BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Rasa ingin tahu
Menurut Kemendiknas (dalam Wibowo, 2012: 43), Ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
Mustari (2012: 104) menjelaskan bahwa kuriositas (rasa ingin tahu) adalah emosi yang dihubungkan dengan perilaku mengorek secara alamiah seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar.Rasa ingin tahu terdapat pada pengalaman manusia.Istilah itu juga dapat digunakan untuk menunjukkan perilaku itu sendiri yang disebabkan oleh rasa ingin tahu, karena emosi mewakili kehendak untuk mengetahui hal-hal baru.
Rasa ingin tahu itu umumnya terjadi pada manusia dari sejak bayi sampai orang tua. Rasa ingin tahu yang kuat merupakan motivasi yang utama. Dalam sifatnya yang bersifat heran dan kagum, rasa ingin tahu telah membuat manusia ingin menjadi ahli dalam suatu bidang. Walaupun manusia itu sering bersifat ingin tahu, namun tetap saja ada yang terlewati dari perhatian mereka.
menguatkannya dan mengencangkan memori jangka panjang untuk informasi baru yang mengejutkan.
2. Pendidikan rasa ingin tahu
Untuk mengembangkan rasa ingin tahu pada anak, kebebasan si anak itu sendiri harus ada untuk melakukan dan melayani rasa ingin tahunya. Kita tidak bisa begitu saja menghardik mereka ketika kita tidak tahu atau malas saat mereka bertanya. Yang lebih baik adalah kita berikan kepada mereka cara-cara untuk mencari jawaban.
Karena belajar merupakan kegiatan bebas untuk memuaskan rasa ingin tahu, tidak heran jika setiap anak pun mempunyai pengetahuan dan kemampuan-kemampuan yang berbeda-beda. Tidak ada dua anak yang menjalani jalan yang sama, Karena setiap anak begitu unik dan begitu berbeda.
Belajar bisa bagaimana saja, ada yang dilakukan di bangku sekolah, ada juga yang dilakukan di lapangan. Bagi orang-orang yang cocok untuk mengamati dan praktek di lapangan, belajar dengan buku mungkin tidak cocok. Tetapi bisa jadi orang tersebutlah yang membuat inovasi, yaitu penemuan baru.
Indikator rasa ingin tahu
Menurut Kemendiknas (dalam Wibowo, 2012: 98-99), ada 2 (dua) jenis indikator yang dikembangkan dalam pendidikan karakter disekolah : 1) Indikator untuk sekolah dan kelas. Indikator sekolah dan kelas adalah
penanda yang digunakan oleh kepala sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan karakter. Indikator ini juga berkenaan dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan, maupun kegiatan sehari-hari atau rutinitas sekolah.
tertentu. Indikator ini dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas dan sekolah, yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika seorang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas atau pertanyaan guru, dan tulisan peserta didik dalam laporan atau pekerjaan rumah (PR).
Dengan demikian indikator rasa ingin tahu adalah indikator yang harus dicapai oleh setiap siswa agar terlihat perubahan karakter rasa ingin tahunya. Indikator rasa ingin tahu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil modifikasi dari indikator sikap rasa ingin tahu yang ditulis oleh Wibowo (2012). Modifikasi dilakukan untuk menjadikan penilaian menjadi lebih konkret. Adapun beberapa indikator sikap rasa ingin tahu tertera pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Indikator rasa ingin tahu siswa
Nilai Indikator
Rasa Ingin Tahu Senang atau aktif bertanya
Aktif menjawab pertanyaan dari guru Mampu menyelesaikan tugas dari guru dengan baik
3. Kemampuan menyimak
a. Kemampuan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007 : 707), kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan).
Menurut Chaplin (dalam Ian, 2012) ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Sedangkan menurut Robbins kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek.
Dengan demikian, kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu yang harus ia lakukan.
b. Menyimak
Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. (Tarigan : 1994 : 28)
mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai dan mereaksi atas makna yang terkandung didalamnya.
“Listening comprehension exercises as such are usually based on a text prepared in advance and read aloud by practice needed. In practice there is very good justification indeed : that it can be very difficult technically to plan and administer stretches of spontaneous speech, whether live or recorded”. (Penny, 1997)
Latihan pemahaman mendengar biasanya berdasarkan teks yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu dan berlatih membaca dengan keras juga diperlukan. Pada prakteknya ada hal yang sudah bisa dipastikan bahwa hal tersebut akan menjadi sangat sulit untuk dilakukan dan direncanakan secara teknis pada bagian cara bicara yang spontan baik bicara secara langsung maupun direkam. Jadi apabila kita ingin mahir dalam menyimak, sebaiknya kita harus banyak berlatih.
c. Tujuan Menyimak
Resmini (2007: 25) menjelaskan kegiatan menyimak dilakukan dengan bermacam tujuan, antara lain sebagai berikut :
1) Menyimak untuk memperoleh pengetahuan dari bahan ujaran sang pembicara, artinya dia menyimak untuk belajar.
2) Menyimak untuk menikmati keindahan audial. 3) Menyimak untuk mengevalusi .
6) Menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi dengan tepat.
7) Menyimak untuk memecahkan masalah secara kreatif dan analisis. 8) Menyimak untuk meyakinkan dirinya terhadap suatu masalah atau
pendapat yang selama ini diragukannya. d. Jenis-jenis menyimak
Dalam pendidikan formal disekolah, seperti juga dalam peningkatan kemampuan membaca siswa, maka guru juga harus membimbing kegiatan menyimak siswa sehingga daya simak mereka bersifat selektif, bertujuan, tepat, kritis dan kreatif. Resmini (2007: 39) menjelaskan jenis-jenis menyimak sebagai berikut:
1) Menyimak ekstensif, yaitu jenis kegiatan menyimak yang berhubungan dengan atau mengenal hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu bahasa, tidak perlu bimbingan guru.
2) Menyimak intensif, yaitu lebih diarahkan pada menyimak alamiah secara lebih bebas dan lebih umum serta tidak perlu bimbingan guru. 3) Menyimak sosial adalah biasanya berlangsung dalam situasi-situasi
sosial, tempat orang-orang ngobrol mengenai hal-hal yang menarik perhatian.
4) Menyimak sekunder adalah sejenis kegiatan menyimak secara kebetulan.
6) Menyimak kritis adalah sejenis kegiatan menyimak yang didalamnya sudah terlihat kurangnya keaslian ataupun kehadiran prasangka serta ketidaktelitian yang diamati.
7) Menyimak konsentrasi merupakan sejenis telaah.
8) Menyimak kreatif adalah pembentukan atau rekonstruksi seorang anak secara imajinatif terhadap bunyi, visi, atau penglihatan, gerakan, serta perasaan-perasaan kinestik yang disarankan oleh apa-apa yang didengarnya.
9) Menyimak penyelidik adalah sejenis menyimak intensif dengan maksud dan tujuan agak lebih sempit.
10)Menyimak intogratif adalah sejenis menyimak intensif yang menuntut lebih banyak konsentrasi dan seleksi, pemusatan perhatian pemilhan. 11)Menyimak pasif adalah penyerapan suatu bahasa tanpa upaya sadar
yang biasanya menyerupai upaya-upaya kita pada saat belajar. e. Proses menyimak
Menurut Tarigan (1994: 58-59) ada 5 proses dalam menyimak yaitu: 1) Tahap mendengar; dalam tahap ini kita baru mendengar segala sesuatu
yang dikemukakan oleh sang pembicara dalam ujaran atau pembicaraannya. Jadi kita masih dalam tahap hearing.
disampaikan oleh sang pembicara, maka sampailah kita dalam tahap understanding.
3) Tahap menginterpretasi; penyimak yang baik, yang cermat dan teliti, belum puas kalau hanya mendengar dan memahami isi ujaran sang pembicara, dia ingin menafsirkan atau menginterpretasikan isi, butir-butir pendapat yang terdapat dan tersirat dalam ujaran itu; dengan demikian maka sang penyimak telah tiba pada tahap interpreting. 4) Tahap mengevaluasi; setelah memahami serta dapat menafsir atau
menginterpretasikan isi pembicaraan, sang penyimak pun mulailah menilai atau mengevaluasi pendapat serta gagasan sang pembicara, di mana keunggulan dan kelemahan, di mana kebaikan dan kekurangan sang pembicara, maka demikian sudah sampai pada tahap evaluating. 5) Tahap menanggapi; merupakan tahap terakhir dalam kegiatan
menyimak, sang penyimak menyambut, mencamkan, menyerap serta menerima gagasan atau ide yang dikemukakan oleh sang pembicara dalam ujaran atau pembicaraannya; sang penyimak pun sampailah pada tahap menanggapi (responding)
4. Cerita Anak
a. Pengertian Cerita
sasaran. Sebuah cerita yang baik dapat menyampaikan pesan kepada sasarannya, untuk itu perlu memiliki konsep dasar yang jelas. (Bachri, 2005: 17)
Menurut Itadz (2008: 20-21)Bercerita menjadi sesuatu yang penting bagi anak karena beberapa alasan:
1) Bercerita merupakan alat pendidikan budi pekerti yang paling mudah dicerna anak disamping teladan yang dilihat anak setiap hari.
2) Bercerita merupakan metode dan materi yang dapat diintegrasikan dengan dasar keterampilan lain, yakni berbicara, membaca, menulis, dan menyimak, tidak terkecuali untuk taman kanak-kanak.
3) Bercerita memberi ruang lingkup yang bebas pada anak untuk mengembangkan kemampuan bersimpati dan berempati terhadap peristiwa yang menimpa orang lain. Hal tersebut mendasari anak untuk memiliki kepekaan sosial.
4) Bercerita memberi contoh pada anak bagaimana menyikapi suatu suatu permasalahan dengan baik, bagaimana melakukan pembicaraan yang baik, sekaligus member “pelajaran” pada anak bagaimana cara
mengendalikan keinginan-keninginan yang dinilai negative oleh masyarakat.
6) Bercerita memberikan “pelajaran” budaya dan budi pekerti yang memiliki retensi lebih kuat dari pada „pelajaran” budi pekerti yang
diberikan melalui penuturan dan perintah langsung.
7) Bercerita memberikan ruang gerak pada anak, kapan sesuatu nilai yang berhasil ditangkap akan diaplikasikan.
8) Bercerita memberikan efek psikologis yang positif bagi anak dan guru sebagai pencerita, seperti kedekatan emosional sebagai pengganti figur lekat orang tua.
9) Bercerita membangkitkan rasa tau anak akan peristiwa atau cerita, alur, plot, dan yang demikian itu menumbuhkan kemampuan merangkai hubungan sebab-akibat dari suatu peristiwa dan memberikan peluang bagi anak untuk belajar menelaah kejadian-kejadian di sekelilingnya.
10)Kehadiran cerita membuat anak lebih joy in school dan memiliki kerinduan bersekolah. Karena cerita menyenangkan bagi anak hal itu membantu pembentukan serabut syaraf pada anak. Setiap respon positif yang dimunculkan anak akan memperlancar hubungan antarneuron. Secara tidak langsung, cerita merangsang otak untuk menganyam jaringan intelektual anak.
masalah dari sudut pandang orang lain. Dengan kata lain, anak belajar memahami sudut pandang orang lain secara lebih jelas berdasarkan perkembangan psikologis masing-masing.
b. Unsur Intrinsik Cerita Anak
Itadz (2008: 31) menjelaskan ada beberapa unsur intrinsik dalam cerita anak yaitu:
1)Tema
Tema adalah makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Tema dapat juga diartikan sebagai gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra.
2) Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam karyanya. Amanat dalam cerita biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang, pandangan tentang nila-nilai kebenaran.
3) Plot atau Alur Cerita
secara sebab-akibat, peristiwa yang satu menyebabkan peristiwa yang lain.
4) Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi pada cerita anak tokoh itu dapat berwujud binatang atau benda-benda. Tokoh binatang atau benda dalam cerita dapat bertingkah laku seperti manusia. Hal itu disebabkan pengarang dongeng atau cerita adalah manusia. Oleh karena itu, tokoh-tokoh binatang pun melambangkan tokoh manusia juga.
5) Sudut Pandang
Sudut pandang atau point of view, merupakan salah satu sarana cerita (literary davices). Sudut pandang mempermasalahkan siapa yang menceritakan atau dari kacamata siapa cerita dikisahkan. Sudut pandang mempengaruhi pengembangan cerita, kebebasan dan keterbatasan cerita, dan keobjektivitasan hal-hal yang diceritakan. 6) Latar
terjadi. Latar tempat adalah latar tempat dimana pelaku mengalami peristiwa dalam cerita. Sedangkan latar suasana merupakan situasi apa saja yang terjadi pada saat pelaku melakukan sesuatu.
7) Sarana Kebahasaan
Cerita, karena disampaikan dengan kata-kata, disebut dunia dalam kata.Sebab, “dunia” yang diciptakan, dibangun, ditawarkan, dan
diabstraksikan, dan sekaligus ditafsirkan lewat kata-kata. Agar apa yang disampaikan itu sampai pada penikmat yang dituju, bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat usia, sosial, dan pendidikan penikmatnya.
5. Media
a. Pengertian media
Kata “Media” berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak
dari kata “medium”, yang secara harfiah berarti “perantara atau
pengantar”. Dengan demikian media merupakan wahanan penyalur
informasi belajar atau penyalur pesan (Djamarah, 2010 : 120).
Bila media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Jadi media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guru mencapai tujuan pengajaran.
b. Fungsi media
Sudjana (dalam Djamarah, 2010) merumuskan fungsi media pengajaran menjadi enam kategori yaitu :
1) Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
2) Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa media pengajaran merupakan salah satu unsure yang harus dikembangkan oleh guru. 3) Media pengajaran dalam pengajaran, penggunaannya integral dengan
tujuan dari isi pelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa penggunaan (pemanfaatan) media harus melihat kepada tujuan dan bahan pelajaran.
5) Penggunaan media dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru.
6) Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar. Dengan perkataan lain, menggunakan media, hasil belajar yang dicapai siswa akan tahan lama diingat siswa, sehingga mempunyai nilai tinggi.
6. Media Audio visual
a. Pengertian media audio visual
Menurut Sukiman (2012: 184) media audio visual adalah media penyaluran pesan dengan memanfaatkan indera pendengar dan penglihatan.
Media audiovisual (menurut Djamarah, 2010: 124) adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yaitu media audio dan media visual. Sehingga memiliki efektivitas yang tinggi daripada media visual atau audio.
b. Klasifikasi jenis media audio visual
Menurut Djamarah, (2010: 125) media audio visual dibagi kedalam : 1) Audiovisual Diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar
2) Audiovisual Gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsure suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video-cassette
Pembagian lain dari media ini adalah :
1) Audiovisual Murni, yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber seperti film, video-cassette, dan
2) Audiovisual Tidak Murni, yaitu yang unsure suara dan unsure gambarnya berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsure gambarnya bersumber dari slides proyektor dan unsure suaranya bersumber dari tape recorder. Contoh lainnnya adalah film strip suara dan cetak suara. (Djamarah, 2010: 125)
c. Kelebihan dan kekurangan media audio visual
Menurut Arsyad (dalam Sukiman, 2012: 188-190) media audio visual memiliki kelebihan dan kekurangan diantaranya yaitu:
1) Kelebihan media audio visual
a) Video dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari peserta didik ketika mereka membaca, berdiskusi, berpraktik, dan lain-lain. Vidio merupakan pengganti alam sekitar dan bahkan dapat menunjukkan objek yang secara normal tidak dapat dilihat, seperti cara kerja jantung ketika berdenyut.
c) Disamping mendorong dan meningkatkan motivasi, video menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainnya.
d) Video yang mengandung nilai-nilai positif dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok peserta didik. Bahkan, seperti slogan yang sering didengar, dapat membawa dunia ke dalam kelas.
e) Video dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya bila dilihat secara langsung seperti lahar gunung berapi atau perilaku binatang buas.
f) Video dapat ditunjukkan kepada kelompok besar atau kelompok kecil, kelompok yang heterogen, maupun perorangan.
g) Dengan kemampuan dan teknik pengambilan gambar frame dari frame, yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu minggu dapat ditampilkan dalam satu atau dua menit.
2) Kekurangan media video
a) Pengadaan video umumnya memerlukan biaya mahal dan waktu yang banyak
c) Video yang tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang diinginkan, kecuali video tersebut dirancang dan diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri.
Berdasarkan kelebihan dan kelemahan tentang media audio visual maka, diambil keputusan untuk tetap menggunakan media audio visual dikarenakan media audio visual tersebut mampu memusatkan perhatian siswa, walaupun terdapat bermacam-macam kelemahan, hal tersebut dapat diatasi karena kelemahan-kelemahan tersebut masih bersifat ringan, dan jumlah siswa yang diamati pun seimbang sehingga dimungkinkan pembelajaran dengan menggunakan media audio visual dapat berjalan dengan lancar.
d. Kartun
Menurut Sudjana (2006 : 58) kartun adalah penggambaran dalam bentuk lukisan atau karikatur tentang orang, gagasan, atau situasi yang didisain untuk mempengaruhi opini masyarakat. Kartun, sebagai alat bantu mempunyai manfaat penting dalam pengajaran terutama dalam menjelaskan rangkaian isi bahan dalam satu urutan logis atau mengandung makna. Ciri khas kartun yakni memakai karikatur, sindiran yang dilebih-lebihkan, perlambang dan humor pilihan.
Sesuai dengan wataknya kartun yang efektif akan menarik perhatian serta menumbuhkan minat belajar siswa. Ini menunjukkan bahan-bahan kartun bisa menjadi alat motivasi yang berguna di kelas. Beberapa kartun dengan topik yang sedang hangat, bilamana cocok dengan tujuan-tujuan pengajaran, merupakan pembuka diskusi yang efektif. Pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah arti kartun itu? Pesan apakah yang ingin dipaparkan?
2) Sebagai ilustrasi
Seorang guru melaporkan hasil efektif dari penggunaan kartun-kartun dalam menggambarkan konsep ilmiah pengajaran sain. Sebagian dipakai untuk mengemukakan beberapa pertanyaan tentang ada tidaknya situasi ilmiah yang dapat digambarkan dalam kartun. Ini berarti kartun dapat digunakan sebagai ilustrasi dalam kegiatan pengajaran. Pemakaian kartun mempunyai dua macam keuntungan berharga, yaitu gambar-gambarnya dapat menarik perhatian sehingga pelajaran lebih berarti dan sebagai selingan serta variasi dalam mengajar.
3) Untuk kegiatan siswa
menyuarakan perasaan para siswa. Kartun-kartun yang dibuat oleh siswa dapat dimanfaatkan juga untuk keperluan pengajaran.
e. Video kartun
Video kartun menurut Sibero (2008 : 9) merupakan video yang didalamnya berupa ilustrasi di mana gambarnya saling berkesinambungan. Gambar-gambar ini digerakan secara nerkesinambungan untuk menghasilkan gerakan yang hidup. Dari serangkaian gambar ini berubah menjadi aksi yang secara terus menerus sehingga tampak menjadi gerakan sesungguhnya yang hidup dan menarik. Video kartun tidak hanya digunakan untuk hiburan saja, tetapi dapat juga digunakan untuk media-media pendidikan, informasi, dan media-media pengertahuan lainnya.
7. Metode Pembelajaran Diskusi
Djamarah (2010 : 87) mendefinisikan diskusi sebagai cara penyajian pelajaran, dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
Menurut Sagala (2010 : 208) diskusi ialah percakapan ilmiah yang responsif berisikan pertukaran pendapat yang dijalin dengan pertanyaan-pertanyaan problematis pemunculan ide-ide ataupun pendapat dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok itu yang diarahkan untuk memperoleh pemecahan masalahnya dan untuk mencari kebenaran.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diskusi adalah suatu cara untuk mencari jawaban atas suatu masalah dengan cara bertukar pendapat secara lisan dan teratur yang dilakukan oleh satu kelompok atau secara bersama-sama.
a. Diskusi baik dilaksanakan menurut Roestiyah (2008 : 7) bila mempermasalahkan:
1) Hal-hal yang menarik minat dan perhatian siswa/ urgen. Siswa akan memiliki motivasi yang kuat dalam memecahkan soal, kalau mereka berminat dan menaruh perhatian terhadap masalah itu.
2) Masalah itu harus mengandung banyak kemungkinan jawaban, dan masing-masing jawaban dapat dijamin kebenarannya.
3) Harus merangsang pertimbangan, kemampuan berpikir logis dan usaha memperbandingkan.
b. Tujuan penggunaan metode diskusi menurut Roestiyah (2008 : 6) yaitu: 1) Dengan diskusi siswa didorong menggunakan pengetahuan dan
sehingga member jawaban yang berbeda. Hal itu tidak menjadi soal asal pendapat itu logis dan mendekati kebenaran. Jadi siswa dilatih berpikir dan memecahkan masalah sendiri.
2) Siswa mampu menyatakan pendapatnya secara lisan, karena hal itu perlu untuk melatih kehidupan yang demokratis. Dengan demikian siswa melatih diri untuk menyatakan pendapatnya sendiri secara lisan tentang suatu masalah bersama.
3) Diskusi memberi kemungkinan pada siswa untuk belajar berpartisipasi dalam pembicaraan untuk memecahkan suatu masalah bersama.
c. Kebaikan dan kekurangan metode diskusi menurut Djamarah (2010 : 88): 1) Kebaikan metode diskusi
a) Merangsang kreativitas anak didik dalam bentuk ide, gagasan, prakarsa, dan terobosan baru dalam pemecahan suatu masalah. b) Mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain. c) Memperluas wawasan.
d) Membina untuk terbiasa musyawarah untuk mufakat dalam memecahkan suatu masalah.
2) Kekurangan metode diskusi
a) Pembicaraan terkadang menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang panjang.
d) Mungkin dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara atau ingin menonjolkan diri.
d. Langkah-langkah metode diskusi
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode diskusi menurut Djamarah (2010 : 100) dapat dilihat dalam table 2.2 berikut:
No. Langkah Kegiatan Belajar Mengajar 1
1. Mempersiapkan kondisi belajar siswa.
2. Memberikan informasi/ penjelasan tentang masalah tugas dalam diskusi.
3. Mempersiapkan sarana/ prasarana untuk melakukan diskusi (tempat, peserta dan waktu) 4. Siswa melakukan diskusi
Guru merangsang seluruh peserta berpartisipasi dalam diskusi.
Memberikan kesempatan kepada semua anggota untuk aktif
Mencatat tanggapan/ saran dan ide-ide yang penting
5. Memberikan tugas kepada siswa untuk : Membuat kesimpulan diskusi Mencatat hasil diskusi
8. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SD
Menurut Mulyasa (2008: 240) bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengungkapkan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analistis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik sedara lisan maupun tulisan serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.
Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.
1. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri.
2. Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar.
3. Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya.
4. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan dan kesastraan di sekolah.
5. Sekolah dapat menyusun program sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia.
6. Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
a. Tujuan
Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
2. Mengahrgai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.
3. Memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.
4. Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.
5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
b. Ruang Lingkup
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Mendengarkan
Resmini (2007: 25) menjelaskan kegiatan menyimak dilakukan dengan bermacam tujuan, antara lain sebagai berikut :
1) Menyimak untuk memperoleh pengetahuan dari bahan ujaran sang pembicara, artinya dia menyimak untuk belajar.
2) Menyimak untuk menikmati keindahan audial. 3) Menyimak untuk mengevalusi .
4) Menyimak untuk mengapresiasi materi simakan. 5) Menyimak untuk mengkomunikasikan ide-ide.
6) Menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi dengan tepat.
7) Menyimak untuk memecahkan masalah secara kreatif dan analisis. 8) Menyimak untuk meyakinkan dirinya terhadap suatu masalah atau
pendapat yang selama ini diragukannya. 2. Berbicara
Berbicara (Depdikbud) secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain (dalam Resmini, 2007: 51). Sedangkan menurut Tarigan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain.
3. Membaca
Membaca menurut Tarigan (dalam Resmini, 2008 : 74) adalah kegiatan berinteraksi dengan bahasa yang dikodekan dengan bentuk cetakan (huruf-huruf). Dengan demikian membaca sebetulnya merupakan aktivitas menguraikan kode-kode tulisan ke dalam bunyi atau menguraikan kode-kode grafis yang mewakili bahasa ke dalam makna tertentu. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulis.
Tujuan seseorang dalam membaca menurut Resmini (2007: 77) dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan.
2) Untuk mendapatkan kesenangan atau hiburan.
3) Untuk merentang waktu dalam hal ini orang membaca hanya karena iseng.
4) Untuk melepaskan diri dari kenyataan misalnya pada saat ia merasa jenuh, bosan, sedih bahkan putus asa.
4. Menulis
Menulis menurut Tarigan (dalam Resmini, 2007: 115) adalah menurunkan atau melukiskan lambing-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang difahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambing-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa gambar itu. Tujuan menulis yaitu:
1) Siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, pengalaman, dan perasaan secara tertulis dengan jelas.
2) Siswa mampu menyampaikan informasi secara tertulis sesuai dengan konteks dan keadaan.
3) Siswa memiliki kegemaran menulis
4) Siswa mampu memanfaatkan unsure-unsur kebahasaan karya sastra dan menulis.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi (2012) dengan judul “Penggunaan Media Audio Visual dalam Peningkatan Hasil Belajar Matematika”,
hasil belajar siswa pada penelitian yang dilakukan siklus I awalnya hanya 59,18 meningkat menjadi 74,74. Ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan dari 23,08% menjadi 74,35%. Rata-rata hasil belajar siswa pada tindakan siklus II meningkat menjadi 77,76. Selain itu persentase ketuntasan belajar siswa meningkat dari 74,35% menjadi 87,17%. Rata-rata hasil belajar siswa meningkat dari 77,76 pada tindakan siklus II menjadi 80,51 pada tindakan siklus III. Persentase ketun- tasan belajar siswa juga meningkat dari 87,17% pada tindakan siklus II menjadi 89,74% pada tindakan siklus III.Sehingga dapat disimpulkan ada peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan media audio visual. Dalam penelitian ini penggunaan media audio visual akan digunakan untuk meningkatkan kemampuan menyimak cerita anak dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang diharapkan dapat ditingkatkan melalui penggunaan media audio visual.
C. Kerangka Berpikir
Diperlukan adanya upaya perbaikan dalam pembelajaran menyimak dengan menggunakan media sehingga diharapkan siswa lebih fokus terhadap pembelajaran dan rasa ingin tahunya meningkat.Media yang digunakan adalah media audio visual.Dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan cerita anak, serta meningkatkan rasa ingin tahu siswa terhadap materi cerita yang disampaikan.
Gambar 2.1 kerangka berfikir Kondisi awal: rasa ingin tahu dan kemampuan menyimak cerita anak masih rendah
Tindakan
Siklus I: guru menggunakan media audio visual dalam pembelajaran.
Siklus I: guru menggunakan media audio visual dalam pembelajaran.
Kondisi akhir: melalui
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berpikir di atas, maka dalam penelitian tindakan ini diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut:
1. Sikap rasa ingin tahu siswa kelas V SD N 2 Karanglewas Lor Kecamatan Purwokerto BaratKabupaten Banyumas tahun pelajaran 2012/2013 dapat ditingkatkan melalui penggunaan media audio visual pada pembelajaran menyimak.