• Tidak ada hasil yang ditemukan

MARIA BINUR FRANSISKA MANALU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MARIA BINUR FRANSISKA MANALU"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPETENSI PEMILIK RUMAH MAKAN TRADISIONAL KELAS C DALAM PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN

MAKANAN DI DAERAH TUJUAN WISATA JAKARTA TIMUR

MARIA BINUR FRANSISKA MANALU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kompetensi Pemilik Rumah Makan Tradisional Kelas C dalam Pengolahan dan Penyajian Makanan di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Maria Binur Fransiska Manalu

NIM I 352060041

(3)

ABSTRACT

Manalu, Maria Binur Fransiska. 2009. Competency of The Owner of Tradisional Restaurant of C Class in Preparing and Serving Foods at The Tourism Object in East Jakarta. Under direction: of SITI AMANAH as the chairman of supervisory and DJOKO SUSANTO as a member.

Tourism development represents Indonesian pledge in the effort of accelerating economics growth. By increasing tourism products, it is hoped that the traditional C class restaurant owner will be able to improve their income. The aims of this study are (1) to get informations on the competency level of the owners of traditional restaurant business, (2) to identify factors related to the competency of the owners of traditional restaurant business, and (3) to find out the owners traditional C class restaurant in cooking and food presentation relation to their to competency. The research method used was descriptive-correlation.

The research population consisted of 79 owners traditional restaurant C class in tourism objects in East Jakarta. While data collection was conducted on purposive basis from 40 owner traditional restaurant C class. The data collection was carried out from June until September 2008. The analysis of the data was performed by using the correlation test of Rank Spearman. The research results showed that (1) the competency of the owners of traditional restaurant of C class was at sedentary level, (2) the competency was significantly related to the production support and the owners of traditional restaurant of C class interaction with the extension educator, (3) the owners of traditional restaurant of C class performance was at sedentary level and it was positively correlated with the competency level of the traditional restaurant business in tourism object in East Jakarta.

Key word: owner traditional restaurant C class , competency, tourisme.

(4)

RINGKASAN

MANALU, MARIA BINUR FRANSISKA. 2009. Kompetensi Pemilik Rumah Makan Tradisional Kelas C dalam Pengolahan dan Penyajian Makanan Di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur. Dibimbing oleh SITI AMANAH sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan DJOKO SUSANTO sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Pembangunan pariwisata merupakan rangkaian upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan pekerjaan, mengentaskan kemiskinan, mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan citra pariwisata suatu wilayah. Melalui peningkatan sajian kuliner yang sehat, aman dan penyajian yang memperindah penampilan dari makanan pada rumah makan tradisional kelas C dapat diupayakan peningkatan pendapatan pemilik rumah makan tradisional kelas C.

Salah satu upaya untuk meningkatkan sajian kuliner rumah makan tradisional kelas C adalah dengan meningkatkan kompetensi pemilik rumah makan tradisional dalam pengolahan dan penyajian makanan sehat, aman dan bersih. Pengolahan dan penyajian makanan untuk usaha rumah makan tradisional kelas C membutuhkan kesanggupan dan harus menggunakan tata laksana makanan yang tepat, antara lain dalam perencanaan menu, persiapan pengolahan, pengolahan, penyajian makanan serta sanitasi dan higiene.

Kompetensi pemilik rumah makan tradisional kelas C dalam usaha rumah makan tradisional di daerah tujuan wisata Jakarta Timur relatif masih rendah karena belum memperhatikan keterkaitan faktor-faktor penentu yang berpengaruh.

Upaya-upaya dalam mengembangkan kompetensi dapat dilakukan dengan mengetahui sejauhmana tingkat kompetensi yang telah dimiliki oleh pemilik rumah makan tradisional kelas C dalam merencanakan kegiatan usaha rumah makan tradisional.

Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

(1) Apakah pemilik rumah makan tradisional mengetahui pentingnya mutu/kualitas makanan dalam pengolahan makanan yang baku? (2) Faktor- faktor apa yang berkorelasi dengan kompetensi pemilik rumah makan dalam pengolahan dan penyajian makanan?

Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai September 2008 di daerah tujuan wisata Jakarta Timur. Populasi penelitian adalah 79 pemilik rumah makan tradisional kelas C. Sampel pemilik rumah makan tradisional kelas C diambil secara sengaja sebanyak 40 responden. Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari responden, melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan dan data sekunder diperoleh dari Suku Dinas Pariwisata Jakarta Timur. Selanjutnya data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif, serta untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan digunakan uji korelasi Rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kompetensi pemilik rumah makan tradisional kelas C di daerah tujuan wisata Jakarta Timur termasuk kategori sedang; faktor yang penting diperhatikan untuk mengembangkan kompetensi pemilik rumah makan tradisional kelas C adalah: pelatihan dan interaksi dengan penyuluh pariwisata. Usaha meningkatkan kompetensi pemilik

(5)

rumah makan tradisional kelas C dapat dilakukan dengan meningkatkan efektifitas pendampingan oleh penyuluh pariwisata kepada pemilik rumah makan tradisional kelas C dan pengembangan pengetahuan dan kemampuan pemilik rumah makan tradisional kelas C melalui penyuluhan maupun melalui organisasi kelompok rumah makan tradisional; penyuluh dan petugas Suku Dinas Pariwisata Kota Jakarta Timur hendaknya memotivasi pemilik rumah makan tradisional kelas C untuk membentuk kelompok pemilik rumah makan tradisional kelas C, terlibat aktif dan mendinamikakan kelompok sebagai wadah belajar dengan program-program yang dibutuhkan pemilik rumah makan tradisional kelas C untuk mengembangkan usaha rumah makan tradisional.

Kata kunci : pemilik rumah makan tradisional kelas C, kompetensi, pariwisata.

(6)

Ó Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang.

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)

KOMPETENSI PEMILIK RUMAH MAKAN TRADISIONAL KELAS C DALAM PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN

MAKANAN DI DAERAH TUJUAN WISATA JAKARTA TIMUR

MARIA BINUR FRANSISKA MANALU

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(8)

Judul Tesis : Kompetensi Pemilik Rumah Makan Trasisional Kelas C dalam Pengolahan dan Penyajian Makanan di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur

Nama : Maria Binur Fransiska Manalu

NIM : I 352060041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Siti Amanah. M.Sc.

Ketua

Prof .(Ris). Dr. Djoko Susanto, SKM Anggota

Diketahui Ketua Program Studi/Mayor

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus: ...

(9)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA.

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan kasih-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian adalah ”Kompetensi Pemilik Rumah Makan Tradisional Kelas C Dalam Pengolahan Makanan di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur.”

Penyelesaian karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada komisi pembimbing yaitu: Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc dan Bapak Prof. (Ris). Dr. Ign Djoko Susanto, SKM yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan sabar dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Rasa terima kasih juga ingin penulis sampaikan kepada: (1)Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) atas beasiswa BPPS dari Semester I hingga IV, (2)Bapak dan Mama, suami penulis Ir.

Hotman Saragih, Abang Daniel dan Adek Alexander, Simon, Johner serta seluruh keluarga atas bantuan, dorongan, doa, dan kesempatan yang diberikan dalam menempuh studi sebagai bagian dari kehidupan, (3) Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan Pariwisata (YLBPP) Jakarta dan Direktur Akademi Pariwisata Indonesia (AKPINDO) Jakarta atas ijin melanjutkan studi program pascasarjana yang diberikan kepada penulis, (4) Kepala Dinas Provinsi DKI Jakarta dan Kepala Suku Dinas Parawisata Jakarta Timur yang telah membantu memberikan data dan informasi yang diperlukan, (5)Para mahasiswa AKPINDO yang telah membantu dalam pengumpulan data, (6)Seluruh responden/pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur yang telah berkenan diwawancarai dalam pengumpulan data penelitian, (7)Teman-teman mahasiswa S2 dan S3 PPN – SPs IPB: Pak Ayat, Pak Malta, Bu Syam, Bu Riana, Pak Eka, Pak Yo, Pak Hatta, Pak Sihab, Pak Eko, Pak Dirlan, Pak Mardin, dan Mas Bado atas segala bantuan, masukan dan semangatnya.

Tidak ada sesuatupun yang sempurna termasuk tesis ini, untuk itu penulis terbuka akan saran dan masukan pembaca. Akhir kata, semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2009 Maria Binur Fransiska Manalu

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangkalan Brandan – Sumatera Utara pada 21 Agustus 1971 sebagai putri pertama dari empat bersaudara pasangan M. Manalu, dan H. Sitorus. Pada tahun 1990 penulis lulus dari SMTK Negeri Medan dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi ke Jurusan Tata Boga Fakultas Pendidikan Teknologi Kejuruan (FPTK) IKIP Medan, memperoleh beasiswa dari PERTAMINA. Penulis lulus sebagai Sarjana Pendidikan pada tahun 1995. Di tahun 1995 penulis mulai mengarungi bahtera rumah tangga bersama Ir. Hotman Saragih dan dikaruniai dua orang putra, Daniel Aprilio (dua belas tahun) dan Vico Alexander Luwis (delapan tahun). Pada tahun 2006, penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi di Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, dalam bentuk Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS).

Sejak tahun 1997 hingga sekarang, penulis bertugas sebagai dosen tetap pada Akademi Parawisata Indonesia (AKPINDO) Jakarta. Mata kuliah yang diampu penulis antara lain adalah Food Commodities Teori dan Praktek, Pengantar Pengolahan Makanan Teori dan Praktek, Pengolahan Makanan I Teori dan Praktek, Pengolahan Makanan II Praktek dan Pengolahan Makanan III Praktek. Jabatan yang pernah diemban penulis di AKPINDO Jakarta selain tenaga pengajar dosen, yaitu: (1) Koordinator Praktek Food Production D3;

dan (2) Koordinator Food Production D1. Penulis memperoleh pengalaman dari organisasi profesi yaitu sebagai anggota Dewan Pengurus Pusat Indonesian Food

& Beverage Executive Club (IFBEC) dan Anggota Proyek dan Penyuluh bagi karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan – Milik Pemda DKI Jakarta tahun 2007 dan 2008.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Masalah Penelitian ... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

Batasan Istilah ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 8

Makanan Dalam Industri Pariwisata ... 8

Karakteristik Individu PRMT Ke... 9

Faktor Pendukung PRMT Kelas C ... 12

Kompetensi ... 15

Kompetensi yang Perlu Dikuasai PRMT ... 17

Hubungan Karakteristik Individu dengan Kompetensi... 24

Hubungan Faktor Pendukung dengan Kompetensi PRMT.. 26

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 28

Kerangka Berpikir ... 28

Hipotesis Penelitian ... 30

METODE PENELITIAN ... 31

Waktu dan Lokasi Penelitian... 31

Populasi dan Sampel ... 31

Desain Penelitian ... 32

Definisi Operasional... 32

Instrumentasi ... 37

Teknik Analisis Data... 39

Analisis Data ... 41

HASIL DAN PEMBAHASAN... 42

Gambaran Umum Rumah Makan Tradisional Kelas C... 42

Gambaran Umum PRMT Kelas C... 43

Karakteristik Individu PRMT Kelas C di Daerah ... 44

Faktor Pendukung PRMT Kelas C di Daerah... 48

Kompetensi PRMT Kelas C dalam Berusaha Rumah... 54

Hubungan Karakteristik Individu dengan Kompetensi .... 60

Hubungan Faktor Pendukung dengan Kompetensi ... 63

Pengembangan Kompetensi PRMT kelas C ... 66

KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

(13)

Kesimpulan ... 70

Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

LAMPIRAN ... 79

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kelompok, Populasi dan Jumlah Responden... 32

2. Peubah, Indikator dan Kategori ... 34

3. Pengumpulan Data ... 40

4. Deskripsi Karakteristik Individul PRMT Kelas C... 44

5. Deskripsi Faktor Pendukung PRMT Kelas C... 49

6. Skor Pengetahuan PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur... 55

7. Skor Sikap PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur... 57

8. Skor Keterampilan PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur... 59

9. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kompetensi PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta ... 61

10. Hubungan Faktor Pendukung dengan Kompetensi PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur... 64

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peta Sebaran Potensi Rumah Makan Tradisional Kelas C

Kota Jakarta Timur ... 79 2. Daftar Pertanyaan ... 80 2. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman ... 88

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pariwisata memiliki dampak terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dengan kesempatan kerja yang memperoleh keuntungan dan dampak terhadap pendapatan pemerintah (Cohen, 1984). Dalam era pariwisata, kunjungan turis mancanegara menjadi salah satu andalan pemasukan pendapatan negara. Dengan falsafah ”Man must eat”, yang dipahami oleh orang Barat menggambarkan bahwa seseorang tak lepas dari persoalan makan. Semakin jelas bagi para pengelola jasa pelayanan makanan serta petugas negara bahwa makanan harus merupakan titik pandang yang perlu pencermatan (Bartono 2006).

Selain untuk mendapatkan keindahan dan keunikan di wilayah kunjungan, wisatawan asing acapkali ingin mencoba makanan-makanan domestik yang sesuai dengan selara makannya. Para turis sangat memperhatikan kebersihan ruangan, kenyamanan ruangan, kebersihan tempat penyajian makanan, penggunaan bahan makanan yang sehat, dan aman serta penyajian makanan yang memperindah penampilan dari makanan.

Lebih lanjut Susanto (1993) mengemukakan makanan-makanan modren menawarkan kondisi ’kebersihan’ dan kesehatan lingkungan tinggi di tempat pelayanan makan, sehingga konsumen tidak perlu risau mengenai keamanan makanan. Informasi yang diperoleh dari ICAC (International Community Activities Centre) seperti yang dikutip Wongso (1993), umumnya warga asing yang tinggal 3 tahun atau lebih, takut makan masakan khas Indonesia karena masalah sanitasi yang sangat diragukan.

Thailand dan Singapore sangat memperhatikan kualitas makanan tradisional, dari segi kebersihan makanan dan keamanan pangan dengan memberikan sertifikat dan label pada setiap rumah makan. Hal ini merupakan pengakuan pemerintah terkait bahwa rumah makan tersebut aman untuk dikunjungi turis dan bagian dari promosi makanan tradisional dalam paket-paket wisata (Wongso,1993). Sistem ini ada baiknya ditiru oleh negara Indonesia

(17)

untuk meningkatkan kemampuan berkompetisi antara rumah makan tradisional dengan rumah makan konsep moderen.

Asmoro (1993) mengemukakan bahwa jika diperhatikan banyak rakyat Indonesia dari golongan terpelajar menyukai restauran-restauran yang menawarkan makanan impor, seperti hamburger, pizza, dan ayam goreng siap saji. Ini menjadi pertanyaan bagi kita mengapa lebih mencintai makanan impor dari makanan tradisional milik bangsa kita sendiri. Makanan khas Indonesia banyak dan mudah ditemui di berbagai warung, kedai dan rumah makan. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa di tempat-tempat tersebut keadaannya masih sangat memprihatinkan, di mana Hubeis (1993) mengemukakan 60 persen pedagang makanan jajanan bekerja di lantai dengan kondisi ruangan seadanya dan hanya 20 persen yang bekerja dengan menggunakan meja kerja.

Hal inilah yang masih kurang diperhatikan oleh pihak-pihak terkait khususnya PRMT kelas C yang kurang memperhatikan pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan dalam pengolahan makanan. Akibat tidak terpeliharanya kebersihan, kenyamanan, dan penggunaan bahan makanan yang sehat dan aman, makanan tradisional jarang ada turis yang tertarik membeli makanan dan minuman di rumah makan tradisional kelas C.

Spencer dan Spencer (1993) mengemukakan bahwa kompetensi merupakan segala bentuk tentang motif, sikap, keterampilan, pengetahuan, perilaku atau karakteristik pribadi lain yang penting, untuk melaksanakan pekerjaan atau membedakan antara kinerja rata-rata dengan kinerja superior.

Sumardjo (Nuryanto, 2008) menjelaskan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan.

Kompetensi yang ada pada Pemilik rumah makan tradisional Kelas C yang berada di daerah tujuan wisata Jakarta Timur masih memiliki kekurangan dalam;

penggunaan bahan makanan dimana memilih bahan yang kurang baik demi mendapatkan keuntungan, pengolahan makanan yang over cooking, kebersihan dan kenyamanan ruang makanan, kebersihan ruang pengolahan dan kebersihan diri juru masak.

(18)

Kemampuan pemilik rumah makan dalam mengetahui dan memilih bahan-bahan makanan yang sehat, aman dan halal sangat diperlukan untuk menghasilkan hidangan yang sehat dan aman bagi pengunjung yang makan.

Kemampuan dalam melaksanakan kebersihan ruang makan agar tamu merasa nyaman dan ruang pengolahan yang bersih dengan, pengunaan alat-alat hidang dan alat-alat makan yang bersih. Kemampuan dalam menghias makanan secara sederhana untuk menambah penampilan hidangan yang dapat menjadi daya tarik pengunjung yang menikmati makanan. Kemampuan dalam menghasilkan makanan yang standar dengan hasil tidak over cooking, dan rasa yang sesuai.

Secara internal, perkembangan rumah makan tradisional kelas C ditandai dengan perolehan pendapatan yang rendah dimana tidak ada perkembangan dari usaha rumah makan tradisionalnya karena yang mengunjungi rumah makan tradisional Kelas c adalah kaum ekonomi menengah kebawah.

Secara eksternal, perkembangan rumah makan tradisional kelas C masih belum didukung oleh pembinaan yang cukup dari pemerintahan. Pembinaan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah cenderung sangat birokratis dan sering tidak tepat sasaran. Ditambah dengan kurangnya keberpihakan pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya terutama dalam hal kebijakan fiskal, hal ini disebabkan oleh kerangka kerja dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut masih tetap melenceng terhadap industri menengah dan industri besar, bahkan adakalanya beberapa kebijakan tersebut tidak relevan.

Perkembangan rumah makan tradisional kelas C, khususnya di daerah tujuan wisata Jakarta Timur, memberi gambaran tentang fenomena di atas, bahwa terdapat segi internal dan eksternal yang menghambat dinamika perkembangan rumah makan tradisional kelas C. Walaupun demikian pemilik rumah makan tradisional kelas C (selanjutnya PRMT Kelas C) tetap mengusahakan usaha rumah makannya. Hal ini membuktikan akan adanya motivasi yang dimiliki PRMT kelas C.

Tentang macam karakteristik individu dan faktor pendukung yang berhubungan dengan kompetensi PRMT Kelas C dalam pengolahan makanan menjadi masalah menarik untuk diteliti dan menjadi alasan penelitian ini.

(19)

Masalah Penelitian

Masalah merupakan kesenjangan antara kondisi sekarang dengan kondisi yang diharapkan, memerlukan pembahasan, pemecahan, dan informasi atau keputusan. Kerlinger (1993) mengemukakan masalah dan pernyataan masalah harus dirumuskan dengan cara tertentu yang menyiratkan adanya kemungkinan pengujian empiris. Masalah yang menjadi inti penelitian ini adalah adanya kesenjangan perilaku PRMT kelas C dalam pengolahan makanan dan penyajian makanan tradisional yang seharusnya melakukan proses pengolahan dan penyajian secara; aman, sehat dan memperhatikan cara penampilan hidangan diatas alat hidang agar terlihat indah dan menarik.

Hingga saat ini, kemauan dan kemampuan PRMT kelas C untuk melakukan pengolahan makanan yang benar dan sehat terkendala olah berbagai faktor. Sebagai gambaran, penggunaan bahan yang murah untuk mendapatkan keuntungan lebih, penanganan bahan makan yang tidak sehat, pengolahan yang seadanya, penyajian makanan yang sangat minim tanpa memperhatikan penampilan dari hidangan, menggunaa alat-alat yang kurang bersih, tidak menjaga kebersihan ruangan dan tidak memperhatikan kebersihan dari orang yang memasak. Dapat dikatakan prilaku PRMT kelas C dalam pengolahan dan penyajian makanan masih terbatas.

Kondisi kompetensi PRMT kelas C di daerah tujuan wisata Jakarta Timur masih rendah dalam hal memperhatikan akan kebersihan, keamanan pangan, pengolahan dan penampilan hidangan. Padahal peluang di industri pariwisata, wisata kuliner dapat menambah pendapatan bagi pemilik rumah makan tradisional khususnya dan pendapatan bagi pemerintah daerah.

Oleh karena itu perlu diupayakan agar produktivitas meningkat, dengan mengembangkan kompetensi PRMT kelas C. Upaya-upaya dalam mengembangkan kompetensi dapat dilakukan terlebih dahulu dengan mengetahui sejauh mana tingkat kompetensi yang telah mereka miliki dalam mengelola rumah makan tradisional dan mengkaji faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat kompetensi tersebut.

Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diadakan penelitian untuk menjawab permasalahan:

(20)

(1) Apakah pemilik rumah makan tradisional mengetahui pentingnya mutu/kualitas makanan dalam pengolahan makanan yang standart ?

(2) Faktor-faktor apa yang berkorelasi dengan kompetensi pemilik rumah makan dalam pengolahan dan penyajian makanan?

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah :

(1) Untuk mengetahui kemampuan PRMT kelas C dalam pengolahan dan penyajian makanan.

(2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi pemilik warung makan dalam pengolahan dan penyajian makanan.

(3) Menganalisa alternatif pengembangan kompetensi PRMT kelas C dalam pengolahan dan penyajian makanan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini mengarahkan perhatian utama pada PRMT kelas C, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang mendalam mengenai unsur-unsur kompetensi yang harus mereka miliki dan kuasai dalam pengolahan makanan serta faktor-faktor lain yang diduga berhubungan dengan kompetensi mereka.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :

(1) Bahan masukan bagi pemerintah dan semua pihak yang terkait dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia, khususnya bagi para pelaksana program usaha sarana pariwisata dalam mengambil kebijakan pengembangan rumah makan tradisional kelas C, terutama dalam pengolahan makanan.

(2) Sumber informasi kepada masyarakat, terutama pemiliki rumah makan tradisional mengenai kompetensi yang harus mereka kuasai agar wisatawan tertarik untuk datang mengkomsumsi makanannya.

(3) Literatur dan referensi bagi para akademis, memberikan wawasan tentang kompetensi PRMT kelas C melalui pemahaman yang tepat tentang hubungan berbagai faktor yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi PRMT kelas C.

(21)

Batasan Istilah

Memberikan batasan yang jelas dan memudahkan pengukuran, terlebih dulu dibuat definisi istilah yang akan dipergunakan dalam pengumpulan data pada penelitian. Definisi dan istilah yang digunakan tersebut, adalah sebagai berikut:

(i) Pemilik Rumah Makan :

Pemilik rumah makan yang akan diteliti di sini adalah orang yang menjalankan usaha penyediaan makanan dengan mengelola usahanya dari: perencanaan menu , belanja, mengolah/memasak, dan melayani tamu secara sendiri yang dibantu oleh keluarga tidak mempekerjakan orang lain.

(ii) Rumah Makan Tradisional Kelas C :

Rumah makan tradisional yang akan diteliti disini adalah usaha penyediaan makanan yang banyak memiliki ciri-ciri daerah-daerah di mana seseorang dilahirkan dan tumbuh. Rumah makan tradisional kelas C rumah makan kelompok usaha kesil berdasarkan kisaran jumlah meja antara 4-12, jumlah kursi 14-48, dan jumlah karyawan 5-12 dengan bangunan permanen (Sudin Jakarta Timur, 2007).

(iii) Daerah Tujuan Wisata

Daerah tujuan wisata atau kawasan pariwisata adalah suatu wilayah dengan potensi tertentu yang dikembangkan dan dikelola sebagai sentra kegiatan atraksi dan industri Pariwisata.

(iv) Karakteristik Individu

Karakteristik individu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan formal, pengalaman usaha rumah makan tradisional, dan motivasi.

(v) Faktor Pendukung

Faktor pendukung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelatihan, interaksi dengan penyuluh, ketersedian peralatan memasak, kepemilikan modal dan kepuasan pelanggan.

(vi) Kompetensi

Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh PRMT Kelas C dalam melakukan pengolahan makanan yang didasari pengetahuan,

(22)

keterampilan dan sikap yang sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan;

(1) Perencanaan menu yang dimaksud perencanaan penyusunan hidangan yang akan dimasak dengan memperhatikan biaya terjangkau, teknik olah bervariasi, bahan makanan mudah didapat, warna, rasa dan tektur masakan bervariasi dan kartu menu lengkap dengan daftar harga; (2) Persiapan pengolahan yang dimaksud adalah serangkaian kegiatan dalam rangka mempersiapkan bahan-bahan makanan serta bumbu-bumbu sebelum dilakukan kegiatan pemasak; menyiapkan peralatan, menyiapkan bahan- bahan, mencuci, dan memotong bahan-bahan, dan menyiapkan alat memasak; (3) Pengolahan makanan suatu proses kegiatan terhadap bahan makanan, mulai dari makanan mentah atau makanan setengah jadi menjadi makanan siap di makan; (4) Penyajian makanan yang dimaksud merupakan perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan makanan dan merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan dengan memperhatikan pemilihan alat yang digunakan, cara menyusun makanan dalam tempat penyajian makanan serta penghias hidangan; (5) Sanitasi yang dimaksud meliputi kegiatan-kegiatan aseptik dalam persiapan, pengolahan dan penyajian makanan, pembersihan dan sanitasi lingkungan kerja, kesehatan pekerja dalam proses pengolahan makanan.

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Makanan Tradisional dalam Industri Pariwisata

Memahami pengertian tentang makanan tradisional hendaknya menempatkan lebih dulu ke dalam pengertian tentang makanan itu sendiri yang mencakup dua hal: (1) makanan, yaitu sesuatu yang siap diolah atau siap disantap, dan (2) bahan makanan, yaitu bahan yang masih mentah, setengah jadi, dan siap dimasak. Makanan tradisional merupakan makanan yang banyak memiliki ciri- ciri daerah di mana seseorang dilahirkan dan tumbuh (Winarno, 1994). Secara lebih spesifik, kepekatan tradisi itu dicirikan antara lain: makanan tradisional dikonsumsi oleh golongan etnik dan dalam wilayah tertentu, diolah mengikuti ketentuan (resep) yang turun temurun, dari bahan-bahan yang diperoleh secara lokal, dan disajikan sesuai tradisi setempat.

Beragamnya budaya adalah modal dasar yang tak ternilai, karenanya mengangkatnya secara ekonomi dalam wujud sajian makanan tradisional diharapkan dapat pula menarik keuntungan-keuntungan sosial (social capital) yang lebih besar dari yang diperkirakan yaitu meningkatnya, transaksi penjualan, dan investasi dalam wujud munculnya organisasi-organisasi ekonomi baru.

Namun upaya mengangkat makanan tradisional sekaligus menyaingi dan mempersandingkannya dengan makanan produk impor senantiasa menghadapi kendala, misalnya sanitasi yang buruk, proses pengolahan yang overcook, dan kurang memperhatikan gizi.

Sasaran mengenali makanan tradisional mampu menjual nilai-nilainya dalam aspek wisata budaya (Suparmo, 1998). Menyajikan makanan tradisinol dan kelengkapannya akan dapat menarik wisatawan khususnya asing. Lebih jauh, beragamnya makanan tradisional di setiap wilayah kunjungan wisata juga merupakan komponen utama dari suatu paket wisata boga.

Industri pariwisata adalah kumpulan jenis usaha yang menyediakan akomodasi, penyediaan makanan dan minuman, jasa pariwisata, serta rekreasi dan hiburan. Dengan tujuan menggali dan mengembangkan potensi ekonomi, kewirausahaan, sosial, budaya dan teknologi komunikasi melalui kegiatan kepariwisataan (Perda Khusus DKI Jakarta, 2007).

(24)

Usaha adalah suatu unit ekonomi yang melakukan aktivitas dengan tujuan menghasilkan barang/jasa untuk dijual atau ditukar dengan barang lain, dan ada seseorang atau lebih yang bertanggungjawab dan punya kewenangan untuk mengelola usaha tersebut. Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar secara mekanik, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau mengubah barang dari yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud mendekatkan produk tersebut kepada konsumen akhir (Katalog BPS, 1999)

Wongso (1993) mengemukakan bahwa Singapura mempromosikan makanan khas Singapura sebagai daya tarik wisatawan dan memasukkan ke dalam paket wisata. Makanan dapat menjadi daya tarik wisatawan untuk mengunjungi daerah-daerah wisata yang meningkatkan pendapatan bagi pelaku pariwisata dan pemerintah daerah setempat, sebagai contoh negara Italy yang terkenal dengan Spageti, negara Thailand dengan makanan Tom Yam Goong, negara Singapura dengan makanan Hainan Chicken Rice dan lain sebagainya.

Selanjutnya Smith (Pitana dan Gayatri, 2005) mengklasifikasikan berbagai kebutuhan barang dan jasa yang harus disediakan oleh suatu daerah tujuan wisata menjadi enam kelompok besar, yaitu : (1) trasportasi, (2) travel, (3) akomodasi, (4) pelayanan makanan, (5) obyek dan daya tarik, (6) pengadaan makanan. Daya tarik merupakan komponen yang sangat vital karena daya tarik merupakan faktor penyebab utama, dan perlu ditunjung dengan transportasi dan pengadaan makanan.

Usaha pariwisata yang bergerak dalam bidang penyediaan makanan dan minuman adalah restauran-restauran, cafe, kantin, bakery, warung makan dan rumah makan. Rumah makan yang menjual makanan khas daerah lebih terkenal dengan rumah makan tradisional dengan menyediakan makanan dan minuman.

Karakteristik Individu

Sampson (Rakhmat 2001) menyatakan karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik indivivu meliputi variabel seperti

(25)

umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial, ekonomi, bangsa, agama, dan sebagainya, yang saling berinteraksi satu sama lain dalam proses pemberdayaan. Karakteristik Individu PRMT kelas C menentukan pemahaman PRMT kelas C terhadap informasi usaha rumah makan tradisional. Adapun karakteristik individu PRMT kelas C yang dimaksud dalam penelitian ini adalah:

(1) umur, (2) pendidikan formal, (3) pengalaman kerja , dan (5) motivasi.

Umur

Kaitan antara umur dengan kemampuan belajar seseorang, Hammonds (1950), kemampuan belajar seseorang berkaitan dengan fase-fase umumnya dan dengan tingkat yang berbeda. Sejak anak mengenal lingkungannya, terjadilah kenaikan kapasitas belajar yang hampir sama dengan pertambahan umur, fase tercepat pada saat hampir sama dengan pertambahan umur, fase tercepat pada saat menjelang dewasa umur 10 sampai 18 tahun, selanjutnya umur 18 sampai 25 tahun, terkadang sampai umur 28 tahun kenaikannya tidak secepat sebelumnya, kemudian menurun yang draktis setelah umur 60 tahun, yaitu pada fase usia lanjut.

Penjelasan di atas mengemukakan adanya kaitan antara umur dengan kapasitas kerja dan dengan produktivitas kerja. Sehubungan dengan itu, penelitian akan mengamati umur juru masak dan hubungannya dengan peubah penelitian.

Pendidikan

Menurut Houle (1975), pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan, keterampilan maupun sikap, dilakukan secara terencana, sehingga diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan tarap hidup. Pendidikan itu seperti sekolah dasar dan sekolah lanjutan. Lebih lanjut Slamet (1975), mengemukan tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat pemahamannya pada sesuatu yang dipelajarinya, di samping itu hasil-hasil belajar yang perlu diperoleh dari pendidikan yang telah diikuti seseorang, akan menentukan semangatnya untuk belajar.

(26)

Maka terdapat kecenderungan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan kompetensi PRMT kelas C dalam usaha meningkatkan pendapatan melalui usaha rumah makan tradisional.

Pengalaman Kerja

Menurut Callahan (1966), seseorang hanya akan belajar, manakala ia menemukan arti yang memberinya pengalaman. Pengalaman yang dimiliki itu akan mengarahkan perhatian seseorang pada minatnya yang baru, kebutuhan dan masalah yang dihadapinya. Menurut Walker (1973), pengalaman ialah hasil akumulasi dari proses pengalaman seseorang, yang selanjutnya mempengaruhi terhadap respon yang diterimanya guna memutuskan sesuatu yang baru baginya.

Pengalaman merupakan salah satu pertimbangan bagi seseorang dalam menerima ide-ide baru yang menjadi kebutuhan dan dapat membantu memecahkan masalah hidupnya.

Motivasi

Morgan et al., (1963) mengemukakan bahwa konsep motivasi tidak bisa dilepaskan dari adanya motif (motive), dorongan (drive) dan kebutuhan (needs).

Tindakan yang bermotif dapat dikatakan sebagai tindakan yang didorong oleh kebutuhan yang dirasakannya, sehingga tindakan tersebut tertuju ke arah suatu tujuan yang diidamkan.

Menurut Padmowihardjo (1994), motivasi merupakan usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan untuk berbuat atau melakukan tindakan. Sudjana (1991) mengatakan motivasi belajar adalah motivasi insentif.

Motivasi tersebut menggambarkan kecenderungan asli manusia untuk menggerakkan, mendominasi dan menguasai lingkungan di sekelilingnya.

Motivasi perlu diperkuat guna mendorong terjadinya proses belajar untuk mengubah perilaku dan menjadi kekuatan mental untuk mendorong terjadinya motivasi belajar. Juru masak perlu memiliki motivasi yang tinggi untuk mengubah perilaku pengolahan yang benar guna meningkatkan pendapatan.

(27)

Faktor Pendukung

Menurut Sampson (Rakhmat 2001) faktor pendukung adalah ciri-ciri yang menekan seseorang yang berasal dari luar dirinya, yang merupakan salah satu faktor yang penting dalam rangka mengetahui upaya seseorang untuk melakukan suatu usaha. Pengertian faktor pendukung dalam penelitian ini adalah keadaan/peristiwa yang mempengaruhi pemilik rumah makan tradisional yang berasal dari luar diri, seperti: pelatihan, interaksi dengan penyuluh, ketersediaan peralatan memasak , kepemilikan modal dan kepuasan pelanggan.

Pelatihan

Menurut Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 10 tahun 2004 tentang Pelatihan Ketenagakerjaan bahwa, Dinas Pariwisata menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan mutu tenaga kerja bidang kepariwisataan dan penyelenggaraan pelatihan sebagaimana dimaksud , berpedoman pada standar kompetensi profesi kepariwisataan berdasarkan profesi/jabatan masing-masing.

Menurut Manullang (1996) pelatihan merupakan usaha untuk mengembangkan kecakapan atau menambah keahlian dan efisiensi kerja seseorang. Siagian (1996) mengukapkan pelatihan merupakan usaha untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan produktivitas kerja seseorang.

Pelatihan merupakan bentuk kegiatan pendidikan nonformal yang bertujuan untuk menambah kecakapan dan menambahkan keahlian PRMT. Selain itu, pelatihan dapat bersifat pengembangan kemampuan keterampilan untuk melaksanakan pekerjaan lebih baik lagi.

Interaksi dengan Penyuluh Paiwisata

Wiriaatmadja (1990) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan penyuluhan, seorang penyuluh harus mengadakan hubungan dengan petani, hubungan tersebut pada akhirnya dapat menimbulkan komunikasi. Komunikasi yang baik akan berjalan timbal balik atau terjadi feedback. Hal ini penting bagi penyuluh, karena

(28)

dapat mengambil tindakan-tindakan selanjutnya, dengan demikian maka komunikasi tersebut dapat dilanjutkan dan dipelihara dengan baik.

Asngari (2001) mengemukakan bahwa, dalam hal menyajikan atau menyampaikan informasi dari agen pembaruan ke klien, berupa pengetahuan, teknologi, gagasan, pengalaman, dan lainnya perlu adanya komunikasi yang bersifat: (1) prosesnya harus komunikatif, isi pesannya harus bermakna bagi klien, dengan anjuran/saran/alasan yang bermakna ini akan mengobarkan imajinasi, yang selanjutnya membuat orang tergerak baik mental maupun fisik, (2) cara penyampaiannya harus persuasif

Menurut Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 10 tahun 2004 tentang Pembinaan dan Pengawasan, bahwa Dinas Pariwisata melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan . tata cara pembinaan sebagaimana yang dimaksud ditetapkan dengan keputusan Gubernur.

Interaksi dengan penyuluhan pariwisata dengan komunikasi timbal balik untuk mengetahui tindakan selanjutnya dalam mencapai perubahan lebih baik dan tetap menjaga komunikasi dan dipelihara dengan baik.

Ketersedian Peralatan Memasak

Menurut Sudjati (1981) sarana merupakan alat-alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal tertentu penyediaan materi (peralatan dan sarana produksi) dibutuhkan dalam suatu proses belajar ke arah perubahan perilaku di samping pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam usaha atau kegiatan yang dilakukan (Lunandi, 1993).

Sarana produksi dalam usaha rumah makan tradisional berupa alat-alat memasak dan alat-alat menghidang mutlak diperlukan untuk memperlancar produksi pengolahan makanan.

Kepemilikan Modal

Menurut Hernanto, (1993) mengatakan bahwa modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru yakni produksi pertanian.

(29)

Berdasarkan sumbernya, menurut (Hernanto, 1993) modal dapat dibedakan menjadi: (1) milik sendiri, (2) pinjaman atau kredit; (a) kredit bank, dan (b) dari pelepas uang/tetangga/famili dan lain-lain, (3) warisan, (4) dari usaha lain, dan (5) kontrak sewa. Modal sendiri, pemilik rumah makan tradisional bebas menggunakan. Modal yang berasal dari kredit yang milik orang lain tentunya ada persyaratan. Persyaratan dapat diartikan pembebanan yang menyangkut waktu pengembalian maupun jumlah serta angsurannya. Untuk modal yang berasal dari warisan, tergantung dari pemberi. Sumber modal dari luar usaha rumah makan tradisional dimaksud bila pemilik rumah makan tradisional memiliki usaha dari luar usaha rumah makan tradisional yang cukup besar. Modal dari kontrak sewa diatur menurut jangka waktu tertentu. Sampai peminjam dapat mengembalikan.

Ketersedianya modal mempengaruhi kemampuan PRMT kelas C dalam upaya mengembangkan usaha rumah makan tradisionalnya, karena berpengaruh pada produktivitas hasil usaha secara optimal.

Kepuasan Pelanggan

Pelayanan yang bertujuan memperoleh kepuasan pelanggan bukanlah suatu yang mudah dilakukan, sering didapat masalah-masalah dalam pengelolaan pelayanan sebuah usaha dan ketidakberhasilan memuaskan sebagian pelanggan mereka. Seperti pernyataan Budi (1997) bahwa masalah atau persoalan yang biasa dihadapi oleh perusahaan maupun pelanggan berkaitan dengan mutu layanan yang diberikan perusahaan kepada pelanggannya adalah sistem layanan yang birokratis, berbelit-belit dan tidak jelas, kedua sumber daya manusia perusahaan yang masih belum menyadari arti pentingnya pelanggan bagi keberhasilan perusahaan, pengetahuan dan kemampuan yang kurang, sikap dan perilaku yang belum baik.

Kepuasan pelanggan hanya dapat terbentuk apabila pelanggan merasa puas atas pelayanan yang diterima mereka. Kepuasan pelanggan inilah yang menjadi dasar menuju terwujudnya pelanggan yang setia. Sangat jelas bahwa PRMT kelas C harus mengetahui apa keinginan dari pelanggan untuk menarik para pelanggan dan mengembangkan usaha rumah makan.

(30)

Kompetensi

Menurut Boyatzis (Nuryanto: 2008) kemampuan (ability) dan keterampilan (skill) yang dimiliki seseorang untuk melakukan pekerjaan/tugas guna mencapai tujuan. Kemampuan menggambarkan sifat (bawaan atau dipelajari) yang memungkinkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang bersifat mental dan fisik. Sedangkan keterampilan berkaitan dengan pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan. Menurut Spencer dan Spencer (1993) kompetensi dapat diterjemahkan sebagai penerapan dari pengetahuan, kemampuan, dan karakteristik individu yang akan menghasilkan kinerja yang menonjol.

Menurut Widyarini (2004) untuk survive dan meraih keberhasilan dalam hidup, manusia perlu mengembangkan kompetensi. Kompetensi lebih dari sekedar mengembangkan keterampilan, mencakup keberhasilan mengatasi tantangan- tantangan, sukses dalam berinteraksi dengan lingkungan, mampu menyusun tujuan-tujuan, dan memandang diri sendiri sebagai orang yang cakap (mampu melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain). Seseorang perlu memiliki tiga hal berikut untuk mengembangkan kompetensi:

1. Sense of control adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya sendirilah yang mengendalikan hidupnya atau peristiwa-peristiwa yang ia alami. Orang yang memiliki sense of control merasa bahwa sesuatu yang akan terjadi dalam hidupnya dapat diprediksi.

2. Kebutuhan untuk berprestasi dan penguasaan. Kebutuhan untuk mencapai tujuan dan menguasai keterampilan tertinggi ini merupakan dasar penting untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan seseorang untuk sukses dalam berinteraksi dengan lingkungan dan meraih yang diharapkan dalam hidup.

3. Self esteem, dalam psikologi sering diterjemahkan sebagai harga diri dan didefinisikan sebagai penilaian seseorang terhadap diri sendiri, baik positif maupun negatif. Manusia yang mempunyai keyakinan akan kemampuan- kemampuan yang dimiliki dan merasa dirinya bernilai adalah orang yang harga dirinya positif. Sebaliknya, mereka yang harga dirinya negatif akan merasa lemah, tidak berdaya.

(31)

Tingkat kompetensi seseorang dapat digunakan untuk memprediksi bahwa seseorang akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik atau tidak.

Kompetensi juga menentukan cara-cara seseorang dalam berperilaku atau berpikir, menyesuaikan dalam berbagai situasi, dan bertahan lama dalam jangka panjang. Kompetensi PRMT kelas C adalah kemampuan yang dimiliki PRMT kelas C berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan benar.

Unsur-unsur Kompetensi Pengetahuan

Menurut Padmowihardjo (1978), pengetahuan adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mengingat materi yang telah dipelajari dan kemampuan mengembangkan intelegensia. Menurut Bruner (Suparno 2001), pengetahuan selalu dapat diperbarui, dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan kematangan intelektual individu. Pengetahuan bukan produk, melainkan suatu proses.

Pengetahuan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang yang telah dipelajari untuk mengembangkan diri dan meningkatkan perannya dalam pekerjaan.

Sikap

Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999), sikap adalah perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sikap merupakan kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekwensi yakni cara seseorang berhadapan dengan obyek sikap.

Menurut Thurstone (Mueller, 1992) sikap adalah (1) pengaruh atau penolakan, (2) penilaian, (3) suka atau tidak suka, atau (4) kepositifan atau kenegatifan terhadap suatu obyek psikologis.

Menurut Sarwono (2002), sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar. Pandangan ini mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan

(32)

pandangan ini dapat disusun berbagai upaya (penerangan, pendidikan, pelatihan, komunikasi, dan sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang.

Sikap dipandang sebagai keadaan internal seseorang yang mempengaruhi pilihan-pilihan atas tindakan-tindakan pribadi yang dilakukan.

Keterampilan

Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan sebagainya (Syah 2002). Keterampilan menekankan kemampuan motorik dalam kawasan psikomotor, yaitu bekerja dengan benda-benda atau aktivitas yang memerlukan koordinasi syaraf dan otot.

Seseorang dikatakan menguasai kecakapan motoris bukan saja karena ia dapat melakukan hal-hal atau gerakan yang telah ditentukan, tetapi juga karena mereka melakukannya dalam keseluruhan gerak yang lancar dan tepat waktu (Suparno 2001).

Kemampuan mengamati secara cermat gerakan, taktik, dan kiat-kiat orang yang menjadi contoh (model) baik secara langsung maupun melalui media gambar memungkinkan keterampilan bagian dapat ditiru dengan lebih mudah. Urutan langkah menjadi amat penting. Demikian pula frekuensi dan intensitas praktek akan memberi peluang dikuasainya keterampilan yang semula bersifat kaku, menjadi lancar, luwes, dan harmonis (Suparno 2001).

Keterampilan dengan demikian adalah kemampuan motorik seseorang berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya untuk mencapai hasil tertentu.

Keterampilan Pemilik rumah makan tradisional kelas C dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan PRMT untuk menyelesaikan tugas- tugas dalam usaha rumah makan tradisionalnya.

Kompetensi yang Perlu Dikuasai PRMT Kelas C dalam Usaha Rumah Makan Tradisional

Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Dirjen Pembinaan dan Produktifitas (2006) bahwa unit kompetensi yang ditempuh untuk seorang juru masak adalah (1) menyusun menu dan bahan, (2) menerima, menyimpan dan

(33)

mengeluarkan bahan makanan, dan (3) mengawasi proses memasak, menilai mutu masakan dan penyajiannya.

Lebih lanjut Gisslen (2006;) mengemukakan juru masak yang baik memerlukan ketelitian dan persiapan awal (mise en place) memasak untuk memperlancar proses memasak. Adapun konsep dasar mise en place adalah perencanaan dan pengorganisasian produksi dengan menyiapkan bahan makanan yang termasuk : (1) membersihkan bahan, (2) memotong, menghaluskan bahan, (3) menyiapkan proses memasak.

Banyak restoran khususnya restoran besar melakukan mise en place (persiapan memasak) termasuk; persiapan kaldu, sus, roti, dan juga memotong daging, unggas, ikan dan sayuran yang akan sangat diperlukan oleh seorang juru masak dalam pembuatan makanan. Persiapan memasak perlu dilakukan karena dengan persiapan yang rapi akan menghemat waktu, dan tenaga.

Kompetensi yang diperlukan PRMT kelas C adalah; (1) perencanaan menu, (2) persiapan pengolahan, (3) penangan bahan makanan dan pengolahan, (4) penyajian makanan, (5) kebersihan.

Perencanaan Menu

Menurut Uripi (1993) menu berasal dari bahasa Perancis “menute”, yang berarti daftar makanan yang akan disajikan kepada konsumen. Moehji (1992) mengemukakan, menu berarti hidangan makan yang disajikan dalam suatu acara makan baik siang maupun malam, namun menu dapat juga disusun untuk lebih dari satu kali makan. Sedangkan menurut Alifita (2000) menu merupakan susunan hidangan yang memenuhi standart gizi seimbang.

Secara umum menu adalah susunan hidangan yang disajikan pada waktu akan makan. Dengan kata lain menu adalah rangkaian atau masakan yang disajikan untuk seseorang atau kelompok orang untuk sekali makan. Misalnya susunan hidangan makan pagi, makan siang dan makan malam.

Bartono (2006) menjelaskan dalam menyusun menu mempunyai ketentuan: (1) biaya terjangkau, (2) teknik olah bervariasi, (3) bahan mudah didapat, (4) warna, rasa dan tektur masakan bervariasi.

(34)

Perencanaan menu akan baik hasilnya bila menu tersebut disusun oleh sekelompok orang yang terdiri dari mereka yang banyak kaitannya dalam penyelenggaraan makanan (Direktorat Jendeal Pelayanan Medik; 1991). Hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan menu diantaranya; (1) kebutuhan gizi, (2) peraturan dan macam rumah sakit, (3) kebiasaan makan, (4) macam dan jumlah orang yang dilayani, (5) perlengkapan dan peralatan dapur yang tersedia, (6) jumlah pegawai,` (7) jenis pelayanan yang diberikan, (8) musim/iklim dan keadaan pasar, (9) keuangan yang tersedia.

Persiapan Pengolahan

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (1991) menyatakan bahwa persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam rangka mempersiapkan bahan- bahan makanan serta bumbu-bumbu sebelum dilakukan kegiatan pemasak. Tujuan persiapan bahan makanan yaitu tersediannya bahan makanan serta bumbu-bumbu yang sesuai dengan teknik persiapan bahan makanan dan standar resep (Yuliati dan Santoso 1995).

Tujuan dari persiapan awal pengolahan adalah untuk mengerjakan sebanyak mungkin hal-hal yang dapat dilakukan lebih awal tanpa kehilangan kualitas. Sekalipun dalam tingkat yang paling sederhana persiapan awal untuk pengolahan sangatlah penting. Persiapan yang dilakukan adalah ; (1) menyiapkan peralatan, (2) menyiapkan bahan-bahan, (3) mencuci, dan memotong bahan- bahan, (4) menyiapkan alat memasak (Gisslen; 2006).

Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan merupakan fungsi manajemen dalam pengadaan makanan. Pengolahan makanan merupakan kegiatan merubah bahan makanan mentah menjadi makanan yang berkualitas tinggi. Menurut Tarwotjo dan Soejoeti (1983), pengolahan makanan adalah suatu proses kegiatan terhadap bahan makanan, mulai dari makanan mentah atau makanan setengah jadi menjadi makanan siap di makan. Dalam pengolahan makanan melalui proses yang saling berkaitan yaitu persiapan bahan makanan, pemasakan dan penyajian makanan.

(35)

Pemasakan merupakan proses pengolahan dengan panas yang paling sederhana dan mudah dilakukan. Tujuan pemasakan terutama untuk memperolah makanan yang lebih lezat atau enak dan juga memperpanjang daya simpan (Marliyati dkk, 1992). Ada beberapa teknik pemasakan yang digunakan yaitu merebus, menumis, mengukus, menggoreng, memanggang, memanir, membakar atau kombinasi dari cara-cara tersebut (Yuliati dan Santoso, 1995). Hidangan yang dimasak dengan baik dan menarik akan menjadi daya tarik seseorang untuk mencobanya.

Penyajian Makanan

Jika penyajian makanan ini tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama indera penglihatan yang bertalian dengan cita rasa makanan itu (Handayani, 1996)

Penyajian makanan merupakan perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan makanan dan merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan yang berkaitan dengan citra makanan tersebut. Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan agar dapat membangkitkan selera makan yaitu pemilihan alat yang digunakan, cara menyusun makanan dalam tempat penyajian makanan serta penghias hidangan (Moehyi, 1992).

Cara penyajian makanan yang baik serta serasi dapat menimbulkan daya tarik tersendiri yang kuat bagi konsumen, demikian juga akan memberikan identitas tersendiri bagi hotel atau restoran, sehingga makanan yang disajikan dapat menggugah selera makaan. Makanan yang disajikan harus ditata sedemikian rupa dan menarik, sehingga konsumen tertarik untuk mencobanya (Pusat Pendidikan Perhotelan dan Pariwisata Bandung dan IPB, Bogor, 1980).

Alat penyaji yang digunakan sesuai dengan menu yang dimasak. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah bagaimana menyiapkan dan menyajikan hidangan dengan sebaik mungkin. Menurut Ruffino, dan Bartono (2006) mengemukakan beberapa aturan yang harus diikuti untuk berbagai situasi tertentu

(36)

sehingga dapat diperoleh penghidangan yang representatif dan cocok dengan karakter hidangannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan : (1) penyajian appetizer: appetizer berupa cocktail dihidangkan di coctail glass. Appetizer berupa salad dihidangkan di barguette, tartelette, atau buah yang dikerok, (2) penyajian soup: untuk individu digunakan bouillon cup atau soup plate, untuk 8 orang digunakan soup toureen untuk membawanya, (3) penyajian main course:

hidangan pokok umumnya digunakan dinner plate, untuk steak digunakan sizzling platter, untuk porsi besar platter besar, (4) penyajian dessert : untuk fruit, pie, cake digunakan dessert plate, untuk ice cream, sundae digunakan ice cream dish.

Ada beberapa macam cara penyajian atau pengihidangan makanan tradisional. Untuk makanan berat biasanya disajikan pada saat waktu makan.

Misalnya nasi disajikan dengan lauk-pauk. Kebiasaan orang Indonesia adalah makanan besar, antara nasi, lauk pauk dan sayur diletakkan dalam satu piring.

Kebiasaan ini berbeda dengan kebiasaan orang barat, umumnya mereka memakan sup terlebih dahulu kemudian memakan makanan utama atau main course. Makanan tradisional selain makanan berat ada juga makanan soto.

Hidangan sotto ini disajikan di mangkuk, hidangan soto ni dapat disajikan dengan atau tanpa nasi. Dan untuk penyajian makanan kudapan atau snack disajikan di piring saji yang kecil (Sulastiono, 2002).

Sanitasi dan Higiene Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kulitas yang akan di konsumsi semakin besar. Tidak hanya terletak pada sekedar mengatasi rasa lapar, tetapi aman dan terjamin kesehatannya dari berbagai penyakit (Sihite, 2000). Lebih lanjut Bartono (2006), tamu menghendaki hal-hal sebagai berikut:

(1) diminta semua makanan aman untuk dimakan dan tidak menyebabkan keracunan makanan ataupun masalah lain, (2) makanan tersebut dinikmati dalam lingkungan yang sehat, segar, dan bersih, dan (3) makanan disajikan oleh pelayanan-pelayanan yang sehat, bersih, dan rapi.

Sementara itu Marriott dan Norman (1985) menyebutkan bahwa sumber utama kontaminasi makanan berasal dari peralatan, pekerja, sampah, serangga,

(37)

tikus, dan faktor lingkungan seperti air dan udara. Dari seluruh sumber kontaminasi makanan, pekerja adalah yang paling besar pengaruh kontaminasinya. Kontaminasi terhadap makanan bisa terjadi sejak dari bahan dibeli, disimpan, diolah, sampai makanan tersebut disajikan (Wirakusumah, 1992).

Mencegah terjadinya kontaminasi Ruffino, dan Bartono (2006) mengemukakan untuk praktek diperlukan banyak air untuk mencuci, memasak, dan membersihkan peralatan praktek. Air bersih sangat diperlukan dalam pengolahan makanan dalam mencuci bahan-bahan makanan dan mencuci peralatan memasak dan peralatan hidang.

Lebih lanjut Sihite (2000), untuk mencegah terkontaminasinya makanan dari media penyakit menular maka perlu diadakan pengawasan sanitasi dan higiene sehingga makanan tersebut aman untuk dikonsumsi. Sanitasi merupakan bagian yang penting dalam proses pengolahan makanan yang harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi berasal dari bahasa Latin sanitas yang berarti sehat. Sanitasi didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungaan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut (Purnawijayanti, 1999).

Salah satu jalur yang paling umum di mana mikroba berpindah dari satu tempat ke tempat lain adalah melalui tangan yang kotor. Untuk menjaga pangan supaya aman jangan lupa untuk: Kunci 1 menjaga kebersihan, ini akan menghentikan pertumbuhan dan penyebaran mikroba. Kunci 2 pisahkan pangan matang dan mentah, untuk menghentikan mikroba menyebar. Kunci 3 masak dengan benar ini akan membunuh mikroba. Kunci 4 simpan pangan pada suhu yang aman. Kunci 5 pergunakan air dan bahan mentah yang aman, ini akan mencegah mikroba dan bahan kimia masuk ke rumah (Media Indonesia , 13 Juni 2007 hal 21)

Sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan aseptik dalam persiapan, pengolahan dan penyajian makanan, pembersihan dan sanitasi lingkungan kerja, kesehatan pekerja karena keterlibatan manusia dalam proses pengolahan pangan sangat besar penerapan sanitasi pada pesonil yang terlinbat didalamnya perlu mendapat perhatian khusus.

(38)

Peraturan Menteri Kesehatan No. 304/MENKES/1989 tentang persyaratan kesehatan rumah makan dan restoran, pengusaha, penanggungjawab dan tenaga pengolah disebutkan bahwa untuk tenaga pengolah harus sehat dan tidak boleh menderita atau menjadi sumber penyebaran penyakit atau carrier berdasarkan keterangan dari doker yang berwenang.

Menurut Marriot dan Norman (1985), higiene diartikan untuk menggambarkan prinsip-prinsip memelihara kesehatan, sedangkan personal higiene adalah semua hal yang berhubungan dengan kebersihan ada tenaga pengolahan. Tenaga pengolahan makanaan adalah tenaga yang bertugas nmengolah makanan dan minuman.

Yang termasuk personal higiene menurut Hobbs (1968) adalah; (1) tangan harus dalam keadaan bersih dan bebas dari semua kotoran, (2) Sabun dan krim tangan antiseptik berguna untuk menjaga kondisi yang aseptik, (3) berperilaku baik, selalu menjaga agar tidak menyentuh hidung, rambut dan muka, dan tidak bersin didekat makanan, (4) dilarang merokok ditempat pengolahan makanan , (5) berpakaian harus dalam keadaan bersih dan diganti setiap hari.

Kebersihan pribadi merupakan faktor penting untuk menghindari masuknya kuman-kuman ke dalam makanan. Bartono (2000: 88-91), mengemukakan kebersihan pribadi antara lain; (1) mandi dilakukan 2 kali sehari, (2) tangan harus sering dicuci bersih terutama sehabis dari toilet, memulai pekerjaan, selama mengolah makanan, (3) kuku harus benar-benar bersih dan dipotong sependek mungkin, (4) rambut harus sering keramas dan ditutup topi, untuk pria rambut harus pendek, (5) selama memasak tidak boleh memegang hidung dan mulut, (8) tidak boleh mengorek kuping selama memasak, (9) gigi harus selalu disikat bersih, (10) pemeliharaan kaki sangat penting karena juru masak biasanya akan berdiri berjam-jam, (11) pemakaian kosmetik secukupnya saja, (12) dilarang merokok di daerah makanan, (13) dilarang meludah di daerah memasak, (14) pakaian harus bersih sepanjang kerja (putih-coklat).

(39)

Hubungan antara Karakteristik Individu PRMT Kelas C dan Kompetensi Hubungan Umur dengan Kompetensi

Perkembangan kemampuan berpikir terjadi seiring dengan bertambahnya umur. Padmowihardjo (1994) mengemukakan bahwa kemampuan umum untuk belajar berkembang secara gradual semenjak dilahirkan sampai saat kedewasaan.

Asumsi ini dapat diketahui bahwa pada umur dewasa, orang akan belajar lebih cepat dan berhasil mempertahankan retensi dalam jumlah besar daripada usia lebih muda, akan tetapi setelah mencapai umur tertentu, maka kemampuan belajar akan berkurang secara gradual dan terasa nyata setelah mencapai 55 atau 60 tahun, dan setelah itu penurunan akan lebih cepat.

Maka diduga terdapat hubungan antara umur dengan kompetensi dalam usaha rumah makan tradisional.

Hubungan Pendidikan Formal dengan Kompetensi

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin efisien dan kompetensi dalam bekerja dan semakin mudah dan banyak mengetahui sesuatu mengikuti cara-cara berusaha yang lebih produktif dan lebih menguntungkan.

Sebaliknya, Hernanto (1993) menyatakan bahwa rendahnya tingkat pendidikan seseorang akan berpulang kepada rendahnya adopsi teknologi, apalagi kurangnya dana atau modal untuk membeli teknologi.

Menurut Wiriatmadja (1990), pendidikan adalah usaha mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui masyarakat. Pendidikan yang rendah akan berhubungan dengan rendahnya keterampilan, sehingga menyebabkan produktivitas usaha rumah makan juga rendah, karena tidak dapat menjangkau dan mengadopsi sumberdaya, teknologi dan keterampilan manajemen.

Hubungan Pengalaman dengan Kompetensi

Middlebrook (1974) menambahkan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali terhadap suatu objek secara psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Bagi orang yang telah lama menggeluti suatu

(40)

pekerjaan akan lebih terampil dan cenderung menghasilkan suatu hasil yang lebih baik daripada orang yang baru.

Pengalaman adalah segala sesuatu yang muncul dalam riwayat hidup seseorang. Pengalaman seseorang menentukan perkembangan keterampilan, kemampuan, dan kompetensi yang penting. Pengalaman kerja menyediakan tidak hanya pengetahuan tetapi juga kegiatan praktek langsung dalam bidangnya (Bird, 1989).

Suparno (2001) menyebutkan bahwa kompetensi dapat dikembangkan dari proses berpikir, praktek dan pengalaman hidup seseorang. Mengembangkan kemampuan usaha rumah makan tradisional dari pengalaman yang diperoleh secara turun temurun berhubungan dengan kompetensi yang diperlukan untuk pengembangan usaha rumah makan tradisional.

Hubungan Motivasi dengan Kompetensi

Kebutuhan-kebutuhan dasar manusia bisa merupakan sumber motivasi yang kuat untuk mendorong para petani mau mempelajari sesuatu yang baru, yang berbeda dengan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaannya. Orang akan belajar yaitu berusaha mengubah perilakunya sendiri bila ia tahu bahwa dengan belajar tersebut dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya (Slamet, 2003).

Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), proses berpikir didorong oleh motivasi belajar untuk memecahkan masalah melalui strukturisasi informasi yang jelas dan berusaha untuk menerapkan informasi tersebut guna menemukan pemecahannya. Seseorang yang termotivasi cenderung merupakan pelajar yang aktif.

Suparno (2001) mengemukakan, perasaan berhasil atau the experience of success akan menimbulkan motivasi seseorang untuk mempelajari atau berbuat sesuatu. Selain itu, seseorang akan termotivasi untuk belajar dan berbuat jika yang hal tersebut mendatangkan keuntungan. Keuntungan yang dimaksud adalah dapat berupa nilai ekonomi maupun nilai sosial.

(41)

Hubungan antara Faktor Pendukung PRMT Kelas C dan Kompetensi Hubungan Pelatihan dengan Kompetensi

Menurut Blanchard dan Huszeze (Nuryanto,2008), pelatihan secara bersamaan harus didesain untuk mewujudkan tujuan organisasi dan tujuan pekerja secara individu. Pelatihan yang efektif, hendaknya mencakup pengalaman belajar (learning experience),akifitas-aktiiftas yang terencana (be a planned organizational) dan disain berdasarkan kebutuhan yang ada.

Istilah kompetensi diartikan sebagai “kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas” atau sebagai “memiliki keterampilan dan kecakapan yang disyaratkan”. Pengertian yang lebih luas ini jelas bahwa setiap cara yang digunakan dalam pelajaran yang ditujukan untuk mencapai kompetensi adalah mengembangkan manusia yang bermutu yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sebagaimana disyaratkan. Kata kompetensi dipilih untuk menunjukkan tekanan pada “kemampuan mendemonstrasikan pengetahuan”

(Suparno, 2001). Seseorang yang melakukan pelatihan akan menambah pengalaman dan meningkatkan kemampuan kinerjanya.

Hubungan Interaksi dengan Penyuluh dan Kompetensi

Terjadinya interaksi antara petani dengan penyuluh menunjukkan terjadinya komunikasi antar kedua pihak, baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Wiriaatmadja (1990) proses komunikasi timbul karena penyuluh berusaha mengadakan hubungan dengan petani. Tujuan penyuluh mengadakan komunikasi dengan sasarannya adalah untuk mengadakan perubahan perilaku, karena perubahan itu maka sasaran akan lebih terbuka untuk menerima hal-hal baru.

Hubungan Sarana Produksi dengan Kompetensi

Sarana produksi merupakan syarat pokok dan syarat pelancar dalam pembangunan pertanian (Mosher, 1987). Kartasasmita (1996) menambahkan bahwa salah satu upaya yang amat pokok dalam pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan akses kepada sumber-sumber kemajuan ekonomi (sarana dan prasarana), seperti teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Berdasarkan

Gambar

Gambar 1   Kerangka Berpikir Peneliti tentang Kompetensi Pemilik Rumah  Makan Tradisional Kelas C
Tabel 1. Kelompok, Populasi dan Jumlah Responden  Kelompok PRMT
Tabel 3. Pengumpulan Data
Table  6.  Skor  Pengetahuan  PRMT  Kelas  C  di  Daerah  Tujuan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dan berdasarkan data dari profil responden yang menjadi konsumen dari rumah makan Lomie Karuhun maka rumah makan Lomie Karuhun saat ini memposisikan dirinya sebagai rumah makan

Bentuk bantuan ahli kedokteran kehakiman dapat diberikan pada saat terjadi tindak pidana (di tempat kejadian perkara, pemeriksaan korban yang luka, pemeriksaan

Adapun pemahaman dari hadis tersebut, di samping pakaian warna putih sangat dianjurkan Nabi karena redaksinya adalah perintah berbentuk qauly (ucapan), warna ini juga

Pandangan terhadap revolusi yang digambarkan oleh Orwell dalam novel ini merupakan suatu yang pesimistik, karena menurutnya sebuah revolusi yang dilakukan dengan cara

Selain itu hasil pengujian dengan paired sampel t-test membuktikan bahwa nilai rata-rata abnormal return sesudah pengumuman ISRA lebih besar dari pada nilai rata-rata

Kegunaan penelitian ini adalah untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi penulis pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam,

Fakultas/Prodi harus memiliki Sub Unit Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan dalam membantu pengelolaan proses belajar mengajar Fakultas harus mempunyai pedoman penelitian