PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA GOLONGAN ORGANOFOSFAT PADA SAYURAN
KUBIS (Brassica oleracea var.capitata) DI KAB.
KARO DAN KAB.DAIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT
KROMATOGRAFI GAS
TUGAS AKHIR
SITI FARAH DINA 132401052
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2016
PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA GOLONGAN ORGANOFOSFAT PADA SAYURAN
KUBIS (Brassica oleracea var.capitata) DI KAB.
KARO DAN KAB.DAIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT
KROMATOGRAFI GAS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya
SITI FARAH DINA 132401093
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2016
PERSETUJUAN
Judul : Penentuan Kandungan Residu Pestisida Golongan Organofosfat Pada Sayuran Kubis (Brassica oleracea var.capitata) di Kabupaten Karo dan Kabupaten Dairi dengan Menggunakan Alat Kromatografi Gas
Kategori : Tugas Akhir
Nama : Siti Farah Dina
Nomor Induk Mahasiswa : 132401052
Program Studi : Diploma (D3) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Juli 2016
DisetujuiOleh
Program Studi D3 Kimia FMIPA USU Ketua,
Dra. Emma Zaidar Nst, Msi NIP: 195512181987012001
Pembimbing,
Dr. Yugia Muis, MSi NIP: 195310271980032003
Diketahui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr. Rumondang Bulan, MS NIP: 195408301985032001
PERNYATAAN
PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA GOLONGAN ORGANOFOSFAT PADA SAYURAN
KUBIS (Brassica oleracea var.capitata) DI KAB.
KARO DAN KAB.DAIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT
KROMATOGRAFI GAS
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2016
SITI FARAH DINA 132401052
PENGHARGAAN
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Karunia Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini dengan judul “Penentuan Kandungan Residu Pestisida Golongan Organofosfat Pada Sayuran Kubis(Brassica oleracea var.capitata) Di Kabupaten Karo Dan Kabupaten Dairi Dengan Menggunakan Alat Kromatografi Gas”.
Tugas akhir ini merupakan hasil kerja praktik di UPT.PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DAN PERTANIAN. Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan akademik mahasiswa/i untuk memperoleh gelar Ahli Madya Diploma 3 untuk program studi Kimia Industri di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Dengan selesainya tugas akhir ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada kedua orang tua penulis Bapak H.Sukhairi OK dan Ibu Hj.Zaleha yang selalu memberi dukungan baik moral ataupun materi. Terima kasih kepada kedua saudara penulis Alvy Norizzah,Amd.Keb dan Nurul Muthmainnah,S.Farm.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu Dr.Yugia Muis,MSi selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya selama penulisan tugas akhir ini, ibu Dr.Rumondang Bulan,MS selaku Ketua Departemen Kimia, ibu Dra.
Emma Zaidar,M.Si selaku ketua program studi D-3 Kimia, Dekan dan Pembantu Dekan, seluruh staff dan pegawai serta seluruh dosen kimia FMIPA USU. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Emif, Ita, Ajeng, Dinda, Citra, Elvi serta seluruh teman-teman D-3 kimia yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan perbaikan atas kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini.
Medan, Juli 2016
Penulis
PENENTUAN KANDUNGAN RESIDU PESTISIDA GOLONGAN ORGANOFOSFAT PADA SAYURAN
KUBIS (Brassica oleracea var.capitata) DI KAB.
KARO DAN KAB.DAIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT
KROMATOGRAFI GAS
ABSTRAK
Penentuan kandungan residu pestisida golongan organofosfat telah dilakukan dengan menggunakan alat kromatografi gas. Kromatografi gas dilengkapi dengan detektor penangkap elektron, dan kolom Rtx-1 MS. Dari hasil yang diperoleh kadar residu pestisida dimetoat pada kubis yang terdapat di Kabupaten Karo 0,066 mg/kg dan untuk pestisida klorpirifos dan profenofos tidak terdeteksi. Begitu juga di Kabupaten Dairi, kadar residu pestisida dimetoat, klorpirifos dan profenofos tidak terdeteksi. Hasil dari kadar residu pestisida dimetoat di Kabupaten karo menunjukkan bahwa nilai yang tidak melampaui batas yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional SNI 7313:2008 tentang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian tanaman kubis yaitu 2 mg/kg.
Kata Kunci: Batas Maksimum Residu, Pestisida, Propenofos, Klorpirifos, Dimetoat, Sayuran Kubis, Kromatografi Gas
ABSTRACT
Determination of pesticide residues of organophosphate class has been done using gas chromatography. Gas chromatography equipped with electron catcher detector, and column RTX-1 MS. Of results obtained dimetoat levels of pesticide residues on cabbage contained in Karo 0.066 mg / kg and for pesticide chlorpyrifos and profenofos undetected. So also in the Dairi Regency dimetoat residue levels of pesticides, chlorpyrifos and profenofos undetected. The results of pesticide residue levels in the District karo dimetoat indicates that the value does not exceed the limits set by the National Agency for Standardization ISO 7313:2008 on maximum residue limits of pesticides in agricultural products cabbage is 2 mg/kg.
Keywoards: Maximum Residue Limits, Pesticide, Profenofos, Chlorpirifos, Dimethoate, Cabbage, Gas Chromatography
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak iv
Abstract v
Daftar Isi vi
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
BAB 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan 3
1.4 Manfaat 3
BAB 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Pestisida 4
2.1.1 Pengertian Pestisida 4
2.1.2 Insektisida 6
2.1.3 Insektisida Organofosfat 6
2.1.4 Dimetoat 8
2.1.5 Klorpirifos 9
2.1.6 Profenofos 9
2.1.7 Residu Pestisida 10
2.1.7.1 Analisis Residu Pestisida 11
2.2 Kubis 12
2.2.1 Sejarah PerkembanganKubis 12
2.2.1.1 Klasifikasi dan Kandungan Gizi 12 2.3 Dampak Negatif Pestisida/Insektisida 13 BAB 3. Metode Penelitian
3.1 Alat 15
3.2 Bahan-bahan 16
3.3 Prosedur Penelitian 16
3.3.1 Pembuatan Standar Campuran Bahan Aktif 16
3.3.1.1 Dimetoat 16
3.3.1.2 Klorpirifos 17
3.3.1.3 Profenofos 17
3.3.2 Preparasi Sampel Kubis 17
3.3.3 Penginjekan ke Alat Kromatografi Gas 18 BAB 4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil 19
4.2 Reaksi Percobaan 20
4.3 Perhitungan 20
4.3.1 Pada Bahan Aktif 20
4.3.1.1 Dimetoat 20
4.3.1.2 Klorpirifos 21
4.3.1.3 Profenofos 22
4.3.2 Sampel 24
4.3.2.1 Kubis dari Kabupaten Karo 25
4.3.2.1.1 Dimetoat 25
4.4 Pembahasan 26
BAB 5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 27
5.2 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
2.1 Pengelompokan Pestisida Menurut Jenis OPT Sasaranya 5 2.2 Toksisitas Insektisida Organofosfat Terhadap (mg/kg of
Body weight) Secara Oral Maupun Dermal 7 2.3 Batas Maksimum Residu Pestisida Golongan
Organofosfat pada Kubis 10
2.5 Kandungan gizi kubis setiap 100 gram dari bahan segar 12 4.1 Hasil analisa kadar residu pestisida pada kubis 19
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar
1 Rumus Struktur Dimetoat 8
2 Rumus Struktur Klorpirifos 9
3 Rumus Struktur Profenofos 9
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kubis atau Kol merupakan tanaman yang sangat mudah ditemukan dan harganya tergolong murah dibandingkan dengan jenis sayuran lain. Awalnya kubis hanya ditanam di daerah dingin, tetapi sekarang kubis sudah mulai banyak ditanam di daerah sejuk dan bahkan di dataran rendah. Itu semua terjadi atas kerja keras para peneliti, sehingga ditemukan varietas yang sesuai dengan kondisi yang dikehendaki (Pracaya, 1981). Kubis memiliki ciri khas membentuk krop.
Pertumbuhan awal ditandai dengan pembentukan daun secara normal. Namun semakin dewasa daun-daunnya mulai melengkung ke atas hingga akhirnya tumbuh sangat rapat. Pada kondisi ini petani biasanya menutup krop dengan daun- daun di bawahnya supaya warna krop makin pucat (Cahyono, 2001).
Dimetoat merupakan insektisida dan akarisida OP sebagai racun kontak dan sistemik. LD50 untuk tikus adalah 225 mg/kg. Insektisida ini dikembangkan oleh American Cynamid Co., 1956. Klorpirifos terutama sebagai racun kontak.
LD50 melalui mulut tikus adalah 135 mg/kg. Klorpirifos berupa kristal putih dikembangkan oleh Dow Chemical Company 1966 (Baehaki, 1993). Profenofos merupakan insektisida yang berspektrum luas sehingga dapat mengendalikan berbagai jenis hama. Profenofos merupakan insektisida yang berdaya racun sedang dengan nilai LD50 oral akut 358-502 mg/kg. Profenofos bersifat insektisida dan akarisida (Hasibuhuan, 2015).
Peningkatan penggunaan bahan-bahan kimia pestisida telah menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat luas, karena terbukti bahwa pestisida dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan manusia. Dampak tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap spesies sasaraan, tetapi juga berpengaruh terhadap ekosistem setempat akibat penggunaan pestisida yang kurang hati-hati.
Dampak negatif tersebut adalah timbulnya resistensi serangga, peledakan hama kedua, pengaruh negatif tehadap organisme bukan sasaran (musuh alami), residu dalam makanan, dan pengaruh langsung terhadap pengguna (Yasin, 2010) Pestisida golongan organofosfat dan karbamat menjadi alternatif bagi petani di dalam mengendalikan hama penyakit tanaman di lapangan karena dilarangnya sebagian besar pestisida golongan organoklorin di Indonesia (Kepmentan, 2001).
Oleh karena itu untuk mengetahui residu pestisida golongan organofosfat pada tanaman kubis dengan menggunakan alat kromatografi gas. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik mengangkat masalah ini dalam pembahasan tugas akhir dengan judul “Penentuan Kandungan Residu Pestisida Golongan Organofosfat Pada Sayuran Kubis di Kabupaten Karo dan Kabupaten Dairi dengan Menggunakan Alat Kromatografi Gas”
1.2 Permasalahan
Penggunaan pestisida yang tidak sesuai aturan dikhawatirkan akan meninggalkan residu pestisida pada kubis. Kandungan residu pestisida yang tidak sesuai aturan akan mempengaruhi kualitas kubis dan juga memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis ingin
mengetahui kadar residu pestisida golongan organofosfat pada kubis di Kabupaten Karo dan Kabupaten Dairi.
1.3 Tujuan
- Untuk mengetahui bahan aktif yang terdapat didalam kubis di Kabupaten Karo dan Kabupaten Dairi.
- Untuk mengetahui kadar residu pestisida golongan organofosfat pada kubis di Kabupaten Karo dan Kabupaten Dairi.
1.4 Manfaat
Dengan diketahuinya hasil dari kandungan residu pestisida pada kubis dengan menggunakan alat kromatografi gas maka akan membantu masyarakat untuk lebih teliti lagi dalam memilih dan mengkonsumsi kubis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pestisida
2.1.1 Pengertian Pestisida
Dalam sejarah peradaban manusia, pestisida telah lama dimanfaatkan di bidang kesehatan untuk melindungi tubuh manusia dari serangan berbagai penyakit yang tertular oleh vector dan dibidang pertanian untuk mengendalikan serangan berbagai organisme pengganggu tanaman di lapangan maupun di tempat penyimpanan. Secara umum, kata pestisida berasal dari Bahasa Inggris yaitu pesticides dengan asal suku kata pest berarti hama, sedangkan cide bermakna
membunuh. Sehingga pestisida dapat diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad penganggu yang merugikan manusia (Hasibuhuan, 2015).
Menurut pasal 1 ayat (a) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk
a) Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
b) Memberantas rerumputan
c) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
d) Mematikan atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk
e) Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan ternak
f) Memberantas atau mencegah hama-hama air
g) Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan
h) Memberantas atau pencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air (Komisi Pestisida, 2004).
Pestisida diproduksi untuk memecahkan masalah perlindungan tanaman tertentu, misalnya hama, penyakit atau gulma. Penggelompokan pestisida menurut OPT atau kelompok OPT sasaranya diberikan dalam Tabel 2.1
Tabel 2.1 Penggelompokan Pestisida Menurut Jenis OPT Sasarannya (Djojosumarto, 2009)
Pestisida OPT sasaran Contoh Insektisida
Akarisida Molluskisida Rodentisida Fungisida Bakterisida Nematisida Herbisida
Hama : serangga Hama : tungau Hama : siput Hama : tikus Penyakit : jamur Penyakit : bakteri Penyakit: nematoda Gulma (tumbuhan Penggangu)
Diafentiuron,karbofuran,metidation, Profenofos,sipermetrin,siromazin Akrinotrin,dikofol,heksatiazok Metaldehida
Brodifakum,kumaklor,klorofasinon, kumatetralil
difenokonazol,maneb,mankozeb, melalaksil,thiram,ziram
oksitetrasiklin,streptomisin,tetrasiklin etrefos,natrium metham,
oksamil 2,4-D,atrazin,ametrin, bromasil,butaklor,diuron,glifosat, piperofos,sianazin,sinosulfuron
2.1.2 Insektisida
Seperti halnya pestisida, insektisida juga dapat meracuni dan membahayakan makhluk hidup lainnya, yang meliputi serangga bermanfaat (benefical insect), hewan peliharaan dan manusia.
Secara umum, insektisida adalah bahan kimia beracun yang dapat digunakan untuk mengendalikan dan membasmi serangga hama yang menyerang tanaman dan membahayakan kesehatan manusia (Hasibuhuan, 2015).
Dilihat dari cara kerjanya,insektisida dibedakan atas peracun fisik,
peracun protoplasma,dan peracun pernapasan:
a) Insektisida peracun fisik akan menyebabkan dehidrasi,yaitu keluarnya cairan tubuh dari dalam tubuh serangga
b) Insektisida peracun protoplasma dapat mengendapkan protein dalam tubuh serangga
c) Insektisida peracun pernapasan dapat menghambat aktifitas enzim pernapasan (Wudianto, 1997).
Insektisida terdiri dari beberapa golongan yaitu, (1) golongan benzoilurea, (2) golongan karbamat, (3) golongan organoklorin, (4) golongan organofosfat, dan(5) golongan piretroid (Tadeo, 2008).
2.1.3 Insektisida Organofosfat
Insektisida organofosfat dikembangkan di Jerman pada masa Perang Dunia II sebagai pengganti insektisida nikotin yang saat itu merupakan insektisida pertama untuk pengendalian kumbang kentang colorado (leptinotarsa decemlineata). Penemuan sifat insektisida dari kelompok organofosfat berkaitan
erat dengan penelitian jenis-jenis gas syaraf seperti sarin, soman, dan tabun (Sudarsono, 2015).
Organofosfat adalah nama umum ester dari asam fosfat. Insektisida organofosfat adalah insektisida yang mengandung unsur fosfat, dihasilkan dari asam fosforik, dikenal sebagai insektisida yang paling toksik diantara jenis insektisida organik sintetik lainnya dan juga yang paling sering menyebabkan keracunan pada manusia (Hasibuhuan,2015). Senyawa golongan organofosfat menghambat enzim asetilkolin esterase yang berfungsi menghidrolisis asetilkolin pada sinapsis sistem syaraf. Keracunan akibat senyawa golongan organofosfat akan menyebabkan otot-otot menjadi kejang dan penderita akan mengelepar–
gelepar serta pusing, gemetar dan penglihatan menjadi kabur. Golongan organofofosfat yang banyak beredar di pasaran selain klorpirifos adalah profenofos (Yusniati, 2008).
Tabel 2.2 Toksisitas Insektisida Organofosfat Terhadap (mg/kg of body weight) Secara Oral Maupun Dermal
Nama Umum Rat oral LD 50
(mg/kg of body weight)
Rabbit dermal LD 50 (mg/kg of body weight)
Acephate 1,030 - 1,447 >10,250
Azinphos-methyl 4 150 – 200 (rat)
Chlorpyrifos 96 – 270 2,000
Diazinon 1,250 2,020
Dimethoate 235 400
Disulfoton 2 – 12 3.6 – 15.9
Ethoprop 61.5 2.4
Fenamiphos 10,6 – 24,8 71.5 – 75.7
Malathion 5,500 >2,000
Methamidophos
13 (female only) 25 - 44
122
Methidathion 200
Methyl parathion 6 45
Naled 191 360
Oxydemeton- methyl
50 1,350
Phorate 2 – 4 20 – 30 (guinea pig)
Phosmet 147 – 316 >4,640
Profenofos 358
2.1.4 Dimetoat
Dalam bentuk murninya, insektisida dimetoat berbentuk kristal putih.
Insektisida ini bersifat stabil dalam air tetapi akan terhidrolisa dalam kondisi basa.
Insektisida ini dapat mengendalikan berbagai jenis serangga hama. Insektisida dimetoat tergolong kedalam kelompok yang sangat beracun, hal ini ditunjukkan dengan nilai LD50 sebesar 50-500 mg/kg. Insektisida ini telah diproduksi secara komersial dengan berbagai merek dagang antara lain: Cygon 400, Dhapen, Chimigor 40, Dimet (Hasibuhuan, 2015).
Gambar 1. Rumus Struktur dimetoat
2.1.5 Klorpirifos
Klorpirifos adalah organofosfat yang berspektrum luas. Untuk memperluas penggunaannya klorpirifos telah diformulasikan menjadi berbagai bentuk seperti granules, wetable powder, dustable powder dan emulfisiable concentrate. Nama dagang insektisida klorpirifos antara lain: Brodan, Detmol UA, Dowco 179, Dursban, Empire, Eradex, Lorsban. Nilai LD50 klorpirifos adalah 95-270 mg/kg (Hasibuhuan, 2015).
2.1.6 Profenofos
Profenofos merupakan insektisida yang berspektrum luas sehingga dapat mengendalikan berbagai jenis hama. Profenofos merupakan insektisida yang berdaya racun sedang dengan nilai LD50 oral akut 358-502 mg/kg. Profenofos bersifat insektisida dan akarisida. Insektisida profenofos telah dikembangkan secara luas dan dipasarkan dengan berbagai merk dagang seperti : Prahar, Romifos, Sanofos, Polycron, Selecron, cga 15324, Fornofos, Curacon. Rumus kimia insektisida profenofos tertera pada gambar berikut (Hasibuhuan, 2015).
Gambar 2. Rumus Struktur Klorpirifos
Gambar 3. Rumus Struktur Profenofos
2.1.7 Residu Pestisida
Masalah residu pestisida pada hasil pertanian merupakan isu penting dan mendapat perhatian serius baik secara nasional maupun internasional. Bahan pangan dapat menjadi tidak aman untuk dikonsumsi apabila tercemar oleh pestisida terutama dengan adanya residu pestisida pada komoditas pangan.
Bahaya residu pestisida yang dapat membahayakan kesehatan konsumen meliputi:
timbulnya reaksi alergis, keracunan dan karsinogenik (Hasibuhuan, 2015).
Residu pestisida adalah sisa pestisida, termasuk hasil perubahannya yang terdapat pada atau dalam jaringan manusia, hewan, tumbuhan, air, udara atau tanah (Deptan, 2007). Beberapa yang mengidentifikasikan batas residu, digunakan untuk memprediksi pemasukan residu pestisida. Batas maksimum residu (BMR) adalah salah satu indeks konsentrasi maksimum dari residu pestisida (ditetapkan dalam mg/kg) yang direkomendasikan sebagai batasan yang diijinkan secara legal pada komoditas makanan dan daging hewan.
Tabel 2.3 Batas Maksimum Residu Pestisida Golongan Organofosfat pada Kubis
No Sampel Bahan Aktif BMR
1 Kubis Dimetoat 2
2 Klorpirifos 1
3 Profenofos 2
Sumber : SNI 7313:2008 2.1.7.1 Analisis Residu Pestisida
Analisis residu pestisida dapat dilakukan dengan berbagai metode dan alat antara lain Kromatografi Cair, Elektroporesis Kapiler, Metode Bioteknologi, dan
Kromatografi Gas, dimana dari semua metode yang disebutkan Kromatografi Gas merupakan teknik penentuan yang paling sering digunakan untuk analisis pestisida terutama pestisida golongan organofosfat. Dengan menggunakan kromatografi gas, pestisida dapat dideteksi pada tingkat konsentrasi yang sangat rendah dengan selektivitas yang tinggi, hal tersebut disebabkan oleh detektor selektif GC seperti electron-capture detector (ECD), flame photometric detector (FPD), dan nitrogen phosphorus detector (NPD). Metode ini cepat dan menyediakan resolusi yang baik untuk penentuan residu multikomponen, dan penggunaan dengan sensitivitas yang tinggi dan detektor yang spesifik, residu diukur dengan perbandingan presisi dan akurasi yang tinggi (Mc Nair, 1998).
Kromatografi gas (KG) merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an. KG merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Perkembangan teknologi yang signifikan dalam bidang elektronik, komputer, dan kolom telah menghasilkan batas deteksi yang lebih rendah serta indentifikasi senyawa menjadi lebih akurat.
2.2 Kubis
2.2.1 Sejarah Kubis
Nama kubis diduga berasal dari bahasa Inggris yaitu cabbage. Sedangkan di beberapa daerah, kubis juga disebut kol. Kata kol ini konon berasal dari bahasa Belanda yaitu kool. Sebelum dibudidayakan kubis bisa tumbuh liar di sepanjang Pantai Laut Tengah, Inggris, Denmark, dan pantai barat Perancis sebelah utara.
Kubis yang tumbuh liar ini sering dianggap gulma. Pada abad ke-16 atau ke-17,
kubis mulai ditanam di Indonesia. Pada abad tersebut orang Eropa mulai berdagang dan menetap di Indonesia (Pracaya, 1981).
2.2.1.1 Klasifikasi dan Kandungan gizi
Taksonomi tanaman kubis secara umum diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae Classis : Dycotyledonae Familia : Cruciferae Genus : Brassica
Species : Brassica oleracea (Rukmana, 1994).
Kandungan gizi kubis dapat dilihat pada Tabel 2.5
Tabel 2.4 Kandungan Gizi Kubis Setiap 100 Gram Dari Bahan Segar
Kandungan Gizi Kubis
Vitamin C
40-81
Carotene
0-0,05 Thiamin
0,04-0,05
Riboflavin
0,02-0,05
Niacin
0,2-0,3
% Air
91-93 Kalsium
46-100
Phosfor
28-31
Besi
0,5-1,2 Natrium
5-16
Kalium
209-300
Sulfur
70-74 Klor
8-40
Magnesium
20-22
Sumber : Pracaya (1981)
2.3.Dampak Negatif Pestisida/Insektisida
Secara umum dampak negatif penggunaan insektisida dapat dikelompokkan ke dalam dua aspek, yaitu aspek kesehatan dan lingkungan hidup dan aspek pengendalian hama dalam kegiatan usaha tani.
Dampak terhadap lingkungan hidup dan kesehatan :
a) Jika seseorang mendapat kontak secara terus-menerus dengan insektisida apabila keadaan ini berlangsung dalam waktu yang lama. Penyakit kanker, gangguan pernafasan, gangguan saraf, dan kelainan-kelainan lain dapat muncul setelah waktu yang agak lama
b) Jika seseorang memakan hasil-hasil pertanian yang mengandung residu insektisida. Jika tumpukan residu tersebut tersimpan didalam tubuh manusia maka dalam waktu lama pasti akan menimbulkan kelainan didalam tubuh c) Apabila terjadi limpahan insektisida/pestisida ke lingkungan dalam jumlah
besar, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dapat menewaskan penduduk yang berada disekitarnya
Dampak negatif terhadap lingkungan dan pengelolaan hama : a) Menekan populasi hama sasaran
b) Menimbulkan seleksi hama resisten c) Menghancurkan populasi musuh alami
− Menekan populasi musuh alami secara langsung
− Mereduksi populasi inang atau mangsa dari musuh alami
− Mencemari makanan bagi musuh alami d) Menimbulkan resurjensi dan hama sekunder e) Membunuh serangga penyerbuk
f) Mencemari jaringan makanan g) Menyebabkan ekotoksisitas umum
(Sudarsono, 2015)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat yang Digunakan dalam Penelitian
Nama Alat Merk Alat
1. Kromatografi gas menggunakan detektor Rtx-1 MS Shimadzu
2. Rotary evaporator IKA KV600
3. Ultra turax IKA
4. Neraca analitik Mettler Toledo
5. Mikropipet 100-1000µl Eppendorf
6. Test Tube Iwaki
7. Syringe Hamilton
8. Labu Bulat Pyrex
9. Bulb
10. Pipet Volume Iwaki
11. Beaker Glass Iwaki
12. Telenan
13. Erlenmeyer Iwaki
14. Rak Tabung Reaksi 15. Pipet Tetes
16. Pencincang Stanles Steel
17. Aluminium Foil
3.2 Bahan-Bahan yang Digunakan dalam Penelitian 1. Dimetoat 99,5%
2. Klorpirifos 98,8%
3. Profenofos 96,9%
4. Kubis
5. Aseton P.a. Merck
6. Diklorometana P.a. Merck
7. Petroleum eter 40°C-60°C P.a. Merck
8. Toluena P.a. Merck
9. Isooktana P.a. Merck
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Standart Campuran Bahan Aktif (Dimetoat, Klorpirifos dan Propenofos)
3.3.1.1 Dimetoat
1. ditimbang bahan aktif Dimetoat sebanyak ±0.02 g 2. diencerkan dengan pelarut aseton dalam labu ukur 25ml 3. dihomogenkan
4. diencerkan kembali dengan pelarut isooktana standart bahan aktif sampai konsentrasi seri standart 100 ng/l dan 10 ng/l
5. dipipet sebanyak 1 ml konsentrasi seri standart 10 ng/l kedalam labu ukur 10 ml untuk membuat standart campuran dengan konsentrasi standart 1 ng/l
3.3.1.2 Klorpirifos
1. ditimbang bahan aktif Klorpiripos sebanyak ±0.02 g 2. diencerkan dengan pelarut aseton dalam labu ukur 25ml 3. dihomogenkan
4. diencerkan kembali dengan pelarut isooktana standart bahan aktif sampai konsentrasi seri standart 100 ng/l dan10 ng/l
5. dipipet sebanyak 1 ml konsentrasi seri standart 10 ng/l kedalam labu ukur 10 ml yang sudah berisi bahan aktif Dimetoat
3.3.1.3 Profenofos
1. ditimbang bahan aktif Profenofos sebanyak ±0.02 g 2. diencerkan dengan pelarut aseton dalam labu ukur 25ml 3. dihomogenkan
4. diencerkan kembali dengan pelarut isooktana standart bahan aktif sampai konsentrasi seri standart 100 ng/l dan 10 ng/l
5. dipipet sebanyak 1 ml konsentrasi seri standart 10 ng/l kedalam labu ukur 10 ml yang sudah berisi bahan aktif Dimetoat dan Klorpirifos
6. diencerkan kembali campuran bahan aktif dengan pelarut isooktana sampai garis batas
7. dihomogenkan
3.3.2 Preparasi Sampel Kubis 1. Dicincang kubis
2. Ditimbang sebanyak 15 gr menggunakan neraca analitik
3. Dimasukkan kedalam beaker glass 100 ml
4. Ditambahkan Aseton, Diklorometane dan Petruleum Eter masing-masing sebanyak 30 ml dengan menggunakan pipet volume
5. Dihaluskan sampel dengan menggunakan alat ultra turax 6. Didiamkan sampai filtrat dan endapan terpisah
7. Dipipet filtrat sebanyak 25 ml 8. Dimasukkan kedalam labu didih
9. Dirotari evaporator filtrat sampai pelarut menguap seluruhnya
10. Dilarutkan hasil rotap dengan perbandingan pelarut toluena : isooktan (10:90)
11. Dipipet sebanyak 5 ml
12. Dimasukkan ke dalam test tube
3.3.3 Penginjekkan ke Alat Kromatografi Gas
1. Disuntik 1-2 µl larutan standar campuran dan ekstrak sampel kedalam kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut :
Kolom kapiler,restek Rtx-1 MS,0.25 mm id x 0,25 µm df x 30 m Suhu kolom 190oC
Suhu injektor : 230oC Suhu detektor : 230o C Laju alir : 30 ml/min
Gas pembawa : gas nitrogen (N2), gas helium (He) dan gas hidrogen (H2)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil yang diperoleh dari analisa kandungan residu pestisida dalam sampel kubis adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil analisa kadar residu pestisida pada kubis
NO Nama/
Asal Sampel
Standart Bahan Aktif
Konsentras i Standart Bahan Aktif
Area Standart
Area Sampel
Hasil Pengujian (𝐦𝐠 𝐤𝐠⁄ ) 1 Kubis/
Kabupaten Karo
Dimetoat 1,0080 Simplo:
587456
Simplo:
34698
0,066 mg/kg Duplo;
600607
Duplo:
32697 Klorpirifos 1,0190 Simplo:
894210
Simplo:
-
Tidak terdeteksi Duplo:
875266
Duplo:
- Profenofos 0,9820 Simplo:
567541
Simplo:
-
Tidak terdeteksi Duplo:
508878
Duplo:
- 2 Kubis/
Kabupaten Dairi
Dimetoat 1,0080 Simplo:
504243
Simplo:
-
Tidak terdeteksi Duplo:
547860
Duplo:
- Klorpirifos 1,0190 Simplo:
881043
Simplo:
-
Tidak terdeteksi Duplo:
886846
Duplo:
- Profenofos 0,9820 Simplo:
1173905
Simplo:
-
Tidak terdeteksi Duplo:
1099813
Duplo:
-
4.2 Reaksi Percobaan
-
4.3 Perhitungan
4.3.1 Pada Bahan Aktif
Rumus Standarisasi Pada Bahan Aktif
STD (mg/ml) = berat sampel (mg)
volume labu takar (ml)
x
kemurnian100
Rumus Pengenceran Larutan Standar :
V1. N1 = V2. N2
4.3.1.1 Dimetoat
Kemurnian : 99,5% ditimbang 0,0273 g (27,3 mg)
STD (mg/ml) = 27,3
25
x
99,5100
= 1,0865 mg/ml→ 1086,5 ng/l
1. Pengenceran 100 ng/µl dalam labu takar 25 ml V1. N1 = V2. N2
V1. 1086,5 = 25.10O V1 = 2500
1086,5= 2,3 ml 2,3 . 1086,5 = 25. N2
N2 =2,3.1086,5
25 = 99,958 ng/l
2. Pengenceran 10 ng/µl dalam labu takar 25 ml V1. N1 = V2. N2
V1. 99,958 = 25.10 V1 = 250
99,958= 2,5 ml 2,5 . 99,958 = 25. N2
N2 = 2,5.99,958
25 = 9,9958 ng/l 3. Pengenceran 1 ng/l dalam labu takar 10 ml
V1. N1 = V2. N2 V1. 9,9958 = 10.1
V1 = 10
9,9958= 1,0 ml 1,0.9,9958 = 10. N2
N2 = 1,0.9,9958
10 = 0,9995 ng/l 4.3.1.2 Klorpirifos
Kemurnian : 98,8% ditimbang 0,0268 g (26,8 mg)
STD (mg/ml) = 26,8
25
x
98,8100
= 1,0591 mg/ml→ 1059,1 ng/l
1. Pengenceran 100 ng/µl dalam labu takar 25 ml V1. N1 = V2. N2
V1. 1059,1 = 25.100
V1 = 2500
1059,1= 2,3 ml
2,3 . 1059,1 = 25. N2
N2 = 2,3.1059,1
25 = 97,4372 ng/l 2. Pengenceran 10 ng/µl dalam labu takar 25 ml
V1. N1 = V2. N2 V1. 97,4372 = 25.10
V1 = 250
97,4372 = 2,5 ml 2,5 . 97,4372 = 25. N2
N2 = 2,5.97,4372
25 = 9,7437 ng/l 3. Pengenceran 1 ng/l dalam labu takar 10 ml
V1N1 = V2N2
V1. 9,7437 = 10.1
V1 = 10
9,7437= 1,0 ml 1,0.9,7437 = 10. N2
N2 = 1,0.9,7437
10 = 0,9743 ng/l 4.3.1.3 Profenofos
Kemurnian : 96,9% ditimbang 0,0233 g (23,3 mg)
STD (mg/ml) =23,3
25
x
96,9100
= 0,9031 mg/ml→ 903,1 ng/l
1. Pengenceran 100 ng/µl dalam labu takar 25 ml V1. N1 = V2. N2
V1. 903,1 = 25.100
V1 = 2500
903,1= 2,7 ml 2,7 . 903,1 = 25. N2
N2 =2,7.903,1
25 = 97,5348 ng/l 2. Pengenceran 10 ng/µl dalam labu takar 25 ml
V1. N1 = V2. N2 V1. 97,5348 = 25.10
V1 = 250
97,5348 = 2,5 ml 2,5 . 97,5348 = 25. N2
N2 = 2,5.97,5348
25 = 9,7534 ng/l 3. Pengenceran 1 ng/l dalam labu takar 10 ml
V1N1 = V2N2 V1. 9,7534 = 10.1 V1 = 10
9,7534= 1,0 ml 1,0.9,7534 = 10. N2
N2 = 1,0.9,7534
10 = 0,9753 ng/l
4.3.2 Sampel
Rumus Kadar Residu Pestisida Dalam Sampel :
Csampel(mg/kg) =
Area sampel
Rata−rata area standarx C.Standar (ng µl)⁄ x V.Inj(µl)xV.Inj Std(µl)FP(µl) xFK W (gr)
Rumus Rata-rata Area Standar :
Rata − rata area standar = Area standar (simplo) + Area Standar (duplo) 2
Rumus Rata-rata Kadar Pestisida Dalam Sampel :
C
rata−rata(mg/kg) = C
sampel (simplo)+ C
sampel (duplo)2
Keterangan :
C.standar = Konsentrasi standar
Std = Standar
V.inj = Volume Injek
FP = Faktor Pengenceran (5000 µl)
FK = Faktor Koreksi (87
25) Crata-rata = konsentrasi rata-rata
Csampel = Konsentrasi Sampel
W = Bobot Sample (mg kg)⁄
4.3.2.1 Kubis Dari Kabupaten Karo 4.3.2.1.1 Dimetoat
Rata-rata area standar =
587456+6006072
= 594031,5
C
simplo(mg kg ⁄ ) =
34698
594031,5
x 1,0080 ng µl ⁄ x
8725
x
50001
x
1µ1µ
15,053 gr
= 0,068 mg/kg
C
duplo(mg kg ⁄ ) =
32697
594031,5
x 1,0080 ng µl ⁄ x
8725
x
50001
x
1µ1µ
15,009 gr
= 0,064 mg/kg
Crata−rata(mg kg⁄ ) = 0,068 mg kg⁄ + 0,064 mg kg⁄
2 = 0, 066 mg kg⁄
(BMR : 2 mg/kg)
4.4 Pembahasan
Dari hasil percobaan diperoleh kandungan residu pestisida dimetoat pada sampel kubis yang berasal dari Kabupaten Karo dengan kandungan residu pestisida 0,066 mg/kg. Sedangkan untuk residu pestisida klorpirifos dan profenofos tidak terdeteksi. Begitu juga dengan kandungan residu pestisida dimetoat, klorpirifos dan profenofos pada sampel kubis yang berasal dari Kabupaten Dairi kandungan residu pestisida nya tidak terdeteksi.
Tidak terdeteksinya beberapa residu pestisida ada dua kemungkinan yaitu memang tidak ada/tidak digunakan jenis pestisida yang mengandung bahan aktif yang diuji;atau bahan aktif tersebut tidak terdapat lagi pada sayuran yang telah dipanen. Petani pada umumnya menghentikan penyemprotan rata-rata 20 hari sebelum pemanenan. Tidak terdapatnya bahan aktif tersebut menurut ketentuan dari komisi pestisida bahwa panen dilakukan dua minggu setelah penyemprotan.
Jika waktu penyemprotan dan pemetikan antara 2-5 hari maka pestisida yang diaplikasikan meninggalkan residu yang banyak karena belum terurai secara alami oleh hujan dan embun pada malam hari.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Hasil analisa kandungan residu pestisida golongan organofosfat pada kubis ternyata mengandung residu pestisida dimetoat. Residu pestisida ini terdapat pada kubis yang berasal dari Kabupaten Karo. Namun untuk residu pestisida klorpirifos dan profenofos tidak terdeteksi. Di Kabupaten Dairi juga tidak terdeteksi residu pestisida dimetoat, klorpirifos dan profenofos.
- Hasil analisa kadar residu pestisida dimetoat pada kubis yang berasal dari di Kabupaten Karo sebesar 0,066 mg/kg. Residu pestisida tersebut masih berada dibawah Batas Maksimum Residu yang telah ditetapkan oleh Deptan yaitu 2 mg/kg, sehingga kubis tersebut masih aman untuk dikonsumsi.
5.2 Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah petani dapat memperhatikan tata cara pengaplikasian pestisida yang sesuai untuk menghindari akumulasi insektisida pada kubis, kepada masyarakat agar lebih menyadari pentingnya perlakuan yang tepat dalam proses pencucian bahan makanan yang akan dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Baehaki. (1993). Insektisida Pengendalian Hama Tanaman. Angkasa Bandung.
Bandung. 56-57
Cahyono, B. (2001). Kubis Bunga dan Broccoli. Kanisius, Yogyakarta. 12-14 Djojosumarto, P. (2000). Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta
Hasibuhuan, R. (2015). Insektisida Organik Sintetik dan Biorasional. Plantaxia.
Yogyakarta. 1-3 : 15-17 : 57-66
Kepmentan. (2001). Tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida.
Departemen Pertanian RI. Jakarta
Komisi Pestisida. (2004). Pedoman Pengujian Residu Pestisida Dalam Hasil Pertanian. Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan Direktorat Perlindungan Tanaman. Jakarta. 3-25
Mc Nair, H.M., dan E.J, Bornelli. (1998). Dasar Kromatografi Gas. Penerbit ITB.
Bandung. 98
Pracaya. (2001). Kol Alias Kubis. Penebar Swadaya. Jakarta. 1-3 : 8-9
Rukmana, R. (1994). Budidaya Kubis Bunga dan Brokoli. Kanisius. Yogyakarta Sudarsono, H. (2015). Pengantar Pengendalian Hama Tanaman. Plantaxia.
Yogyakarta. 108 : 83-84
Tadeo, J.L., Consuelo, S.B., and Lorena, G. (2008). Analisis Of Pesticides In Food And Environmental Samples. CRC Press. Boca Raton. 2: 16-22 Yasin, M. (2010). Senyawa-Senyawa Pestisida Pertanian serta Penanganannya
bagi Keselamatan Manusia. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahuan PEJ dan PFJ XX. Komda Sulawesi Selatan. 118 – 133
LAMPIRAN
Lampiran 1.Gambar Instrument Kromatografi Gas
Seperangkat instrument kromatografi gas Shimadzu 2010
Gas Pembawa
Lampiran 2. Gambar Perangkat Pendukung Lainnya
Neraca Analitik Ultra Turax
Rotary Evaporator