1
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi atas nama APRIONALDI JENERO. NIM 2115.019 dengan judul
“Nilai-Nilai Pendidikan Akidah dalam Al-Qur’an Surat Shaad Ayat 1-8 Menurut Tafsir Al-Azhar Karangan Prof. Dr. Hamka,” telah diperiksa dan disetujui untuk dimunaqasahkan.
Demikian persetujuan pembimbing ini diberikan untuk dapat digunakan seperlunya.
Bukittinggi, Oktober 2019
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. H. A. Rahman Ritonga, Ma Dr. Iswantir M, M.Ag NIP. 195712121986031003 NIP. 197605192006041001
KATA PENGANTAR
ميحرلا نمحرلا هللا مسب
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil’alamiin, penulis telah dapat menyelesaikan skripsi ini berkat limpahan rahmat serta kasih saying yang berupa kesehatan rohani dan jasmani, dengan hidayah dan taufik yang telah dilimpahkan. Kemudian shalawat dan salam semoga tetap selalu tercurah kepada Nabi kita, dengan mengucapkan Allahumma sholi ‘ala sayyidina Muhammad yang mana beliau telah membawa penerang dikala kegelapan, serta mengangkat harkat dan martabat manusia dari ketiadaan ilmu pengetahuan dan moral kepada yang berilmu pengetahuan dan keimanan.
Penghargaan dan rasa cinta yang besar serta teristimewa penulis persembahkan kepada Ayah dan kepada Ibu serta keluarga tercinta yang telah membesarkan, mendidik, dan berkorban baik moril ataupun materil demi keberhasilan penulis dalam mencapai cita-cita. Skripsi dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Akidah dalam Al-Qur’an Surat Shaad Ayat 1-8 Menurut Tafsir Al- Azhar Karangan Prof. Dr. Hamka” ini telah penulis selesaikan guna memenuhi tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) bagi Mahasiswa program S1 di Program Studi Pendidikan Agama Islam di IAIN Bukittinggi.
Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa penulisan dalam skripsi ini, baik isi ataupun tata bahasanya masih banyak terdapat kekurangan, karena terbatasnya kemampuan serta pengalaman penulis dan juga pengetahuan. Untuk itu penulis menerima kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibuk Dr. Ridha Ahida, M. Hum selaku rektor IAIN Bukittinggi.
2. Ibuk Dr. Zulfani Sesmiarni, M. Pd selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK).
3. Ibuk Slami Wati, M. Ag selaku Ketua Prodi Pendidikan Agama Islam.
4. Bapak Prof. Dr. H. A. Rahman Ritonga, MA selaku pembimbing satu yang juga telah banyak memberikan arahan dan pertolongan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Iswantir M, M.Ag selaku pembimbing dua yang juga telah banyak memeberika arahan dan pertologan dalam penyusunan skripsi ini.
Terakhir, penulis bero’a semoga segala bantuan yang telah penulis terima, dibalasi di sisi Allah SWT, Amiin ya Rabbal ‘alamiin.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri dan mohon ampun.
Bukittinggi, Oktober 2019 Penulis
Aprionaldi Jenero Nim. 2115019
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akidah dalam Al-Qur’an Surat Shaad Ayat 1-8 Menurut Tafsir Al-Azhar Karangan Prof. Dr. Hamka”, disusun oleh APRIONALDI JENERO, NIM: 2115.019, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi. Maksud dari penelitian ini adalah kandungan atau hal-hal dalam surat Shaad ayat 1-8 yang layak diambil hikmah, yang berhubungan dengan nilai pendidikan akidah, sehingga dapat dijadikan pegangan dalam menjalankan kehidupan sesuia syariat islam.
Latar belakang penelitian ini adalah Pada era global ini semakin berkurangnya akidah seorang muslim, dan semakin berkurang juga akhlaknya, watak kepribadiannya, serta kesiapannya menerima konsep Islam sebagai pedoman dan pegangan hidupnya. Sebaliknya, jika akidah seseorang telah kokoh dan mapan, maka akan terlihat jelas dalam setiap amaliahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam mengenai penafsiran surat Shaad ayat 1-8, nilai pendidikan akidah yang terdapat dalam surat Shaad ayat 1-8. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah perspektif baru dalam rangka mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan akidah yang terdapat dalam Al-Qur’an
Penelitian ini adalah jenis penelitian library research yaitu pendalaman penelaahan, dan pengindentifikasian pengetahuan yang ada dalam kepustakaan, memperoleh bahan-bahan yang bersumber dari Al-Qur’an, tafsir dan hadist Rasulullah Saw serta buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam surat Shaad ayat 1-8 menurut tafsir Al-Azhar terdapat nilai-nilai pendidikan akidah yang berhubungan dengan nilai pendidikan akidah tentang katauhidan, nilai pendidikan akidah tentang Al-Kitab dan nilai pendidikan akidah tentang Rasul. Secara umum penafsiran surat Shaad ayat 1-8 Menurut tafsir Al-Azhar menngandung tentang seruan Rasul terhadap kaumnya agar mereka kembali ke akidah yang benar. Nilai pendidikan akidah tentang ketauhidan yang terdapat dalam ayat ini yaitu berhubungan dengan adanya ayat yang memerintahkan agar kaum musyrik meninggalkan menyembah berhala dan hanya menyembah Allah yang Esa, nilai pendidikan akidah tentang Al-Kitab yang terdapat dalam ayat ini adanya ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an itu berisi peringatan, kemulian dan panduan bagi hidup manusia, nilai pendidikan akidah tentang Rasul yang terdapat dalam ayat ini ialah nabi Muhammad Saw diutus oleh Allah untuk memberi peringatan kepada kaumnya.
Kata Kunci : Nilai, Pendidikan Akidah, Al-Qur’an Surat Shaad, Tafsir Al-Azhar Prof. Dr. Hamka
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING...i
SURAT PERNYATAAN...ii
KATA PENGANTAR...iii
ABSTRAK...v
DAFTAR ISI ...vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah...10
2. Rumusan Masalah...10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian...10
2. Manfaat Penelitian...10
D. Penjelasan Judul ...11
E. Penelitian Relevan...12
F. Sistematika Penulisan...13
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Nilai-Nilai Pendidikan Akidah 1. Pengertian Nilai...14
2. Pengertian Pendidikan Akidah...16
3. Nilai-Nilai Pendidikan Akidah...23
4. Sumber Akidah...30
5. Ruang Lingkup Akidah...34
6. Fungsi Akidah...34
B. QS. Shaad Ayat 1-8 dan Penjelasannya...36
C. Tafsir Al-Azhar Karangan Prof. Dr. Hamka 1. Biografi Prof. Dr. Hamka...38
2. Karya-karya Prof. Dr. Hamka...48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...56
B. Sumber Data...58
C. Teknik Pengumpulan Data...58
D. Metode Analisis Data ...60 BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum QS. Shaad...62
B. Asbabun Nuzul QS. Shaad...63
C. Penafsiran QS. Shaad ayat 1-8...67
D. Nilai-Nilai Pendidikan Akidah dalam QS. Shaad ayat 1-8...78
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...91
B. Saran ...92 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia lahir kealam dunia dalam keadaan sempurna. Di samping diberi akal dan kesempurnaan jasmani, manusia juga memiliki fitrah ketuhanan. Ruh Sang Pencipta menjadi aspek penting yang menyebabkan manusia menjadi sempurna dan terhormat. Karenaitu, sering kita dengar bahwa manusia adalah makhluk suci.
Ruh ketuhanan menjadi satu simpul yang mengikat manusia sebagai makhluk yang memiliki bibit ketuhanan, mengakui dan meyakini bahwa Allah SWT adalah satu-satunya sang pencipta dan sang penguasa alam.
Ikatan kesadaran dan keyakinan terhadap Tuhan yang satu ini adalah inti dari akidah.1
Islam bukanlah agama yang hanya mendasarkan diri pada intuisi mistik manusia dan tidak terbatas mengatur hubungan antara manusia danTuhan. Pemahaman dan pengetahuan tentang Al-Qur’an sebagai sumber ide-ide Islam, serta sebagai sumber segala peristiwa yang pernah terjadi adalah dua hal yang sangat fundmental (mendasar) untuk mencapai suatu makna tentang Islam secara benar dan ilmiah. Dalam Al-Qur’an, Allah pernah menegur, apakah kita mau mencari dan mengikuti agama yang tidak mengajarkan sikap pasrah pada Allah sang pencipta dan pemilik alam semesta. Padahal semua yang ada di langit dan bumi semuanya berserah diri kepada-Nya, baik dalam keadaan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-
1Rois Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam, (Palangka Raya:
Penerbit Erlangga, 2011), hlm. 9-10
Nya mereka dikembalikan. Siapa yang mencari agama selain Islam maka dia tidak diterima dan di akhirat kelak dia termasuk orang-orang yang merugi.2
Islam ialah petunjuk Ilahi sepanjang zaman, yang membawa dan menghidupkan tauhid. Agama inilah yang dibawa oleh para nabi dan rasul terdahulu dari pada Nabi Muhammad Saw. Islam inilah yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai penutup tirai perutusan Allah SWT. kepada manusia.
Para nabi dan rasul ini diutus untuk menegakkan agama tauhid, mengembang dan menyebarkannya, mendidik dan membimbing umatnya supaya mengembalikan kewarasan akal dan menundukkan keinginan nafsu agar patuh kepada peraturan agama Allah SWT. Selagi nafsu tidak ditundukkan kepada kewarasan akal dan kepada ajaran dan petunjuk yang dibawa oleh rasul-rasul itu, selagi itulah manusia tidak mendapat cahaya keimanan dan terus sesat di dalam kegelapan syirik dan kegelitaan kekufuran.
Kebangkitan Nabi Muhammad Saw sebagai rasul dilingkupi suasana yang dikuasai oleh hawa nafsu dan kepercayaan syirik. Kewarasan akal telah dipesongkan oleh kegilaan khayalan sehingga Tuhan digambarkan sebagai berwajah manusia atau gambaran lain yang menakjubkan. Kehidupan dinodai dengan kegiatan maksiat yang berleluasa. Golongan Jahiliyah menentukan haluan masyarakat. Golongan tauhid menjadi minoriti yang tidak berdaya.3
2Bambang Saputra, Seni Bertuhan, (Jakarta: Amzah, 2017), hlm. 409
Al-Qur’an merupakanfirman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan di muka bumi ini. Seluruh konsep-konsep yang dibawa Al-Quran selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia dan sekaligus menawarkan pemecahan terhadap problema tersebut.
Allah telah menurunkan Al-Qur’an melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, dihitung dari mulai malam 17 Ramadhan tahun 41 dari milad nabi sampai Dzulhijjah pada waktu hari haji wada’ tahun 10 H. Dalam proses turunnya Al-Qur’an terbagi dalam 2 periode yaitu, periode Makiyyah dan Madaniyyah, meliputi nilai-nilai sosial, budaya, politik, ekonomi dan nilai-nilai religius. Kesempurnaan ajaran yang dikandung dalam Al-Qur’an dijadikan sebagai sumber utama ajaran Islam, kesempurnaan tersebut terkait dengan seluruh aspek kehidupan manusia.
Allah berfirman dalam Q.S An-Nahl ayat 89 :
Artinya : “Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”4
3 Mohd. Nakhaie Ahmad, Di Bawah Naungan Islam, (Malaysia:Yayasan Islam Terengganu Gong Badak, 1998), hlm. 97
4Al-Qur’an dan Terjemahan
Secara tegas ayat diatas menerangkan, bahwa Al-Qur’an merupakan penjelas segala sesuatu. Petunjuk yang terkait dengan seluruh aspek kehidupan manusia. Dan Allah SWT telah memberikan jaminan bahwa Al- Qur’an adalah kitab yang paling sempurna, mengandung petunjuk, panutan, dan sumber nilai dari berbagai aspek kehidupan manusia.
Al-Qur’an merupakan pendidikan, maka untuk itu dapat dipahami seluruh kandungannya, Al-Qur’an harus dibaca, dipahami, dihayati serta direnungkan segala isi yang terkandung di dalamnya. Manusia dituntut untuk melaksanakan renungan secara mendalam dan memiliki kesanggupan untuk mengeluarkan butir makna yang tersimpan di dalam kulit karang di dasar lautan yang dalam.5
Berdasarkan kutipan diatas dapat disimpulkanbahwa Al-Qur’an bukanlah sekedar bacaan biasa melainkan Al-Qur’an bagaikan sebuah mutiara yang sangat berharga yang berada jauh di dasar lautan yang dalam karena itu untuk bisa memahaminya, makaharus ditempuh dengan cara pendidikan.Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang akan memungkinkan untuk berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat.6
5Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), Juz.1, hlm. 36
6Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm.79
Al-Qur’an merupakan mu’jizat terbesar yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang memuat beberapaaspek, yaitu:
1. Akidah
Seperti diingatkan Al-Quran sendiri, bahwa Al-Quran itu pada dasarnya dan dalam kenyataannya memuat berbagai persoalan yang sangat luas dan beraneka ragam. Allah berkalam:
Artinya : Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung- burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al- Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (QS Al- An’am: 38)
Meskipun ada perbedaan penafsiran dikalangan ahli-ahli tafsir tentang maksud dan konteks kelengkapan isi kandungan Al-Quran, namun ayat diatas secara tersirat maupun tersurat mengisyaratkan keluasan isi kandungan Al-Quran.
Hanya saja, pada umumnya ulama tafsir lebih sering menguraikan isi kandungan Al-Qur’an yang bersifat dasar dan garis besar. Sedangkan mengenai isinya secara detail, justru ditemukan dalam setiap penafsiran ayat-ayat itu sendiri.
Isi kandungan Al-Qur’an yang utama dan terpenting ialah tentang aqidah (teologi), yang juga lazim disebut dengan istilah ushul al-din, ilmu kalam dan terutama tauhid atau lengkapnya tauhidullah (pemahesaan Allah). Menurut Muhammad Quthub, yang dapat penulis setujui kebenarannya, topik utama dan paling mendasar dalam Al-Qur’an ialah soal akidah. Ini tidak berarti persoalan- persoalan lain yang ada dalam Al-Qur’an boleh dianggap tidak urgen. Sebab,
akidah itu sendiri tidaklah cukup bila tidak disertai dengan hal-hal yang lain khususnya syariah dan akhlak.
2. Ibadah
Isi kandungan penting kedua Al-Qur’an setelah akidah ialah ibadah.
Dalam Al-Quran, terdapat sekitar 140 ayat yang berisikan ihwal ibadah (ayat al-‘ibadat). Sama halnya dengan ayat al’aqa’id, ayat al-‘ibadat pada umumnya juga bersifat jelas, tegas dan rinci dalam hal normanya meskipun kurang pada tata caranya.
Menurut Al-Quran, tujuan utama dan pertama dari penciptaan jin dan manusia di muka bumi ialah agar mereka beribadah kepada Allah SWT. seperti tertera dalam ayat:
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(QS Al-Dzariyat 51:56)
Sesuai dengan ayat diatas, maka setiap manusia mukmin dan mukminat, harus menyatakan penghambaannya kepada Allah. Hanya kepada Allah manusia harus beribadah, dan hanya kepada-Nya pula mereka harus memohon pertolongan.
3. Wa’du dan wa’id
Isi kandungan Al-Quran lainnya juga mempunyai peran penting bagi kehidupan umat insani ialah janji baik dan ancaman buruk, yang dalam isilah tafsir masing-masing lebih populer dengan sebutan al-wa’du dan al’wa’id. Janji baik dan ancaman buruk ini terasa penting, karena dalam kenyataannya, diantara karakteristik manusia ialah menyenangi janji baik dan memerhatikan ancaman buruk. Senapas dengan janji baik dan ancaman buruk yang tetap bernilai juga bagi pembinaan kehidupan bani Adam itu, maka tidaklah naif keberadaan ayat al-
wa’du dan ayat wa al-wa’id yang menurut perhitungan al-Zuhaili, masing-masing berjumlah sekitar 1.000 ayat.
4. Akhlak
Akhlak, yang dalam bahasa indonesia lebih dikenal dengan istilah etika atau moral, merupakan salah satu isi kandungan Al-Qur’an yang sangat mendasar.
Mengingat diantara tujuan utama dari kenabian dan kerasulan Muhammad SAW.
adalah untuk menyempurnakan akhlak, maka sungguh pada tempatnya jika dalam Al-Qur’an al-karim. Ketika ‘A’isyah r.a. ditanya salah seorang sahabat tentang akhlak Rasulullah SAW.,ia menjawab dengan tegas bahwa (sumber) akhlak Rasulullah SAW. adalah Al-Qur’an.
5. Hukum
Telah ada kesepakatan di kalangan umat islam, bahwa sumber hukum utama dan pertama dalam Islam ialah Al-Quran. Al-Qur’an memang memuat sejumlah ketentuan hukum, dan sekaligus juga menyinggung kaidah-kaidah umum pembentukannya.
6. Kisah
Kisah, merupakan isi kandungan lain dalam Al-Qur’an. Kitab samawi terakhir ini menaruh perhatian serius akan keberadaan masalah kisah di dalamnya.
Dalam Al-Quran tersebut 26 kali kata qashash danyang seakar dengannya, tersebar dalam 12 surat dan 21 ayat. Lebih dari itu, dalam Al-Qur’an ada surat khusus yang dinamakan surat Al-Qashash, yakni surat ke 28 yang terdiri 88 ayat.
1.441 kata, dan 5.800 huruf.
7. Ilmu pengetahuan dan teknologi
Ilmu pengeahuan dan teknologi merupakan salah satu bagian dari isi kandungan Al-Qur’an yang tidak kurang pentingnya bagi kehidupan manusia.
Betapa banyaknya ayat Al-Quran yang merangsang dan mendorong para ilmuan supaya memerhatikan alam semesta, dan menggali ilmu pengetahuan yang sebaik-
baiknya. Bukan saja dari Al-Qur’an juga dari segenap alam jagat raya termasuk ruang angkasa.7
Bagi umat Islam sumber nilai yang tidak berasal dari Al-Qur’an dan hadist hanya digunakan sepanjang tidak menyimpang atau yang menunjang sistem nilai yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadist. Agar lebih jelas dapat diuraikan dalam contoh sebagai berikut:
Nilai yang berasal dari Al-Qur’an mengenai perintah shalat, zakat, puasa, haji dan sebagainya. Nilai yang berasal dari sunnah yang hukumnya wajib yaitu:
tata pelaksanaan Thaharah, tata cara pelaksanaan shalat, dan sebagainya. Untuk fardhu kifayah, mengubur jenazah dan sebagainya. Yang bersumber kepada ra’yu yakni memberikan penafsiran dan penjelasan terhadap Al-Qur’an dan Hadist, halyang berhubungan dengan kemasyarakatan yang tidak diatur oleh Al-Qur’an dan hadist dan sebagainya. Yang bersumber kepada adat istiadat yakni tata cara komunikasi, interaksi sesama manusia dan sebagainya. Yang bersumber kepada kenyataan yakni tata cara berpakaian, tata cara makan dan sebagainya.8
Pada era global ini semakin berkurangnya akidah seorang muslim, dan semakin berkurang juga akhlaknya, watak kepribadiannya, serta kesiapannya menerima konsep Islam sebagai pedoman dan pegangan hidupnya. Sebaliknya, jika akidah seseorang telah kokoh dan mapan, maka akan terlihat jelas dalam setiap amaliahnya. Berangkat dari hal di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti nilai-nilai pendidikan akidah dalam Al-Quran surat shaad ayat 1-8 menurut tafsir Al-Azhar karangan Prof. Dr. Hamka.
7Mohammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), Hlm. 92-109
8Zakiyah Daradjat, dkk, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm. 262-263
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah
Mengingat banyaknya pembahasan tentang aspek Akidah, maka penulis hanya akan membatasi pembahasan pada nilai-nilai pendidikan akidah dalam Al-Qur’an surat Shaad ayat 1-8.
2. Rumusan Masalah
Apa saja nilai-nilai pendidikan akidah dalam Al-Quran surat Shaad ayat 1- 8?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai pendidikan akidah dalam Al-Quran surat Shaad ayat 1-8
2. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis
1) Untuk menambah referensi bahan pustaka tentang Pendidikan Agama Islam, khususnya tentang nilai-nilai pendidikan akidah dalam Q.S Shaad ayat 1-8.
2) Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik terutama di bidang pendidikan Islam.
b. Manfaat praktis
1) Bagi lembaga pendidikan, sebagai bahan masukan serta informasi tentang Agama Islam khususnya di bidang Akidah.
2) Bagi penulis, untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam dan peneliti dapat mengetahui nilai- nilai pendidikan akidah dalam Q.S Shaad ayat 1-8.
D. Penjelasan Judul
Untuk menghindari kesalah fahaman tentang judul skripsi ini maka perlu penulis berikan penjelasan istilah yang digunakan dalam judul “ Nilai- Nilai Pendidikan Akidah Dalam Al-Quran Surat Shaad Ayat 1-8 Menurut Tafsir Al-Azhar Karangan Prof. Dr. Hamka“
Nilai-nilai:Sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakekatnya (etika dan nilai berhubungan erat)9
Pendidikan:Segala kegiatan yang dilakukan secara sadar berupa pembinaan (pengajaran) pikiran dan jasmani anak didik berlangsung sepanjang hayat untuk meningkatkan kepribadiannya, agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang selaras dengan alam dan masyarakatnya10
Akidah: Tali pengikat batin manusia dengan yang diyakininya sebagai Tuhan yang Esa yang patut disembah dan pencipta serta pengatur alam jagat ini.11
Surat Shaad: Salah satu surat dari Al-Quran, yaitu surat ke-38 yang terdiri dari 88 ayat, termasuk golongan Makiyyah.
9Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 783
10Nanang Purwanto, Pengantar Pendidikan, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2014), hlm. 24
11A. Rahman Ritonga, Akidah (Merakit Hubungan Manusia dengan Khaliknya melalui Pendidikan Akidah Anak Usia Dini), (Surabaya:
Amelia Surabaya, 2005), hlm. 53
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan judul proposal ini adalah apa saja nilai-nilai pendidikan Akidah yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Shaad ayat 1-8.
E. Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan sebagai bahan penguat penelitian ini adalah:
1. Mhd. Nazir. Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid dalam Q.S Ash-Shaffat Ayat 100-107 Merujuk kepada Tafsir Ibnu Katsir. Merupakan Skripsi S1 Pendidikan Agama Islam Program Sarjana IAIN Bukittinggi, 2016.
Dalam penelitiannya Mhd. Nazir menyimpulkan bahwa, Pandangan Ibnu Katsir tentang surat Ash-Shaffat ayat 100-107 ini mempunyai tema yang mengacu pada nilai-nilai pendidikan tauhid yaitu, pendidikan keimanan dimana keimanan sendiri terdiri dari keimanan kepada Allah, kepada Malaikat, kepada Kitab-Kitab, kepada Rasul, kepada Hari Akhir, serta keimanan kepada Qadha dan Qadhar. Adapun maksud dari pendidikan keimanan ini merupakan cikal bakal pendidikan tauhid yang akan ditanamkan kepada anak.12
F. Sistematika Penulisan BAB I :Pendahuluan
Bab ini mengemukakan latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penjelasan juduldan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan teori
Bab ini membahas tentang isi dari keseluruhan penulisan yang meliputi:konsep nilai-nilai Pendidikan Akidah.
BAB III : Metodologi penelitian
12Mhd. Nazir, “Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid dalam Q.S Ash-Shaffat Ayat 100-107 Merujuk kepada Tafsir Ibnu Katsir” (Bukittinggi: Fakultas Tarbiyah, 2016)
Mengemukakan tentang jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan metode analisis data
BAB IV : Hasil penelitian
Mengemukakan tentang gambaran umum surat Shaad, asbabun nuzul QS. Shaad, penafsiran QS. Shaad, dan nilai-nilai pendidikan akidah dalam QS. Shaad
BAB V : Penutup
Mengemukakan tentang kesimpulan dan saran
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Nilai-Nilai Pendidikan Akidah 1. Pengertian Nilai
Nilai berasal dari bahasa latin yang berarti “berguna, mampu akan, berdaya, berlaku”, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang. Nilai yaitu kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai,
berguna dan dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermartabat.13
Beberapa ahli mengemukakan pengertian nilai yaitu:
a. Menurut kamus lengakap bahasa Indonesia terbaru nilai adalah harga, dalam arti tafsiran harga sesuatu, angka kedalaman, kadar mutu, banyak sedikitnya isi.14 b. Notonegoro menyatakan ada tiga macam nilai, yaitu:
1) Nilai materil, yakni sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
2) Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan.
3) Nilai kerohanian, dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
a) Nilai kebenaran bersumber pada akal pikir manusia (rasio, budi, dan cipta).
b) Nilai kebaikan bersumber pada kehendak keras, karsa hati, dan nurani manusia.
c) Nilai estetika (keindahan) bersumber pada akal pikir manusia.
d) Nilai religious (ketuhanan) yang bersifat mutlak dan bersumber pada keyakinan manusia.15
c. Bambang Daroeso mengtakan bahwa nialai ialah suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu
13 Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai-Nilai Karakter
Konstruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), Cet. Ke-1, hlm. 56
14 Desi Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru, (Surabaya:
Amelia, 2003), cet. Ke-1, hlm. 290
15 Herimanto dan Winarno, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. Ke-2, hlm. 128-129
yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang.16 Sesuatu dianggap bernilai apabilai memiliki sifat menyenangkan (peasent), berguna (useful), memuaskan (satisfying), menguntungkan (profitable), menarik (interesting), dan keyakinan (belief).17
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai yaitu harga atau kadar sesuatu yang dapat diambil atau bermanfaat bagi manusia yang menjadi dasar penentu tingkah laku manusia sehingga setiap sesuatu dianggap bernilai apabila nilai tersebut berguna bagi manusia sekitarnya.
2. Pengertian Pendidikan Akidah
Adapun pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka kita harus melihat kepada kata arab karena ajaran Islam diturunkan dalam bahasa tersebut. Kata
“pendidikan”yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah”,dengan kata kerja
“rabba”. Kata “pengajaran” dalam bahasa Arabnya
“ta’lim” dengan kata kerjanya “allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya “tarbiyah wa ta’lim”
16Ibid…., hlm. 126 17Ibid…., hlm. 127
sedangkan “Pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah”.18
Secara etimologi, istilah tarbiyah dapat dikelompokkan dalam tiga pengertian, yaitu :
a. Tarbiyah yang berarti berkembang (rabba-yarbu)
b. Tarbiyah yang berarti tumbuh (rabiya-yarba, bi ma’nasya’a)
c. Tarbiyah yang berarti memperbaiki, bertanggung jawab, memelihara, dan mendidik (rabba-yarubbu).
Istilah ta’lim bermakna proses transfer pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanat. Proses tersebut menjadikan diri kita bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima al- hikmah. Kita juga siap mempelajari segala sesuatu yang belum diketahui dan berguna.19 Istilah ta’lim dengan pengertian ini secara praktis merupakan proses pendidikan yang berlangsung dari masa kanak-kanak hingga akhir hayat.
Sedangkan akidah adalah bentuk masdar dari kata
“aqada, ya’qidu ‘aqdan-‘aqidatan” yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian, dan kokoh.20 Dan akidah
18Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 25
19Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 29-30
20Muhaimin, Studi Islam Dalam Ragam Dimensi Dan Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 259
disebut pula iman atau kepercayaan yang merupakan titik tolak permulaan seseorang disebut muslim. Akidah merupakan pengetahuan pokok yang disebut “arkanul iman”atau rukun iman yang terdiri atas iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada rasul, iman kepada hari akhir serta iman kepada qadha dan qhadar.
Pokok-pokok keimanan tersebut diatas lazimnya dibahas dalam teologi islam. Teologi berasal dari kata
“theos” artinya “tuhan” dan “logos” artinya “ilmu”, jadi teologi adalah ilmu ketuhanan. Dengan kata lain yang dimaksud teologi adalah pengetahuan tentang tuhan dan manusia dalam pertaliannya dengan tuhan, baik disandarkan kepada wahyu (revealed theology) maupun disandarkan pada penyelidikan akal pikiran (rational theology).
Teologi disebut pula ilmu kalam yaitu ilmu yang menerangkan sifat-sifat Allah yang wajib diketahui dan dipercayai dan yang terpenting adalah pembahasan mengenai keesaan Allah.Oleh karena itu, ilmu kalam disebut juga ilmu tauhid.Ada juga yang menyebut teologi dengan sebutan ilmu ushul artinya ilmu yang membahas tentang pokok-pokok kepercayaan, atau ilmu ushuluddiin yaitu ilmu yang menguraikan pokok-pokok kepercayaan dalam agama.Ada yang menyebut dengan istilah ilmu
aqo’id, karena membahas masalah kepercayaan dan keyakinan terhadap Allah dan ada pula yang menyebut ilmu ma’rifat, karena membahas pengenalan terhadap Allah.
Teologi timbul akibat faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal.Faktor internal yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Sebagian umat menuhankan bintang-bintang sebagai sekutu Allah (QS Al an’am: 76-78), menuhankan Nabi Isa as. (QS Almaidah: 116) dan ada pula yang menyembah berhala-berhala (QS Al an’am: 74).
b. Setelah islam berkembang luas, umat islam mulai memfilsafatkan agama. Hujjah dan penjelasan masing- masing mengakibatkan terjadinya perselisihan.
c. Setelah Nabi Muhammad SAW. wafat, timbul perselisihan dalam memahami masalah-masalah politik, misalnya tentang kekhalifahan. Umat Islam terpecah dalam beberapa golongan dan perselisihan tersebut merembet ke dalam urusan ushul.
Selain faktor-faktor diatas, timbulnya teologi juga disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat eksternal sebagai berikut:
a. Umat Islam yang semula beragama selain Islam mulai memikirkan agama asalnya dan diberi corak keislaman.
Lahirlah ajaran yang berbau ajaran Hindu seperti konsep reinkarnasi dalam agama Hindu, paham tentang umat pilihan seperti ajaran Yahudi, dan sebagainya.
b. Umat islam mempelajari berbagai pendapat dan alasan- alasan orang-orang yang memusuhi islam terutama umat Yahudi dan Nasrani yang mempergunakan filsafat Yunani. Masuknya filsafat Yunani dikalangan umat Islam menyebabkan perbedaan pendapat diantara umat Islam semakin bertambah besar.
c. Umat islam mempergunakan filsafat Yunani untuk menjawab, mengimbangi dan mengalahkan musuh- musuh Islam dengan melakukan perdebatan menggunakan logika yang berasal dari filsafat Yunani.
Akidah merupakan pondasi seorang muslim. Ibarat sebuah bangunan, maka akidah seseorang akan menentukan kekuatan bangunan islam, baik dalam menegakkan syariah maupun dalam menampilkan akhlaknya. Agar mempunyai pondasi yang kokoh, maka diperlukan pemahaman yang tepat terhadap akidah tersebut.21
Pengertian akidah secara istilah, dapat dilihat dari beberapa pandangan tokoh berikut ini:
21Aminuddin, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi,(Jakarta:Ghalia Indonesia,2005),Hlm. 74
a. Hasab Al-Banna. Akidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati , mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.
b. Abu Bakar Al-Jazairi. Akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati dan menolak segala sesuatu yang berentangan dengan kebenaran itu.
c. Yusuf Al-Qardhawi. Akidah Islam bersifat syumuliyah (sempurna) karena mampu menginterpretasikan semua masalah besar dalam wujud ini, tidak pernah membagi manusia di antara dua Tuhan (Tuhan kebaikan dan Tuhan kejahatan), bersandar pada akal, hati, dan kelengkapan manusia lainnya.
Berdasarkan pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa akidah yang benar yaitu akidah yang dapat dipahami oleh akal sehat dan diterima oleh hati karena sesuai dengan fitrah manusi.Alat ukur akidah seseorang adalah hati.Tentu yang paling tepat mengukur hati adalah dirinya sendiri. Oleh karena itu, mengukur akidah seseorang hanya akan akurat manakala dievaluasi oleh pemilik hati itu sendiri.
Agar tidak salah dalam menilai akidah sendiri, perlu melihat pada petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an ditambah dengan petunjuk-petunjuk Rasul dalam hadist. Setelah itu perlu melihat penjelasan ulama yang otoritatif.Dalam hal ini potensi akal sehat sangat diperlukan.Allah SWT mendorong manusia untuk berpikir mengoptimalkan akalnya.22
Abdul ghani dalam bukunya al-Aqidadul Islamiyah wa Idiologiyatil Ma’ashirah, mengatakan bahwa aqidah itu ialah keyakinan kepada hakikat yang nyata yang tidak menerima keraguan dan bantahan. Apabila kepercayaan terhadap hakikat sesuatu itu masih ada unsur keraguan, maka tidak disebut akidah.Jadi akidah itu kuat dan tidak ada kelemahan yang membuka peluang untuk dibantah.Oleh karena itu Hasan al-banna dalam bukunya Akidah Islam mengatakan bila akidah sudah tertanam dengan benar dan kuat dalam jiwa, maka jiwa itu tenang dan tentram, bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Hal ini amat penting, karena dari sinilah semua hukum syariat dan pengamalannya muncul.Menurut M.
Syaltut akidah merupakan pondasi yang diatasya 22 Deden Makbuloh, Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 86-87
dibangun hukum syari’at.Disini hukum syari’at merupakan aktualisasi akidah.Oleh sebab itu hukum yang kuat adalah yang lahir dari akidah yang kuat.Tidak ada akidah tanpa syari’at dan tidak mungkin syari’at itu lahir jika tidak ada akidah.
Jika diperhatikan secara seksama dan uraian tentang pengertian akidah yang tersebut diatas dipahami secara mendalam, dapat disimpulkan pada dasarnya akidah menurut bahasa adalah bahasa Arab yang sudah menjadi bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia akidah diartikan dengan tali pengikat/pembuhul sesuatu dengan yang lain, sehingga bersatu menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jika masih bisa dipisahkan berarti belum ada pengikat sekaligus berarti belum ada akidahnya.
Dalam konteks islam, akidah berarti tali pengikat batin manusia dengan yang diyakininya sebagai Tuhan yang Esa yang patut disembah dan pencipta serta pengatur alam jagat ini. Selain itu akidah juga diartikan sebagai komitmen spiritual terhadap Allah dengan segala kemahaan-Nya.Ikatan atau komitmen dengan Allah itu terikat kuat, tangguh dan rapat, tidak longgar dan
renggang, sehingga kekuatannya diyakini dan tidak diragukan.Dengan demikian ikatan itu tidak mudah tanggal betapapun kuatnya angin tipu daya dan rayuan penganut kesesatan (setan).
Komitmen ketuhanan kepada Allah ini pada dasarnya terjadi karena adanya keyakinan atau kepercayaan kepada Allah sebagai Tuhan yang disembah dan Pencipa alam ini. Kepercayaan seperti inilah yang disebut dengan iman. Jadi sebenarnya antara akidah dan iman tidaklah sama, meskipun antara keduanya sulit dibedakan. Terjadinya ikatan dan pautan hati kepada Allah adalah karena kepercayaan batinnya atas kebenaran dan kemahakuasaan Allah.Keimanan seperti ini lahir setelah ada keputusan dan ketetapan hati terhadap keesaan (tauhid) Allah.23
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa pendidikan akidah adalah suatu proses usaha yang berupa pengajaran, bimbingan, pengarahan, pembinaan kepada manusia agar nantinya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan akidah Islam yang telah
23 A Rahman Ritonga , Akidah (Merakit Hubungan Manusia Dengan Khaliknya Melalui Pendidikan Akidah Anak Usia Dini), (Surabaya: Amelia Surabaya, 2005), Hlm.
53-54
diyakini secara menyeluruh, mengembangkan dan memantapkan kemampuannya dalam mengenal Allah, serta menjadikan akidah Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya dalam berbagai kehidupan baik pribadi, keluarga, maupun kehidupan masyarakat demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat dengan dilandasi keyakinan kepada Allah semata.
Hal ini sesuai dengan karakteristik ajaran Islam itu sendiri, yaitu mengesakan Allah dan menyerahkan diri kepada-Nya.Allah lah yang mengatur hidup dan kehidupan umat manusia dan seluruh alam.Dialah yang berhak ditaati dan dimintai pertolongannya.24
3. Nilai-nilai Pendidikan Akidah
a. Nilai Pendidikan Akidah Tentang Ketauhidan
Tauhid adalah mengitikatkan bahwa Allah itu Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Itikad ini harus dihayati baik dalam niat, amal maupun dalam maksud dan tujuan.25
Kata tauhid dan yang seakar dengannya terulang dalam al-Qur’an sebanyak 31 kali, yang secara etimologi berarti mengesakan Allah. Menurut
24Http://Nilai-Nilai-Pendidikan-Akidah.Html, Diakses 10 Oktober 2019.
25Ibid., hlm. 13-15
pakar bahasa Arab Ibnu Faris (w. 395 H) kata tauhid terdiri dari huruf-huruf waw, ha, dan dal yang mengandung arti tunggal atau ketersendirian.
Secara terminologis, tauhid digunakan untuk pengistilahan: meniadakan persamaan zat, sifat, dan perbuatan Allah, serta menafikan sekutu-Nya dalam ketuhanan dan ibadah. Menurut Muhammad Ismail Ibrahim, tauhid: yaitu beriman kepada Allah bahwa dia Esa dan tidak ada sekutunya. Menurut ahli hakikat, tauhid, berarti mensucikan zat Allah dari segala hal yang terekpresikan dalam pikiran dan khayalan. Tauhid terbagi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Tauhid pada zat, nama dan sifat
2. Tauhid rububiyyah, yaitu keesaan Allah dalam menciptakan, memberi rezeki, dan mengatur semua makhluk
3. Tauhid uluhiyyah atau ibadah, yaitu semua ibadah dilaksanakan demi Allah, tidak dikarenakan makhluk.26
b. Nilai Pendidikan Akidah Tentang Malaikat
Allah telah menciptakan sejenis makhluk gaib, yaitu malaikat di samping makhluk lainnya. Malaikat diberi tugas-tugas khusus yang ada ada hubungannya dengan wahyu, Rasul, Manusia, alam semesta, akhirat, disamping ada malaikat yang diberi tugas untuk 26Ashaf Shaleh, Takwa: Makna Dan Hikmahnya Dalam Al- Quran, (Jakarta: Erlangga,) hlm. 31
melakukan sujud kepada Allah SWT secara terus menerus. Malaikat mempunyai sifat yang berbeda dengan makhluk lainnya. Dengan izin Allah, sewaktu- waktu malaikat dapat menjelma ke alam materi sebagaimana pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW, dahulu hal tersebut di jelaskan Allah dalam firmannya QS. Hud/11: 69-70
Artinya:
69. Dan Sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: "Selamat." Ibrahim menjawab: "Selamatlah," Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang.
70. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: "Jangan kamu takut, Sesungguhnya Kami adalah (malaikat- ma]aikat) yang diutus kepada kaum Luth."
Sebagai makhluk immaterial, malaikat memiliki ciri-ciri 1. Mereka adalah makhluk yang selalu takut dan
patuh kepada Allah
2. Mereka adalah makhluk yang tidak pernah berdosa dan bermaksiat
3. Mereka adalah makhluk yang tidak pernah sombong dan selalu bertasbih kepada Allah.27
c. Nilai Pendidikan Akidah Tentang Al-Kitab
Kitab berasal dari kata kerja kataba (artinya ia telah menulis) memuat wahyu Allah. Perkataan wahyu berasal dari bahasa Arab: al-wahy. Kata ini mengandung makna suara, bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Dalam pengertian yang umum wahyu adalah firman Allah yang disampaikan malaikat jibril kepada para Rasul-Nya. Dengan demikian dalam perkataan wahyu terkandung pengertian penyampaian firman Allah kepada orang yang di pilih-Nya untuk diteruskan kepada umat manusia guna di jadikan pegangan hidup. Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai Rasulnya untuk disampaikan kepada umat manusia, semua terekam dengan baik di dalam Al-Qur’an, kitab suci umat Islam.28
Al-Qur’an menyebut beberapa kitab suci misalnya Injil, Taurat, Zabur dan lain-lainnya wajib di percayai oleh umat islam. Siapa yang tidak beriman kepada salah satu kitab atau ayat-ayat yang diwahyukan itu maka dia kafir.
27 Sudirman, op. cit hlm. 39-41
28Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2008), hlm. 213-214
Dasar kepercayaan kepada kitab yang diwahyukan oleh Allah adalah firman Allah dalam Al- Qur’an surah Al-Baqarah/2: 4
Artinya: Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Menurut Ibnu Abbas, orang-orang yang beriman itu membenarkan apa yang di bawa Nabi Muhammad dan yang di bawa nabi-nabi sebelum Muhammad.
Mereka tidak membeda-bedakan antara mereka (nabi- nabi) dan tidak mengingkari apa yang dibawa mereka dari tuhan mereka.
d. Nilai Pendidikan Akidah Tentang Rasul
Istilah Rasul terdapat sebanyak 116, rusul ditemukan sebanyak 34 kali, dan rusulan tercantum sebanyak 10 kali dalam Al-Qur’an. Kata rusul adalah jamak dari kata rasul, yang secara leksikal berarti manusia yang diperintah untuk melaksanakan misinya dengan mengaku menjadi rasul, sedangkan secara terminologis bermakna insan yang diutus oleh Allah kepada manusia untuk menyampaikan syariat.
Menurut Al-Kalbi (w. 146 H) dan Farra’ (w. 207 H), semua rasul adalah nabi: dan tidak semua nabi
adalah rasul. Mu’tazilah berpendapat lain, rasul dan nabi adalah sama, karena Muhammad disebut dalam Al-Qur’an dengan nabi dan rasul. Menurut penulis, pendapat yang mu’tamad adalah pendapat Al-Kilbi.
Dalil tentang beriman kepada para Rasul merupakan karakteristik manusia yang takwa adalah ayat Al-Qur’an surah Al-Baqarah/2: 177
Artinya: akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat- malaikat, kitab-kitab, para nabi-nabi
Menurut Al-Maraghi, kebajikan itu adalah
“beriman kepada para nabi. Percaya kepada mereka dapat memotifasi manusia mengikuti petunjuk mereka dan berakhlak dengan akhlak mereka.”29
e. Nilai Pendidikan Akidah Tentang Hari Kiamat
Tanpa mempercayai hari akhirat sama halnya dengan orang tidak mempercayai agama Islam, walaupun orang itu menyatakan ia percaya kepada Allah, Al-Qur’an dan Nabi Muhammad. Menurut Abul A’la maududi (Altaf Gauhar, 1983: 13), manusia tidak dilepaskan begitu saja kedunia ini sebagai binatang yang tidak bertanggung jawab. Ia bertanggung jawab
29 Ashaf Shaleh, Takwa: Makna Dan Hikmahnya Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Erlangga), hlm. 68-77
atas segala perbuatannya dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu kepada Allah (kelak).30
Islam mengajarkan kepada penganutnya bahwa kehidupan yang abadi adalah kehidupan setelah kehidupan dunia ini. Keterangan tentang ini disebutkan dalam firman Allah QS. Al-Baqarah/2: 281
Artinya: Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. kemudian masing- masing diri diberi Balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).
Dengan memperhatikan firman Allah tersebut diatas, jelaslah bahwa hari kiamat itu pasti datang.
Kehidupan dunia ini akan digantikan dengan kehidupan akhirat yang kekal abadi.31
f. Nilai Pendidikan Akidah Tentang Qadha Dan Qadhar Qadha menurut bahasa berarti hukum, perintah, memberitakan, menghendaki, menjadikan. Sedangkan Qadhar berarti batasan, menetapkan ukuran. Arti terminologis dikemukakan Ar-Ragib bahwa: Qadhar
30 Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2008), hlm. 226-227
31 Sudirman, Pilar-Pilar Muslim Menuju Kesempurnaan Sumber Daya Muslim, (Malang: Uin-Maliki Press, 2012),, hlm. 75-76
ialah menetukan batas (ukuran) sebuah rancangan seperti besar dan umur alam semesta, lamanya siang dan malam, anatomi dan fisiologi makhluk nabati dan hewani, dan lain-lain: sedang Qadha ialah menetapkan rancangan tersebut
Atau secara sederhana dapat diartikan bahwa Qadha adalah ketetapan Allah yang telah ditetapkan (tetapi tidak kita ketahui). Sedang Qadhar ialah ketetapan Allah yang telah terbukti (diketahui telah terjadi).
Setiap muslim wajib meyakini bahwa Allah SWT maha kuasa serta memiliki wewenang penuh untuk menurunkan ketentuan apa saja bagi makhluknya.
Demikian juga setiap muslim juga wajib meyakini sepenuhnya bahwa manusia di beri kebebasan memilih dan menetukan nasibnya sendiri segala kemampuan usahanya serta doanya kepada Allah.
Qadha Allah berlaku sejak manusia masih berada di dalam rahim ibunya, ia lahir ke dunia tanpa di beri hak untuk memilih siapa ayah ibunya. Dan sebagai bangsa apa ia dilahirkan dan sebagainya. Dalam perkembangan dirinya ia diikat oleh ketentuan- ketentuan yang dibuat Allah bagi dirinya sendiri, sesuai dengan sunatullah dan syariah Allah.
Jadi ada dua faktor yang menyertai manusia, yaitu Qadha dan Qadhar Allah. Keberhasilan amal seseorang hanya mungkin bila diikhtiarkannya cocok dengan qadha dan Qadhar Allah.32
4. Sumber Akidah
Secara umum sumber akidah itu adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Dan kita sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah harus meyakini dan mengamalkannya akan keberadaannya sumber kaidah Islam tersebut. 33
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang berupa mukjizat yang diturunkan oleh-Nya kepada manusia, melalui Jibril, dengan perantaraan Rasul terakhir, Muhammad Saw, berfungsi utama sebagai petunjuk-Nya bagi manusia sebagai makhluk psikofisik yang bernilai ibadah membacanya. Eksistensi dan keadaan manusia, membutuhkan petunjuk-Nya dalam menempuh kehidupan di dunia. Tanpa petunjuk-Nya, manusia hidup tersesat yang berakhir tidak selamat.
Fungsi utama Al-Qur’an memang sebagai hidayah (petunjuk) bagi manusia dalam mengelola hidupnya di dunia secara baik, dan merupakan rahmat untuk alam
32 Ibid,. hlm. 99-103
33Labib Mz, Mantapkan Akidahmu dalam Beriman pada yang Ghaib, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2005), hlm.
12
semesta, di samping pembeda antara yang hak dan yang batil, juga sebagai penjelas terhadap segala sesuatu, akhlak, moralitas, dan etika-etika yang patut dipraktekkan manusia dalam hidup mereka, penerapan semua ajaran Allah itu akan membawa dampak positif bagi manusia sendiri.
Di samping fungsi utama, hidayah Allah, juga memiliki fungsi-fungsi lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu sebagai berikut.
Pertama,sebagai mukjizat nabi Muhammad Saw untuk membuktikan bahwa ia adalah Nabi dan Rasul Allah, dan bahwa Al-Qur’an adalah firman-Nya bukan ucapan atau ciptaan Muhammad sendiri karena Muhammad tidak pernah belajar atau menulis apapun sebelumnya, seperti firman-Nya surat Al-Ankabut : 48
Artinya: Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).
Kedua, sebagai hakim pemutus yang diberi wewenang oleh Allah guna memberikan keputusan pamungkas mengenai berbagai masalah yang diperselisihkan di
kalangan para pemimpin-pemimpin agama, dari berbagai macam agama.
Ketiga, sebagai korektor yang meluruskan kepercayaan, pandangan, dan anggapan yang salah di kalangan umat beragama, termasuk kepercayaan, pandangan dan anggapan yang keliru dan salah terdapat dalam bible, atau kitab yang dipandang suci oleh pemeluknya.
Keempat, sebagai penguat terhadap kebenaran kitab- kitab terdahulu sebelum Al-Qur’an dan keberan para nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad Saw.
Kelima, fungsi lain dari Al-Qur’an adalah sebagai keterangan yang jelas, sebagai pelajaran yang baik bagi orang-orang yang bertakwa, dan sebagai penyembuh (syifa).34 Kata syifa’ terulang sebanyak empat kali dalam Al-Qur’an, tiga di antaranya menggambarkan fungsi Al- Qur’an sebagai obat dan satu lainnya menggambarkan madu lebah yang juga sebagai obat untuk manusia.35 Serta rahmat bagi orang beriman. Memang tidak sedikit fungsi-fungsi keberadaan Al-Quran, tetapi fungsi paling utama adalah sebagai petunjuk-Nya bagi manusia, agar
34 Rif’at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, (Jakarta:
Sinar Grafika Offset, 2014), hlm. 239-241
35Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 181
mereka mendapat bimbingan yang benar dan efektif dari Allah dalam menjalani kehidupan dengan benar, tidak dalam keadaan bingung.36
b. As-Sunnah
Kata hadis dalam bahasa indonesia yang baku adalah sabda dan perbuatan Nabi Muhammad Saw. yang diriwayatkan oleh sahabat-sahabatnya untuk menjelaskan dan menentukan hukum islam. Kata hadis berasal dan bahasa Arab yaitu al-Hadits, bentuk mufrad dan al- ahadits, al-hidats, al-hudatsa, al-hudatsan, al-hidtsan.
Menurut etimologi kata al-hadits mempunyai banyak pengertian, yaitu jalan atau tuntunan, setiap apa yang dikatakan, al-jadid berarti baru sebagai lawan dari al- qadim yang berarti terdahulu atau lama, contoh al-alamu hadiitsun yang berarti alam baru. Alam yang dimaksud adalah sesuatu selain Allah, baru berarti diciptakan setelah tidak ada. Al-khabar wal kalam yang berarti berita, pembicaraan dan perkataan, maka dalam periwayatan hadis ungkapan pemberitaan yang diungkapkan oleh para periwayat hadis sering menggunakan kata hatdasanah yang berarti memberitahukan kepada kami, dengan demikian hadis
36Opcit....hlm 241
disini diartikan sama dengan khabar. Al-muhadatsah (percakapan), al-karib (yang dekat), al-hikayah (cerita).
Pengertian hadis secara terminologi, para ulama memberikan pengertian yang berbeda, para ulama hadis pada umumnya memberikan defenisi bahwa hadis disamakan pengertiannya dengan al-sunnah, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw. Berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat.
Oleh sebab itu mereka memberikan definisi mengenai hadis Nabi adalah perkataan-perkataan, perbuatan dan taqrir Rasulullah Saw. Sebagai petunjuk dan perundang-undangan.37
5. Ruang Lingkup Akidah
Menurut Syekh Hasan Al-Banna ruang lingkup pembahasan akidah meliputi:
a. Ilahiah, yaitu pembahasan tentang sesuatu yang berhubungan dengan ilah (tuhan) seperti wujud Allah SWT, nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT, perbuatan- perbuatan (af’al) Allah SWT dan lain-lain.
b. Nubuwah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah SWT, mukjizat dan sebagainya.
37Suryani,Hadis Tarbawi Analisis Paedagogis Hadis-Hadis Nabi,(Depok: Teras,2012) Hlm. 3-4
c. Ruhaniah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan dan roh.
d. Sam’iyah, yakni pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui melalui sam’i, yakni dalil naqli berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah, seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur dan sebagainya.38
6. Fungsi Akidah
Akidah merupakan langkah pertama yang diserukan oleh seluruh utusan Allah terhadap manusia. Sebab akidah merupakan fungsi utama sebagai pondasi hidup dan tempat berpijak dari segala gerak atau aktivitas- aktivitas yang lainnya. Ibarat bangunan, akidah itu landasannya, apabila landasan sebuah bangunan tersebut tidak kuat, maka bangunannya pun cepat roboh atau ambruk, begitu sebaliknya kalau landasannya kuat bangunannya bertambah kuat, begitu halnya dengan manusia. Bila mempunyai akidah yang kuat tidak akan mudah dipengaruhi dan diiming-imingi dengan suatu yang bisa menghancurkan keakidahannya.
Sedangkan dalam ajaran Islam, akidah, ibadah, akhlak dan muamalah itu merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan dan saling berhubungan satu
38Sudirman, Pilar-Pilar Islam Menuju Kesempurnaan Sumber Daya Muslim, (Malang: Uin-Maliki Pres, 2012), hlm. 12
dengan yang lainnya. Sebab seseorang yang mempunyai akidah yang kuat, tentu saja akan melaksanakan ibadah yang rutin dan Allah SWT akan menerima. Dan seseorang bisa berpura-pura melaksanakan aturan Islam, bila ntidak dilandasi dengan akidah yang benar. Begitu juga Rasulullah Saw menegaskan untuk selalu membangun akidah yang benar dan kokoh, hingga ajaran Islam bisa terus bertahan sampai hari akhir dan selalu meningkatkan kualitas iman, amal serta ibadah dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah SWT.39
B. QS. Shaad ayat 1-8 dan Penjelasannya
39Labib Mz, Mantapkan Akidahmu dalam Beriman pada yang Ghaib, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2005), hal.
13-14
Artinya
:
1. Shaad, demi Al Quran yang mempunyai keagungan.
2. Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit.
3. Betapa banyaknya umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolong Padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri.
4. Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (Rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta".
5. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.
6. Dan Pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): "Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki.
7. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan,
8. Mengapa Al Quran itu diturunkan kepadanya di antara kita?" sebenarnya mereka ragu-ragu terhadap Al Quran-Ku, dan sebenarnya mereka belum merasakan azab-Ku.40
Surat shaad menjelaskan asas-asas akidah islam;
tauhid, kenabian dan kebangkitan melalui perdebatan dengan orang-orang musyrik tentang keyakinan-keyakinan mereka yang berseberangan dengan asas-asas tersebut,
40Al-Qur’an dan Terjemahan
menyebutkan contoh kisah-kisah para nabi terdahulu sebagai nasihat dan pelajaran.41
Surat Shaad diturunkan di Mekah sesudah surah Al- Qamar. Yang lebih banyak diuraikan dalam surah yang mengandung 88 ayat ini ialah seruan Rasulkepada kaumnya agar mereka kembali kepada aqidah yang benar dan sehat, yaitu beriman bahwasanya Maha Pencipta Alam itu hanya satu saja, tunggal, Esa, tidak bersekutu dengan yang lain sedikit pun. Tetapi seruan itu telah diterima salah oleh kaumnya.Mereka mengatakan bahwa bertuhan satu itu adalah satu kepercayaan yang mengherankan. Mereka katakan bahwa agama yang lain, Yahudi dan Nasrani tidak pernah mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa. Yang tua-tua di kalangan mereka mengerahkan yang muda-muda agar mempertahankan kepercayaan yang diterima turun-temurun dari nenek moyang itu.Bahkan mereka tuduh Nabi Muhammad itu pembohong, tujang sihir yang tidak boleh diikuti.
Maka diberikanlah oleh Allah peringatan kepada Rasul- Nya yang utama itu, Muhammad Saw., agar dia bersabar menerima segala tantangan itu.Allah SWT memberi
41Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al- Wasith, (Jakarta: Gema Insani, 2013) Hlm. 241
ketenangan kepada beliau pertama sekali dengan memperingatkan, bahwa telah banyak umat-umat dan kaum yang terdahulu hancur binasa karena menantang nabi-nabi dan rasul-rasul yang diutus Allah kepada mereka.Disebutkanlah kaum Nabi Nuh, kaum ‘Ad, Fir’aun di negeri Mesir yang kukuh kekuasaannya.Disebutkan juga kaum Nabi Luth, penduduk negeri Aikahkampung terdekat dari madyan.Semua mendustakan rasul-rasul dan senua dibinasakan.Dengan sekali pekik komando malaikat saja, merekapun hancur.
Kemudian diperingatkanlah kepada Rasul Saw., kisah perjuangan beberapa Nabi untuk dijadikan perbandingan dan untuk menanamkan kesabaran menghadapi kaum atau umat masing-masing.Yang terlebih dahulu dikemukakan Allah SWT untuk jadi teladan tentang kesabaran ialah Nabi Dawud.Yaitu nabi dan rasul yang merangkap menjadi raja.Terkumpul pada dirinya kewajiban menunjukkan jalan ke akhirat, membawa tugas dari Allah, dengan kewajiban duniawi menjadi raja, membimbing masyarakat dalam kehidupan.42
C. Tafsir Al-Azhar Karangan Prof. Dr. Hamka
42 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2009), hlm. 527-528
1. Biografi Prof. Dr. Hamka
Haji Abdul Malik Karim Amrullah adalah putra DR. Syaikh Abdulkarim Amrullah, tokoh pelopor dari Gerakan Islam “Kaum Muda”
di Minangkabau yang memulai gerakannya pada 1906 setelah kembali dari Makkah. Syaikh Abdulkarim Amrullah yang terkenal dengan sebutan Haji Rasul di waktu mudanya itu, mempelopori gerakan menentang ajaran Rabithah, yakni sebuah gerakan yang menghadirkan guru dalam ingatan, sebagai salah satu sistem/cara yang ditempuh oleh penganut-penganut tarekat apabila mereka akan memulai mengerjakan suluk. Selain itu, dia menyatakan pendapat-pendapat yang lain, berkenaan dengan masalah khilafiah.
Di zaman hebat pertentangan kaum muda dan kaum tua (1908) atau 1325 Hijriah itulah, lahir putranya yang bernama Abdul Malik.Dan, seketika gerakan kaum muda itu menerbitkan majalah Al-Munir pada April 1911.Abdul Malik yang kemudian dikenal sebagai Hamka dan kerap disapa sebagai Buya Hamka oleh anak-anaknya, maupun orang lain, saat itu baru berusia 3 tahun.Karena lahir di era pergerakan tersebutlah, sejak kecil dia sudah terbiasa mendengar perdebatan-perdebatan yang sengit antara kaum muda dan kaum tua tentang paham-paham agama.
Pada 1918, tatkala Malik berusia 10 tahun, ayahnya mendirikan pondok pesantren di Padang Panjang dengan nama: “SUMATERA