• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENYEMBUHAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIK PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF (NAPZA) : Studi Eksplorasi Metode, Peranan dan Keterampilan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PENYEMBUHAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIK PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF (NAPZA) : Studi Eksplorasi Metode, Peranan dan Keterampilan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling

Di Susun Oleh : Danyi Riani NIM. 0807933

PROGRAM STUDI PASCASARJANA (S3) JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya)

Oleh:

Danyi Riani NIM. 0807933

S.Sos UNPAS Bandung, 2000

M.Si UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2007

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Program Studi Bimbingan dan Konseling

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

© Danyi Riani 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok pesantren Suryalaya)

Disetujui dan disahkan oleh panitia disertasi:

Promotor

Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja. Ko-Promotor

Prof. Dr. Ahman. M.Pd. NIP; 195901041985031002

Anggota

Dr. Agus Taufiq.M.Pd. NIP: 195808161985031007

Mengetahui,

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling

(4)

KATA PENGANTAR... V

BAB II. BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA ... 18

A. Bimbingan Konseling (BK) Masyarakat guna Pemberian Bimbingan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA... 18 B. Metode, Peranan dan Keterampilan Bimbingan Konseling Pada Korban Penyalahgunaan NAPZA... 36

C. Karakteristik Perkembangan dan Masalah Individu pada Fase Remaja ... 47

D. Karakteristik Korban Penyalahgunaan NAPZA... E. Hakekat dan Hukum Narkotik, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) …...………... 67 73 F. Metode Penyembuhan Model Pondok Pesantren Suryalaya... 80

G. Metode, Penyembuhan Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya... 90

BAB III. METODE PENELITIAN... 91

A. Fokus Penelitian... 91

B. Metode Penelitian Kualitatif... 96

C. Alur Prosedur Penelitian... 99

D. Lokasi Penelitian ... 121

E. Sumber dan Pengumpulan Data... 121

F. Pengembangan Instrumen Penelitian... 122

G. Tahapan Pelaksanaan Penelitian... 129

H. Validitas Hasil Penelitian... 132

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 135

A. Hasil Penelitian... 135

(5)

dalam Bimbingan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA... 207

2. Pembahasan Implementasi/Penerapan Gabungan Metode, Keterampilan dan Peranan pada Korban penyalahgunaan NAPZA... 221

3. Pembahasan Peranan Institusi dalam Pendampingan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA... 222

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN... 224

A.Simpulan... 224

B.Saran... 225

DAFTAR PUSTAKA... 228

(6)

iii

Danyi Riani (2014). Model Penyembuhan Korban Penyalahgunaan Narkotik Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) (Studi Eksplorasi Metode, Keterampilan dan Peranan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya)

Penelitian ini dilatarbelakangisemakin meningkatnya korban penyalahgunaan Napza dan belum adanya konselor yang terjun ke masyarakat guna mendampingi korban penyalahgunaan NAPZA. Penelitian ini bertujuan menggabungkan metode-metode, peranan-peranan dan keterampilan-keterampilan yang di gunakan di Ponpes Suryalaya dengan metode-metode, peranan-peranan dan keterampilan-keterampilan bimbingan dan konseling. Metode penelitian dilakukan secara kualitatif, dengan tindakan kolaboratif (collaborative action research). Partisipan yang menjadi subyek penelitian ini berjumlah 10 orang anak bina di Pondok Pesantren Suryalaya, berdasarkan random sampling. Hasil temuan penelitian berupa; (1) metode mandi taubat, metode shalat, metode dzikir dan metode puasa, yang digunakan di Ponpes Suryalaya; (2) metode kursi kosong; metode realitas dan metode percaya diri, dalam bimbingan dan konseling. (3) gabungan peranan dan keterampilan yang digunakan di Ponpes Suryalaya dan bimbingan dan konseling. Penelitian ini direkomendasikan untuk: (1) pengembangan teori maupun praktik dalam dunia keilmuan Profesi Bimbingan Konseling dan implikasi pada profesi Pekerjaan Sosial guna bimbingan pada korban penyalahgunaan NAPZA. (2) Ponpes Suryalaya agar mengadopsi nilai-nilai baru yang bersumber dari bimbingan konseling. (3) para peneliti selanjutnya untuk mengkaji lebih dalam lagi; (4) menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi para pengambi keputusan di BBPPKS Bandung tentang adanya “Kebutuhan Diklat Bimbingan terhadap korban penyalahgunaan NAPZA”

Kata Kunci:

1. Model Penyembuhan Korban Penyalahgunaan Narkotik Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA).

2. Studi Eksplorasi Metode, Peranan dan keterampilan Bimbingan Korban Penyalahgunaan NAPZA.

(7)

Danyi Riani (2014). Healing Model for Victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances Abuse (An Exploratory Study of the Methods, Skills, and Roles for Victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances at Pondok Pesantren Suryalaya*)

The background to the research was the increasing number of victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances as well as the fact that there had been no counsellors who were directly involved in the community in order to mentor victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances abuse. It aimed to combine methods, roles, and skills employed at Ponpes** Suryalaya with those used in the field of Guidance and Counseling. The research employed qualitative method with collaborative action research. A total of 10 mentored students at Ponpes Suryalaya who participated as the research subjects were selected based on purposive random sampling. The findings were in the forms of: (1) Repentance bathing method, prayer method, remembrance of God method, and fasting method employed at Ponpes Suryalaya; (2) Empty-chair method, reality method, and self-esteem method in guidance and counseling; (3) A combination of the skills and roles used at Ponpes Suryalaya and those in Guidance and Counseling. The research findings are recommended for: (1) The development of both theories and practices in the professional field of Guidance and Counseling and the implications on professional social workers in order to mentor victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances abuse; (2) Ponpes Suryalaya in order to adopt the new values from guidance and counselling; (3) The future researchers to further study the issue; and (4) The decision makers at Bandung Center of Education and Training of Social Welfare to be made inputs and

considerations for “The Needs for Mentoring Education and Training for victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances abuse”.

Keywords:

4. Healing Model for Victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances Abuse.

5. An Exploratory Study of the Methods, Skills, and Roles of Mentoring for Victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances Abuse.

6. At Pondok Pesantren Suryalaya.

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Masa remaja dapat dikatakan sebagai masa peralihan atau transisi, di masa ini

remaja sedang mencari jati diri, cenderung berfikir instan cepat putus asa dan

penuh dengan jiwa petualang dan selalu ingin mencoba sesuatu yang baru tanpa

memperhitungkan tingkat resikonya. Karena proses berfikir dan bertindak seperti

itu maka remaja tidak mampu lagi membedakan mana yang baik dan yang buruk

sebagai landasan untuk berfikir yang sehat dan rasional, remaja dalam kondisi

seperti itu sangat berpotensi menjadi korban, korban salah pergaulan, korban

modernisasi dan korban penyalahgunaan NAPZA. Hal inilah yang mempengaruhi

terhadap meningkatnya berbagai permasalahan sosial bahkan sudah menjadi

masalah nasional yang terjadi di masyarakat dewasa ini .

Korban penyalahgunaan Napza dari tahun ke tahun menunjukkan

peningkatan, berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Pusat

Penelitian Kesehatan (Puslikes) Universitas Indonesia (UI) pada April tahun 2006

jumlah penyalahgunaan narkoba di Indonesia sebanyak 3.200.000 orang. Banyak

kalangan menilai jumlah itu merupakan puncak gunung es (iceberg) dan angka

yang sebenarnya masih jauh lebih besar. Dari jumlah tersebut, setiap Tahun

15.000 orang yang mayoritas generasi muda Indonesia tewas akibat

penyalahgunaan narkoba. Peneliti Organisasi Buruh Internasional (ILO) Tahun

2006 menyebutkan pada Tahun 2005 di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat,

92% anak di bawah usia 10 tahun rata-rata pernah mengkonsumsi narkoba yang

lebih mengejutkan berdasarkan penelitian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan

BNN (2010) ternyata setiap Tahun sebanyak 1,7 juta ton heroin masuk ke

Indonesia," dan telah dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia tanpa mengenal usia

dan golongan. Pada Tahun 2010 dari jumlah penduduk sebanyak 229.000.000

jiwa, yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA sudah mencapai 1,99 persen

(9)

data terakhir Tanggal 23 Juni Tahun 2012, Gerakan Anti Narkoba (granat)

mencatat sebanyak 5.000.000 jiwa yang menjadi pengguna dan pencandu Narkoba

di Indonesia, artinya dalam tempo kurang lebih dua tahun terhitung dari tahun

2010 telah mengalami peningkatan sebanyak 442.900 Jiwa dan peningkatan

pertahunnya berarti sejumlah 221.450 jiwa. Sangat memprihatinkan melihat

besarnya jumlah korban penyalahgunaan NAPZA tersebut.

Berdasarkan permasalahan tersebut dipandang perlu adanya tenaga profesi

konselor yang terjun ke masyarakat agar dapat memberikan bimbingan secara

langsung kepada masyarakat khususnya para remaja yang menjadi korban

penyalahgunaan NAPZA. Bimbingan adalah kegiatan pemberian layanan untuk

mendampingi konseli/individu yang memiliki masalah agar mendapat dukungan

kekuatan dan alternatif-alternatif solusi dan Konselor adalah profesi yang

memberikan pelayanan konseling atau nasihat kepada konseli/individu guna

membantu dalam penyelesaian masalah yang di hadapinya, dengan hadirnya

konselor kedalam masyarakat selain merupakan terobosan baru, juga merupakan

suatu perubahan besar (progress), karena umumnya masyarakat yang memiliki

masalah yang mendatangi konselor, tetapi kali ini konselor lah yang mendatangi

atau terjun ke masyarakat.

Dengan ilmu pengetahuan bimbingan dan konseling diharapkan konselor

dapat membantu masyarakat sesuai dengan kompetensinya dan tentunya dapat

lebih memahami perkembangan-perkembangan yang terjadi pada konseli dan

masyarakat, sehingga konselor mampu menerapkan metode-metode terapi yang di

perlukan konseli dengan menggunakan keterampilan dan peranan sesuai

kebutuhan guna mengatasi permasalahan yang di hadapi konseli, karena sasaran

atau subyek dari konselor adalah manusia bukan mesin untuk itu di tuntut untuk

profesional dalam penanganannya.

Dalam melakukan bimbingan terhadap korban penyalahgunaan NAPZA,

seorang konselor yang terjun ke masyarakat dituntut untuk lebih profesional dapat

menganalisis dan mengkaji permasalahan serta mampu menerapkan pendekatan

(10)

korban secara komprehensif dan obyektif serta mencari solusi berdasarkan

tinjauan dari berbagai aspek yang disesuaikan dengan kebutuhan dari konseli.

Pembimbing yang terjun ke jalur masyarakat adalah suatu kemajuan dalam

bidang profesi konselor sebagaimana dikatakan oleh Lewis et al. (2010;13) model

konseling masyarakat menekankan pada pendekatan lingkungan, pendekatan

model ini sangat bertolak belakang dengan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan

konselor pada umumnya dikala praktek. Masyarakat lebih kompleks dan lebih

cepat berubah dibanding dengan individu, dan metode perorangan tidak efektif

bila digunakan pada masyarakat. Oleh karena itu konselor dituntut untuk selalu

mengembangkan metode yang terorientasi sistem yang dapat meningkatkan

keberfungsian sosial (social functioning) konseli, karena umumnya individu yang

menjadi korban penyalahgunaan NAPZA berpotensi terganggunya atau terhambat

dalam melaksanakan keberfungsian sosialny; Menurut (Garvin dan Seabury,

1984) keberfungsian sosial adalah “berkaitan dengan interaksi antara orang

dengan lingkungan sosialnya“ jadi dalam hal ini orang yang bermasalah adalah

orang yang tidak mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial dimana dia

berada. Oleh karena itu kegiatan bimbingan ini diarahkan untuk membantu

konseli yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA menjadi mampu

berinteraksi dengan lingkungan sosialnya secara memadai.

Konselor dalam memberikan bimbingan kepada konseli dilandasi oleh

konsep dan teori ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan maka konselor

sebagai pengubah, membantu konseli agar menjadi orang yang mampu

melaksanakan peranan sosialnya secara wajar, dan dapat memenuhi kebutuhan

hidupnya, serta memiliki kemampuan dalam mengatasi berbagai kesulitan dan

masalah yang dihadapinya, yang disebut dengan Coping Capacity, sehingga

nantinya diharapkan konseli mampu mewujudkan aspirasi sesuai dengan

harapannya. Konselor yang bekerja pada masyarakat khususnya didalam praktek

bimbingan kepada masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA

pada saat bimbingan menerapkan perpaduan ilmu pengetahuan yang terdiri dari

nilai dan keterampilan yang disesuaikan dengan aspek intervensi ilmu bimbingan

(11)

penyalahgunaan NAPZA, baik konseli sebagai individu/pribadi, ataupun konseli

korban penyalahgunaan NAPZA yang ada dalam satu kelompok/komunitas, yang

ada di masyarakat dan di panti-panti, tempat-tempat rehabilitasi, kedua;

Pembimbing harus memiliki pengetahuan tentang lingkungan sosial konseli, yaitu

pengetahuan berkaitan dengan masyarakat dimana konseli bergaul/ berada, hal ini

dipandang perlu karena faktor lingkungan dan masyarakat sangat berpengaruh

terhadap perilaku konseli, dan bisa pula semua permasalahan yang terjadi pada

konseli bersumber dari faktor lingkungan, faktor kebudayaan konselipun tidak

kalah penting untuk dipelajari oleh konselor guna mengetahui sejauh mana

keterkaitan pengaruh dari budaya konseli dengan masalah yang dihadapinya.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Gerald Corey (Syamsu Yusuf,1998.).

(1) Manusia dipandang memiliki kecenderungan positif dan negatife yang sama.

(2) Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial

budayanya. Dalam arti bahwa lingkungan merupakan pembentuk utama

keberadaan manusia. (3) Segenap tingkah laku itu dipelajari. (4) Manusia tidak

memiliki kemampuan untuk membentuk nasibnya sendiri.

Yang dimaksud pada point ke 4 (empat) kalimat di atas bahwa “manusia tidak memiliki kemampuan untuk membentuk nasibnya sendiri” karena manusia sebagai makhluk sosial saling berdependensi (saling membutuhkan) dan

berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, setiap manusia memiliki kelebihan

dan kekurangan oleh karena itu untuk membentuk nasib atau jalan hidup, manusia

memerlukan kerjasama atau campur tangan orang lain termasuk lingkugan untuk

mencapai tujuan dalam hidup.

Konselor sebagai pembimbing yang bekerja dijalur masyarakat untuk

memberikan bimbingan sangat diperlukan guna memberikan konseling kepada

konseli (konseli), fungsi konseling bagi konseli mencakup tiga aspek. Pertama

sebagai fungsi pencegahan (preventive), fungsi ini dimaksudkan sebagai usaha

memberi layanan sedini mungkin agar konseli dapat mengantisipasikan dan

kemudian terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangan

(12)

bantuan dan dukungan untuk mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut.

Ketiga fungsi pengembangan (developmental) fungsi ini bertujuan untuk

memfasilitasi kemampuan-kemampuan dan potensi-potensi konseli agar dapat

dikembangkan kearah yang positif, serta menjaga dan meningkatkan

kemampuan-kemampuan itu bagi perkembangan diri konseli dikemudian hari.

D.W. Sue & Sue (1990, Hal.5) menyatakan pendapatnya bahwa, Konseling

masyarakat merupakan model konseling yang komprehensif dalam intervensi

strategis dan dalam pelayanannya mempromosikan perkembangan personal dan

kesejahteraan semua orang serta masyarakat umum lainnya. Model konseling

masyarakat terdiri dari 4 (empat) model pelayanan; (1) Pelayanan konseli secara

langsung, (2) Pelayanan konseli secara tidak langsung, (3) Pelayanan masyarakat

secara langsung, (4) Pelayanan masyarakat secara tidak langsung. Model ini juga

membuat konselor melakukan intervensi praktis dengan mengintegrasikan

kontribusi seperti, konteks perkembangan, ekologis, feminis, multi budaya dan

teori-teori pos moderenisme yang sudah ada sejak 35 tahun yang silam.

Seorang pembimbing yang terjun ke masyarakat perlu memahami dan

menguasai semua peranan yang harus dilakukan dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat, seperti peranan sebagai konselor, advokator, motivator,

fasilitator. Setiap peranan yang dilakukan oleh pembimbing memiliki makna dan

tujuan, seperti peranan motivator yang dilakukan pembimbing, berguna untuk

memotivasi masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA dan

bertujuan untuk menumbuhkan rasa percaya diri agar konseli bergairah kembali

untuk menjalani kehidupannya merasa masih berharga serta berguna bagi keluarga

dan lingkungannya. Peranan tersebut dilakukan dengan harapan akan terjadinya

perubahan yang positife pada diri konseli, pemberian motivasi dilakukan dengan

berbagai cara yakni dengan pemberian aktifitas-aktifitas kearah penyadaran diri

yang tentunya bermanfaat bagi konseli, salahsatu bentuk penyadaran diri

dilakukan dengan pemberian bimbingan yang bermuatan konseling dengan

berbagai metode, keterampilan dan peranan yang bernuansa religius atau

(13)

Oleh karena itu bimbingan berbasis religius atau agama dipandang sangat

penting, karena dengan dasar agama yang kuat, dapat dijadikan sebagai pondasi

kekuatan dalam mengarungi kehidupan dan hal ini dapat berpengaruh besar pada

konseli dalam memandang dan mengatasi permasalahan kutipan atas pendapat

Hawari (dalam Yusuf LN, 1997, hlm 167) mengemukakan “bagaimanapun perubahan-perubahan sosial budaya tersebut terjadi, maka pendidikan agama

hendaknya tetap diutamakan. Sebab padanya terkandung nilai-nilai moral, etik

dan pedoman hidup sehat yang universal dan abadi sifatnya”. Pendidikan agama

dalam bimbingan yang dilakukan konselor masyarakat, dimaksud bukan dalam

arti memberikan pelajaran agama layaknya di sekolah-sekolah umum atau

madrasah-madrasah, melainkan memberikan penanaman keimanan dan keyakinan

kepada Tuhan, pembiasaan mematuhi dan memelihara nilai-nilai dan

kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama (menjalankan perintah atau kewajiban

dan menjauhkan larangan atau yang diharamkan oleh Allah Swt).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di berbagai tempat

penyembuhan/terapi korban penyalahgunaan napza diantaranya yaitu di ”Rumah

Palma” salah satu Unit dari Rumah Sakit Jiwa Cimahi, dan di Balai Pemulihan

Sosial (BPSPP) salah satu Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) rehabilitasi sosial yang

menangani korban penyalahgunaan Napza dibawah Kementerian Sosial, yang ada

di lembang, Bandung dan yang terakhir di salah satu Yayasan Swasta yang

menangani korban penyalahgunaan Napza ”Rumah Cemara” yang beralamat di jalan Sersan Bajuri, Bandung dan didukung pula oleh referensi lainnya sebagai

bahan untuk memperkaya khazanah serta wawasan dalam pertimbangan dan

pengambilan keputusan. Dari hasil penelitian diberbagai tempat tersebut

teridentifikasi bahwa selama ini para korban penyalahgunaan NAPZA setelah

mereka keluar dari Panti-Panti atau Rumah Sakit, sekembalinya mereka ke

keluarga dan masyarakat tidak ada yang memberikan/melakukan bimbingan

kepada konseli korban penyalahgunaan korban NAPZA tersebut, hal ini

mengundang keprihatinan peneliti, karena konseli dapat dikatagorikan masih

(14)

kenyataan ini akan berpotensi terjadinya kekambuhan lagi (relapse) untuk

menggunakan NAPZA. Karena yang tersembuhkan dan teratasi hanya masalah

yang terjadi pada fisiknya saja namun permasalahan yang berkaitan dengan

psikologis yang konseli hadapi dan rasakan belum tertuntaskan. Hal ini tidak

dapat dipandang enteng karena akan berpengaruh terhadap perkembangan konseli

dan berpotensi terjadinya penyimpangan pada perilaku konseli, apabila salah

dalam penanganan maka permasalahan tidak akan selesai malah sebaliknya akan

memperburuk, agar hal tersebut tidak terjadi maka dibutuhkan bimbingan bagi

konseli, selama konseli masih mengalami ketergantungan NAPZA atau setelah

konseli keluar dari tempat rehabilitasi, bimbingan dilakukan oleh pembimbing

yang berkompetensi .

Berdasarkan uraian tersebut maka penting dilakukan penelitian di Pondok

Pesantren (Ponpes) Suryalaya yang terkenal dengan metode yang digunakan

dalam penyembuhannya yaitu metode Thareqat Qadiriyah Naqsabandiyah yang

lebih dikenal dengan metode TQN, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari

metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang digunakan

disana kemudian dipadukan dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan

dan peranan-peranan bimbingan dan konseling, kemudian hasil perpaduan

tersebut akan digunakan oleh para pembimbing dalam bimbingan kepada korban

penyalahgunaan NAPZA.

Peneliti memandang metode yang digunakan di Pondok Pesantren Suryalaya

memiliki kelebihan dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA

bila dibandingkan dengan metode-metode lain yang digunakan di ponpes-ponpes,

panti-panti dan rumah sakit lainnya. Metode yang digunakan di Pondok Pesantren

Suryalaya adalah metode yang berasal dari ajaran Tasawuf Thariqat Qodriyah

Naqsabandiyah (TQN) yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadis, materi pembinaannya terdiri dari mandi taubat, talqin, shalat dan dzikir. Muatan materi

ini lebih mengarah pada penyadaran dan pembersihan hati serta diri dari

perbuatan-perbuatan yang tercela tampa ada paksaan dari siapapun, jadi timbulnya

kesadaran datangnya langsung dari sanubari diri korban untuk tidak menggunakan

(15)

Penelitian metode, keterampilan dan peranan Thareqat Qodiriyah

Naqsyahbandiyah (TQN) Ponpes Suryalaya yang peneliti lakukan, selama ini

belum pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, peneliti memandang

bimbingan dengan menggunakan metode ajaran Tasawuf Thariqat Qodriyah

Naqsabandiyah (TQN) yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadis dipandang penting karena mengandung unsur spiritual yang kuat bagi para korban

penyalahgunaan NAPZA dalam metode penyembuhannyapun menggunakan

pendekatan-pendekatan secara kerohanian /spiritual religius, sehingga konseli

mendapatkan bimbingan moral keagamaan yang kuat sebagai landasan dalam

menjaga kehormatan diri, menjunjung tinggi etika dan tata karma dalam

pergaulan, sehingga konseli memiliki batasan-batasan untuk menjauhkan hal-hal

yang dilarang oleh agama dan menjalankan hal-hal yang diperbolehkan oleh

agama konseli juga memiliki kematangan dalam kepribadian yang tercermin dari

tingkah laku dan pola fikir yang sehat, karena pangkal permasalahan hingga

konseli menjadi korban penyalahgunaan NAPZA sungguhnya bersumber dari

dalam diri pribadi konseli itu sendiri, oleh karena itu yang menyelesaikannyapun

harus konseli itu sendiri atas dasar kesadarannya dan tugas pembimbing adalah

mengantar dan membantu agar konseli dapat mencapai harapannya tersebut.

Metode ajaran Tasawuf Thariqat Qodriyah Naqsabandiyah yang digunakan

di Pondok Pesantren Suryalaya yang dijadikan dasar sebagai penyembuhan

korban NAPZA sangat berbeda dengan metode-metode yang digunakan di Rumah

Sakit yang cenderung dilakukan secara medis, medis lebih terkosentrasi kepada

penyembuhan pada fisik sedangkan metode Thariqat Qodriyah Naqsabandiyah

lebih mengarah kepada spiritual yang bersumber dari Al-Qur’an, metode ini dipandang efektif untuk menanggulangi faktor-faktor yang menjadi hambatan

bagi konseli korban penyalahgunaan NAPZA dalam menjalankan kehidupan

sehari-harinya seperti; (1) benturan/konflik dengan keluarga, karena keluarga

tidak memahami apa yang diharapkan dan dihadapi oleh konseli. (2) keraguan

masyarakat yang belum dapat menerima kehadiran konseli karena masyarakat

(16)

masih jadi pengguna NAPZA agar konseli kembali bergabung dalam

komunitasnya, dan masih banyak lagi pengaruh lainnya.

Bimbingan yang dilakukan kepada konseli korban penyalahgunaan NAPZA

dipandang penting, penerapan konseling dengan metode dan keterampilan yang

tepat akan membawa kearah penyadaran diri dan pemulihan kepada konseli,

dikarenakan tidak sedikit para korban penyalah gunaan NAPZA setelah

dinyatakan sembuh dan telah kembali kemasyarakat ternyata seringkali harus

keluar masuk atau berulang-ulang menjalani pemulihan yang disebabkan

mengalami suatu kondisi kekambuhan (relapse) untuk menggunakan NAPZA,

Kekambuhan tersebut bisa terjadi dikarenakan tidak adanya kesadaran diri yang

timbul dari sanubari pribadi. Oleh karena itu peneliti memandang perlunya hadir

sosok seorang konselor yang dapat memberikan konseling dengan perpaduan ilmu

bimbingan dan konseling dengan metode Thariqat Qodriyah Naqsabandiyah

yang bersumber dari Al-Qur’an agar dapat timbul kesadaran diri secara lahirian

dan batiniah

Berdasarkan kondisi tersebut maka peneliti melakukan penelitian untuk

mempelajari metode, peranan dan keterampilan yang digunakan oleh para

Pembina kepada konseli penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di

Ponpes Suryalaya kemudian dipadukan dengan metode, peranan dan keterampilan

dalam ilmu pengetahuan berbasiskan pendidikan psikologi khususnya Bimbingan

dan konseling sehingga melahirkan sebuah model yang nantinya akan digunakan

oleh para pembimbing atau konselor yang terjun kejalur masyarakat, termasuk

yang ada di panti-panti sosial yang dikelola oleh Pemerintah dan swasta guna

memberikan bimbingan terhadap korban penyalahgunaan NAPZA.

Model penyembuhan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah yang dilakukan di

Pondok Pesantren Suryalaya, ini merupakan hal yang perlu diteliti dan ini juga

merupakan bahan masukan bagi para konselor yang mengabdikan keilmuannya

bagi masyarakat guna mengembangkan kompetensinya serta menambah wawasan

(17)

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA perlu mendapat

bimbingan dari konselor agar mereka mendapat penguatan dan

dukungan-dukungan, selama ini fakta yang terjadi pada korban yang tidak dirawat ataupun

yang baru keluar dari tempat rehabilitasi tidak mendapat bimbingan, bimbingan

adalah suatu kegiatan pemberian dukungaan-dukungan, penguatan-penguatan dan

alternatif-alternatif solusi guna menyelesaikan masalah yang di hadapi korban

penyalahgunaan NAPZA.

Para korban tidaklah semua berasal dari keluarga yang mampu. dari sisi

biaya bagi korban yang berasal dari keluarga mampu tidak terlalu bermasalah,

mereka bisa menjalani perawatan dirumah sakit yang berkelas tinggi dengan

perawatan dan pelayanan yang maksimal, bahkan mereka mampu didampingi

seorang parawat khusus, sedangkan bagi korban yang berasal dari keluarga yang

tidak mampu mereka terbentur pada masalah pembiayaan sehingga konseli

sebagai korban umumnya terabaikan dan keluargapun pada akhirnya tidak perduli

lagi kepada korban, situasi seperti ini tentunya akan semakin memperparah

keadaan korban penyalahgunaan NAPZA dan korban semakin terpuruk.

Selama ini belum ada peneliti yang melakukan penelitian tentang

penggabungan metode, keterampilan dan peranan Thareqat Qodiriyah

Naqsyahbandiyah (TQN) di Ponpes Suryalaya dengan metode, keterampilan dan

peranan bimbingan dan konseling, bimbingan menggunakan model penggabungan

akan lebih efektif karena akan terpenuhi kebutuhan aspek fisik, sosial dan

spiritual. Konselor yang ada di lingkungan masyarakat dan yang ada di ponpes, di

panti serta yayasan yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA milik

pemerintah dan swasta adalah salah satu alternatif pilihan yang terjangkau bagi

masyarakat yang berasal dari keluarga taraf ekonomi menengah kebawah di

karenakan untuk biaya perawatan sudah mendapat kontribusi subsidi dari

pemerintah. Untuk menyeimbangkan pemenuhan tersebut maka diperlukan

bimbingan oleh konselor yang memiliki kompetensi dalam pemberian konseling

(18)

penyembuhan yang bersumber dari Thareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN)

Pondok Pesantren Suryalaya.

Bimbingan kepada konseli korban penyalahgunaan NAPZA dilakukan

secara berkesinambungan (Sustainable) dan tidak boleh terputus agar korban

benar-benar menjadi kuat dan terbebas dari pengaruh, baik pengaruh yang

datangnya dari dalam diri sendiri (internal) maupun yang datang dari lingkungan

(eksternal)

Bimbingan berdasarkan ilmu perpaduan ini menggunakan prosedur-prosedur atau

tahapan-tahapan yang sistematis dan teratur dalam melaksanakan bimbingan

kepada konseli korban penyalahgunaan NAPZA, yang terdiri dari aktifitas

pemberian penjelasan, pembimbingan, eksplorasi dan persuasi, dengan

menggunakan keterampilan, pendekatan dan peranan sesuai dengan kebutuhan

dalam menyelesaikan permasalahan guna menolong konseli korban

penyalahgunaan NAPZA sebagai penerima pelayanan secara individu. Jadi

metode yang digunakan dalam bimbingan ini dapat dikatakan sebagai landasan

kerja para konselor dalam memberikan bimbingan secara Profesional kepada

konseli korban penyalahgunaan NAPZA.

Dengan penggunaan metode, keterampilan dan peranan hasil perpaduan dari

bimbingan dan konseling dengan metode penyembuhan Thareqat Qodiriyah

Naqsyahbandiyah (TQN) Ponpes Suryalaya, diharapkan para konselor mampu

memberikan bimbingan dengan baik sehingga konseli dapat mencapai

keseimbangan dalam menjalankan dan mengarahkan kehidupannya sendiri dengan

indikator.

1. Konseli dapat mengetahui dan menyalurkan secara positif kelebihan-

kelebihannya/potensi–potensi yang terkandung didalam dirinya.

2. Konseli dapat mengetahui dan mengatasi kelemahan-kelemahan yang pada

dirinya.

3. Konseli mampu memanajemen/mengatur kehidupannya secara sehat penuh

optimis sehingga dapat terlaksana sesuai dengan harapan pribadi, keluarga dan

(19)

4. Konseli mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan baik sehingga dapat

diterima oleh keluarga dan masyarakat dilingkungannya.

5. Konseli mampu berprilaku (attitude) dan berfikir secara normal sehingga tidak

melanggar norma-norma yang berlaku, baik norma sosial, norma agama, norma

hukum dan norma adat istiadat yang ada dimasyarakat setempat.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Seperti apa perpaduan metode, keterampilan dan peranan

yang digunakan di Ponpes Suryalaya dengan bimbingan dan konseling bagi

korban penyalahgunaan NAPZA?”. Dengan uraian pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

1. Bagaimana perpaduan metode-metode Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah

(TQN) dengan metode-metode dalam bimbingan dan konseling yang

digunakan dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di

Ponpes Suryalaya?

2. Bagaimana perpaduan keterampilan-keterampilan Thareqat Qodriyah

Naqsabandiyah (TQN) dengan keterampilan-keterampilan dalam bimbingan

dan konseling yang digunakan dalam proses penyembuhan korban

penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya?

3. Bagaimana perpaduan peranan-peranan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah

(TQN) dengan peranan-peranan dalam bimbingan dan konseling yang

digunakan dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di

Ponpes Suryalaya?

4. Bagaimana model hasil perpaduan metode-metode, keterampilan-keterampilan

dan peranan-peranan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) di Ponpes

Suryalaya dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan

(20)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran secara empirik

mengenai Perpaduan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan

peranan-peranan yang digunakan oleh para pembina kepada konseli di Pondok Pesantren

Suryalaya dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA dengan

dasar metode Thareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN) dengan

metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang digunakan dalam

bimbingan dan konseling bagi korban penyalahgunaan NAPZA.

Hasil dari pengperpaduan tersebut kemudian menghasilkan “Model Penyembuhan dalam bimbingan bagi korban penyalahgunaan NAPZA” yang akan di gunakan dalam bimbingan bagi korban penyalahgunaan NAPZA oleh para konselor yang

terjun ke masyarakat.

Tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagaimana berikut dibawah ini:

1. Menggali metode-metode Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) yang

digunakan oleh Pembina kepada konseli dalam proses penyembuhan korban

penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya dengan metode-metode dalam

ilmu Bimbingan dan konseling .

2. Menggali keterampilan-keterampilan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah

(TQN) yang digunakan oleh Pembina kepada konseli dalam proses

penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya dengan

metode-metode dalam ilmu Bimbingan dan konseling .

3. Menggali peranan-peranan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) yang

digunakan oleh Pembina kepada konseli dalam proses penyembuhan korban

penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya dengan

keerampilan-keterampilan dalam ilmu Bimbingan dan konseling .

4. Mengabungkan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan

peranan-peranan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) di Ponpes Suryalaya

dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan

dalam Ilmu bimbingan dan konseling.

(21)

E. Metode Penelitian

Penelitian gabungan metode-metode, keterampilan-ketrampilan dan

peranan-peranan bimbingan dan konseling dengan model penyembuhan korban

penyalahgunaan NAPZA Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah Pondok Pesantren

Suryalaya. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan pendekatan

penelitian tindakan kolaboratif (collaborative action research).

Penelitian di lakukan secara partisipatif dan empiris, peneliti menyatu,

membaur bersama–sama dengan konseli dalam kegiatan, penelitian kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya dan berinteraksi

dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia

sekitarnya.

Sumber data dalam penelitian ini adalah pecandu NAPZA yang sedang

menerima layanan penyembuhan di Pondok Pesantren Suryalaya yang berjumlah

10 orang. Penentuan subjek penelitian ini menggunakan purposive random

sampling, yang telah di sesuaikan dengan karakteristik data yang di jaring,

pemilihan 10 orang partisipan di pandang sudah cukup representative dilakukan

berdasarkan kesepakatan bersama antara partisipan dengan peneliti . Hal ini

dilakukan guna mempermudah dalam memperaktekkan tindakan guna

menerapkan metode, peranan dan keterampilan.

Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi dan non observasi,

teknik observasi menggunakan catatan lapangan, dan wawancara, kuesioner, dan

dokumen (dalam lampiran).

F. Manfaat/Signifikansi Penelitian

Penelitian diharapkan bermanfaat terhadap pengembangan teoritis bagi

pengembangan keilmuan dalam profesi konselor yang bekerja di masyarakat guna

mendampingi individu korban penyalahgunaan NAPZA, dan bermanfaat secara

(22)

1. Pondok Pesantren Suryalaya

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan guna

peningkatan kualitas dalam pemberian pelayanan kepada korban

penyalahgunaan NAPZA.

b. Mengembangkan hasil temuan ini guna kepentingan korban penyalahgunaan

NAPZA untuk membuka kemungkinan adanya pemikiran baru/temuan baru

yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan bagi korban

penyalahgunaan NAPZA .

c. Berkerjasama dengan instansi luar (team work) untuk menindaklanjuti hasil

dari penelitian ini guna mengembangkan metode-metode,

keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan dalam bimbingan pada korban

penyalahgunaan NAPZA.

2. Profesi Konselor dan Pekerja Sosial

Konselor dan Pekerja Sosial sebagai pembimbing korban penyalahgunaan

NAPZA perlu melakukan upaya-upaya sebagaiberikut:

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengetahuan dan

menambah wawasan dalam keilmuan bagi para konselor dan pekerja sosial

sebagai pembimbing yang bekerja di masyarakat yang menjadi korban

penyalahgunaan NAPZA.

b. Berkerjasama dengan panti-panti dan yayasan-yayasan guna membantu klien

yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA.

3. Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Regional II Bandung.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar dari pengkajian

hingga tersusunnya modul guna kebutuhan Diklat Bimbingan terhadap Korban

Penyalahgunaan NAPZA yang diselenggarakan oleh Balai Besar Pendidikan dan

(23)

G. Struktur Organisasi Disertasi

Bab 1 Pendahuluan, menceritakan tentang latar belakang penelitian,

permasalahan yang terjadi sampai dengan kebutuhan yang harus dipenuhi

berkaitan dengan masalah. kemudian dari alur cerita latar belakang tadi dilakukan

penelaahan dengan mengerucutkan diskripsi melalui identifikasi dan perumusan

masalah sehingga masalah yang sesungguhnya terjadi dapat terlihat jelas dan

spesifik. Setelah masalah tergambar jelas lalu peneliti menjelaskan yang menjadi

tujuan dari dilakukan penelitian ini berikut dengan metode-metode apa saja yang

peneliti gunakan dalam penelitian, metode-metode yang digunakanpun tentunya

harus relevan dengan permasalahan dan kebutuhan yang ada di latar belakang

penelitian, setelah dijelaskan alasan-alasan pentingnya penggunaan

metode-metode itu kemudian peneliti menjelaskan manfaat-manfaat dan signifikansi dari

penelitian ini.

Bab II. Berisikan tentang Kerangka Pemikiran dari seluruh rangkaian alur

teori yang dikaji dalam penelitian dan kedudukan masalah diurai perparagraf

secara sistematis satu dengan yang lainnya saling terkait dan semua pendapat yang

penulis susun didukung oleh konsep-konsep dan teori-teori para ahli sesuai

bidangnya masing-masing, kajian pustaka tersebut kemudian dijadikan sebagai

landasan teoritik guna menyusun pertanyaan dalam penelitian kemudian diakhiri

dengan hipotesis atau perkiraan sementara hasil dari penelitian.

Bab III. Metode Penelitian, disini peneliti memaparkan jenis metode yang

digunakan, yaitu metode kualitatif dan lokasi pelaksanaan dilakukannya penelitian

berikut dengan subyek populasi sasarannya, desain penelitian dan metode-metode

yang digunakan termasuk dengan penggunaan instrument penelitian yang

dipergunakan ketika peneliti mengumpulkan data-data untuk diolah. Dalam bab

III juga dijelaskan proses pengembangan instrument seperti tahapan-tahapan

dilakukannya pengujian validitas, reabilitas, tingkat kesulitan dan karakteristik

(24)

Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan, pada bab ini peneliti menjelaskan

hasil pengolahan atau analisis data yang dilakukan selama proses berlangsungnya

penelitian tentunya disesuaikan/mengacu pada dasar teoritik, masalah dan

pertanyaan dalam penelitian serta hipotesis dan tujuan dari penelitian. Pada bab

IV peneliti juga melampirkan tabel-tabel dan gambar-gambar yang dipergunakan

dalam penelitian.

Bab V. Kesimpulan dan Saran, adalah bab terakhir, yang berisikan tentang

kesimpulan dan pemaknaan penelitian terhadap analisis hasil temuan, serta saran

atau rekomendasi dalam penelitian yang ditujukan kepada para pengguna hasil

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah melakukan penelitian tentang

metode-metode, peranan-peranan dan keterampilan-keterampilan yang digunakan oleh

para Pembina kepada anak bina korban penyalahgunaan NAPZA di Pondok

Pesantren (Ponpes) Suryalaya selanjutnya disebut dengan konseli. Penelitian

dilakukan secara kualitatif sehingga dalam hal ini peneliti merupakan instrumen

utama, sedangkan instrumen hanyalah sebagai alat bantu atau pelengkap data,

penelitian ini dilakukan secara langsung dengan mengamati jalannya proses

penyembuhan yang dilakukan pembina kepada konseli yang menjadi korban

penyalahgunaan Narkotik, Psikotropika, dan Zat adiktif (NAPZA).

Metode penyembuhan yang dilakukan di Ponpes Suryalaya menggunakan

model Thareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN) sebagai tazkiyatun-nafsi atau

pembersihan jiwa para korban penyalahgunaan NAPZA dari berbagai penyakit

atau kotoran hati, seperti; kikir, ambisius, iri hati, bodoh, hedonistik, dan berbagai

akhlak tercela lainnya, karena sebagian sumber penyebab para remaja

menggunakan NAPZA adalah memiliki penyakit hati tersebut. Dalam proses

penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya dilakukan

berdasarkan kurikulum yang sudah baku yang disusun dan dijadikan sebagai

metode inabah, kurikulum dilaksanakan secara disiplin, sistematis juga kontinyu

(26)

Mengingat luasnya kajian penelitian, peneliti memberi batasan dalam

penelitian, fokus pada tujuan dan maksud dari penelitian. Uraian hasil penelitian

metode, keterampilan dan peranan penyembuhan TQN di Ponpes Suryalaya,

(sebelum penggabungan /integrated) dapat dilihat dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Tabel Hasil Penelitian, Metode, Keterampilan dan Peranan Model Thareqath Qodriyah Nagsabandiyah (TQN)

di Ponpes Suryalaya

Fokus Penelitian Hasil Penelitian Metode, Keterampilan dan Peranan Thareqath Qodriyah Nagsabandiyah (TQN)

di Ponpes Suryalaya

Metode Metode penyembuhan yang digunakan para pembina kepada

konseli di Ponpes Suryalaya. 1. Metode mandi taubat. 2. Metode sholat.

3. Metode dzikir. 4. Metode puasa.

Keterampilan Keterampilan yang dilakukan pembina kepada konseli di Ponpes Suryalaya.

1. Melakukan assesment 2. Komunikasi verbal 3. Komunikasi non verbal 4. Melakukan wawancara

Peranan Peranan yang dilakukan pembina kepada konseli di Ponpes Suryalaya.

1. Pembuat assessment 2. Motivator

3. Pendorong

(27)

Tabel 3.2 dibawah ini adalah hasil penelitian metode, keterampilan dan

peranan dalam bimbingan dan konseling sesuai kebutuhan konseli korban

penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya guna mengatasi permasalahan yang

di hadapi konseli.

Tabel 3.2

Tabel Hasil Penelitian Metode, Keterampilan dan Peranan Bimbingan dan Konseling

Fokus Penelitian

Hasil Penelitian Metode, Keterampilan dan Peranan Bimbingan dan Konseling

Metode Metode penyembuhan bimbingan dan konseling yang digunakan pada konseli di Ponpes Suryalaya.

1. Metode kursi kosong. 2. Metode realitas. 3. Metode perilaku.

Keterampilan Keterampilan yang dilakukan pembina kepada konseli di Ponpes Suryalaya.

1. Melakukan observasi

2. Menciptakan relasi pertolongan yang efektif 3. Emosi secara terkendali

Peranan Peranan yang dilakukan pembina kepada konseli di Ponpes Suryalaya.

1. Penghubung 2. Pembimbing 3. Konselor

4. Pengubah tingkah laku

Hasil Penelitian 2012

Hasil penelitian metode, keterampilan dan peranan penyembuhan TQN di

Ponpes Suryalaya pada tabel 3.1. di atas dengan hasil penelitian metode,

keterampilan dan peranan, bimbingan dan konseling pada tabel 3.2. kemudian

digabungkan (integrated) yang akan digunakan oleh para konselor guna

memberikan bimbingan secara langsung kepada masyarakat yang menjadi korban

(28)

baik pemerintah ataupun swasta. Dari hasil penggabungan metode tersebut,

menghasilkan “Model Penyembuhan Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok

Pesantren Suryalaya”. Bimbingan dengan menggunakan model penggabungan

tersebut konseli lebih cepat dalam proses penyadarannya, adapun model

penggabungan tersebut sebagaimana tertera pada Tabel 3.3 dibawah ini.

Tabel 3.3.

Penggabungan Model Thoriqath Qodriyah Nagsabandiyah di Ponpes Suryalaya dengan Model Bimbingan dan Konseling

(29)

Hasil Penelitian 2012

Kemudian fokus penelitian dilakukan sesuai dengan rumusan masalah pada

Bab 1. Yaitu melakukan penelitian untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada

konseli di Ponpes Suryalaya setelah diterapkannya model hasil penggabungan

pada konseli korban penyalahgunaan NAPZA, sebagaimana Tabel 3.4 dibawah

ini.

Tabel 3.4

Perubahan yang Terjadi pada

Konseli Korban Penyalahgunaan NAPZA

Aspek Perubahan yang terjadi pada konseli

Pada Aspek Fisik

(30)

Pada Aspek Sosial 3.1. Kemampuan dalam berinteraksi dengan lingkungan

3.2. Kemampuan dalam berkerjasama dengan lingkungan

3.3. Kemampuan berempati dengan sesama/ Lingkungan

4.1. Kemampuan dalam menjalankan perintah sesuai ajaran Agamanya

4.2. Kemampuan dalam Menjauhkan

larangan-larangan sesuai dengan perintah Agamanya

4.3. Kemampuan bersabar dan bersukur serta Ikhlas

B. Metode Penelitian Kualitatif.

Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan

penelitian tindakan kolaboratif (collaborative action research) yaitu suatu

penelitian yang dilakukan ditengah-tengah situasi yang riil dalam rangka mencari

dasar bagi petugas-petugas untuk bertindak dalam mengatasi suatu kebutuhan

praktis yang mendesak.Penelitian ini tertuju pada usaha untuk memperbaiki

situasi. Penyelenggaraan penelitian ini biasanya dilakukan dengan kerjasama

antara para ahli, peneliti, dan praktisi (Natawidjaya, 2008:250)

Selanjutnya Natawidjaya mengemukakan, penelitian ini bersifat luwes

(Flexsibel) dan dapat disesuaikan dengan keadaan (adaptable).Dengan sifat

demikian ini, maka penelitian tindakan merupakan prosedur yang sangat cocok

untuk tujuan memperbaiki layanan praktik atau meningkatkan mutu kerja dan

untuk mencoba melaksanakan suatu pembaharuan (innovation) dalam Konseling.

Hal demikian itu tampak pada kemungkinan diterapkannya suatu hasil studi

dengan segera dan penelaan kembali secara berkesinambungan (Sustainable).

(31)

terdapat kendala yang melatarbelakangi permasalahan dan pelaksanaan

penelaahannya, seperti kekakuan organisasi kelembagaan, kepedulian kelompok

tertentu dalam sekolah penjadwalan, dan keragaman minat atau masalah yang

perlu ditelaah (Natawidjaya, 2008: 314)

Metode penelitian kualitatif ini dilaksanakan untuk memperoleh data secara

empiris dan nyata yang terjadi dilapangan sehingga dalam hal ini peneliti

merupakan instrumen utama, sedangkan instrumen hanyalah sebagai alat bantu

atau pelengkap data.

Penelitian kualitatif diawali dengan melakukan observasi pada

tempat/lokus penelitian yaitu di Ponpes Suryalaya. Faisal, (dalam Bungin 2003:

65) kegiatan dan penggunaan metode observasi menjadi sangat penting dalam

tradisi penelitian kualitatif. Melalui observasi itulah dikenal berbagai rupa

kejadian, peristiwa, keadaan, yang mempola dari hari kehari di tengah

masyarakat. Kegiatan observasi tidak hanya dilakukan terhadap

kenyataan-kenyataan yang terlihat, tetapi juga terhadap yang di dengar.

Selanjutnya Faisal, (dalam Bungin, 2003:66) Apa yang terlihat, terdengar,

atau terasakan itu, kesemuanya itu dipandang suatu hamparan kenyataan yang

mungkin saja bisa diangkat sebagai “tabel hidup”. Oleh sebab itu wawancara mendalam dan kegiatan observasi di maksudkan untuk memburu “tabel hidup”

yang terhampar dalam kenyataan sehari –hari di masyarakat.

Guna mempertajam penelitian (Sugiyono, 2008:32) menyatakan batasan

masalah dalam penelitian kualitatif di sebut dengan fokus. Oleh karenaa itu

mengingat luasnya bahasan masalah yang ada di lokus maka peneliti memberi

batasan dalam penelitian hanya fokus untuk mengetahui metode-metode,

keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang digunakan oleh para

pembina kepada konseli dalam penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA

dengan dasar metode Thariqat Qodiriyah Naqsyabandiah (TQN) yang digunakan

di Pondok Pesantren Suryalaya, kemudian digabungkan (integrated) dengan

metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan dalam

(32)

individu, kelompok dan masyarakat korban penyalahgunaan NAPZA, yang

nantinya dijadikan sebagai reverensi pengkajian guna dijadikan sebagai modul

diklat bimbinganan korban penyalahgunaan NAPZA di ponpes-ponpes islam,

panti-panti sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta. Penggunaan

rancangan penelitian ini didasarkan pada pertimbangan berikut:

1. Penelitian ini bermaksud untuk menggabungkan metode-metode,

keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan penyembuhan korban

penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya dengan

metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan Ilmu Pengetahuan

bimbingan dan Konseling sebagai reverensi pengkajian guna dijadikan sebagai

modul diklat “Pendidikan dan Pelatihan bagi Pembimbing Korban

penyalahgunaan NAPZA” modul ini nantinya akan dijadikan acuan para bagi para pembimbing yang terjun kedalam masyarakat dan para konselor yang

ditempatkan di panti-panti sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan

Swasta guna menjalankan bimbingan pada korban penyalahgunaan NAPZA.

2. Menjadi bahan pengetahuan dan menambah wawasan dalam keilmuan bagi

para pembina di Ponpes Suryalaya dan para konselor sebagai pembimbing

tentang metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan guna

bimbingan bagi korban penyalahgunaan NAPZA

3. Memberikan kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan yang baru dalam

pelayanan kesejahteraan sosial dan peningkatan sumber daya para pembimbing

dan para konselor dengan berbasiskan ilmu perpaduan/penggabungan

Konseling guna bimbingan kepada korban penyalahgunaan NAPZA.

4. Hasil akhir (out put) penelitian ini adalah merumuskan modul sebagai

pegangan atau landasan teori dalam praktek para pembimbing dan para

konselor pada bimbingan korban penyalahgunaan NAPZA, guna

terselenggaranya diklat “Pendidikan dan Pelatihan bagi Pembimbing Korban

(33)

C. Alur Prosedur Penelitian.

Tahap I. Penempatan Fokus Masalah

(34)

Penjelasan alur prosedur penelitian pada Bagan 3.5. berikut ini. 1. Tahap Penetapan Fokus Penelitian

a. Adanya Kebutuhan Bimbingan Bagi Konseli Korban NAPZA

Korban penyalahgunaan NAPZA setiap saat semakin bertambah banyak

secara kuantitas maupun kwalitas, kenyataan tersebut tidak bisa dipungkiri apalagi

diabaikan, kian hari kian bertambah jumlahnya karena sudah merupakan penyakit

sosial (social pathology). Kondisi obyektif sampai saat ini belum ada konselor

yang bertugas secara langsung (direct) turun ke masyarakat atau ke panti-panti

pemerintah dan swasta yang memberikan bimbingan kepada para korban

penyalahgunaan korban NAPZA dengan menggunakan perpaduan

metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan berbasiskan ilmu

psikologi bimbingan dan Konseling, yang dipadukan dengan metode-metode,

keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan Thareqat Qadriyah

Naqsabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya.

b. Identifikasi Masalah

Dikarenakan tidak adanya pembimbing sebagai konselor yang turun secara

langsung ke masyarakat guna melakukan bimbingan kepada korban

penyalahgunaan NAPZA maka kekambuhan (relapse) seringkali terjadi, oleh

karena itu sangat dibutuhkan sosok seorang pembimbing sebagai konselor yang

turun ke masyarakat dan kepanti-panti pemerintah serta swasta sebagai

pembimbing professional yang berkompetensi dalam menggunakan

metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan hasil perpaduan dari

ilmu bimbingan dan Konseling, dengan metode-metode,

keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan Thareqat Qadriyah Naqsabandiyah (TQN)

Pondok Pesantren Suryalaya guna mendampingi korban penyalahgunaan NAPZA

(35)

c. Analisis Masalah

Dalam menganalisis kebutuhan, seorang konselor sebagai pembimbing yang

berkompetensi, berdasarkan asumsi penelitian berikut ini.

1) Pada zaman modernisasi yang sarat dengan kecanggihan tekhnologi serta

informasi, manusia dituntut untuk berkompetisi, hal ini membuat manusia

cenderung menjadi individualistis untuk mengimbangi pola kehidupannya

dengan tuntutan zaman dan pergaulan, mereka tidak mau dikatakan;

ketinggalan zaman, kurang pergaulan (kuper), kampungan dan julukan-julukan

lainnya. Bagi mereka khususnya para remaja, ada pada posisi transisi yaitu

masa peralihan dari anak-anak menuju ke masa remaja, dimasa transisi remaja

dalam proses mencari jati diri penuh dengan gejolak jiwa muda, tertantang

untuk berpetualang dan selalu ingin mencoba hal-hal yang baru (termasuk

keinginan untuk mencoba NAPZA), bagi para remaja yang tidak memiliki

kematangan secara komprehensif yakni kematangan meliputi aspek phisik,

psikis, sosial dan spiritual maka akan mudah terbawa arus yang tidak baik

dalam pergaulan dan mudah terpengaruh hal-hal yang negatife, karena tidak

memiliki pertahanan diri yang kuat.

2) Yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA tidak mengenal kelas bisa tua

bisa muda, bisa dari golongan orang berada dan bisa juga dari golongan yang

tak punya yang pasti bagi mereka yang sudah mengkonsumsi NAPZA maka

akan sulit untuk melepaskan diri lagi bahkan cenderung akan mengalami

relapse (kambuh). Untuk itulah maka diperlukan suatu upaya agar para

remaja yang sudah menjadi korban penyalahgunaan NAPZA dapat secepat

mungkin bangkit kesadarannya dan menyadari kekeliruannya serta tidak

relapse lagi. Guna pemenuhaan kebutuhan tersebut maka diperlukan sosok

konselor yang berperan menjadi pembimbing sebagai tempat mencurahkan

semua permasalahan yang dialami korban (konseli) sekaligus memberi solusi

pemecahan masalah (problem solving) dengan tinjauan berbagai aspek secara

holistik. Pelayanan bimbingan yang diberikan oleh seorang konselor kepada

(36)

mandiri, berinteraksi, bersosialisasi dan dapat diterima oleh keluarga serta

masyarakat dilingkungannya.

3) Selama ini belum ada konselor yang turun ke masyarakat secara langsung,

untuk melakukan bimbingan kepada korban penyalahgunaan NAPZA.

Umumnya konselorlah yang menunggu kedatangan masyarakat yang memiliki

masalah, sedangkan fenomena yang terjadi adalah sangat sedikit bahkan dapat

dihitung dengan jari, individu atau masyarakat yang mau datang ke konselor

dikala mereka memiliki masalah, anggapan masyarakat mendatangi konselor

memerlukan biaya yang tidak sedikit alias mahall...dan masyarakat masih

banyak yang berprinsip menceritakan permasalahan yang dialami kepada orang

lain merupakan aib. Oleh karena itu dipandang perlu adanya suatu terobosan

baru yakni konselorlah yang turun ke masyarakat untuk mendampingi para

korban penyalahgunaan NAPZA.

Dengan alasan tersebut maka perlu meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan para konselor sebagai pembimbing agar dapat memahami dan

menguasai metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan

Konseling hasil dari perpaduan ilmu pengetahuan psikologi khususnya

bimbingan dan Konseling dengan metode Thareqat Qodiriyah Naqsabandiyah

(TQN) Pondok Pesantren Suryalaya.Hasil perpaduan tersebut nantinya

dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan yang digunakan dalam praktek

bimbingan oleh para konselor kepada korban penyalahgunaan NAPZA.

4) Dengan menerapkan metode dari hasil perpaduan Konseling ini diharapkan

dapat membangkitkan kesadaran konseli lebih cepat karena konselor sebagai

pembimbing memfasilitasi konseli dengan metode, keterampilan dan peranan

hasil perpaduan Konseling antara ilmu psikologi bimbingan dan Konseling

dengan metode TQN berbasiskan agama melalui ajaran-ajaran sholat, mandi

taubat dan dzikir. Dengan metode TQN pembimbing dapat menerapkan

menumbuhkembangkan ketakwaan dan mengembalikan semangat serta

kepercayaan konseli yang selama ini telah menyimpang dari tatanan

norma-norma yang berlaku, melalui TQN konseli dapat berhubungan lebih lebih dekat

(37)

Dahlan (2005: 11) mengemukakan bahwa konselor hendaknya memahami

Konseling sebagai fasilitas menuju takwa .Oleh karena itu, Konseling sebagai

pekerjaan professional tidak cukup memahami kaidah-kaidah psikologis

semata, tetapi juga memperluas cakrawala pandangan untuk mampu

menangkap eksistensi manusia didunia dan akhirat kelak sebagai makhluk

Allah SWT.

d. Rumusan Masalah

Dikarenakan tidak adanya pembimbing pada korban penyalahgunaan

NAPZA dan asumsi penelitian tersebut diatas, maka diperlukan suatu upaya

untuk pemenuhan kebutuhan dalam bimbingan yaitu dengan mengupayakan

memadukan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan

Konseling hasil dari perpaduan ilmu pengetahuan bimbingan dan Konseling

dengan metode Thareqat Qodiriyah Naqsabandiyah (TQN) Pondok Pesantren

Suryalaya. Hasil perpaduan tersebut nantinya dijadikan sebagai sumber ilmu

pengetahuan yang digunakan dalam praktek bimbingan oleh para konselor kepada

korban penyalahgunaan NAPZA yang ada di masyarakat dan diponpes-ponpes

islam dan yayasan-yayasan pemerintah dan swasta.

2. Tahap Proses Identifikasi Metode Thareqat Qodiriyah Naqsyahbandiah (TQN) di Ponpes Suryalaya

Pada tahap proses identifikasi Metode Thareqat Qodiriyah

Naqsyahbandiah (TQN) penyembuhan pada korban penyalahgunaan NAPZA di

Ponpes Suryalaya, dilakukan melalui tiga tahap, yakni sebagai berikut:

a. Tahap pertama, pengamatan kondisi obyektif

Pada tahap pertama penelitian, peneliti melakukan pengamatan yang terbagi

menjadi 4 (empat) yaitu.

1) Peneliti melakukan pengamatan dilokasi penelitian sebagai pendahuluan guna

mencari data aktual yang berkaitan dengan metode-metode,

(38)

penyalahgunaan NAPZA Metode Thareqat Qodiriyah Naqsyahbandiah (TQN)

yang dilakukan di Pondok Pesantren (ponpes) Suryalaya.

2) Peneliti melakukan pengamatan pada pelaksanaan proses penyembuhan korban

penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh para Pembina kepada konseli di

Inabah Ponpes Suryalaya dalam Metode Thareqat Qodiriyah Naqsyahbandiah

(TQN) di Ponpes Suryalaya. Penelitian di Pondok Pesantren Suryalaya

dilakukan secara bekerjasama dengan Pembina dan konseli, Pembina fungsinya

selain sebagai penanggung jawab dan mendidik konseli (konseli), secara tidak

langsung pembina juga sebagai tenaga pembimbing.

3) Pengamatan dilakukan melalui diskusi dengan Pembina dan konseli, peneliti

memperhatikan dan membaur kedalam aktifitas konseli mulai dari sholat

shubuh sampai dengan sholat isya, hasil dari pengamatan ini dijadikan bahan

Identifikasi Metode Thareqat Qodiriyah Naqsyahbandiah (TQN) yang

dilaksanakan di Ponpes Suryalaya yang dipandang valid dan akurat.

4) Pengamatan perkembangan dilakukan pada aspek jasmani/fisik (biologik),

reaksi emosional (psikologik), aktifitas sosial dan konsistensitas konseli selama

dalam menjalankan proses penyembuhan dengan Metode Thareqat Qodiriyah

Naqsyahbandiah (TQN) Ponpes Suryalaya. Hasil dari pengamatan ini

dijadikan sebagai bahan kajian guna merumuskan metode-metode,

keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang efektif.

b. Tahap kedua, perumusan kriteria-kriteria perbaikan pelayanan bimbingan pada proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA berdasarkan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) yang digunakan di Ponpes Suryalaya.

Pada tahap kedua ini peneliti melakukan kajian rumusan wawasan

konseptual tentang kriteria perbaikan pelayanan bimbingan yang dilakukan

oleh pembimbing yang akan terjun kemasyarakat yang menjadi korban

penyalahgunaan NAPZA. Kajian dilakukan melalui pengamatan dan

penggalian informasi seperti wawancara dan diskusi, peneliti membaur

(39)

lakukan, guna mendapat gambaran tentang pelayanan bimbingan bagi profil

seorang konselor sebagai pembimbing korban penyalahgunaan NAPZA.

Rumusan dilakukan berdasarkan kajian metode Thareqat Qodriyah

Naqsabandiyah serta data aktual yang ada dilapangan guna menentukan

tindakan penelitian atau intervensi berdasarkan urgensi dan manfaatnya bagi

peningkatan kualitas pelayanan bimbingan pada konseli korban

penyalahgunaan NAPZA. Kajian dilakukan dengan 4 (empat) cara yaitu.

1) Peneliti melakukan konsultasi dan tukar pendapat pada para pakar, praktisi

dalam bidang penanganan NAPZA dan para pejabat struktural serta para

pejabat fungsional yang terkait dalam penanganan masalah NAPZA.

2) Peneliti melakukan diskusi secara intensif dengan pihak-pihak yang

berkaitan dalam bidang bimbingan. Materi diskusi difokuskan pada topik

tentang kebutuhan dalam pelayanan bimbingan dan hasil temuan kondisi

obyektif di lapangan berupa informasi-informasi aktual yang berkaitan

dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan

dalam bimbingan pada korban penyalahgunaan NAPZA yang nantinya akan

diterapkan pada konselor guna memberikan pelayanan bimbingan kepada

korban penyalahgunaan NAPZA yang ada di masyarakat, panti-panti

pemerintah dan swasta.

3) Peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada pihak-pihak yang

bertanggung jawab dan kompeten sebagai pengurus di Pondok Pesantren

Suryalaya, dikarenakan penelitian ini menggunakan metode kualitatif maka

kedudukan peneliti sebagai instrument utama sedangkan instrument lainnya

merupakan penunjang.

4) Yang terakhir peneliti melakukan studi pustaka dengan mengkaji berbagai

konsep ilmu pengetahuan yaitu, ilmu pengetahuan bimbingan dan Konseling

dan ilmu pengetahuan tentang model penyembuhan Thoriqath Qodriyah

Naqsabandiyah (TQN) Ponpes Suryalaya, kajian ini mengkaji tentang

metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan

(40)

bimbingan kepada korban penyalahgunaan NAPZA yang ada di masyarakat

dan panti-panti pemerintah serta swasta.

Berdasarkan pengamatan peneliti, metode penyembuhan kepada korban

penyalahgunaan NAPZA yang digunakan di Ponpes Inabah Suryalaya lebih

memfokuskan pada kegiatan tarekat ritual atau yang lebih dikenal dengan

istilah Thariqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN). Kegiatan dalam metode

ini dimulai dengan aktifitas konseli melakukan mandi malam atau yang

dikenal dengan mandi taubat yang dimulai pada jam 02.00 WIB dini hari

kemudian dilanjutkan dengan shalat tahajud, shalat tasbih, shalat witir,

shalat sunat shalat qabla, shalat shubuh lalu shalat sunat istiadah, shalat

sunat dhuha, kifaratul baul, qabla dhuhur, dhuhur, qabla ashar, ashar, qabla

magrib, magrib, sunat awwabin, taubat, birrul walidayni, lihifdzil iman,

lisyukrin nikmat, qabla isya, isya, ba‟da isya, syukur, sunat mutlaq,

istikharah, dan hajat. Setelah melakukan semua kegiatan shalat tersebut

kemudian dilanjutkan dengan kegiatan dzikir, selain dengan metode sholat

dan dzikir konselipun diwajibkan menjalankan puasa yang tentunya

disesuaikan dengan batas kemampuan konseli.

Dari aktifitas seluruh kegiatan penyembuhan dengan model Thariqat

Qodriyah Naqsabandiyah yang dilakukan para Pembina kepada

konseli,dilaksanakan berdasarkan kurikulum yang telah diterapkan

diInabah, kemudian peneliti memotret, memilah dan memilih serta

mengelompokan hingga dapat terkatagori metode-metode,

keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang telah digunakan pada korban

penyalahgunaan NAPZA di Inabah Ponpes Suryalaya kemudian peneliti

melakukan penyesuaian untuk dipadukan dengan ilmu pengetahuan

Gambar

Tabel Hasil Penelitian, Metode, Keterampilan dan Peranan  Model Thareqath Qodriyah Nagsabandiyah (TQN)      di Ponpes Suryalaya
Tabel Hasil Penelitian Metode, Keterampilan dan Peranan Bimbingan dan Konseling
Tabel 3.4
Gambar 3.10.

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian di atas, siswa mengalami beberapa proses pembelajaran secara kontekstual, dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan pemahaman konsep siswa.

Namun dengan instalasi nirkabel ini, yang menarik untuk diteliti adalah seberapa handal sistem nirkabel ini dalam melakukan fungsi pengiriman notifikasinya, seberapa layak

Nabi yang mencatat sejarah kitab ini menekankan bahwa sekalipun perzinaan dan pembunuhan oleh Daud telah dilakukan dengan diam-diam, dosa itu dihukum secara terang-terangan

sangat bermanfaat menjadi entry point bagi orang lain guna mengikuti presentasi dgn lebih efektif.. sesuai

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa mesin pencari adalah sebuah program yang akan mencari dan mengidentifikasi item dalam database yang sesuai dengan kata

dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara rentang usia muda dan baya - tua dengan kejadian anemia pada pasien kanker kolorektal..

Tujuan dari penelitian ini bagaimana merancang transmisi roda gigi yang diaplikasikan pada PLTA pico hydro1. Terdapat beberapa hal yang diperhatikan dalam merancang

Penelitian ini bertujuan untuk (1) meningkatkan motivasi belajar peserta didik pada mata pelajaran Seni Budaya (Tari) melalui penerapan model pembelajaran berbasis projek dengan