Rancang Bangun Blade Turbin Angin Jenis Taper Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Berskala Mikro
La Ode Andi Kusmayanto 1), Ridway Balaka 2), Al Ichlas Imran 3)
¹) Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Halu OLeo
2’3) Dosen Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo Jl. H.E.A. Makadompit, Kampus Hijau Bumi Tridarma Andounohu, Kendari 93232
Email: [email protected]
Article Info Abstrak
Available online September 10, 2021 Pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia terus dilakukan seiring dengan peningkatan jumlah permintaan energi listrik serta tuntutan energi yang ramah lingkungan, efisien dan juga berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk geometri bilah yang dirancang dan dibuat, serta performa blade. Penelitian ini telah berhasil dirancang dan dibuat serta diuji bilah untuk Pembakit Listrik Tenaga Bayu Berskala Kecil. Bentuk geometri bilah yang dirancang adalah jenis taper, tipe Horizontal Axiz Wind Turbin dengan airfoil NACA 6412.
Bilah dirancang dengan software Qblade dan dibuat dengan mesin manual.
Metode pengambilan data bilah yang dibuat, dipasang pada tower dengan ketinggian 10 Meter selama tiga hari. Daya yang dihasilkan masing-masing, pada hari pertama rata-rata 45,80 Watt dengan kecepatan angin rata-rata 4,54 m/s, hari ke dua 55,11 Watt dengan kecepatan angin 5,23 m/s, dan hari ke tiga 72,27 Watt dengan kecepatan angin 5,14 m/s.
Kata kunci: Airfoil, bilah, daya, turbin angin
Abstract
The ultization of renewable energy in Indonesian kept on doing as the increase of amount in energy electricity demand as well as environmentally friendly energy requerements, efficient and sustainable. This study aims to learn about the blade’s geometric shapes designed and crafted, as well as the blade’s performance. The study has bee succesfully designed and crafted as soon as tested by the blade’s for a low-scale wind turbine. The design blade’s geometry is a type of taper, is the Horizontal of Axis Wind Turbine type with airfoil NACA 6412. The blade was design with Qblade software and built with a manual engine. The method of data collection was the blade installed on the tower at 30 meters for three days. The energy generated on a daily basis that is the first day, the energy average production is 45,80 watts with an average wind speed of 4,54 m/s, the second day of 55,11 watts with and average wind speed of 5,23 m/s, and the third day of 72,27 watts with an average wind speed 5,14 m/s.
Keywords:Airfoil, blade, energy, wind turbine
1. Pendahuluan
Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat menyebabakan permintaan akan energi semakin bertambah. Penggunaan energi sebagian besar pada sektor industri dan rumah tangga.
Berdasarkan data kementrian ESDM 2019 permintaan energi sebagian besar pada sektor rumah tangga terutama dipengaruhi oleh
peningkatan jumlah rumah tangga yang mencapai 70,6 juta pada tahun 2025 dan sekitar 80 juta pada tahun 2050. Selain itu, tingkat urbanisasi juga mendorong naiknya perningkatan energi kedepannya. Berdasarkan proyeksi BPS, tingkat urbanisasi pada tahun 2035 akan mencapai 67%
naik dari tahun 2010 yang hanya 49,8%.
Permintaan energi disektor rumah tangga pada tahun 2050 akan mencapai 120 MTOE (BaU), 109 ENTHALPY: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Teknik Mesin
Journal homepage: http://ojs.uho.ac.id/index.php/ENTHALPY
MTOE (PB) dan 94,7 MTOE (RK). Jenis energi yang digunakan disektor rumah tangga pada tahun 2050 adalah listrik. Pangkas permintaan listrik naik darin 60% pada tahun 2018 menjadi 90% pada tahun 2050 [1].
Kebutuhan energi listrik masyarakat indonesia sangat bergantung pada bahan bakar fosil. Sementara bahan bakar fosil semakin menipis dan akan menyebabkan kelangkaan dimasa mendatang. Selain itu energi fosil juga tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan solusi untuk menyelesaikan masalah ini, salah satunya adalah untuk menghasilkan energi alternatif. Salah satunya adalah energi angin. Untuk memanfaatkan sumber daya angin, dibutuhkan alat pengonversi energi angin sehingga dapat menghasilkan listrik. Media yang dapat digunakan untuk konversi energi ini adalah turbin angin.
Prinsip Kerja Energi Angin
Angin adalah udara yang bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi kedaerah yang bertekanan rendah. Penyebab tekanan angin dipengaruhi beberapa faktor antara lain bentuk bangunan, kelajuan angin dan arah serta lokasi dan lingkungan [2]. Energi mentah dari angin sangat bergantung pada massa jenis udara (sekitar 1,2 kg/m3), kecepatan angin, dan ukuran rotor.
Angin dengan kecepatan tinggi akan membawa massa udara yang besar pula, dan energi kinetik tiap kilogram udara yang dihasilkan tergantung pada hasil pangkat tiga dari kecepatan anginnya.
Sehingga, energi angin naik secara dramatis sejalan dengan meningkatnya kecepatan angin.
Menurut Willet, yang juga dikutip oleh Putman, energi angin dapat memberikan daya sebesar 2x1013 watt. Bila 1% dari perkiraan daya menurut Willet dimanfaatkan, suatu daya sebesar 2x1011 watt akan diperoleh. Angka ini merupakan 3% dari kebutuhan energi dunia tahun 1972.
Turbin Angin
Turbin angin adalah alat konversi energi mekanik menjadi energi listrik. Turbin angin yang paling banyak digunakan saat ini adalah turbin angin horizontal axis (HAWT) dengan sudu sebanyak 2 atau 3 buah, sedangkan turbin angin vertical-axis (VAWT) memiliki 2 tipe yaitu Savonius dan Darrieus. Turbin angin horizontal axis memiliki Cp yang lebih baik dibandingkan vertical axis, yaitu sebesar 45%-50%, sedangkan vertical axis umumnya berada di bawah 40% [3].
Beberapa parameter dalam merancang bilah pada turbin angin adalah sebagai berikut
a. Panjang bilah, mempengaruhi berapa banyak energi angin yang dapat diperoleh berdasarkan luas area sapuan bilah
b. Twist atau sudut puntir, adalah sudut antara chord line dengan bidang rotasi rotor. Twist optimum bilah bergantung pada nilai tip speed ratio dan nilai angle of attack airfoil yang diinginkan. Pemberian twist berguna untuk meningkatkan efisiensi bilah dan linearisasi sudut twist umum dilakukan untuk memudahkan proses manufaktur.
c. Coefficient performance, adalah kemampuan bilah untuk menyerap energi angin yang diterimanya. Semakin besar nilai Cp
maka semakin besar juga
kemampuan suatu turbin untuk mengonversikan energi angin yang diperolehnya. Berdasarkan teori Betz, nilai maksimum coefficient performance adalah Cp=
16
27 atau sebesar 59,3% (Betz Limit). Daya angin yang dapat dihasilkan oleh turbin angin diperoleh dengan persamaan
P =1
2. ρ. A. U3. CP (1) d. Torque coefficient, digunakan untuk
menghitung besarnya torsi yang diproduksi oleh bilah. Turbin angin yang akan dioperasikan pada kondisi rpm rendah seperti pada turbin pompa air, lebih baik mengoperasikan bilah dengan nilai koefisien torsi yang lebih tinggi. Turbin pompa air membutuhkan torsi tinggi untuk membantu berputar [4].
CM =Cp
λ (2) e. Rotor solidity, didefinisikan sebagai total area permukaan bilah dibagi dengan luas sapuan bilah.
σr Bc
2πr (3) Peningkatan jumlah bilah dan nilai soliditas akan menyebabkan kenaikan nilai Cp, torsi shaft bilah dan daya yang dihasilkan oleh turbin. Namun, kecepatan putar bilah akan menurun seiring dengan peningkatan soliditas rotor.
128 f. Tip speed ratio, adalah perbandingan
kecepatan ujung bilah terhadap angin yang melewatinya.
λ = rω
v (4) Bilah dengan TSR yang lebih besar akan memiliki kecepatan putar bilah yang lebih tinggi. Keunggulan bilah dengan nilai TSR yang lebih tinggi adalah bilah dapat memutar generator dengan cepat sehingga diperlukan ukuran gearbox yang lebih kecil, thrust yang dihasilkan rendah, dan ukuran chord yang lebih kecil sehingga membutuhkan material yang lebih sedikit. Namun, bilah dengan putaran yang cepat akan menghasilkan gangguan suara yang lebih kencang, terjadi pengikisan pada leading edge bilah terjadi vibrasi atau ketidakstabilan dan terbentuk angin turbulen atau dinding solid yang akan melawan angin.
Kekurangan kondisi kerja TSR tinggi menyebabkan pengembangan bilah sekarang banyak diarahkan ke kondisi kerja TSR rendah.
g. rated speed, adalah kecepatan angin yang
diperlukan turbin untuk
menghasilkan rated power. Cut-in speed, adalah kecepatan angin minimum yang diperlukan turbin untuk mulai menghasilkan listrik, sedangkan cut-out speed, adalah kecepatan angin maksimum operasi turbin angin.
Bilah Turbin Angin
Banyak bilah yang perlu digunakan pada suatu turbin ditentukan oleh tujuan dirancangnya turbin tersebut dan kecepatan angin yang diperlukannya untuk beroperasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan efisiensi dari desain 1 bilah ke 2 bilah adalah sekitar 10%, desain 2 bilah ke 3 bilah adalah sebesar 3-4%, dan desain 3 bilah ke 4 bilah adalah sebesar 1-2%.
Pertimbangan biaya produksi yang besar untuk membuat 1 bilah tambahan untuk efisiensi yang hanya sedikit lebih baik menyebabkan desain 3 bilah menjadi lebih banyak digunakan dibandingkan desain 4 bilah atau desain dengan bilah yang lebih banyak lainnya. Desain dengan 1 atau 2 bilah bekerja dengan kondisi TSR yang lebih tinggi dibandingkan desain 3 bilah, dan menghasilkan gangguan suara yang lebih besar.
Desain 1 dan 2 bilah juga memiliki kondisi kerja aerodinamis yang tidak asimetris sehingga desain 3 bilah lebih banyak digunakan karena putarannya yang lebih stabil[5].
Airfoil
NACA (National Advisory Committee of Aerounatics) merupakan salah satu lembaga standar dalam perancangan suatu airfoil.
Meskipun dulunya airfoil NACA dikembangkan untuk keperluan teknologi penerbangan, sekarang airfoil NACA juga banyak digunakan untuk keperluan turbin angin. Salah satu profil airfoil yang banyak digunakan sebagai bentuk dasar bilah turbin angin adalah airfoil yang dikembangan oleh NACA dengan kode NACA 4 digit (seri NACA 44xx) dan NACA 5 digit (seri NACA 63xxx). NACA mengklasifikasikan bentuk airfoil dengan menggunakan sistem angka digit yang memiliki artinya masing-masing, seperti halnya untuk kode 4 digit dan 5 digit [6].
Pada airfoil dengan kode 4 digit, angka pertama menunjukkan maksimum camber dalam seperseratus chord, angka kedua menunjukkan posisi maksimum camber pada chord line dalam sepersepuluh chord dari leading edge, dan dua angka terakhir menunjukkan lebar maksimum airfoil dalam seperseratus chord. Sedangkan pada airfoil dengan kode 5 digit, angka pertama menunjukkan nilai koefisien gaya angkat ketika dikalikan dengan 0.15, angka kedua dan ketiga jika dibagi 2 menunjukkan letak maksimum camber di chord line dalam seperseratus chord diukur dari leading edge, dan dua angka terakhir menunjukkan lebar maksimum airfoil dalam seperseratus chord[7].
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Lentera Bumi Nusantara, Ciheras, Tasik Malaya, Jawa Barat. Alat yang digunakan adalah mesin ketam, mesin gerinda, gergaji ulir, gergaji potong, mesin bor, meteran, dan ampelas serta kayu mahoni sebagai bahan dasar pembuatan bilah.
Penelitian dimulai dengan studi literatur sesuai dengan topik yang diambil dan dilanjutkan dengan analisis kebutuhan, yaitu untuk pembangkit listrik tenaga bayu berskala kecil sesuai dengan potensi angin di Indonesia.
Persyaratan desain diambil berdasarkan hasil studi awal bentuk geometri bilah yang sesuai dengan kebutuhan. Penelitian dilanjutkan dengan perancangan bilah. Jika desain memiliki performa yang baik dan memiliki struktur yang baik, maka bilah akan dilanjutkan pembuatannya. Bilah dibuat secara manual dengan bantuan beberapa alat, dan melewati uji kesetimbangan sebelum dipasang ke tower. Jika alat telah balance, maka
alat sudah bekerja dengan aman dan penelitian dilanjutkan ke pengambilan data, lalu analisis data. Penelitian diakhiri dengan pengambilan kesimpulan dan data yang diperoleh.
Perancangan Bilah
Untuk menentukan geometri bilah adalah mengetahui daya listrik yang dibutuhkan, efisiensi bilah, efisiensi transmisi, generator dan kontrolel untuk mendapatkan efisiensi sistem dapat dilihat dari persamaan berikut.
W = ηẆ̇ tot= η 1
2gcρAVi3 (5) Dimana ƞ bervariasi 30-40% untuk turbin aktual.[8]
1. Efisiensi sistem ditentukan dengan menyesuaikan keperluan sistem yang diinginkan. [4]
ƞsistem = ƞbilah× X ƞgenerator
× ƞcontroller (6) Berdasarkan referensi dari Grant Ingram [9]
diasusmsikan nilai efisiensi transmisi, generator dan controller sebesar 0,9.
2. Jari-jari bilah yang diperlukan ditentukan dengan terlebih dahulu mencari nilai daya angin yang diperlukan untuk memenuhi sistem.
Daya angin yang diperlukan dicari dengan persamaan (7), bahwa diperlukan daya angin yang lebih besar dibandingkan daya listrik yang akan dihasilkan dengan memperhatikan loss pada sistem yang telah dihitung sebelumnya, digunakan persamaan dasar energi angin.
WA = We
K (7)
A = Wa × 2
ρudara × Vmax3 (8)
R = √A
π (9) Dimana :
Wa = daya angin yang diperlukan (watt) We = kapasitas daya listrik (watt) K = efisiensi sistem (%)
A = luas sapuan bilah (m2) Ρ = densitas udara (kg/m3)
Vmax = kecepatan angin (m/s2) maksimum R = jari-jari (m)
3. Jenis blade ditentukan sesuai keperluan perancangan, seperti lokasi dipasangnya turbin
angin, potensi kecepatan angin di lokasi, dan lainnya.
4. Airfoil ditentukan sesuai keperluan perancangan serta dengan menganalisis nilai cd/cd airfoil tersebut.
5. Blade turbin angin dibagi menjadi beberapa elemen untuk memudahkan perhitungan geometri bilah. Panjang elemen 0 atau bagian pangkal bilah disesuaikan dengan generator TSD-500, yaitu sebesar 0,17 meter. Sedangkan untuk elemen-elemen berikutnya disesuaikan agar memiliki panjang yang sama tiap elemennya dan total panjang bilah sesuai dengan yang telah ditetapkan.
6. Tip speed ratio (TSR) ditentukan dengan menyesuaikan keperluan perancangan yaitu tipe turbin angin. Blade yang akan dirancang adalah untuk turbin angin tipe sumbu horizontal (HAWT) dengan 3 bilah sehingga tip speed ratio berkisar diantara nilai 7-9 [9]. Dalam penelitian ini digunakan nilai tip speed ratio sebesar 7. Berikutnya dihitung TSR parsial bilah menggunakan persamaan 10.
λr =R
rxλR (10) 7. Nilai coefficient lift (Cl) airfoil optimum dicari dengan menggunakan persamaan (11).
Kemudian, melakukan simulasi terhadap airfoil yang akan digunakan menggunakan software Qblade agar diperoleh kurva coefficient lift terhadap angle of attack.
Cl = 16xπx
R2 r
9xλR2xBxCr (11) 8. Twist blade ditentukan dengan terlebih dahulu
menghitung flow angle dan angle of attack.
Kemudian, linearisasi twist dilakukan untuk memudahkan proses manufaktur, dan dilakukan pada 75% panjang bilah atau pada titik ke-7 dan ke-8. Metode linearisasi twist ini akan menghasilkan performa terbaik dibandingkan beberapa metode lainnya[10].
ϕ =2
3tan−1 1
λR (12) β = ϕ − α (13) 9. Simulasi menggunakan software Qblade 10. Pembuatan gambar teknik bilah pada
software solidworks.
Metode Pembuatan Bilah
1. Kayu dipilih dan disiapkan. Kayu dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur di bawah
130 sinar matahari. Kemudian kayu dipotong agar
rata dan siku menjadi ukuran 120 cm x 15 cm x 3 cm.
2. Mal dibuat sesuai dengan airfoil bilah. Mal dibuat dengan menggunakan cetakan berskala 1:1 dari airfoil penampang pada gambar teknik bilah yang telah dirancang.
3. Posisi titik-titik ujung airfoil pada bagian ujung bilah diukur dan ditentukan. Kemudian gambar airfoil bagian ujung bilah ditempel sesuai dengan posisi titik ujungnya menggunakan lem.
4. Posisi titik-titik ujung airfoil pada bagian pangkal bilah diukur dan ditentukan.
Kemudian, menarik garis lurus dari bagian ujung ke pangkal bilah sebagai garis bantu pembuatan twist.
5. Garis bantu yang dibuat untuk menandakan bagian kayu yang akan dibuang, memperpanjang garis tersebut hingga ke pangkal, kemudian dilakukan penyerutan kayu atau pemotongan kayu dengan menggunakan gergaji meja.
6. Dibuat garis-garis elemen pada kayu.
7. Bilah dibentuk dan dihaluskan menggunakan gerinda amplas sesuai dengan mal.
8. Permukaan bilah dihaluskan kembali dengan amplas
9. Dibentuk pangkal dan dibuat lubang pada bilah agar dapat dipasang sesuai dengan generator yang digunakan[11].
Pengujian Balancing
Pada proses perakitan dan pemasangan bilah, bilah dipasang kegenerator untuk diuji kesetimbangan atau balancing terlebih dahulu.
Jika blade telah balance, maka dipasang ke generator untuk diuji. Langkah perakitan dan pengujian kesetimbangan blade adalah sebagai berikut.
1. Generator dan alat-alat yang digunakan disiapkan. Pengujian dilakukan pada kondisi sedikit angin karena angin yang kencang menyulitkan proses balancing.
2. Bilah dipasang ke generator secara satu per satu. Bilah diapit dengan menggunakan flang kemudian dikunci dengan baut. Baut dikencangkan ketika semua bilah sudah terpasang dengan baik.
3. Kesetimbangan bilah diuji dengan cara mengangkat bilah tegak lurus terhadap tiang secara satu per satu, lalu dilepaskan tanpa diberikan gaya. Jika bilah
tidak bergerak setelah dilepaskan maka bilah tersebut telah balance. Selain itu, jika bilah diputar dan berhenti dengan sendirinya atau tidak bergerak lagi karena berat salah satu bilah, maka bilah tersebut telah balance.
Ketiga bilah harus balance terlebih dahulu sebelum bilah dapat dipasang ke generator dan diuji pada kondisi berangin. Bilah yang terlalu berat diamplas, sedangkan yang terlalu ringan didempul.
Metode Pengolahan Data
Data tegangan, arus dan kecepatan angin adalah data perdetik. Efisiensi sistem ketika pengujian bilah dapat diketahui dengan menghitung perbandingan antara theoretical power atau Pangin dan daya yang dihasilkan atau Pout. Oleh karena controller yang digunakan memiliki nilai cut-in speed sebesar 3 m/s, maka Pangin hanya akan menjumlahkan daya dari angin dengan kecepatan diatas 3 m/s, sedangkan Pout
menjumlahkan semua daya yang dihasilkan oleh sistem. Selain itu, data juga diolah untuk mendapatkan hubungan antara daya yang dihasilkan bilah dengan kecepatan angin yang melewatinya. Data dikelompokkan berdasarkan data kecepatan angin lalu kumpulan data daya pada kecepatan angin tersebut akan di rata-rata untuk didapatkan grafik daya terhadap kecepatan angin atau grafik P-v.
3. Hasil dan Pembahasan Listrik Tenaga Bayu berskala Mi
Penentuan Geometri Bilah Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Berskala Mikro
Dalam penentuan geometri bilah untuk pembangkit listrik berskala kecil, yaitu PLTB berkapasitas 500 Watt diperlukan efisiensi sistem yang dimana, diasumsikan sebesar 0.9 untuk masing-masing efisiensi generator, transmisi dan controller. Hal ini didasarkan pada sistem pasti ada loss dan tidak mungkin diperoleh efisiensi sebesar 1 [9]. Berdasarkan (Teorema Betz) kemampuan bilah untuk menyerap energi angin yang diterima adalah hanya sebesar 50% yang dapat diekstrak [4]. Namun dalam pada penelitian ini, untuk nilai efisiensi sistem bilah diasumsikan adalah 0.3 untuk batas bawah dan 0.4 pada batas atas.
Dimana 0,3 adalah batas terendah energi yang dapat terekstrak dan 0.4 adalah batas tertinggi energi yang dapat terekstrak. Sehingga diperoleh nilai efisiensi sistem untuk batas bawah 0.2187, dan nilai efisiensi system batas atas 0.2916.
Perhitungan perancangan bilah dihitung dengan
menggunakan 2 nilai efisiensi sistem yaitu dengan efisiensi bilah 0,3 dan 0,4 agar dapat diperoleh data jari-jari bilah yang diperlukan. Nilai jari-jari bilah yang diperlukan diperoleh dengan mencari nilai luas sapuan terlebih dahulu. Sistem PLTB dengan kapasitas 500 Watt yang dirancang memerlukan bilah dengan jari-jari sebesar 0.83 meter untuk efisiensi bilah sebesar 0,3 dan 0,72 meter untuk efisiensi bilah sebesar 0,4. Oleh karena itu, ditentukan jari-jari bilah yang digunakan adalah sebesar 0,774 meter.
Pengujian Balancing
Pengujian kesetimbangan dilakukan dengan menyesuaikan kesetimbangan ketiga bilah dengan cara pengikisan menggunakan amplas atau dengan pemberian dempul pada salah satu bilah.
Pada awal tahap balancing, ketiga bilah memiliki massa yang tidak jauh beda. Namun pada prosesnya, kesetimbangan ketiga bilah yang dibuat cukup jauh, sehingga bilah dikikis agar balance. Akhirnya, ketiga bilah yang telah dibuat berhasil balance setelah salah satu bilah diberi pemberat berupa dempul. Pengujian balancing yang telah dilakukan menunjukkan bahwa bilah dengan massa yang sama belum tentu memiliki kesetimbangan yang sama. Proses balancing bilah turbin angin dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1 bilah turbin angin
Massa jenis kayu masing-masing bilah berbeda tergantung pada posisi kayu yang digunakan bilah pada batang pohonnya. Hal ini sesuai dengan pemaparan Piggott bahwa kayu dengan posisi mendekati luar pada batang pohon memiliki kadar air dan massa jenis yang berbeda jika dibandingkan kayu pada bagian dalam batang pohon. Selain itu, mata kayu juga akan mempengaruhi massa dan kesetimbangan bilah.
Sehingga proses pembuatan bilah menggunakan material dasar kayu umumnya sangat memperhatikan segala tahapan dalam proses
pembuatan, bahkan dari proses pemilihan dan pemesanan kayu [4].
Evaluasi Bilah Yang Telah Dibuat
Nilai daya dan kecepatan angin hari pertama dapat terlihat pada grafik berikut.
Gambar 2. Grafik kecepatan angin dan daya pada hari pertama
Daya maksimal yang diperoleh 89,44 Watt, dengan rata-rata daya yaitu 45,80. Nilai kecepatan angin maksimal yang diperoleh yaitu 5,60 m/s sedangkan nilai kecepatan minimum yaitu 3,41 m/s dengan rata-rata kecepatan 4,54 m/s. Data ini menjukan Kurva daya yang diperoleh tidak memiliki bentuk yang sama dengan kurva kecepatan angin sehingga daya yang diperoleh tidak berbanding lurus dengan kecepatan angin yang menerpanya. Hal ini dikarenakan daya yang dihasilkan oleh generator diperoleh dari torsi pada shaft yang dikalikan dengan kecepatan rotasinya.
Nilai daya dan kecepatan angin hari kedua dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 3. Grafik kecepatan angin dan daya pada hari ke dua
Daya maksimum yang diperoleh 129,40 Watt, dengan rata-rata daya yaitu 55,11 Watt. Nilai kecepatan angin maksimum yang diperoleh yaitu 6,46 m/s sedangkan nilai kecepatan minimum yaitu 3,95 m/s dengan kecepatan angin rata-rata
0 1 2 3 4 5 6
0 20 40 60 80 100
12:00:01 15:00:01 18:00:01 21:00:01 0:00:01 3:00:01 6:00:01 9:00:01
Daya rata-rata V angin rata-rata
Waktu (hh:mm:ss)
Daya (Watt) Kecepatan Angin (m/s)
0 2 4 6 8
0 50 100 150
12:00:01 15:00:01 18:00:01 21:00:01 0:00:01 3:00:01 6:00:01 9:00:01
Daya rata-rata V angin rata-rata
Waktu (hh:mm:ss)
Daya(Watt) Kecepatan angin (m/s)
132 5,23 m/s. Data ini menjukan Kurva daya yang
diperoleh tidak memiliki bentuk yang sama dengan kurva kecepatan angin sehingga daya yang diperoleh tidak berbanding lurus dengan kecepatan angin yang menerpanya. Hal ini dikarenakan daya yang dihasilkan oleh generator diperoleh dari torsi pada shaft yang dikalikan dengan kecepatan rotasinya. Nilai daya dan kecepatan angin hari ketiga dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 4. Grafik kecepatan angin dan daya pada hari ke tiga
Nilai kecepatan angin maksimum yang diperoleh yaitu 6,58 m/s sedangkan nilai kecepatan minimum yaitu 3,88 m/s dengan rata- rata kecepatan 5,14 m/s. Daya maksimal yang diperoleh 178,48 Watt, dengan rata-rata daya yaitu 72,27. Data ini menjukan Kurva daya yang diperoleh tidak memiliki bentuk yang sama dengan kurva kecepatan angin sehingga daya yang diperoleh tidak berbanding lurus dengan kecepatan angin yang menerpanya. Hal ini dikarenakan daya yang dihasilkan oleh generator diperoleh dari torsi pada shaft yang dikalikan dengan kecepatan rotasinya.
4. Kesimpulan
Desain bentuk geometri bilah yang dirancang adalah bilah jenis taper dengan tipe Horizontal Axis Wind Turbin. Airfoil yang digunakan adalah airfoil NACA 6412. Bilah dirancang dengan menggunakan software Qblade. Bilah yang dirancangan telah berhasil dibuat dari material kayu mahoni. Metode pembuatan yang digunakan adalah metode manual mesin, dimana bilah dibuat secara manual dengan bantuan beberapa alat atau mesin. Bilah melewati uji kesetimbangan, kemudian dipasang untuk pada tower dengan ketinggian 10 Meter untuk pengambilan data. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bilah yang dibuat dapat bekerja dengan
baik, dan secara berurut selama 3 hari pengujian, bilah menghasilkan daya rata-rata per detiknya sebesar 45,80 Watt pada hari ke 1, 55,11 Watt pada hari ke 2, dan 72,27 Watt pada hari ke 3.
Daftar Pustaka
[1] Siswanto, Indonesia Energy Outlook 2019, Jakarta: Den Secretariat General National Energy Council, 2019.
[2] Daryanto, Teknik Konversi Energi, Bandung:
Satu Nusa, 2010.
[3] S. Eriksson, H. Bernhoff and M. Leijon,
"Evaluation Of Different Turbine Concepts For Wind Turbine," Rewenwble and Sustainable Energy Review, vol. 12, no. 5, pp. 1419-1434, 2008.
[4] H. Piggott, Windpower Workshop, Powys:
Centre for Alternative Technology, 1977.
[5] E. Hau, Wind Turbines Fundamentals, Technologies, Application, Economics, Munich: Springer, 2013.
[6] W. A. Timmer and R. V. Rooij, "Summary of the Delft University Wind Turbine Dedicated Airfoils," Journal of Solar Energy Engineering, vol. 125, pp. 488-496, 2003.
[7] I. H. Abbott, A. E. V. Doenhoff and L. S.
Stivers, "Report No. 824 : Summary Of Airfoil Data," National Advisory Commite For Aeronautics, Washington, 1945.
[8] A. Pudjanarsa and D. Nursuhud, Mesin Konversi Energi Edisi 3, Yogyakarta: Andi, 2013.
[9] G. Ingram, Wind Turbine Blade Analysis Using Blade Element Method, Durham: Durham University, 2011.
[10] F. R. Gibran and M. Safhire, Wind Turbine Blade And Transmission System For Indonesia Wind Condition, London: 15th Indonesian Scholars International Conventional, 2015.
[11] I. N. Zahra, Dasara-Dasar Pembuatan Bilah, Ciheras: Lentera Bumi Nusantara, 2016.
01 23 45 67
0 50 100 150 200
12:00:01 15:00:01 18:00:01 21:00:01 0:00:01 3:00:01 6:00:01 9:00:01
Daya rata-rata V angin rata-rata
Waktu (hh:mm:ss)
Daya(Watt) Kecepatan Angin (m/s)