• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLASIFIKASI PENYAKIT TUBERCULOSIS (TB) BERDASARKAN FOTO RONTGEN PARU-PARU MANUSIA MENGGUNAKAN METODE EXTREME LEARNING MACHINE (ELM) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KLASIFIKASI PENYAKIT TUBERCULOSIS (TB) BERDASARKAN FOTO RONTGEN PARU-PARU MANUSIA MENGGUNAKAN METODE EXTREME LEARNING MACHINE (ELM) SKRIPSI"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

KLASIFIKASI PENYAKIT TUBERCULOSIS (TB) BERDASARKAN FOTO RONTGEN PARU-PARU MANUSIA MENGGUNAKAN

METODE EXTREME LEARNING MACHINE (ELM)

SKRIPSI

MUHAMMAD ANDRIZAL SIREGAR 121402075

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)

KLASIFIKASI PENYAKIT TUBERCULOSIS (TB) BERDASARKAN FOTO RONTGEN PARU-PARU MANUSIA MENGGUNAKAN METODE EXTREME

LEARNING MACHINE (ELM)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi

MUHAMMAD ANDRIZAL SIREGAR 121402075

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)
(4)

iv

(5)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan izin- Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, pada Program Studi S1 Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Pertama, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesarnya kepada keluarga tercinta yaitu kedua orang tua Muhammad Iqbal Siregar dan Lusiana Andriani Lubis, terima kasih kepada kedua Adik yaitu Ilma Muzfira dan Rifqi Anshari. Yang Selalu memberikan kasih sayang, saran, motivasi dan doa tiada henti kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih buat Dian Adha Mayangsari selaku kekasih yang selalu menemani penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

Kedua, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dedy Arisandy, ST, M.Kom selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Marischa Elveny, S.Ti, M.Kom selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Erna Budhiarti Nababan, M.IT sebagai dosen pembanding I dan Bapak Dani Gunawan, ST, MT sebagai dosen pembanding II yang telah memberikan masukan serta kritik yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini. Penulis ucapkan terima kasih kepada Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Teknologi Informasi, Dekan dan Wakil Dekan FASILKOM-TI Universitas Sumatera Utara, dan seluruh dosen serta staff pegawai di lingkungan Program Studi S1 Teknologi Informasi, yang telah membantu dan membimbing penulis selama masa perkuliahan.

Ketiga, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat

“Laylatulqadar” yang selalu hadir memberikan dukungan dan semangat, Tengku Aulia Adha, M.Noufal Aziz, M. Bagus Hesananta, Auliya Doli Rizki, Rizki Yuda Pratama, Ikram H Simatupang, Agung Hernowo, Andrian Junaidi, Imam Kurniawan, Bagus Kusumo, Panca Gundari, Tomi Roy Sirait dan Tito Pandiangan. Seluruh teman-teman angkatan 2012, junior dan senior Teknologi Informasi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberi berkat yang melimpah kepada sahabat tercinta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan.

(6)

vi

Keempat, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman ngopi, Zainal Lubis, Eko Suwanda, Ahmad Ramadhan, Imam Hakim, Ade Rizki dan Syuhada, telah banyak memberikan semangat dan dukungan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberi berkat yang melimpah kepada teman teman semuanya.

Kelima, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Osedean Sitompul selaku rekan kerja pada staff Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan kepada Hariyono, Deka Harwinta, Ilham Zuniadi, Murlizar dan seluruh mahasiswa/i Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkat yang melimpah kepada teman teman semuanya.

Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

(7)

vii ABSTRAK

Tuberculosis adalah infeksi penyakit yang disebakan oleh bakteri yang disebut Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar bakteri tuberculosis menyerang paru- paru, namun juga dapat menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit tuberculosis dapat menyebar dan menular melalui perantara ludah dan bakteri yang ikut bersama ludah si penderita penyakit tuberculosis ketika si penderita batuk atau bersin. Dengan demikian, penularan penyakit tuberculosis dapat terjadi melalui kontak langsung dengan si penderita tuberculosis ataupun melalui udara. Sistem pemeriksaan penyakit tuberculosis masih dilakukan secara manual. Oleh karena itu diperlukannya metode komputasi untuk memeriksa dan menentukan jenis tuberculosis yang diderita oleh pasien melalui citra rontgen paru-paru manusia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Extreme Learning Machine. Citra rontgen paru-paru digunakan sebagai masukan untuk proses pengolahan citra. Tahap-tahap yang dilakukan sebelum diidentifikasi yaitu proses pra pengolahan citra dan Thresholding. Dan berdasarkan kepada hasil pengujian pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi penyakit tuberculosis dengan akurasi 93.33%.

Kata kunci : Pengolahan Citra, tuberculosis, Kecerdasan Buatan, Extreme Learning Machine

(8)

viii

CLASSIFICATION OF TUBERCULOSIS DISEASE BASED ON X-RAY IMAGE OF HUMAN’S LUNGS WITH

EXTREME LEARNING MACHINE METHOD

ABSTRACT

Tuberculosis is an infectious disease caused by the bacterium called Mycobacterium Tuberculosis. Most of the bacterium of tuberculosis generally affects the lungs, but can also affect the other parts of the body. Tuberculosis could spread and contagious through the intermediaries of saliva and through the air with the bacterium when the person with tuberculosis coughs or sneezes. Therefore, tuberculosis could spread by the direct contact with the person with tuberculosis or could spread through the air. A system of diagnosis of tuberculosis is still manual operated. Therefore a computation method is needed for diagnose and specified which category of tuberculosis through the x-ray image of lungs from the patient. An Extreme Learning Machine method is used for this research. An x-ray image of the lungs used as an input for the processing of the image. There are few phase needs to do before the identification is an image processing and Thresholding. And the conclusion based on the result of this research is the method that has been used in this research is proved could identified the tuberculosis disease with 93.33% accuracy.

Keywords: Image Processing, tuberculosis, Artificial Intelligence, Extreme Learning Machine

(9)

ix DAFTAR ISI

PERSETUJUAN Error! Bookmark not defined.

PERNYATAAN Error! Bookmark not defined.

UCAPAN TERIMA KASIH v

ABSTRAK viii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ixx

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Batasan Masalah 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Sistematika Penulisan 4

BAB 2 LANDASAN TEORI 6

2.1. Paru-paru Manusia 6

2.2. Tuberculosis 7

2.3. Tuberculosis Primary 8

2.4. Tuberculosis Miliary 9

2.5. Citra Digital 10

2.6. Pengolahan Citra 11

2.7. Grayscale 11

2.8. Scaling 12

2.9. Binerisasi (Thresholding) 13

2.10. Extreme Learning Machine 13

(10)

x

2.11. Penelitian Terdahulu 17

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCAGAN SISTEM 18

3.1. Arsitektur Umum 18

3.2. Dataset 20

3.3. Preprocessing 20

3.3.1.Grayscale 21

3.3.2.Scaling 21

3.4. Thresholding 22

3.5. Binerisasi 22

3.6. Klasifikasi 23

3.7. Perancangan Sistem 26

3.7.1.Tampilan Sistem Pendarahan Otak 26

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM 29

4.1. Kebutuhan Sistem 29

4.1.1.Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 29

4.1.2.Implementasi Perancangan Antarmuka 29

4.1.3.Implementasi Data 30

4.2. Prosedur Operasional 32

4.3. Pengujian Sistem 35

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 43

5.1. Kesimpulan 43

5.2. Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 45

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu 19

Tabel 3.1. Pembagian Data Training dan Data Testing 20

Tabel 3.2. Pembagian Citra Berdasarkan Penyakit 20

Tabel 3.3. Keterengan Arsitektur ELM 24

Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian 36

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Paru-paru Manusia 6

Gambar 2.2. Paru-paru Normal 7

Gambar 2.3. Tuberculosis Primary 8

Gambar 2.4. Tuberculosis Miliary 9

Gambar 2.5. Citra Digital 11

Gambar 2.6. Arsitektur Extreme Learning Machine 14

Gambar 3.1. Arsitektur Umum Klasifikasi Penyakit Tuberculosis 19

Gambar 3.2. Citra Grayscale 21

Gambar 3.3. Citra Scaling 22

Gambar 3.4. Citra Thresholding 22

Gambar 3.5. Citra Binerisasi 23

Gambar 3.6. Arstitektur ELM untuk klasifikasi Tuberculosis 23

Gambar 3.7. Perancangan Sistem 27

Gambar 4.1. Tampilan Utama Sistem 30

Gambar 4.2. Data Training Tuberculosis Primary 31

Gambar 4.3. Data Training Tuberculosis Miliary 31

Gambar 4.4. Data Training Paru-paru Normal 31

Gambar 4.5. Tampilan Upload Citra 32

Gambar 4.6. Tampilan Waktu Proses 33

Gambar 4.7. Tampilan Uji Citra 33

Gambar 4.8. Tampilan Pengolahan Citra 34

Gambar 4.9. Tampilan Output Sistem 34

Gambar 4.10. Grafik Hasil Pengujian 35

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri berbentuk batang yaitu bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar bakteri tuberculosis menyerang bagian tubuh manusia yaitu paru, namun juga dapat menyerang organ tubuh lainnya. Penularan bakteri dapat terjadi melalui perantara ludah atau dahak dari si penderita yang mengidap penyakit tuberculosis paru. Selain itu penularan bakteri juga dapat terjadi pada saat si penderita batuk, butir-butir air ludah yang beterbangan diudara kemudian terhisap oleh orang-orang yang sehat pun dapat tertular. Dengan demikian penyakit ini dapat menular melalui kontak langsung dengan si penderita dan melalui udara. Di Indonesia terdata setiap tahunnya sebanyak 583 kasus baru pengidap penyakit tuberculosis dengan jumlah kematian sebanyak 130 jiwa akibat mengidap tuberculosis positif (WHO, 1999). Dan jumlah kematian sebanyak 105.952 jiwa diperkirakan terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Hal ini juga disebabkan dengan sosio ekonomi lemah, daya tahan tubuh yang tidak kuat atau gizi yang tidak baik dan kebersihan lingkungan tempat tinggal sehingga kasus tuberculosis banyak terjadi (Kusnindar, 1990).

Jumlah pasien tuberculosis di Indonesia terhitung menempati urutan ke-3 terbanyak setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberculosis di dunia. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di tahun 2001 diketahui bahwa penyakit pada sistem pernapasan adalah penyebab kematian di urutan kedua setelah sistem sirkulasi. Data SKRT 1992 dsebutkan penyakit tuberculosis menjadi penyebab kematian kedua sedangkan pada data SKRT 2001 disebutkan bahwa tuberculosis adalah penyebab kematian pertama di dalam golongan penyakit infeksi. Secara nasional pada tahun 2010 tuberculosis paru telah menyerang masyarakat dengan jumlah penderita sebanyak 302.861 jiwa. Dan sekitar

(14)

75% pasien penderita tuberculosis adalah sekelompok masyarakat yang berusia produktif yaitu 15-50 tahun (Depkes RI dan Ditjen PP & PL, 2004). Hasil data yang ditemukan di provinsi Banten pada tahun 2010 sebanyak 13.877 kasus penderita tuberculosis paru atau sekitar 75,2% sedangkan pada tahun 2013 kasus tuberculosis paru tercatat sebanyak 5.123 penderita di Kota Serang (Dinkes Serang, 2013/2014).

Penelitian yang pernah di lakukan dengan judul Identifikasi Penyakit Tuberculosis Paru dengan Metode Template Maching berdasarkan Citra Rontgen Toraks. Hasil dari pengujian dapat disimpulkan bahwa metode Template Matching dapat diterapkan untuk mengidentifikasi penyakit tuberculosis paru dengan presentase keberhasilan pada pengujian 10 template sebesar 60% dengan rata-rata presentase kemiripan sebesar 51,46% sedangkan pada pengujian 20 template menghasilkan presentase keberhasilan sebesar 75% dengan rata-rata presentase kemiripan sebesar 73,93%. (Hermanto, 2014).

Kemudian penelitian juga pernah dilakukan dengan judul Identifikasi Bakteri Tuberculosis Berdasarkan Ciri Morfologi Dan Warna Menggunakan Algoritma Propagasi Balik. Proses pengolahan citra digital dimulai dari proses akuisisi citra, operasi warna, opeasi morfologi dan pengenalan dengan jaringan syaraf tiruan. Hasil identifikasi bakteri tuberculosis akan diuji dengan hasil identifikasi secara manual, sedangkan hasil uji identifikasi tersebut mencapai 86,7%. (M, Ya‟qub Zain dan Aulia.MT.Nasution, 2012).

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis akan mengajukan penelitian yang dapat membantu dan mempermudah proses klasifikasi tuberculosis berdasarkan pengolahan citra rontgen paru-paru manusia dengan menggunakan metode Extreme Learning Machine.

1.2. Rumusan Masalah

Tuberculosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh micobacterium tuberculosis. Terdapat berbagai jenis tuberculosis, diantaranya primary, miliary dan normal. Menentukan jenis tuberculosis dapat diketahui oleh dokter dengan cara melihat hasil citra rontgen paru-paru manusia. Pemeriksaan tuberculosis tersebut masih dilakukan secara manual. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode komputasi

(15)

untuk mempermudah dan membantu dokter dalam menentukan jenis tuberculosis yang diderita oleh pasien melalui citra rontgen paru-paru manusia.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengklasifikasi jenis penyakit tuberculosis menggunakan metode Extreme Learning Machine.

1.4. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, terdapat batasan masalah dari permasalahan yang ada yaitu:

1. Data yang diolah adalah data berupa image dengan format JPG atau JPEG.

2. Sistem yang akan dibangun hanya akan mengklasifikasi jenis penyakit tuberculosis dari hasil foto rontgen paru-paru manusia.

3. Data penelitian ini diambil dari pasien yang ada di RSU Dr.Pirngadi Medan.

4. Data diambil dari pasian dewasa, dengan rentang usia 20 tahun sampai 60 tahun.

5. Penelitian ini akan menghasilkan 3 klasifikasi yaitu:

a. Normal.

b. Primary.

c. Miliary.

6. Jumlah data yang akan menjadi data testing dan data training adalah 20, meliputi 15 data training dan 5 data testing.

7. Citra digital dari foto rontgen paru-paru manusia yang digunakan memiliki ukuran 300 x 300 pixel.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memperluas pengetahuan penulis dibidang image processing dalam menerapkan metode extreme learning machine.

2. Dapat digunakan sebagai alat bantu untuk memberikan diagnosa penyakit tuberculosis yang diderita pasien.

3. Bagi masyarakat:

(16)

Deteksi dan penanganan penyakit tuberculosis menjadi lebih efisien dan meningkat.

1.6. Metodologi Penelitian

Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.6.1. Studi Literatur

Tahap studi literatur ini dilaksanakan untuk mengumpulkan data dan mempelajari informasi yang diperoleh dari buku, jurnal, skripsi, dan berbagai sumber referensi lain yang berkaitan dan mendukung penelitian. Informasi yang berkaitan dengan penelitian tersebut seperti scaling, grayscale, thresholding, dan metode extreme learning machine.

1.6.2. Analisis Permasalahan

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap berbagai informasi yang telah diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian agar didapatkan metode yang tepat untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini yaitu mengklasifikasikan penyakit tuberculosis melalui foto rontgen paru-paru manusia.

1.6.3. Perancangan Sistem

Pada tahap ini dilakukan perancangan sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat di dalam tahap analisis.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari lima bagian utama sebagai berikut:

Bab 1: Pendahuluan

Bab 1 terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

(17)

Bab 2: Landasan Teori

Bab 2 terdiri dari teori-teori yang digunakan dan berhubungan dalam permasalahan yang dibahas pada penelitian ini.

Bab 3: Analisis dan Perancangan Sistem

Bab ini berisi tentang analisis dari arsitektur umum serta analisis dari metode yang digunakan yaitu metode extreme learning machine dan penerapannya dalam hal mengklasifikasikan jenis penyakit tuberculosis serta perancangan sistem yang dibuat.

Bab 4: Implementasi dan Pengujian Sistem

Bab ini berisi pembahasan tentang implementasi dari metode yang digunakan serta analisis dan perancangan yang telah disusun pada Bab 3 serta pengujian terhadap hasil yang didapatkan apakah sesuai dengan yang diharapkan.

Bab 5: Kesimpulan Dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah di uraikan pada bab-bab sebelumnya serta saran-saran yang diajukan dan diharapkan dapat di kembangkan untuk penelitian selanjutnya.

(18)

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode extreme learning machine untuk mengklasifikasi penyakit tuberculosis.

2.1. Paru–paru Manusia

Paru-paru merupakan organ tubuh yang berfungsi untuk sistem pernapasan (respirasi) di mana proses pengambilan oksigen (O2) saat menarik napas melalui saluran napas (bronkus) dan sampai ke kantong udara (alveoli). Oksigen tersebut kemudian akan diteruskan ke pembuluh darah yang mengalir di dalamnya sel-sel darah merah untuk dibawa ke sel-sel organ tubuh lainnya sebagai energi untuk proses metabolisme hingga pada tahap berikutnya setelah metabolisme karbondioksida (CO2) yang dihasilkan akan dibawa darah untuk dibuang melalui paru pada saat membuang napas.

Dengan mengetahui fungsi paru, dapat dipahami bahwa paru merupakan organ yang paling terbuka dengan polusi udara sehingga berbagai kelainan dapat mengganggu sistem pernapasan ini, diantaranya gangguan pada saluran pernapasan, jantung dan gangguan pada darah.

Gambar 2.1. paru-paru manusia (www.google.com)

(19)

2.2. Tuberculosis

Tuberculosis merupakan penyakit yang diakibatkan oleh bakteri yang disebut Mycobacterium tuberculosis, yaitu bakteri aerob yang dapat hidup di dalam tubuh manusia terutama di paru atau di bagian organ tubuh lainnya yang memiliki tekanan parsial oksigen yang tinggi. Tuberculosis paru merupakan penyakit yang serius terutama bagi bayi atau anak kecil, anak dengan malnutrisi, dan anak dengan gangguan imunologis. Sebagian besar tuberculosis primer menyerang anak-anak pada usia muda dan sebagian besar lainnya asimtomatik dan sembuh spontan tanpa adanya gejala sisa. Tuberculosis adalah penyakit umum dan sering mengakibatkan kematian.

Penularan penyakit tuberculosis dapat terjadi melalui udara, ketika orang-orang yang menderita penyakit tersebut batuk, bersin, atau meludah. Infeksi yang ditimbulkan tuberculosis pada manusia sebagian besar bersifat asimtomatik, infeksi laten, yang mana sekitar satu dari sepuluh infeksi laten dapat berubah menjadi penyakit aktif yang apabila tidak diobati, penyakit tuberculosis ini dapat membunuh lebih dari separuh penderitanya. Gejala sederhana penyakit tuberculosis adalah batuk yang kronis dengan dahak yang bercampur darah, demam, berkeringat pada malam hari serta terjadinya penurunan berat badan. Melalui foto X-ray, paru yang terkena atau sudah terjangkit penyakit tuberculosis akan terdapat bercak putih pada beberapa bagian paru, infiltrat-infiltrat halus dengan ukuran beberapa mm tersebar di bagian atas kedua paru (radiopaedia.org). Berbeda dengan kondisi paru-paru yang normal, seperti gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2. Paru-paru Normal (RSU. Pirngadi, 2017)

(20)

2.3. Tuberculosis Primary

Tuberculosis primary disebabkan karena penyakit atau infeksi yang menyerang paru.

Infeksi ini disebabkan oleh kuman tuberculosis yang bernama Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang berwarna merah yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada saat pewarnaan sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Basil ini tidak dapat bertahan hidup lama, cepat mati jika terkena sinar matahari secara langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.

Mycobacterium Tuberculosis ini ditularkan dari seserorang melalui jalan pernapasan. Pada umumnya, penularan tuberculosis berasal dari orang dewasa yang positif tuberculosis dimana batuk atau percikan ludahnya bertebaran di udara.

Percikan ludah ini mengandung basil tuberculosis dan bila seseorang menghirup udara yang mengandung basil tersebut akan berkembang biak perlahan-lahan dan menyebabkan kelainan pada paru-paru.

Gejala tuberculosis primary dimulai dari batuk selama lebih dari 30 hari dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau, demam atau suhu tubuh meningkat hingga 40° C, berkeringat malam tanpa alasan tertentu, penurunan aktivitas, susah bernapas, nyeri dada, nafsu makan kurang sehingga berat badan menurun. Penurunan berat badan disebabkan karena metabolisme dalam tubuh meningkat sehingga tubuh membutuhkan energi lebih, akan tetapi karena nafsu makan menurun maka asupan energi dalam tubuh berkurang sehingga berat badan menurun.

(radiopaedia.org). Gambar tuberculosis primary dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Tuberculosis Primary (RSU. Pirngadi, 2017)

(21)

2.4. Tuberculosis Miliary

Tuberculosis miliary termasuk salah satu bentuk tuberculosis yang berat dan merupakan 3-7% dari seluruh kasus tuberculosis, dengan angka kematian tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi). Tuberculosis miliary merupakan penyakit limfohematogen sistematik akibat penyebaran kuman mycobacterium tuberculosis dari kompleks primary, yang biasanya terjadi dalam waktu 6 bulan pertama, sering pada 3 bulan pertama setelah infeksi awal. Tuberculosis miliary sering terjadi pada anak kecil, terutama miliary lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil karena sistem imunnya belum berkembang dengan sempurna.

Tuberculosis miliary merupakan hasil dari penyebaran hematogenik generalisata akut dengan jumlah kuman yang besar. Terjadinya tuberculosis miliary dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu kuman mycrobacterium tuberculosis (jumlah dan virulansi), status immologis penderita, faktor lingkungan (kurangnya paparan matahari, perumahan yang padat, polusi udara, merokok, penggunaan alkohol, obat bius serta sosio ekonomi). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat menyebabkan timbulnya tuberculosis miliary. (radiopaedia.org). Gambar tuberculosis miliary dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Tuberculosis Miliary (RSU. Pirngadi, 2017)

(22)

2.5. Citra Digital

Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek.

Citra terbagi 2 yaitu ada citra yang bersifat analog dan ada citra yang bersifat digital.

Citra analog adalah citra yang bersifat kontinyu seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar X, hasil CT Scan dll. Sedangkan pada citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer (Sutoyo, 2009).

Sebuah citra digital dapat mewakili oleh sebuah matriks yang terdiri dari M kolom N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut pixel ( pixel = picture element), yaitu elemen terkecil dari sebuah citra. pixel mempunyai dua parameter, yaitu koordinat dan intensitas atau warna. Nilai yang terdapat pada koordinat (x,y) adalah f(x,y), yaitu besar intensitas atau warna dari pixel di titik itu.

Citra digital adalah citra dua dimensi yang dapat ditampilkan pada layar monitor komputer sebagai himpunan berhingga (diskrit) nilai digital yang disebut pixel (picture elements). Pixel adalah elemen citra yang memiliki nilai yang menunjukkan intensitas warna. Berdasarkan cara penyimpanan atau pembentukannya, citra digital dapat dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah citra digital yang dibentuk oleh kumpulan pixel dalam array dua dimensi. Citra jenis ini disebut citra bitmap atau citra raster. Jenis citra yang kedua adalah citra yang dibentuk oleh fungsi- fungsi geometri dan matematika. Jenis citra ini disebut grafik vektor. Citra digital (diskrit) dihasilkan dari citra analog (kontinyu) melalui digitalisasi. Digitalisasi citra analog terdiri dari sampling dan quantitazion. Sampling adalah pembagian citra ke dalam elemen-elemen diskrit (pixel), sedangkan quantitazion adalah pemberian nilai intensitas warna pada setiap pixel dengan nilai yang berupa bilangan bulat (Awcock, 1996). Citra digital dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah brightness level dari citra pada koordinat tersebut. Hal tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.5.

Teknologi dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna pada citra digital berdasarkan pada penelitian bahwa sebuah warna merupakan kombinasidari tiga warna dasar, yaitu merah, hijau dan biru (Red, Green, Blue - RGB).

(23)

Gambar 2.5. Citra Digital (Nixon dan Aguado, 2002)

2.6. Pengolahan Citra

Pengolahan citra digital adalah teknologi yang menerapkan sejumlah algoritma komputer untuk memproses citra digital. Hasil keluaran dari proses tersebut dapat berupa gambar atau karakteristik yang merepresentasikan citra. (Zhou, et al. 2010).

Pengolahan citra dilakukan untuk memperbaiki kualitas gambar atau citra digital agar menghasilkan gambar atau citra yang sesuai dengan keinginan dari pengguna atau menghasilkan citra dengan kualitas yang lebih baik. Pengolahan citra juga dilakukan agar informasi yang terkandung di dalam citra tersebut dapat tersampaikan dengan baik dan jelas kepada pengguna (user). Sebuah citra dapat mengandung banyak informasi, namun seringkali citra yang kita miliki mengalami penurunan kualitas ataupun penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat (noise), warna yang terlalu kontras, kurang tajam, ataupun kabur (blur). Hal semacam ini menyebabkan citra menjadi sulit untuk diinterpretasikan karena informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang (Efford, 2000).

2.7. Grayscale (Tingkat Keabuan)

Tingkat keabuan adalah proses pengubahan warna citra menjadi format warna yang hanya berdasarkan tingkat keabuan. Proses ini menghilangkan informasi hue dan saturation dari pixel dan hanya meninggalkan nilai brightness. Setiap piksel dari

(24)

tingkat keabuan citra memiliki nilai brightness antara 0 (hitam) sampai 255 (putih).

Foto hitam putih merupakan contoh umum dari model warna tingkat keabuan.

Walaupun disebut hitam putih, sesungguhnya foto tersebut terbentuk dari banyak warna abu-abu yang berbeda.

Tujuan dari perhitungan tingkat keabuan ini adalah untuk memudahkan dalam proses selanjutnya, yaitu (thresholding). Algoritma perhitungan tingkat keabuan, pixel dari suatu citra yang mengandung warna-warna RGB (Red, Green, dan Blue) dengan menjumlahkan nilai warna merah, hijau, dan biru kemudian dibagi tiga sehingga didapatkan nilai rata-rata dari ketiga warna. (Kadir & Susanto, 2012).

I

……….. (2.1) Dimana:

I = nilai intensitas keabuan sebuah pixel citra hasil grayscale R = nilai komponen merah pada sebuah pixel

G = nilai komponen hijau pada sebuah pixel B = nilai komponen biru pada sebuah pixel

2.8. Scaling

Scaling bertujuan untuk mengubah ukuran pixel menjadi pixel ukuran M x N. Hal ini dilakukan karena setiap citra yang diolah belum tentu mempunyai ukuran yang sama.

Scaling juga digunakan untuk memperkecil citra digital agar jumlah pixel yang akan diolah tidak terlalu banyak. Semakin banyak jumlah pixel maka semakin banyak data inputan. Sehingga menyebabkan semakin lama waktu komputasi. (Pratt, 1991).

Rumus yang digunakan :

……….. (2.2)

(25)

Keterangan :

Sh = faktor skala horisontal Sv = faktor skala vertical

2.9. Binerisasi (Thresholding)

Thresholding adalah mengubah citra menjadi citra biner. Thresholding melihat pada setiap pixel kemudian memutuskannya apakah dibuat putih (255) atau hitam (0).

Keputusan ini secara umum dibuat dengan cara membandingkan nilai numerik pixel dengan nilai tertentu yang disebut dengan threshold. Jika nilai pixel lebih kecil daripada threshold, maka pixel tersebut diubah menjadi 0; sebaliknya yang lain diubah menjadi 255. Thresholding adalah proses penyederhanaan citra dari tingkat keabuan menjadi warna biner sehingga berdasarkan tingkat keabuannya pixel-pixel dibagi menjadi latar dan objek interest.

Tujuan thresholding adalah untuk memisahkan objek dengan latar belakang.

Hal ini dilakukan dengan cara mengubah intensitas pixel-pixel dari suatu citra yang ada menjadi hanya 2 intensitas yaitu hitam dan putih. Thresholding dapat dikatakan sebagai modifikasi tingkat keabuan yang mengubah intensitas-intensitas pixel yang ada menjadi hanya 2 intensitas saja, yaitu hitam dan putih. (J.R Parker, 1994).

Thresholding merupakan cara termudah untuk membagi citra tingkat keabuan.

Dengan memilih suatu nilai tertentu, dan mengatus semua pixel yang bernilai di bawahnya menjadi (putih), dan sumua pixel diatasnya menjadi 0 (hitam), maka akan didapatkan citra biner. (Antti Nurminen, 1996).

2.10. Extreme Learning Machine

Extreme learning machine adalah metode baru yang merupakan bagian dari jaringan syaraf tiruan. Extreme learning machine termasuk pada feed-forward neural network yang memiliki satu single hidden layer (Sun et al, 2008). Metode extreme learning machine dipercaya dapat mengatasi permasalah learning speed yang selama ini terjadi pada metode-metode lain pada feed-forward neural networks (Huang et al, 2005).

Menurut mereka terdapat dua alasan kenapa feed-forward neural networks memiliki learning speed yang rendah :

(26)

1. Feed-forward neural networks menggunakan slow gradient based learning algorithm dalam melakukan proses training.

2. Semua parameter pada jaringan ditentukan secara iterative dengan menggunakan metode pembelajaran tersebut.

Parameter yang dimaksud disini adalah input weight dan hidden bias yang berhubungan antar layer sehingga learning speed berjalan sangat lama dan kejadian terjebak dalam local minima sering terjadi (Huang et al, 2005). Sedangkan pada extreme learning machine, input weight dan hidden bias dipilih secara acak sehingga menghasilkan learning speed yang cepat dan mampu menghasilkan performa yang baik. Arsitektur extreme learning machine dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Arsitektur Extreme Learning Machine (Sinuhaji, 2009)

Extreme learning machine memanfaatkan teori invers matrik dalam proses pembelajarannya. Teori yang digunakan adalah moore penrose pseudoinverse.

Diberikan sebanyak n input, m neuron pada hidden layer dan fungsi aktivasi g(x).

Misalkan X = [x1, x2, x3, … xn] dengan xi merupakan nilai input pada jaringan tersebut. α merupakan matriks bobot penghubung input layer dan hidden layer maka α matriks mempunyai ukuran n x m. Penentuan nilai elemen-elemen matrik tersebut dilakukan secara acak. Kemudian setiap nilai tersebut diolah pada hidden layer

(27)

menggunakan fungsi aktivasi tertentu dan nilai tersebut dihimpun dalam sebuah matrik H dengan ordo lxm (H = [h1,h2,h3,… hn]). Moore penrose pseudoinverse digunakan untuk menentukan nilai bobot antara hidden layer dan output layer β.

Metode extreme learning machine memiliki model matematis yang berbeda dengan feed-forward neural networks pada umumnya, dimana model matematis extreme learnig machine berbentuk lebih sederhana dan lebih efektif. Berikut ini merupakan rumusan metode extreme learning machine untuk N jumlah sample yang berbeda (Xi, ti) (Agustina et al, 2010).

……….. (2.4)

……….. (2.5)

Standar SLFNs dengan jumlah hidden nodes sebanyak N dan fungsi aktivasi g(x) dapat dirumuskan sebagai berikut (Agustina et al, 2010) :

……….. (2.6) Dimana :

𝐽 = 1, 2, ...., N

𝑊𝑖 = (𝑊𝑖1, 2, …, 𝑊𝑖𝑁) 𝑇, merupakan vektor dari weight yang menghubungkan i th hidden nodes dan input nodes.

𝛽𝑖 = (𝛽𝑖1, 2, …, 𝛽𝑖𝑀)𝑇, merupakan weight vector yang menghubungkan i th hidden nodes dan input nodes.

𝑏𝑖 = treshold dari i th hidden nodes.

𝑊𝑖𝑋𝑗 = inner product dari Wi dan Xj

SLFNs dengan N hidden nodes dan activation function g(x) diasumsikan dapat memperkirakan dengan tingkat error 0 dirumuskan sebagai berikut (Agustina et al, 2010) :

……….. (2.7)

(28)

Sehingga

……….. (2.8)

Persamaan 2.8 di atas dapat disempurnakan lagi menjadi sebagai berikut:

……….. (2.9) Dimana :

𝐻 = Hidden Layer dari Output matriks.

𝛽 = Output Weight.

𝑇 = Matriks dari target atau Output.

Pada extreme learning machine input weight dan hidden bias ditentukan secara random, maka output weight yang berhubungan dengan hidden layer dirumuskan sebagai berikut :

𝛽= 𝐻+𝑇……….. (2.10)

(29)

2.11. Penelitian Terdahulu

Penelitian pada penyakit tuberculosis, pada penelitian ini mengidentifikasi bakteri tuberculosis berdasarkan ciri morfologi dan warna. Proses pengolahan citra digital dimulai dari proses akuisisi citra, operasi warna, operasi morfologi dan pengenalan dengan jaringan syaraf tiruan dengan menggunakan algoritma propagasi balik. Hasil pengidentifikasi bakteri tuberculosis akan diuji dengan hasil identifikasi secara manual, sedangkan hasil identifikasi tersebut mencapai 86.7%. (M, Ya‟qub Zain dan Aulia.MT. Nasution, 2012).

Identifikasi penyakit tuberculosis paru berdasarkan citra rontgen toraks.

Penelitian ini menggunakan metode Template Matching. Hasil dari pengujian dapat disimpulkan bahwa metode Template Matching dapat diterapkan untuk mengidentifikasi penyakit tuberculosis paru dengan prosentase keberhasilan pada pengujian 10 template sebesar 60% dengan rata-rata presentase kemiripan terbesar 51,46% sedangkan pada pengujian 20 template menghasilkan presentase keberhasilan sebesar 75% dengan rata-rata presentase kemiripan sebesar 73,93%. (Hermanto, 2014).

Metode extreme learning machine pernah diaplikasikan dalam penelitian untuk mendiagnosis penyakit diabetes melitus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ELM memiliki tingkat akurasi dan kecepatan yang sangat baik untuk mendiagnosis penyakit diabetes melitus. Kinerja ELM dari tingkat akurasi juga lebih baik dibandingkan backpropagation, dimana tingkat akurasi dianalisis dengan melihat tingkat kesalahan Mean Square Error (MSE). Secara keseluruhan data, tingkat kesalahan MSE untuk ELM pada data testing adalah 0.4036 dan tingkat kesalahan MSE untuk backpropagation pada data testing adalah 0.9425. Tingkat kesalahan yang mendekati 0 adalah hasil yang paling baik. (Jefri Junifer Pangaribuan, 2016).

(30)

Metode Extreme Learning Machine pernah diaplikasikan dalam penelitian untuk mengidentifikasi jenis tanaman berdasarkan citra tepi daun. Citra daun terlebih dahulu mengalami preprocessing kemudian dilakukan ekstraksi fitur. Tingkat akurasi yang didapatkan adalah nilai akurasi pembelajaran 92,9 % dan akurasi pengujian sebesar 88,9%.. Ektrasi fitur yang digunakan adalah Gray Level Co-occurrence Matrix (Murdoko, 2015).

Metode Extreme Learning Machine pernah diaplikasikan dalam penelitian untuk mengklasifikasi jenis penyakit parkinson. Hasil pengujian terhadap 195 data menunjukkan nilai akurasi pembelajaran 88,72%. Ektraksi fitur yang digunakan adalah Particle Swarm Optimization (PSO) (Shahsavari et al. 2016).

Metode Extreme Learning Machine pernah diaplikasikan dengan judul Relative Optical Navigation Around Small Bodies Via Extreme Learning Machine (Hubungan Sistem Navigasi Kamera Untuk Untuk Benda Luar Angkasa Menggunakan Extreme Learning Machine). Dalam penelitian ini Metode ELM digunakan untuk navigasi benda-benda langit atau angkasa dan mendeteksi jarak asteroid dengan menggunakan informasi visual. Dapat diperoleh dari hasil penelitian tersebut Extreme Learning Machine layak digunakan dibidang astronomi. (Andrew M Law, 2015)

Metode Extreme Learnig Machine pernah diaplikasikan dalam penelitian diagnosa kilinikal mengenai penyakit kronik atau penyakit dalam dan diperlukannya akurasi tepat dalam hasil keputusan klinis. Beberapa alat diagnosa klinikal masih terbabatas dalam menentukan hasil dan rendahnya penggunaan sistem komputer. Pada bidang kesehatan sistem penentuan klinis otomatis (Automated Clinical Decision Support System) dapat membantu pendiagnosa dan ahli radiologis untuk mendeteksi penyakit. Peneliti menggunakan sistem ini dan menghubungkannya dengan Extreme Learning Machine untuk melihat klasifikasi yang akurat. (Kanwal Summrina, 2016).

(31)

Penelitian terdahulu yang telah dipaparkan akan diuraikan secara singkat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No Peneliti Metode Keterangan Tahun

1. M, Ya‟qub Zain dan Aulia.MT.

Nasution

propagasi balik

mengidentifikasi bakteri tuberculosis berdasarkan ciri morfologi dan warna.

2012

2. Hermanto Template Matching

Identifikasi penyakit tuberculosis paru berdasarkan citra rontgen toraks.

2014

3. Jefri Junifer Pangaribuan

Extreme Learning Machine

mendiagnosis penyakit diabetes melitus.

2016

4. Murdoko Extreme

Learning Machine

mengidentifikasi jenis tanaman berdasarkan citra tepi daun.

2015

5. Shahsavari Extreme Learning Machine

mengklasifikasi jenis penyakit parkinson.

2016

6. Andrew M Law Extreme Learning Machine

Navigasi benda-benda langit dan mendeteksi jarak asteroid

2015

7. Kanwal Summrina

Extreme Learning Machine

Diagnosa klinikal mengenai penyakit kronik dan penyakit dalam

2016

(32)

BAB III

ANALISIS DAN PERANCANGAN

Bab ini akan membahas tentang analisis dan perancangan dalam aplikasi klasifikasi penyakit tuberculosis. Tahap pertama yaitu analisis data yang digunakan, analisis dengan menggunakan beberapa tahapan pengolahan citra yang digunakan, kemudian implementasi metode extreme learning machine dalam mendiagnosa jenis penyakit tuberculosis. Pada tahapan selanjutnya yaitu dilakukan perancangan tampilan antarmuka sistem.

3.1. Arsitektur Umum

Dalam rangka membangun suatu sistem yang mampu mengklasifikasi penyakit tuberculosis, penelitian ini mengusulkan suatu pendekatan yang terdiri atas 4 (empat) proses. Proses-proses tersebut meliputi pre-procesing, segmentasi dan clasification sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Adapun tahapan-tahapannya ialah sebagai berikut: Tahapan-tahapan tersebut dimulai dari pengumpulan data yang akan dijadikan sebagai data training dan data testing, yaitu: citra primary, miliary, dan normal. Selanjutnya dilakukan tahapan preprocessing yang terdiri atas scaling, agar ukuran citra sesuai dengan yang dibutuhkan. Kemudian dilakukan penyeragaman gambar keabuan dengan menggunakan grayscale. Tahapan selanjutnya yaitu segmentasi dengan melakukan pembentukan citra biner menggunakan thresholding. Setelah itu masuk ke klasifikasi dengan menggunakan extreme learning machine. Setelah tahapan-tahapan tersebut dilakukan akan didapatkan hasil klasifikasi penyakit tuberculosis. Adapun tahapan- tahapan diatas dapat dilihat dalam bentuk arsitektur umum pada Gambar 3.1.

(33)

Gambar 3.1. Arsitektur Umum Klasifikasi Penyakit Tuberculosis.

(34)

3.2. Dataset

Data citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah foto rontgen paru-paru manusia yang diambil langsung dari RSU. Dr. Pirngadi Medan. Data foto rontgen paru-paru yang digunakan sebanyak 60 citra. Citra yang diperoleh dibagi menjadi dua dataset yaitu: data training dan data testing. Data training adalah data yang sudah diketahui label-labelnya kemudian data tersebut digunakan sebagai pembanding terhadap data testing pada proses pengklasifikasian penyakit tuberculosis. Sedangkan data testing adalah data untuk mengetahui klasifikasi jenis penyakit tuberculosis. Pembagian data training dan data testing dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Pembagian data training dan data testing

No Dataset Jumlah Data

1 2

Data training Data testing

45 15

Jenis penyakit tuberculosis yang digunakan pada penelitian ini yaitu primary, miliary dan normal. Pembagian citra ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Pembagian citra berdasarkan penyakit

No Dataset Jumlah Data

1 Primary 20

2 Miliary 20

3 Normal 20

3.3. Preprocessing

Tahapan ini merupakan tahap pengolahan citra yang yang bertujuan untuk menghasilkan citra yang lebih baik untuk diproses ketahapan selanjutnya. Tahapan preprocessing ini terdiri dari scaling dan grayscale.

(35)

3.3.1 Grayscale

tahapan pertama yaitu grayscale. Dimana pada tahapan ini bertujuan untuk penyeragaman warna keabuan pada citra yang akan diproses. Pada citra asli terlihat warna keabuan tidak merata. Rumus perhitungan komposisi nilai warna yang digunakan dengan memberitakan nilai ambang batas seperi persamaan 3.1.:

Grayscale = (0,3*R + 0,5*G + 0,2B)...(3.1) Ket:

R = unsur warna merah G = Unsur warna hijau B = unsur warna biru

Citra grayscale dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Citra Grayscale

3.3.2 Scaling

Tahapan berikutnya menggunakan scaling. Tahapan ini dibutuhkan untuk mengatur ukuran pixel pada citra. Semakin banyak jumlah pixel maka akan semakin banyak waktu untuk proses pengolahan citra. Citra scaling dapat dilihat pada Gambar 3.3.

(36)

Gambar 3.3. Citra Scaling

Misalkan citra yang semula berukuran 300x300 diubah menjadi 4x4. Dalam penelitian ini, citra yang berukuran 300x300 diubah menjadi 30x30. Penulis telah melakukan uji coba dan pemilihan ukuran 30x30 sesuai dengan kebutuhan system.

3.4. Thresholding

Tahapan setelah preprocessing yaitu thresholding yang bertujuan untuk menghasilkan citra menjadi warna hitam dan putih. Hasil dari proses thresholding dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Citra Thresholding

(37)

3.5. Binerisasi

Setelah thresholding, citra akan diubah menjadi citra biner. Output yang dihasilkan pada tahapan ini adalah 0 dan 1. citra biner ini digunakan sebagai masukan dalam proses klasifikasi dengan menggunakan extreme learning machine. Citra biner dapat dilihat pada gambar 3.5.

Gambar 3.5. Citra Biner 30x30

3.6. Klasifikasi

Dalam penelitian ini, Metode yang digunakan untuk proses klasifikasi yaitu extreme learning machine. Adapun Arsitektur extreme learning machine untuk klasifikasi penyakit tuberculosis dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Arsitektur Extreme Learning Machine untuk Klasifikasi Penyakit Tuberculosis

Input Layer Hidden Layer Output Layer

(38)

Keterangan dari gambar arsitektur extreme learning machine untuk klasifikasi penyakit tuberculosis dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. keterangan Arsitektur ELM

Keterangan Jumlah(node)

Input 900

Hidden 50

3 Output

Arsitektur yang akan digunakan dalam jaringan ini terdiri dari 3 layer yaitu input layer, hidden layer, dan output layer. Data input sebanyak 900 node, hidden sebanyak 50 node dan output terdiri dari 3 node (Primary, Miliary dan Normal).

hidden node ditentukan secara random (Huang, 2006). Dapat ditentukan melalui beberapa uji coba terhadap kebutuhan sistem. Pemilihan hidden node yang berjumlah 50 node merupakan suatu bobot yang baik dalam menghasilkan akurasi yang tinggi dalam sistem klasifikasi penyakit tuberculosis dan tidak memakan banyak waktu dalam proses pengolahan citra. Data yang akan dimasukkan dalam input layer akan ditransformasi terlebih dahulu. Pelatihan dilakukan untuk mencari bobot dan bias optimal atau sesuai untuk digunakan pada proses testing. Langkah-langkah training yang akan diproses adalah sebagai berikut:

1. Penentuan jumlah node pada hidden layer

Penentuan jumlah node pada artificial neural network, khususnya pada hidden layer, merupakan hal yang penting sebelum menjalankan training, karena hidden layer berperan penting dalam penghitungan hasil akhir dari artificial neural network.

Jumlah node yang tidak sesuai pada hidden layer akan mengakibatkan permasalahan pada proses training. Jika node tidak sesuai di hidden layer maka terjadi kondisi underfitting, dimana node yang tersedia tidak dapat bekerja secara baik dalam menerima sinyat dari input layer. Sebaliknya jika jumlah node terlalu banyak maka dapat menyebabkan waktu untuk proses data lebih lama. Selain itu jika node yang banyak dapat menyebabkan overfitting, dimana jumlah informasi yang diterima tidak

(39)

cukup untuk diproses dalam data training karena banyaknya kapasitas pemrosesan informasi yang dimiliki jaringan.

Pada penelitian ini, proses training akan dilakukan dengan jumlah neuron pada hidden layer bernilai 𝑜, di mana 𝑜 = 10, 30, 50, 100. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jumlah neuron pada hidden layer yang sesuai untuk proses identifikasi.

Kemudian masuk kedalam tahap testing untuk menguji tingkat keakuratan system dalam klasifikasi penyakit tuberculosis berikut langkah-langkahnya:

2. Penentuan fungsi aktivasi

Tahap yang dilakukan setelah jumlah neuron pada hidden layer adalah menentukan fungsi aktivasi yang akan digunakan neuron dalam proses training dan proses testing.

Fungsi aktivasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi sigmoid binner.

Fungsi sigmoid merupakan fungsi aktivasi neuron yang umumnya digunakan pada algoritma backpropagation, yang bertujuan untuk mengurangi waktu komputasi.

Fungsi sigmoid biner pada artificial neural network didefinisikan oleh persamaan 3.6:

...(3.6) 3. Proses training

Proses training merupakan tahap pertama yang dilakukan oleh ELM dalam menjalankan proses klasifikasi penyakit tuberculosis dari citra rontgen. Hasil akhir dari proses ini adalah sebuah artificial neural network yang telah dilatih untuk memberikan hasil yang sesuai dengan data yang telah diberikan selama proses training.

4. Pengacakan input weight dan bias

Tahap pertama yang dilakukan dari proses training pada penelitian ini adalah pemberian nilai input weight dan bias. Jumlah neuron pada input layer yang digunakan pada penelitian ini disesuaikan dengan jumlah parameter yang diterima dari dataset yang digunakan. Input weight dan bias dari artificial neural network pada penelitian ini diberikan secara acak.

5. Perhitungan hidden layer output matrix

Setelah tahap pengacakan input weight dan bias selesai dilakukan, tahap yang akan dilakukan adalah penghitungan hidden layer output matrix. Hidden layer output matrix merupakan hasil pengolahan dari masukan yang telah diterima oleh neuron

(40)

pada hidden layer dari neuron pada input layer. Pengolahan dilakukan menggunakan fungsi aktivasi yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya.

6. Perhitungan output weight

Penghitungan output weight dilakukan setelah proses penghitungan hidden layer output matrix telah selesai dilakukan. Hasil dari proses ini adalah sebuah matriks yang merepresentasikan weight dari setiap neuron pada output layer.

7. Proses testing

Artificial neural network yang telah dihasilkan pada proses training, akan diuji pada proses testing. Proses testing dilakukan untuk mengetahui efektivitas dari metode ELM dalam melakukan proses klasifikasi penyakit tuberculosis.

8. Perhitungan keluaran

Proses penghitungan dilakukan menggunakan artificial neural network yang telah dilatih pada proses training sebelumnya. Hasil dari proses penghitungan akan berupa klasifikasi penyakit tuberculosis tersebut.

3.7. Perancangan Sitem

Pada tahapan perancangan sistem ini akan dijelaskan tentang perancangan menu sistem dan perancangan antarmuka aplikasi klasifikasi penyakit tuberculosis.

Perancangan ini bertujuan agar pengguna dapat mudah menjalankan aplikasi.

3.7.1. Tampilan Sistem Klasifikasi Penyakit Tuberculosis

Pada tampilan ini merupakan tampilan utama sistem untuk training dan juga untuk testing aplikasi. Terdapat beberapa pemrosesan pada halaman ini.

Perancangan tampilan tersebut dilihat pada Gambar 3.7.

(41)

Gambar 3.7. Perancangan Sistem Keterangan:

A. Pada bagian ini digunakan untuk mengupload gambar sebagai data training, yaitu: primary, miliary dan normal.

B. Pada bagian ini digunakan untuk memproses data training dengan tujuan untuk menyamakan tinggi dan lebar gambar.

C. Pada bagian ini bertujuan untuk menampilkan waktu yang diperlukan dalam melakukan proses data yang akan ditraining.

D. Pada bagian ini terdapat button „Pilih File Testing‟ digunakan untuk memilih data testing. Selanjutnya terdapat button „Proses File Testing‟ digunakan untuk memproses gambar file testing menjadi thresholding. Kemudian yang terakhir button „Identifikasi‟ digunakan untuk memproses gambar dari file testing.

E. Pada bagian ini digunakan untuk mengatur jumlah EPOCH, Learning rate, Hidden note sebelum data akan dilatih.

(42)

F. Pada bagian ini terdapat dua kotak, kotak yang diatas akan menampilkan gambar yang akan ditesting. Kemudian pada kotak yang dibawah akan menampailkan gambar data testing yang sudah di threshold.

G. Pada bagian ini akan menampilkan nilai bobot gambar dan hasil dari klasisifikasi penyakit tuberculosis.

(43)

BAB IV

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

Bab ini akan membahas hasil dari implementasi metode extreme learning machine dalam klasifikasi penyakit tuberculosis berdasarkan foto rontgen paru-paru manusia dan pengujian sistem sesuai dengan analisis data dan perancangan yang telah dibahas pada Bab 3.

4.1 Kebutuhan Sistem

Dalam perancangan klasifikasi penyakit tuberculosis berdasarkan foto rontgen paru- paru manusia menggunakan metode extreme learning machine memerlukan perangkat keras dan perangkat lunak pendukung antara lain :

4.1.1. Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam membangun sistem ini adalah :

1. Processor Intel® Core™ i3-4030U CPU 1.90GHz.

2. Kapasitas hard disk 500GB.

3. RAM yang digunakan 4,00 GB.

4. Sistem operasi yang digunakan Windows 7 ultimate 64 bit.

5. Microsoft Visual Studio 2017.

4.1.2. Implementasi Perancangan Antarmuka

Implementasi perancangan antarmuka berdasarkan rancangan sistem yang telah dibahas pada Bab 3 adalah sebagai berikut:

(44)

1. Tampilan Utama Sistem

Halaman utama sistem merupakan halaman untuk mengklasifikasi penyakit tuberculosis dengan proses pelatihan dan pengujian citra rontgen paru-paru menggunakan extreme learning machine. Tampilan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Tampilan Utama Sistem.

4.1.3. Implementasi Data

Data yang dimasukkan kedalam sistem adalah foto rontgen yang didapat dari RS. Pirngadi Medan. Data tersebut dipilih dan dibagi menjadi 3 kategori yaitu primary, miliary, normal. Berikut ini adalah rangkuman data yang digunakan sebagai data training dapat dilihat pada gambar 4.2, 4.3, 4.4.

(45)

Gambar 4.2. Data Training Tuberculosis Primary (RS. Pirngadi Medan, 2017)

Gambar 4.3. Data Training Tuberculosis Miliary (RS. Pirngadi Medan, 2017)

Gambar 4.4. Data Training Paru-Paru Normal (RS. Pirngadi Medan, 2017)

(46)

4.2. Prosedur Operasional

Tampilan utama sistem terdiri dari data sampel, testing, parameter dan result seperti gambar 4.1. diatas. Untuk melakukan proses data yang ingin ditraining dapat diupload melalui menu „Data Sampel‟. terdapat 3 button yaitu primary, miliary dan normal.

Tampilan upload citra dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5. Tampilan Upload Citra

Dalam data sampel terdapat beberapa button yang dinamai sesuai nama penyakit tuberculosis. Sebelum gambar ditraining, ada beberapa pengaturan yang dapat disesuaikan. Pixel gambar dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Pada bagian parameter neural network juga dapat disesuaikan sehingga menghasilkan akurasi yang baik. Lama waktu training dapat dilihat pada bagian waktu proses. Tampilan gambar dapat dilihat pada gambar 4.6.

(47)

Gambar 4.6.Tampilan waktu proses

Setelah Data di training, Masukkan data yang ingin diuji. Dengan cara, pilih button „Pilih File Testing‟ yang terdapat pada bagian „Testing‟. Kemudian pilih salah satu citra yang akan diuji. Citra yang dipilih akan muncul di aplikasi. Tampilan gambar dapat dilihat pada gambar 4.7.

Gambar 4.7. Tampilan Uji Citra

(48)

Kemudian gambar akan diolah menjadi citra thresholding. Dengan cara pilih button „Proses File Testing‟. Kemudian proses thresholding dapat disesuaikan dengan memilih auto atau manual. Tampilan gambar akan ditunjukkan pada gambar 4.8.

Gambar 4.8. Tampilan Pengolahan citra

Gambar yang telah diproses akan diketahui hasilnya dengan cara pilih button

“Identifikasi” maka akan menghasilkan jenis penyakit tuberculosis apa yang terdiagnosa oleh sistem. Tampilan ini akan ditunjukkan pada gambar 4.9.

Gambar 4.9. Tampilan Output Sistem

Tombol reset digunakan untuk mengembalikan proses kerja aplikasi diawal.

(49)

4.3. Pengujian Sistem

Pada tahap ini akan dilakukan pengujian terhadap data dan sistem. Pengujian sistem dilakukan untuk mengetahui kemampuan sistem yang dibangun. Kemampuan sistem ini bergantung pada proses pelatihan sistem ( data training). Parameter yang digunakan hanya satu yaitu nilai ciri dari bentuk penyakit tuberculosis itu sendiri.

Pengujian sistem ini menggunakan data testing yaitu: 5 citra primary, 5 citra miliary dan 5 citra normal dengan menggunakan data training yaitu: 15 citra primary, 15 citra miliary, 15 citra normal.

Pengujian dilakukan dengan nilai EPOCH = 1000, Learning Rate = 0,2 dan Hidden node yang berbeda-beda, dimulai dari 10, 30, 50 dan 100. Hasil dari pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.10. berdasarkan hasil dari masing-masing proses pengujian dengan nilai Hidden node yang berbeda-beda, maka akan diperoleh nilai Hidden node yang mampu melakukan klasifikasi penyakit tuberculosis dengan tingkat akurasi yang tinggi.

Gambar 4.10. Grafik Hasil Pengujian

Berdasarkan hasil pengujian seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8. semakin kecil nilai Hidden node maka akurasi yang didapatkan juga semakin rendah Sedangkan semakin besar nilai Hidden node maka tingkat akurasi akan semakin tinggi yang didapat. Jadi akurasi yang terbaik didapatkan dari nilai Hidden node ≥ 10 Data hasil pengujian yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.1.

Akurasi

Hidden node

(50)

Tabel 4.1. Data hasil pengujian

No Citra Testing Pola Hasil Status

1. Normal Normal

2. Normal Normal

3. Normal Normal

4. Miliary Normal

5. Normal Normal

6. Primary Primary

7. Primary Primary

(51)

8. Primary Primary

9. Primary Primary

10. Primary Primary

11. Miliary Miliary

12. Miliary Miliary

13. Miliary Miliary

14 Miliary Miliary

15. Miliary Miliary

(52)

Berdasarkan data hasil uji yang telah dilakukan pada aplikasi klasifikasi penyakit tuberculosis dari foto rontgen paru-paru manusia menggunakan extreme learning machine, dapat diperoleh nilai akurasi dalam pengidentifikasian penyakit tuberculosis dengan rata-rata %.

Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa tingkat akurasi dari metode extreme learning machine dalam mengklasifikasi penyakit tuberculosis dari foto rontgen paru- paru manusia dapat mencapai 93.33%.

(53)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan membahas tentang kesimpulan dari metode yang telah digunakan untuk mengklasifikasi penyakit tuberculosis pada bagian 5.1 dan juga saran-saran untuk pengembangan penelitian berikutnya pada bagian 5.2.

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil pengujian sistem klasifikasi penyakit tuberculosis dengan menggunakan Extreme Learning Machine adalah sebagai berikut :

1. Metode Extreme Learning Machine (ELM) mampu melakukan klasifikasi penyakit tuberculosis melalui citra rongent dengan baik. Sehingga hasil dari proses klasifikasi penyakit tuberculosis melalui citra rontgen paru –paru memiliki tingkat akurasi 93,33%.

2. Hidden Node sangat mempengaruhi akurasi. Setelah melalui beberapa pengujian, semakin kecil nilai hidden node maka semakin kecil pula tigkat akurasi yang didapatkan sebaliknya semakin besar nilai Hidden Node maka semakin besar tingkat akurasi yang didapatkan. Adapun nilai Hidden node 30 merupakan parameter yang baik untuk mengklasifikasi pendarahan otak dengan menggunakan Extreme Learning Machine.

3. Pada proses pengolahan citra, diperlukan penetapan nilai Threshold citra yang sesuai karena akan berpengaruh cukup besar apabila nilai Threshold yang dipakai kurang sesuai maka akan berpengaruh pada keakuratan sistem.

(54)

5.2. Saran

Adapun saran untuk pengembangan penelitian berikutnya adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan yang diperluakan dengan menggunakan metode ekstraksi ciri

yang baik dan sesuai sehingga nilai ciri dari citra akan diperoleh lebih baik lagi.

2. Menggunakan pengolahan citra yang lebih baik agar pola terlihat dengan jelas.

3. Penggunaan data citra yang lebih banyak agar dapat mengenali variasi data citra yang bertujuan menigkatkan tingkat akurasi yang lebih baik lagi.

4. Menggunakan metode neural network lainnya dengan menggunakan data penelitian yang sama agar dapat membandingkannya metode dengan Extreme Learning machine.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood dan Mukti, Abdul. 2010. “Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru”.

Airlangga University Press. Surabaya.

Arie Yulianto, dr. 2014. Tuberkulosis Paru: Penyebab Kematian Ke-2 Di Indonesia.

Kesehatan Umum. http://www.tanyadok.com/kesehatan/tuberkulosis-paru- penyebab-kematian-ke-2-di-indonesia.

Chen, F.-L. & Ou, T.-Y., 2011. Constructing a Sales Forecasting Model by Integrating GRA and ELM: A Case Study for Retail Industry. International Journal of Electronic Business Management, pp. 107-121.

Efford, N., 2000. Chapter 11 "Morphological image processing". In Efford, N. Digital Image Processing: A Practical Introduction Using JavaTM. Pearson Education.

Huang, G.-B., Zhu, Q.-Y. & Siew, C.-K. 2006. Extreme learning machine : theory and applications. Int. J. of Neurocomputing 70(2006): 489-501.

Junifer, Jefri. 2016. “Mendiagnosis Penyakit Diabetes Melitus Dengan Menggunakan Metode Extreme Learning Machine. Jurnal ISD. Vol. 2 No. 2.

Kadir, Abdul. 2013. Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra, Yogyakarta: Andi.

Law, M. Andrew 2015. “Relative Optical Navvigation Around Small Bodies Via Extreme

Learning Machines. United States, University Of arizona.

Library ECG. 2017 , http://www.ecglibrary.com.

(56)

Liantoni, Febri dan Laili, Cahyani. 2017. “Pemanfaatan Therarchical Clustering Untuk

Pengelompokan Daun Berdasarkan Fitur Moment Invariant. Jurnal Ilmiah Edutic. Vol. 3, No. 2. Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.

Murdoko and Saparudin. 2015 “Klasifikasi Citra Daun Tanaman Menggunakan Metode Extreme Learning Machine” Konferensi Nasional Informatika (KNIF).

Nurminen, Antti. 1996. “Recording, Processing, and Archiving Carbonized Papyri.”

Diakses dari www.cs.hut.fi/papyrus/index.html.

Parker, J.R. 1994. Pratical Computer Using C. United State of America: John Willey

& Sons, Inc.

Rahmadewi, Reni. 2016. “Klasifikasi penyakit paru berdasarkan citra rontgen dengan metode segmentasi sobel, Jurnal nasional teknik elektro,”vol: 5, No. 1.

Saputra, Andri. 2011. “Sistem Pakar Identifikasi Penyakit Paru-Paru Pada Manusia Menggunakan Pemrograman Visual Basic 6.0”. Jurnal Teknologi Dan Informatika (Teknomatika). Vol. 1 No. 3.

Setiarini, Asih. 2017. “Identifikasi Bakteri pada Citra Dahak Penderita Tubercolusis (TBC) Menggunakan Metode Watershed”. Journal of electrical electronic control and automotive engineering (JEECAE). Vol 2. No. 1.

Shahsavari. 2016. “Efficient Classification of Parkinson‟s Disease Using Extreme Learning Machine and Hybrid Particle Swarm Optimization”. 4th International Conference on Control, Instrumentation, and Automation (ICCIA) 27-28.

Qazvin Islamic Azad University, Qazvin, Iran.

Sumrina, Kanwal. 2016. “Towards a Novel Medical Diagnosis System For Cllinical Decision

Support System Application. Scotland, UK. Uneversity os Stirling.

(57)

Sunyoto, Andi. 2013. “Analisa Metode Moment Invariant Untuk Mendeteksi Obyek Yang

Telah Mengalami Transformasi”. Jurnal Dasi. Vol. 14, No. 1. STMIK AMIKOM. Yogyakarta.

Supriyati, Endang dan Khotimah, Tutik. 2014. “ Deteksi Iris Mata Untuk Menentukan Kelebihan Kolesterol Menggunakan Ekstrasi Ciri Moment Invariant Dengan K-Means clustering”. Prosiding SNATIF ke 1. Program Studi Teknik Informatika, Universitas Maria Kudus.

W. K. Pratt. 1991. Digital Image Processing, 2nd ed., Wiley-Interscience, New York.

Xiang, Junlong, Westerland, Magnus. 2015. “Using ELM For Intrusion Detection In a Big Data Environtment. German. University Of Helsinky.

Zhai, C. M., & Du, J. X. 2008. “Applying Extreme Learning Machine to Plant Species Identification” In Information and Automation. ICIA International Conference on (pp. 879-884), IEEE.

Zarlis, M., Sitompul, O. S., Sawaluddin, Effendi, S., Sihombing, P. & Nababan, E. B.

2014. Pedoman Penulisan Skripsi. USU Press: Medan.

(58)
(59)

Output Layer Hidden Layer

Input Layer

Gambar

Gambar 2.1. paru-paru manusia (www.google.com)
Gambar 2.2. Paru-paru Normal (RSU. Pirngadi, 2017)
Gambar 2.3. Tuberculosis Primary (RSU. Pirngadi, 2017)
Gambar 2.4. Tuberculosis Miliary (RSU. Pirngadi, 2017)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pengendali roda traktor ini menggunakan prinsip kopling-dog (dog clutch). Permasalahan yang terjadi pada prototipe traktor-tangan Polman Bandung adalah masih terjadinya

Capaian kinerja organisasi memaparkan pencapaian atas indikator kinerja utama dan hal-hal berkaitan dengan capaian tersebut yaitu dilakukan dengan cara membandingkan antara

Cooperative Learning dengan judul “ Penggunaan Cooperative Learning Metode Question Student Have (QSH) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran

Dari media facebook penyimpangan yang terjadi yakni tidak ada tindakan yang dilakukan untuk menangani keluhan yang masuk, sehingga berpotensi untuk menempatkan

Analisis regresi logistik merupakan teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui pengaruh Leverage, Likuiditas, Intensitas aset tetap, dan ukuran perusahaan

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang sistem informasi akuntansi berbasis teknologi informasi dengan metode Rapid Application Development (RAD) pada Toko

Uji linieritas adalah uji yang akan memastikan apakah data yang dimiliki sesuai garis linier atau tidak. Uji linier dilakukan untuk mengetahui apakah variabel

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan bahwa terdapat pengaruh pos- itif penggunaan ekstrak Jeruk Purut terhadap mor- talitas larva Aedes sp,