• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL GLUKOSA DAN KREATININ DARAH AYAM PETELUR FASE LAYER PADA TEMPERATURE HUMIDITY INDEX YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROFIL GLUKOSA DAN KREATININ DARAH AYAM PETELUR FASE LAYER PADA TEMPERATURE HUMIDITY INDEX YANG BERBEDA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 PROFIL GLUKOSA DAN KREATININ DARAH AYAM PETELUR FASE LAYER PADA TEMPERATURE HUMIDITY INDEX YANG

BERBEDA

GLUCOSE AMD BLOOD CREATININE PROFILE OF LAYING HEN IN DIFFERENT TEMPERATURE HUMIDITY INDEX

E. Rachmawati MP*, A. Mushawwir, D. Latipudin**

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21 Sumedang 45363

*Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015 Email: ekakikukakuu@gmail.com

Abstrak

Penelitian dilaksanakan di peternakan ayam petelur CV. Acum Jaya Abadi, Desa Sumur Wiru Kecamatan Cibeureum Kabupaten Kuningan, Jawa Barat pada bulan Oktober hingga bulan Nopember 2014, bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan THI dan mengetahui sejauh mana pengaruh perbedaan THI terhadap profil glukosa dan kreatinin darah ayam petelur fase layer.Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan uji t berpasangan.Terdapat dua jenis perlakuan, yaitu pada pagi hari dengan THI (74) dan pada siang hari THI (89).Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perubahan THI tidak berbeda nyata (p>0.05) pada kandungan glukosa darah ayam petelur, namun perubahan THI berbeda nyata (p<0.05) pada profil kreatinin darah ayam petelur.

Kata kunci: THI, Layer, Glukosa, Kreatinin.

Abstract

This research have conducted with 15 laying hens as animal samples in CV. Acum Jaya Abadi, Sumur Wiru Village, Cibeureum, Kuningan, West Java. from October to November 2014.To find the effect of different Temperature Humidity Index on the glucose and blood creatinine of laying index on the glucose and blood creatinine of laying hens. A method of paired t-test was applied for analyzing both parameters (glucose and creatinine) laying hens in the two levels THI were 74 and 89 based on results of this study showed that blood glucose level not difference significantly on both THI. In contrast, creatinine concentration in the blood of laying hens wich reared in the high THI (89) higer than laying hen in the low THI (74).

Keywords: THI,Layer, Glucose,Creatinine

PENDAHULUAN

Pemanasan global telah memicu terjadinya perubahan iklim bumi, sehingga mempengaruhi terjadinya kenaikan suhu di permukaan bumi. Dampak pemanasan global

(2)

2 (global warming) menyebabkan keadaan suhu di permukaan bumi cenderung terus meningkat (Lendrum dan Woodruff, 2006). Peningkatan suhu lingkungan ini mendorong meningkatnya kasus stress (cekaman) karena panas (heat stress) pada ternak. Akibat stress panas akan menimbulkan berbagai dampak, seperti penurunan kondisi kesehatan dan produktivitas ternak. Salah satu ternak yang sangat rentan terhadap perubahan suhu lingkungan adalah ayam.

Parameter yang sering digunakan di berbagai negara untuk mengetahui potensi stress panas pada ternak adalah dengan Temperature Humidity Index (THI). Bila ayam berada dalam suhu lingkungan THI kritis maka ayam tersebut akan mengalami gangguan fisiologis dan produktivitas. Kondisi cekaman pada ayam akan meningkatkan produksi adrenokortikotropik hormon (ACTH) oleh kelenjar pituitary pada otak. Salah satu efek dari tingginya kadar hormon ini adalah menurunnya metabolisme tubuh secara umum. Kondisi cekaman panas juga dapatmempengaruhi proses produksi glukosa dan kreatinin dalam darah sehingga dapat mempengaruhi sistem pencernaan pada unggas.

Kondisi fisiologis ayam harus sangat diperhatikan karena dapat mempengaruhi produktivitas ayam tersebut.Penelitian ini untuk mengetahui profil glukosa dan kreatinin darah ayam petelur fase layer pada THI yang berbeda.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari ayam petelur fase layer tipe medium sebanyak 15 ekor. Sampel ayam tersebut dipelihara dalam kandang sistem battery individual di lokasi perkandangan CV. Acum Jaya Abadi. Desa Sumur Wiru Kecamatan Cibeureum Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

2. Bahan Penelitian

Alkohol, Darah, Akuades, Larutan Natrium Tungstat 10%, Larutan Asam Sulfat (𝐻2𝑆𝑂4) 2 3𝑁, Filtrat Bebas Protein, Larutan tembaga alkalis, Pereaksi asam fosfomolibdat, Larutan standar glukosa mengandung 0,1 mg/mL, Larutan asam pikrat jenuh, Larutan NaOH 10%, Larutan standar kreatinin, Larutan pikrat alkalis.

(3)

3 3. Metode Penelitian

(1) Pengukuran Suhu dan Kelembaban

Suhu dan kelembaban kandang ayam diukur dengan menggunakan thermometer bola kering (DB) dan bola basah (WB). Thermometer ditempatkan di tiga titik dalam kandang, data yang diperoleh dari ketiga titik tersebut dirata-ratakan. Pengumpulan data dilakukan pada pagi dan siang hari. Menulis hasil pengamatan pada tabel .THI di hitung berdasarkan (Hermawan dkk 2012). Menentukan thermal confort zone berdasarkan THI hasil perhitungan pada grafik THI yang telah dibuat

(2) Membuat Grafik THI

Sumbu X ditentukan sebagai suhu (℃) dan sumbu Y sebagai kelembaban. Skala minimal suhu 72°𝐹 dan maksimal maksimal121°𝐹suhu kemudian dikonversikan kedalam °𝐶. Gunakan tingkat ketelitian skala 1 untuk Fahrenheit Contoh 72; 73; 74…; 212°𝐹, dan suhu yang berdasarkan pengukuran. Skala minimal kelembaban 0% dan maksimal 100%

dengan ketelitian skala 5, contoh 0,5,10….100%, dan kelembaban yang berdasarkan pengukuran. Formula yang digunakan untuk membuat grafik THI, berdasarkan (Hermawan dkk 2012) dengan rumus :

THI = (1,8 × Tdb+ 32) + ((0,55-0,0055RH) ((1,8 × Tdb+ 32) − 58))

Program Microsoft Office Excel akan digunakan untuk mempermudah perhitungan penyusunan grafik THI. Masing-masing comfort zone-nya akan diberi warna atau garis berbeda (berdasarkan Dr. Frank Wiersama, University of Arizona, in Tropical Dairy Farming : Feeding Management for Small Holder Dairy Farmers in the Humid Tropics, by John Moran, 2005), dengan ketentuan sebagai berikut :

 < 72 : zona tidak stress

 72 – 78 : zona stress ringan

 78 -89 : zona stress berat

 89 – 98 : zona stress sangat berat

 > 98 : zona tidak bertahan hidup (3) Pengambilan Sampel Darah

Sebanyak 15 ekor ayam petelur fase layer dipersiapkan. Sampel darah diambil sebanyak 9 mL dari ayam petelur fase layer di bagian vena vektoralis eksterna yang terletak pada bagian ventral sayap ayam dibersihkan menggunakan alkohol 70%. Sampel darah segera

(4)

4 dimasukan ke dalam vakutainer yang mengandung antikoagulan EDTA untuk mencegah proses pembekuan darah Vakutainer dimasukan ke dalam cooling box pada saat akan dibawa ke laboratorium

(4) Pembuatan Filtrat Darah Bebas Protein dengan Metode Folin-Wu

Sebanyak 14 mL akuades dipipetkan ke dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang kering.

Sebanyak 2 mL darah, ditambahkan ke dalam labu dan digoyang dengan perlahan-lahan agar terjadi hemolisis lengkap. Ditambahkan 2 mL larutan Na-tungstat 10%, dicampur dengan menggoyangkan labu. Sebanyak 2 mL larutan (𝐻2𝑆𝑂4) 2 3𝑁 ditambahkan secara tetes demi tetes sambil terus menggoyang labu. Tidak boleh berbentuk gelembung-gelembung. Labu erlenmeyer ditutup, kemudian labu digoyang dan di diamkan selama 10 menit. Campuran akan bewarna coklat. Larutan disaring melalui kertas saring yang kering dan fitrat jernih yang keluar ditampung untuk pemeriksaan.

(5) Pengukuran Kadar Glukosa

Pengukuran kadar glukosa ini dilakukan dengan menggunakan tabung Folin-Wu.

Pengujian dilakukan dengan beberapa perlakuan, yaitu satu perlakuan blanko, satu standar glukosa dan 30 pengujian terhadap filtrat bebas protein.

a. Perlakuan Blanko sebanyak 2 mL akuades dimasukan dengan 2 mL pereaksi tembaga alkalis.

b. Perlakuan standar glukosa didapatkan dengan mencampurkan 2 mL standar glukosa dengan 2 mL pereaksi tembaga alkalis.

c. Pengujian terhadap filtrat dengan cara sebanyak 2 mL filtrat bebas protein dicampurkan dengan 2 mL pereaksi tembaga alkalis.

d. Seluruh perlakuan tersebut dicampurkan dengan baik dengan cara menggoyang- goyangkan tabung.

e. Seluruh campuran diletakkan dalam penangas air mendidih selama tepat 8 menit kemudian didinginkan dalam es selama 3 menit.

f. Sebanyak 2 mL asam fosfomolibdat dicampurkan kedalam 32 buah tabung tersebut.

g. Tabung didiamkan selama 3 menit untuk melarutkan 𝐶𝑢2𝑂. Diencerkan sampai 25 mL dengan akuades.

h. Serapan (A) tiap tabung dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang

(5)

5 420 nm.

i. Nilai serapan dianalisis dengan rumus : Kadar glukosa = 𝐴𝑈−𝐴𝐴 𝐵

𝑆−𝐴𝐵𝑥 0,2 𝑥1000,2 mg/100mL Keterangan :

Au = Absorban Uji AB = Absorban Blanko AS = Absorban Standar (6) Penetapan Kadar Kreatinin Darah

Sebanyak 10 mL akuades dan 5 mL larutan pikrat alkalis dipipetkan kedalam tabung reaksi 1 (Blanko) dicampurkan dengan baik diamkan selama 15 menit. Warna yang terbentuk akan stabil selama 30 menit. Serapan dibaca dalam batas waktu 30 menit pada panjang gelombang 520 nm. Sebanyak 5 mL standar, 15 mL akuades, 5 mL larutan pikrat alkalis dipipetkan kedalam tabung 2 (standar 1) diamkan selama 15 menit. Warna yang terbentuk akan stabil selama 30 menit. Serapan dibaca dalam batas waktu 30 menit pada panjang gelombang 520 nm

Sebanyak 10 mL filtrat folin-wu dan 5 mL larutan pikrat alkalis di pipetkan kedalam tabung dan dicampur dengan baik, diamkan selama 15 menit. Warna yang terbentuk akan stabil selama 30 menit. Serapan dibaca dalam batas waktu 30 menit pada panjang gelombang 520 nm. Nilai serapan dianalisis dengan rumus :

𝐴𝑈− 𝐴𝐵

𝐴𝑆− 𝐴𝐵𝑥 5 𝑥 0,006 𝑥15

25𝑥 100

(10 𝑥 0,1)𝑥 𝑚𝑔/𝑑𝐿 Keterangan :

Au = Absorban Uji AB = Absorban Blanko AS = Absorban Standar 4. Analisis Statistika

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan uji t berpasangan.

Penelitian yang diuji adalah perbedaan nilai THI, yaitu : P1 = Ayam Petelur dengan THI Kandang 74

(6)

6 P2 = Ayam Petelur dengan THI Kandang 89

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan rumus :

𝑡 = 𝑑

𝑆𝑑 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎

2, 𝑛 − 1

𝑆𝑑 = 𝑑2( 𝑑)𝑛 2 𝑛(𝑛 − 1) Keterangan :

d = selisih angka mutlak Sd = standar deviasi n = sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perbedaan THI terhadap Profil Glukosa Darah Ayam Petelur Fase Layer.

Rataan kadar glukosa darah ayam petelur fase layer pada THI yang berbeda disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Kadar Glukosa Darah Ayam Petelur

Perlakuan THI Glukosa (mg/dL) Signifikasi

Pagi 74 21,711 a

Siang 89 21,980 a

Keterangan : Abjad yang sama pada kolom signifikasi menunjukkan tidak berbeda nyata (p>

0,05)

Tabel 1. Menunjukkan bahwa rata-rata nilai kadar glukosa darah ayam tersebut tidak berbeda nyata (p>0.01).

Untuk mengetahui pengaruh perbedaan THI terhadap jumlah kadar glukosa dilakukan analisis statistik. Metode yang digunakan dalam penentuan kadar glukosa darah pada penelitian ini adalah metode Follin Wu. Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk membuat filtrat darah bebas protein dengan pengendapan protein. Uji glukosa darah pada

(7)

7 penelitian yang dilakukan menggunakan metode spektrofotometer didasarkan pada absorpsi radiasi electromagnet.

Kadar glukosa yang tidak berbeda dalam darah ayam petelur pada kondisi THI yang rendah (74) dengan THI yang tinggi (89) sebagaimana ditampilkan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa glukosa merupakan mikromolekul dari katabolisme karbohidrat atau anabolisme non karbohidrat yang sangat penting dipertahankan kadarnya. Beberapa peran karbohidrat diketahui bukan hanya sebagai prekursor energi, namun beberapa hasil penelitian terdahulu melaporkan fungsi glukosa sebagai molekul penyangga tekanan osmotik agar tekanan osmotik darah dapat dipertahankan meskipun dalam keadaan dehidrasi dan stress panas (Guay dkk., 2007) dan menjaga ritme tekanan pembuluh darah serta kardiovaksuler (Tan dkk., 2010), prekursor karbohidrat asam nukelat melalui lintasan pentose phosphate (Nelson dan Cox, 2008).

Sangat pentingnya glukosa, maka glukosa darah dapat berasal dari beberapa sumber di antaranya ialah dari karbohidrat makanan, senyawa glikogenik melalui glikoneogenesis, serta dari glikogen sel-sel jaringan terutama sel-sel hati melalui lintasan glikogenolisis. Mekanisme sintesis glukosa yang berasal dari beberapa jalur menyebabkan konsentrasi glukosa darah relatif konstan meskipun ayam sedang mengalami stress cekaman panas (Horowitz dan Samuel, 1985; Poedjiadi 1994).

Kadar glukosa dalam darah relatif terkendali karena dipertahankan oleh proses homeostatis dalam tubuh. Tingkat perubahan glycaemiadalam proses pertumbuhan dan pematangan tergantung dari asupan nutrisi, performans produksi, serta perubahan lingkungan (Nasreldin dkk,1988).

Dalam kondisi THI yang tinggi menstimulasi munculnya stress oksidatif. Stress pada hakikatnya merupakan mekanisme yang melibatkan neuroendokrin (Dawson et al., 2000;

Shinder et al., 2007). Respon neuroendokrin sebagai dampak stress antara lain dilaporkan oleh Von Borell (2001), yang ditunjukkan melalui peran sistem syaraf pusat (CNS= Centre Nervous System) dalam menerima rangsangan stress serta hubungannya dengan Corticotrpic Relasing Hormon (CRH), kelenjar endokrin dan sistem immune.

Kadar glukosa darah yang mampu dipertahankan oleh ayam petelur meskipun dalam THI yang tinggi, dapat menjelaskan bahwa fenomena ini merupakan mekanisme dari perana

(8)

8 hormonal. Terutama peranan Corticotropin-releasing hormone (CRH) yang disekresikan oleh hypothalamus yang kemudian menginduksi pituitary anterior untuk mensekresikan ACTH, selanjutnya ACTH merangsang adrenal cortex untuk menghasilkan hormon-hormon glukokortikoid dan epinephrin oleh adrenal cortex dan medulla (von Borell, 2001; Hardy dkk., 2005; Garriga dkk., 2006). Tingginya kadar hormon glukokortikoid ini berkaitan erat dengan ketersediaan prekursor protein dan lemak hati untuk mendorong proses glukoneogenesis di hati agar semakin meningkat. Dalam hati, glukokortikoid merangsang sintesis enzim yg berperanan dalam proses glukoneogenesis dan metabolisme asam amino.

Kebanyakan organ tubuh dan sistem fisiologis sensitif terhadap kerja glukokortikoid, seperti jantung, cairan tubuh, sistem imunitas atau inflamasi, metabolisme, fungsi syaraf dan reproduksi (Sapolsky dkk., 2000), peningkatan pembentukan glukosa di dalam tubuh dengan meningkatkan katabolisme protein, glikogen, dan lipida (Hillman dkk., 2000).

Selain gluconeogenesis, mekanisme lain yang menyebabkan kadar glukosa mampu dipertahankan adalah melalui lintasan glikogenolisis. Dalam keadaan cekaman panas glikogenolisis diaktifkan melalui induksi epinephrin dengan menstimulan reseptor protein G- terkopel dan kemudian menstimulasi enzim edenilyl cyclase. Enzim ini bersifat memfosphorilasi hingga mengaktifkan perubahan glikogen menjadi glukosa.Hancock (2005) mengemukakan bahwa epinephrin menstimulasi cAMP untuk penyediaan glukosa dalam darah melalui reseptor protein G-terkopel dan enzyme edenilyl cyclase sehingga meningkatkan laju perombakan glikogen menjadi glukosa.

Pengaruh Perbedaan THI terhadap Profil Kreatinin Darah Ayam Petelur Fase Layer.

Rata-rata kadar kreatinin darah ayam ras petelur pada THI yang berbeda berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2.Rata-rata Kadar Kreatinin Darah Ayam Petelur

Perlakuan THI Kreatinin (mg/dL) Signifikansi

Pagi 74 0,245 a

Siang 89 0,980 b

(9)

9 Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p< 0,01)

Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa rata-rata jumlah kadar kreatinin tertinggi adalah pada saat siang hari dengan THI 89 dengan rata-rata tertinggi kadar kreatinin darah sebesar 0,980 mg/dL, sedangkan rata-rata kadar kreatinin darah terendah diperoleh pada saat pagi hari dengan THI 74 yaitu sebesar 0.245 mg/dL.

Untuk mengetahui pengaruh perbedaan THI terhadap kadar kreatinin darah dilakukan analisis statistik menggunakan uji t berpasangan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pengaruh THI berbeda nyata (p< 0.01) terhadap jumlah kadar kreatinin. THI yang tinggi disebabkan oleh temperatur yang tinggi disertai kelembaban yang tinggi pula dalam lingkungan kandang sehingga dapat menjadi faktor utama penyebab stress pada ternak.

Terjadi peningkatan kadar kreatinin darah pada siang hari hingga mencapai rata-rata 0,980 mg/dL namun hasil tersebut maih termasukdalam kadar kreatinin serum normal pada ayam 0,90-1,85 mg/dl (Girindra, 1989).

Kreatinin merupakan metabolit keratin yang diekskresikan seluruhnya kedalam urin melalui filtrasi glomerulus. Peningkatan kadar kreatinin dalam darah dan jumlah kreatinin dalam urin dapat digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (Kramer dkk, 2004).

Banyaknya kreatinin yang diproduksi dan diekskresikan berbanding sejajar dengan masa otot, pada ternak jantan biasanya lebih besar daripada ternak betina (Girindra, 1989).

Terkait dengan stress atau cekaman panas yang dialami oleh ternak unggas, maka upaya untuk mempertahankan panas tubuhnya tidak lepas dari peran otot dada, punggung dan coxae untuk mengeluarkan panas melalui pernafasan (panting). Semakin tinggi tekanan cakaman panas maka pemanfaatan ATP dari kreatin fosfat juga semakin tinggi, sehingga kadar kreatinin darah akan meningkat.

Wyssdan Kaddurah-Daouk (2000) serta Nelson dan Cox (2008) melaporkan bahwa otot kerangka mengandung sejumlah besar fosfokreatin yang dapat secara cepat mengisi gugus ujung fosfat ATP setelah otot tersebut mengembang pada kontraksi oleh reaksi keratin kinase yang terutama mengarah selama masa kontraksi aktif dan glikolisis. Fosfokreatin disintesis kembali dari kreatin dengan menggunakan ATP selama masa pemulihan. Sumber

(10)

10 energi fosfokreatinin digunakan dalam kerja otot yang berat terutama bagi kepentingan pembuangan panas alam keadaan stress bagi unggas. Nelson dan Cox (2008) mengemukan bahwa penguraian phospokreatin melepaskan ATP dan menghasilkan residu kreatinin. Hasil penelitian terdahulu yang sama juga dilaporkan oleh Guay dkk. (2007) dan Tan dkk. (2010).

Semakin tinggi cekaman panas yang dialami ayam ras petelur menyebabkan aktivitas thermoregulasi (pertukaran panas) dari dalam tubuhnya menuju lingkungan juga semakin besar.Ini berarti bahwa aktivitas otot rangka pendukung respirasi semakin tinggi, berdampak terhadap pemakaian sumber energi dari phosphokreatin juga semakin tinggi sehingga residu kreatinin meningkat.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil dari penelitian ini adalah :

1. Profil glukosa darah ayam petelur fase layer tidak menunjukkan perubahan yang nyata meskipun THI meningkat sedangkan pada kadar kreatinin darah ayam terjadi peningkatan dengan meningkatnya THI.

2. Profil glukosa pada THI tinggi (89) tidak menunjukkan perbedaan dengan THI rendah (74) sedangkan kadar kreatinin darah lebih tinggi pada THI (89) dibandingkan pada THI (74).

Saran

Diharapkan adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui zona-zona pada unggas dan sejauhmana pengaruhnya terhadap respon fisiologi ayam tersebut. Peneliti juga menyarankan agar peternak memberikan blower pada kandang supaya dapat meminimalisirstress pada ternak saat terjadinya cekaman panas

DAFTAR PUSTAKA

Dawson, W.R., and Whittow,G.C. 2000. Regulation of body temperature, in Sturkie’s Avian Physiology,5thed.,edited by Whittow, G.C.Academic Press, Elsevies Sci.Pub.Co., Sydney.

Garriga , C. , R. R. Hunter , C. Amat , J. M. Planas , M. A. Mitchell dan M.Moreto . 2006

(11)

11 .Heat Stress Increases Apical Glucose Transport In TheChicken Jejunum. Am. J.

Physiol. Regul. Integr. Comp. Physiol. 290 , 195– 201.

Girindra, Aisyah. 1989. Petunjuk Praktikum Biokimia Patologi. Institut Pertanian Bogor Guay, C., S. R. Madiraju, A. Aumais, E. Joly, and M. Prentki. 2007.A role for ATP-citrate

lyase, malic enzyme, and pyruvate/citratecycling in glucose-induced insulin secretion.

J. Biol. Chem.282:35657–35665.

Hancock, J.T. 2005.Cell Signalling, Second Edition.Osford University Press.Great Clarendon, Oxford New York.

Hardy , M. P. , H. B. Gao , Q. Dong , R. Ge , Q. Wang , W. R. Chai , X. Feng ,and C. Sottas.

2005 .Stress Hormone And Male Reproductive Function. Cell Tissue Res. 322 : 147 – 153 .

Hillman, P.E, N.R. Scot, van Tienhoven. 2000. Physiological, Responses and Adaptations to Hot and Cold Environments.Di dalam Yousef MK, editor.Stress Physiology in Livestock. Volume 3, Pultry. Florida: CRC Pr. hlm 1-71.

Hernawan, E., D. Latipudin, A. Mushawwir, 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Produksi.

Laboatorium Fisiologi Ternak dan Biokimia, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Bandung.

Horowitz, M., and Samuel off, 1985.Interactions Between Circulation and Plasma Fluid during Heat Stress.,in : Stress Physiology in Livestock,Vol.2, Adaptive Physiology to Stressful Environments, ed. By Samuel off, S., and Yousef, M.K., CRC Press, Inc., Florida. Pp. :140–149.

Kramer JA, Pettiet SD, Amin RP, Bertram TA, Car B, Cunningham M, Curtiss SW, Davis JW, Kind C, Lawton M, Naciff JM, Oreffo V, Roman RJ, Sistare FD, Steven J, Thompson K, Vickers A, Wild S, Afsharif A. 2004. Overview of the application oftranscription profiling using selectednephrotoxicants for toxicology assessmen.Environmental Health Perspectives 112 :460-464

Lendrum, D.C., and Woodruff, R., 2006.Comparative Risk Assessment of the Burden of Disease from Climate Change. Environ Health Perspect. 114: 1935–1941.

(12)

12 Nasreldin, R.A. Yousef, A.A. Mahmoud, M.F Ibrahim, A. 1988. Tyroid- Hormones, Glucose, Total Lipids and Total Proteins in Blood-Serum Before nd DuringLaying in SexBrown Chickens.J.Anim Physol Anim nutr59:167-170.

Nelson, D.L. and M.M. Cox.2008. Lehninger Principles of Biochemistry. W.H. Freeman and Company. USA.

Poedjiadi Anna, Supriyanti Titin F.M. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia. Jakarta

Sapolsky, R.M., L.M. Romero dan A.U.Munck. 2000. How Do Glucocorticoids Influence Stress Responses? Integrating Permissive, Suppressive, Stimulatory, And Preparative Actions. Endoc Rev 21:55-89.

Shinder, D., M. Rusal, J. Tanny, S. Druyan, and S. Yahav. 2007. Thermoregulatory responses of chicks (gallus domesticus) to low ambient temperatures at an early age. Poult. Sci.

86, 2200–2209.

Tan, G.Y., L. Yang , Y.-Q. Fu , J.H. Feng, and M.H. Zhang. 2010. Effects of different acute high ambient temperatures on function of hepatic mitochondrial respiration, antioxidative enzymes and oxidative injury in broiler chickens. Poult. Sci. 89, 115–

122.

Von Borell, E.H. 2001.The biology of stress and its application to livestock housing and transportation assessment.J.Anim Sci. 79, E260-E267.

Wyss, M. dan Kaddurah-Daouk R. 2000. Creatine and Creatinine Metabolism: PubMed.gov.

Vol. (30):80.

Referensi

Dokumen terkait