• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT TUAN SORMALIAT SIMALUNGUN: PENDEKATAN ANTROPOLOGI SASTRA SKRIPSI. Oleh: Elviani Purba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT TUAN SORMALIAT SIMALUNGUN: PENDEKATAN ANTROPOLOGI SASTRA SKRIPSI. Oleh: Elviani Purba"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT “TUAN SORMALIAT”

SIMALUNGUN: PENDEKATAN ANTROPOLOGI SASTRA

SKRIPSI

Oleh:

Elviani Purba 170701021

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)

i

PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Elviani Purba NIM : 170701021 Jurusan : Sastra Indonesia Fakultas : Ilmu Budaya

Judul : Nilai Budaya Dalam Cerita Rakyat “Tuan Sormaliat” Simalungun:

Pendekatan Antropologi Sastra

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang saya kutip dalam naskah ini dan dituliskan di dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi.

Medan, Desember 2021 Penulis,

Elviani Purba NIM 170701021

(5)

ii

NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT “TUAN SORMALIAT”

SIMALUNGUN: PENDEKATAN ANTROPOLOGI SASTRA Oleh

Elviani Purba 170701021

ABSTRAK

Nilai budaya adalah konsep dalam pikiran masyarakat yang digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan dan yang dianggap sangat berharga. Dalam cerita rakyat Tuan Sormaliat terdapat nilai- nilai budaya. Penelitian ini menggunakan teori pendekatan antropologi sastra. hubungan manusia menjadi lima bagian, salah satu diantaranya adalah hubungan manusia dengan masyarakat yang menjadi fokus penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan studi pustaka dan teknik simak dan catat sebagai teknik pengumpulan data. Heuristik dan hermeneutik digunakan sebagai teknik dalam menganalisis data, serta digunakan teknik analisis deskriptif untuk mendeskripsikan data yang telah dikumpulkan dan diolah. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat delapan nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat pada cerita rakyat Tuan Sormaliat yaitu: 1) toleransi, 2) cinta tanah air, 3) cinta damai, 4) kekompakan, 5) kegotongroyongan, 6) kekeluargaan, 7) demokrasi, 8) peduli sosial.

Kata Kunci: cerita rakyat, nilai budaya, metode dan hasil

(6)

iii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih dan Karunianya terhadap penulis yang tak berkesudahan, sehingga penulis dapat juga terselesaikan. Skripsi yang diberi judul Nilai Budaya dalam Cerita Rakyat Tuan Sormaliat Simalungun: Pendekatan Antropoligi Sastra. Penulis skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat sarjana S1 pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatra Utara.

Proses dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini sangat banyak kesulitan yang penulis alami, namun berkat saran dan dukungan dari semua pihak, semua hambatan-hambatan itu dapat penulis atasi. Terwujutnya skripsi ini tentunya setelah menempuh perjalanan panjang serta tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Pada tempatnyalah penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan-penghargaan kepada beliau-beliau yang telah berjasa mengarahkan, membimbing, dan mendorong penulis sehingga dapat menyelesaikan studi yang di tempuh. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dengan setulus hati kepada:

1. Dr. Dra. T. Thyrhaya Zein, M.A., sebgai dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara

2. Dr. Dwi Widayati, M.Hum. sebagai Ketua Program Studi Sastra Indonesia,Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatra Utara. Terima kasih atas semua petunjuk yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesikan semua usrusan administrasi di Program Studi Sastra Indonesia.

(7)

iv

3. Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum sebagai Sekretaris Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatra Utara.

4. Dr. Drs. Hariadi Susilo, M.Si sebagai sebagai dosen pembimbing yang dengan sepenuh hati beliau telah mencurahkan seluruh perhatiannya demi kemajuan penulis skripsi yang penulis lakukan dan memberikan saran- saran perbaikan serta motivasi untuk tetap bersemangat dalam mengerjakan skripsi ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

5. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. dan Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum sebagai dosen penguji penulis saat seminar proposal dan juga sidang skripsi yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen sebagai tenaga pengajar di Program Studi Satra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara yang telah membagikan ilmu dan pengetahuan yang sangat berharga kepda penulis selama mengikuti perkuliahan.

7. Bapak Joko Santoso sebagai staf pekerja di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatra Utara yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan hal-hal yang berhubungan dengan kelengkapan penyusunan skripsi dan telah memberikan saran-saran yang banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Untuk semua itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang sedalam-dalamnya.

(8)

v

8. Orang Tua penulis, Duniaman Purba dan Rosmawati Sipayung yang telah selalu memenuhi kebutuhan penulis selama kuliah dan selalu menjadi penyemangat penulis.

9. Saudara Penulis, kak Noviana Dollorosa Purba, Wandi Hasiholan Purba, dan Jhon Pardamean Purba yang senantiasa memberikan dukungan dan juga doa kepada penulis.

10. Sahabat penulis, Erna Irawati Berutu, Yustina Martha Nainggolan, Jetty Simarmata, Elsa Saputri Lubis, dan Rianita Sihombing yang menjadi sahabat penulis dari masuk kuliah. Memeberikan pandangan-pandangan, saran, motivasi, dan perkembangan skripsi ini serta selalu menyemangati dan meluangkan waktunya untuk membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman seperjuangan, Nila Maria Ulfa, Mia Rosa Purba, Sagitarius Marbun dan juga kawan-kawan mahasiswa Sastra Indonesia, stambuk 2017 yang tidak dapat di sebukan satu per satu.

12. Terima kasih kepada semua saudara, sahabat, dan teman-teman yang sudah mendukung penulis dalam doa. Terima kasih astas segala bentuk bantuan yang pernah ada. Penulis tidak dapat menyebutkannya satu per satu namun penulis akan mengenang semua kebaikan ini.

(9)

vi

Akhir kata, dalam usaha penyelesian skripsi ini, penulis telah berusaha sungguh- sungguh, namun demikian, jika ada kekurangan dan kelemahan, penulis bersedia menerima saran yang bersifat membina, demi sikap ilmiah dan perbaikan bagi penulis pada masa mendatang. Semoga skripsi ini ada manfaatnya bagi dunia sastra Indonesia. Semoga kiranya kasih setia-Nya selalu beserta kita sepanjang waktu.

Medan, Desember2021 Penulis

Elviani purba 170701021

(10)

vii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Batasan Masalah... 4

1.3 Rumusan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI,TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Konsep ... 6

2.1.1 Nilai Budaya... 6

2.1.2 Cerita Rakyat ... 10

2.2.3 Antropologi Sastra ... 11

2.2 Tinjauan Pustaka ... 13

2.3 Landasan Teori ... 16

2,3.1 Pendekatan Antropologi Sastra ... 16

BAB III METODE PENELITIAN... 21

3.1 Metode Penelitian... 21

3.2 Sumber Data ... 21

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.4 Teknik Pengolahan Data ... 23

3.5 Analisis Data ... 23

BAB IV NILAI BUDAYA DALAM HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MASYARAKAT ... 25

4.1 Nilai Budaya Dalam Hubungan Manusia Dengan Masyarakat pada Cerita Rakyat Tuan Sormaliat ... 25

4.1.1 Nilai Toleransi ... 25

4.1.2 Nilai Cinta Tanah Air ... 27

4.1.3 Nilai Cinta Damai ... 29

(11)

viii

4.1.4 Nilai Kekompakan ... 31

4.1.5 Nilai Kegotongroyongan ... 33

4.1.6 Nilai Kekeluargaan... 35

4.1.7 Nilai Demokrasi ... 36

4.1.8 Nilai Peduli Sosial ... 37

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Simpulan ... 39

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

1. Lampiran ... 43

2. Sinopsis ... 44

3. Unsur-Unsur Intrinsik ... 47

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang berada disekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Karya sastra banyak mengandung nilai-nilai tertentu yang memiliki suatu kegunaan bagi setiap pembacanya, salah satunya adalah nilai budaya, karena setiap kehidupan masyarakat tidak pernah terlepas dari nilaI-nilai budayanya.

Koentjaraningra( dalam Djamaris, 1993:2). Provinsi sumatra utara dikenal dengan keberagaman sukunya setiap sukunya mempunyai bahasa dan sastra.(teeuw, 1982:7).

(Siregar, 2011:125) Ada delapan suku bangsa yang memenuhni daerah provinsi sumatra utara, yaitu suku Batak Toba, Karo, Simalungun, Angkola/mandailing, Pak-pak/Dairi, Melayu, Nias, dan suku Pesisir yang mendiami Tapanuli Tengah dan Sibolga. Kedelapan suku ini masing-masing memiliki budaya dan juga perbedaan .Salah satu suku bangsa yang tinggal di Provinsi Sumatra Utara adalah suku Simalungun.Suku,Simalungun menetap di Kabupaten Simalungun. Suku ini memiliki marga (nama keluarga ) yang terjadi menjadi empat marga besar, yaitu Saragih, Purba, Damanik, dan sinaga (Purba dan Purba, 1995:125). setiap suku memiliki sastra, begitu pula dengan suku Simalungun.

Suku Simalungun memiliki sastra lisan dan sastra tulisan. Cerita rakyat merupakan bagian dalam sastra lisan yang pernah hidup dan menjadi milik masyarakat. Sastra lisan pada hakikatnya adalah tradisi lisan yang memiliki

(13)

2

sekelompok masyarakat tertentu. Keberadaanya diakui, bahkan sangat dekat dengan sekelompok masyarakat yang memilikinya.Dalam sastra lisan, isi ceritannya seringkali mengungkapkan keadaan sosial budaya masyarakat yang melahirkannya. Misalnya, berisigambaran lat ar sosial, budaya serta dalam sistem kepercayaan masyarakat.

Sastra lisan merupakan suatu budaya yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat dan diwarisi turun-temurun secara lisan sebagai milik bersama (Siregar, 1997:1). Cerita rakyat Simalungun banyak menggambarkan bagaimana kehidupan masyarakat pada zaman dahulu. Cerita rakyat Simalungun juga banyak mengandung nilai-nilai budaya yang mampu memberikan pembelajaran kepada pembaca dan pendengar cerita tersebut, baik dalam hubungannya dengan diri sendiri, maupun dengan masyarakat, dan dengan alam sekitar.

Cerita rakyat Simalungun sebagai bagian dari kebudayaan daerah sumatra utara sangat beragam jenis dan isinya. Isinya menunjukkan kekayaan budaya dalam bentuk nilai budaya, gagasan, cita-cita dan pedoman hidup masyar akat Simalungun pada masa lampau. Untuk mengetahui dan mengkaji corak kebudayaan dalam sebuah karya sastra lisan, tentu dibutuhkan ilmu bantu yang relevan,diantaranya ilmu antropologi. Sebagaimana asal-usul dari antropologi.

Yang artinya antro adalah manusia, dan logo adalah ilmu pengetahuan.(Koentjaraningrat, 1990:180).

Cerita rakyat Tuan Sormaliat merupakan cerita rakyat Simalungun yang letaknya di Pematang Raya dan telah ditulis dalam bentuk buku. Cerita rakyat ini di terbitkan untuk pertama sekali pada tahun 2003 oleh Bagian Proyek Pembinaan

(14)

3

Buku Sastra Indonesia dan Daerah. Cerita rakyat Tuan Sormaliat menceritakan kisah seorang anak raja yang kelak akan diangkat menjadi raja bernama Sormaliat.

Nama Tuan Sormaliat diberikan karena sesuai dengan waktu (hari) kelahirannya, yakni ari tula 'bulan pumama'. Ayah Tuan Sormaliat ialah Tuan Rahatdi Panei. Sang Ayah mempunyai saudara laki-laki yang bernama Tuan Lahat Manandar. Tuan Sormaliat menceritakan kisah raja-raja Simalungun, dari Pematang Raya.Nagori bandar,nagori Toruh. Sebelum Tuan Sormaliat menjadi dewasa, ayahnya meninggal karena sakit. Tuan Lahat Manandar ingin meemegang (menjalankan) pemerintahan kerajaan, Tuan Lahat Manandar adalah adik dari Tuan Rahadi Panei, ayah dari Tuan Sormaliat. Pemerintahan kerajaan belum dapat diserahkan kepada putranya (putra mahkota) karena belum dewasa.

Tuan Lahat Manandar ternyata bermaksud jahat. la ingin membunuh Tuan Sormaliat agar takhta kerajaan itu tetap dipegangnya. Untuk melaksanakan niat jahatnya, ia menyuruh Tuan Sormaliat mengambil telur ular berbisa dan tahiharimau di hutan belantara Tuan Sormaliat tidak tahu tentang rencana jahat pamannya. Oleh karena itu, ia pun menaati segala perintahnya. Walaupun disuruh mengerjakan pekerjaan yang tidak masuk di akal, ia selalu berhasil melaksanakan dengan baik berkat pertolongan seseorang yang belum pernah dikenalnya. Tuan Sormaliat selalu ditolongnya di kala ia mendapat kesulitan.

Nilai-nilai budaya dalam cerita rakyat Tuan Sormaliat ini tercermin dalam tokoh-tokoh yang terdapat di dalam cerita tersebut, nilai budaya itu seperti nilai toleransi yang ditunjukkan oleh Tuan Sormaliat, nilai kegotongroyongan yang dilakukan oleh masyarakat simalungun untuk mencapai suatu kesepakatan tertentu.

(15)

4

Nilai-nilai tersebut dapat membantu pengembangan karakter bangsa khususnya karakter suku simalungun dan karakter bangsa Indonesia pada umumnya.

Menurut Baroroh dkk. (dalam Irwansyah 1989:8), bagi bangsa Indonesia yang tengah giat membangun, usaha menggali nilai-nilai luhur dari karya-karya sastra lama perlu digalakkan karena banyak nilai-nilai yang dapat diangkat dari dalamnya. Dalam karya-karya sastra itu terkandung sesuatu yang penting dan berharga, yaitu sebagian warisan rohani bangsa Indonesia berupa perbendaharaan pikiran dan cita-cita para leluhur kita. Dengan mempelajari sastra itu dapat dipahami dan dihayati pikiran dan cita-cita itu, di samping sastra lama juga merupakan sumber ilham yang sangat dibutuhkan bagi pengembangan kebudayaan.

Berdasarkan uraian latar belakang, maka peneliti tertarik untuk penelitian yang berjudul Nilai Budaya dalam cerita rakyat Tuan Sormaliat:

1.2 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi supaya penelitian terarah dan terfokus pada masalah yang telah dibatasi sehingga pembahasan tidak melebar atau meluas. Batasan masalah pada penelitian ini sesuai uraian latar belakang masalah. Penelitian ini hanya berfokus pada nilai budaya hubungan manusia dengan masyarakat dalam cerita rakyat Tuan Sormaliat.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan urutan latar belakang dan batasan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah nilai budaya yang terdapat dalam cerita rakyat Tuan Sormaliat?

(16)

5

1.4 Tujuan Penelitan

Tujuan penelitan ini adalah untuk mendeskripsikan nilai-nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat yang terdapat dalam cerita rakyat Tuan Sormaliat.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:.

1.5.1 Manfaat Teoretis

1) Hasi dari Penelitian ini dapat memahami nilai-nilai budaya dalam cerita rakyat Tuan Sormaliat.

2) Hasil penelitian ini dapat memberi manfaat kepada pembaca untuk memahami penelitian selanjutnya tentang nilai budaya pada cerita rakyat.

3) Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat menambah wawasan bagi pembaca untuk penelitiian selanjutnya.

1.5.2 Manfaat Praktis

1) penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk lebih menghargai, menjaga, dan melestarikan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh setiap suku yang ada di Indonesia.

2) penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kebudayaan Indonesia.

3) Memberikan informasi kepada pembaca tentang nilai-nilai budaya yang terdapat dalam cerita rakyat Tuan Sormaliat

(17)

6

BAB II

KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran metal dari objek, proses atau apapun yang berada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk,2005:588). Dalam sebuah penelitian, konsep sangat dibutuhkan supaya ruang lingkup kajian penelitian menjadi terarah atau tidak menyimpang dari apa yang hendak dibahas. Adapun konsep dalam penelitian ini sebagai berikut:

2.1.1 Nilai Budaya

Nilai budaya merupakan suatu bentuk atau konsep umum yang di jadikan pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku, baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah,patut atau tidak patut.(Koentjaraningrat,2002:8), mengemukakan bahwa nilai budaya terdiri atas konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap sangat bernilai dalam hidup.

(Koentjaraningrat,2002:8-25) nilai-nilai budaya terdiri atas konsepsi- konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Oleh karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem tata kelakuan manusia yang tingkatnya lebih konkret, seperti aturan-aturan khusus, hukum, dan norma-norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya itu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem tata kelakuan

(18)

7

manusia yang tingkatnya lebih konkret, seperti aturan-aturan khusus, hukum, dan norma-norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya.

Suyanto (dalam Sibarani, 2012:142) Dalam naskah akademik pengembangan pendidikan dan nilai budaya, kementrian pendidikan nasional telah merumuskan lebih banyak nilai-nilai budaya (18 nilai) yang akan dikembangkan atau ditanamkan kepada anak-anak dan generasi muda bangsa Indonesia. Nilai- nilai budaya tersebut dapat di deskripsikan dalam table berikut:

No Nilai Deskripsi

1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran dalam pelaksaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur Perilaku yang dilaksanakan pada

upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan penuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

(19)

8

5. Kerja keras Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sunggu dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas dengan sebaik-baiknya

6. Kreatif Berfikir dan melakukan sesuatu untuk

menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah

bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas

8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain 9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu

berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

10. Semangat Kebangsaan Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompiknya 11. Cinta Tanah Air Cara dalam berpikir, dan berbuat

yang menunjukkan kesetiaan,

(20)

9

kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/Komunikatif Tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicar, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan dirinya.

16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang

(21)

10

sudah terjadi.

17. Peduli Sosial Sikap dan tidakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang sebenarnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, budaya, dan sosial), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

2.1.2 Cerita Rakyat

Cerita rakyat merupakan cerita tentang kegiatan luhur masa lalu yang berkaitan dengan keadaan masa kini dan yang perlu diwariskan pada masa mendatang (Sibarani, 2014:3). Cerita rakyat biasanya berbentuk tuturan yang berfungsi sebagai media pengungkap perilaku tentang nilai-nilai kehidupan yang melekat di dalam kehidupan masyarakat ( Bunanta, 1998:21).

Cerita r akyat merupakan bagian dari tradisi sastra lisan yang menyimpan informasi berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat penuturnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa, “Sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat gudang adat istiadat, buku sumber peradapan” (Wellek dan Austin Warren, 1989:122).

Menurut Djmaris, folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja,

(22)

11

secara tradisional dalamanak seperti nina bobok), c) bahasa rakyat (dialek, julukan, sindiran, bahasa rahasia, bahasa remaja,dan sebagainya), d) teka-teki (berbagai bentuk tanya jawab pada umumnya untuk mengasah pikiran), e) cerita rakyat (mite, legende, sage). Folklor setengah lisan, di antaranya: a) drama rakyat (ketoprak, ludruk, wayang kulit, legendria, arja), b) tari (serimpi, maengket,pendet), c) upacara (kelahiran, perkawinan, kematian), d) permainan dan hiburan rakyat (sembunyi-sembunyian, teka-teki), e) adat kebiasaan (gotong royong, menjenguk orang mati), f) pesta rakyat (sekaten, pesta kesenian Bali).

Folklor nonlisan di antaranya” a) material (mainan, makanan, arsitektur, alat-alat, musik, pakaian, perhiasan, obat-obatan, dan sebagainya), b) bukan material (bunyi musik, bunyi gemelan, bahasa isyarat) (Ratna, 2011: 102).

2.1.3 Antropologi Sastra

Antropologi sastra memiliki konteks yaitu sastra dan antropologi. Sastra adalah karya yang merefleksikan budaya tertentu. Secara umum antropologi diartikan sebagai suatu pengetahuan atau penelitian terhadap sikap dan perilaku manusia. Antropologi melihat semua aspek budaya manusia dan masyarakat sebagai kelompok variable yang berinteraksi, sedangkan sastra menjadi identitas suatu bangsa. Sastra merupakan pantulan hidup manusia secara simbolis.Simbol- simbol budaya sastra dapat dikaji melalui cabang antropologi sastra. Sebagai rekaman budaya, sastra layak dipahami lewat antropologi sastra. Sastra adalah warisan budaya yang memuat pola-pola kehidupan masyarakat. Antropologi sastra akan memburu makna sebuah ekspresi budaya dalam sastra. Sastra dipahami sebagai potret budaya yang lahir secara estetis.Oleh karena itu, konteks budaya dalam sastra menjadi ciri khas antropologi sastra (Endaswara,2013:3)

(23)

12

Koentjaraningrat (2002:13), antropologi sastra adalah ilmu yang mempelajari manusia dari segi kebudayaan, mempelajari berbagai warna, tradisi, bentuk fisik masyarakat, nilai-nilai pedoman kehidupan bermasyarakat pada masa dahulu hingga masa sekarang, sebagai fenomena yang terjadi di tengah kehidupan kultural masyarakat dewasa ini. Walaupun dikaitkan dengan kehidupan masa lampau, karya sastra dalam konteks kebudayaan memiliki banyak manfaat yang mencerminkan nilai yang dapat membangun karakter bangsa. Antropologi sastra memiliki tugas mengungkapkan nilai sebagai salah satu wujud kebudayaan khususnya kebudayaan tertentu dan masyarakat tertentu (Ratna, 2015 :41).

Ciri khas antropologi sastra adalah aspek kebudayaan, khususnya masa lampau. Dikaitkan dengan masa lampau tersebut, antropologi sastra diperlukan dengan pertimbangan kekayaan kebudayaan seperti yang diwariskan oleh nenek moyang. Antropologi sastra lebih banyak dikaitkan dengan keberadaan masa lampau tetapi masa yang dimaksudkan bukan ruang dan waktu, namun isinya (Ratna, 2011:359,360).

Walaupun dikaitkan dari masa lampau, karya sastra dalam konteks kebudayaan, khususnya masa lampau. Dikaitkan dengan masa lampau tersebut, antropologi sastra diperlukan dengan pertimbangan kekayaan kebudayaan seperti yang diwariskan oleh nenek moyang. Antropologi sastra lebih banyak dikaitkan dengan keberadaan masa lampau tetapi masa yang dimaksudkan bukan ruang dan waktu, namun isinya (Ratna,2011:359-360) .

(Haviland,1984:7) antropologi adalah penelitian tentang umat manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat bagi manusia untuk menuntun perilaku dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap keanekaragaman

(24)

13

budaya. Pendapat ini memnag masih tergolong klasik sebab awalnya antropologi memang sering membuat generalisasi, namu akhir-akhir ini, sejak ilmu simbolis merambah antropologi, generalisasi itu tidak menjadi focus utama. Antropologi sastra justru hemdak menemukan aneka ragam kehidupan manusia dari sisi pandang budayanya.

2.2 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai budaya dalam cerita rakyat Tuan Sormaliat dengan menggunakan teori antropologi sastra. Namun sudah dilakukan penelitian tentang sastra lisan di Simalun gun dan nilai budaya pada karya sastra Nusantara serta beberapa penelitian dengan menggunakan pendekatan antropologi sastra. Penelitian tentang sastra lisan di Kabupaten Simalungun sudah pernah dilakukan adalah sebagai berikut:

Damanik dkk. dan hasil penelitian mereka telah dibukukan berjudul Sastra Lisan Simalungun(1986). Penelitian itu mengkhususkan pada sastra lisan Simalungun. Hasil penelitian Damanik dkk. menyatakan bahwa jenis sastra lisan yang ditemukan yang berbentuk prosa adalah mite, legenda, dan dongeng, sedangkan yang berbentuk puisi adalah umpasa (pantun) dan Hutinta (teka-teki).

Adapun cerita rakyat (mite, legenda, dan dongeng) yang berhasil dicatat berjumlah 38 buah cerita dalam bahasa Indonesia dan puisi (umpasa (pantun) dan Hutinta (teka-teki) yang berhasil dicatat berjumlah enam buah dalam bahasa Simalungun yang kemudian cerita-cerita itu diterjemahkan dan ditranskripsikan.

Djamaris dkk dan hasil penelitian mereka telah dibukukan berjudul Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Sastra 14 Nusantara: Sastra Daerah di Sumatera

(25)

14

(1993) dan Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Sastra Nusantara: Sastra Daerah di Kalimantan (1996). Penelitian ini mengkhususkan meneliti karya sastra dengan menganalisis nilai budaya dalam karya-karya sastra di Nusantara seperti daerah Sumatera dan Kalimantan.

Djamaris dkk. menyatakan bahwa nilai budaya terbagi menjadi lima kelompok besar yaitu, 1) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan, 2) Nilai budaya dalam hubungannya dengan alam, 3) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat, 4) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan manusia lain, dan 5) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan diri sendiri.

Adapun nilai budaya diteliti dengan menggunakan karya-karya sastra dari daerah Sumatera yaitu dari daerah Sumatera Utara, Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Kemudian dari Kalimantan yaitu dari daerah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan

Jeane Merrie (2017) mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dalam skripsinya berjudul “Nilai Budaya Dalam Cerita Rakyat Ratting Bunga: Tinjauan Antropologi Sastra” menguraikan nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat. Dalam cerita Ratting Bunga itu sendiri di ceritakan bahwa ada beberapa nilai budaya yang terkandung didalamnya seperti nilai gotong royong yang sudah menjadi ciri khas masyarakat tradisional, dan juga terdapat nilai kerukunan yang terungkap dari raja-raja di simalungun, walaupun mereka adalah seorang raja tetapi kehidupan mereka sangat sederhana dan hidup rukun bersama masyarakat setempat.

(26)

15

Salsa (2015) dalam skripsinya berjudul “Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Melayu Langkat di Secanggang pada Tradisi Ahoi: Kajian Antropologi Sastra”.

Ahoi merupakan nyanyian para petani ketika melepaskan gabah dari tangkainya dengan cara diinjak-injak. Tradisi ini biasa dilakukan ketika musim panen tiba.Ahoi ini sudah mulai memudar karena tekhnologi yang semakin canggih.Hasil penelitian ini menguraikan beberapa nilai yang terdapat dalam tradisi Ahoi.Nilai-nilai tersebut sangat berpengaruh pada masyarakat Langkat pada zaman dahulu.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif naturalistik dan menggunakan teori

pendekatan antropologi sastra. Hasil penelitian ini menguraikan beberapa nilai- nilai yang terdapat dalam tradisi Ahoi seperti nilai kerja keras, nilai toleransi dan nilai tanggung jawab. Nilai nilai tersebut menjelaskan bahwa tradisi Ahoi sangat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat Melayu Langkat pada zaman dahulu tetapi sekarang Tradisi Ahoi hanya diingat dan diketahui oleh masyarakat, dan tidak berpengaruh bagi kehidupan mereka.

Susilo, 2011 dalam Ikhwanuddin Nasution dan Silvana Sinar “Batu Umang Cerita Rakyat di Desa Duri Tani Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sebagai Mediasi Konflik” menguraikan tentang kepercayaan masyarakat karo pada saat itu kepada Batu Umang yang mereka anggap sebagai mitos. Umang bukanlah berasal dari roh “tendi” orang yang sudah meninggal dan sifatnya tidak merugikan atau mengganggu manusia bahkan Umang ini malah mau membantu keluarga yang sedang kesusahan dengan persyaratan yang disampaikannya melalui mimpi.

Kejadian ini terjadi sekitar 1790. Batu Umang ini menimbulkan keanehan kadang

(27)

16

ia muncul terkadang ia juga menghilang. Tetapi sewaktu ia mengilang di tempat tersebut sering terdengar suara aneh sehinnga pemilik ladang orang sekitar sering merasakan ketakutan. Lalu kemudian lama-kelamaan batu itu menetap berada di tempat itu tanpa berpindah lagi tempatnya pada tahun 1880.

Penelitian dari Djmaris dkk mengkaji hubungan nilai-nilai budaya secara umum, sedangkan Jeanne Merry mengkaji hubungan manusia dengan masyarakat dan Susilo dalam Ikhwanuddin mengkaji hubungan manusia dengan mitis dan dengan penelitian ini saya hanya mengkaji hubungan manusia dengan masyarakat yang terdapat dalam cerita rakyat Tuan Sormaliat.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Pendekatan Antropologi Sastra

Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi sastra. Antropologi sastra merupakan salah satu kajian sastra yang mempelajari kebudayaan yang terdapat didalam sebuah teks sastra, dan melihat penerapannya dalam masyarakat pemilik sastra tersebut dalam bersikap atau bertingkahlaku.Antropologi sastra merupakan kajian mengenai karya sastra dengan relevansi manusia.Antropologi sastra memberikan perhatian pada manusia sebagai agen kultural, sistem kerabat, sistem mitos, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Antropologi sastra cenderung memusatkan perhatian pada masyarakat kuno (Ratna, 2015 : 351).

Antropologi sastra termasuk kedalam pendekatan yang meneliti karya sastraberupa tulisan-tulisan yang berbaur sastra untuk melihat dan menilai estetikanya. Antropologi sastra juga meneliti karya sastra dari sisi pandang etnografi, yaitu pendekatan karya sastra yang menekankan pada warisan budaya

(28)

17

masyarakat masa lalu yang mengandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,moral,hukum, dan adat-istiadat (Endaswara,2008:1070

Endraswara (2008:109), analisis antropologi sastra memfokuskan perhatian dan mengungkap hal-hal berikut, (1) kebiasaan-kebiasaan masa lampau yang berulang-ulang masih dilakukan dalam sebuah cipta sastra. Kebiasaan leluhur melakukan semedi, melantunkan pantun, mengucapkan mantra-mantra, dan sejenisnya menjadi fokus penelitian, (2) penelitiakan mengungkapakan tradisi atau subkultur serta kepercayaan seorang penulis yang terpantul dalam karya sastra.

Dalam kaitan ini tema-tema tradisional yang diwariskan turun temurun akan menjadi perhatian sendiri, (3) kajian juga dapat diarahkan pada aspek penikmat sastra etnografis, mengapa mereka sangat taat menjalankan pesan-pesan yang ada dalam karya sastra, (4) peneliti juga perlu memperhatikan bagaimana proses pewarisan sastra tradisional dari waktu ke waktu, (5) kajian diarahkan pada unsur- unsur etnografis atau budaya masyarakat yang mengitari karya sastra tersebut, (6) perlu dilakukan kajian terhadap simbol-simbol mitologi dan pola pikir masyarakat pengagumnya. Misalkan, peneliti dapat mengkaji mitos Nyi Roro Kidul yang terkenal sampai sekarang.

Menurut Susilo (2018:45), nilai budaya dibagi menjadi sub bagian yaitu:

1) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan

Perwujudan hubungan manusia dengan Tuhan, sebagai Yang Suci, Yang Mahakuasa, adalah hubungan yang paling mendasar dalam hakikat keberadaan manusia di dunia ini. Berbagai cara dan bentuk dilakukan manusia untuk menunjukkan cinta kasih mereka kepada Tuhan, karena mereka ingin kembali dan

(29)

18

bersatu dengan Tuhan. Nilai yang menonjol dalam hubungan manusia dengan Tuhan adalah nilai ketakwaan, suka berdoa, dan berserah diri.

2) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam

Alam merupakan kesatuan kehidupan manusia di mana pun dia berada.

Lingkungan ini membentuk, mewarnai, atau pun menjadi objek timbulnya ide-ide dan pola pikir manusia.Manusia memandang alam karena masing-masing kebudayaan memiliki persepsi yang berbeda tentang alam. Ada kebudayaan yang memandang alam sebagai sesuatu yang dahsyat, ada pula kebudayaan memandang alam untuk ditaklukkan manusia, dan ada kebudayaan lain yang menganggap manusia hanya bisa berusaha mencari keselarasan dengan alam. Nilai yang menonjol dalam hubungan manusia dengan alam adalah nilai penyatuan dan pemanfaatan alam.

3) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat

Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat adalah nilai- nilai yangberhubungan dengan kepentingan para anggota masyarakat sebagai individu, sebagai pribadi. Individu atau perseorangan berusaha mematuhi nilai- nilai yang ada dalam masyarakat karena dia berusaha mengelompokkan diri dengan anggota masyarakat yang ada, yang sangat mementingkan kepentingan bersama bukan kepentingan diri sendiri. Kepentingan yang diutamaakan dalam kelompok atau masyarakat adalah kebersamaan.

4) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan orang lain

Sebagaimana telah dinyatakan dalam nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat bahwa manusia adalah makhluk sosial pada dasarnya hidup dalam kesatuan kolektif, manusia dipastikan selalu berhubungan dengan

(30)

19

manusia lain. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan orang lain adalah nilai keramahan dan kesopanan, penyantun/kasih sayang, kesetiaan, dan kepatuhan kepada orang tua.

5. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan diri sendiri

Manusia adalah makhluk yang memiliki banyak keinginan diri sendiri untuk dipenuhi dan dipuaskan baik lahiriah maupun batiniah.Nilai yang menonjol dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri adalah menuntut ilmu, berusaha keras, kemauan yang keras, kerendahan hati, menuntut malu, menghargai adat dan agama, dan kekayaan

(Susilo,2018:46). Kelima masalah pokok yang terjadi dalam kehidupan manusia di atas membentuk suatu kebudayaan tersendiri dan melahirkan nilai- nilai secara tidak sengaja akan terbentuk dalam masyarakat dan nilai-nilai itu akan dijadikan panutan dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga dianggap suatu yang sangat bernilai. Hal itu terjadi karena nilai-nilai itu sudah menjadi konsep yang hidup dalam alam pikiran masyarakat akan segala hal yang dianggap amat bernilai dalam hidup.

Nilai budaya yang menjadi fokus penelitian ini adalah nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat. masyarakat adalah suatu kelompok manusia, yang di antara para anggotanya terjadi komunikasi, pertalian dan akhirnya saling mempengaruhi antara satu dan yang lain. Hal ini dilakukan oleh para anggota masyarakat dalam suatu golongan karena manusia tidak dapat hidup menyendiri. Manusia dalam individu dalam masyarakat tidak terlihat perananya, yang lebih jelas tampak adalah kebersamaannya. Kebersamaan dapat diketahui dalam cerita rakyat. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat

(31)

20

adala;(1) toleransi;(2) cinta tanah air;(3)cinta damai;(4) kekompakan;(5) kegotongroyongan;(6) kekeluargaan;(7) demokrasi;(8) peduli sosial.

(32)

21

BAB III

METODE PENELITAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Bogdan dan Taylor menjelaskan metode kualitatif merupakan sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang- orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2016:4). Data deskriptif merupakan data yang berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka (Moleong, 2016:11).

3.2 Sumber Data

3.2.1 Sumber Data Primer

Sumber data dari penelitian ini adalah:

1. Judul : Tuan Sormaliat Cerita Rakyat Simalungun (diceritakan Kembali Oleh Kadirman Saragih)

2. Penerbit : Bagian Proyek Pembinaan Buku Sastra Indonesia dan

Daerah.

3. Tebal buku : 237 Halaman 4. Ukura : 19 x 19 cm 5. Cetakan : Cetakan pertama 6. Tahun : 2003

7. Warna Sampul : Perpaduan warna putih dan orange(jingga)

(33)

22

3.2.2 Sumber Data Skunder

Penulis juga menggunakan data skunder untuk penelitian ini yaitu menggunakan buku-buku sastra, artikel, skripsi, jurnal dari internet, dan sebagainya yang relevan dengan penelitian.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau Library Research. Teknik penelitian kepustakaan adalah suatu teknik penelitian yang menggunakan buku sebagai objek penelitian (Tantawi, 2014:61). Hal ini sependapat dengan Semi (1998:8), pada penelitian ini akan diperoleh data dan informasi tentang objek penelitian melalui buku-buku.

Dalam hal teknik pengumpulan data berguna untuk menjawab rumusan masalah sehingga rumusan masalah itu dapat terjawab atau terselesakan Sangat umum digunakan dalam suatu penelitian karena mempermudah cara kerja peneliti.

Penelitian dengan teknik ini tidak harus terjun langsung kelapangan, cukup hanya menggunakan buku sebagai objeknya. Pengumpulan data melalui bahan-bahan pustaka sangat penting dalam teknik penelitian kepustakaan. Tanpa harus terjun ke lapangan.

Teknik pengumpulan data yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak dan catat. Teknik simak dan catat merupakan suatu teknik penelitian yang melakukan pembacaan objek penelitian terlebih dahulu, kemudian menyimak isi dan selanjutnya melakukan pencatatan terhadap data-data yang sudah didapatkan sebagai bahan yang akan dianalisis dalam penelitian (Sudaryanto, 1993:133). Oleh karena itu, pengumpulan data dalam penelitian ini

(34)

23

dimulai dengan cara membaca cerita rakyat Tuan Sormaliat, yang berkedudukan sebagai sumber data primer atau utama.

Selanjutnya mencatat data-data tersebut kemudian diolah dan menganalisisnya menggunakan pendekatan antropologi sastra. Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh bahan-bahan dan informasi penunjang yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.

3.4 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan suatu teknik dalam penelitian kualitatif yang dilakukan setelah data lapangan terkumpul. Semua data diidentifikasi. Kemudian, dianalisis dengan perangkat teori yang digunakan. Pengolahan data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan cara mengklasifikasikan atau mengkategorikan berdasarkan fokus penelitiannya (Suyanto dan Sutinah, 2016:173).

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah heuristik dan hermeneutik. Heuristik merupakan langkah untuk menemukan makna melalui pengkajian struktur bahasa dengan menginterprestasikan teks sastra secara refrensial lewat tanda-tanda bahasa (Tantawi, 2014:61). Hasil dari pembacaan heuristik adalah sinopsis cerita pengucapan teknik cerita, dan juga gaya bahasa yang digunakan dalam cerita tersebut.

Hermeneutik yaitu pembacaan bolak-balik atau pembacaan ulang untuk mendapatkan konvensi cerita atau makna ceritanya (Tantawi, 2014:61).

Pembacaan dilakukan dari awal hingga akhir cerita tersebut. Proses pembacaan ini adalah interprestasi tahap kedua yang menggunakan banyak kode di luar bahasa

(35)

24

dan kemudian menggabungkan keseluruhannya hingga pembaca dapat menganalisis secara struktural untuk mengungkapkan makna utamanya.

Analisis yang digunakan dalam menganalisis karya sastra adalah analisis deskriptif. Menurut Nasir, metode deskriptif adalah mendeskripsikan tentang situasi atau kejadian, gambaran, lukisan, secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena dengan fenomena pada objek yang diteliti. Data yang telah dikumpulkan kemudian dipisahkan berdasarkan masalah-masalah yang telah dirumuskan. Hasil yang diperoleh adalah berupa uraian penjelasan penelitian yang sifatnya deskriptif (Tantawi,2014:66).

(36)

25

BAB IV

NILAI BUDAYA DALAM HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MASYARAKAT PADA CERITA RAKYAT TUAN SORMALIAT

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, hasil penelitian mencakup nilai budaya yang terdapat dalam cerita rakyat Tuan Sormalian yang akan dijelaskan pada bagian ini. Di dalam cerita rakyat ini terdapat delapan nilai budaya, selanjutnya penulis akan menganalisis kedelapan nilai budaya itu dalam cerita rakyat Tuan Sormaliat seperti berikut.

4.1. Nilai Toleransi

Toleransi merupakan Nilai sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap saling menghargai antara satu dengan yang lain dengan kondisi dan latar belakang yang berbeda-beda dengan tetap menjungjung tinggi rasa persatuan dan persaudaraan demi mewujutkan kehidupan yang damai dan bahagia. Istilah toleransi dalam konteks nilai budaya dan agama yang berarti sikap perbuatan yang melarang adanya diskriminasi atau terhadap kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu masyarakat

(Sibarani, 2012:143).

Nilai toleransi juga terlihat dari keluarga Jibri dan Rambudi Bulan Karena melihat putra-purinya beranjak dewasa, untuk itu dibuatlah syukuran kepada Ompung Mula Jadi Nabolon sebagai ucapan rasa terima kasih.

Beberapa tahun kemudian sungguh bahagia perasaan keluarga Jibri dan Rahadi Panei karena melihat putra-putri mereka beranjak dewasa.

Terutama sekali melihat Rahatdi Panei menjadi seorang pemuda yang gagah, karena anak-anaknya sudah besar, timbullah niat keluarga itu mengadakan pesta syukuran kepada Ompung Mula Jadi Nabolon sebagai ucapan terima kasih. Untuk melaksanakan pesta syukuran itu, perlu

(37)

26

memilih hari yang tepat dan baik. Untuk itu, dicarilah seorang guru bolon

‘datu besar’ untuk memilih hari yang baik untuk melaksanakan syukuran itu adalah ari singkora Karen adiyakini hari singkora adalah hari yang serasi intuk melaksanakan pesta syukuran.

Mereka pun mempersiapkan keperluan pesta, mulai dari gendang kecil sampai yang besar sebnyak tujuh buah. Gendang tujuh buah itu disebut sipitu-pitu dan gendang itu pun di namai dengan nama tujuh orang Tuan Rahatdi Panei bersaudara, yakni Lahat Manandar, Nandrahayadi Bulan, Bangkisani, Horanim, Nurdainim, dan Dongmaranim. Setelah ketujuh buah gendang itu selesai, kemudian dihiasi di dalam rumah mereka dengan hiasan rudang mangi-mangi, yaitu yang terbuat dengan mayang pinang muda dan juga dengan rudang saidangan sejenis bunga rampai.(Sormaliat, 2003:12)

Kutipan tersebut digambarkan bahwa Tuan Jibri beserta keluarganya melakukan syukuran kepada Ompung Mula Jadi Nabolon sebagai ucapan terima kasih. Nilai Toleransi juga terlihat dari sikap tulus Tuan Sormaliat yang rela menolong raja Tuan Batang Toruh walaupun mereka beda alam.

“Saya tahu bahwa Tuan adalah orang asing di negeri kami ini, tetapi maukah Tuan mengobati Tuan Batang Toruh?” Tanya pengawal Tuan Batang Toruh pula kepada Tuan Sormaliat. Mendengar itu, Tuan Sormaliat terhentak dari lamunanya dan cepat-cepat menjawabnya (Sormaliat, 2003:95).

“Saya tentu saja dengan senang hati mau mengobati Tuan Batang Toruh itu, tetapi saya tidak menjamin apakah nanti obat yang saya berikan serasi pula untuk mengobatinya. Kita lihat nanti hasilnya,” jawab Tuan Sormaliat kepada orang itu. Pada dasarnya Tuan Sormaliat senang menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun, Ia merasa senang kalau dapatmenolong orang lain. Ia pun selalu dengan tulus hati selalu memberi pertolongannya” (Sormaliat, 2003:96)

Kutipan tersebut nilai toleransi yang ditunjukkan oleh Tuan Sormalia kepada masyarakat Nagori Toruh terutama pada Raja Tuan Batang Toruh. Tuan Sormaliat pun mengobati Tuan Batang Toruh dengan senang hati tanpa meminta imbalan apapun dari Raja. Perlahan-lahan Tuan Sormaliat dan pengawal Tuan Batang

(38)

27

Toruh mengumpulkan ramuan obatnya. Selain itu toleransi yang ditunjukkan oleh paman Tuan Sormaliat yang akhirnya menyesali perbuatannya yang selalu ingin membunuhnya, demi taktah kerajaaan dan bahkan sudah tiga kali ia ingin mencelakai Tuan Sormaliat tetapi ia tidak dapat mengalahkannya. Hal itu terungkap dalam kutipan

Pergilah kakak ipar! Katakanlah kepada Tuan Sormaliat agar ia masuk krumah ini. Saya akan menyambutnya dengan kepala saya di samping anak tangga pertama rumah ini,” kata Tuan Lahat Manandar kepada kakak iparnya.Setelah mendengar pengakuan Tuan Lahat Manandar, Ronggahuning pun bergegas menuju balai menemui Tuan Sormaliat.

Dilihat putranya sedang duduk termenung entah apa yang sedang dipikirkannya. Ibu itu mengurungkan niatnya untuk bertanya.

“Uhu….uhu…uh.., Tuan Sormaliat, saya sudah kerumah menemui pakcikmu tadi. Permintaanmu itu juga sudah saya katakan kepadanya, sekarang ayolah kita pergi kerumah,” kata Ronggahuning sambil pura-pura batuk tadi, takut ia akan mengagetkanNputranya itu.(Sormaliat, 2003:170)

Kutipan tersebut diketahui bahwa Tuan Lahat Manandar telah menyesal dalam melakukan hal yang ingin membunuh Tuan Sormaliat, pada akhirnya ia mati di anak tangga rumah. Dan dikuburkan di bawah tangga sebagai andar

‘tangga’di simalungun terutama di kampung diyakini pula ada penjagannya.

4.2 Nilai Cinta Tanah Air

Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Cinta tanah air juga sebagai perasaan yang timbul dari hati untuk mewujutkan kasih sayang terhadap tanah kelahirannya.

(Susilo, 2018:64)

Nilai cinta tanah air tercermin dari sikap Tuan Sormaliat, selain sikap bijaksana ketikaTuan Lahat Manandar ingin membunuhnya, Tuan Lahat Manandar akhirnya bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya. Dia

(39)

28

bertanggung jawab menunggu Tuan Sormaliat di bawah tangga. Dari kutipan tersebut tercermin nilai cinta tanah air ditunjukkan oleh sikap setia dan kepedulian Tuan Sormaliat terhadap Kampung halamannya, sehingga rela bertahun-tahun mencari jalan pulang. Hal tersebut terungkap pada kutipan berikut.

“Tuan Sormaliat tetap ingin kembali ke Kampung halamannya, walaupun pamannya selalu ingin bermaksut membunuhnya. Ketika pagi itu ayam berkokok, bangunlah Tuan Sormaliat dan di bawanyalah pantangan- pantangan Putri Batang Toruh untuk meninggalkan Kampung Batang Toruh, kerajaan Tuan Batang Toruh itu. Ia keluar dari kamarnya dengan cara diam-diam agar tidak ketahuan Putri-putri Tuan Batang Toruh. Ia pun berusaha agar jangan sampai diikutin anjing Tuan Batang Toruh seperti biasanya setiap ia pergi keluar kampung. Tuan Sormaliat berangkat menuju jalan yang telah diketahuinya sehari sebelumnya berkat penemuan anjing Tuan Batang Toruh ketika memburu trenggiling. Ia pun pelan-pelan berjalan menuju pulang.”(Sormaliat, 2003:134)

Kutipan tersebut tercermin nilai cinta tanah air ditunjukkan oleh sikap setia dan kepedulian Tuan Sormaliat terhadap Kampung halamannya, sehingga rela bertahun-tahun mencari jalan pulang.

Selain itu, nilai budaya cinta tanah air juga ditunjukkan oleh sikap dan tindakan Tuan Sormaliat kepada ibunya yang bernama Ronggahuning.

“Tuan Sormaliat ingin menguji ibunya. Ia ingin tahu apakah ibunya masih mengasihi dirinya. Hal ini penting baginya mengingat peristiwa sepuluh tahun yang lampau itu, ketika ia jatuh kedalam jurang ia pun mengingat ibunya ada di atas bersama pamannya dahulu. Oleh karena itu, kalau ibunya itu masih sayang atau menga sihinya, pasti ia pun akan mendapat keterangan yang jelas apa yang terjadi ketika ia jatuh. Hanya mereka yang di atas dan memegangi rotanlah yang tahu” Melihat putranya duduk diam seperti melamun atau memikirkan sesuatu itu, agaknya ibunya itu dapat menangkap isi hati putranya pula.(Sormaliat, 2003:159)

Kutipan tersebut diketahui bahwa Tuan Sorma liat ingin menguji kesetiaan, kepeduliaan ibunya terhadap dirinya, apakah ibunya masih

(40)

29

mengasihinya dan melihat apa yang terjadi selama sepuluh tahun silam ini.

Selain itu nilai cinta tanah air juga terliahat dari keluargaa Jibri dan Rambudi Bulan yang selalu menunjukkan kebudayaan mereka didalam sebuah keluarga atau pun di lingkungan masyarakat, yang masih sampai sekarang kebiasaan itu masih ada di lingkungan masyarakat. Terutama, masyarakat pedalaman.

Setelah ketujuh buah gendang, kemudian dihiasilah di dalam rumah mereka hiasan rudang mangi-mangi, yaitu yang terbuat dari bunga mayang pinang muda dan juga dengan rudang saidangan sejenis bunga rampai. Setelah mengias dalam rumah, dilanjutkan pula menghias di halaman rumah, yakni menyediakan sebatang pohon pisang kapok galuh sitabar yang berukiran nungkar-nungkir lalu ditancapi dan dililiti bermacam-macam jenis tumbuhan yang mempunyai lambing tersendiri, seperti sangka sipilit ‘selasih selaguri’ bunga silanglang habungaan

‘sejenis tumbuhan bunga dan bunganya bau’. Galuh sitabar ialah sebagai penawar segala pengaruh roh jahat atau mara, sangka sipilit untuk menjauhkan segala roh jahat dan hantu, silanglang habungan untuk menghalangi segala maksut jahat dari segala roh jahat terhadap semua orang yang akan datang di pesta, terutama terhadap keluarga yang menyelenggarakan pesta.(Sormaliat, 2003:13)

Kutipan di atas menggambarkan nilai cinta tanah air. Hal ini dapat dilihat dari keluarga Tuan Jibri dan Rambudi Bulan yang menimbulkan perasaan dalam hati untuk mewujudkan suatu nila budaya terhadap keluarga atau pun dalam masyarakat.

4.3 Nilai Cinta Damai

Cinta damai merupakan sikap dan tindakan yang tidak bermusuhan.

Kedamaian biasanya ditunjukkan dari suatu lingkungan masyarakat yang tidak saling bermusuhan dan tidak melakukan perang yang membuat kedamaian menjadi rusak. Seseorang yang memiliki cinta damai adalah orang yang memiliki karakter yang baik. Cinta damai harus dimiliki oleh seorang peminpin untuk tetap menjaga masyarakatnya tetap aman dan damai (Sibarani, 2012:144).

(41)

30

Nilai cinta damai terungkap dari peristiwa Tuan Sormaliat yang menolong warganya yang sudah tujuh hari tujuh malam lamanya tinggal di hutan tanpa makan dan minum. Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut ini.

Kasihanilah hati kalian penghuni hutan ini, lepaskanlah si anu ini lepas dengan saya, sudah datang saya menjemputnya dan sayalah sebagai gantinya berbicara mengatakan maaf kepada kalian semua, semmua kesalahannya itu sudahi kalianlah semuanya itu dari dalam pikiran kalian,

‘ujar Tuan Sormaliat sambil ia melepaskan tali ikatan orang itu. Tiba-tiba orang itupun sadar bahwa rajanya sendiri sudah datang melepas tali dari tubuhnya. Sejak saat itu kampung TongahTongah itu tidak ada lagi yang sembaranga di hutan yang dianggap keramat atau yang dikeramatkan orang. (Sormaliat, 2003:235)

Kutipan tersebut digambarkan sikap Tuan Sormaliat terhadap masyarakat yang berhari-hari belum pulang kerumah akibat kesembarangannya di hutan, sejak saat itulah kampung Tongah-Tongah itu tidak ada lagi sembarangan di hutan, hidup sehat, rukun dan saling mengingatkan hal yang baik bagi masyarakat setempat. Selain itu nilai. selain itu, nilai cinta damai juga ditunjukka oleh Tuan Sornaliat kepada masyarakat. Ia menyadari bahwa tanpa bantuan dari Sang Pencipta atau Tuhan, kehidupan mereka (manusia) akan terancam bahwa dari gangguan setan atau hantu. Unuk itulah ia menyuruh menabu gendang dan ia pun turun menari sambil memohon kepada Tuhan agar semua pengaruh buruk dari hantu itu dijauhkan dari kampung tongah-tongah.

Hal tersebut terungkap pada kutipan berikut.

“ketika Tuan Sormaliat turun menari ia pun tidak lupa mengenakan kain ra guru’nama kain adat kebesaran’, bunga sihilap ‘sejenis bunga’, destar, dan menyelipkan pisau batara guru’nama pisau kerajaan’di pinggangnya.

Setelah semua itu dipakai secara lengkap, ia pun turun menari dengan mengikuti irama gendang gual parrahot bolon’nama gendang dan tarian’.

Pesta itu pun tidak kalah meriah dengan pesta kebesaran yang lainnya, Tuan Sormaliat membuat pesta itu dengan sedemikian rupa sehingga benar-benar sesuai pula dengan pesta permohonan kepada sang pencipta.

(42)

31

Ketika ia sedang menari, tiba-tiba jatulah dari langit sebuah tongkat yang diberinya nama Tungkot Tuanggal Panalua’tungkot tunggal penakluk segala pengaruh roh jahat’.(Sormaliat, 2003:208)

Kutipan tersebut digambarkan bahwa sikap Tuan Sormaliat terhadap masyarakat di kampung Tongah-Tongah membuat pesta permohonan kepada sang pencipta memohon agar menurunkan bantuannya untuk mereka agar terhindar dari pengaruh roh jahat.

4.4 Nilai Kekompakan

Kekompakan adalah kebersamaan dalam suatu kegiatan atau pikiran untuk mencapai suatu tujuan. Bekerja sama dengan teratur dan rapi, bersatu padu dalam menghadapi suatu pekerjan yang biasanya ditandai adanya saling ketergantungan. Tingakat dalam solidaritas dan perasaan positif yang ada dalam diri sesorang terhadap masyarakat atau kelompok (Susilo, 2018:73)

Nilai kekompakan dalam cerita Tuan Sormaliat ini ditunjukkan oleh sikap Tuan Batang Toruh dengan ketujuh putrinya yang bersama-sama mencari keberadaan Tuan Sormaliat. Raja Batang Toruh juga mengutuskan masyarakat setempat unuk mencari jejak Tuan Sormaliat. Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut ini.

“Pagi-pagi sekali seperti biasa Putri Pinayungan merasa heran karena tidak melihat Tuan Sormaliat datang. Makanan yang sudah dimasaknya itu pun agak dingin, tetapi yang ditunggu tidak kunjung tiba. Ia pergi sendiri mengintip dari celah dinding kamar Tuan Sormaliat tidur, tetapi didalam ia tidak melihat Tuan Sormaliat sedang tidur. Ia memberi tahu saudara- saudaranya itu lalu kepada Tuan Batang Toruh bahwa Tuan Sormaliat sejak subuh tadi pagi tidak ada dikamarnya dan ia pergi entah kemana tanpa meninggalkan pesan. Tuan Batang Toruh memerintahkan rakyatnya ditambah dengan ketujuh putrinya untuk mencari jejak Tuan Sormaliat, sementara ketujuh kakak beradik itu satu sama lain sudah terang-terangan saling menyalahkan karena mereka semua amat sangat menyayangi Tuan Sormaliat. Semua penduduk Nagori Toruh itu pun sibuk mencari jejak Tuan Sormaliat. Seharian penuh mereka mencarinta, tetapi tidak ada

(43)

32

tanda-tanda langkah kakinya yang mereka temukan. Karena itu sudah mau gelap, mereka pun menghentikan pencariannya” (Sormaliat, 2003:129)

Kutipan tersebut diceritakan bahwa Tuan Batang Toruh memerintahkan rakyatnya dan ketujuh putrinya untuk mencari jejak Tuan Sormaliat, menyelusuri setiap sudut-sudut hutan di Nagori Toruh dengan tujuan untuk menemukan keberadaan Tuan Sormaliat.

Nilai kekompakan juga ditunjukkan oleh Tuan Sormaliat yang menyadari bahwa masih ada yang perlu diberitahukan kepada penduduk setempatnya, mengenai penangkal dan lain sebagainya. Nilai kekompakan itu terungkap dari kutipan berikut ini.

Tuan Sormaliat menyadari bahwa masih ada yang perlu diberitahukan kepada penduduknya, selain mengenai penangkal, perlu pula menambah aturannya yang harus diikuti penduduknya itu demi ketentraman hidup mereka. Selanjutnya, ia menambahkan bahwa setiap orang yang meninggal atau mati matalpok ‘mati sebelum punya keturunan’ tata cara penguburannya harus dibedakan pula dengan orang yang meninggal dengan sayur matua ‘orang yang meninggal sudah lengkap mendapat cucu dari putea-putrinya’. Orang yang matei matalpok tidak boleh diiringi dengan gendang kematian dan mayatnya pun tidak boleh berlama di rumah kecuali dia meninggal di malam hari. (Sormaliat, 2003:2013)

Kutipan tersebut digambarkan bahwa antar Tuan Sormaliat dan masyarakat bersama-sama mematuhi setiap aturan yang ada di kampung Tongah-Tongah demi kentraman di kampung itu. Sejak saat itulah sampai sekarang pun dibedakan pula penguburan bagi orang yang matei matalpok dan yang sayur matua.

(44)

33

4.5 Nilai Kegotongroyongan

Kegotongroyongan adalah bekerja sama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-bersama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. Orang yang tidak suka bergotongroyong akan disisihkan oleh rakyat.

Pekerjaan yang berat jika dikerjakan bersama-sama dengan bergotongroyong maka akan terasa ringan dan akan cepat selesai. Tidak ada pekerjaan yang berat bila dikerjakan bersama-sama, demikian prinsip yang dipegang oleh masyarakat tradisional.

(Susilo, 2018:75)

“Selama Tuan Sormaliat menjalankan tugasnya kerajaan, semua masyarakat merasa makmur dan aman senantiasa. Jika mereka mengalami musibah seperti sakit, mereka segera datang menemui Tuan Sormaliat dan disembuhkan olehnya. Jika mereka mengalami kesulitan, Tuan Sormaliat pun segera membantu menyelesaikan. Pokonya masyarakat tidak ada kesulitan lagi, mereka sama-sama membantu jika ada kesulitan.” (Sormaliat, 2003:189)

Kutipan tersebut digambarkan bahwa masyarakat Tongah-Tongah melakukan gotong-royong dengan saling membantu sebagai salah satu cara membangun solidaritas dan membuat suatu pekerjaan menjadi cepat dan mudah.

Nilai gotong-royong juga ditunjukkan Tuan Sormaliat yang membantu menyelesaikan masalah-masalah masyarakat Tongah-Tongah.

4.6 Nilai Kekeluargaan

Kekeluargaan adalah memiliki nilai sebagai perilaku yang menunjukkan sebuah manifestasi yang cenderung didasari rasa familiar yang tinggi dengan wujud tanggung jawab yang mempertimbangkan hubungan keakrapan sebagai kedekatan keluarga menjadi salah satu pedoman dalam menjalankan norma

(45)

34

etika di dalam lingkungan masayarakat dan keluarga yang memiliki hubungan darah. (Susilo, 2018:77)

Nilai Kekeluargaan juga ditunjukkan oleh oppung mula jadi nabolon mengutus Jibri membawa pustaka itu turun ke bumi. Karena kesepian, tiba-tiba datanglah seorang putri yang cantik turun dari bulan untuk menemani Jibri.

Pada saat itulah, tiba-tiba datang seorang putri yang nan cantik yang turun dari bulan. Saat itu bertepatan pula dengan malam bulan purnama ari tula atau bulan banggal ‘bulan besar.’ Nama yang cantik turun dari bulan purnama itu ialah Rambudi Bulan. Melihat kedatangn Rambudi Bulan, perasaan Jibri, pemudi yang datang ditundung kesepian, tentu saja menjadi berbunga-bunga seketika. Selain kedatangan seorang sahabat baru, ai pun merasa amat gembira wajah Rambudi Bulan yang amat cantik. Tempat mendarat Rambudi Bulan amat dekat pula di samping Jibri yangsedang duduk merenungkan kesendiriannya itu, ketika menginjakkan kakinya di tanah, Rambudi Bulan pun tertunduk malu karena diperhatikan oleh seorang pemuda yang baru pertama kali dilihatnya itu. Ketika ia tertunduk malu, Jibri menatap wajahnya, semakin di perhatikan, semakin anggun pula kecantikannya sang putri, lebih lagi saat terkena cahaya rembulan yang menyinari wajah yang tertunduk malu.

“wahai, Putri Nan Cantik! Apakah saya ini sedang bermimpi berhadapan dengan Tuan Putri seorang?” tanya Jibri kepada Rembudi Bulan.

Tidak, engkau tidak sedang bermimpi.” Saya datang karena disuruh menemanimu,”jawab Rambudi bulan.

Setelah pertemuan itu, Jibri dan Rambudi Bulan pun menjalin persahabatn dan diwujudkan dalam bentuk perkawinan mereka.(Sormaliat, 2003:7)

Kutipan tersebut digambarkan bahwa oppung mula jadi nabolon memerintahkan Putri Rambudi Bulan untuk menemani Jibri agar ia tidak kesepian. Akan tetapi mereka menjalin persahabatan dengan bentuk perkawinan. Selain itu nilai kekeluargaan jugaditunjukkan oleh masyarakat simalungun yang menurut adat biasa pengguntingan rambut pertama yang harus dilakukan oleh pamannya, selain itu kepatuhan terhadap adat yang

(46)

35

sampai sekarang masih dilakukan oleh masyarakat simalungun. Hal tersebut terungkap pada kutipan berikut ini.

“kurang dari setahun setelah Jibri dan Rambudi Bulan setelah mereka berumah tangga, lahirlah seorang putra mereka diberi nama Rahatdi Panei, menurut adat kebiasaan, penggunting rambut pertama harus dilakukan oleh pamannya, khususnya bagi anak laki-laki,setelah ditentukan harisnya yang perlu dipersiapkan ialah nitak siang-siang marsila pogei, disusun di dalam piring putih diberi sebutir telur yang sudah direbus, jahe yang di iris-iris (kurang lebih enam irisan) garam setengah sendok the disimpan di dalam sepotong daun pisang yang sudah di bentuk lalu di letakkan di atas nitak siang-siang.(Sormaliat, 2003:8)

Kutipan tersebut digambarkan bahwa sikap masyarakat simalungun yang melakukan kebiasaan budaya di dalam keluarga, sebagai salah satu membangun solidaritas dan kebiasaan-kebiasaan budaya menjadi turun temurun bagi keluarga atau masyarakat. Hal tersebut diyakinkan bahwa ucapan itu dan nitak siang-siang itu besar maknanya bagi roh Rahatdi Panei dan juga diyakinnkan bahwa dapat menangkal hal-hal yang tidak baik. Pada peristiwa pengguntingan Rambut Rahatdi Panei yang di siapkan nitak siang-siang marsila pogei yang di baluti drngan irisan-irisan jahe dan telur yang sudah di rebus.

4.7 Nilai Demokrasi

Demokrasi merupakan demokrasi yang harus ditanamkan dan mesti menjadi perilaku masyarakat, khususnya pemilih pemula di antaranya menghargai perbedaan, cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. (Sibarani, 2012:143)

Nilai demokrasi ini tercermin dari sikap Tuan Lahat Manandar yang mau merelakan dirinya untuk menyambut Tuan Sormaliat dan kepalannya tempat

(47)

36

berpijak sebelum menginjakkan anak tangga pertama di rumahnya. Nilai demokrasi tersebut terungkap pada kutipan berikut.

“Tuan Sormaliat pakcikmu sudah sehat dan sekarang ia sedang menanti kedatanganmu di tangga rumah kita. Gendang pun sudah dipalu pertanda penyambutan kembali” ujar Ringgahuning kepada putranya itu. (Sormaliat, 2003:169).

Begitu sampai pada anak tangga rumah mereka, dilihatnyalah Tuan Lahat Manandar sedang jongkok di samping anak tangga rumah itu. Lalu, dipijakkanyalah kepala Tuan Lahat Manandar hingga seketika itu pula matilah pakciknya Tuan Sormaliat dan dikuburkan di bawah tangga rumah mereka. Sebagai beguni andar “hantu tangga” rumah (Sormaliat, 2003:170)

Kutipan tersebut digambarkan bahwa cara berpikir, bersikap, bertindak yang menilai sama. Akhirnya, diambillah keputusan, yaitu Tuan Sormaliat ingin Tuan Lahat Manandar jongkok di anak tangga lalu dipijakkannyalah kepala Tuan Lahat Manandar hingga seketika matilah pakcinya dan di kuburkan di bawah tangga.

4.8 Nilai Peduli Sosial

Peduli sosial merupakan sebuah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

Dalam hal ini minat atau ketertarikan seseorang dapat memebntuk rasa persatuan, kerukunan dan keharmonisan dalam masyarakat. (Sibarani, 2012:144)

Nilai peduli sosial dalam cerita Tuan Sormaliat ini ditunjukkan oleh sikap guru bolon (datu besar). Hal ini dapat diketahui dari kutipan berikut ini.

“Terbuktilah apa yang dikatakan guru bolon ‘datu besar’ ketika Tuan Sormaliat lahir. Datu itu mengatakan ceperti berikut “ anak ini kelak akan menjadi guru bolon ‘datu besar’ tentang hal baik dan sanggup mengobati orang yang sakit serta mengusir pengaruh buruk dari roh jahat. Ia pun akan menjadi orang yang terpandang dan lebih dari itu ia akan menjadi seorang raja,’ kata seorang datu kepada orang tua Sormaliat ketika menreka bertanya tentang perihal arti

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: Tidak didapatkan pengaruh pada pemberian simvastatin 20 mg terhadap penurunan kadar serum ICAM-1 pada pasien stroke iskemik akut dibandingkan dengan kelompok kontrol..

Kemampuan Najwa Shihab dan kelompoknya dalam mengemas gerakan #dirumahaja dengan menggunakan aspek hiburan senada dengan pendapat Hutchinson dalam (Rahmawan et

Inti dari masalah ekonomi yang kita pahami selama ini adalah kebutuhan manusia yang tidak terbatas sedangkan alat pemuas kebutuhan terbatas. Para ahli ekonomi

Skenario hipotetis kedaruratan nuklir dapat terjadi akibat kecelakaan nuklir/radiasi yang berasal dari kesalahan atau kelalaian sistem keselamatan atau gangguan/serangan

Setelah penentuan titik dengan metode Spiral sistem akan melanjutkan proses penggambaran pola delapan titik sesuai dengan perhitungan yang telah ditentukan oleh

Sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul Perbanndingan Analisis Biaya Rangka Atap Baja Ringan Bentuk Pelana dan Limasan dengan Variasi

Nilai budaya adalah konsep dalam pikiran masyarakat yang digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan dan yang dianggap sangat berharga. Dalam cerita rakyat Putri Lopian

Hasil penelitian dalam nilai budaya dalam cerita rakyat masyarakat Melayu Kabupaten Mempawah di bagi menjadi 4 yaitu nilai budaya yang berhubungan dengan Tuhan memiliki 5 nilai