selanjutnya ruang lingkup responden diperluas, tidak hanya responden yang berasal dari auditor Kantor Akuntan Publik di Wilayah Semarang, tetapi bisa juga berasal dari Iuar Semarang. Selain itu diharapkan peneliti selanjutnya juga menambah variasi pada kuesioner agar indikator yang dipakai pada kuesioner penelitian ini dan
penelitian selanjutnya berbeda.