ANALISIS RISIKO K3 MENGGUNAKAN METODE HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT, RISK CONTROL
(HIRARC) PADA UKM TAHU DI KELURAHAN MABAR TAHUN 2022
SKRIPSI
Oleh
TASHA NADIFA GOCHE NIM. 181000050
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
OSH RISK ANALYSIS USING HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT, RISK CONTROL (HIRARC)
METHODS IN TOFU SME IN MABAR VILLAGE 2022
SKRIPSI
By
TASHA NADIFA GOCHE NIM. 181000050
PUBLIC HEALTH UNDERGRADUATE PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
ANALISIS RISIKO K3 MENGGUNAKAN METODE HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT, RISK CONTROL
(HIRARC) PADA UKM TAHU DI KELURAHAN MABAR TAHUN 2022
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
TASHA NADIFA GOCHE NIM. 181000050
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
ii Telah diuji dan dipertahankan
Pada tanggal: 31 Agustus 2022
TIM PENGUJI SKRIPSI:
Ketua : Dr. Umi Salmah, S.K.M., M.Kes.
Anggota : 1. Ir. Kalsum, M.Kes.
2. Dr. Eka Lestari Mahyuni, S.K.M., M.Kes.
iii
Pernyataan Keaslian Skripsi
Saya menyatakan dengan ini bahwa Skripsi saya yang berjudul “Analisis Risiko K3 Menggunakan Metode Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control (HIRARC) pada UKM Tahu di Kelurahan Mabar Tahun 2022”
beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, September 2022
Tasha Nadifa Goche
iv Abstrak
Setiap jenis dan tempat kerja baik pada pekerja formal maupun informal memiliki bahaya dan risiko yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan. Pekerja pada sektor informal pada umumnya kurang memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang bahaya di tempat kerja. Salah satu tempat kerja sektor informal adalah Usaha Kecil Menengah (UKM) Tahu di Kelurahan Mabar yang memiliki potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan melakukan observasi langsung terhadap lingkungan dan proses kerja dan menggunakan metode Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control (HIRARC) untuk mendapatkan gambaran mendalam mengenai identifikasi potensi bahaya, penilaian risiko serta pengendalian risiko di UKM tahu. Hasil identifikasi bahaya diantaranya terdapat situasi dan kondisi bangunan kurang layak, suhu panas dari aktivitas pembakaran tungku, perebusan kedelai dan penggorengan tahu, lantai yang tergenang air dan licin, kebisingan dari mesin penggiling, aroma yang tidak sedap dari sisa limbah, tubuh pekerja terciprat bubur kedelai mendidih dan minyak panas, asap dan debu kayu bakar dari aktivitas penggorengan tahu, terpapar bahan kimia asam cuka, lingkungan kerja kotor, proses pembuatan tahu yang kurang higienis, sikap kerja yang tidak ergonomis, gerakan berulang dan postur statis, jam kerja yang melebihi 8 jam/hari, kontak langsung dengan mesin penggiling serta pisau pemotongan tahu yang tajam. Hasil identifikasi risiko terdapat risiko terjatuh atau terpeleset, risiko dehidrasi, risiko iritasi pada kulit, risiko gangguan nyeri muskuloskeletal, risiko luka bakar dan kulit melepuh, risiko terkontaminasi bakteri, risiko gangguan pernafasan. Hasil pengendalian risiko yang disarankan adalah rutin membersihkan lingkungan dan alat kerja, memperbaiki kondisi bangunan, menyediakan fasilitas P3K, menyediakan fasilitas cuci tangan dan tempat minum dekat area kerja, pekerja wajib menggunakan APD, serta melakukan pelatihan/penyuluhan terkait K3 oleh Pos UKK yang dibentuk oleh Puskesmas setempat.
Kata kunci: UKM tahu, bahaya, risiko, HIRARC
v Abstract
Every type and place of work for both formal and informal workers has hazards and risks that can cause work accidents and health problems. Workers in the informal sector generally lack awareness and knowledge of hazards in the workplace. One of the informal sector workplaces is Tofu Small and Medium Enterprise (SME) in Mabar Village which has potential hazards and risks of work accidents. This research is descriptive by making direct observations of the work environment and processes and using the Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control (HIRARC) method to obtain an in-depth picture of the identification of potential hazards, risk assessment and risk control in Tofu SME. Hazard identification results, include inadequate building conditions, heat temperatures from furnace combustion activities, boiling soybean and frying tofu, slippery and stagnant floors, grinding machine noise, bad smell from tofu waste, worker’s body splashed with boiling soybean porridge and hot oils, smoke and firewood dust from tofu frying activities, exposure to acetic acid chemicals, dirty environment, unhygienic tofu making process, non-ergonomic work attitudes, repetitive movements and static postures, working hours that exceed 8 hours/day, direct contact with grinding machines and sharp tofu cutting blades. Risk identification results, there is a risk of falling or slipping, risk of dehydration, risk of skin disease, risk of musculoskeletal disorders, risk of burns and skin blisters, risk of contamination, risk of respiratory problems. Recommended control results are routinely cleaning the work environment and work equipment, providing first aid facilities, providing hand washing facilities and drinking places near the work area, mandatory PPE workers, and conducting training / counseling related to OSH by the Pos UKK established by the local Public Health Center.
Keywords: Tofu SME, danger, risk, HIRARC
vi
Kata Pengantar
Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Risiko K3 Menggunakan Metode Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control (HIRARC) pada UKM Tahu di Kelurahan Mabar Tahun 2022” sebagai salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyakarat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan saran, masukan, bantuan, dukungan, doa serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segenap kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Ir. Evi Naria, M.Kes., selaku Ketua Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Umi Salmah, S.K.M., M.Kes., selaku Ketua Penguji sekaligus Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan serta dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
vii
5. Ibu Ir. Kalsum, M.Kes., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan arahan, kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini.
6. Ibu Dr. Eka Lestari Mahyuni, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen Penguji II sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan, kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini serta membimbing penulis selama masa perkuliahan.
7. Para Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas segala ilmu, wawasan dan pembelajaran serta bantuan yang sudah diberikan.
8. Pak Karmin selaku pemilik Usaha Kecil Menengah (UKM) Tahu di Kelurahan Mabar yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.
9. Kedua orang tua tercinta, Papa M. Boy Taufik dan Mama Sri Hartati yang telah membesarkan penulis, memberikan dukungan moril serta materil, doa dan kasih sayangnya yang tiada henti untuk setiap langkah penulis.
10. Adik kandung penulis, M. Daffa Fachreza Goche dan M. Hafiz Al-Ghaffar Goche yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang dan semangat kepada penulis.
11. Aldy Abdillah, S.K.H., selaku pasangan terbaik yang telah mendukung, mendoakan dan memberikan motivasi pada penulis selama penyusunan skripsi.
12. Vania Anastasia Lubis selaku sahabat terbaik yang selalu ada memberikan bantuan dan menjadi pendengar serta pemberi nasehat terbaik bagi penulis.
viii
13. Sahabat seperjuangan „Dang Tardok Be‟ (Yuni Afifah Lubis, Mhd. Arief Fadly, M. Arkan Rifqi, Ikbal Maulana S., Rizki Maulana Martin) dan seluruh teman-teman peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Stambuk 2018 yang banyak memberi semangat, dukungan, bantuan serta telah menemani penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini selesai.
14. Sahabat sekolah menengah (Tiwi Hartanti, Azra Syahira, Fahrani Anisaa Putri, Rosa Fitrie, Muammar Habib Ramadhan) serta pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.
Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin ya rabbal’alamin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi pembaca.
Medan, September 2022
Tasha Nadifa Goche
ix Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiv
Daftar Lampiran xv
Daftar Istilah xvi
Riwayat Hidup xvii
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 7
Tujuan Penelitian 7
Tujuan umum 7
Tujuan khusus 7
Manfaat Penelitian 8
Tinjauan Pustaka 9
Bahaya 9
Pengertian bahaya 9
Jenis bahaya 9
Kecelakaan Kerja 12
Pengertian kecelakaan kerja 12
Penyebab kecelakaan kerja 13
Klasifikasi kecelakaan kerja 15
Kerugian akibat kecelakaan kerja 17
Manajemen Risiko 17
Pengertian risiko 17
Pengertian manajemen risiko 18
Proses manajemen risiko 18
Tujuan manajemen risiko 20
Manfaat manajemen risiko 21
HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control) 21 Identifikasi bahaya (hazard identification) 21
Penilaian risiko (risk assessment) 23
x
Pengendalian risiko (risk control) 27
Landasan Teori 30
Kerangka Konsep 31
Metode Penelitian 32
Jenis Penelitian 32
Lokasi dan Waktu Penelitian 32
Populasi dan Sampel 32
Variabel dan Definisi Operasional 33
Metode Pengumpulan Data 34
Metode Pengukuran 35
Metode Analisis Data 38
Hasil Penelitian 39
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 39
Uraian Proses Produksi di UKM Tahu Karmin 41
Alat dan bahan yang digunakan 41
Proses kerja pembuatan tahu 42
Identifikasi Bahaya 51
Identifikasi bahaya pada tahap perendaman dan pencucian kedelai 51 Identifikasi bahaya pada tahap penggilingan kedelai 52 Identifikasi bahaya pada tahap perebusan bubur kedelai 53 Identifikasi bahaya pada tahap penyaringan bubur kedelai 54 Identifikasi bahaya pada tahap pemberian larutan pengendap 55 Identifikasi bahaya pada tahap pencetakan tahu 56 Identifikasi bahaya pada tahap pemotongan tahu 56 Identifikasi bahaya pada tahap penggorengan tahu 57
Penilaian dan Penentuan Tingkat Risiko 58
Pengendalian Risiko yang Sudah Diterapkan 62
Pembahasan 80
Analisis Risiko K3 Menggunakan Metode HIRARC Pada UKM Tahu 80 Analisis risiko K3 menggunakan metode HIRARC di tahap
perendaman dan pencucian kedelai 84
Analisis risiko K3 menggunakan metode HIRARC di tahap
penggilingan kedelai 86
Analisis risiko K3 menggunakan metode HIRARC di tahap
perebusan bubur kedelai 89
Analisis risiko K3 menggunakan metode HIRARC di tahap
penyaringan bubur kedelai 93
Analisis risiko K3 menggunakan metode HIRARC di tahap
pemberian larutan pengendap 95
xi
Analisis risiko K3 menggunakan metode HIRARC di tahap
pencetakan tahu 97
Analisis risiko K3 menggunakan metode HIRARC di tahap
pemotongan tahu 100
Analisis risiko K3 menggunakan metode HIRARC di tahap
penggorengan tahu 101
Kesimpulan dan Saran 106
Kesimpulan 106
Saran 107
Daftar Pustaka 109
Lampiran 112
xii Daftar Tabel
No Judul Halaman
1 Skala Kemungkinan (Likelihood) Menurut Standar
AS/NZS 4360:2004. 25
2 Skala Tingkat Keparahan (Consequence) Menurut
Standar AS/NZS 4360:2004. 25
3 Matriks Tingkat Risiko Menurut Standar AS/NZS
4360:2004. 26
4 Tabel Identifikasi Bahaya pada HIRARC 36
5 Skala Kemungkinan (Likelihood) 36
6 Skala Tingkat Keparahan (Consequence) 36
7 Matriks Tingkat Risiko 37
8 Tabel Penilaian Risiko pada HIRARC 38
9 Tabel HIRARC 38
10 Tabel Identitas Pekerja 39
11 Identifikasi Bahaya pada Tahap Perendaman dan
Pencucian Kedelai 51
12 Identifikasi Bahaya pada Tahap Penggilingan
Kedelai 52
13 Identifikasi Bahaya pada Tahap Perebusan Bubur
Kedelai 53
14 Identifikasi Bahaya pada Tahap Penyaringan Bubur
Kedelai 54
15 Identifikasi Bahaya pada Tahap Pemberian Larutan
Pengendap 55
16 Identifikasi Bahaya pada Tahap Pencetakan Tahu 55
xiii
17 Identifikasi Bahaya pada Tahap Pemotongan Tahu 56 18 Identifikasi Bahaya pada Tahap Penggorengan Tahu 57
19 Penilaian Risiko Pada Proses Produksi Tahu 59
20 Tabel HIRARC pada Proses Perendaman dan
Pencucian kedelai 63
21 Tabel HIRARC pada Proses Penggilingan Kedelai 65 22 Tabel HIRARC pada Proses Perebusan Bubur
Kedelai 67
23 Tabel HIRARC pada Proses Penyaringan Bubur
Kedelai 69
24 Tabel HIRARC pada Proses Pemberian Larutan
Pengendap 71
25 Tabel HIRARC pada Proses Pencetakan Tahu 73
26 Tabel HIRARC pada Proses Pemotongan Tahu 75
27 Tabel HIRARC pada Proses Penggorengan Tahu 77
28 Jumlah Risiko Kegiatan Kerja Berdasarkan Tingkat
Risiko 81
xiv Daftar Gambar
No Judul Halaman
1 Proses manajemen risiko (AS/NZS 4360:2004) 20
2 Hirarki pengendalian risiko 28
3 Kerangka konsep 31
4 Layout UKM Tahu Karmin 41
5 Tahap pembuatan tahu di UKM Tahu Karmin 43
6 Perendaman biji kedelai 44
7 Penggilingan kedelai 45
8 Perebusan bubur kedelai 46
9 Penyaringan bubur kedelai 47
10 Pemberian larutan pengendap 48
11 Pencetakan tahu 49
12 Pemotongan tahu 50
13 Penggorengan tahu 51
14 Persentase tingkat risiko 82
15 UKM Tahu Karmin tampak depan 134
16 UKM Tahu Karmin area penggorengan 134
17 Lantai tergenang air 135
18 Ruang istirahat pekerja 135
19 Perilaku tidak aman dari pekerja 135
20 Dokumentasi bersama pekerja 136
xv
Daftar Lampiran
Lampiran Judul Halaman
1 Lembar Kuesioner 112
2 Lembar Observasi 118
3 Form HIRARC Proses Produksi Tahu 122
4 Surat Izin Permohonan Penelitian 132
5 Surat Selesai Penelitian 133
6 Dokumentasi 134
xvi Daftar Istilah
APD Alat Pelindung Diri
AS/NZS Australian Standard / New Zealand Standard BPS Badan Pusat Statistik
C Consequence
CTPS Cuci Tangan Pakai Sabun
HIRARC Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control ILO International Labour Organization
K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
L Likelihood
OHSAS Occupational Health and Safety Assessment Series P3K Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
RR Risk Rating
UKM Usaha Kecil Menengah
xvii Riwayat Hidup
Penulis bernama Tasha Nadifa Goche berumur 21 tahun, dilahirkan di Kota Medan pada Tanggal 29 Oktober 2000. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak M. Boy Taufik dan Ibu Sri Hartati.
Pendidikan formal penulis dimulai dari TK YWKA (Yayasan Wanita Kereta Api) Tahun 2005. Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Centre I 060870 Tahun 2006-2012, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 11 Medan Tahun 2012-2015, sekolah menengah atas di SMA Negeri 3 Medan tahun 2015-2018, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan, September 2022
Tasha Nadifa Goche
1 Pendahuluan
Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk mengurangi atau membatasi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja pada pekerja yang berhubungan dengan lingkungan kerja, alat dan bahan produksi, serta metode kerja. Penerapan K3 dalam dunia industri sangat penting untuk diperhatikan karena kehadirannya bertujuan untuk melindungi pekerja agar selalu sehat dan selamat, menciptakan lingkungan dan situasi kerja yang aman dan nyaman sehingga mendorong efisiensi dan produktivitas yang dalam pelaksanaannya dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak, baik pekerja maupun pengusaha (Suma‟mur, 2009).
Setiap kegiatan dalam suatu industri yang melibatkan manusia, lingkungan, dan mesin pada dasarnya memiliki risiko bahaya. Risiko merupakan bagian yang melekat dalam kehidupan manusia. Menghindari risiko saja tidak cukup, tetapi risiko perlu dihadapi dengan cara mengelola potensi risiko yang timbul sehingga peluang terjadi atau akibat yang ditimbulkannya tidak besar (Suardi, 2005). Oleh karena itu, setiap aktivitas yang berlangsung dalam suatu industri baik besar atau kecil harus memiliki strategi untuk mengelola serta mengendalikan risiko agar tidak terjadi kerugian yang tidak diharapkan.
Perkembangan industri di Indonesia ditandai dengan semakin banyak industri-industri skala kecil yang muncul dalam sektor formal dan informal.
Menurut Sethurahman dalam Winanto & Wafirotin (2016), sektor informal adalah sektor ekonomi yang terdiri dari unit-unit usaha kecil yang menciptakan dan
menjual produk dan jasa untuk menghasilkan lapangan kerja serta pendapatan bagi diri mereka sendiri. Sedangkan menurut Konradus (2012), sektor informal adalah sektor yang tidak teroganisasi (unorganized), tidak teratur (unregulated), dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar (unregistered).
Keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja sektor informal cenderung kurang mendapat perhatian. Pekerja pada sektor ini juga kurang memiliki pengetahuan dan kesadaran akan bahaya yang ada di lingkungan kerja. Selain itu, karena proses produksinya masih dilakukan secara manual dan tradisional, kemungkinan pekerja terpapar bahaya dari lingkungan, proses dan peralatan kerja menjadi lebih besar (Wahyuni & Ekawati, 2016).
Berdasarkan data BPS (2021), sebanyak 59,62% atau sekitar 78,14 juta orang bekerja di sektor informal, 40,38% lainnya adalah pekerja di sektor formal.
Kondisi ini menunjukkan bahwa lebih banyak tenaga kerja Indonesia yang bekerja di sektor informal. Salah satu contoh tempat kerja di sektor informal adalah UKM (Usaha Kecil Menengah) tahu. UKM tahu adalah industri yang bergerak dibidang pengolahan makanan dengan bahan baku kacang kedelai pada sektor rumah tangga (home industry).
Penelitian yang dilakukan oleh Fathimahhayati, dkk (2019) pada industri tahu dan tempe Kelurahan Selili menyebutkan bahwa didapatkan 95 potensi bahaya pada proses pembuatan tahu. Pekerjaan dengan tingkat risiko tertinggi berada pada tahap penggilingan kedelai, perebusan, penyaringan, pencetakan, pendinginan serta pemotongan tahu. Risiko pengangkatan yang tidak ergonomis, bubur kedelai mendidih tumpah mengenai pekerja, dan risiko terpeleset karena lantai licin dan tergenang air menjadi risiko tertinggi yang ada di pabrik ini.
Usaha Kecil Menengah (UKM) tahu di Kelurahan Mabar merupakan salah satu industri informal yang membutuhkan perhatian khusus dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini dikarenakan UKM tahu memiliki risiko yang cukup tinggi dan memerlukan pengawasan dari faktor manusia, peralatan dan mesin yang digunakan dalam proses produksi. UKM Tahu Karmin adalah usaha kecil rumahan yang mengolah kacang kedelai melalui berbagai proses produksi sehingga menghasilkan produk berupa tahu goreng.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 18 Februari 2022 dengan pemilik UKM tahu di Kelurahan Mabar yaitu Pak Karmin, UKM ini dapat mengolah 200-300 kg kedelai dan menghasilkan 80-100 kotak (box) tahu dalam satu hari. Proses kerja pengolahan tahu di mulai dari pukul 08.00 WIB hingga selesai tergantung berapa banyak permintaan konsumen. Jika permintaan sedikit, pekerja bisa pulang pada pukul 16.00 WIB. Jika permintaan banyak, jam pulang kerja bisa sampai pukul 18.00 WIB. Sedangkan proses penggorengan tahu dilakukan diatas pukul 13.00 WIB sampai selesai tergantung berapa banyak permintaan. Jika permintaan maksimum, maka jam kerja bisa sampai malam hari.
Sebagian besar proses kerja dilakukan secara manual tanpa memperhatikan prinsip ergonomi. Proses pengolahan kacang kedelai menjadi tahu pada UKM ini dimulai dari tahap perendaman dan pencucian kedelai, kedelai direndam dalam drum selama 2-3 jam yang bertujuan untuk melepaskan kulit dan melunakkan kedelai, setelah itu kedelai dicuci kembali agar semua kotoran hilang.
Kedelai yang sudah bersih dipisahkan kedalam 10 ember dengan berat kedelai tiap ember 10 kg. Satu per satu ember yang berisi kedelai kemudian dimasukkan ke dalam mesin penggiling menggunakan diesel. Proses perendaman dan
penggilingan kedelai hanya dilakukan oleh satu pekerja saja, namun terkadang dibantu oleh pemilik pabrik jika memiliki waktu luang.
Hasil penggilingan kedelai yang sudah menjadi bubur ditempatkan lagi di ember yang sama kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam drum-drum tempat perebusan, proses perebusan dilakukan menggunakan ketel uap. Adonan bubur kedelai yang sudah matang kemudian disaring. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan sari kedelai dan ampasnya. Proses penyaringan ini menggunakan kain mori yang dikaitkan ke pengait/kail sambil digoyang dan diputar sampai semua air sari menetes kedalam tong/drum. Sari kedelai yang telah terkumpul dalam drum selanjutnya diberikan larutan pengendap berupa asam cuka untuk menggumpalkan tahu. Proses ini dilakukan sambil diaduk agar adonan tercampur rata. Sementara itu, ampasnya dikumpulkan dalam satu karung yang nantinya akan dijual kepada pembeli yang memiliki hewan ternak.
Setelah proses penggumpalan, sisa air asam dikembalikan lagi ke drum dan dapat digunakan untuk proses produksi berikutnya. Tahap selanjutnya adalah mencetak tahu, sari kedelai yang mulai menggumpal dituangkan diatas papan kayu berukuran 80 x 100 cm yang sudah beralaskan kain mori. Hasil cetakan kemudian ditutup dan dipress menggunakan pemberat berupa tumpukan batu agar air meniris dan tahu menjadi padat. Pada proses perebusan hingga pencetakan tahu ini dilakukan oleh 3 pekerja yang memiliki area kerjanya masing-masing.
Tahu yang sudah memadat dikumpulkan dalam rak-rak penyimpanan dan nantinya akan di goreng. Tahu digoreng menggunakan wajan besar dan tungku yang bahan bakarnya dari kayu. Pada proses penggorengan tahu dilakukan oleh 2 orang pekerja yang biasanya menggoreng diatas pukul 13.00 WIB sesudah proses
pembuatan tahu hampir selesai. Tahu pada UKM Karmin ini di distribusikan di daerah Medan dan sekitarnya dengan pembeli tetap yaitu pada Pasar Brayan, Pasar Simpang Limun, Pasar Aksara, dan Pasar Martubung.
Hasil wawancara dengan pemilik UKM tahu juga menyebutkan bahwa pada tahun 2010 usaha tahu ini pernah mengalami kasus kebakaran yang menghanguskan seluruh tempat kerja karena api pada kayu bakar yang digunakan untuk penggorengan tahu belum padam. Peristiwa ini terjadi saat tengah malam dan tidak ada korban jiwa. Akan tetapi kerugian ditaksir mencapai ratusan juta rupiah. Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan 3 orang pekerja pembuat tahu, pekerja menyebutkan bahwa mereka sering mengeluh pegal pada tangan dan bahu karena mengangkat ember/penutup cetakan tahu yang berat dan mengulangi proses yang monoton, terkena air panas rebusan kedelai, serta tersandung dan terpeleset karena lantai licin.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama pembuatan tahu, terdapat potensi bahaya fisik, kimia, mekanis, biologi, dan ergonomi. Potensi bahaya fisik di UKM tahu berupa suhu tinggi yang berasal dari proses perebusan menggunakan ketel uap yang mencapai suhu ±150ᵒC, suhu panas dari proses penggorengan tahu, pekerja yang sering terciprat minyak panas, tempat kerja licin karena sisa air limbah dibuang langsung ke lantai, serta kebisingan yang berasal dari mesin penggiling; bahaya kimia berasal dari larutan pengendap asam cuka;
bahaya mekanis berupa jari pekerja tergores pisau saat memotong tahu; bahaya biologi bersumber dari lingkungan kerja yang kotor, dinding yang hitam dan berdebu serta personal hygiene pekerja yang kurang baik sehingga pembuatan tahu juga kurang higienis; bahaya ergonomi bersumber hampir dari setiap proses
pembuatan tahu seperti postur tubuh yang statis (berdiri selama berjam-jam), gerakan berulang (repetitif), serta mengangkat beban berat secara manual.
Selain itu dari hasil pengamatan terdapat tindakan tidak aman dari pekerja yaitu sering membuka baju karena suhu yang sangat panas di area kerja dan mereka bekerja sambil merokok. Industri tahu ini dapat menimbulkan bahaya keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja. UKM tahu di Kelurahan Mabar belum memiliki tindakan pengendalian untuk mencegah atau mengurangi kecelakaan terkait pekerjaan dan belum pernah melakukan identifikasi bahaya.
Identifikasi bahaya digunakan untuk menemukan, mendeteksi dan menggambarkan potensi bahaya dan akibat yang ditimbulkannya dalam proses kerja, kemudian dapat diperoleh saran atau rekomendasi pengendalian sebagai langkah untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan kerja.
Untuk mengetahui potensi bahaya dan risiko K3 serta melakukan pencegahan kecelakaan yang tepat perlu dilakukan manajemen risiko. Menurut OHSAS 18001, salah satu metode dalam manajemen risiko adalah HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control). Metode HIRARC merupakan serangkaian implementasi K3 yang dimulai dengan perencanaan yang tepat meliputi identifikasi bahaya, memperkirakan dan mengevaluasi risiko serta menentukan pengendalian berdasarkan data yang dikumpulkan. Dengan tersedianya HIRARC, maka akan dapat diketahui arah K3 untuk mengatasi permasalahan di tempat kerja. HIRARC dimaksudkan untuk mendeteksi semua jenis bahaya dalam setiap aktivitas dan mengambil tindakan segera untuk membatasi kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja (Ramli, 2010).
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan penentuan langkah-langkah pengendalian risiko menggunakan metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk Control) pada UKM tahu di Kelurahan Mabar agar dapat mengantisipasi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana menganalisis risiko K3 yang ada pada UKM tahu di Kelurahan Mabar menggunakan metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control).
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis risiko K3 dengan metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control) pada UKM tahu Kelurahan Mabar Tahun 2022.
Tujuan khusus.
1. Untuk mengidentifikasi potensi bahaya K3 dalam proses pembuatan tahu pada UKM tahu di Kelurahan Mabar.
2. Untuk memberikan penilaian risiko K3 dari sumber-sumber bahaya yang ditemukan dalam proses pembuatan tahu pada UKM tahu di Kelurahan Mabar.
3. Untuk memberikan rekomendasi / saran pengendalian risiko yang tepat pada UKM tahu di Kelurahan Mabar.
Manfaat Penelitian
1. Bagi pekerja pembuat tahu, sebagai gambaran dan informasi mengenai potensi bahaya yang ada dalam setiap tahap pembuatan tahu sehingga kedepannya mereka dapat lebih waspada saat bekerja.
2. Bagi pemilik usaha tahu, sebagai bahan masukan untuk lebih memperhatikan pekerja dan lingkungan kerjanya serta dapat menerapkan manajemen risiko untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja.
3. Bagi peneliti, sebagai bahan pembelajaran untuk dapat meningkatkan keterampilan dan wawasan terkait mengidentifikasi potensi bahaya, menilai risiko dan menentukan langkah-langkah pengendalian risiko dalam proses pembuatan tahu menggunakan metode HIRARC.
9
Tinjauan Pustaka
Bahaya
Pengertian bahaya. Bahaya adalah segala sesuatu, termasuk keadaan atau aktivitas yang berpotensi mengakibatkan cedera atau kerugian, kerusakan properti, atau gangguan lainnya. Bahaya merupakan sifat yang melekat (inherent) pada suatu zat, sistem, keadaan, atau peralatan (Ramli, 2010). Sedangkan menurut Deshmukh (2006) bahaya sebagai sumber atau keadaan yang berpotensi menghasilkan kerugian dalam bentuk cedera atau penyakit pada manusia, kerusakan properti, kerusakan lingkungan, atau kombinasi dari semuanya. Bahaya juga diartikan oleh SafeWork SA, Government of South Australia dalam Safety Tutorial Hazard sebagai sebuah situasi di tempat kerja yang berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia atau merusak pabrik dan peralatan kerja. Bahaya ditempat kerja dapat mencakup mesin yang bising, forklift yang bergerak, bahan kimia, energi listrik, bekerja di ketinggian, pekerjaan yang berulang dan monoton, atau perilaku tidak aman dari pekerja yang dapat berdampak buruk pada keselamatan dan kesehatan pekerja.
Jenis bahaya. Menurut Ramli (2010), klasifikasi jenis bahaya yang sering terjadi adalah:
1. Bahaya mekanis
Bahaya mekanis berasal dari peralatan mekanis yang digerakkan secara manual maupun dengan bantuan penggerak. Contoh alat-alat yang dapat menjadi sumber bahaya mekanis adalah mesin gerinda, mesin penggiling, mesin pengaduk dan lain-lain. Dalam menggunakan alat atau mesin ini pekerja berisiko mengalami cedera seperti terjepit, tergores, tersayat, terkupas, terpotong, dan lain-lain.
2. Bahaya listrik
Bahaya listrik bersumber dari energi listrik yang berpotensi memicu timbulnya korsleting, kebakaran dan sengatan listrik. Di lingkungan kerja, bahaya ini ditemukan dari alat/mesin kerja yang menggunakan energi listrik maupun dari jaringan listrik yang ada di sekitar tempat kerja.
3. Bahaya fisik
Bahaya fisik adalah bahaya yang berasal dari faktor fisik di lingkungan kerja. Menurut Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, faktor fisik adalah faktor yang dapat memengaruhi aktivitas tenaga kerja akibat penggunaan mesin, alat dan bahan, serta kondisi lingkungan tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan dan penyakit akibat kerja pada tenaga kerja, meliputi iklim kerja, kebisingan, getaran, radiasi gelombang mikro, radiasi ultraviolet, radiasi medan magnet statis, tekanan udara dan pencahayaan.
4. Bahaya biologis
Bahaya biologis bersumber dari makhluk hidup seperti flora, fauna dan mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur yang ada di tempat kerja. Jenis bahaya ini banyak dijumpai pada rumah sakit, industri makanan dan obat-obatan, pertanian, pertambangan, serta minyak dan gas.
5. Bahaya kimia
Jenis dan komposisi bahan kimia menentukan risikonya. Keracunan, iritasi, kebakaran dan ledakan, polusi, dan kerusakan lingkungan dapat terjadi akibat penggunaan bahan kimia.
Sedangkan menurut Wijanarko (2017), jenis bahaya K3 dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:
1. Bahaya keselamatan kerja (safety hazard)
Merupakan bahaya di tempat kerja yang paling umum, termasuk kondisi tidak aman yang mengakibatkan cedera, penyakit dan kematian, serta kerusakan properti dan aset. Jenis-jenis safety hazard antara lain:
a. Bahaya mekanik, bahaya yang timbul karena penggunaan alat-alat kerja mekanik seperti tersayat, terjepit, tersandung, terjatuh dan lain-lain.
b. Bahaya elektrik, bahaya yang berasal dari peralatan yang mengandung arus listrik.
c. Bahaya kebakaran, bahaya yang bersumber dari bahan kimia mudah terbakar (flammable).
d. Bahaya peledakan, bahaya yang bersumber dari bahan kimia mudah meledak (explosive).
2. Bahaya kesehatan kerja (health hazard)
Merupakan bahaya yang berdampak terhadap gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Jenis-jenis health hazard antara lain:
a. Bahaya fisik, terdiri dari getaran, kebisingan, radiasi, pencahayaan, dan iklim kerja.
b. Bahaya kimia, berasal dari material atau bahan kimia yang berbentuk cair padat dan gas. Contoh: pelarut, asam, air aki, bensin, pestisida, gas karbon monoksida, gas helium dan sebagainya.
c. Bahaya biologi, berkaitan dengan makhluk hidup yang berada di lingkungan kerja yaitu bakteri, virus, jamur yang bersifat patogen.
d. Bahaya ergonomi, berkaitan dengan desain tempat kerja, stasiun kerja, peralatan dan alur kerja. Contoh: postur tubuh statis (static postur), gerakan berulang-ulang (repetitive movement), memindahkan barang secara manual (manual handling), postur yang canggung (awkward movement).
e. Bahaya psikologi, berkaitan dengan tuntutan beban kerja, kekerasan di tempat kerja, serta hubungan dan kondisi kerja yang tidak nyaman.
Kecelakaan Kerja
Pengertian kecelakaan kerja. Kecelakaan ialah kejadian tidak diinginkan yang mengakibatkan kerugian (kepada seseorang) atau kerusakan properti (barang). Menurut Tarwaka (2017), kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan seringkali terjadi yang mengakibatkan hilangnya waktu, harta benda, bahkan nyawa ketika terjadi dalam proses kerja industri. Sedangkan menurut Anizar (2012) kecelakaan akibat kerja adalah insiden yang terjadi sebagai akibat dari hubungan kerja perusahaan. Kaitan pekerjaan dalam hal ini menampilkan bahwa kecelakaan terjadi sebagai akibat dari atau pada saat bekerja. Sementara itu menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 2021, kecelakaan kerja adalah “kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan kecelakaan karena penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, disimpulkan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tidak terduga, tidak diharapkan, dan tidak direncanakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa, harta benda, terhenti atau
terganggunya proses kerja, serta kerusakan / pencemaran lingkungan yang dihasilkan oleh pekerjaan.
Penyebab kecelakaan kerja. Kecelakaan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena satu atau beberapa faktor penyebab. Menurut Tarwaka (2017), penyebab utama kecelakaan kerja adalah faktor dan persyaratan K3 yang belum dilaksanakan dengan baik, meliputi antara lain:
1. Faktor manusia (unsafe actions) yaitu tindakan tidak aman dari pekerja yang tidak sesuai dengan standar keselamatan dan dapat menimbulkan risiko atau kecelakaan bagi dirinya sendiri atau orang lain di tempat kerja.
Unsafe action dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut:
a. Kekurangan pengetahuan dan keterampilan (lack of knowledge and skill);
b. Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal (inadequate capability);
c. Ketidakfungsian tubuh karena cacat yang tidak nampak (bodily defect);
d. Kelelahan dan kejenuhan (fatigue and boredom);
e. Sikap dan tingkah laku tidak aman (unsafe attitude and habits);
f. Kebingungan dan stres (confuse and stress) karena prosedur kerja yang baru belum dapat dipahami;
g. Belum menguasai/belum terampil dengan peralatan atau mesin-mesin baru (lack of skill);
h. Penurunan konsentrasi (difficulty in concentrating) dari tenaga kerja saat melakukan pekerjaan;
i. Sikap masa bodoh (ignorance) dari tenaga kerja;
j. Kurang adanya motivasi kerja (improper motivation);
k. Kurang adanya kepuasan kerja (low job satisfaction);
l. Sikap kecenderungan mencelakai diri sendiri.
2. Faktor lingkungan (unsafe condition) yaitu kondisi tidak aman dari lingkungan dan tempat kerja, proses kerja, sifat pekerjaan dan sistem kerja.
Menurut Anizar (2012), unsafe condition dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut:
a. Peralatan yang sudah tidak layak pakai.
b. Ada api di tempat yang mudah terbakar dan meledak.
c. Pengamanan gedung yang kurang standar.
d. Terpapar bising.
e. Terpapar radiasi.
f. Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan.
g. Kondisi suhu yang ekstrim.
h. Sistem peringatan yang berlebihan.
i. Sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya.
3. Faktor manusia-mesin (unsafe man-machine). Kecelakaan disebabkan oleh interaksi antara manusia dan fasilitas yang berhubungan dengan pekerjaan.
Jika interaksi antara keduanya tidak serasi atau tidak cocok maka akan terjadi kesalahan yang berujung pada kecelakaan kerja.
Klasifikasi kecelakaan kerja. Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 1962 dalam Tarwaka (2017), kecelakaan kerja di industri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, antara lain:
1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan a. Terjatuh
b. Tertimpa benda jatuh
c. Tersandung atau terbentur benda, terkecuali benda jatuh d. Terjepit antara dua benda atau objek
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f. Terpapar atau kontak langsung dengan suhu yang ekstrim g. Terkena arus listrik
h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi
i. Jenis kecelakaan lain, termasuk kecelakaan yang datanya tidak cukup 2. Klasifikasi menurut penyebab
a. Mesin-mesin, seperti: mesin penggerak, mesin penyalur (transmisi), mesin pengerjaan logam, mesin pengolah kayu, mesin-mesin pertanian, mesin- mesin pertambangan, dan lain-lain.
b. Alat angkut dan angkat, seperti: forklift, alat angkut di atas rel, alat angkut beroda selain kereta api, alat angkut di udara, alat angkut di perairan, dan lain-lain.
c. Peralatan lain, seperti: bejana tekan, tungku, instalasi pendingin, instalasi listrik termasuk motor listrik, alat-alat tangan listrik, tangga, perancah, dan lain-lain.
d. Bahan-bahan berbahaya dan radiasi, seperti: bahan peledak, radiasi, debu, gas, cairan dan bahan kimia, dan lain-lain.
e. Lingkungan kerja, seperti: di luar ruangan, di dalam ruangan, di ruang bawah tanah.
3. Klasifikasi menurut sifat luka atau cedera a. Patah tulang
b. Dislokasi/keseleo/terkilir
c. Nyeri dan tegang pada otot
d. Gegar otak dan luka dalam lainnya e. Amputasi dan enukleasi
f. Luka tergores dan luka luar lainnya g. Memar dan remuk
h. Luka bakar i. Keracunan akut
j. Asfiksia atau sesak nafas k. Efek terkena arus listrik l. Efek terkena radiasi
m. Luka pada banyak tempat di bagian tubuh 4. Klasifikasi menurut lokasi tubuh yang terluka
a. Kepala; leher; badan; lengan; kaki; berbagai bagian tubuh b. Luka umum
Kerugian akibat kecelakaan kerja. Setiap kecelakaan merupakan bencana yang mengakibatkan kerugian dan kerusakan kepada manusia, harta benda dan proses produksi. Kecelakaan kerja mengakibatkan beberapa kerugian yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kerugian langsung (direct cost)
Menurut Ramli (2010) kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan membawa dampak terhadap perusahaan.
Kerugian langsung misalnya cedera pada tenaga kerja dan kerusakan sarana produksi. Dampaknya terhadap perusahaan yaitu perusahaan harus mengeluarkan
biaya untuk pengobatan dan tunjungan kecelakaan kerja (kompensasi) sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta perbaikan kerusakan pada sarana produksi.
2. Kerugian tidak langsung (indirect cost)
Menurut Ramli (2010) kerugian tidak langsung adalah kerugian yang tidak tampak sehingga sering disebut kerugian tersembunyi (hidden cost), seperti kerugian akibat penghentian produksi, penurunan produktivitas / kegagalan memenuhi tujuan produksi, ganti rugi atau kompensasi, dampak sosial, serta citra dan kepercayaan konsumen.
Manajemen Risiko
Pengertian risiko. Risiko diartikan sebagai kemungkinan terjadinya sesuatu yang akan berdampak pada tujuan. Menurut Deshmukh (2006), risiko didefinisikan sebagai ukuran probabilitas dan konsekuensi dari semua bahaya yang terkait dengan suatu aktivitas. Sedangkan menurut OHSAS 18001, risiko K3 adalah kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian berbahaya dengan keparahan dari cedera atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kejadian tersebut. Dari definisi tersebut maka dapat diperoleh pengertian bahwa suatu risiko diperhitungkan menurut kemungkinan terjadinya suatu kejadian serta konsekuensi yang ditimbulkan.
Pengertian manajemen risiko. Manajemen risiko adalah suatu proses untuk mengelola risiko yang ada dalam setiap kegiatan. Menurut AS/NZS 4360 Risk Management Standard (2004), manajemen risiko adalah budaya, proses dan struktur yang diarahkan dalam mengelola risiko secara efektif dan terencana dalam suatu sistem manajemen yang baik. Sedangkan definisi manajemen risiko K3 menurut Ramli (2010) adalah suatu upaya pengelolaan risiko K3 guna
mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara menyeluruh, terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik. Manajemen risiko juga dapat diartikan sebagai tindakan untuk menangani risiko dengan kegiatan perencanaan (planning), identifikasi (identifying), penilaian (assessment), penanganan (handling), dan pemantauan (monitoring) risiko (Kerzner, 2001).
Proses manajemen risiko. Menurut standar AS/NZS 4360:2004 tentang standar manajemen risiko, proses manajemen risiko mencakup langkah sebagai berikut:
1. Komunikasi dan konsultasi
Melakukan komunikasi dan konsultasi dengan pemangku kepentingan internal dan eksternal perusahaan pada semua proses kerja secara keseluruhan termasuk proses manajemen risiko. Rencana komunikasi harus dikembangkan pada tahap awal. Hal ini harus membahas isu yang berkaitan dengan risiko, penyebab, konsekuensi atau dampaknya, serta langkah yang diambil untuk pengendalian. Pada proses komunikasi dan konsultasi biasanya dilakukan dalam sebuah tim.
2. Penetapan konteks
Penetapan konteks diperlukan karena manajemen risiko sangat luas dan dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan dan kegiatan. Penetapan konteks diselaraskan dengan visi dan misi perusahaan serta sasaran yang ingin dicapai.
Manajemen risiko diterapkan pada suatu proses kerja tertentu yang dirasa oleh perusahaan melalui proses identifikasi memiliki risiko yang paling tinggi sehingga wajib menjadi prioritas utama untuk dilakukan pengelolaan risikonya terlebih dahulu.
3. Identifikasi risiko
Identifikasi dimana, kapan, mengapa dan bagaimana suatu kejadian / peristiwa dapat terjadi di tempat kerja. Seperti mengidentifikasi sumber risiko berupa bahan atau material, mesin yang digunakan, perkakas/alat yang ada, prosedur yang harus dilakukan serta tipikal manusia yang terlibat di dalamnya.
Selain itu juga mengidentifikasi area yang menimbulkan dampak / kejadian yang berisiko menimbulkan kecelakaan.
4. Analisis risiko
Analisis risiko yaitu menentukan tingkat kemungkinan dan dampak yang diakibatkan dari suatu kejadian untuk mengetahui tingkat risiko yang telah diidentifikasi, sehingga kita mampu mengetahui metode / teknik penilaian risiko yang akan digunakan.
5. Evaluasi risiko
Evaluasi risiko berarti membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi dilakukan setelah melakukan analisis risiko, sehingga dapat diketahui apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak.
6. Pengendalian risiko
Pengendalian dilakukan terhadap seluruh bahaya yang ditemukan dalam proses identifikasi bahaya dan mempertimbangkan peringkat risiko untuk menentukan prioritas dan cara pengendalian.
7. Pemantauan dan peninjauan kembali
Pemantauan dan peninjauan kembali penting untuk dilakukan agar dapat memantau keefektifan semua proses manajemen risiko dan untuk perbaikan
kelanjutan di masa depan. Risiko dan keefektifan tindakan pengendalian perlu dipantau untuk memastikan perubahan keadaan.
Gambar 1. Proses manajemen risiko (AS/NZS 4360:2004)
Tujuan manajemen risiko. Tujuan manajemen risiko menurut Australian Standard/New Zealand Standard 4360:2004, yaitu:
1. Membantu dalam membatasi penyebaran dampak buruk yang terjadi.
2. Memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi.
3. Melaksanakan program manajemen secara efisien sehingga memberikan keuntungan bukan kerugian.
4. Melakukan peningkatan pengambilan keputusan pada semua level.
5. Menyusun program yang tepat untuk meminimalisasi kerugian pada saat terjadi kegagalan.
6. Menciptakan manajemen yang bersifat proaktif bukan bersifat reaktif.
Komunikasi dan konsultasi
Menentukan konteks
Identifikasi bahaya
Analisa risiko
Evaluasi risiko
Pengendalian risiko
Pemantauan dan tinjau ulang
Penilaian risiko
Manfaat manajemen risiko. Dengan melaksanakan manajemen risiko diperoleh berbagai manfaat antara lain (Ramli, 2010):
1. Menjamin kelangsungan usaha dengan menurunkan risiko dari setiap aktivitas berbahaya.
2. Menekan biaya untuk menangani kejadian yang tidak diinginkan.
3. Menanamkan kepercayaan kepada pemegang saham mengenai kelangsungan dan keamanan investasinya.
4. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai risiko operasi bagi setiap unsur dalam organisasi / perusahaan.
5. Memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku.
HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control)
Menurut OHSAS 18001, manajemen risiko terbagi menjadi 3 bagian yaitu Hazard Identification, Risk Assessment dan Risk Control, biasanya dikenal dengan singkatan HIRARC. HIRARC merupakan serangkaian proses mengidentifikasi bahaya pada kegiatan rutin dan non rutin di perusahaan kemudian menilai risiko dari bahaya tersebut lalu menciptakan program pengendalian bahaya agar dapat diminimalisir tingkat risikonya ke yang lebih rendah dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan. HIRARC harus dilakukan dalam setiap kegiatan/aktivitas untuk menentukan potensi bahaya dan dampak serius terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (Ramli, 2010). Ada 3 tahap untuk melakukan metode HIRARC, tahap pertama adalah identifikasi bahaya, tahap kedua adalah penilaian risiko dan tahap terakhir adalah pengendalian risiko.
Identifikasi bahaya (hazard identification). Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan manajemen risiko K3. Menurut
Ramli (2010), identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya dalam suatu lingkungan atau tempat kerja. Mengetahui sifat dan karakteristik bahaya memungkinkan kita untuk lebih berhati-hati dan waspada serta dapat melakukan tindakan pencegahan untuk menghindari terkena bahaya.
Sejalan dengan pendapat Ridley (2008), mengidentifikasi bahaya sebelum menyebabkan kecelakaan merupakan inti dari seluruh kegiatan pencegahan kecelakaan.
Langkah pertama dalam mengidentifikasi bahaya adalah dengan mengetahui apa saja proses kerjanya. Ada 5 faktor yang perlu dipertimbangkan ketika menentukan sumber bahaya yaitu manusia, metode, material, mesin dan lingkungan. Jika identifikasi bahaya dilakukan dengan tepat, maka akan mempermudah dalam proses selanjutnya. Sebaliknya, apabila identifikasi bahaya tidak dilakukan dengan benar, maka masih ada kemungkinan akan terjadi hal yang tidak diinginkan (Ramli, 2010).
Prosedur identifikasi hazard atau potensi bahaya antara lain yaitu:
1. Membuat daftar semua objek (mesin, peralatan kerja, bahan, proses kerja, sistem kerja, kondisi kerja, dll) yang ada ditempat kerja.
2. Memeriksa semua objek yang ada di tempat kerja dan sekitarnya.
3. Melakukan wawancara dengan tenaga kerja yang berhubungan dengan objek-objek tersebut. Misalnya bertanya kepada pekerja mengenai proses kerja dari awal hingga akhir, tentang berbagai masalah yang mereka temukan di setiap proses kerja, keadaan yang nyaris terkena bahaya (nearmiss) dan kecelakaan kerja yang pernah terjadi (Suardi, 2005).
4. Menganalisis data kecelakaan, catatan P3K dan informasi lainnya.
5. Mencatat seluruh hazard yang telah diidentifikasi.
Adapun manfaat dalam melakukan identifikasi bahaya antara lain, (Ramli, 2010):
a. Mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan. Dengan melakukan identifikasi bahaya akan diketahui faktor penyebab kecelakaan sehingga peluang terjadinya kecelakaan dapat ditekan.
b. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak mengenai potensi bahaya dari aktivitas perusahaan sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan saat bekerja.
c. Sebagai landasan dan masukan untuk menentukan strategi pencegahan yang tepat dan efektif. Manajemen dapat menentukan skala prioritas penanganan bahaya berdasarkan tingkat risikonya dengan mengenali bahaya yang ada.
d. Memberikan dokumentasi yang berisi informasi mengenai sumber bahaya yang ada kepada semua pihak, khususnya pemangku kepentingan. Dengan demikian mereka memiliki gambaran tentang risiko dan dapat menyusun strategi pencegahan.
Penilaian risiko (risk assessment). Setelah melakukan identifikasi bahaya maka tahap selanjutnya adalah penilaian risiko yang bertujuan untuk mengevaluasi besarnya risiko serta dampak yang akan ditimbulkannya.
Berdasarkan hasil penilaian dapat ditentukan peringkat risiko yang dapat dibagi menjadi risiko yang berdampak signifikan terhadap perusahaan dan risiko yang kecil atau dapat diabaikan (Ramli, 2010). Penilaian risiko (risk assessment)
mencakup 2 tahapan proses yaitu menganalisa risiko (risk analysis) dan mengevaluasi risiko (risk evaluation).
Analisa risiko (risk analysis). Analisa risiko digunakan untuk menghitung
besarnya suatu risiko yang merupakan kombinasi antara kemungkinan terjadinya (likelihood) dan tingkat keparahan (consequences) jika risiko tersebut terjadi.
Berdasarkan standar AS/NZS 4360:2004 terdapat 3 teknik dalam melakukan analisis risiko, antara lain:
1. Analisis kualitatif, menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif untuk menjelaskan seberapa besar potensi risiko yang akan terjadi. Biasanya, analisis ini digunakan untuk menentukan prioritas tingkat risiko yang lebih dahulu harus diselesaikan. Analisis kualitatif mungkin digunakan sebagai kegiatan penyaringan awal untuk mengidentifikasi risiko yang memerlukan analisis yang lebih rinci. Analisis ini dilakukan jika data-data yang tersedia tidak lengkap. Dalam metode ini tidak jelas perbedaan antara risiko dengan tingkat rendah, medium, atau tinggi. Sehingga pihak terkait harus menafsirkan menurut persepsinya masing-masing.
Dalam praktiknya, analisis kualitatif sering digunakan untuk menentukan besarnya risiko (risk). Dimana Risk (R) diukur dalam hal Likelihood (L) dan Consequence (C). Menurut standar AS/NZS 4360, tingkat kemungkinan (likelihood) diberi rentang antara risiko yang jarang terjadi sampai risiko yang terjadi setiap saat. Untuk tingkat keparahan (consequence) diklasifikasikan antara kejadian yang tidak menimbulkan cedera atau hanya kerugian kecil sampai kejadian fatal (meninggal dunia) atau kerusakan besar terhadap aset perusahaan.
Tabel 1
Skala Kemungkinan (Likelihood) Menurut Standar AS/NZS 4360:2004 Tingkat Deskripsi Keterangan
5 Almost certain Dapat terjadi setiap saat
4 Likely Sering terjadi
3 Possible Dapat terjadi sekali-sekali 2 Unlikely Jarang terjadi
1 Rare Hampir tidak pernah, sangat jarang terjadi Tabel 2
Skala Tingkat Keparahan (Consequence) Menurut Standar AS/NZS 4360:2004 Tingkat Deskripsi Keterangan
1 Insignificant Tidak terjadi cedera, kerugian finansial sedikit
2 Minor Cedera ringan, kerugian finansial sedikit 3 Moderate Cedera sedang, perlu penanganan medis,
kerugian finansial besar
4 Major Cedera berat >1 orang, kerugian besar, gangguan produksi
5 Catastrophic Fatal >1 orang, kerugian sangat besar dan dampak sangat luas, terhentinya seluruh kegiatan
2. Analisis semi kuantitatif, menghasilkan prioritas yang lebih rinci dan peringkat risiko yang lebih kongkrit daripada analisis kualitatif karena nilai risiko dinyatakan dengan nilai atau skor. Nilai risiko digambarkan menggunakan angka numerik yang tidak bersifat absolut. Misal, risiko A memiliki nilai 2 sedangkan risiko B memiliki nilai 4, bukan berarti bahwa risiko B dua kali lipat lebih berbahaya daripada risiko A.
3. Analisis kuantitatif, menggunakan hasil perhitungan numerik untuk setiap probabilitas kejadian dan konsekuensinya. Besarnya risiko lebih dinyatakan dalam angka seperti 1, 2, 3, atau 4 yang mana 2 berarti risikonya dua kali lipat dari 1. Namun perhitungan ini memerlukan dukungan data dan informasi yang mendalam seperti catatan kejadian,
literatur dan eksperimen. Dengan menggunakan sumber data tersebut, hasil analisisnya lebih akurat jika dibandingkan dengan analisis risiko lainnya.
Tingkat risiko. Setelah dilakukan penaksiran tingkat kemungkinan dan
keparahan terjadinya kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang mungkin timbul, langkah selanjutnya adalah menentukan tingkat risiko dari masing-masing bahaya yang telah dinilai.
Tingkat risiko merupakan perkalian antara tingkat kemungkinan (likelihood) dan tingkat keparahan (consequence) dari suatu kejadian yang mengakibatkan kerugian, cedera, kecelakaan dan sakit yang timbul dari bahaya di lingkungan kerja (Tarwaka, 2017). Perkalian yang menghasilkan tingkat risiko dapat dilihat pada tabel matriks risiko.
Tabel 3
Matriks Tingkat Risiko Menurut Standar AS/NZS 4360:2004
Likelihood
Consequence 1
Insignificant
2 Minor
3 Moderate
4 Major
5 Catastrophic 5 (Almost
certain) Moderate High High Extreme Extreme
4 (Likely) Moderate Moderate High High Extreme
3 (Possible) Low Moderate High High High
2 (Unlikely) Low Low Moderate Moderate High
1 (Rare) Low Low Moderate Moderate High
Keterangan:
a. E = Extreme risk/risiko sangat tinggi, kegiatan tidak boleh dilaksanakan atau dilanjutkan sampai risiko telah direduksi, memerlukan penanganan/tindakan perbaikan segera.
b. H = High risk/risiko tinggi, kegiatan tidak boleh dilaksanakan sampai risiko telah direduksi, penjadwalan tindakan perbaikan secepatnya.
Tingkat Risiko = Kemungkinan × Keparahan
c. M = Moderate risk/risiko sedang, perlu tindakan untuk mengurangi risiko tetapi biaya pencegahan yang diperlukan harus diperkirakan dan dibatasi secara hati-hati.
d. L = Low risk/risiko rendah, risiko dapat diterima, pengendalian tambahan tidak diperlukan. Pemantauan diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian telah dipelihara dan ditetapkan secara efektif.
Evaluasi risiko (risk evaluation). Evaluasi risiko dilakukan dengan
menilai apakah risiko dapat diterima atau tidak dengan membandingkannya terhadap standar yang berlaku/yang telah ditetapkan. Risiko yang dapat diterima sering disebut sebagai ALARP – As Low As Reasonably Practicable, yaitu tingkat risiko terendah yang masuk akal dan dapat dijalankan (Ramli, 2010).
Pengendalian risiko (risk control). Setelah risiko diidentifikasi dan dinilai, pengendalian harus dilakukan untuk mengurangi risiko ke tingkat yang dapat diterima sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan standar yang berlaku. Risiko yang dianggap memiliki dampak yang cukup besar dan signifikan harus dikelola secara tepat, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kondisi perusahaan. Menurut standar AS/NZS 4360 pengendalian risiko dapat dilakukan dengan menurunkan kemungkinan (reduce likelihood), mengurangi keparahan (reduce consequence), mengalihkan risiko sebagian atau seluruhnya (risk transfer) dan menghindari risiko (risk avoid).
Pengendalian risiko juga dapat dilakukan dengan pendekatan hirarki pengendalian (hierarchy of controls).
Gambar 2. Hirarki pengendalian risiko
Hirarki pengendalian risiko adalah urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin terjadi dan terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan. Hirarki pengendalian risiko terdiri atas:
1. Eliminasi
Eliminasi merupakan teknik pengendalian dengan cara menghilangkan sumber bahaya yang ada. Teknik ini paling efektif dan menjadi pilihan pertama yang digunakan untuk mengendalikan risiko karena sumber bahaya dieliminasi sehingga potensi risikonya dapat dihilangkan. Contoh eliminasi misalnya membersihkan tumpahan minyak/oli yang ada di lantai pabrik, menggunakan mesin untuk pekerjaan manual yang berulang, mesin yang mengeluarkan suara bising dimatikan, dll.
2. Substitusi
Substitusi merupakan teknik pengendalian bahaya dengan mengganti alat, bahan, sistem atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman atau lebih rendah bahayanya sehingga pemaparannya masih dalam batas yang dapat diterima. Contoh substitusi misalnya, mengganti penggunaan bahan kimia berbahaya dengan yang lebih rendah tingkat bahayanya, seperti mengganti bahan kimia berbentuk gas menjadi cair, mengganti toxic solvent dengan deterjen.
Eliminasi Substitusi Rekayasa teknik
Administratif APD
3. Rekayasa teknik
Sumber bahaya di tempat kerja biasanya berasal dari peralatan atau fasilitas teknis. Oleh karena itu, pengendalian ini dapat dilakukan dengan menyesuaikan tata letak atau desain tempat kerja, menambah atau memodifikasi peralatan serta menggunakan pengaman pada alat/mesin. Contoh rekayasa teknik adalah memasang lift barang untuk mengurangi pengangkutan manual melalui tangga, memasang peredam suara pada mesin yang bising, memasang sistem ventilasi yang baik agar tidak terjadi pencemaran udara di tempat kerja, memasang pagar pengaman di sekitar lokasi bahaya, dan lain-lain.
4. Pengendalian administratif
Pengendalian administratif dilakukan sebagai tindakan meminimalisir risiko dengan menyediakan suatu sistem kerja atau standar operasional prosedur yang sesuai. Pengendalian administratif meliputi, pengaturan waktu kerja dan istirahat, rotasi kerja agar tidak monoton, pelatihan K3, rekruitmen tenaga kerja baru sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan ditangani, dan lain-lain.
5. Alat pelindung diri
Menurut Ramli (2010), penggunaan alat pelindung diri (APD) tidak dimaksudkan untuk menghindari kecelakaan, melainkan untuk mengurangi tingkat keparahannya. APD merupakan garis pertahanan terakhir dalam pencegahan kecelakaan. Hal ini dikarenakan penggunaaan APD memiliki beberapa kekurangan (Tarwaka, 2017):
a. APD tidak menghilangkan risiko bahaya yang ada, tetapi hanya membatasi paparan ke tubuh dengan potensi bahaya yang diterima.
b. Penggunaan APD rumit, dirasa tidak nyaman dan menambah beban karena membatasi mobilitas pekerja dan harus selalu digunakan selama bekerja.
Contoh alat pelindung diri antara lain: safety helmet, hair net, googles, masker, ear muff dan ear plug, safety gloves, wearpack, body protection, safety belt, safety shoes, dan lain-lain.
Landasan Teori
Menurut Ramli (2010), risiko K3 adalah risiko yang berkaitan dengan sumber bahaya yang timbul dalam aktivitas kerja menyangkut aspek manusia, peralatan, material dan lingkungan kerja. Salah satu upaya untuk mencegah dan mengendalikan risiko K3 adalah dengan menggunakan konsep manajemen risiko.
Bagian dalam manajemen risiko yang digunakan untuk menentukan arah penerapan K3 ditempat kerja disebut dengan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control).
HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control) adalah usaha pencegahan dan pengurangan potensi terjadinya kecelakaan kerja dengan cara mengidentifikasi bahaya, menilai dan mengendalikan risiko terkait dengan pekerjaan/aktivitas dalam suatu perusahaan atau industri. HIRARC pada penelitian ini mengacu pada ketentuan Australia / New Zealand Standard 4360:2004. Standar ini bersifat umum sehingga dapat digunakan dan diaplikasikan untuk berbagai jenis risiko termasuk risiko K3.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fathimahhayati, dkk (2019) pada industri tahu dan tempe di Kelurahan Selili menyebutkan bahwa terdapat 95 risiko potensi bahaya pada proses pembuatan tahu, dimana 66,3% merupakan risiko kategori rendah, 23,2% risiko kategori sedang dan 10,5% risiko kategori
tinggi. Pekerjaan dengan tingkat risiko tertinggi pada pembuatan tahu berada pada tahap penggilingan kedelai, perebusan, penyaringan, pencetakan, pendinginan serta pemotongan tahu. Salah satu contoh pada tahap perebusan bubur kedelai, risiko tinggi (high risk) yang terjadi adalah tertumpahnya bubur kedelai ke tubuh pekerja dalam keadaan panas/mendidih.
Kerangka Konsep
Gambar 3. Kerangka konsep Input Proses kerja:
1. Tahap perendaman dan pencucian kedelai
2. Tahap penggilingan kedelai 3. Tahap perebusan bubur
kedelai
4. Tahap penyaringan bubur kedelai
5. Tahap pemberian larutan pengendap (penggumpalan) 6. Tahap pencetakan tahu 7. Tahap pemotongan tahu 8. Tahap penggorengan tahu
Proses
Risiko ditemukan dan dinilai melalui tahap:
1. Identifikasi risiko 2. Analisis risiko
berdasarkan tabel HIRARC (likelihood, consequence, risk rating).
Output Suatu rekomendasi
pengendalian untuk mencegah atau mengurangi terjadinya kecelakaan kerja di UKM tahu Kelurahan Mabar.
32
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan wawancara dan observasi yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran mendalam, menerangkan dan menjelaskan secara lebih rinci mengenai hasil identifikasi potensi bahaya dan penilaian risiko K3 menggunakan metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control) yang mengacu pada standar AS/NZS 4360:2004.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu unit UKM tahu di Kelurahan Mabar, yaitu UKM tahu milik Pak Karmin.
Waktu penelitian. Waktu penelitian dimulai dari Februari 2022 sampai dengan selesai.
Populasi dan Sampel
Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah pemilik dan seluruh pekerja UKM tahu Karmin di Kelurahan Mabar yang berjumlah 7 orang.
Sampel. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling yang berarti jumlah sampel sama dengan jumlah populasi (Sugiyono, 2013). Adapun yang dipilih menjadi sampel berjumlah 7 orang yang terdiri dari 1 orang pemilik UKM tahu dan 6 orang pekerja di UKM tahu. Enam orang tersebut terdiri dari 1 orang pekerja bagian perendaman – penggilingan kedelai, 3 orang bagian perebusan – pemotongan tahu, dan 2 orang bagian penggorengan tahu.