Gambaran Pengetahuan dan Sikap Lanjut Usia Dalam Pemenuhan Perawatan Diri Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan
SKRIPSI
Oleh
YOHANES ZENRIANO TARIGAN 121101115
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah dan anugerahNya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Lansia dalam Pemenuhan Perawatan Diri Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan” sebagai Tugas Akhir guna meraih Sarjana Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penulisan Tugas Akhir ini, penulis telah banyak mendapatkan saran, bantuan serta doa. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati serta penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keperawatan Sumatera Utara.
2. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep sebagai Wakil Dekan I, Ibu Cholina T. Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB sabagai Wakil Dekan II dan Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat sebagai Wakil Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Rika Endah Nurhidaya, S.Kp, M.Pd dan Ibu Luffthiani, S.Kep, Ns, M.Kes, selaku Dosen Penguji. Terimakasih atas masukan yang telah diberikan untuk perbaikan Tugas Akhir.
5. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS selaku Dosen Validator yang membantu memvalidasi instrumen penelitian yang saya gunakan dalam penelitian.
6. Ibu Luffthiani, S.Kep, Ns, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama program akademik.
7. Seluruh Dosen, Pegawai dan Staf Fakultas Keperawatan Universitas
8. Seluruh responden untuk penelitian ini yaitu siswi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penyusunan Tugas Akhir.
9. Kedua orang tua saya, Jonny Walker Tarigan dan Marina Damanik yang telah mengasuh dan memberikan kasih sayang serta doa restunya kepada penulis yang tiada ternilai.
10. Saudara penulis, Arinda Onita Tarigan dan Junus Dat Tarigan yang selalu memberikan dukungan, doa, dan saran kepada penulis.
11. Seluruh teman-teman stambuk 2012 Fakultas Keperawatan USU.
Akhir kata penulis hanya dapat mengharapkan mudah-mudahan penulisan Tugas Akhir ini, dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan ilmu, masyarakat, dan Fakultas Keperawatan.
Medan, Agustus 2016
Penulis
Yohanes Zenriano Tarigan 121101115
Daftar Isi
Halaman
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan ... ii
Kata Pengantar... iii
Daftar isi ... iv
Bab 1. Pendahuluan ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Pertanyaan Penelitian ... 5
1.4. Tujuan Penelitian... 5
1.5. Manfaat Penelitian... 6
Bab 2. Tinjauan Pustaka ... 7
2.1. Perawatan Diri ... 7
2.1.1. Pengertian Perawatan Diri ... 7
2.1.2. Macam-Macam Perawatan Diri ... 8
2.1.3. Tujuan Perawatan Diri ... 15
2.1.4. Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Diri ... 16
2.1.5. Dampak Perawatan Diri ... 19
2.2. Pengetahuan ... 19
2.2.1. Pengertian Pengetahuan ... 19
2.2.2. Tingkat Pengetahuan ... 20
2.2.3. Cara Memperoleh Pengetahuan ... 23
2.3. Sikap ... 24
2.3.1. Defenisi Sikap ... 24
2.3.2. Komponen Sikap... 25
2.3.3. Determinasi Sikap ... 26
2.3.4. Ciri-Ciri Sikap ... 27
2.3.5. Pengukuran Sikap ... 28
2.3.6. Tingkat Sikap ... 29
Bab 3. Kerangka Penelitian ... 32
3.1. Kerangka Konsep ... 32
3.2. Defenisi Konseptual ... 33
3.3. Definisi Operasional ... 34
Bab 4. Metodologi Penelitian ... 36
4.1. Desain Penelitian ... 36
4.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36
4.2.1. Populasi Penelitian ... 36
4.2.2. Sampel Penelitian ... 37
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 38
4.4. Pertimbangan Etik ... 38
4.5. Instrumen Penelitian ... 39
4.6. Validitas dan Reliabilitas Penelitan... 40
4.6.1. Uji Validitas ... 40
4.6.2. Uji Reliabilitas ... 40
4.7. Pengumpulan Data ... 41
4.8. Analisa Data ... 42
Bab 5. Hasil Dan Pembahasan ... 43
5.1. Hasil Penelitian ... 43
5.1.1 Karateristik Responden ... 43
5.1.2 Gambaran Pengetahuan Lansia dalam pemenuhan perawatan diri 44 5.1.3 Gambaran Sikap Lansia dalam Pemenuha Perawatan Diri ... 45
5.2. Pembahasan ... 46
5.2.1 Pengetahuan Lansia Tentang Pemenuhan Perawatan Diri ... 46
5.2.2 Sikap Lansia Tentang Pemenuhan Perawatan Diri ... 49
Bab 6. Kesimpulan Dan Saran ... 51
6.1. Kesimpulan ... 51
6.2. Saran ... 51
6.3. Keterbatasan Penelitian ... 52
Lampiran 1. Jadwal Tentatif Penelitian Lampiran 2. Inform Consent
Lampiran 3. Instrumen Penelitan
Lampiran 4. Surat Persetujuan Validitas Lampiran 5. Surat Etik Keperawatan Lampiran 6. Surat Izin Reliabilitas Lampiran 7. Surat Izin Penelitian
Lampiran 8. Surat Keterangan Selesai Uji Reliabilitas dan penelitian Lampiran 9. Hasil Uji Reliabilitas
Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas Data Lampiran 11. Master Data
Lampiran 12. Lembar Bukti Bimbingan Lampiran 13. Taksasi Dana
Lampiran 14. Riwayat Hidup
Daftar Skema
Halaman
Skema 1. Kerangka Penelitian ... 32
Daftar Tabel
Halaman Tabel 3.2 Defenisi Operasional Penelitian ...33 Tabel 5.1.1 Karateristik Responden ...43 Tabel 5.1.2 Berdasarkan Gambaran Pengetahuan Lansia Dalam Pemenuhan
Perawatan Diri ...44 Tabel 5.1.3 Berdasarkan Gambaran Sikap Lansia Dalam Pemenuhan
Perawatan Diri ...44
Judul Penelitian : Gambaran Pengetahuan dan Sikap Lansia dalam Pemenuha Perawatan Diri Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan
Nama Mahasiswa : Yohanes Zenriano Tarigan
NIM : 12110115
Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik : 2015/2016
Abstrak
Lansia mengalami perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia tubuh pada tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan.
Dilihat dari segi fisik, kejiwaan, sosia, dan ekonomi, lanjut usia menghadapi berbagai perubahan, dimana untuk mengatasinya diperlukan pengertian dan dukungan orang terdekat ataupun keluarganya sendiri sehingga lanjut usia dapat memelihara kebersihan dan kesehatannya secara optimal. Setiap lanjut usia pasti berbeda dalam memelihara dan merawat dirinya. Masalah pemenuhan perawatan diri dinilai dari beberapa aspek, yaitu pengetahuan dan sikap lansia dalam pemenuhan perawatan diri. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi gambaran pengatahuan dan sikap lansia dalam pemenuhan perawatan diri. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Populasi penelitian sebanyak 160 orang dan sampel sebanyak 61 orang dengan teknik simple random sampling.
Responden yang sudah menandatanganin lembar persetujuan, diberikan kuesioner untuk pengambilan data. Data dianalisa dengan analisa univariat. Hasil penelitian, mayoritas pengetahuan dan sikap lansia dalam pemenuhan perawatan diri pada kategori baik (100%). Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti tindakan dan perilaku pemenuhan perawatan diri lansia.
Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Perawatan Diri, Lansia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, kurang lincah dan banyak kemunduran lainnya yang terjadi pada usia lanjut. Kemudian menjadi tua juga mengalami perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Depkes RI,2001). Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia menurut Keliat (1999 dalam Maryam, Ekasari, Rosidawati, 2008). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU no. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Jumlah lansia didunia diperkirakan mencapai 22 persen dari penduduk dunia atau sekitar 2 miliar pada tahun 2020, sekitar 80% lansia hidup dinegara berkembang. Rata rata usia harapan hidup dinegara-negara kawasan Asia Tenggara adalah 70 tahun, sedangkan di Indonesia termasuk cukup tinggi yaitu 71 tahun (Profil Data Kesehatan Indonesia tahun, 2011). Di Indonesia proporsi penduduk berusia lanjut terus membesar indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada tahun 2010 atau 9,6% dari jumlah penduduk (BPS, 2010).
Perawatan diri merupakan kegiatan memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan mentalnya. Setiap lansia pasti berbeda beda dalam memelihara / merawat dirinya. Perbedaan ini boleh saja terjadi kapan seseorang menggosok gigi, dan mandi atau seberapa sering mencuci rambut atau mengganti baju. Dilihat dari segi fisik, kejiwaan, sosial dan ekonomi, lanjut usia menghadapi berbagai perubahan, dimana untuk menghadapi dan mengatasinya dipelukan pengertian dan dukungan orang terdekat ataupun keluarganya sendiri sehingga lanjut usia dapat memelihara kebersihan dan kesehatannya secara optimal.Masalah pemenuhan perawatan diri ini ada dinilai dari beberapa aspek, yaitu dinilai dari pengetahuannya terhadap kemampuan pemenuhan perawatan diri, ada juga dinilai dari sikap lansia dalam pemenuhan perawatan diri.
Pengetahuan pemenuhan perawatan diri bagi lansia merupakan suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya, jadi jika seorang lansia yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri, maka akan mengalami kemunduran dalam melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya. Pengetahuan perawatan diri ini juga sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan lansia tersebut.
Kemudian sikap lansia dalam pemenuhan perawatan diri merupakan respon terhadap kebersihan dirinya, jika sikap terhadap dirinya merasa bahwa kebersihan diri itu merupakan langkah awal mewujudkan kesehatan diri dengan tubuh yang bersih, meminimalkan resiko terhadap kemungkinan terjangkitnya sesuatu penyakit, terutama penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri
yang buruk. Sikap dalam pemenuhan diri ini juga jika tidak baik akan mempermudah tubuh terserang berbagai penyakit seperti penyakit kulit, penyakit infeksi, penyakit menular, dan penyakit saluran cerna atau bahkan menghilangkan fungsi bagian tubuh tertentu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Safitri & Utami (2012), tentang hubungan pengetahuan lanjut usia dengan sikap memelihara kebersihan diri pada lansia di Kelurahan Bandungharjo Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dalam tingkat kurang sebanyak 49 responden (57%) dan 37 responden (43%) dengan pengetahuan baik. Hasil penelitian sikap lansia dalam pemeliharan kebersihan diri masih dalam kategori kurang sebanyak 53 responden (61,6%) dan 33 responden (38,4%) dalam kategori sikap baiks. Penelitian yang dilakukan Putro, dkk (2012) tentang hubungan pengetahuan dan sikap dengan praktik perawatan kebersihan gigi mulut pada lansia di Desa Jambon Kabupaten Temanggung. Hasil penelitian menunjukan 52,1% lansia memiliki pengetahuan kurang baik tentang gigi mulut, 72,6% lansia memiliki sikap kurang mendukung terhadap kebersihan gigi mulut dan 52,1% lansia memiliki praktik yang kurang baik tentang kebersihan gigi dan mulut.
Penelitian yang dilakukan oleh Timur (2012) tentang hubungan pengetahuan dan sikap dengan praktik perawatan rambut pada lansia di Desa Patalan Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 48 (53,9%) lansia memiliki pengetahuan kurang dan 41 (46,1) lansia memiliki pengatahuan baik dalam perawatan rambut. Hasil penelitian sikap dalam
perawatan rambut menunjukkan 54 (60,7%) lansia memiliki sikap tidak mendukung dan 35 (39,35%) lansia memiliki sikap mendukung. Hasil penelitian praktik perawatan rambut menunjukkan 51 (57,35%) lansia memiliki perawatan rambut dalam kategori kurang dan 38 (42,75%) lansia memiliki perawatan rambut dalam kategori baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Rekawati (2002) tentang gambaran kemampuan (Pengetahuan, Sikap dan Praktik) lansia dalam pemenuhan perawatan diri di Panti Tresna Wredha Budi Mulia Jakarta Timur. Dalam hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan lansia tentang kebutuhan diri dengan kriteria sangat baik sebesar 72,22%, kriteria baik sebesar 13,89%, dan kriteria cukup sebesar 8.33%. Sikap lansia terhadap perawatan diri sebesar 58,33% bersikap baik, 30,56% bersikap cukup dan lansia yang bersikap acuh dan kurang terhadap perawatan diri sebesar 11,11%. Hasil praktik kebersihan diri lansia sangat baik sebesar 19,44%, kebersiahan diri baik sebesar 27,78%, kebersihan diri cukup sebesar 41,67% namun masih ada lansia yang masih kurang dalam melakukan praktik terhadap kebersihan dirinya yaitu sebesar 11,11%.
Hasil survey awal yang dilakukan peneliti sebelumnya pada tanggal 10 November 2015 di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan jumlah lanjut usia yang tinggal di panti jompo sebanyak 160 orang yang terdiri 52% laki-laki dan 48% perempuan. Bahwa sebagian lansia masih kurang perawatan diri seperti kuku panjang, tempat tidur tidak rapi, sikat gigi kurang dari 2x/hari, rambut acak-acakan dan lubang telinga yang kurang bersih.
Menurut Potter dan Perry (2006). Pemeliharaan perawatan diri perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya sendiri, pada orang sakit atau tantangan fisik merupakan bantuan orang lain untuk melakukan perawatan diri secara rutin, selain itu beragam faktor pribadi dan sosial budaya juga mempengaruhi perawatan diri. Kemudian menurut Depkes (2000, dalam Dermawan dan Rusdi 2013) faktor faktor yang mempengaruhi perawatan diri : body image, praktik sosial, status sosial ekonomi, pengetahuan, budaya, kebiasaan seseorang, dan kondisi fisik dan psikis. Lansia yang mengalami penurunan perawatan diri sering kali memperlihatkan kondisi yang tidak sehat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya seperti makan yang berserakan dan tidak melakukan perawatan diri yang baik.
Oleh karena itu, alasan utama peneliti melakukan penelitian terhadap gambaran pengetahuan dan sikap lanjut usia dalam pemenuhan perawatan diri ini menjadi penting dan juga menjadi kebutuhan dasar bagi lansia agar meminimalkan pintu masuk mikroorganisme dan mencegah lansia terkena penyakit.Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh bagaimana mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap lansia terhadap kemampuan dalam pemenuhan perawatan diri di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah penelitian yaitu bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap lanjut usia dalam pemenuhan perawatan diri di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan ?
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana pengetahuan lansia terhadap pemenuhan perawatan diri?
2. Bagaimana sikap lansia terhadap pemenuhan perawatan diri?
1.4 Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap lanjut usia dalam pemenuhan perawatan diri.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan lanjut usia dalam pemenuhan perawatan diri di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.
2. Untuk mengetahui gambaran sikap lanjut usia dalam pemenuhan perawatan diri di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.
1.5 Manfaat
1. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian agar menjadi sumber pengetahuan bagi pendidikan
2. Pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk praktek keperawatan terkait pemenuhan perawatan diri lansia sehingga tercapai kualitas hidup yang baik pada lanjut usia.
3. Penelitian keperawatan
Hasil penelitian ini berguna dalam menambah pengalaman peneliti dan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan gambaran pengetahuan dan sikap lanjut usia dalam pemenuhan perawatan diri.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lanjut Usia
2.1.1 Pengertian Lanjut Usia
Penuaan merupakan akan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup (Nugroho, 2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley & Beare, 2006).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, yang dimaksud dengan lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun keatas (Depkes RI). Lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial (Fatimah, 2010).
2.1.2 Klasifikasi Lanjut Usia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia menurut Maryam, dkk (2008) adalah:
a. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2.1.3 Karateristik Lanjut Usia
Menurut (Keliat, 1999 dalam maryam, dkk 2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan).
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif sehingga kondisi maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
2.1.4 Tipe Lanjut Usia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya ( Nugroho,2000).
Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut.
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak asuh.
2.2 Perawatan Diri
2.2.1 Pengertian Perawatan Diri
Perawatan diri atau kebersihan diri merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Hidayat, 2009). Pemenuhan perawatan diri ini juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya : budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga, pengetahuan dan sikap terhadap pemenuhan perawatan diri, serta persepsinya terhadap perawatan diri (Isro’in & Andarmoyo, 2012).
Lansia perlu mendapatkan perhatian dengan mengupayakan agar mereka tidak terlalu tergantung pada orang lain dan mampu mengurus diri sendiri (mandiri), menjaga kesehatan diri, yang tentunya merupakan kewajiban dari keluarga dan lingkungannya. Teori self care, Dorothea Orem menganggap bahwa perawatan diri merupakan suatu kegiatan membentuk kemandirian individu yang akan meningkatkan taraf kesehatannya. Sehingga bila mengalami defisit, ia membutuhkan bantuan dari perawat untuk memperoleh kemandiriannya kembali (Hapsah, 2008).
Pemeliharaan kebersihan diri sangat menentukan status kesehatan, dimana individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Upaya ini lebih menguntungkan bagi individu karena lebih hemat biaya, tenaga dan waktu dalam mewujudkan kesejahteraan dan kesehatan.
Upaya pemeliharaan kebersihan diri mencakup tentang kebersihan rambut, mata, telinga, gigi, mulut, kulit, kuku, serta kebersihan dalam berpakaian. Upaya pemeliharaan kebersihan diri ini, pengetahuan keluarga akan pentingnya kebersihan diri tersebut sangat diperlukan, karena pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 1997).
2.2.2 Macam-Macam Perawatan Diri a. Perawatan Kulit
Kulit merupakan lapisan terluar dari tubuh dan bertugas melindungi jaringan tubuh di bawahnya dan organ-organ yang lainnya terhadap luka, dan masuknya berbagai macam mikroorganisme ke dalam tubuh. Menjaga kebersihan kulit dan perawatan kulit ini bertujuan untuk menjaga kulit tetap terawat dan terjaga sehingga bisa meminimalkan setiap ancaman dan gangguan yang akan masuk melewati kulit. Perawat sebagai tenaga kesehatan penting untuk menginformasikan pada klien di pelayanan kesehatan untuk pentingnya menjaga kebersihan dan perawatan kulit. Setiap kondisi yang mengenai pada kulit misalnya. Kelembaban, kerusakan lapisan epidermis, penekanan yang terlalu lama pada kulit, dan sebagainya sudah cukup untuk mengganggu fungsional kulit sebagai organ proteksi (Isro’in & Andarmoyo, 2012).
Terkait dengan lanjut usia (65 tahun keatas) struktur kulit berubah sebagai bagian normal dari proses penuaan. Penggantian sel kulit mungkin lebih lambat dibandingkan pengelupasannya. Hal ini menyebabkan kulit menjadi lebih tipis dan mudah rusak (Pringle & Penzer,2002 dalam Dingwall 2013). Kolagen kehilangan elastisitasnya sehingga kulit menjadi lebih kendur, berkerut, dan lipatan kulit dapat muncul. Kulit lansia lebih rentan terhadap trauma dan kerusakan akibat tekanan. Waktu penyembuhan memanjang setelah terjadi trauma kulit apa pun akibat penurunan sirkulasi (Burr & Penzer, 2005 dalam Dingwall 2013) dan produksi sel kulit baru yang lambat. Perubahan yang berhubungan dengan penuaan juga dapat mempengaruhi kemampuan kulit untuk bertindak
sebagai sawar terhadap infeksi. Epidermis menipis dan sel kulit tidak melekat secara efektif satu sama lain sehingga menurunkan kemampuan mereka untuk mengikat air. Kondisi ini menyebabkan kulit kering (Lawtong, 2007 dalam Dingwall 2013).
b. Kebersihan dan Kesehatan Kaki, Tangan, dan Kuku
Perawatan kaki, tangan, dan kuku secara wajar penting artinya bagi manusia dalam usia berapapun dan kapanpun, akan tetapi dengan semakin bertambahnya usia dan terutama pada saat sakit, perawatan kaki, tangan, kuku akan semakin penting. Dalam kedudukannya sebagai pendidik pasien, maka perawat perlu membatu klien dalam memahami pentingnya perawatan kaki, tangan, dan kuku. Perawatan kaki, tangan yang baik dimulai dengan menjaga kebersihannya termasuk didalamnya membasuh dengan air bersih, mencucinya dengan sabun atau detergen, dan mengeringkannya dengan handuk. Hindari penggunaan sepatu yang sempit, karena merupakan penyebab utama gangguan kaki dan bisa mengakibatkan katimumul (kulit ari menjadi mengeras, menebal, bengkak pada ibu jari kaki dan akhirnya melepuh). Sedangkan perawatan pada kuku dapat dilakukan dengan memotong kuku jari tangan dan kaki dengan rapi dengan terlebih dahulu merendamnya dalam sebaskom air hangat, hal ini sangat berguna untuk melunakkan kuku sehingga mudah dipotong. Kuku jari tangan dipotong sedemikian rupa mengikuti alur pada jari tangan sedangkan kuku jari kaki dipotong lurus (Isro’in & Andarmoyo, 2012).
Terkait dengan lanjut usia (65 tahun ke atas) antara 50 dan 70% lansia melaporkan masalah kaki (Menz & Lord, 2001 dalam Dingwall 2013). Perubahan
proses penuaan yang alami dapat mempengaruhi keseimbangan individu lansia (mis., terjadi penurunan massa tulang dan otot). Lansia lebih cenderung mengalami berbagai gangguan medis yang mempengaruhi kesehatan kaki, misalnya diabetes, perubahan artritis, dan penyakit sistem syaraf yang dapat mempengaruhi sensasi pada kaki individu (Badlissi et al., 2005). Perubahan sirkulasi yang normal pada proses penuaan juga menyebabkan kulit lebih mudah rusak, dan waktu penyembuhan memanjang. Penurunan kemampuan melihat dan keterampilan pada jari dapat menyebabkan lansia kesulitan untuk mempertahankan perawatan kaki yang baik dan kuku jari kaki yang pendek.
Mereka mungkin menggunakan sepatu yang sempit dengan alasan kenyamanan.
Kondisi ini mengancam keselamatan; dalam salah satu studi, sebanyak 28%
individu lansia yang diperiksa karena jatuh menyatakan bahwa sepatu adalah penyebab utama (Menz & Lord, 2001 dalam Dingwall 2013).
c. Kebersihan dan Kesehatan Gigi dan Mulut
Perawatan mulut merupakan salah satu intervensi keperawatan yang penting. Kesehatan mulut akan mempengaruhi tingkatan kesehatan dan kecepatan pemulihan. Menggosok gigi, lidah, dan penggunaan benang gigi (flossing) tidak cukup untuk mencapai kesehatan mulut. Dibutuhkan pemeriksaan dan intervensi yang teliti bagi klien yang tidak mampu mencapai kesehatan mulut. Keberhasilan perawatan mulut ditentukan oleh volume saliva, plak gigi, dan flora mulut.
Perawatan mulut yang buruk mengakibatkan penurunan produk saliva, peningkatan plak gigi, dan perubahan flora mulut. Saliva adalah komponen penting dalam sistem imun mulut. Penurunan produksinya mengakibatkan mulut
kering dan mendorong terbentuknya plak gigi. Plak menjadi wadah organisme yang menyebabkan pneumonia berhubungan dengan penggunaan ventilator, karena adanya koloni patogen dalam orofaring (Penelirian Munro CL et al, 2006 dalam Potter dan Perry 2010).
Terkait dengan lanjut usia (65 tahun ke atas) perubahan gigi yang berumur menjadi rapuh, lebih kering, dan berwarna lebih gelap. Gigi menjadi tidak rata, bergerigi, dan patah setelah bertahun-tahun digosok dan diasah, gusi kehilangan vaskularitas dan elastisitas jaringan yang menyebabkan gigi palsu kurang malnutrisi dapat menjadi masalah. Penurunan sensitivitas rasa, penipisan mukosa, dan penurunan massa dan kekuatan otot mastikasi juga terjadi. Pemakaian gigi palsu mengurangi kemampuan mengunyah hingga 40% jika dibandingkan dengan idividu yang memiliki gigi memadai. Lansia lebih cenderung menjadi pemakai gigi palsu sehingga berisiko mengalami luka pada mulut, trauma gesekan akibat gigi palsu yang tidak sesuai, dan stomatitis akibat gigi palsu termasuk kandidiasis oral (Fitzpatrick, 2000 dalam Dingwall 2013).
d. Kebersihan dan Kesehatan Rambut
Rambut adalah mahkota tubuh, sehingga penampilan dan kesejahteraan seseorang seringkali tergantung dari cara penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Sepanjang hidup, perubahan dalam perkembangan, distribusi, dan kondisi rambut dapat mempengaruhi perawatan yang dibutuhkan seseorang.
Rambut yang berkilau dengan tekstur yang halus secara umum dianggap sehat dan mempesona. Tekstur dan kilau rambut berhubungan dengan sifat permukaan rambut, sedangkan integritas dan kesehatan ujung rambut berhubungan dengan
korteks rambut. Rambut bervariasi dalam jenis dan warna. Kosmetik digunakan secara umum untuk mengubah sifat rambut, misalnya pewarnaan artifisial atau perubahan struktur normal misalnya, pelurusan seperti yang ditentukan oleh budaya dan mode (Sinclair, 2007 dalam Dingwall 2013).
Terkait dengan lanjut usia (65 tahun ke atas) penuaan menyebabkan penurunan produksi melanin oleh folikel rambut sehingga rambut mulai beruban (meskipun kondisi ini tidak selalu terjadi pada lansia). Seperti halnya perubahan kulit, rambut menjadi lebih kering dan lebih rapuh saat penuaan. Tekstur rambut juga berubah dan rambut yang lebih beruban cenderung menjadi kasar (Sinclair, 2007 dalam Dingwall 2013).
e. Perawatan Telinga
Perawatan telinga mempunyai aplikasi terhadap ketajaman pendengaran, bila substansi benda asing berkumpul pada anal/liang telinga luar maka akan menggangu konduksi suara. Khususnya pada lansia akan rentan terhadap masalah ini. Perawat harus sensitiv terhadap isyarat perilaku apapun yang mengindikasikan kerusakan pendengaran. Ketika merawat klien yang menggunakan alat bantu pendengaran, perawat menginstruksikan klien pada pembersihan dan pemeliharaan yang tepat seperti halnya teknik komunikasi yang meningkatkan pendengaran kata yang diucapkan (Isro’in & Andarmoyo, 2012).
Lanjut usia (65 tahun ke atas) proses penuaan yang normal dapat menyebabkan perubahan pada telinga yang mempengaruhi ketajaman pendengaran. Presbikusis merupakan bentuk hilang pendengaran sensorineural yang paling sering terjadi terkait dengan penuaan. Sel mirip rambut dalam koklea
menjadi rusak setelah bertahun-tahun dan tidak mampu bergetar secara efektif, yang berarti bahwa suara yang rendah tidak terdengar. Kondisi ini biasanya terjadi secara bertahap, mempengaruhi kedua telinga dan ditandai dengan hilang pendengaran berfrekuensi tinggi (bagai et al., 2006 dalam Dingwall 2013).
f. Metode Mandi
Kesempatan untuk mandi dapat memenuhi kebutuhan biopsikososial individu. Mandi terapeutik mengurangi efek infeksi dan gangguan kulit (Ronda &
Falce, 2002 dalam Dingwall 2013). Pasien akan merasa lebih baik karena bau badan hilang dan penampilan membaik sehingga kebutuhan budaya terpenuhi.
Selain itu, mandi dapat memberi perasaan nyaman dan relaksasi atau simulasi (Sheppard & Brenner, 2000 dalam Dingwall 2013). Profesional layanan kesehatan dihadapkan pada tantangan untuk memenuhi kebutuhan higiene individu yang memiliki keinginan dan kebutuhan individual. Pembersihan kulit yang berlebihan mengganggu keseimbangan alam flora kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan (Beranda et al., 2002 dalam Dingwall 2013). Bahkan kesediaan kulit yang dirancang untuk kulit sensitif dapat menimbulkan iritasi sehingga pasien harus melakukan perawatan yang dapat mencegah kerusakan kulit misalnya, penggunaan krim pelembut dan pelindung kulit.
Terkait dengan lanjut usia (65 tahun ke atas). Lansia seharusnya tidak perlu mandi setiap hari untuk menjaga pH kulit mereka dan mencegah kekeringan serta kemunduran yang mungkin terjadi. Lansia yang kebetulan memiliki masalah inkontinensia akan memerlukan tindakan higiene untuk mencegah ekskoriasi kulit akibat urine. Saat membantu pasien memilih alat bantuk kontinensia, hal yang
harus diingat adalah suatu alat bantu hanya boleh dipilih jika dapat mengalirkan atau menyerap urine dan bukan alat bantu yang membiarkan urine membasahi kulit (Hampton, 2004 dalam Dingwall 2013).
2.2.3 Tujuan Perawatan Diri
Tujuan perawatan diri atau personal hygiene menurut Isro’in &
Andarmoyo (2012) adalah :
a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang b. Memelihara kebersihan diri seseorang c. Memperbaiki personal hygiene yang kurang d. Pencegah penyakit
e. Meningkatkan percaya diri seseorang f. Menciptakan keindahan
2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Perwatan Diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan diri menurut Isro’in &
Andarmoyo (2012) adalah:
a. Praktik sosial
Perawatan diri atau kebersihan diri seseorang sangat mempengaruhi praktik sosial seseorang. Selama masa anak-anak, kebiasaan keluarga mempengaruhi praktik hygiene, misalnya frekuensi mandi, waktu mandi, dan jenis hygiene mulut. Pada masa dewasa, teman dan kelompok kerja membentuk harapan tentang penampilan pribadi. Sedangkan pada lansia akan terjadi beberapa perubahan dalam praktik perawatan diri karena perubahan dalam kondisi fisiknya.
b. Pilihan pribadi
Setiap klien memiliki keinginan dan pilihan tersendiri dalam praktik perawatan dirinya, misalnya: kapan dia harus mandi, bercukur, melakukan perawatan rambut, dsb, termasuk memilih produk yang digunakan dalam praktik perawatannya misalnya: sabun, sampo, deodoran, dan pasta gigi) menurut pilihan dan kebutuhan pribadinya. Pilihan-pilihan tersebut setidaknya harus membantu perawat dalam mengembangkan rencana keperawatan yang lebih kepada individu.
Perawat tidak mencoba mengubah pilihan klien kecuali hal itu akan mempengaruhi kesehatan klien tersebut.
c. Citra tubuh
Citra tubuh adalah cara pandang seseorang terhadap bentuk tubuhnya, citra tubuh sangat mempengaruhi dalam praktik perawatan diri seseorang. Ketika seorang perawat dihadapkan pada klien yang tampak berantakan, tidak rapi atau tidak peduli dengan hygiene dirinya, maka dibutuhkan edukasi tentang pentingnya perawatan diri untuk kesehatan, selain itu juga dibutuhkan kepekaan perawat untuk melihat kenapa hal ini bisa terjadi, apakah memang kurang atau ketidaktauan klien akan perawatan diri perorangan atau ketidakmauan dan ketidakmampuan klien dalam menjalankan praktik perawatan diri untuk dirinya.
d. Status sosial ekonomi
Status ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik hygiene seseorang. sosial ekonomi yang rendah memungkinkan hygiene perorangan yang rendah pula. Perawat dalam hal ini harus bisa menentukan apakah klien dapat menyediakan bahan-bahan yang penting dalam praktik hygiene.
e. Pengetahuan dan motivasi
pengetahuan tentang perawatan diri akan mempengaruhi praktik hygiene seseorang. namun, hal ini saja tidak cukup, karena motivasi merupakan kunci penting dalam pelaksanaan hygiene tersebut. permasalahan yang sering terjadi adalah ketiadaan motivasi karena kurangnya pengetahuan. Sebagai seorang perawat yang bisa dilakukan dalam hal ini adalah mendiskusikannya dengan klien, memeriksa kebutuhan praktik hygiene klien dan memberikan informasi yang tepat dan adekuat kepada klien.
f. Variabel budaya
Kepercayaan budaya dan nilai pribadi klien mempengaruhi perawatan diri seseorang. berbagai budaya memiliki praktik hygiene yang berbeda. Di Asia kebersihan dipandang penting bagi kesehatan sehingga mandi bisa dilakukan 2-3 kali dalam sehari, sedangkan di Eropa, memungkinkan hanya mandi sekali dalam seminggu, beberapa budaya memungkinkan juga menganggap bahwa kesehatan dan kebersihan tidaklah penting. Dalam hal ini sebagai seorang perawat jangan menyatakan ketidaksetujuan jika klien memiliki praktik perawatan diri yang berbeda dari nilai-nilai perawat, tetapi diskusikan nilai-nilai standar kebersihan yang bisa dijalankan oleh klien.
g. Kondisi fisik
Klien dengan keterbatasan fisik biasanya tidak memiliki energi dan ketangkasan untuk melakukan perawatan diri. Misalnya, pada genggaman yang melemah akibat artitis, stroke, atau kelainan otot menghambat klien dalam pelaksanaan hygiene seperti menggunakan sikat gigi, memakai handuk, menyisir
dsb. Kondisi yang lebih serius akan menjadikan klien tidak mampu dan akan memerlukan kehadiran perawat untuk melakukan perawatan diri secara total.
2.2.5 Dampak perawatan diri
Dampak perawatan diri menurut Isro’in & Andarmoyo (2012) adalah:
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah: gangguan intregitas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.
b. Gangguan psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan perawatan diri adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, aktualisasi diri menurun, dan gangguan dalam interaksi sosial.
2.3 Pengetahuan
2.3.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model /mental yang menggambarkan objek dengan tepat merepresentasikannya dalam aksi yang dilakukan terhadap suatu objek (Martin dan Oxman, 1988 dalam kusrini, 2006).
Pengetahuan sering disebut dengan kebenaran ilmiah, atau scientific truth (Kusrini, 2006 dalam Murwarni 2014). Menurut Potter (2009, dalam Murwarni 2014) pengetahuan adalah pembelajaran fakta atau informasi baru dan mampu mengingatnya.
Pengetahuan adalah mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya (fakta, konsep, teori), mengetahui istilah-istilah umum, fakta-fakta khusus, metedo-metedo dan prosedur, konsep-konsep dasar, serta prinsip (Susilo, 2011 dalam Murwani 2014).
2.3.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan dan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (oventbehavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih abadi/berlangsung lebih lama sekali daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan.
Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Wawan, 2011 dalam Murwani 2014).
a. Pengetahuan/Hafalan/Ingatan (Knowledge)
Knowledge, adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali
atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
b. Pemahaman (Comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari beberapa segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
c. Penerapan (Application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide- ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori- teori, dan sebagainya dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
d. Analisis (Analysis)
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi
e. Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kependudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis
f. Penilaian/Penghargaan/Evaluasi (Evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilaian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide,
misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk menghubungkan atau menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
2.3.3 Cara memperoleh pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip dari (Notoadmojo, 2003: 11) melalui Wawan A. Dan Dewi dalam bukunya pengetahuan, sikap, dan perilaku manusia adalah sebagai berikut:
a. Cara Coba Salah (Trial and Error)
Cara ini diperoleh sebelum kebudayaan, bahkan mungkin belum ada peradaban. Cara coba salah ini menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.
b. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Cara ini berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal atau non formal, ahli agama, pemegang perintah dan sebagai prinsip orang lain yang menerima yang dikemukakan orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.
c. Cara modern untuk memperoleh pengetahuan
Metode ini penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metodologi penelitian, mula-mula dikembangkan Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.
Penelitian yang dilakukan oleh Rekawati (2002) dengan judul “Gambaran Kemampuan (Pengetahuan, Sikap Dan Praktek) Lanjut Usia Dalam Pemenuhan Perawatan Diri Di Panti Tresna Wredha Budi Mulya Jakarta Timur" dengan jumlah responden sebanyak 36 orang lanjut usia yang dipilih secara acak diperoleh kesimpulan bahwa pengetahuan lansia dalam pemenuhan perawatan diri dalam kategori sangat baik 72,22% (n=36).
2.4 Sikap
2.4.1 Defenisi Sikap
Sikap yang terdapat pada diri individu akan memberi warna atau corak tingkah laku ataupun perbuatan individu yang bersangkutan. Dengan memahami atau mengetahui sikap individu, individu dapat memperkirakan respons atau
perilaku yang akan diambil. Beberapa defenisi sikap yang dikemukakan para ahli dalah sebagai berikut:
a. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 1993).
b. Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif tetap, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dengan cara tertentu yang dipilihnya (Walgito, 2001).
c. Sikap adalah kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap suatu objek atau situasi secara konsisten (Ahmadi, 1999).
d. Sikap diartikan dengan sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandang atau sikap perasaan, namun sikap tersebut disertai kecendrungan untuk bertindak sesuai dengan objek tadi (Gerungan, 1996).
e. Sikap merupakan kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola, dan teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu, maupun objek-objek tertentu (Aswar, 2003)
2.4.2 Komponen sikap
Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu Azwar, (2003) :
a. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversional.
b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.
Aspek emosional inilah biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh- pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
c. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak/beraksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.
2.4.3 Determinasi sikap
Walgito (2001) mengungkapkan bahwa terdapat empat hal penting yang menjadi determinan (faktor penentu) sikap individu, yaitu :
a. Faktor fisiologis
Faktor yang penting dalam faktor fisiologis adalah umur dan kesehatan, yang menentukan sikap individu. Misalnya, orang muda umumnya bersikap kurang perhitungan dengan akal,sedangkan orang tua bersikap dengan penuh kehati-hatian.
b. Faktor pengalaman lansung terhadap objek sikap
Pengalaman langsung yang dialami individu terhadap objek sikap tersebut.
misalnya, pasien yang pernah dirawat dengan baik oleh perawat akan menaruh sikap positif terhadap perawat tersebut.
c. Faktor kerangka acuan
Kerangka acuan yang tidak sesuai dengan objek sikap akan menimbulkan sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut. misalnya, individu yang meyakini bahwa hubungan seksual sebelum nikah tidak sesuai dengna norma masyarakat dan agama.
d. Faktor komunikasi sosial
Informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut. misalnya, PNS mendengar informasi dari TV bahwa gaji mulai bulan depan naik 10% sehingga sikap PNS terhadap pemerintah bersifat positif.
2.4.4 Ciri-ciri sikap
Sikap memiliki beberapa ciri tersendiri. Pada prinsipnya, ciri sikap menurut beberapa ahli memiliki kesamaan. Gerungan (1996), Ahmadi (1999), Sarwono (2000), dan Walgito (2001) mengungkapkan bahwa:
a. Sikap tidak dibawa sejak lahir, namun dipelajari (Learnability) dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu dalam hubungan dengan objek.
b. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu sehingga dapat dipelajari.
c. Sikap tidak berdiri sendiri, namun selalu berhubungan dengan objek sikap.
d. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada sekumpulan atau banyak objek.
e. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.
f. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga berbeda dengan pengetahuan.
2.4.5 Pengukuran sikap
Dalam bukunya yang berjudul Principles of Education and Psychological Measurement and Evaluation, Sax (1980) menunjukkan beberapa karakteristik
sikap. Berikut akan diuraikan dimensi tersebut satu-persatu (Azwar, 2013:87).
a. Sikap mempunyai arah
Sikap mempunyai arah, ialah sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak, apakah mendukung atau tidak, apakah memihak atau tidak terhadap suatu objek. Jika setuju berarti orang tersebut memiliki sikap yang arahnya positif dan sebaliknya.
b. Sikap memiliki intensitas
Sikap memiliki intensitas. Berarti kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang sama tidak sukanya terhadap sesuatu belum tentu memiliki sikap negatif yang sama intensitasnya. Orang pertama mungkin tidak setuju tapi orang kedua bisa saja sangat tidak setuju. Begitupun pada sikap positifnya.
c. Sikap memiliki keluasan
Sikap memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap.
d. Sikap memiliki konsistensi
Konsistensi sikap siperlihatkan oleh kesesuaian sikap antara waktu. Untuk dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam diri individu untuk waktu yang relatif panjang. Sikap yang sangat cepat berubah, yang labil, tidak dapat bertahan lama dikatakan sikap yang inkonsisten
e. Sikap memiliki spotanitas
Sikap ini menyangkut sejauh mana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar individu mengungkapkannya.
2.4.6 Tingkat Sikap
Notoatmodjo (2010) seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan.
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Rekawati (2002) dengan judul “Gambaran Kemampuan (Pengetahuan, Sikap Dan Praktek) Lanjut Usia Dalam Pemenuhan Perawatan Diri Di Panti Tresna Wredha Budi Mulya Jakarta Timur" dengan jumlah responden sebanyak 36 orang lanjut usia yang dipilih secara acak diperoleh kesimpulan bahwa 13,89% (n=36) memiliki sikap cukup dan 11,11%
(n=36) bersikap acuh tak acuh terhadap perawatan kebersihan dirinya.
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konsep dalam penelitian ini untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap lansia dalam pemenuhan perawatan diri di UPT Pelayanan sosial lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai dan Medan.
Skema 3.1 Kerangka Konseptual
Baik
Cukup
Kurang Pengetahuan lansia tentang
pemenuhan perawatan diri
Positif
Negatif Sikap lansia tentang
pemenuhan perawatan diri
3.2 Definisi Konseptual
Pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model mental yang menggambarkan objek dengan tepat merepresentasikannya dalam aksi yang dilakukan terhadap suatu objek (Martin dan Oxman, 1988 dalam kusrini, 2006).
Menurut Aswar (2003) Sikap merupakan kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola, dan teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu, maupun objek-objek tertentu.
3.3 Definisi Operasional
Pengetahuan adalah Informasi yang telah diproses dan diorganisasikan untuk memperoleh pemahaman, pembelajaran dan pengalaman yang terakumulasi sehingga bisa diaplikasikan ke dalam masalah/proses tertentu.
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi / reaksi terhadap suatu objek, memihak / tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu
No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Pengetahuan Segala sesuatu yang
diketahui lansia tentang pemenuhan perawatan diri meliputi :
1. Pengetahuan terhadap pentingnya perawatan kulit.
2. Pengetahuan terhadap pentingnya kebersihan dan kesehatan kaki, tangan dan kuku.
3. Pengetahuan terhadap pentingnya kebersihan dan kesehatan gigi dan
Kuesioner dengan
mencantumkan pernyataan dengan jawaban, 1= benar 0 = salah
Baik :
>8 Cukup : 4-7 Kurang Baik:
0 - 3
Ordinal
4. Pengetahuan terhadap pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan mulut
5. Pengetahuan terhadap pentingnya menjaga kebersihan telinga
2 Sikap Kecenderungan lansia
untuk berespon tentang perawatan diri meliputi : 1. Sikap terhadap
pentingnya perawatan kulit.
2. Sikap terhadap pentingnya kebersihan dan kesehatan kaki, tangan dan kuku.
3. Sikap terhadap pentingnya kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut.
4. Sikap untuk menjaga kebersihan dan kesehatan rambut.
5. Sikap terhadap pentingnya menjaga kebersihan telinga.
Kuisioner dengan
mencantumkan pernyataan dengan jawaban, 1 = setuju 0 = tidak setuju
Positif :
>4
Negatif : 0 - 3
Ordinal
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang dilakukan adalah deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan pengetahuan dan sikap lanjut usia dalam pemenuhan perawatan diri di UPT pelayanan sosial lanjut usia dan anak balita wilayah binjai dan medan.
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah suatu kelompok atau kumpulan subjek atau objek yang akan dikenal generalisasi hasil penelitian (Priyatno, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Jumlah populasi adalah 160 orang.
4.2.2 Sampel a. Jumlah Sampel
Dalam menentukan besar sampel yang harus diambil dari populasi menggunakan rumus slovin.
n =
𝑁(𝑒)𝑁2+1Dimana :
n = Jumlah sampel N = Jumlah Populasi
e = Batas kesalahan yang ditolerir untuk setiap populasi (1%, 5%, 10%)
n = 𝑁(𝑒)𝑁2+ 1
n = 160(0,1)1602+1 n = 1602,6 n = 61,5
jumlah sampel = 61 orang
b. Teknik Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota populasi) yang akan dipilih menjadi anggota sampel yakni dengan teknik simple random sampling yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata dalam populasi (Sugiono, 2013).
Kriteria sampel yang akan diteliti:
1. Bersedia menjadi responden
2. Dapat berkomunikasi dengan baik dan kooperatif 3. Tidak mengalami gangguan jiwa
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di UPT pelayanan sosial lanjut usia dan anak balita wilayah binjai dan medan. Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut karena penelitian mengenai pengetahuan dan sikap lansia dalam pemenuhan perawatan diri belum pernah dilakukan dilokasi tersebut. Kegiatan penelitian dilaksanakan bulan Februari sampai dengan Juni 2016.
4.4 Pertimbangan Etik
Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Pelaksanakan penelitian ini dilakukan pertimbangan etik yaitu memberi penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan penelitian ini telah mendapat persetujuan dari fakultas keperawatan. Lembar persetujuan diberikan kepada responden, bila calon responden bersedia, maka responden dipersilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut.
tetapi bila calon responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati keputusan responden.
Penelitian ini tidak beresiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko fisik maupun psikologis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada lembar pengumpulan data, hanya dengan menuliskan inisial. Kerahasiaan informasi responden terjamin oleh peneliti, hanya data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
4.5 Instrumen Penelitian
Kuesioner peneliti terdiri dari 3 bagian yaitu kuesioner data demografi, kuesioner pengetahuan lansia tentang pemenuhan perawatan diri, dan kuesioner sikap lansia terhadap pemenuhan perawatan diri.
a. Kuesioner data demografi
Kuesioner data demografi responden terdiri dari 6 pertanyaan dengan cara mengisi pernyataan yang ada, berkaitan dengan nama, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan riwayat penyakit.
b. Kuesioner pengetahuan lansia tentang pemenuhan perawatan diri
Kuesioner pengetahuan lansia tentang pemenuhan perawatan diri terdiri dari 13 pernyataan dan cara pengisian dengan memberi tanda centang (√) pada salah satu pilihan yang tersedia. Adapun kategori hasil ukurnya adalah baik dengan skor >8, cukup dengan skor 4-7, dan kurang baik dengan skor 0-3.
c. Kuesioner sikap lansia terhadap pemenuhan perawatan diri
Kuesioner sikap lansia terhadap pemenuhan perawatan diri terdiri dari 12 pernyataan dan cara pengisian dengan memberi tanda centang (√) pada salah satu pilihan yang tersedia. Adapun kategori hasil ukurnya adalah positif >4 dan negatif 0-3.
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas 4.6.1 Uji Validitas
Validitas adalah ketetapan atau kecermatan suatu instrumen dalam mengukur apa yang harus diukur. Peneliti melakukan uji validitas instrumen penelitian dengan salah satu orang dosen validy expert.Uji Validitas instumen penelitian sudah diuji oleh Dosen Departemen Komunitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Nilai validitas instrumen dihitung menggunakan Koefisien Validitas Isi Aiken’s. Didapati nilai instrumen dengan nilai 1.
4.6.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran teresbut dapat diulang (Priyatno, 2008). Uji reliabilitas dilakukan pada 30 orang responden, dikatakan reliable bila hasil reliabilitas bernilai 0,7 (Priyatno, 2008). Uji realibilitas dilakukan di UPT pelayanan sosial lanjut usia dan anak balita wilayah binjai dan Medan dengan jumlah responden 30 orang lansia yang dilakukan pada bulan Juli 2016. Hasil uji reliabiltas pengetahuan adalah 0,86 dengan menggunakan rumus KR 21. Hasil Uji reliabiltas sikap adalah 0,99 dengan rumus KR 20.
4.7 Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitian (Nursalam, 2003). Tahap awal dalam pengumpulan data dilakukan dengan cara mendapatkan izin dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapat izin, kemudian peneliti meminta izin penelitian ke Badan Penelitian Dan Pengembangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, setelah itu surat diteruskan ke Badan Kesatuan Bangsa, Politik Dan Perlindungan Masyarakat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Kemudian surat berikan ke Dinas Kesejahteran Dan Sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Setelah proses pengurusan surat ijin penelitian telah dilakukan, surat ijin penelitian diterima oleh pihak UPT pelayanan sosial lanjut usia dan anak balita wilayah Binjai dan Medan untuk menemui calon responden. Kemudian peneliti menjumpai calon responden dan menjelaskan
tujuan penelitian kepada calon responden, setelah calon responden menyetujui menjadi responden maka peneliti menganjurkan responden untuk menandatangani lembar persetujuan yang sudah disediakan. Selanjutnya penjelasan tata cara pengisian kuesioner, responden diminta mengisi kuesioner dengan memberikan waktu 45 menit dalam mengisi kuesioner, dan diberi kesempatan bertanya apabila ada yang tidak dimengerti. Setelah semua kuesioner diisi, peneliti memeriksa kuesioner terlebih dahulu, setelah itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada responden yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Setelah data semua terkumpul, peneliti melaporkan pada pihak UPT pelayanan sosial lanjut usia dan anak balita wilayah binjai dan medan untuk mendapatkan surat keterangan selesai melakukan penelitian. Selama penelitian, peneliti diberikan waktu selama 2 minggu untuk melakukan penelitian oleh pihak UPT pelayanan sosial lanjut usia dan anak balita wilayah binjai dan medan.
4.8 Analisis Data
Analisa data adalah proses mengelola data dan penginterpretasikan hasil pengolahan data (Priyatno, 2008). Setelah data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa masalah melalui beberapa tahap.
a. Editing
Dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan jawaban pada setiap lembar kuesioner yang telah diisi responden.
b. Coding
Adalah pemberian kode untuk setiap jawaban pada setiap pertanyaan sesuai dengan petunjuk koding. Pengkodean merupakan kegiatan merubah data
berbentuk huruf menjadi data yang berbentuk bilangan. Setelah data kuesioner maka diberikan kode pada kolom di setiap item agar lebih memudahkan dalam pengolahan data.
c. Scoring
Setelah data terkumpul dan kelengkapannya diperiksa kemudian dilakukan tabulasi data dan diberi skor sesuai dengan kategori dari data serta jumlah item pertanyaan dari setiap variabel.
d. Entri Data
Proses memasukkan data, setelah pemberian kode dan skoring lalu data dimasukkan kedalam program komputer (software analysis) yang sesuai kemudian diolah oleh peneliti.
e. Cleaning Data
Kegiatan pengecekan kembali terhadap data yang telah dipindahkan ke dalam tabel dan ditabulasi. Data diperiksa kembali untuk memastikan bahwa data bersih dari kekeliruan.
f. Analysis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dilakukan untuk memberikan gambaran tentang variable pengetahuan dan sikap pemenuhan perawatan diri pada lansia. Analisis data hasil penelitian dilakukan melalui dua tahap yaitu pengelolahan data dan analisa data dengan menggunakan komputer (software analysis). Pada analisis data ini data demografi, pengetahuan dan sikap
pemenuhan perawatan diri pada lanjut usia dideskriptifkan dalam bentuk distribusi frekuensi.
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian melalui proses pengumpulan data yang dimulai pada bulan Juli 2016 dengan jumlah responden 61 orang. Hasil penelitian ini meliputi data demografi dan gambaran pengetahuan dan sikap lanjut usia dalam pemenuhan perawatan diri di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.
5.1.1 Karateristik Responden
Hasil penelitian di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan menunjukkan bahwa sebagian besar lansia yang menjadi responden dalam pemenuhan perawatan diri 65-70 tahun (59,0%), 71 -75 tahun (21,3%) dan usia 76 – 80 (19,7%). Berdasarkan jenis kelamin yang menjadi responden dalam pemenuhan perawatan diri mayoritas perempuan (59,0%) dan laki-laki (41,0%). Berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas Sekolah Dasar (42,6%) dan Sekolah Menengah Pertama (42,6%), Sekolah Menengah Atas (9,8%), Tidak Sekolah (3,3%) dan Perguruan Tinggi (1,6%). Berdasarkan riwayat penyakit didapati lansia yang menjadi responden dalam pemenuhan perawatan diri meliputi Asam Urat (50,8%), Hipertensi (31,1%),Hipotensi (6,6%), Katarak (3,3%), dan Rematik (3,3%) serta tidak ada riwayat penyakit (4,9%).
Tabel 5.1.1 Distibusi frekuensi dan persentase berdasarkan karateristik lansia dalam pemenuhan perawatan diri di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan (n=61)
Data Demografi Frekuensi Persentase
Usia : 65-70 71-75 76-80
Jenis Kelamin : Laki-laki
Perempuan Pendidikan : Tidak Sekolah SD
SMP SMA
Perguruan Tinggi Riwayat Penyakit : Tidak ada riwayat Asam Urat
Hipertensi Hipotensi Katarak Rematik
36 13 12 25 36 2 26 26 6 1 3 31 19 4 2 2
59,0 % 21,3 % 19,7%
41,0%
59,0%
3,3%
42,6%
42,6%
9,8%
1,6%
4,9%
50,8%
31,1%
6,6%
3,3%
3,3%
1.1.2 Berdasarkan Gambaran Pengetahuan Lansia dalam Pemenuhan Perawatan Diri
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas gambaran pengetahuan lansia dalam pemenuhan perawatan diri di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan pada kategori baik (100%).