• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN, TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN, TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN,

TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT SAWAH (Monopterus albus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM

RESIRKULASI

Oleh :

REZA SEPTIAN FIRDAUSI SURABAYA – JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA 2014

(2)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

N a m a : REZA SEPTIAN FIRDAUSI

N I M : 141011106

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang berjudul :

PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN, TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT SAWAH (Monopterus albus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM RESIRKULASI

adalah benar hasil karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, Juli 2014 Yang membuat pernyataan,

REZA SEPTIAN FIRDAUSI NIM. 141011157

Materei Rp. 6.000,-

(3)

SKRIPSI

PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN,

TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT SAWAH (Monopterus albus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM

RESIRKULASI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh :

REZA SEPTIAN FIRDAUSI NIM. 141011157

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama

Muhammad Arief, Ir., M.Kes.

NIP. 19600823 198601 1 001

Pembimbing Serta

Dr. M. Anam Al-Arif, Drh., MP NIP. 19620926 198903 1 004

(4)

SKRIPSI

PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN,

TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT SAWAH (Monopterus albus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM

RESIRKULASI

Oleh :

REZA SEPTIAN FIRDAUSI NIM. 141011157

Telah diujikan pada Tanggal : 17 Juli 2014 KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Agustono, Ir., M.Kes.

Anggota : Dr. Widya Paramita Lokapirnasari, Drh., MP..

Prayogo, S.Pi., M.Si.

Muhammad Arief, Ir., M. Kes.

Surabaya, 21 Juli 2014 Fakultas Perikanan dan Kelautan

Universitas Airlangga Dekan,

Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA.

NIP.19520517 197803 2 001

(5)

RINGKASAN

REZA SEPTIAN FIRDAUSI. Pengaruh Substitusi Cacing Tanah Menggunakan Pakan Komersial (Pasta) Terhadap Pertumbuhan, Tingkat Konsumsi dan Rasio Konversi Pakan Belut Sawah (Monopterus albus) yang Dipelihara dengan Sistem Resirkulasi. Dosen Pembimbing Pertama Muhammad Arief, Ir., M.Kes dan Dosen Pembimbing Kedua Dr. M. Anam Al-Arif, Drh., MP.

Belut sawah (Monopterus albus) merupakan ikan dari family Synbranchidae yang banyak dikonsumsi. Di Pulau Jawa seperti Jabodetabek terpenuhi 30-50%, Jawa Timur dan Jawa Tengah 30-40%. Kegiatan budidaya belut dapat menggunakan lumpur sebagai media budidaya. Akan tetapi dalam kegiatan budidaya terdapat beberapa kendala yang sering muncul, yaitu harga pakan yang cukup tinggi dan budidaya menggunakan media lumpur cenderung lebih sulit dalam mengontrol pertumbuhan. Hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian pakan yang tepat serta pemeliharaan menggunakan media resirkulasi yang dapat memacu pertumbuhan yang lebih cepat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi cacing tanah menggunakan pakan komersial (pasta) terhadap pertumbuhan, tingkat konsumsi dan rasio konversi pakan belut sawah (Monopterus albus). Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah : 100% pakan cacing tanah (P0), 75% pakan cacing tanah dan 25% komersial (pasta) (P1), 50% pakan cacing tanah dan 50% komersial (pasta) (P2) dan 25%

pakan cacing tanah dan 75% komersial (pasta) (P3), 100% pakan komersial (pasta) (P4). Parameter utama yang diamati adalah pertumbuhan, tingkat konsumsi dan rasio konversi pakan. Parameter penunjang yang diamati adalah kualitas air, meliputi suhu, kelarutan oksigen, pH dan amoniak. Analisis data menggunakan Analisis Varian (Anova) dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan substitusi cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) memberikan pengaruh yang berbeda nyata

(6)

(p<0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik, tingkat konsumsi dan rasio konversi pakan. Laju pertumbuhan terbaik pada P1 (1,50%), kemudian berturut-turut diikuti oleh perlakuan P0 (1,31%), P2 (1,14%), P4 (0,78) dan P3 (0,55%). Tingkat konsumsi tertinggi diperoleh pada P1 (95,45) dan tingkat konsumsi pakan terendah diperoleh pada P3 (82,95). Rasio konversi pakan terendah diperoleh pada P1 (1,92) dan rasio konversi pakan tertinggi diperoleh pada P3 (4,09). Kualitas air media pemeliharaan belut sawah adalah suhu 27-300C, pH 7-8, oksigen terlarut 5- 6 mg/L dan amoniak 0-0,5 mg/L.

(7)

SUMMARY

REZA SEPTIAN FIRDAUSI. Effect of Earthworm Substitution Using Commercial Feed (Pasta) To Growth, Consumption and Feed Conversion Ratio Eel Rice (Monopterus albus) were maintained Recirculation System.

First Supervisor Muhammad Arief, Ir., Kes and Second Supervisor Dr. M.

Anam Al-Arif, Drh., MP.

Eel (Monopterus albus) are fish of the family Synbranchidae are highly consumed. In Java, Jabodetabek fulfilled as 30-50%, East Java and Central Java 30-40%. Aquaculture of eel can use mud as a medium of cultivation. But in cultivation, there are several obstacles that often arise, which is quite high feed prices and cultured using media mud tends to be more difficult to control growth.

This can be overcome by proper feeding and maintenance using a recirculating media to spur faster growth.

This study aims to determine the effect of substitution of earthworms using commercial feed (paste) on the growth, the level of consumption and feed conversion ratio rice field eel (Monopterus albus). The method used was experimental with a completely randomized design (CRD) with five treatments and four replications. The treatments used were: 100% feed earthworms (P0), 75% feed earthworms and 25% commercial (pasta) (P1), 50% feed earthworms and 50% commercial (pasta) (P2) and 25% feed worms land and 75% commercial (pasta) (P3), 100% commercial feed (paste) (P4). The main parameters measured were growth, the level of consumption and feed conversion ratio. Parameters measured were supporting water quality, including temperature, dissolved oxygen, pH and ammonia. Analysis of data using variant analysis (ANOVA) and to know the difference between treatments performed Duncan's Multiple Range Test.

The results showed that the substitution of feeding earthworms with commercial feed (paste) gives a significantly different effect (p<0.05) on the specific growth rate, consumption rate and feed conversion ratio. The growth rate of the best in P1 (1.50%), then a row followed by P0 (1.31%), P2 (1.14%), P4 (0.78) and P3 (0.55%). The highest consumption levels obtained in P1 (95.45) and

(8)

the lowest level of feed intake was obtained on P3 (82.95). Lowest feed conversion ratio obtained in P1 (1.92) and the highest feed conversion ratio was obtained on P3 (4.09). Water quality maintenance media eel rice is 27-300C temperature, pH 7-8, dissolved oxygen 4-6 mg/L and ammonia 0-0.5 mg/L.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rakhmat, taufiq serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi tentang Pengaruh Substitusi Cacing Tanah Menggunakan Pakan Komersial (Pasta) Terhadap Pertumbuhan, Tingkat Konsumsi dan Rasio Konversi Pakan Belut Sawah (Monopterus albus) yang Dipelihara dengan Sistem Resirkulasi. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

Pada kesempatan ini, dengan penuh rasa hormat penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1 Ibu Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA. Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

2 Bapak Muhammad Arief, Ir., M. Kes. Dosen Pembimbing utama dan Bapak Dr. M. Anam Al-Arif, Drh., MP. Dosen Pembimbing serta yang telah memberikan arahan, masukan serta bimbingan sejak penyusunan usulan hingga penyelesaian Skripsi ini.

3 Bapak Agustono, Ir., M.Kes., Ibu Dr. Widya Paramita Lokapirnasari, Drh., MP. dan Bapak Prayogo, S.Pi., M.Si. Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritik dan saran atas penyempurnaan Skripsi ini.

4 Ibu Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si. Dosen Wali yang telah memberikan masukan serta saran dalam proses akademik dari semester awal hingga semester akhir.

5 Seluruh dosen dan staf Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian Skripsi ini.

6 Keluargaku tercinta Mama, Papa, serta Kakakku tersayang yang senantiasa memberikan doa, motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan Skripsi ini.

7 Teman-teman satu tim Rama, Siska, Ully dan Rachmat yang telah membantu dari awal hingga terselesainya Skripsi ini.

(10)

8 Harini Citra yang telah setia membantu, menemani, memberikan doa serta motivasi hingga selesainya Skripsi ini.

9 Dyo, Ardhito, Slamet, Faiz, Fajar, Arsya, Hartono, Okky, Ayulana dan teman- teman “Piranha 2010” yang telah memberikan bantuan, masukan dan semangat dalam penyelesaian Skripsi ini.

10 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan maupun penyelesaian Skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama budidaya perairan.

Sidoarjo, 6 Juli 2014

Penulis

ix

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... iv

SUMMARY ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat ... 4

II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Belut Sawah (Monopterus albus) ... 5

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi ... 5

2.1.2 Kebutuhan Nutrisi Belut ... 6

2.2 Cacing Tanah (Lumbricus sp.) ... 8

2.3 Pakan Komersial ... 9

2.4 Media Pemeliharaan ... 10

2.5 Pertumbuhan Belut ... 11

2.6 Tingkat Konsumsi Belut ... 12

2.7 Rasio Konversi Pakan Belut ... 12

2.7 Kualitas Air ... 13

III KERANGKA KONSEPTUAL ... 14

3.1 Kerangka Konseptual ... 14

3.2 Hipotesis ... 17

(12)

IV METODOLOGI ... 18

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

4.2 Materi Penelitian ... 18

4.2.1 Bahan Penelitian ... 18

4.2.2 Peralatan Penelitian ... 18

4.3 Metode Penelitian ... 18

4.3.1 Rancangan Penelitian ... 19

4.3.2 Penghitungan Nutrisi Pakan Perlakuan ……… 20

4.3.3 Prosedur Kerja ... 21

4.3.4 Pemeliharaan penelitian ... 21

4.3.5 Variabel Penelitian ... 23

4.3.6 Parameter Penelitian ... 23

4.3.7 Analisis Data ... 25

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1 Hasil Penelitian ... 27

5.1.1 Pertumbuhan Belut Sawah ... 27

5.1.2 Tingkat Konsumsi Belut Sawah ... 29

5.1.3 Rasio Konversi Pakan Belut Sawah ... 30

5.1.4 Kualitas Air ... 30

5.2 Pembahasan ... 31

5.2.1 Pertumbuhan Belut Sawah ... 31

5.2.2 Tingkat Konsumsi Belut Sawah ... 35

5.2.3 Rasio Konversi Pakan Belut Sawah ... 36

5.1.4 Kualitas Air ... 37

VI SIMPULAN DAN SARAN ... 40

6.1 Kesimpulan ... 40

6.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ... 44

xi

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Denah Penelitian ... 19 4.2 Analisis Proximat Bahan Kering 100% ... 20 4.3 Komposisi Nutrisi Analisis Pakan Perlakuan Bahan Kering 100% ... 20 5.1 Data rata-rata Tingkat Konsumsi Belut Sawah (Monopterus albus) Selama

Penelitian 35 Hari ... 27 5.2 Laju Pertumbuhan Spesifik (%) Belut Sawah (Monopterus albus) Selama

Penelitian 35 Hari ... 28 5.3 Data rata-rata Pertumbuhan Panjang Mutlak Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari ... 29 5.4 Data rata-rata Rasio Konversi Pakan Belut Sawah (Monopterus albus) Selama

Penelitian 35 Hari ... 30 5.5 Nilai Kisaran Kualitas Air Media Pemeliharaan Belut Sawah (Monopterus

albus) Selama Penelitian 35 Hari ... 31

xii

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Belut Sawah (Monopterus albus) ... 5

2.2 Cacing Tanah (Lumbricus sp.) ... 9

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... 16

4.1 Diagram Alir Penelitian ... 26

xiii

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Analisis Proximat Cacing Tanah (Lumbricus sp.) ... 44 2. Hasil Analisis Proximat Pakan Komersial (Pasta) ... 45 3. Data berat total dan berat rata-rata belut sawah (Monopterus albus) selama

35 hari ... 46 4. Laju pertumbuhan spesifik (%) belut sawah (Monopterus albus) selama

35 hari. ... 47 5. Analisis statistik data laju pertumbuhan spesifik (%) belut sawah (Monopterus

albus) selama 35 hari ... 48 6. Data pertumbuhan panjang total tubuh belut sawah (Monopterus albus) selama

35 hari (cm). ... 50 7. Data pertumbuhan panjang mutlak (cm) dan analisis statistik pertumbuhan

panjang mutlak belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari. ... 51 8. Data jumlah pakan yang dikonsumsi belut sawah (Monopterus albus) selama

35 hari ... 53 9. Analisis statistik tingkat konsumsi belut sawah (Monopterus albus) selama

35 hari.. ... 54 10. Berat rata-rata ikan awal, berat rata-rata ikan akhir, jumlah pakan yang

dikonsumsi dan rasio konversi pakan belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari (cm)... 56 11. Analisis statistik data rasio konversi pakan belut sawah (Monopterus albus)

selama 35 hari.. ... 57 12. Data rata-rata parameter kualitas air belut sawah (Monopterus albus) selama

penelitian 35 hari... 59

(16)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belut merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat. Jenis belut yang banyak dikonsumsi adalah belut sawah (Monopterus albus). Belut sawah (Monopterus albus) merupakan ikan dari family Synbranchidae yang dapat ditemukan di Cina, India, Malaysia dan Indonesia (Tan and He, 2007). Budidaya belut secara intensif di Indonesia belum banyak dilakukan, padahal permintaan belut terus meningkat (Junariyata, 2009). Di Pulau Jawa seperti Jabodetabek terpenuhi 100 ton, Jawa Timur dan Jawa Tengah 80-90 ton (Trubus No.

474, 2009).

Belut pada habitat aslinya hidup di dalam lumpur dan membuat sebuah lubang pada pematang sawah atau pinggir sungai (Junariyata, 2009). Kegiatan budidaya belut dapat menggunakan lumpur sebagai media budidaya. Media budidaya menggunakan lumpur cenderung lebih sulit dalam mengontrol pertumbuhan serta konversi pakan belut, oleh karena itu perlu adanya media lain yang lebih efisien yang dapat menggantikan media budidaya belut.

Menurut Tanribali (2007) dalam budidaya sistem intensif, salah satunya dapat ditingkatkan dengan padat penebaran yang tinggi sehingga mampu mempertahankan tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Permasalahan pada umumnya terjadi penurunan kualitas air yang diakibatkan penumpukan bahan organik berupa feses dan sisa pakan. Upaya pencegahan kualitas air yang menurun dengan menggunakan sistem resirkulasi, sehingga memungkinkan adanya efisiensi penggunaan air dan pengelolaan kualitas air secara terkontrol.

(17)

Sistem resirkulasi sebagai budidaya perairan secara intensif merupakan suatu alternatif yang digunakan di daerah yang memiliki sumberdaya air dan lahan yang terbatas sehingga air buangan dalam wadah dapat digunakan kembali.

Pemicu pertumbuhan belut sawah berkaitan erat dengan kebiasaan makan, jenis pakan dan frekuensi pemberian pakan yang diberikan karena pakan merupakan salah satu faktor utama yang sangat penting dalam usaha peningkatan produktivitas budidaya belut (Ansari dan Nugroho, 2009).

Pakan yang digunakan untuk media budidaya belut adalah cacing tanah sebanyak 5% dari biomass belut. Protein merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan optimal belut, dengan nilai optimum 35,7% (Yang et al., 2000). Cacing tanah dengan BK 25,28% memiliki kandungan protein sebesar

18,61%, sedangkan cacing tanah dengan BK 67,72% memiliki kandungan protein sebesar 49,83%. Harga cacing tanah satu kilogram mencapai Rp. 100.000,00 membuat proses budidaya berjalan tidak efektif. Tingginya harga pakan cacing tanah dapat disubstitusikan dengan pakan komersial (pasta) yang harganya Rp.

19.000,00 tiap satu kilogram. Substitusi menggunakan pakan komersial (pasta) akan menekan biaya produksi pada budidaya belut sawah (Monopterus albus).

Substitusi menggunakan pakan komersial (pasta) dengan nilai protein 43,16% dapat berguna sebagai penurun biaya pakan dalam mengoptimalkan budidaya belut. Pakan cacing tanah jika disubstitusikan dengan pakan komersial (pasta) akan menambah tingkat konsumsi pakan, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan belut, serta rasio konversi pakan. Hal ini disebabkan pakan

(18)

komersial (pasta) memiliki kelebihan yaitu bentuk dari pakan komersial (pasta) tersebut lembut, sehingga mempermudah belut untuk mengkonsumsi pakan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan :

1. Apakah substistusi cacing tanah menggunakan pakan komersial (pasta) berpengaruh terhadap pertumbuhan belut sawah (Monopterus albus)?

2. Apakah substistusi cacing tanah menggunakan pakan komersial (pasta) berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan belut sawah (Monopterus albus)?

3. Apakah substistusi cacing tanah menggunakan pakan komersial (pasta) berpengaruh terhadap konversi pakan belut sawah (Monopterus albus)?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah :

1. Mengetahui pengaruh substitusi cacing tanah menggunakan pakan komersial (pasta) terhadap pertumbuhan belut sawah (Monopterus albus).

2. Mengetahui pengaruh substitusi cacing tanah menggunakan pakan komersial (pasta) terhadap tingkat konsumsi pakan belut sawah (Monopterus albus).

3. Mengetahui pengaruh substitusi cacing tanah menggunakan pakan komersial (pasta) terhadap konversi pakan belut sawah (Monopterus albus).

(19)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah bagi ilmuwan, mahasiswa dan para pembudidaya belut sawah (Monopterus albus) tentang penggunaan substitusi yaitu cacing tanah dengan pakan komersial

(pasta) yang dibudidaya menggunakan media air bersih dengan sistem resirkulasi terhadap pertumbuhan, tingkat konsumsi dan rasio konversi pakan.

Budidaya dengan metode resirkulasi akan lebih mudah di aplikasikan, sebab tidak perlu lagi menggunakan media lumpur sebagai media budidaya. Hal ini disebabkan karena media budidaya telah digantikan dengan media air yang lebih mudah didapatkan serta penggunaan metode resirkulasi yang dapat menjaga kualitas air pada media budidaya. Biaya pakan dapat diminimalisir dengan adanya substitusi cacing tanah dengan pakan komersial (pasta).

(20)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belut Sawah (Monopterus albus) 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi belut (Monopterus albus) menurut Saanin (1968) adalah sebagai berikut:

Filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Synbranchoidea Famili : Synbranchoidae Genus : Monopterus Spesies : Monopterus albus

Secara taksonomi, belut termasuk kedalam Kelas Pisces, akan tetapi ciri fisiknya sedikit berbeda dengan Kelas Pisces lainnya. Tubuh belut hampir menyerupai ular, yaitu gilig (silindris) memanjang, tidak bersisik. Kulit belut berwarna kecoklatan, mulut dilengkapi dengan gigi-gigi runcing kecil-kecil berbentuk kerucut dengan bibir berupa lipatan kulit yang lebar di sekitar mulut (Roy, 2010).

Belut bersifat karnivora dan memakan jasad renik berupa zooplankton dan zoobenthos pada saat masih berukuran benih, sedangkan bila berukuran dewasa belut akan memakan larva serangga, cacing, siput, berudu maupun benih ikan lain (Wirosaputro, 1978). Morfologi belut sawah dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Belut Sawah (Monopterus albus) (Hariyani, 2006)

(21)

Belut memiliki alat pernapasan tambahan yakni berupa kulit tipis berlendir yang terdapat di rongga mulut. Alat tersebut berfungsi menyerap oksigen secara langsung dari udara (Tay et al., 2003). Belut beraktivitas pada malam hari (nocturnal) dan cenderung bersembunyi di lubang atau di celah-celah tanah liat (Mutiani, 2011).

2.1.2 Kebutuhan Nutrisi Belut

Asmawi (1983) menyatakan bahwa faktor pakan memiliki peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan individu serta meningkatkan produksi. Pakan yang dapat digunakan dalam kegiatan usaha budidaya diatur sesuai dengan sifat hewan untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan produksi.

Belut merupakan hewan karnivora yang memakan jasad renik ketika masih benih (Wirosaputro, 1978). Menurut Sarwono (2010) pemberian pakan dimulai sebanyak 5% berat tubuh. Pakan dari bahan hewani merupakan sumber protein utama yang dapat diberikan untuk ikan karnivora karena kandungan proteinnya tinggi.

Protein yang diserap oleh ikan akan digunakan sebagai sumber energi, untuk memperbaiki protein jaringan, dan untuk pertumbuhan. Ketersediaan protein dibutuhkan secara terus-menerus karena asam amino digunakan untuk membentuk protein baru (selama pertumbuhan dan reproduksi) atau mengganti protein yang rusak saat pemeliharaan. Kekurangan asam amino essensial akan menyebabkan rendahnya pemanfaatan protein pakan sehingga menghambat pertumbuhan, pertambahan bobot tubuh, dan efisiensi pakan. Protein mempunyai peranan penting untuk mempertahankan fungsi jaringan secara normal, perawatan

(22)

jaringan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak (Afrianto dan Liviawaty, 2005).

Menurut Yang et al. (2000) protein merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan belut, dengan nilai optimum 35,7 %. Rasio protein menjadi energi sebesar 31,6-38,9 (Khanh, 2010).

Tingkat pemanfaatan karbohidrat dalam pakan umumnya rendah pada khususnya hewan karnivora, karena pada ikan sumber energi utama adalah protein. Ikan karnivora lebih sedikit mengkonsumsi karbohidrat dibandingkan dengan omnivora dan herbivore. Karbohidrat berdasarkan analisa proximat terdiri dari serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Gusrina, 2008). Afrianto dan Liviawaty (2005) menyatakan bahwa ikan karnivora membutuhkan karbohidrat hanya 10-20% karena kemampuan mencernanya relatif rendah.

Kemampuan lemak sebagai sumber energi utama adalah untuk menghasilkan energi jauh lebih besar dibandingkan dengan karbohidrat atau protein. Ikan mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam mengkonsumsi protein, sehingga peranan lemak sebagai sumber energi menempati kedudukan setelah protein yang menyebabkan lemak memiliki peranan penting sebagai sumber energi terutama terdapat pada ikan karnivora (Afrianto dan Lyviawati, 2005). Fungsi lain dari lemak yaitu untuk melindungi organ-organ tubuh dari kerusakan yang diakibatkan oleh guncangan atau benturan, lemak juga merupakan bahan pakan yang mengandung vitamin A, D, E dan K (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009). Menurut Yang et al. (2000) dalam Tan et al. (2007) menyatakan bahwa lemak yang dibutuhkan belut berkisar 3-4%.

(23)

Mineral merupakan elemen anorganik yang dibutuhkan oleh ikan dalam pembentukan jaringan dan berbagai fungsi metabolisme dan osmoregulasi sehingga dibutuhkan ikan untuk hidup normal (Afrianto dan Lyviawati, 2005).

Menurut Yang et al. (2000) dalam Tan et al. (2007) menyatakan bahwa pakan untuk belut membutuhkan mineral sekitar 3%.

Kebutuhan energi yang diperoleh dari pakan akan dapat memberikan pertumbuhan dan perkembangan ikan budidaya jika pakan yang diberikan mempunyai kandungan nutrisi yang cukup untuk setiap jenis ikan. Pemanfaatan energi pada belut sawah dimulai dari pakan yang masuk di dalam tubuhnya.

(Gusrina, 2008). Menurut Buwono (2000) pemanfaatan energi tersebut dianggap sebagai energi bruto atau Gross Energy (GE) yang didistribusikan dalam dua proses yaitu proses pencernaan sekitar 85% dan pengolahan hasil-hasil buangan proses pencernaan sekitar 15%.

2.2 Cacing Tanah (Lumbricus sp.)

Rukmana (1999) menyatakan, klasifikasi cacing tanah adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Annelida Classis : Chaetopoda Ordo : Oligochaeta Family : Lumbricidae Genus : Lumbricus Species : Lumbricus sp.

Tubuh cacing tanah dapat dibagi menjadi lima bagian yang terdiri atas bagian depan (anterior), bagian belakang (posterior), bagian tengah, bagian punggung (dorsal) dan bagian bawah (ventral). Bentuk umum cacing tanah

(24)

umumnya silindris memanjang. Mulut terdapat pada segmen yang pertama sedangkan anus pada segmen yang terakhir (Rukmana, 1999). Morfologi cacing tanah dapat dilihat pada gambar 2.2.

Cacing tanah dapat hidup dan berkembang biak pada habitat alami dan habitat buatan manusia. Di habitat alaminya, cacing tanah hidup dan berkembang dalam tanah (Rukmana, 1999). Pakan yang baik untuk belut pada pemeliharaan dengan menggunakan air bersih yaitu cacing tanah karena menunjukkan pertumbuhan berat 7,38 g dan panjang 5,61 cm yang tertinggi di antara pakan jenis yang lain. Hal ini disebabkan protein cacing tanah memiliki nilai protein yang tinggi yaitu 59,47% (Ansari dan Nugraho, 2009). Analisis proximat yang sudah dilakukan sebelumnya terdapat hasil protein 18,61%, BK 25,28% dan lemak 2,86%.

Gambar 2.2. Lumbricus sp. (Anonim, 2010)

2.3 Pakan Komersial

Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan terutama belut sawah. Bahan baku dari pakan komersial mempunyai kandungan nutrisi spesifik sehingga bahan baku yang diolah secara sederhana atau pabrik secara massal menghasilkan pakan buatan berbentuk pellet,

(25)

tepung atau remah dan pasta (Khairuman dan Amri, 2002). Sasongko dkk. (2007) menyatakan pasta merupakan pakan tenggelam yang sebelum diberikan perlu ditambahkan air terlebih dahulu. Kelebihan dari pakan bentuk pasta adalah lembut dan dapat menebarkan aroma bau pakan kedalam air, sehingga menimbulkan nafsu makan belut. Indrawan (1996) menyatakan bahwa pakan benih belut berbentuk pasta ini dibuat dari cincangan daging kerang dan cacing yang telah dilumatkan menjadi bubur, kemudian diletakkan di cawan dan ditaruh di dasar bak. Pakan buatan diberikan dua per tiga dari jatah konsumsi setiap harinya sedangkan sepertiga masih tetap diberikan berupa pakan dari potongan-potongan daging ikan (Dinas Kelautan Perikanan Jawa Tengah, 2011). Pakan buatan yang diberikan adalah pakan buatan dalam bentuk pasta dengan kandungan protein 43,16%

2.4 Media Pemeliharaan

Belut sawah merupakan jenis ikan air tawar yang hidup pada media lumpur media utama bagi habitatnya (Junariyata, 2010). Keberhasilan budidaya belut sawah ditentukan oleh keberhasilan dalam pengelolaan air, baik dari segi kuantitas maupun kualitas air terlebih pada budidaya secara intensif. Dalam budidaya sistem intensif, salah satunya dapat ditingkatkan dengan padat penebaran yang tinggi sehingga mampu mempertahankan tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup.

Permasalahan pada umumnya terjadi penurunan kualitas air yang diakibatkan penumpukan bahan organik berupa feses dan sisa pakan (Tanribali, 2007). Kualitas air yang buruk dapat menyebabkan serangan bakteri Aeromonas (Dinas Kelautan Perikanan Jawa Tengah, 2011). Upaya pencegahan kualitas air yang menurun dengan

(26)

menggunakan sistem resirkulasi, sehingga memungkinkan adanya efisiensi penggunaan air dan pengelolaan kualitas air secara terkontrol (Tanribali, 2007).

Media pemeliharaan yang telah dikembangkan selain lumpur, belut juga dapat dibudidayakan pada media pemeliharaan dengan air bersih (Dinas Kelautan Perikanan Jawa Tengah, 2011). Sistem sirkulasi air dapat membantu distribusi oksigen ke segala arah baik di dalam air maupun difusinya atau pertukaran dengan udara dan dapat menjaga akumulasi atau mengumpulnya hasil metabolisme beracun sehingga kadar racun dapat dikurangi (Kelabora dan Sabariah, 2010).

Sistim resirkulasi memiliki kelebihan yaitu perlakuan yang sangat praktis, belut mudah terpantau pertumbuhannya dan kualitas air pada media budidaya dapat terjaga (Dinas Kelautan Perikanan Jawa Tengah, 2011).

2.5 Pertumbuhan Belut

Pertumbuhan individu ikan adalah pertambahan ukuran baik panjang maupun berat dalam satu waktu tertentu. Pertumbuhan terjadi apabila terdapat kelebihan input energi dan asam amino yang berasal dari pakan (Effendie, 2002).

Mudjiman (2004) menyatakan bahwa laju pertumbuhan adalah perbedaan pertumbuhan mutlak yang terukur berdasarkan urutan waktu tertentu. Menurut Khairuman dan Amri (2008) pertumbuhan belut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor dalam merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan belut itu sendiri meliputi keturunan, umur, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan belut untuk memanfaatkan pakan.

Faktor luar merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat belut

(27)

hidup meliputi faktor faktor fisika dan kimia air. Ruang gerak dan ketersediaan pakan dari segi kualitas dan kuantitas pakan juga termasuk dalam faktor luar.

Mashuri dkk. (2012) mengungkapkan bahwa pakan jenis cacing tanah menghasilkan nilai pertumbuhan berat dan panjang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian pakan dengan cacing sutera, keong mas, ikan rucah dan pellet.

2.6 Tingkat Konsumsi Belut

Pakan yang dikonsumsi belut akan mempengaruhi keberhasilan hidup, pertumbuhan serta kematangan gonad bagi tiap-tiap individu belut. Belut memperoleh pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bentuk mulut, lingkungan habitat dan jenis dari belut tersebut (Effendie, 2002)

Nilai tingkat konsumsi belut adalah 75 gram (Jeffrey, 2007). Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan adalah nafsu makan. Nafsu makan dapat dipengaruhi dari rasa lapar, kebiasaan waktu makan dan stress pada belut. Rasa lapar yang tinggi akan mempengaruhi nafsu makan dan stress pada belut.

2.7 Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan atau FCR adalah perbandingan antara bobot kering pakan yang dikonsumsi dan pertambahan bobot ikan (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Semakin kecil nilai konversi pakan, semakin baik kualitas pakan, karena akan semakin ekonomis (Masyamsir, 2001). Tingginya konversi pakan juga disebabkan adanya pakan yang tidak tercerna atau jenis pakan yang kurang

(28)

disukai (Sutarmat, 2006). Rasio Konversi Pakan dapat digunakan untuk mengetahui kualitas pakan yang diberikan terhadap pertumbuhan belut. Nilai rasio konversi yang seimbang sebesar 2,23 (Mashuri, 2012).

Nilai Rasio Konversi Pakan merupakan perbandingan antara jumlah pelet yang diberikan sebagai pakan belut dan selisih berat belut saat ditebarkan dan berat belut saat dipanen. Semakin baik kualitas pakan, semakin kecil nilai Rasio Konversi Pakannya (Mashuri, 2012). Untuk menambah berat 1kg daging dibutuhkan 2kg pakan, nilai konversi pakanya adalah 2. Semakin kecil rasio konversi pakan, semakin cocok pakan tersebut untuk menunjang pertumbuhan belut (Taufik dkk, 2008).

2.8 Kualitas Air

Kualitas air dapat mempengaruhi pertumbuhan biota air. Kualitas air dalam suatu perairan seperti suhu, pH, dan oksigen terlarut jika berada di luar kisaran optimum maka dapat mempengaruhi pertumbuhan belut. Pengukuran kualitas air selama penelitian meliputi suhu, oksigen terlarut (DO), pH, dan kekeruhan berada dalam kisaran optimal.

Suhu optimum pada penelitian belut sawah berkisar antara 27-28°C (Mashuri dkk, 2012). Oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan belut dan kelangsungan hidup belut antara 5 sampai 7 mg/l. Nilai pH yang melebihi atau kurang dari kisaran optimum dapat menurunkan pertumbuhan, dan pada kondisi ekstrim dapat mengganggu kesehatan belut (Ghufran et al., 2007).

(29)

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Belut merupakan salah satu komoditi utama di Indonesia yang banyak diproduksi di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan juga Internasional. Harga belut tergolong sangat bagus untuk pasar lokal maupun ekspor (Mutiani, 2011). Usaha budidaya belut dilakukan untuk mengantisipasi terancamnya populasi di alam.

Budidaya belut pada umunya dilakukan pada media lumpur dengan pakan alami berupa cacing tanah dengan media budidaya berupa lumpur yang diberi jerami dan juga kotoran sapi (Sarwono, 2010).

Menurut Sunarma, dkk (2009) belut dapat dibudidayakan pada media air menggunakan wadah happa maupun akuarium. Namun demikian, perlu dilakukannya sistem resirkulasi untuk menjaga kualitas air agar tetap optimal.

Selain itu, pemberian pakan yang sesuai diperlukan untuk menjaga pertumbuhan optimum serta sintasan atau survival rate belut.

Pakan merupakan faktor yang memegang peranan sangat penting dalam menentukan keberhasilan usaha perikanan. Ketersediaan pakan merupakan salah satu faktor utama untuk menghasilkan produksi yang maksimal. Syarat pakan yang baik adalah mempunyai nilai gizi yang tinggi, mudah diperoleh, mudah diolah, mudah dicerna, harga relatif murah dan tidak mengandung racun (Khairuman, 2003)

Pertumbuhan optimal dalam budidaya memerlukan jenis pakan yang tepat agar nutrisi dan tingkat konsumsi pakan dapat dipenuhi. Pakan alami pada belut adalah cacing terutama jenis Lumbricus sp. Harga cacing tanah yang sangat mahal

(30)

membuat biaya produksi budidaya belut menjadi besar. Salah satu upaya yang dilakukan agar pertumbuhan belut yang dipelihara dapat optimal adalah dengan jenis pakan menggunakan substitusi yang tepat.

Substitusi pakan yang dapat dilakukan adalah dengan mengsubstitusikan pakan cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) yang mudah didapatkan dan harganya lebih murah jika dibandingkan dengan harga cacing tanah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh substitusi pakan cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) terhadap pertumbuhan dan konversi pakan yang dipelihara pada sistem resirkulasi.

Kendala yang munculnya pada kegiatan budidaya belut adalah mahalnya biaya pakan untuk budidaya belut, serta media budidaya dengan menggunakan lumpur yang dirasa kurang efisien dalam proses budidaya. Oleh karena itu untuk mengurangi biaya pakan pada kegiatan budidaya belut, diperlukan suatu penelitian tentang substitusi pakan untuk menekan biaya yang dikeluarkan agar tidak terlalu mahal dan juga media budidaya menggunakan air bersih dengan sitem resirkulasi. Secara skematis kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada Bagan 3.1.

(31)

Bagan 3.1. Kerangka konseptual penelitian Peningkatan permintaan belut

Budidaya belut sistem resirkulasi

Kendala budidaya belut

Pemberian pakan alternatif

Pertumbuhan meningkat Tingkat konsumsi pakan meningkat

Rasio konversi pakan menurun Harga pakan alami yang relatif mahal

Budidaya belut

Pakan Pasta Pakan Cacing Tanah

Pemenuhan nutrisi yang baik dan efisiensi harga pakan

Pertumbuhan maksimal

Peningkatan produksi belut

(32)

3.2 Hipotesis

Hipotesis yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. : Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) berpengaruh terhadap pertumbuhan benih belut sawah (Monopterus albus).

2. : Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan benih belut sawah (Monopterus albus).

3. : Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) berpengaruh terhadap konversi pakan benih belut sawah (Monopterus albus).

(33)

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 35 hari pada bulan Maret 2014 hingga Mei 2014. Penelitian dilakukan di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Analisis proximat bahan pakan dilakukan di Unit Layanan Pemeriksaan Laboratoris, Konsultasi dan Pelatihan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya.

4.2 Materi Penelitian 4.2.1 Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih belut sawah (Monopterus albus), cacing tanah(Lumbricus sp.) dan pakan komersial (pasta). Belut yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah belut (Monopterus albus) yang memiliki panjang ±15 cm dan berat 6-8 gram sebanyak 200 ekor.

4.2.2 Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 buah akuarium untuk pemeliharaan belut, alat filtrasi, termometer, pH paper, timbangan digital, penggaris, pipet, kertas saring dan DO test kit.

4.3 Metode Penelitian.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Belut kemudian diadaptasikan dan dipelihara dalam akuarium dengan ukuran (80x40x60) cm3 menggunakan sistem resirkulasi untuk kemudian diberikan perlakuan sesuai dengan tabel rancangan penelitian (tabel 1).

(34)

4.3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah rancangan dengan perlakuan yang dianggap seragam atau diseragamkan. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan 5 perlakuan dan 4 kali ulangan (Kusriningrum, 2008). Perlakuan yang digunakan adalah perlakuan substitusi pakan cacing tanah dengan pakan komersial (pasta).

P0 : Pemberian pakan cacing tanah 100%.

P1 : Pemberian pakan cacing tanah 75% dan 25% pakan komersial (pasta).

P2 : Pemberian pakan cacing tanah 50% dan 50% pakan komersial (pasta).

P3 : Pemberian pakan cacing tanah 25% dan 75% pakan komersial (pasta).

P4 : Pemberian pakan komersial (pasta) 100%.

Pakan alami cacing tanah diberi perlakuan substitusi pakan pasta komersial dengan protein 43,16%. Air media yang digunakan adalah air tanah salinitas 0-5 o/oo dan pH 6-7.

Pada penelitian ini dilakukan pengacakan untuk letak akuarium. Hasil pengacakan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Denah Penelitian P42 P14 P31 P03 P41 P02 P24 P12 P32 P11 P01 P23 P04 P21 P44 P33 P22 P34 P13 P43

(35)

4.3.2 Penghitungan Nutrisi Pakan Perlakuan

Pakan perlakuan yang akan digunakan dalam penelitian ini sebelumnya dianalisis proksimat terlebih dahulu untuk mengetahui kandungan nutrisi yang ada didalamnya. Komposisi nutrisi analisis pakan perlakuan subtitusi cacing tanah menggunakan pakan komersial dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2.Analisis Proksimat Bahan Kering 100%

Bahan HasilAnalisis (%)

PK LK Abu SK BETN ME (kcal/kg)

Cacing 73,36 16,76 9,01 0,26 0,59 3674.107

Pakan

Komersial 43,16 2,59 10,50 3,18 40,54 3124,844 Sumber : Hasil Analisis di Laboratorium Pakan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Airlangga (2014).

Keterangan :

BK = BahanKering SK = Serat Kasar

PK = Protein Kasar BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen LK = LemakKasar ME = Metabolism Energy

Tabel 4.3.Komposisi Nutrisi Analisis Pakan Perlakuan Bahan Kering 100%

No Komposisi Pakan

P0

100%

C.T

P1

25% P.K dan 75% C.T

P2

50% P.K dan 50% C.T

P3

75% P.K dan 25% C.T

P4

100%

P.K

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Abu (%)

Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) BETN (%)*

GE (kkal/kg)**

C/P (kkal/g protein)***

9,01 73,36 16,76 0,26 0,59 5707,79 7,78

9,37 65,81 13,21 0,98 10,57 5360,47 8,14

9,75 58,26 9,67 16,03 20,56 5014,5 8,60

10,12 50,71 6,13 2,44 30,54 4668,12 9,20

10,50 43,16 2,59 3,18 40,54 4322,56 10.01

Keterangan : CT = cacing tanah; PK= pakan komersial

*BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen

**GE Energi Total dimana 1g protein = 5,6kkal GE, 1g lemak = 9,4 kkal GE, 1g karbohidrat = 4,1 kkal GE (Watanabe, 1988)

***C/P = imbangan protein energi, C = energi; P = protein

(36)

4.3.3 Prosedur Kerja

Mempersiapkan alat dan bahan untuk penelitian. Wadah yang digunakan dalam pemeliharaan belut sawah yaitu berupa akuarium lengkap sistem resirkulasinya. Air media yang digunakan berasal dari PDAM dan ditampung dalam bak tandon kemudian diaerasi lalu dibiarkan selama 24 jam. Jumlah belut yang digunakan di dalam penelitian ini adalah 10 ekor per akuariumnya.

Belut yang digunakan untuk penelitian sebelumnya diadaptasikan selama satu minggu. Pada proses pengadaptasian media, belut tersebut dipelihara dalam media budidaya menggunakan sistim resirkulasi dengan penambahan berupa pipa berukuran 20cm sebagai tempat perlindungan. Proses pengadaptasian pakan, belut diberi pakan cacing tanah (Lumbricus sp.) dengan penambahan pakan komersial pasta sedikit demi sedikit dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 2x sehari.

Pakan komersial dikonversikan menjadi pakan pasta dengan cara menghaluskan pakan tersebut sampai menjadi bubuk. Pakan tersebut diberi campuran tepung tapioka sebagai perekat sebanyak 5% dan air sebanyak 10,5%, kemudian diaduk sampai pakan menjadi pasta.

4.3.4 Pemeliharaan Penelitian

Pakan yang diberikan untuk belut sawah dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan malam hari. Pakan komersial diberikan pada belut sawah adalah pakan komersial untuk udang ukuran 20-30 gram dengan kadar protein 43,16%. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan belut sawah menurut Yang et al. (2000) menyatakan bahwa pakan untuk belut membutuhkan kandungan protein sekitar

(37)

35,7 %. Pakan yang digunakan bersifat tenggelam yang disesuaikan dengan kebiasaan makan belut sawah di dasar kolam.

Pakan yang akan diberikan pada belut sawah diberikan dengan cara cacing tanah dicampur dengan pakan komersial (pasta). Cacing tanah yang masih segar dipotong-potong selanjutnya dicampurkan dengan pakan komersial dengan dosis sebanyak 25%, 50%, 75% dan 100%. Menurut Mashuri, dkk (2012) untuk menyesuaikan dengan bukaan mulut belut maka dibutuhkan penyetaraan ukuran pakan uji terutama pakan uji yang memiliki ukuran besar, dengan cara dipotong- potong menggunakan pisau sehingga belut sawah dapat memakan pakan dengan mudah. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali sehari dengan dosis sebanyak 5% dari bobot tubuh belut sawah. Pemberian pakan dilakukan pada pukul 06.00 dan 20.00.

Laju pertumbuhan berat dan panjang dapat dihitung dengan cara menimbang berat dan panjang rata-rata belut sebelum perlakuan. Penimbangan berat dan panjang rata-rata dilakuakan setiap tujuh hari sekali sampai penelitian selesai.

Pencatatan tingkat konsumsi pakan dilakukan selama pemeliharaan dengan cara menghitung berat pakan yang akan diberikan, kemudian ditunggu selama 15 menit atau sampai pakan yang diberikan telah dimakan. Sisa pakan yang terdapat di akuarium diambil menggunakan pipet, kemudian diletakkan pada kertas saring.

Dilakukan pengeringan selama 24 jam dan pakan yang telah kering dilakukan penimbangan.

(38)

Rasio konversi pakan dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah total pakan yang dikonsumsi dan pertambahan bobot belut uji yang dipelihara pada awal pemeliharaan, kemudian dicatat jumlah belut yang mati dan hidup selama masa pemeliharaan. Perhitungan tersebut dilakukan setiap tujuh hari sekali.

Benih belut sebelum dimasukkan kedalam akuarium dilakukan pengukuran kualitas air yaitu pH, DO, dan suhu. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap hari sampai akhir pemeliharaan pada pagi dan sore hari. Belut dipelihara dalam akuarium selama 35 hari. Diagram alur penelitian terdapat pada Bagan 2.

4.3.5 Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas meliputi substitusi pakan yang digunakan, meliputi pakan cacing tanah dengan pakan komersial (pasta).

2. Variabel tergantung adalah pertumbuhan dan rasio konversi pakan.

3. Variabel kendali terdiri atas keseragaman dan umur belut serta kualitas air.

Penelitian terdiri dari lima perlakuan yaitu P0, P1, P2, P3 dan P4 yang diulang sebanyak empat kali dengan masing-masing jumlah sampel sebanyak enam ekor.

Sehingga terdapat 20 satuan percobaan, yaitu : P01, P02, P03, P04, P11, P12, P13, P14,

P21, P22, P23, P24, P31, P32, P33, P34,P41, P42, P43, P44.

4.3.6 Parameter Penelitian A. Parameter Utama

Parameter uji utama pada penelitian ini adalah pertumbuhan dan rasio konversi pakan belut. Pertumbuhan meliputi pertumbuhan berat dan panjang belut

(39)

uji. Pengukuran berat badan belut uji dilakukan setiap minggu dari awal penelitian hingga akhir penelitian. Perhitungan Rasio Konversi Pakan dilakukan dengan menghitung jumlah pakan yang dikonsumsi selama pemeliharaan dibagi pertambahan berat tubuh yang dihasilkan selama pemeliharaan dan penghitungan dilakukan pada akhir penelitian.

a. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah pertambahan berat pada suatu waktu tertentu.

Penghitungan laju pertumbuhan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Huismann (1976) sebagai berikut :

SGR = ( In Wt – In Wo) x 100%

t Keterangan :

SGR = laju pertumbuhan spesifik (%)

In Wt = berat rata-rata individu belut pada waktu ke-t (g) In Wo = berat rata-rata individu belut pada waktu t=0 (g) t = waktu (hari)

Pertumbuhan panjang adalah selisih antara panjang tubuh belut pada awal dan akhir penelitian (Effendie, 2002).

LM = TL-1 – TL-0 Keterangan :

LM = pertumbuhan panjang (cm)

TL-1 = panjang total pada akhir pemeliharaan (cm) TL-0 = panjang total pada awal pemeliharaan (cm) b. Konsumsi

Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh belut dalam satu hari dengan menggunakan rumus (Buntu, 2002) :

Z = (X – Y )

(40)

Keterangan :

Z= jumlah pakan yang dikonsumsi X= jumlah awal pemberian pakan (gram) Y= jumlah akhir (sisa) pemberian pakan (gram)

c. Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan atau Food Convertion Ratio (FCR) adalah perbandingan pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot belut uji yang dipelihara. Penghitungan rasio konversi pakan menggunakan rumus Tacon (1997):

FCR = F (Wt + D) - Wo Keterangan :

FCR = Rasio Konversi Pakan

F = Jumlah total pakan yang dikonsumsi (gram)

Wt = berat rata-rata individu belut pada waktu ke-t (gram) Wo = berat rata-rata individu belut pada waktu t=0 (gram) D = bobot total belut yang mati selama penellitian (gram)

B. Parameter penunjang

Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, pH, kadar oksigen terlarut dan kadar amoniak. Suhu dan pH diukur dua kali sehari yaitu pukul 06.00 dan 19.00, sedangkan kadar oksigen terlarut dan kadar amoniak diukur 1 minggu sekali.

4.3.7 Analisis Data

Analisis statistik menggunakan Analyst of Varian (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Apabila dari analisis statistik diketahui bahwa perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) (Kusriningrum, 2009).

(41)

Alur Penelitian

Gambar 4.1. Diagram Alir Penelitian P2

50%

Cacing Tanah dan 50%

Komersial Pasta P1

75%

Cacing Tanah

dan 25%

Komersial Pasta

P3 25%

Cacing Tanah dan 75%

Komersial Pasta P0

100%

Cacing Tanah (kontrol)

Pemberian Perlakuan

Penimbangan berat dan panjang awal belut uji

Analisis Proximat bahan baku pakan pasta.

P4 100%

Komersial Pasta

Kesimpulan Analisis Data Parameter utama :

• Pertumbuhan

• Tingkat Konsumsi Pakan

• Rasio Konversi Pakan

Parameter penunjang :

• Pengamatan Kualitas Air

(42)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Pertumbuhan Belut Sawah

Laju Pertumbuhan Spesifik Belut Sawah

Data berat total dan berat rata-rata belut sawah terdapat pada Lampiran 5.

Data rata-rata laju pertumbuhan spesifik terdapat pada Tabel 5.1 dan data laju pertumbuhan selengkapnya terdapat pada lampiran 4.

Tabel 5.1. Laju Pertumbuhan Spesifik (%) Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari.

Perlakuan Laju Pertumbuhan spesifik (%) + SD Transformasi √y + SD 0

1 2 3 4

1,31 + 0,01 1,50 + 0,01 1,14 + 0,01 0,55 + 0,19 0,78 + 0,17

1,14 ab + 0,008 1,22 a + 0,005 1,06 b + 0,004 0,73 d + 0,129 0,88 c + 0,100 Keterangan :

0 = 100% Cacing Tanah; 1 = 75% Cacing Tanah dan 25% Pakan Komersial; 2 = 50% Cacing Tanah dan 50% Pakan Komersial; 3 = 25% Cacing Tanah dan 75% Pakan Komersial; 4 = 100%

Pakan Komersial; SD = Standart Deviasi.

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan (P<0,05) Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan (P<0,05)

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian substitusi cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian belut sawah.

Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test), maka diketahui bahwa laju pertumbuhan spesifik tertinggi adalah P1 (1,50%) yang berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (0,55%), P4 (0,78) dan P2 (1,14) serta tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P0 (1,31). Laju pertumbuhan spesifik

(43)

terendah adalah P3 (0,55%) yang berbeda nyata dengan P4 (0,88%), P2 (1,06%) dan P0 (1,14%), 1 (1,50%).

Pertumbuhan Panjang Mutlak Belut Sawah (Monopterus albus)

Data panjang mutlak tubuh belut sawah selama penelitian terdapat pada Tabel 5.2. Data hasil pertumbuhan panjang dan hasil sidik ragam pada Lampiran 7.

Tabel 5.2. Data rata-rata Pertumbuhan Panjang Mutlak Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari.

Perlakuan Pertumbuhan panjang (cm) + SD 0

1 2 3 4

5,32 b + 0,07 6,18 a + 0,02 4,18 c + 0,02 1,22 e + 0,04 1,98 d + 0,09 Keterangan :

0 = 100% Cacing Tanah; 1 = 75% Cacing Tanah dan 25% Pakan Komersial; 2 = 50% Cacing Tanah dan 50% Pakan Komersial; 3 = 25% Cacing Tanah dan 75% Pakan Komersial; 4 = 100%

Pakan Komersial; SD = Standart Deviasi.

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan (P<0,05)

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian substitusi cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan panjang belut sawah.

Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test), maka diketahui bahwa laju pertumbuhan panjang tertinggi adalah P1 (6,18

cm) yang berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (1,22 cm), P4 (1,98 cm) dan P2 (4,18 cm) dan P0 (5,32 cm). Laju pertumbuhan panjang terendah adalah P3 (1,22 cm) yang berbeda nyata dengan P4 (1,98 cm), P2 (4,18 cm) dan P0 (5,32 cm), P1 (6,18 cm).

(44)

5.1.2 Tingkat Konsumsi Belut Sawah

Data tingkat konsumsi belut sawah selama penelitian terdapat pada Tabel 5.3. Data hasil tingkat konsumsi dan hasil sidik ragam pada Lampiran 9.

Tabel 5.3. Data rata-rata Tingkat Konsumsi Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari.

Perlakuan Tingkat Konsumsi (g) + SD

0 1 2 3 4

91,89 b + 1,41 95,45 a + 0,96 88,50 c + 0,87 82,95 d + 0,66 84,40 d + 2,74 Keterangan :

0 = 100% Cacing Tanah; 1 = 75% Cacing Tanah dan 25% Pakan Komersial; 2 = 50% Cacing Tanah dan 50% Pakan Komersial; 3 = 25% Cacing Tanah dan 75% Pakan Komersial; 4 = 100%

Pakan Komersial; SD = Standart Deviasi.

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan (P<0,05) Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan (P>0,05)

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian substitusi cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian belut sawah.

Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test), maka diketahui bahwa tingkat konsumsi tertinggi adalah P1 (95,45 g) yang

berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (82,95 g), P4 (84,40 g) dan P2 (88,50 g) dan P0 (91,89 g). Tingkat konsumsi terendah adalah P3 (82,95 g) yang berbeda nyata dengan P2 (88,50 g) dan P0 (91,89 g), P1 (95,45 g) dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P4 (84,40 g).

(45)

5.1.3 Rasio Konversi Pakan Belut Sawah

Data rata-rata rasio konversi pakan belut sawah yang diberi pakan substitusi terdapat pada tabel 5.4. Berat rata-rata belut sawah awal dan akhir, pakan yang dikonsumsi dan rasio konversi pakan terdapat pada lampiran 10.

Tabel 5.4. Data rata-rata Rasio Konversi Pakan Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari.

Perlakuan FCR + SD

0 1 2 3 4

2,20 d + 1,41 1,92 e + 0,96 2,53 c + 0,87 4,09 a + 0,66 3,14 b + 2,74 Keterangan :

0 = 100% Cacing Tanah; 1 = 75% Cacing Tanah dan 25% Pakan Komersial; 2 = 50% Cacing Tanah dan 50% Pakan Komersial; 3 = 25% Cacing Tanah dan 75% Pakan Komersial; 4 = 100%

Pakan Komersial; SD = Standart Deviasi.

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan (P<0,05)

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian substitusi cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian belut sawah.

Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test), maka diketahui bahwa rasio konversi pakan terbaik adalah P1 (1,92) yang

berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (4,09), P4 (3,14), P2 (2,53) dan P0 (2,20).

Rasio konversi pakan terendah adalah P3 (4,09) yang berbeda nyata dengan P4 (3,14), P2 (2,53) dan P0 (2,20), 1 (1,92).

5.1.4 Kualitas Air

Data parameter kualitas air selama penelitian terdapat pada lampiran 12 dan data nilai kisaran kualitas air penelitian dapat dilihat pada tabel 5.5.

(46)

Tabel 5.5. Nilai Kisaran Kualitas Air Media Pemeliharaan Belut Sawah Selama 35 Hari.

Parameter Kisaran

Suhu (0C) pH DO (mg/l) Amoniak (mg/l)

27-30 7-8 4-6 0-0,5

5.2 Pembahasan

5.2.1 Pertumbuhan Belut Sawah

Pertumbuhan individu ikan adalah pertambahan ukuran baik panjang maupun berat dalam satu waktu tertentu. Pertumbuhan terjadi apabila terdapat kelebihan input asam amino yang berasal dari pakan (Effendie, 2002). Belut sawah yang dipelihara selama 35 hari mengalami kenaikan laju pertumbuhan harian dan panjang mutlak. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pakan pada masing-masing perlakuan yang diberikan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup belut sawah.

Laju pertumbuhan harian berfungsi untuk menghitung persentase pertumbuhan berat ikan per hari. Hasil sidik ragam menunjukkan pemberian pakan pada masing-masing perlakuan dengan kandungan protein sebesar 43,16- 73,36% dan energi sebesar 4322,56-5707,79 kkal pakan mempengaruhi laju pertumbuhan harian belut sawah. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian substitusi pakan cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian benih belut sawah. Perbedaan laju pertumbuhan harian belut sawah antar perlakuan disebabkan karena adanya perbedaan kandungan nutrisi dalam pakan

(47)

yang diberikan. Terpenuhinya kebutuhan protein pada belut sawah akan mempercepat laju pertumbuhan, karena protein merupakan bahan pembentuk sel dan berperan penting dalam produksi enzim (Steffens, 1989 dalam Mulyana, 2004).

Perbedaan laju pertumbuhan harian belut sawah pada masing-masing perlakuan juga dipengaruhi oleh kelengkapan dan keseimbangan protein serta asam amino yang terdapat pada pakan yang diberikan. Pakan yang diberikan untuk setiap perlakuan adalah sebanyak 3% dari berat tubuh belut. Pakan yang diberikan pada tiap perlakuan, yaitu P0 diberi pakan sebanyak 13,04-13,43 gram dengan protein 73,36%; P1 diberi pakan sebanyak 13,54-13,83 dengani protein 65,81%; P2 diberi pakan sebanyak 12,64-12,91 dengani protein 58,26%; P3 diberi pakan sebanyak 11,96-12,15 dengan protein 50,71% dan P4 diberi pakan sebanyak 11,81-12,67 dengan protein 43,16%.

Pertumbuhan dapat dicapai apabila pakan mengandung asam amino dalam perbandingan yang optimal, sedangkan pakan dengan kandungan asam amino yang tidak seimbang dapat menurunkan kemampuan ikan untuk tumbuh karena terjadi amino acid antagonism atau toksisitas meskipun protein pada pakan tersebut tinggi (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Pakan yang diberikan mempunyai nilai nutrisi yang baik, maka dapat mempercepat laju pertumbuhan, karena protein akan dipergunakan untuk menghasilkan energi mengganti sel-sel tubuh yang rusak. Zat-zat nutrisi yang dibutuhkan adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral (Mudjiman, 2004).

(48)

Laju pertumbuhan harian ikan tiap perlakuan hasilnya berbeda nyata, hal ini disebabkan karena dipengaruhi oleh konsumsi pakan dan pertambahan bobot serta panjang badan yang tidak sama dari setiap perlakuan. Dengan jumlah konsumsi pakan tidak sama dan pertumbuhan bobot badan yang relatif tidak sama maka tingkat konversi pakan akan semakin jauh berbeda hasilnya antar perlakuan, sehingga pada perhitungan sidik ragam nilai konversi pakan dan tingkat konsumsi berbeda nyata. Haryono, dkk (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh kemampuan ikan memanfaatkan pakan.

Laju pertumbuhan harian tertinggi adalah P1 (1,50%) yang berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (0,55%), P4 (0,78) dan P2 (1,14) serta tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P0 (1,31). Hal ini diduga disebabkan karena pakan P1 yaitu pemberian substitusi pakan cacing tanah 75% dan pakan komersial (pasta) 25%

memiliki kandungan protein yang sudah sesuai dengan kebutuhan ikan, selain asam amino pada belut terpenuhi oleh asam amino esensial yang berasal dari pakan komersial sehingga didapatkan hasil pertumbuhan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Afrianto dan Liviawaty (2005) bahwa pakan dengan kandungan protein yang tinggi adalah pakan yang mengandung asam amino dalam perbandingan optimal, sesuai dengan kebutuhan sintesis protein ikan.

Rendahnya laju pertumbuhan pada P3 disebabkan karena kekurangan protein dalam pakan yang mengakibatkan ikan memerlukan energi ekstra untuk melakukan proses deaminasi dan mengelurakan amoniak sebagai senyawa yang bersifat racun sehingga protein yang digunakan untuk pertumbuhan akan berkurang. Sesuai pernyataan Gusrina (2008) bahwa protein yang diberikan pada

(49)

ikan budidaya tidak boleh kekurangan, pemberian protein harus tepat karena jika kekurangan atau berlebih akan memberikan dampak pertumbuhan yang negatif.

Laju pertumbuhan harian, perlakuan substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) memberikan pengaruh pertumbuhan panjang pada benih belut sawah. Berdasarkan analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa pertumbuhan panjang mutak belut sawah selama penelitian menunjukkan bahwa pakan substitusi memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap panjang mutlak belut sawah. Perbedaan laju pertumbuhan panjang mutlak belut sawah antar perlakuan disebabkan karena adanya perbedaan kandungan nutrisi dalam pakan yang diberikan dan juga dapat disebabkan karena suplai asam amino essensial yang berasal dari pakan komersial tidak sesuai dengan kebutuhan belut sawah sehingga pertumbuhan belut sawah menjadi terganggu. Terpenuhinya kebutuhan protein pada belut sawah akan mempercepat laju pertumbuhan, karena protein merupakan bahan pembentuk sel (Gusrina, 2008). Nilai laju pertumbuhan pada belut sawah lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian Umar (2013) yaitu sebesar 1,35%. Hal ini disebabkan belut yang digunakan pada penelitian Umar (2013) memiliki bobot 11 gram dan panjang 25 cm, sehingga mempengaruhi penyerapan makanan serta tingkat konsumsi pada belut.

Laju pertumbuhan panjang mutlak tertinggi adalah P1 (6,18 cm) yang berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (1,22 cm), P4 (1,98 cm), P2 (4,18 cm) dan P0 (5,32 cm). Hal ini diduga disebabkan karena pakan P1 yaitu pemberian substitusi pakan cacing tanah 75% dan pakan komersial (pasta) 25% memiliki kandungan protein yang sudah sesuai dengan kebutuhan ikan, selain itu keseimbangan asam

(50)

amino yang terdapat pada P1 lebih optimal. Persentase pakan yang diubah menjadi daging atau pertambahan panjang ikan yang dipelihara berkaitan erat dengan jenis pakan yang dimakan. Semakin baik kualitas pakan akan menunjukkan laju pertambahan panjang mutlak yang baik. Alva dan Lim (1983) dalam Mashuri, dkk. (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan tidak hanya dipengaruhi oleh kuantitas protein tetapi juga kualitasnya, serta kandungan gizi lainnya seperti lemak juga berpengaruh dalam pertumbuhan. Nilai ini lebih baik bila dibandingkan dengan penelitian Mashuri (2012) bahwa belut sawah memiliki pertumbuhan panjang sebesar 5,61 cm.

5.2.2 Tingkat Konsumsi Belut Sawah

Hasil analisis varian (ANAVA) konsumsi pakan menunjukkan bahwa pemberian pakan yang berbeda pada belut sawah menghasilkan tingkat konsumsi yang berbeda nyata pada masing-masing perlakuan (P<0,05). Hasil tingkat konsumsi belut sawah merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh belut sawah. Pakan merupakan unsur penting dalam menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Pakan yang dikonsumsi oleh ikan digunakan untuk kelangsungan hidup dan apabila ada kelebihan protein akan digunakan untuk pertumbuhan (Khairuman dan Amri, 2002).

Tingkat konsumsi tertinggi adalah P1 (95,45 g) yang berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (82,95 g), P4 (84,40 g), P2 (88,50 g) dan P0 (91,89 g). Hal ini membuktikan bahwa pakan yang diberikan berupa substitusi cacing tanah 75%

dan pakan komersial (pasta) mampu memberikan meningkatkan konsumsi serta pertumbuhan pada belut sawah. Tingkat konsumsi terendah adalah P3 (82,95 g)

Gambar

Tabel            Halaman
Gambar 2.2. Lumbricus sp. (Anonim, 2010)
Tabel 4.2.Analisis Proksimat Bahan Kering 100%
Gambar 4.1. Diagram Alir Penelitian P2 50% Cacing Tanah dan 50% Komersial Pasta P1 75% Cacing Tanah dan 25% Komersial Pasta  P3  25%  Cacing Tanah dan 75%  Komersial Pasta P0 100% Cacing Tanah (kontrol) Pemberian Perlakuan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Jadi dapat dilihat bahwa yang mendorong terjadinya campur kode dalam tuturan guru dalam mengajar di MTsS Al- Muhtadin Muara Sikabaluan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten

Demikian pula di kantor Pegadaian kabupaten Sragen dengan adanya pemberian kompensasi dapat mempengaruhi kinerja Pegawai agar tercapai hasil kerja yang maksimal,

Sementara itu dalam upaya merealisasikan aspirasi keadilan maupun kepemilikan dalam perekonomian harus dibangun dari arah terapan ilmu dan teknologi, karena

It also explains why Evan Taylor makes use of music to trace his parents.This thesis, Using a psychological approach authors, found that life without parents causing Evan

Berdasarkan masalah-masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kejenuhan kerja (

Subjek adalah keseluruhan dari sumber informasi yang dapat memberikan?. data sesuai dengan masalah yang

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode convenience sampling , yaitu pengambilan sampel secara nyaman

2 Pengaruh Teknik Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran Sekret Pada Pasien TB Paru (Studi Eksperimental Di Poli Paru RSUD Unit Swadana Pare Kabupaten Kediri) Susilowati,