PERBEDAAN KEMANDIRIAN BELAJAR PADA REMAJA MADYA DITINJAU DARI LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL
VIKY DWI WIJAYANTI
802009148
TUGAS AKHIR
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemandirian belajar remaja madya ditinjau dari lingkungan tempat tinggal. Penelitian ini dilakukan pada 90 remaja madya yang tinggal di rumah, di kost, dan di panti asuhan dengan menggunakan teknik incidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala kemandirian belajar yang mengacu pada teori Garrison (1997) mengenai aspek-aspek kemandirian belajar. Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan skala self directed learning. Perbedaan kemandirian belajar pada remaja madya yang tinggal di rumah, di kost, dan di panti asuhan di uji menggunakan Anova dan diperoleh hasil bahwa nilai F sebesar 20,328 dengan signifikansi 0,000 atau p < 0,05. Dari hasil analisis data ditemukan bahwa remaja madya yang tinggal di rumah memiliki perbedaan kemandirian belajar dengan remaja madya yang tinggal di kost, dan remaja madya yang tinggal di rumah memiliki perbedaan kemandirian belajar dengan remaja madya yang tinggal di panti asuhan. Sedangkan remaja madya yang tinggal di kost tidak memiliki perbedaan kemandirian belajar dengan remaja madya yang tinggal di panti asuhan.
ABSTRACT
This study aimed to determine differences in adolescents associate learning independence in terms of neighborhoods. This study was conducted on 90 middle adolescents who stay at home, in the boarding house, and in the orphanage by using incidental sampling technique. The data was collected using a scale independent learning which refers to the theory of Garrison (1997) on aspects of learning independence. Methods of data collection in this study using a scale of self-directed learning. Differences in learning independence in middle adolescents living at home, at boarding, and in the orphanage were tested using Anova and the results showed that the F value of 20.328 with a significance of 0.000 or p <0.05. From the analysis of the data found that teens who stay at home have different learning independence by middle adolescents who live in the boarding house, and a middle adolescents who lives in the house has a different learning independence by middle adolescents who live in the orphanage. Where as middle adolescents who live in the boarding house does not have independent learning differences with middle adolescents who live in the orphanage.
PENDAHULUAN
Negara Indonesia terus berusaha meningkatkan mutu pendidikannya dan hal ini sesuai
dengan salah satu tujuan negara dan tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa.Indonesia sebagai negara berkembang dalam pembangunan membutuhkan sumber
daya manusia yang berkualitas yang dapat diandalkan.Salah satu usaha menciptakan
sumber daya berkualitas yang dapat diandalkan adalah melalui pendidikan (dalam Perdana,
2013).
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan seseorang baik dalam hal keluarga, masyarakat dan bangsa. Sekolah sebagai
salah satu lembaga pendidikan secara formal memiliki peranan yang sangat penting dalam
mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui proses belajar mengajar. Siswa memiliki
peran penting dalam meningkatkan mutu pendidikan sekolah (Marchianggita,
2011).Terlebih kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan. Sikap mandiri dalam
belajar harus dimiliki oleh para siswa agar dapat bersikap dan melaksanakan tugas tidak
tergantung dengan orang lain dan bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakan. Siswa
yang mandiri dapat mengembangkan sendiri strategi belajarnya agar mereka dapat berhasil
dan memperoleh prestasi yang baik.
Dalam konteks belajar di dalam kelas, kemandirian belajar menentukan keberhasilan
anak didik dalam menguasai materi pelajaran. Pengembangan kemandirian belajar penting
untuk dilakukan karena kemandirian belajar akan menentukan kemampuan sikap adaptasi
seseorang terhadap perkembangan ilmu dan teknologi di kemudian hari. Kemandirian
belajar sebagai suatu bentuk perilaku yang mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri
kemungkinan-kemungkinan dari hasil perbuatannya dan akan memecahkan sendiri masalah-masalah yang
dihadapi tanpa harus mengharapkan orang lain (Hakim, 2012).
Walaupun seorang siswa tingkat sekolah menengah belum dianggap dewasa namun
siswa tersebut sudah dituntut untuk menyadari tanggung jawabnya dalam berbagai hal,
termasuk tuntutan untuk mandiri dalam belajar, karena situasi dalam dunia pendidikan
sudah semakin kompleks, dan hal ini tidak hanya untuk memperoleh prestasi yang bagus
namun juga dengan adanya kemandirian belajar dalam diri siswa diharapkan agar dapat
bersaing dan berkompetisi dengan siswa lainnya. Berdasarkan beberapa pendapat dan
kurikulum pendidikan tersebut (Puspitasari, 2013) dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa
Sekolah Menengah Atas (SMA) diharapkan dapat mencapai kemandirian, termasuk dalam
kemandirian dalam belajar, dimana siswa seharusnya dapat mengatur jam belajar sendiri,
memilih kegiatan mana yang dapat menunjang prestasi akademiknya, menyusun
strategi-strategi dalam belajar dan perilaku-perilaku lainnya yang menandakan bahwa siswa
bertanggung jawab atas dirinya agar dapat berprestasi.
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Dengan
bertambahnya usia seseorang, maka dalam dirinya akan mengalami perubahan-perubahan.
Remaja mengalami perubahan psikis, spiritual, dan sosial. Keadaan fisik pada masa
kanak-kanak akan berbeda dengan keadaan fisik pada masa remaja. Demikian juga dengan
keadaan psikisnya, karena dari masa kanak-kanak ke masa remaja kebutuhan-kebutuhan
psikis yang harus dipenuhi telah mengalami perubahan sejalan dengan tugas-tugas
perkembangan yang harus di selesaikan. Masa remaja secara garis besar terjadi antara usia
awal, 15 – 18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, 18 – 21 tahun merupakan masa
remaja akhir (Monk, Haditono & Knoers, 2006).
Menurut Monk, dkk (2008) masa remaja pertengahan atau madya berkisar dari usia 15
tahun sampai 18 tahun. Pada umumnya siswa Sekolah Menengah memiliki rentang usia
antara 15 tahun hingga 18 tahun. Pada usia remaja madya terutama pada peserta didik yang
menginjak jenjang sekolah menengah umum (SMU), pembentukan kemandirian belajar
adalah hal yang penting. Soewandi (dalam Krismadewi, 2013) gejala negatif yang tampak
dari kurangnya kemandirian dalam belajar yaitu mengakibatkan gangguan mental setelah
memasuki perguruan tinggi.
Fenomena kemandirian belajar siswa pada umumnya masih tergolong rendah, terutama
dalam mengerjakan tugas atau PR yang diberikan oleh guru pada waktu di sekolah.
Rendahnya kemandirian ditunjukkan dengan siswa menunggu untuk diperintah oleh orang
lain dalam belajar terutama dalam mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah, siswa
menyontek hasil pekerjaan temannya karena merasa malas dan tidak yakin akan
kemampuan diri sendiri, siswa tidak akan belajar jika besok tidak ada ulangan atau ujian
dan siswa belum bisa mengatur dan mengelola diri untuk kegiatan belajar. Hal ini diperkuat
oleh pendapat Nasrori (dalam Dewi, 2011) yang mengemukakan bahwa problem
kemandirian diri pada remaja atau siswa sekolah adalah kesukaan mencontek pekerjaan
teman atau mencontek dari lembaran-lembaran yang telah disiapkan di rumah.
Dari wawancara salah satu subyek yang tinggal di rumah bersama orangtuanya, ia
merasa jika belajar di rumah merasa santai, kalaupun ia belajar pasti karena mendapat suatu
tugas dari sekolah atau karena ada sebuah tuntutan dari orang tuanya untuk belajar. Namun
siswa yang tinggal di rumah bersama orangtuanya. Hal tersebut dapat di lihat melalui
wawancara oleh seorang siswa yang tinggal di kost bahwa siswa tersebut dapat mengatur
waktu belajar dengan baik selama ia tinggal di kost, siswa tersebut berpikir jika ia tidak
ingin mengecewakan orangtuanya maka dari itu ia ingin mendapatkan prestasi di kelasnya.
Begitu juga dengan siswa yang tinggal di panti asuhan, berdasarkan hasil penelitian dari
Muntaha (2013) jika anak-anak yang tinggal di panti asuhan memiliki sifat malas dan
mudah mengantuk, dengan kata lain siswa-siswa yang tinggal di panti asuhan memiliki
kemandirian belajar yang rendah.
Berdasarkan fenomena di atas kita dapat melihat bahwa masih kurangnya kemandirian
belajar dalam proses pembelajaran. Seharusnya proses pembelajaran dilakukan karena
kemauan, pilihan dan tanggung jawab sendiri, bukan sekedar masuk ke sekolah favorit,
sarana memperoleh gelar, status sosial yang lebih tinggi atau sekedar menyenangkan
orangtua.
Masalah remaja di atas merupakan perilaku-perilaku reaktif, semakin meresahkan jika
dikaitkan dengan situasi masa depan remaja yang diperkirakan akan semakin kompleks dan
penuh tantangan. Menurut Tilaar (dalam Krismadewi, 2013), tantangan kompleksitas masa
depan memberikan dua alternatif, yaitu pasrah kepada nasib atau mempersiapkan diri sebaik
mungkin. Misi pendidikan yang juga berdimensi masa depan tentunya menjatuhkan
pilihannya pada alternatif kedua. Artinya pendidikan mengemban tugas untuk
mempersiapkan remaja bagi peranannya di masa depan agar kelak menjadi manusia yang
berkualitas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar remaja menurut Basri (dalam
terdapat di luar diri individu (faktor eksogen).Faktor endogen adalah faktor yang berasal
dari siswa sendiri yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis.Sedangkan faktor eksogen
adalah faktor yang berasal dari luar seperti keluarga, dan lingkungan, salah satunya adalah
lingkungan tempat tinggal.Adapun aspek-aspek kemandirian belajar menurut Gibbons
(2002) yaitu mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi, perkembangan
keahlian, mengubah diri pada kinerja yang paling baik, manajemen diri siswa, serta
motivasi dan penilaian diri siswa.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar siswa adalah faktor
lingkungan yaitu tempat tinggal siswa. Menurut Faisal (dalam Hapsari & Sutama, 2013)
tempat tinggal adalah keberadaan siswa bernaung atau tinggal di sebuah rumah, seperti
kost, rumah orangtua, atau menumpang pada rumah orang lain. Terkadang keinginan
mereka untuk menuntut ilmu membuat mereka harus tinggal di tempat yang jauh dari
rumah, akhirnya mengharuskan mereka menjadi pelajar yang tinggal di kost.Atau
dikarenakan siswa tersebut mengalami kisah pahit dalam keluarganya, misalnya karena
kematian, masalah ekonomi atau perceraian orangtua, dll.Salah satu kondisi tertentu inilah
yang dapat menyebabkan seseorang berada dalam sebuah lembaga yang bernama Panti
Asuhan (Hartini, 2001).
Merriam dan Caffarella (1999) menyatakan bahwa kemandirian belajar merupakan
proses dimana individu mengambil inisiatif dalam merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi sistem pembelajarannya. Definisi kemandirian belajar atau bisa disebut juga
dengan istilah self-directed learning yang dikemukakan oleh Lowry (1989) yaitu suatu proses dimana individu berinisiatif belajar dengan atau tanpa bantuan orang lain,
sumber belajar yang dapat digunakannya, memilih dan menerapkan strategi belajar, dan
mengevaluasi hasil belajarnya. Dan kemandirian belajar menurut Wayne (dalam
Kartadinata, 2001) adalah menekankan sisi menguntungkan dari usaha bekerja secara
kreatif atas prakarsanya sendiri, inisiatif dan panjang akal dari keadaan mempelajari suatu
bidang secara intensif, pengembangan disiplin diri dan belajar tekhnik-tekhnik di dalam
suatu bidang yang telah dipilihnya sendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Pardjono (2007) memiliki hasil bahwa tidak ada
perbedaan kemandirian belajar mahasiswa yang tinggal bersama orangtua atau
kost.Sedangkan untuk penelitian yang dilakukan oleh Anindya (2008), dari hasil penelitian
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan kemandirian yang sangat
signifikan antara mahasiswa yang tinggal bersama orang tua dengan mahasiswa yang
tinggal di kost.Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhartono (1999),
memiliki hasil bahwa ada perbedaan kemandirian dalam memecahkan masalah pada remaja
ditinjau dari tempat tinggal yaitu di panti asuhan dan keluarga.
Maka berdasarkan uraian fenomena kemandirian belajar siswa, penulis merasa tertarik
untuk meneliti mengenai perbedaan kemandirian belajar pada remaja madya ditinjau dari
lingkungan tempat tinggal.Hipotesis dari penelitian ini adalah “terdapat perbedaan yang
signifikan antara kemandirian belajar remaja yang bertempat tinggal bersama orang tua,
remaja kost, dan remaja panti asuhan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan kemandirian belajar antara remaja yang tinggal bersama orang tua, tinggal di
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian
ini, yaitu : Apakah ada perbedaan kemandirian belajar yang signifikan pada remaja madya
yang tinggal bersama keluarga, tinggal di kos dan yang tinggal di panti asuhan.
Tinjauan Pustaka Kemandirian Belajar
Menurut Ali dan Asrori (2009) kemandirian belajar adalah suatu kekuatan internal
individu yang diperoleh melalui proses individuasi, proses individualisasi itu adalah proses
realisasi kemandirian dan menuju kesempurnaan. Kemandirian yang sehat dapat dicapai
melalui proses peragaman, perkembangan dan ekspresi system kepribadian sampai pada
tingkatan yang tertinggi.Merriam dan Caffarella (1999) menyatakan bahwa kemandirian
belajar merupakan proses dimana individu mengambil inisiatif dalam merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi sistem pembelajarannya.
Istilah kemandirian belajar juga sering disebut dengan istilah self-directed learning
yang artinya sebagai sebuah cara yang memotivasi pelajar untuk bertanggung jawab secara
personal menggunakan kontrol kognitif dan proses kontekstual (manajemen diri) dalam
membentuk dan memastikan hasil pembelajaran yang maksimal.(Garrison, 1997).
Menurut Garisson (1997), terdapat 3 aspek dalam self-directed learning, yaitu:
a. Self-management(manajemen diri)
Manajemen diri merupakan masalah pengendalian tugas, termasuk diberlakukannya
b. Self-monitoring (pemantauan diri)
Pemantauan diri merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kognitif dan proses
metakognitif termasuk memantau strategi pembelajaran, serta kesadaran dan
kemampuan untuk berpikir. Ini adalah suatu proses dimana siswa mengambil tanggung
jawab untuk membangun makna pribadi melalui pengintegrasian ide-ide dan
konsep-konsep yang baru dengan pengetahuan sebelumnya.
c. Motivation (motivasi)
Motivasi merupakan suatu dorongan dalam diri untuk membantu dalam memulai suatu
hal dan mempertahankan usaha terhadap pembelajaran dan pencapaian tujuan kognitif.
Lingkungan Tempat Tinggal
Woodworth (dalam Sakti, 1994) menyatakan bahwa lingkungan merupakan tempat
dimana di sekitar individu, yang terdapat benda-benda yang konkret dan yang abstrak.
Lingkungan merupakan semua kondisi alam dunia yang dalam cara-cara tertentu
memengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan (Sertain dalam Dalyono,
2001). Sedangkan tempat tinggal merupakan tempat dimana keluarga bertempat,
berinteraksi, dan bermasyarakat dengan individu atau keluarga lain secara intens dan dalam
waktu yang relatif lama. Tempat tinggal biasanya berwujud bangunan rumah, tempat
berteduh, atau struktur lainnya yang digunakan sebagai tempat manusia tinggal. Istilah ini
dapat digunakan untuk rupa-rupa tempat tinggal, mulai dari tenda-tenda nomaden hingga
apartemen-apartemen bertingkat.
Tempat tinggal di sini dibagi menjadi tiga yaitu tinggal bersama keluarga, tinggal di
a. Bertempat Tinggal Bersama Keluarga
Tinggal bersama keluarga mempunyai arti hidup bersama ayah, ibu, dan anak.
Pendapat tersebut di dukung oleh Monks (1986) yang mendefinisikan keluarga sebagai
kelompok yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang mempunyai hubungan satu sama
lain.
Keluarga adalah lingkungan pertama yang di kenal oleh anak.Aryatmi (dalam
Suhartono, 1999) mengatakan bahwa keluarga adalah lingkungan hidup pertama dan
utama bagi setiap anak.Suardiman (dalam Suhartono, 1999) mengemukakan tentang
fungsi keluarga yang merupakan lingkungan pertama yang di kenal oleh anak dan
memberikan pengalaman pendidikan yang pertama.
b. Bertempat Tinggal di Kost-kostan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (dalam Khoiriyati, 2011), kost merupakan tempat
tumpangan (yang menerima orang untuk menumpang tinggal dan makan dengan
membayar).Kost atau indekost adalah sebuah jasa yang menawarkan sebuah kamar
atau tempat untuk ditinggali dengan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu (umumnya pembayaran per bulan).Kata “kost” sebenarnya adalah turunan dari
frase bahasa Belanda “In de kost”. Definisi “in de kost” sebenarnya adalah “makan di
dalam” namun bila frase tersebut dijabarkan lebih lanjut dapat pula berarti “tinggal dan
ikut makan” di dalam rumah tempat menumpang yang ditinggali (dalam Khoiriyati,
c. Bertempat Tinggal di Panti Asuhan
Menurut Dinsos (dalam Tonti, 2007) panti asuhan adalah suatu lembaga kesejahteraan
sosial yang bertanggung jawab memberikan layanan pengganti dalam pemenuhan fisik,
psikis, dan sosial pada anak asuh sehingga mendapat kesempatan yang luas, tempat
yang memadai bagi perkembangan kepribadiannya.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Puhar, 2007) mengartikan panti asuhan sebagai rumah
tempat memelihara dan merawat anak yatim piatu.Panti asuhan merupakan sebuah
lembaga yang bertujuan untuk membantu perkembangan anak-anak yang tidak
memiliki keluarga ataupun yang tidak dapat tinggal dengan keluarganya.
BPKKS (Badan Pembinaan Koordinasi dan Pengawasan Kegiatan Sosial)
menjelaskan bahwa panti asuhan adalah suatu lembaga untuk mengasuh anak, menjaga
dan memberikan bimbingan dari pimpinan kepada anak dengan tujuan agar mereka
menjadi manusia dewasa yang cakap dan berguna serta bertanggung jawab atas dirinya
dan terhadap masyarakat di kelak kemudian hari (dalam Suhartono, 1999).
Anak panti asuhan adalah seseorang yang berada di panti asuhan karena dititipkan
oleh orangtunya atau atas kemauannya sendiri.Hal tersebut terjadi karena salah satu
atau kedua orangtuanya telah meninggal, adanya perceraian dari kedua orangtunya,
dibuang oleh orangtuanya ketika bayi atau mungkin juga karena orangtuanya tidak
mampu sehingga anak tersebut dititipkan di panti asuhan dengan harapan supaya anak
Remaja Madya
Menurut Monk, dkk (2006)masa remaja menengah atau madya adalah remaja dengan
usia sekitar 15-18 tahun. Dimana remaja tersebut memasuki sekolah menengah atas.Tugas
perkembangan yang utama dari seorang remaja adalah mencapai kemandirian dan otonomi
dari orangtua, terlibat dalam perluasan hubungan dengan kelompok sebaya dan mencapai
kapasitas keintiman hubungan pertemanan.
METODE
Subyek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja madya, yang masih berstatus siswa
Sekolah Menengah Atas yang bertempat tinggal di rumah, di kost, dan di panti asuhan.
Adapun karakteristik sampelnya adalah sebagai berikut :
a. Subjek merupakan siswa Sekolah Menengah Atas yang berusia 15 -18 tahun.
b. Subjek tinggal bersama orang tua, tinggal di kos dan tinggal di panti asuhan.
c. Subjek yang bertempat tinggal di panti asuhan merupakan seorang yang sejak kecil
tinggal di panti asuhan.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalahInsidental
Sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiono, 2011).
Alat Ukur Penelitian
sudah disimpulkan oleh Garrison (1997), yaitu meliputi aspek self-management(manajemen
diri), aspek self-monitoring (pemantuan diri) dan aspek motivation(motivasi). Skala ini terususun dari 26 item pernyataan dalam bentuk skala Likert dengan empat pilihan jawaban
berkisar dari sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Skala self-directed learningdalam penelitian ini terdiri dari satu jenis item pernyataan yaitu favorable, dengan rincian 26 item pernyataan favorable.Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan try out
terpakai atau uji coba terpakai yaitu subjek yang digunakan untuk uji coba juga digunakan
sebagai data penelitian guna menghemat waktu, tenaga, dan biaya.
Berdasarkan pengujian yang dilakukan sebanyak dua kali dengan standar koefisien
>0,25, didapati koefisien seleksi item yaitu bergerak antara 0,201 sampai dengan 0,540.
Dalam penelitian ini ada 6 item yang tidak memiliki daya diskriminasi baik, dan tersisa 20
item yang memiliki daya diskriminasi baik.
Dari hasil uji reliabilitas setelah 6 item yang gugur dihilangkan, diperoleh hasil koefisien α = 0,825. Bila koefisien reliabilitas semakin tinggi mendekati angka 1,00 berarti
pengukuran semakin reliabel, begitupun sebaliknya (Azwar, 2012), maka dapat
disimpulkan bahwa Skala Self-Directed Learning yang digunakan dalam penelitian ini reliabel.
HASIL PENELITIAN a. Uji Normalitas
Sebelum menggunakan uji Anovaadalah melakukan Uji asumsi, yaitu uji normalitas
yang bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data penelitian pada
metode Kolmogorov-Smirnov Test. Data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila nilai
[image:19.612.87.525.135.607.2]p > 0,05.
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Rumah Kost Panti Asuhan
N 30 30 30
Normal Parameters(a,b) Mean 61,40 55,30 52,50
Std. Deviation 5,103 5,364 6,073
Most Extreme Differences Absolute ,123 ,107 ,101
Positive ,084 ,107 ,101
Negative -,123 -,101 -,074
Kolmogorov-Smirnov Z ,674 ,588 ,551
Asymp. Sig. (2-tailed) ,754 ,880 ,922
a Test distribution is Normal.
Hasil uji normalitas pada tabel 1 menunjukan bahwa variabel kemandirian belajar
memiliki koefisien Kolmogorov-SmirnovTestpada yang bertempat tinggal di rumah sebesar 0,674, kost 0,588, dan panti asuhan 0,551 dengan probabilitas (p) atau signifikansi pada
rumah sebesar 0,754, kost 0,880, dan panti asuhan 0,922 dengan demikian variabel
kemandirian belajar memiliki distribusi normal karena p>0,05.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah sampel-sampel dalam penelitian
berasal dari populasi yang sama. Data dapat dikatakan homogen apabila nilai probabilitas p
Tabel 2.
Hasil Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Kemandirian Levene
Statistic df1 df2 Sig.
,487 2 87 ,616
Dari hasil uji homogenitas menunjukan bahwa nilai koefisien Levene Test sebesar 0,487 dengan signifikansi sebesar 0,616 oleh karena nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen.
c. Kriteria Skor
Berdasarkan data penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil analisis deskriptif
kemandirian belajar dengan nilai minimum sebesar 40 dan nilai maksimum 74. Mean atau
rata-rata yang diperoleh adalah 56,4dan standar deviasi sebesar 6,62. Hasil analisis
perbedaan kategori kemandirian antara remaja yang tinggal di rumah, di kost dan remaja
yang tinggal dipanti asuhan ditunjukan data pada tabel 3, sebagai berikut:
Tabel 3.
Kriteria Skor Kemandirian Belajar Keseluruhan
No. Interval Kategori Frekuensi
Keseluruhan %
Mean Standar
Deviasi
1. 65≤ x ≤ 80 Sangat Tinggi 10 11,1%
2. 50≤ x <65 Tinggi 72 80% 56,4 6,62
3. 35≤ x <50 Rendah 8 8,9%
4. 20≤ x <35 Sangat Rendah 0 0%
Bila meninjau data tersebut diperoleh data dengan keterangan persentase remaja yang
berada pada kategori kemandirian belajar sangat tinggi sebesar 11,1%, tinggi 80%,
rendah8,9%, sangat rendah 0%. Data tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian besar
remaja yang tinggal bersama orang tua, tinggal di kost, dan yang tinggal di panti asuhan
termasuk dalam kategori kemandirian belajar tinggi.
Hasil analisis perbedaan kategori kemandirian belajar antara remaja yang tinggal di
Tabel 4.
Kategori Skor Kemandirian Pada Remaja Yang Tinggal Di Rumah, Kost dan Panti Asuhan
No. Interval Kategori Frekuensi
Rumah % Mean
Frekuensi
Kost %
Mean Frekuensi
Panti
Asuhan
% Mean
1. 65≤ x ≤ 80 Sangat
Tinggi
7 23,3% 1 3,3% 2 6,6%
2. 50≤ x <65 Tinggi 23 76,7% 61,4 29 96,7% 55,3 20 66,7% 52,5
3. 35≤ x <50 Rendah 0 0% 0 0% 8 26,7%
4. 20≤ x <35 Sangat
Rendah
0 0% 0 0% 0 0%
d. Uji Anova
Data yang diperoleh dalam penelitian inidiolah menggunakan uji Anova, digunakan untuk melihat apakah rata-rata satu sampel berbeda dengan sampel lainnya. Jika p<0,05
maka dapat dikatakan ada perbedaan kemandirian belajar ditinjau dari lingkungan tempat
tinggal, namun jika p>0,05 maka dikatakan tidak ada perbedaan kemandirian belajar
[image:23.612.91.526.187.487.2]ditinjau dari lingkungan tempat maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil Uji Anova
ANOVA Kemandirian Belajar
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups
1242,600 2 621,300 20,328 ,000
Within Groups 2659,000 87 30,563
Total 3901,600 89
Hasil perhitungan uji anova pada tabel 5 menunjukan bahwa nilai signifikansi untuk
perbedaan kemandirian belajar ditinjau dari lingkungan tempat tinggal memiliki nilai F
sebesar 20,328 dengan signifikansi 0,000 atau p < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan
kemandirian belajar antara remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua, remaja yang
Tabel 6.
Perbedaan Kemandirian Belajar Pada Remaja Madya Ditinjau Dari Lingkungan Tempat Tinggal
Multiple Comparisons-Tukey
Dependent Variable: Kemandirian Belajar Tukey HSD
(I) Tempat Tinggal (J) Tempat Tinggal
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Lower Bound
Rumah Kost 6,100(*) 1,427 ,000 2,70 9,50
Panti Asuhan 8,900(*) 1,427 ,000 5,50 12,30
Kost Rumah -6,100(*) 1,427 ,000 -9,50 -2,70
Panti Asuhan 2,800 1,427 ,128 -,60 6,20
Panti Asuhan Rumah -8,900(*) 1,427 ,000 -12,30 -5,50
Kost -2,800 1,427 ,128 -6,20 ,60
* The mean difference is significant at the .05 level.
Perhitungan mengenai perbedaan kemandirian belajar antara remaja yang bertempat
tinggal bersama keluarga, bertempat tinggal di kos, dan yang bertempat tinggal di panti
asuhan juga dijelaskan dengan hasil perhitungan analisis lebih lanjut menggunakan uji
Tukey yang dapat dilihat di tabel 6 yang menunjukan skor signifikansi antara kelompok rumah dengan kos sebesar 0,000, yang berarti terdapat perbedaan kemandirian belajar
antara remaja rumah dengan remaja kost. Kelompok kos dan panti asuhan sebesar 0,128,
yang berarti tidak terdapat perbedaan kemandirian belajar antara remaja kost dan remaja
perbedaan kemandirian belajar antara remaja panti asuhan dan remaja rumah. Merujuk pada
hasil perhitungan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemandirian
belajar antara remaja yang tinggal bersama orang tua, tinggal di kost, dan remaja yang
tinggal di panti asuhandengan rata-rata kemandirian belajar yang lebih tinggi terdapat pada
kelompok remaja yang bertempat tinggal bersama orang tua.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan kemandirian belajar antara remaja
yang tinggal bersama orang tua, tinggal di kost, dan juga remaja yang tinggal di panti
asuhan, menunjukan bahwa terdapat perbedaan kemandirian belajar yang signifikan antara
remaja yang tinggal bersama orang tua, tinggal di kost, dan juga remaja yang tinggal di
panti asuhan. Dengan demikian, maka hasil peneltian ini sejalan dengan hipotesis penelitian
yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan kemandirian belajar antara remaja yang tinggal
bersama orang tua, tinggal di kost, dan juga remaja yang tinggal di panti asuhan. Merujuk
pada hasil perhitungan analisis lebih lanjut dengan menggunakan perhitungan Multiple
Comparisons-Tukey, maka dapat terlihat perbedaan kemandirian belajaryang signifikan antara remaja yang tinggal bersama orang tua dan remaja yang tinggal di kost dengan
signifikansi 0,000 (p < 0,05), remaja yang tinggal bersama orang tua dan remaja yang
tinggal di panti asuhan juga memiliki perbedaan dengan signifikansi 0,000 (p < 0,05).
Sedangkan kemandirian belajar remaja yang tinggal di kost dan kemandirian belajar remaja
yang tinggal di panti asuhan tidak memiliki perbedaan dengan signifikansi 0,128 (p > 0,05).
Temuan empiris dalam penelitian ini menunjukan tingkat kemandirian belajar antara
kategori tinggi sebesar 80% (72 remaja; 23 remaja di rumah, 29 remaja di kost, dan 20
remaja di panti asuhan). Pada kategori sangat tinggi memiliki presentase sebesar 11,1% (10
remaja; 7 di rumah, 1 di kost, dan 2 di panti asuhan). Pada kategori rendah memiliki nilai
prsentase sebesar 8,9% (yang semuanya merupakan remaja yang tinggal di panti asuhan).
Sedangkan pada kategori sangat rendah memiliki presentase sebesar 0% atau tidak ada
remaja yang memiliki kemandirian belajar yang sangat rendah. Sedangkan untuk hasil
mean atau rata-rata dari setiap kelompok tempat tinggal, pada remaja yang bertempat
tinggal di rumah memiliki rata-rata lebih tinggi yakni sebesar 61,4%, remaja yang tinggal
di kost memiliki rata-rata sebesar 55,3%, dan remaja yang tinggal di panti asuhan memiliki
rata-rata sebesar 52,5%. Dengan demikian kemandirian belajar paling tinggi terdapat pada
remaja yang tinggal di rumah bersama orangtua.
Hasil penelitian yang menunjukkan perbedaan kemandirian belajar antara remaja yang
tinggal bersama orang tua, tinggal di kost, dan juga remaja yang tinggal di panti asuhan
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suhartono (1999) yang menyebutkan bahwa
ada perbedaan kemandirian pada remaja ditinjau dari tempat tinggal.Pada hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa remaja yang bertempat tinggal bersama orang tua memiliki
kemandirian yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang tinggal di panti
asuhan.Dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa peran orang tua dan lingkungan
sangatlah penting dalam mengembangkan kemandirian pada remaja.Kasih sayang,
perhatian dan dukungan yang diberikan oleh lingkungan sosial merupakan salah satu dasar
bagi perkembangan remaja (dalam Suhartono, 1999).Selanjutnya kebebasan yang diberikan
orang tua kepada remaja membuat remaja tersebut memiliki kesempatan untuk dapat lebih
tinggal bersama orang tua paling tidak lebih mendapatkan kesempatan dan fasilitas yang
lebih baik daripada anak-anak yang tidak tinggal bersama orang tua.Dengan pengalaman
kesempatan dan kasih sayang serta perhatian yang ada tersebut dapat membuat remaja yang
tinggal bersama orang tua lebih mandiri dalam menghadapi berbagai masalah.
Sejalan dengan pernyataan tersebut Mussen (1992) menjelaskan bahwa anak yang
tumbuh di panti asuhan lebih bergantung dan lebih banyak mengganggu di sekolah
dibandingkan dengan anak yang diasuh di rumah.Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
perhatian dan kasih sayang pengasuh terhadap anak asuh.Adanya peraturan-peraturan di
panti asuhan sering kali membuat remaja kurang memiliki kebebasan serta kesempatan
dalam mengembangkan diri, hal ini dikarenakan adanya aturan-aturan yang harus dipatuhi
oleh remaja tersebut sehingga menyebabkan mereka kurang dapat mengembangkan
kemandirian mereka. Selain itu kebiasaan hidup bersama atau saling membantu pada
remaja panti asuhan dapat membuat mereka terbiasa menyelesaikan tugas dengan bantuan
orang lain.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas tentang perbedaan kemandirian
belajar remaja madya ditinjau dari lingkungan tempat tinggal, maka dapat disimpulkan:
1. Dari ketiga kelompok tempat tinggal, remaja yang tinggal bersama orang tua, tinggal
di kost, dan tinggal di panti asuhan, terdapat perbedaan kemandirian belajar antara
remaja yang tinggal bersama orang tua dan remaja yang tinggal di kost maupun remaja
kemandirian belajar antara remaja yang tinggal di kost dan remaja yang tinggal di
panti asuhan tidak terdapat perbedaan.
2. Kemandirian belajar pada remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua, remaja
yang tinggal di kost, dan remaja yang tinggal di panti asuhan tergolong dalam kategori
tinggi.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya
keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai
berikut:
a. Saran bagi remaja di rumah.
Remaja yang tinggal di rumah bersama orang tua hendaknya mampu mempertahankan
kemandirian dalam belajarnya.
b. Bagi remaja yang tinggal di kost.
Remaja yang tinggal di kost hendaknya menjadi pribadi yang bertanggung jawab,
mampu membagi waktu antara bermain dan belajar, serta dapat menjadi pribadi yang
mandiri khususnya mandiri dalam belajar.
c. Bagi remaja yang tinggal di panti asuhan.
Remaja yang tinggal di panti asuhan hendaknya dapat semakin meningkatkan dan
mengembangkan dirinya, sehingga dapat lebih mandiri dalam belajar.
d. Bagi pengasuh panti asuhan.
Pengasuh atau pengurus panti asuhan hendaknya lebih dapat menciptakan suasana
dukungan dan rasa aman terhadap semua anak asuh, sehingga kemandirian dalam
belajar pada anak asuh dapat berkembang dengan baik.
e. Saran bagi peneliti lain.
Bagi peneliti lain yang akan meneliti masalah ini, agar memperhatikan faktor-faktor
lain selain tempat tinggal, seperti jenis kelamin, pola asuh orang tua, inteligensi, dan
Daftar Pustaka
Anindya, C. P. (2008). Perbedaan Kemandirian Antara Mahasiswa Yang Tinggal Bersama Orang Tua Dengan Mahasiswa Yang Tinggal Di Kos. Universitas Ahmad Dahlan: Yogyakarta. Diunduh pada tanggal 15 Mei 2014.
Asrori, M& Ali, M.(2009).Psikologi remaja. Jakarta: bumi aksara
Azwar. S. (1997). Realibilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dewi, C. R. (2011). Kemandirian Dalam Mengerjakan Tugas Sekolah Ditinjau Dari Pola Asuh Demokratis Orangtua. Skripsi S-1 (tidak diterbitkan). Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.
Hakim, L. (2012).lukmanpringtulis.blogspot.com/2012/02/pengaruh-kemandirian belajar-siswa_25.html.diunduh pada tanggal 12 Mei 2013.
Hapsari, A. S & Sutama.(2013). Kontribusi kemandirian terhadap hasil belajar matematika ditinjau dari fasilitas belajar dan jarak tempat tinggal siswa SMK.Diunduh pada tanggal 8 Mei 2013.
Hartini, N. (2001). Deskripsi Kebutuhan Psikologi Pada Anak Panti Asuhan. Insan Media Psikologi.Vol.3, No.2.Hal.109 -118.
Hurlock. (1999). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga Dalyono, M. (2001). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Djamarah, S. B. & Zain A. (2006). Strategi belajar mengajar. Jakarta: PT rineka cipta Kartadinata, S. (2001). Kemandirian Belajar Dan Orientasi Nilai Mahasiswa. Bandung:
PPS.
Krismadewi, K. (2013). Perkembangan kemandirian.
http://kkisma.blogspot.com/2013/09/perkembangan-kemandirian.html. Diunduh pada tanggal 13 Mei 2014
Khoiriyati, Y. (2011). Perbandingan Prestasi Belajar Matematika Antara Siswa Yang Tinggal Di Pondok Pesantren, Kos, Dan Tinggal Bersama Orang Tua Pada Pokok Bahasan Logika Matematika Siswa Kelas X Semester II MA Nurul Ulul Mranggen Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi S-1 (tidak diterbitkan). IKIP PGRI: Semarang
Lowry, C. M. (2000).Supporting and Facilitating Self-Directed Learning. ERIC Digest No 93,1989-00-00.
Merriam, S., & Caffarella, R.S. (1999).Learning in Adulthood.San Fransisco: Jossey
Bass.[On‐line]. Available FTP:
http://www.newhorizons.org/articleMerriamcaffarella1.html. diunduh pada tanggal 7 Mei 2013.
Monks, F. J; Knoers &A.M.P; Haditono, S. R. (1992). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press.
Muntaha.(2013). Pendidikan kemandirian Anak-Anak Yatim Piatu Panti Asuhan Darul Hadlanah Blotongan Salatiga Tahun 2012..Skripsi S-1 (tidak diterbitkan). ISSN STAIN: Salatiga.
Mussen, H. (1992). Perkembangan Kepribadian Anak. Edisi VI. Alih Bahasa Budiyanto, F. X; Widianto, G; Gayatri, A. Jakarta: Arcan.
Pardjono.(2007). Kemandirian Belajar Mahasiswa Pendidikan Teknik Mesin Ditinjau Dari Asal Sekolah, Tempat Tinggal, Dan Lama Studi.FT Universitas Negeri Yogyakarta. Cakrwala Pendidikan. Februari 2007. Th. XXVI. No.1.
Perdana, I. (2013). http://iwanperdana-seputarpendidikan.blogspot.com/.Diunduh pada tanggal 26 Juni 2014.
Puspitasari, A. (2013).Self Regulated Learning Ditinjau Dari Goal Orientation (Studi Komparasi Pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang). Universitas Negeri Semarang: Semarang.
Sabry, M& Abd-El-Fattah.(2010). Garrison’s Model of Self-Directed Learning: Preliminary Validation and Relationship to Academic Achievement. The Spanish Journal of Psychology, vol. 13, num. 2. Espana: Universidad Complutense de Madrid. Suhartono, L. K. (1999). Perbedaan Kemandirian Dalam Memecahkan Masalah Pada
Remaja Ditinjau Dari Tempat Tinggal.Skripsi S-1 (tidak diterbitkan). Universitas Katolik Soegijapranata: Semarang.
Soekanto, S. (1990). Sosiologi Keluarga: Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta
Tarmidi & Rambe.(2010). Korelasi Antara Dukungan Sosial Orangtua Dan Self Directed Learning Pada Siswa SMA. Jurnal psikologi, volume 37, no.2, Desember 2010 : 216-223.
Wiratama, Y. (2014). http://yudi-wiratama.blogspot.com/2014/01/model-self-directed-learning-sdl.html.diunduh pada tanggal 12 Mei 2013.