DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling
Di Susun Oleh : Danyi Riani NIM. 0807933
PROGRAM STUDI PASCASARJANA (S3) JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya)
Oleh:
Danyi Riani NIM. 0807933S.Sos UNPAS Bandung, 2000
M.Si UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2007
Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Program Studi Bimbingan dan Konseling
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
© Danyi Riani 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok pesantren Suryalaya)
Disetujui dan disahkan oleh panitia disertasi:
Promotor
Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja. Ko-Promotor
Prof. Dr. Ahman. M.Pd. NIP; 195901041985031002
Anggota
Dr. Agus Taufiq.M.Pd. NIP: 195808161985031007
Mengetahui,
Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling
KATA PENGANTAR... V
BAB II. BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA ... 18
A. Bimbingan Konseling (BK) Masyarakat guna Pemberian Bimbingan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA... 18 B. Metode, Peranan dan Keterampilan Bimbingan Konseling Pada Korban Penyalahgunaan NAPZA... 36
C. Karakteristik Perkembangan dan Masalah Individu pada Fase Remaja ... 47
D. Karakteristik Korban Penyalahgunaan NAPZA... E. Hakekat dan Hukum Narkotik, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) …...………... 67 73 F. Metode Penyembuhan Model Pondok Pesantren Suryalaya... 80
G. Metode, Penyembuhan Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya... 90
BAB III. METODE PENELITIAN... 91
A. Fokus Penelitian... 91
B. Metode Penelitian Kualitatif... 96
C. Alur Prosedur Penelitian... 99
D. Lokasi Penelitian ... 121
E. Sumber dan Pengumpulan Data... 121
F. Pengembangan Instrumen Penelitian... 122
G. Tahapan Pelaksanaan Penelitian... 129
H. Validitas Hasil Penelitian... 132
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 135
A. Hasil Penelitian... 135
dalam Bimbingan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA... 207
2. Pembahasan Implementasi/Penerapan Gabungan Metode, Keterampilan dan Peranan pada Korban penyalahgunaan NAPZA... 221
3. Pembahasan Peranan Institusi dalam Pendampingan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA... 222
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN... 224
A.Simpulan... 224
B.Saran... 225
DAFTAR PUSTAKA... 228
iii
Danyi Riani (2014). Model Penyembuhan Korban Penyalahgunaan Narkotik Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) (Studi Eksplorasi Metode, Keterampilan dan Peranan pada Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya)
Penelitian ini dilatarbelakangisemakin meningkatnya korban penyalahgunaan Napza dan belum adanya konselor yang terjun ke masyarakat guna mendampingi korban penyalahgunaan NAPZA. Penelitian ini bertujuan menggabungkan metode-metode, peranan-peranan dan keterampilan-keterampilan yang di gunakan di Ponpes Suryalaya dengan metode-metode, peranan-peranan dan keterampilan-keterampilan bimbingan dan konseling. Metode penelitian dilakukan secara kualitatif, dengan tindakan kolaboratif (collaborative action research). Partisipan yang menjadi subyek penelitian ini berjumlah 10 orang anak bina di Pondok Pesantren Suryalaya, berdasarkan random sampling. Hasil temuan penelitian berupa; (1) metode mandi taubat, metode shalat, metode dzikir dan metode puasa, yang digunakan di Ponpes Suryalaya; (2) metode kursi kosong; metode realitas dan metode percaya diri, dalam bimbingan dan konseling. (3) gabungan peranan dan keterampilan yang digunakan di Ponpes Suryalaya dan bimbingan dan konseling. Penelitian ini direkomendasikan untuk: (1) pengembangan teori maupun praktik dalam dunia keilmuan Profesi Bimbingan Konseling dan implikasi pada profesi Pekerjaan Sosial guna bimbingan pada korban penyalahgunaan NAPZA. (2) Ponpes Suryalaya agar mengadopsi nilai-nilai baru yang bersumber dari bimbingan konseling. (3) para peneliti selanjutnya untuk mengkaji lebih dalam lagi; (4) menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi para pengambi keputusan di BBPPKS Bandung tentang adanya “Kebutuhan Diklat Bimbingan terhadap korban penyalahgunaan NAPZA”
Kata Kunci:
1. Model Penyembuhan Korban Penyalahgunaan Narkotik Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA).
2. Studi Eksplorasi Metode, Peranan dan keterampilan Bimbingan Korban Penyalahgunaan NAPZA.
Danyi Riani (2014). Healing Model for Victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances Abuse (An Exploratory Study of the Methods, Skills, and Roles for Victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances at Pondok Pesantren Suryalaya*)
The background to the research was the increasing number of victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances as well as the fact that there had been no counsellors who were directly involved in the community in order to mentor victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances abuse. It aimed to combine methods, roles, and skills employed at Ponpes** Suryalaya with those used in the field of Guidance and Counseling. The research employed qualitative method with collaborative action research. A total of 10 mentored students at Ponpes Suryalaya who participated as the research subjects were selected based on purposive random sampling. The findings were in the forms of: (1) Repentance bathing method, prayer method, remembrance of God method, and fasting method employed at Ponpes Suryalaya; (2) Empty-chair method, reality method, and self-esteem method in guidance and counseling; (3) A combination of the skills and roles used at Ponpes Suryalaya and those in Guidance and Counseling. The research findings are recommended for: (1) The development of both theories and practices in the professional field of Guidance and Counseling and the implications on professional social workers in order to mentor victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances abuse; (2) Ponpes Suryalaya in order to adopt the new values from guidance and counselling; (3) The future researchers to further study the issue; and (4) The decision makers at Bandung Center of Education and Training of Social Welfare to be made inputs and
considerations for “The Needs for Mentoring Education and Training for victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances abuse”.
Keywords:
4. Healing Model for Victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances Abuse.
5. An Exploratory Study of the Methods, Skills, and Roles of Mentoring for Victims of Narcotics, Psychotropic Drugs and Other Addictive Substances Abuse.
6. At Pondok Pesantren Suryalaya.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Masa remaja dapat dikatakan sebagai masa peralihan atau transisi, di masa ini
remaja sedang mencari jati diri, cenderung berfikir instan cepat putus asa dan
penuh dengan jiwa petualang dan selalu ingin mencoba sesuatu yang baru tanpa
memperhitungkan tingkat resikonya. Karena proses berfikir dan bertindak seperti
itu maka remaja tidak mampu lagi membedakan mana yang baik dan yang buruk
sebagai landasan untuk berfikir yang sehat dan rasional, remaja dalam kondisi
seperti itu sangat berpotensi menjadi korban, korban salah pergaulan, korban
modernisasi dan korban penyalahgunaan NAPZA. Hal inilah yang mempengaruhi
terhadap meningkatnya berbagai permasalahan sosial bahkan sudah menjadi
masalah nasional yang terjadi di masyarakat dewasa ini .
Korban penyalahgunaan Napza dari tahun ke tahun menunjukkan
peningkatan, berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Pusat
Penelitian Kesehatan (Puslikes) Universitas Indonesia (UI) pada April tahun 2006
jumlah penyalahgunaan narkoba di Indonesia sebanyak 3.200.000 orang. Banyak
kalangan menilai jumlah itu merupakan puncak gunung es (iceberg) dan angka
yang sebenarnya masih jauh lebih besar. Dari jumlah tersebut, setiap Tahun
15.000 orang yang mayoritas generasi muda Indonesia tewas akibat
penyalahgunaan narkoba. Peneliti Organisasi Buruh Internasional (ILO) Tahun
2006 menyebutkan pada Tahun 2005 di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat,
92% anak di bawah usia 10 tahun rata-rata pernah mengkonsumsi narkoba yang
lebih mengejutkan berdasarkan penelitian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan
BNN (2010) ternyata setiap Tahun sebanyak 1,7 juta ton heroin masuk ke
Indonesia," dan telah dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia tanpa mengenal usia
dan golongan. Pada Tahun 2010 dari jumlah penduduk sebanyak 229.000.000
jiwa, yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA sudah mencapai 1,99 persen
data terakhir Tanggal 23 Juni Tahun 2012, Gerakan Anti Narkoba (granat)
mencatat sebanyak 5.000.000 jiwa yang menjadi pengguna dan pencandu Narkoba
di Indonesia, artinya dalam tempo kurang lebih dua tahun terhitung dari tahun
2010 telah mengalami peningkatan sebanyak 442.900 Jiwa dan peningkatan
pertahunnya berarti sejumlah 221.450 jiwa. Sangat memprihatinkan melihat
besarnya jumlah korban penyalahgunaan NAPZA tersebut.
Berdasarkan permasalahan tersebut dipandang perlu adanya tenaga profesi
konselor yang terjun ke masyarakat agar dapat memberikan bimbingan secara
langsung kepada masyarakat khususnya para remaja yang menjadi korban
penyalahgunaan NAPZA. Bimbingan adalah kegiatan pemberian layanan untuk
mendampingi konseli/individu yang memiliki masalah agar mendapat dukungan
kekuatan dan alternatif-alternatif solusi dan Konselor adalah profesi yang
memberikan pelayanan konseling atau nasihat kepada konseli/individu guna
membantu dalam penyelesaian masalah yang di hadapinya, dengan hadirnya
konselor kedalam masyarakat selain merupakan terobosan baru, juga merupakan
suatu perubahan besar (progress), karena umumnya masyarakat yang memiliki
masalah yang mendatangi konselor, tetapi kali ini konselor lah yang mendatangi
atau terjun ke masyarakat.
Dengan ilmu pengetahuan bimbingan dan konseling diharapkan konselor
dapat membantu masyarakat sesuai dengan kompetensinya dan tentunya dapat
lebih memahami perkembangan-perkembangan yang terjadi pada konseli dan
masyarakat, sehingga konselor mampu menerapkan metode-metode terapi yang di
perlukan konseli dengan menggunakan keterampilan dan peranan sesuai
kebutuhan guna mengatasi permasalahan yang di hadapi konseli, karena sasaran
atau subyek dari konselor adalah manusia bukan mesin untuk itu di tuntut untuk
profesional dalam penanganannya.
Dalam melakukan bimbingan terhadap korban penyalahgunaan NAPZA,
seorang konselor yang terjun ke masyarakat dituntut untuk lebih profesional dapat
menganalisis dan mengkaji permasalahan serta mampu menerapkan pendekatan
korban secara komprehensif dan obyektif serta mencari solusi berdasarkan
tinjauan dari berbagai aspek yang disesuaikan dengan kebutuhan dari konseli.
Pembimbing yang terjun ke jalur masyarakat adalah suatu kemajuan dalam
bidang profesi konselor sebagaimana dikatakan oleh Lewis et al. (2010;13) model
konseling masyarakat menekankan pada pendekatan lingkungan, pendekatan
model ini sangat bertolak belakang dengan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan
konselor pada umumnya dikala praktek. Masyarakat lebih kompleks dan lebih
cepat berubah dibanding dengan individu, dan metode perorangan tidak efektif
bila digunakan pada masyarakat. Oleh karena itu konselor dituntut untuk selalu
mengembangkan metode yang terorientasi sistem yang dapat meningkatkan
keberfungsian sosial (social functioning) konseli, karena umumnya individu yang
menjadi korban penyalahgunaan NAPZA berpotensi terganggunya atau terhambat
dalam melaksanakan keberfungsian sosialny; Menurut (Garvin dan Seabury,
1984) keberfungsian sosial adalah “berkaitan dengan interaksi antara orang
dengan lingkungan sosialnya“ jadi dalam hal ini orang yang bermasalah adalah
orang yang tidak mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial dimana dia
berada. Oleh karena itu kegiatan bimbingan ini diarahkan untuk membantu
konseli yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA menjadi mampu
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya secara memadai.
Konselor dalam memberikan bimbingan kepada konseli dilandasi oleh
konsep dan teori ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan maka konselor
sebagai pengubah, membantu konseli agar menjadi orang yang mampu
melaksanakan peranan sosialnya secara wajar, dan dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya, serta memiliki kemampuan dalam mengatasi berbagai kesulitan dan
masalah yang dihadapinya, yang disebut dengan Coping Capacity, sehingga
nantinya diharapkan konseli mampu mewujudkan aspirasi sesuai dengan
harapannya. Konselor yang bekerja pada masyarakat khususnya didalam praktek
bimbingan kepada masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA
pada saat bimbingan menerapkan perpaduan ilmu pengetahuan yang terdiri dari
nilai dan keterampilan yang disesuaikan dengan aspek intervensi ilmu bimbingan
penyalahgunaan NAPZA, baik konseli sebagai individu/pribadi, ataupun konseli
korban penyalahgunaan NAPZA yang ada dalam satu kelompok/komunitas, yang
ada di masyarakat dan di panti-panti, tempat-tempat rehabilitasi, kedua;
Pembimbing harus memiliki pengetahuan tentang lingkungan sosial konseli, yaitu
pengetahuan berkaitan dengan masyarakat dimana konseli bergaul/ berada, hal ini
dipandang perlu karena faktor lingkungan dan masyarakat sangat berpengaruh
terhadap perilaku konseli, dan bisa pula semua permasalahan yang terjadi pada
konseli bersumber dari faktor lingkungan, faktor kebudayaan konselipun tidak
kalah penting untuk dipelajari oleh konselor guna mengetahui sejauh mana
keterkaitan pengaruh dari budaya konseli dengan masalah yang dihadapinya.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Gerald Corey (Syamsu Yusuf,1998.).
(1) Manusia dipandang memiliki kecenderungan positif dan negatife yang sama.
(2) Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial
budayanya. Dalam arti bahwa lingkungan merupakan pembentuk utama
keberadaan manusia. (3) Segenap tingkah laku itu dipelajari. (4) Manusia tidak
memiliki kemampuan untuk membentuk nasibnya sendiri.
Yang dimaksud pada point ke 4 (empat) kalimat di atas bahwa “manusia tidak memiliki kemampuan untuk membentuk nasibnya sendiri” karena manusia sebagai makhluk sosial saling berdependensi (saling membutuhkan) dan
berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, setiap manusia memiliki kelebihan
dan kekurangan oleh karena itu untuk membentuk nasib atau jalan hidup, manusia
memerlukan kerjasama atau campur tangan orang lain termasuk lingkugan untuk
mencapai tujuan dalam hidup.
Konselor sebagai pembimbing yang bekerja dijalur masyarakat untuk
memberikan bimbingan sangat diperlukan guna memberikan konseling kepada
konseli (konseli), fungsi konseling bagi konseli mencakup tiga aspek. Pertama
sebagai fungsi pencegahan (preventive), fungsi ini dimaksudkan sebagai usaha
memberi layanan sedini mungkin agar konseli dapat mengantisipasikan dan
kemudian terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangan
bantuan dan dukungan untuk mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut.
Ketiga fungsi pengembangan (developmental) fungsi ini bertujuan untuk
memfasilitasi kemampuan-kemampuan dan potensi-potensi konseli agar dapat
dikembangkan kearah yang positif, serta menjaga dan meningkatkan
kemampuan-kemampuan itu bagi perkembangan diri konseli dikemudian hari.
D.W. Sue & Sue (1990, Hal.5) menyatakan pendapatnya bahwa, Konseling
masyarakat merupakan model konseling yang komprehensif dalam intervensi
strategis dan dalam pelayanannya mempromosikan perkembangan personal dan
kesejahteraan semua orang serta masyarakat umum lainnya. Model konseling
masyarakat terdiri dari 4 (empat) model pelayanan; (1) Pelayanan konseli secara
langsung, (2) Pelayanan konseli secara tidak langsung, (3) Pelayanan masyarakat
secara langsung, (4) Pelayanan masyarakat secara tidak langsung. Model ini juga
membuat konselor melakukan intervensi praktis dengan mengintegrasikan
kontribusi seperti, konteks perkembangan, ekologis, feminis, multi budaya dan
teori-teori pos moderenisme yang sudah ada sejak 35 tahun yang silam.
Seorang pembimbing yang terjun ke masyarakat perlu memahami dan
menguasai semua peranan yang harus dilakukan dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat, seperti peranan sebagai konselor, advokator, motivator,
fasilitator. Setiap peranan yang dilakukan oleh pembimbing memiliki makna dan
tujuan, seperti peranan motivator yang dilakukan pembimbing, berguna untuk
memotivasi masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA dan
bertujuan untuk menumbuhkan rasa percaya diri agar konseli bergairah kembali
untuk menjalani kehidupannya merasa masih berharga serta berguna bagi keluarga
dan lingkungannya. Peranan tersebut dilakukan dengan harapan akan terjadinya
perubahan yang positife pada diri konseli, pemberian motivasi dilakukan dengan
berbagai cara yakni dengan pemberian aktifitas-aktifitas kearah penyadaran diri
yang tentunya bermanfaat bagi konseli, salahsatu bentuk penyadaran diri
dilakukan dengan pemberian bimbingan yang bermuatan konseling dengan
berbagai metode, keterampilan dan peranan yang bernuansa religius atau
Oleh karena itu bimbingan berbasis religius atau agama dipandang sangat
penting, karena dengan dasar agama yang kuat, dapat dijadikan sebagai pondasi
kekuatan dalam mengarungi kehidupan dan hal ini dapat berpengaruh besar pada
konseli dalam memandang dan mengatasi permasalahan kutipan atas pendapat
Hawari (dalam Yusuf LN, 1997, hlm 167) mengemukakan “bagaimanapun perubahan-perubahan sosial budaya tersebut terjadi, maka pendidikan agama
hendaknya tetap diutamakan. Sebab padanya terkandung nilai-nilai moral, etik
dan pedoman hidup sehat yang universal dan abadi sifatnya”. Pendidikan agama
dalam bimbingan yang dilakukan konselor masyarakat, dimaksud bukan dalam
arti memberikan pelajaran agama layaknya di sekolah-sekolah umum atau
madrasah-madrasah, melainkan memberikan penanaman keimanan dan keyakinan
kepada Tuhan, pembiasaan mematuhi dan memelihara nilai-nilai dan
kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama (menjalankan perintah atau kewajiban
dan menjauhkan larangan atau yang diharamkan oleh Allah Swt).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di berbagai tempat
penyembuhan/terapi korban penyalahgunaan napza diantaranya yaitu di ”Rumah
Palma” salah satu Unit dari Rumah Sakit Jiwa Cimahi, dan di Balai Pemulihan
Sosial (BPSPP) salah satu Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) rehabilitasi sosial yang
menangani korban penyalahgunaan Napza dibawah Kementerian Sosial, yang ada
di lembang, Bandung dan yang terakhir di salah satu Yayasan Swasta yang
menangani korban penyalahgunaan Napza ”Rumah Cemara” yang beralamat di jalan Sersan Bajuri, Bandung dan didukung pula oleh referensi lainnya sebagai
bahan untuk memperkaya khazanah serta wawasan dalam pertimbangan dan
pengambilan keputusan. Dari hasil penelitian diberbagai tempat tersebut
teridentifikasi bahwa selama ini para korban penyalahgunaan NAPZA setelah
mereka keluar dari Panti-Panti atau Rumah Sakit, sekembalinya mereka ke
keluarga dan masyarakat tidak ada yang memberikan/melakukan bimbingan
kepada konseli korban penyalahgunaan korban NAPZA tersebut, hal ini
mengundang keprihatinan peneliti, karena konseli dapat dikatagorikan masih
kenyataan ini akan berpotensi terjadinya kekambuhan lagi (relapse) untuk
menggunakan NAPZA. Karena yang tersembuhkan dan teratasi hanya masalah
yang terjadi pada fisiknya saja namun permasalahan yang berkaitan dengan
psikologis yang konseli hadapi dan rasakan belum tertuntaskan. Hal ini tidak
dapat dipandang enteng karena akan berpengaruh terhadap perkembangan konseli
dan berpotensi terjadinya penyimpangan pada perilaku konseli, apabila salah
dalam penanganan maka permasalahan tidak akan selesai malah sebaliknya akan
memperburuk, agar hal tersebut tidak terjadi maka dibutuhkan bimbingan bagi
konseli, selama konseli masih mengalami ketergantungan NAPZA atau setelah
konseli keluar dari tempat rehabilitasi, bimbingan dilakukan oleh pembimbing
yang berkompetensi .
Berdasarkan uraian tersebut maka penting dilakukan penelitian di Pondok
Pesantren (Ponpes) Suryalaya yang terkenal dengan metode yang digunakan
dalam penyembuhannya yaitu metode Thareqat Qadiriyah Naqsabandiyah yang
lebih dikenal dengan metode TQN, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari
metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang digunakan
disana kemudian dipadukan dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan
dan peranan-peranan bimbingan dan konseling, kemudian hasil perpaduan
tersebut akan digunakan oleh para pembimbing dalam bimbingan kepada korban
penyalahgunaan NAPZA.
Peneliti memandang metode yang digunakan di Pondok Pesantren Suryalaya
memiliki kelebihan dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA
bila dibandingkan dengan metode-metode lain yang digunakan di ponpes-ponpes,
panti-panti dan rumah sakit lainnya. Metode yang digunakan di Pondok Pesantren
Suryalaya adalah metode yang berasal dari ajaran Tasawuf Thariqat Qodriyah
Naqsabandiyah (TQN) yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadis, materi pembinaannya terdiri dari mandi taubat, talqin, shalat dan dzikir. Muatan materi
ini lebih mengarah pada penyadaran dan pembersihan hati serta diri dari
perbuatan-perbuatan yang tercela tampa ada paksaan dari siapapun, jadi timbulnya
kesadaran datangnya langsung dari sanubari diri korban untuk tidak menggunakan
Penelitian metode, keterampilan dan peranan Thareqat Qodiriyah
Naqsyahbandiyah (TQN) Ponpes Suryalaya yang peneliti lakukan, selama ini
belum pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, peneliti memandang
bimbingan dengan menggunakan metode ajaran Tasawuf Thariqat Qodriyah
Naqsabandiyah (TQN) yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadis dipandang penting karena mengandung unsur spiritual yang kuat bagi para korban
penyalahgunaan NAPZA dalam metode penyembuhannyapun menggunakan
pendekatan-pendekatan secara kerohanian /spiritual religius, sehingga konseli
mendapatkan bimbingan moral keagamaan yang kuat sebagai landasan dalam
menjaga kehormatan diri, menjunjung tinggi etika dan tata karma dalam
pergaulan, sehingga konseli memiliki batasan-batasan untuk menjauhkan hal-hal
yang dilarang oleh agama dan menjalankan hal-hal yang diperbolehkan oleh
agama konseli juga memiliki kematangan dalam kepribadian yang tercermin dari
tingkah laku dan pola fikir yang sehat, karena pangkal permasalahan hingga
konseli menjadi korban penyalahgunaan NAPZA sungguhnya bersumber dari
dalam diri pribadi konseli itu sendiri, oleh karena itu yang menyelesaikannyapun
harus konseli itu sendiri atas dasar kesadarannya dan tugas pembimbing adalah
mengantar dan membantu agar konseli dapat mencapai harapannya tersebut.
Metode ajaran Tasawuf Thariqat Qodriyah Naqsabandiyah yang digunakan
di Pondok Pesantren Suryalaya yang dijadikan dasar sebagai penyembuhan
korban NAPZA sangat berbeda dengan metode-metode yang digunakan di Rumah
Sakit yang cenderung dilakukan secara medis, medis lebih terkosentrasi kepada
penyembuhan pada fisik sedangkan metode Thariqat Qodriyah Naqsabandiyah
lebih mengarah kepada spiritual yang bersumber dari Al-Qur’an, metode ini dipandang efektif untuk menanggulangi faktor-faktor yang menjadi hambatan
bagi konseli korban penyalahgunaan NAPZA dalam menjalankan kehidupan
sehari-harinya seperti; (1) benturan/konflik dengan keluarga, karena keluarga
tidak memahami apa yang diharapkan dan dihadapi oleh konseli. (2) keraguan
masyarakat yang belum dapat menerima kehadiran konseli karena masyarakat
masih jadi pengguna NAPZA agar konseli kembali bergabung dalam
komunitasnya, dan masih banyak lagi pengaruh lainnya.
Bimbingan yang dilakukan kepada konseli korban penyalahgunaan NAPZA
dipandang penting, penerapan konseling dengan metode dan keterampilan yang
tepat akan membawa kearah penyadaran diri dan pemulihan kepada konseli,
dikarenakan tidak sedikit para korban penyalah gunaan NAPZA setelah
dinyatakan sembuh dan telah kembali kemasyarakat ternyata seringkali harus
keluar masuk atau berulang-ulang menjalani pemulihan yang disebabkan
mengalami suatu kondisi kekambuhan (relapse) untuk menggunakan NAPZA,
Kekambuhan tersebut bisa terjadi dikarenakan tidak adanya kesadaran diri yang
timbul dari sanubari pribadi. Oleh karena itu peneliti memandang perlunya hadir
sosok seorang konselor yang dapat memberikan konseling dengan perpaduan ilmu
bimbingan dan konseling dengan metode Thariqat Qodriyah Naqsabandiyah
yang bersumber dari Al-Qur’an agar dapat timbul kesadaran diri secara lahirian
dan batiniah
Berdasarkan kondisi tersebut maka peneliti melakukan penelitian untuk
mempelajari metode, peranan dan keterampilan yang digunakan oleh para
Pembina kepada konseli penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di
Ponpes Suryalaya kemudian dipadukan dengan metode, peranan dan keterampilan
dalam ilmu pengetahuan berbasiskan pendidikan psikologi khususnya Bimbingan
dan konseling sehingga melahirkan sebuah model yang nantinya akan digunakan
oleh para pembimbing atau konselor yang terjun kejalur masyarakat, termasuk
yang ada di panti-panti sosial yang dikelola oleh Pemerintah dan swasta guna
memberikan bimbingan terhadap korban penyalahgunaan NAPZA.
Model penyembuhan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah yang dilakukan di
Pondok Pesantren Suryalaya, ini merupakan hal yang perlu diteliti dan ini juga
merupakan bahan masukan bagi para konselor yang mengabdikan keilmuannya
bagi masyarakat guna mengembangkan kompetensinya serta menambah wawasan
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA perlu mendapat
bimbingan dari konselor agar mereka mendapat penguatan dan
dukungan-dukungan, selama ini fakta yang terjadi pada korban yang tidak dirawat ataupun
yang baru keluar dari tempat rehabilitasi tidak mendapat bimbingan, bimbingan
adalah suatu kegiatan pemberian dukungaan-dukungan, penguatan-penguatan dan
alternatif-alternatif solusi guna menyelesaikan masalah yang di hadapi korban
penyalahgunaan NAPZA.
Para korban tidaklah semua berasal dari keluarga yang mampu. dari sisi
biaya bagi korban yang berasal dari keluarga mampu tidak terlalu bermasalah,
mereka bisa menjalani perawatan dirumah sakit yang berkelas tinggi dengan
perawatan dan pelayanan yang maksimal, bahkan mereka mampu didampingi
seorang parawat khusus, sedangkan bagi korban yang berasal dari keluarga yang
tidak mampu mereka terbentur pada masalah pembiayaan sehingga konseli
sebagai korban umumnya terabaikan dan keluargapun pada akhirnya tidak perduli
lagi kepada korban, situasi seperti ini tentunya akan semakin memperparah
keadaan korban penyalahgunaan NAPZA dan korban semakin terpuruk.
Selama ini belum ada peneliti yang melakukan penelitian tentang
penggabungan metode, keterampilan dan peranan Thareqat Qodiriyah
Naqsyahbandiyah (TQN) di Ponpes Suryalaya dengan metode, keterampilan dan
peranan bimbingan dan konseling, bimbingan menggunakan model penggabungan
akan lebih efektif karena akan terpenuhi kebutuhan aspek fisik, sosial dan
spiritual. Konselor yang ada di lingkungan masyarakat dan yang ada di ponpes, di
panti serta yayasan yang menangani korban penyalahgunaan NAPZA milik
pemerintah dan swasta adalah salah satu alternatif pilihan yang terjangkau bagi
masyarakat yang berasal dari keluarga taraf ekonomi menengah kebawah di
karenakan untuk biaya perawatan sudah mendapat kontribusi subsidi dari
pemerintah. Untuk menyeimbangkan pemenuhan tersebut maka diperlukan
bimbingan oleh konselor yang memiliki kompetensi dalam pemberian konseling
penyembuhan yang bersumber dari Thareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN)
Pondok Pesantren Suryalaya.
Bimbingan kepada konseli korban penyalahgunaan NAPZA dilakukan
secara berkesinambungan (Sustainable) dan tidak boleh terputus agar korban
benar-benar menjadi kuat dan terbebas dari pengaruh, baik pengaruh yang
datangnya dari dalam diri sendiri (internal) maupun yang datang dari lingkungan
(eksternal)
Bimbingan berdasarkan ilmu perpaduan ini menggunakan prosedur-prosedur atau
tahapan-tahapan yang sistematis dan teratur dalam melaksanakan bimbingan
kepada konseli korban penyalahgunaan NAPZA, yang terdiri dari aktifitas
pemberian penjelasan, pembimbingan, eksplorasi dan persuasi, dengan
menggunakan keterampilan, pendekatan dan peranan sesuai dengan kebutuhan
dalam menyelesaikan permasalahan guna menolong konseli korban
penyalahgunaan NAPZA sebagai penerima pelayanan secara individu. Jadi
metode yang digunakan dalam bimbingan ini dapat dikatakan sebagai landasan
kerja para konselor dalam memberikan bimbingan secara Profesional kepada
konseli korban penyalahgunaan NAPZA.
Dengan penggunaan metode, keterampilan dan peranan hasil perpaduan dari
bimbingan dan konseling dengan metode penyembuhan Thareqat Qodiriyah
Naqsyahbandiyah (TQN) Ponpes Suryalaya, diharapkan para konselor mampu
memberikan bimbingan dengan baik sehingga konseli dapat mencapai
keseimbangan dalam menjalankan dan mengarahkan kehidupannya sendiri dengan
indikator.
1. Konseli dapat mengetahui dan menyalurkan secara positif kelebihan-
kelebihannya/potensi–potensi yang terkandung didalam dirinya.
2. Konseli dapat mengetahui dan mengatasi kelemahan-kelemahan yang pada
dirinya.
3. Konseli mampu memanajemen/mengatur kehidupannya secara sehat penuh
optimis sehingga dapat terlaksana sesuai dengan harapan pribadi, keluarga dan
4. Konseli mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan baik sehingga dapat
diterima oleh keluarga dan masyarakat dilingkungannya.
5. Konseli mampu berprilaku (attitude) dan berfikir secara normal sehingga tidak
melanggar norma-norma yang berlaku, baik norma sosial, norma agama, norma
hukum dan norma adat istiadat yang ada dimasyarakat setempat.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Seperti apa perpaduan metode, keterampilan dan peranan
yang digunakan di Ponpes Suryalaya dengan bimbingan dan konseling bagi
korban penyalahgunaan NAPZA?”. Dengan uraian pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana perpaduan metode-metode Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah
(TQN) dengan metode-metode dalam bimbingan dan konseling yang
digunakan dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di
Ponpes Suryalaya?
2. Bagaimana perpaduan keterampilan-keterampilan Thareqat Qodriyah
Naqsabandiyah (TQN) dengan keterampilan-keterampilan dalam bimbingan
dan konseling yang digunakan dalam proses penyembuhan korban
penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya?
3. Bagaimana perpaduan peranan-peranan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah
(TQN) dengan peranan-peranan dalam bimbingan dan konseling yang
digunakan dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di
Ponpes Suryalaya?
4. Bagaimana model hasil perpaduan metode-metode, keterampilan-keterampilan
dan peranan-peranan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) di Ponpes
Suryalaya dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran secara empirik
mengenai Perpaduan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan
peranan-peranan yang digunakan oleh para pembina kepada konseli di Pondok Pesantren
Suryalaya dalam proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA dengan
dasar metode Thareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN) dengan
metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang digunakan dalam
bimbingan dan konseling bagi korban penyalahgunaan NAPZA.
Hasil dari pengperpaduan tersebut kemudian menghasilkan “Model Penyembuhan dalam bimbingan bagi korban penyalahgunaan NAPZA” yang akan di gunakan dalam bimbingan bagi korban penyalahgunaan NAPZA oleh para konselor yang
terjun ke masyarakat.
Tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagaimana berikut dibawah ini:
1. Menggali metode-metode Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) yang
digunakan oleh Pembina kepada konseli dalam proses penyembuhan korban
penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya dengan metode-metode dalam
ilmu Bimbingan dan konseling .
2. Menggali keterampilan-keterampilan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah
(TQN) yang digunakan oleh Pembina kepada konseli dalam proses
penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya dengan
metode-metode dalam ilmu Bimbingan dan konseling .
3. Menggali peranan-peranan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) yang
digunakan oleh Pembina kepada konseli dalam proses penyembuhan korban
penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya dengan
keerampilan-keterampilan dalam ilmu Bimbingan dan konseling .
4. Mengabungkan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan
peranan-peranan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) di Ponpes Suryalaya
dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan
dalam Ilmu bimbingan dan konseling.
E. Metode Penelitian
Penelitian gabungan metode-metode, keterampilan-ketrampilan dan
peranan-peranan bimbingan dan konseling dengan model penyembuhan korban
penyalahgunaan NAPZA Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah Pondok Pesantren
Suryalaya. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan pendekatan
penelitian tindakan kolaboratif (collaborative action research).
Penelitian di lakukan secara partisipatif dan empiris, peneliti menyatu,
membaur bersama–sama dengan konseli dalam kegiatan, penelitian kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya dan berinteraksi
dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia
sekitarnya.
Sumber data dalam penelitian ini adalah pecandu NAPZA yang sedang
menerima layanan penyembuhan di Pondok Pesantren Suryalaya yang berjumlah
10 orang. Penentuan subjek penelitian ini menggunakan purposive random
sampling, yang telah di sesuaikan dengan karakteristik data yang di jaring,
pemilihan 10 orang partisipan di pandang sudah cukup representative dilakukan
berdasarkan kesepakatan bersama antara partisipan dengan peneliti . Hal ini
dilakukan guna mempermudah dalam memperaktekkan tindakan guna
menerapkan metode, peranan dan keterampilan.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi dan non observasi,
teknik observasi menggunakan catatan lapangan, dan wawancara, kuesioner, dan
dokumen (dalam lampiran).
F. Manfaat/Signifikansi Penelitian
Penelitian diharapkan bermanfaat terhadap pengembangan teoritis bagi
pengembangan keilmuan dalam profesi konselor yang bekerja di masyarakat guna
mendampingi individu korban penyalahgunaan NAPZA, dan bermanfaat secara
1. Pondok Pesantren Suryalaya
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan guna
peningkatan kualitas dalam pemberian pelayanan kepada korban
penyalahgunaan NAPZA.
b. Mengembangkan hasil temuan ini guna kepentingan korban penyalahgunaan
NAPZA untuk membuka kemungkinan adanya pemikiran baru/temuan baru
yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan bagi korban
penyalahgunaan NAPZA .
c. Berkerjasama dengan instansi luar (team work) untuk menindaklanjuti hasil
dari penelitian ini guna mengembangkan metode-metode,
keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan dalam bimbingan pada korban
penyalahgunaan NAPZA.
2. Profesi Konselor dan Pekerja Sosial
Konselor dan Pekerja Sosial sebagai pembimbing korban penyalahgunaan
NAPZA perlu melakukan upaya-upaya sebagaiberikut:
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengetahuan dan
menambah wawasan dalam keilmuan bagi para konselor dan pekerja sosial
sebagai pembimbing yang bekerja di masyarakat yang menjadi korban
penyalahgunaan NAPZA.
b. Berkerjasama dengan panti-panti dan yayasan-yayasan guna membantu klien
yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA.
3. Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Regional II Bandung.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar dari pengkajian
hingga tersusunnya modul guna kebutuhan Diklat Bimbingan terhadap Korban
Penyalahgunaan NAPZA yang diselenggarakan oleh Balai Besar Pendidikan dan
G. Struktur Organisasi Disertasi
Bab 1 Pendahuluan, menceritakan tentang latar belakang penelitian,
permasalahan yang terjadi sampai dengan kebutuhan yang harus dipenuhi
berkaitan dengan masalah. kemudian dari alur cerita latar belakang tadi dilakukan
penelaahan dengan mengerucutkan diskripsi melalui identifikasi dan perumusan
masalah sehingga masalah yang sesungguhnya terjadi dapat terlihat jelas dan
spesifik. Setelah masalah tergambar jelas lalu peneliti menjelaskan yang menjadi
tujuan dari dilakukan penelitian ini berikut dengan metode-metode apa saja yang
peneliti gunakan dalam penelitian, metode-metode yang digunakanpun tentunya
harus relevan dengan permasalahan dan kebutuhan yang ada di latar belakang
penelitian, setelah dijelaskan alasan-alasan pentingnya penggunaan
metode-metode itu kemudian peneliti menjelaskan manfaat-manfaat dan signifikansi dari
penelitian ini.
Bab II. Berisikan tentang Kerangka Pemikiran dari seluruh rangkaian alur
teori yang dikaji dalam penelitian dan kedudukan masalah diurai perparagraf
secara sistematis satu dengan yang lainnya saling terkait dan semua pendapat yang
penulis susun didukung oleh konsep-konsep dan teori-teori para ahli sesuai
bidangnya masing-masing, kajian pustaka tersebut kemudian dijadikan sebagai
landasan teoritik guna menyusun pertanyaan dalam penelitian kemudian diakhiri
dengan hipotesis atau perkiraan sementara hasil dari penelitian.
Bab III. Metode Penelitian, disini peneliti memaparkan jenis metode yang
digunakan, yaitu metode kualitatif dan lokasi pelaksanaan dilakukannya penelitian
berikut dengan subyek populasi sasarannya, desain penelitian dan metode-metode
yang digunakan termasuk dengan penggunaan instrument penelitian yang
dipergunakan ketika peneliti mengumpulkan data-data untuk diolah. Dalam bab
III juga dijelaskan proses pengembangan instrument seperti tahapan-tahapan
dilakukannya pengujian validitas, reabilitas, tingkat kesulitan dan karakteristik
Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan, pada bab ini peneliti menjelaskan
hasil pengolahan atau analisis data yang dilakukan selama proses berlangsungnya
penelitian tentunya disesuaikan/mengacu pada dasar teoritik, masalah dan
pertanyaan dalam penelitian serta hipotesis dan tujuan dari penelitian. Pada bab
IV peneliti juga melampirkan tabel-tabel dan gambar-gambar yang dipergunakan
dalam penelitian.
Bab V. Kesimpulan dan Saran, adalah bab terakhir, yang berisikan tentang
kesimpulan dan pemaknaan penelitian terhadap analisis hasil temuan, serta saran
atau rekomendasi dalam penelitian yang ditujukan kepada para pengguna hasil
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah melakukan penelitian tentang
metode-metode, peranan-peranan dan keterampilan-keterampilan yang digunakan oleh
para Pembina kepada anak bina korban penyalahgunaan NAPZA di Pondok
Pesantren (Ponpes) Suryalaya selanjutnya disebut dengan konseli. Penelitian
dilakukan secara kualitatif sehingga dalam hal ini peneliti merupakan instrumen
utama, sedangkan instrumen hanyalah sebagai alat bantu atau pelengkap data,
penelitian ini dilakukan secara langsung dengan mengamati jalannya proses
penyembuhan yang dilakukan pembina kepada konseli yang menjadi korban
penyalahgunaan Narkotik, Psikotropika, dan Zat adiktif (NAPZA).
Metode penyembuhan yang dilakukan di Ponpes Suryalaya menggunakan
model Thareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN) sebagai tazkiyatun-nafsi atau
pembersihan jiwa para korban penyalahgunaan NAPZA dari berbagai penyakit
atau kotoran hati, seperti; kikir, ambisius, iri hati, bodoh, hedonistik, dan berbagai
akhlak tercela lainnya, karena sebagian sumber penyebab para remaja
menggunakan NAPZA adalah memiliki penyakit hati tersebut. Dalam proses
penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya dilakukan
berdasarkan kurikulum yang sudah baku yang disusun dan dijadikan sebagai
metode inabah, kurikulum dilaksanakan secara disiplin, sistematis juga kontinyu
Mengingat luasnya kajian penelitian, peneliti memberi batasan dalam
penelitian, fokus pada tujuan dan maksud dari penelitian. Uraian hasil penelitian
metode, keterampilan dan peranan penyembuhan TQN di Ponpes Suryalaya,
(sebelum penggabungan /integrated) dapat dilihat dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Tabel Hasil Penelitian, Metode, Keterampilan dan Peranan Model Thareqath Qodriyah Nagsabandiyah (TQN)
di Ponpes Suryalaya
Fokus Penelitian Hasil Penelitian Metode, Keterampilan dan Peranan Thareqath Qodriyah Nagsabandiyah (TQN)
di Ponpes Suryalaya
Metode Metode penyembuhan yang digunakan para pembina kepada
konseli di Ponpes Suryalaya. 1. Metode mandi taubat. 2. Metode sholat.
3. Metode dzikir. 4. Metode puasa.
Keterampilan Keterampilan yang dilakukan pembina kepada konseli di Ponpes Suryalaya.
1. Melakukan assesment 2. Komunikasi verbal 3. Komunikasi non verbal 4. Melakukan wawancara
Peranan Peranan yang dilakukan pembina kepada konseli di Ponpes Suryalaya.
1. Pembuat assessment 2. Motivator
3. Pendorong
Tabel 3.2 dibawah ini adalah hasil penelitian metode, keterampilan dan
peranan dalam bimbingan dan konseling sesuai kebutuhan konseli korban
penyalahgunaan NAPZA di Ponpes Suryalaya guna mengatasi permasalahan yang
di hadapi konseli.
Tabel 3.2
Tabel Hasil Penelitian Metode, Keterampilan dan Peranan Bimbingan dan Konseling
Fokus Penelitian
Hasil Penelitian Metode, Keterampilan dan Peranan Bimbingan dan Konseling
Metode Metode penyembuhan bimbingan dan konseling yang digunakan pada konseli di Ponpes Suryalaya.
1. Metode kursi kosong. 2. Metode realitas. 3. Metode perilaku.
Keterampilan Keterampilan yang dilakukan pembina kepada konseli di Ponpes Suryalaya.
1. Melakukan observasi
2. Menciptakan relasi pertolongan yang efektif 3. Emosi secara terkendali
Peranan Peranan yang dilakukan pembina kepada konseli di Ponpes Suryalaya.
1. Penghubung 2. Pembimbing 3. Konselor
4. Pengubah tingkah laku
Hasil Penelitian 2012
Hasil penelitian metode, keterampilan dan peranan penyembuhan TQN di
Ponpes Suryalaya pada tabel 3.1. di atas dengan hasil penelitian metode,
keterampilan dan peranan, bimbingan dan konseling pada tabel 3.2. kemudian
digabungkan (integrated) yang akan digunakan oleh para konselor guna
memberikan bimbingan secara langsung kepada masyarakat yang menjadi korban
baik pemerintah ataupun swasta. Dari hasil penggabungan metode tersebut,
menghasilkan “Model Penyembuhan Korban Penyalahgunaan NAPZA di Pondok
Pesantren Suryalaya”. Bimbingan dengan menggunakan model penggabungan
tersebut konseli lebih cepat dalam proses penyadarannya, adapun model
penggabungan tersebut sebagaimana tertera pada Tabel 3.3 dibawah ini.
Tabel 3.3.
Penggabungan Model Thoriqath Qodriyah Nagsabandiyah di Ponpes Suryalaya dengan Model Bimbingan dan Konseling
Hasil Penelitian 2012
Kemudian fokus penelitian dilakukan sesuai dengan rumusan masalah pada
Bab 1. Yaitu melakukan penelitian untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada
konseli di Ponpes Suryalaya setelah diterapkannya model hasil penggabungan
pada konseli korban penyalahgunaan NAPZA, sebagaimana Tabel 3.4 dibawah
ini.
Tabel 3.4
Perubahan yang Terjadi pada
Konseli Korban Penyalahgunaan NAPZA
Aspek Perubahan yang terjadi pada konseli
Pada Aspek Fisik
Pada Aspek Sosial 3.1. Kemampuan dalam berinteraksi dengan lingkungan
3.2. Kemampuan dalam berkerjasama dengan lingkungan
3.3. Kemampuan berempati dengan sesama/ Lingkungan
4.1. Kemampuan dalam menjalankan perintah sesuai ajaran Agamanya
4.2. Kemampuan dalam Menjauhkan
larangan-larangan sesuai dengan perintah Agamanya
4.3. Kemampuan bersabar dan bersukur serta Ikhlas
B. Metode Penelitian Kualitatif.
Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan
penelitian tindakan kolaboratif (collaborative action research) yaitu suatu
penelitian yang dilakukan ditengah-tengah situasi yang riil dalam rangka mencari
dasar bagi petugas-petugas untuk bertindak dalam mengatasi suatu kebutuhan
praktis yang mendesak.Penelitian ini tertuju pada usaha untuk memperbaiki
situasi. Penyelenggaraan penelitian ini biasanya dilakukan dengan kerjasama
antara para ahli, peneliti, dan praktisi (Natawidjaya, 2008:250)
Selanjutnya Natawidjaya mengemukakan, penelitian ini bersifat luwes
(Flexsibel) dan dapat disesuaikan dengan keadaan (adaptable).Dengan sifat
demikian ini, maka penelitian tindakan merupakan prosedur yang sangat cocok
untuk tujuan memperbaiki layanan praktik atau meningkatkan mutu kerja dan
untuk mencoba melaksanakan suatu pembaharuan (innovation) dalam Konseling.
Hal demikian itu tampak pada kemungkinan diterapkannya suatu hasil studi
dengan segera dan penelaan kembali secara berkesinambungan (Sustainable).
terdapat kendala yang melatarbelakangi permasalahan dan pelaksanaan
penelaahannya, seperti kekakuan organisasi kelembagaan, kepedulian kelompok
tertentu dalam sekolah penjadwalan, dan keragaman minat atau masalah yang
perlu ditelaah (Natawidjaya, 2008: 314)
Metode penelitian kualitatif ini dilaksanakan untuk memperoleh data secara
empiris dan nyata yang terjadi dilapangan sehingga dalam hal ini peneliti
merupakan instrumen utama, sedangkan instrumen hanyalah sebagai alat bantu
atau pelengkap data.
Penelitian kualitatif diawali dengan melakukan observasi pada
tempat/lokus penelitian yaitu di Ponpes Suryalaya. Faisal, (dalam Bungin 2003:
65) kegiatan dan penggunaan metode observasi menjadi sangat penting dalam
tradisi penelitian kualitatif. Melalui observasi itulah dikenal berbagai rupa
kejadian, peristiwa, keadaan, yang mempola dari hari kehari di tengah
masyarakat. Kegiatan observasi tidak hanya dilakukan terhadap
kenyataan-kenyataan yang terlihat, tetapi juga terhadap yang di dengar.
Selanjutnya Faisal, (dalam Bungin, 2003:66) Apa yang terlihat, terdengar,
atau terasakan itu, kesemuanya itu dipandang suatu hamparan kenyataan yang
mungkin saja bisa diangkat sebagai “tabel hidup”. Oleh sebab itu wawancara mendalam dan kegiatan observasi di maksudkan untuk memburu “tabel hidup”
yang terhampar dalam kenyataan sehari –hari di masyarakat.
Guna mempertajam penelitian (Sugiyono, 2008:32) menyatakan batasan
masalah dalam penelitian kualitatif di sebut dengan fokus. Oleh karenaa itu
mengingat luasnya bahasan masalah yang ada di lokus maka peneliti memberi
batasan dalam penelitian hanya fokus untuk mengetahui metode-metode,
keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang digunakan oleh para
pembina kepada konseli dalam penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA
dengan dasar metode Thariqat Qodiriyah Naqsyabandiah (TQN) yang digunakan
di Pondok Pesantren Suryalaya, kemudian digabungkan (integrated) dengan
metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan dalam
individu, kelompok dan masyarakat korban penyalahgunaan NAPZA, yang
nantinya dijadikan sebagai reverensi pengkajian guna dijadikan sebagai modul
diklat bimbinganan korban penyalahgunaan NAPZA di ponpes-ponpes islam,
panti-panti sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta. Penggunaan
rancangan penelitian ini didasarkan pada pertimbangan berikut:
1. Penelitian ini bermaksud untuk menggabungkan metode-metode,
keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan penyembuhan korban
penyalahgunaan NAPZA di Pondok Pesantren Suryalaya dengan
metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan Ilmu Pengetahuan
bimbingan dan Konseling sebagai reverensi pengkajian guna dijadikan sebagai
modul diklat “Pendidikan dan Pelatihan bagi Pembimbing Korban
penyalahgunaan NAPZA” modul ini nantinya akan dijadikan acuan para bagi para pembimbing yang terjun kedalam masyarakat dan para konselor yang
ditempatkan di panti-panti sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan
Swasta guna menjalankan bimbingan pada korban penyalahgunaan NAPZA.
2. Menjadi bahan pengetahuan dan menambah wawasan dalam keilmuan bagi
para pembina di Ponpes Suryalaya dan para konselor sebagai pembimbing
tentang metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan guna
bimbingan bagi korban penyalahgunaan NAPZA
3. Memberikan kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan yang baru dalam
pelayanan kesejahteraan sosial dan peningkatan sumber daya para pembimbing
dan para konselor dengan berbasiskan ilmu perpaduan/penggabungan
Konseling guna bimbingan kepada korban penyalahgunaan NAPZA.
4. Hasil akhir (out put) penelitian ini adalah merumuskan modul sebagai
pegangan atau landasan teori dalam praktek para pembimbing dan para
konselor pada bimbingan korban penyalahgunaan NAPZA, guna
terselenggaranya diklat “Pendidikan dan Pelatihan bagi Pembimbing Korban
C. Alur Prosedur Penelitian.
Tahap I. Penempatan Fokus Masalah
Penjelasan alur prosedur penelitian pada Bagan 3.5. berikut ini. 1. Tahap Penetapan Fokus Penelitian
a. Adanya Kebutuhan Bimbingan Bagi Konseli Korban NAPZA
Korban penyalahgunaan NAPZA setiap saat semakin bertambah banyak
secara kuantitas maupun kwalitas, kenyataan tersebut tidak bisa dipungkiri apalagi
diabaikan, kian hari kian bertambah jumlahnya karena sudah merupakan penyakit
sosial (social pathology). Kondisi obyektif sampai saat ini belum ada konselor
yang bertugas secara langsung (direct) turun ke masyarakat atau ke panti-panti
pemerintah dan swasta yang memberikan bimbingan kepada para korban
penyalahgunaan korban NAPZA dengan menggunakan perpaduan
metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan berbasiskan ilmu
psikologi bimbingan dan Konseling, yang dipadukan dengan metode-metode,
keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan Thareqat Qadriyah
Naqsabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya.
b. Identifikasi Masalah
Dikarenakan tidak adanya pembimbing sebagai konselor yang turun secara
langsung ke masyarakat guna melakukan bimbingan kepada korban
penyalahgunaan NAPZA maka kekambuhan (relapse) seringkali terjadi, oleh
karena itu sangat dibutuhkan sosok seorang pembimbing sebagai konselor yang
turun ke masyarakat dan kepanti-panti pemerintah serta swasta sebagai
pembimbing professional yang berkompetensi dalam menggunakan
metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan hasil perpaduan dari
ilmu bimbingan dan Konseling, dengan metode-metode,
keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan Thareqat Qadriyah Naqsabandiyah (TQN)
Pondok Pesantren Suryalaya guna mendampingi korban penyalahgunaan NAPZA
c. Analisis Masalah
Dalam menganalisis kebutuhan, seorang konselor sebagai pembimbing yang
berkompetensi, berdasarkan asumsi penelitian berikut ini.
1) Pada zaman modernisasi yang sarat dengan kecanggihan tekhnologi serta
informasi, manusia dituntut untuk berkompetisi, hal ini membuat manusia
cenderung menjadi individualistis untuk mengimbangi pola kehidupannya
dengan tuntutan zaman dan pergaulan, mereka tidak mau dikatakan;
ketinggalan zaman, kurang pergaulan (kuper), kampungan dan julukan-julukan
lainnya. Bagi mereka khususnya para remaja, ada pada posisi transisi yaitu
masa peralihan dari anak-anak menuju ke masa remaja, dimasa transisi remaja
dalam proses mencari jati diri penuh dengan gejolak jiwa muda, tertantang
untuk berpetualang dan selalu ingin mencoba hal-hal yang baru (termasuk
keinginan untuk mencoba NAPZA), bagi para remaja yang tidak memiliki
kematangan secara komprehensif yakni kematangan meliputi aspek phisik,
psikis, sosial dan spiritual maka akan mudah terbawa arus yang tidak baik
dalam pergaulan dan mudah terpengaruh hal-hal yang negatife, karena tidak
memiliki pertahanan diri yang kuat.
2) Yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA tidak mengenal kelas bisa tua
bisa muda, bisa dari golongan orang berada dan bisa juga dari golongan yang
tak punya yang pasti bagi mereka yang sudah mengkonsumsi NAPZA maka
akan sulit untuk melepaskan diri lagi bahkan cenderung akan mengalami
relapse (kambuh). Untuk itulah maka diperlukan suatu upaya agar para
remaja yang sudah menjadi korban penyalahgunaan NAPZA dapat secepat
mungkin bangkit kesadarannya dan menyadari kekeliruannya serta tidak
relapse lagi. Guna pemenuhaan kebutuhan tersebut maka diperlukan sosok
konselor yang berperan menjadi pembimbing sebagai tempat mencurahkan
semua permasalahan yang dialami korban (konseli) sekaligus memberi solusi
pemecahan masalah (problem solving) dengan tinjauan berbagai aspek secara
holistik. Pelayanan bimbingan yang diberikan oleh seorang konselor kepada
mandiri, berinteraksi, bersosialisasi dan dapat diterima oleh keluarga serta
masyarakat dilingkungannya.
3) Selama ini belum ada konselor yang turun ke masyarakat secara langsung,
untuk melakukan bimbingan kepada korban penyalahgunaan NAPZA.
Umumnya konselorlah yang menunggu kedatangan masyarakat yang memiliki
masalah, sedangkan fenomena yang terjadi adalah sangat sedikit bahkan dapat
dihitung dengan jari, individu atau masyarakat yang mau datang ke konselor
dikala mereka memiliki masalah, anggapan masyarakat mendatangi konselor
memerlukan biaya yang tidak sedikit alias mahall...dan masyarakat masih
banyak yang berprinsip menceritakan permasalahan yang dialami kepada orang
lain merupakan aib. Oleh karena itu dipandang perlu adanya suatu terobosan
baru yakni konselorlah yang turun ke masyarakat untuk mendampingi para
korban penyalahgunaan NAPZA.
Dengan alasan tersebut maka perlu meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan para konselor sebagai pembimbing agar dapat memahami dan
menguasai metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan
Konseling hasil dari perpaduan ilmu pengetahuan psikologi khususnya
bimbingan dan Konseling dengan metode Thareqat Qodiriyah Naqsabandiyah
(TQN) Pondok Pesantren Suryalaya.Hasil perpaduan tersebut nantinya
dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan yang digunakan dalam praktek
bimbingan oleh para konselor kepada korban penyalahgunaan NAPZA.
4) Dengan menerapkan metode dari hasil perpaduan Konseling ini diharapkan
dapat membangkitkan kesadaran konseli lebih cepat karena konselor sebagai
pembimbing memfasilitasi konseli dengan metode, keterampilan dan peranan
hasil perpaduan Konseling antara ilmu psikologi bimbingan dan Konseling
dengan metode TQN berbasiskan agama melalui ajaran-ajaran sholat, mandi
taubat dan dzikir. Dengan metode TQN pembimbing dapat menerapkan
menumbuhkembangkan ketakwaan dan mengembalikan semangat serta
kepercayaan konseli yang selama ini telah menyimpang dari tatanan
norma-norma yang berlaku, melalui TQN konseli dapat berhubungan lebih lebih dekat
Dahlan (2005: 11) mengemukakan bahwa konselor hendaknya memahami
Konseling sebagai fasilitas menuju takwa .Oleh karena itu, Konseling sebagai
pekerjaan professional tidak cukup memahami kaidah-kaidah psikologis
semata, tetapi juga memperluas cakrawala pandangan untuk mampu
menangkap eksistensi manusia didunia dan akhirat kelak sebagai makhluk
Allah SWT.
d. Rumusan Masalah
Dikarenakan tidak adanya pembimbing pada korban penyalahgunaan
NAPZA dan asumsi penelitian tersebut diatas, maka diperlukan suatu upaya
untuk pemenuhan kebutuhan dalam bimbingan yaitu dengan mengupayakan
memadukan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan
Konseling hasil dari perpaduan ilmu pengetahuan bimbingan dan Konseling
dengan metode Thareqat Qodiriyah Naqsabandiyah (TQN) Pondok Pesantren
Suryalaya. Hasil perpaduan tersebut nantinya dijadikan sebagai sumber ilmu
pengetahuan yang digunakan dalam praktek bimbingan oleh para konselor kepada
korban penyalahgunaan NAPZA yang ada di masyarakat dan diponpes-ponpes
islam dan yayasan-yayasan pemerintah dan swasta.
2. Tahap Proses Identifikasi Metode Thareqat Qodiriyah Naqsyahbandiah (TQN) di Ponpes Suryalaya
Pada tahap proses identifikasi Metode Thareqat Qodiriyah
Naqsyahbandiah (TQN) penyembuhan pada korban penyalahgunaan NAPZA di
Ponpes Suryalaya, dilakukan melalui tiga tahap, yakni sebagai berikut:
a. Tahap pertama, pengamatan kondisi obyektif
Pada tahap pertama penelitian, peneliti melakukan pengamatan yang terbagi
menjadi 4 (empat) yaitu.
1) Peneliti melakukan pengamatan dilokasi penelitian sebagai pendahuluan guna
mencari data aktual yang berkaitan dengan metode-metode,
penyalahgunaan NAPZA Metode Thareqat Qodiriyah Naqsyahbandiah (TQN)
yang dilakukan di Pondok Pesantren (ponpes) Suryalaya.
2) Peneliti melakukan pengamatan pada pelaksanaan proses penyembuhan korban
penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh para Pembina kepada konseli di
Inabah Ponpes Suryalaya dalam Metode Thareqat Qodiriyah Naqsyahbandiah
(TQN) di Ponpes Suryalaya. Penelitian di Pondok Pesantren Suryalaya
dilakukan secara bekerjasama dengan Pembina dan konseli, Pembina fungsinya
selain sebagai penanggung jawab dan mendidik konseli (konseli), secara tidak
langsung pembina juga sebagai tenaga pembimbing.
3) Pengamatan dilakukan melalui diskusi dengan Pembina dan konseli, peneliti
memperhatikan dan membaur kedalam aktifitas konseli mulai dari sholat
shubuh sampai dengan sholat isya, hasil dari pengamatan ini dijadikan bahan
Identifikasi Metode Thareqat Qodiriyah Naqsyahbandiah (TQN) yang
dilaksanakan di Ponpes Suryalaya yang dipandang valid dan akurat.
4) Pengamatan perkembangan dilakukan pada aspek jasmani/fisik (biologik),
reaksi emosional (psikologik), aktifitas sosial dan konsistensitas konseli selama
dalam menjalankan proses penyembuhan dengan Metode Thareqat Qodiriyah
Naqsyahbandiah (TQN) Ponpes Suryalaya. Hasil dari pengamatan ini
dijadikan sebagai bahan kajian guna merumuskan metode-metode,
keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang efektif.
b. Tahap kedua, perumusan kriteria-kriteria perbaikan pelayanan bimbingan pada proses penyembuhan korban penyalahgunaan NAPZA berdasarkan Thareqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN) yang digunakan di Ponpes Suryalaya.
Pada tahap kedua ini peneliti melakukan kajian rumusan wawasan
konseptual tentang kriteria perbaikan pelayanan bimbingan yang dilakukan
oleh pembimbing yang akan terjun kemasyarakat yang menjadi korban
penyalahgunaan NAPZA. Kajian dilakukan melalui pengamatan dan
penggalian informasi seperti wawancara dan diskusi, peneliti membaur
lakukan, guna mendapat gambaran tentang pelayanan bimbingan bagi profil
seorang konselor sebagai pembimbing korban penyalahgunaan NAPZA.
Rumusan dilakukan berdasarkan kajian metode Thareqat Qodriyah
Naqsabandiyah serta data aktual yang ada dilapangan guna menentukan
tindakan penelitian atau intervensi berdasarkan urgensi dan manfaatnya bagi
peningkatan kualitas pelayanan bimbingan pada konseli korban
penyalahgunaan NAPZA. Kajian dilakukan dengan 4 (empat) cara yaitu.
1) Peneliti melakukan konsultasi dan tukar pendapat pada para pakar, praktisi
dalam bidang penanganan NAPZA dan para pejabat struktural serta para
pejabat fungsional yang terkait dalam penanganan masalah NAPZA.
2) Peneliti melakukan diskusi secara intensif dengan pihak-pihak yang
berkaitan dalam bidang bimbingan. Materi diskusi difokuskan pada topik
tentang kebutuhan dalam pelayanan bimbingan dan hasil temuan kondisi
obyektif di lapangan berupa informasi-informasi aktual yang berkaitan
dengan metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan
dalam bimbingan pada korban penyalahgunaan NAPZA yang nantinya akan
diterapkan pada konselor guna memberikan pelayanan bimbingan kepada
korban penyalahgunaan NAPZA yang ada di masyarakat, panti-panti
pemerintah dan swasta.
3) Peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada pihak-pihak yang
bertanggung jawab dan kompeten sebagai pengurus di Pondok Pesantren
Suryalaya, dikarenakan penelitian ini menggunakan metode kualitatif maka
kedudukan peneliti sebagai instrument utama sedangkan instrument lainnya
merupakan penunjang.
4) Yang terakhir peneliti melakukan studi pustaka dengan mengkaji berbagai
konsep ilmu pengetahuan yaitu, ilmu pengetahuan bimbingan dan Konseling
dan ilmu pengetahuan tentang model penyembuhan Thoriqath Qodriyah
Naqsabandiyah (TQN) Ponpes Suryalaya, kajian ini mengkaji tentang
metode-metode, keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan
bimbingan kepada korban penyalahgunaan NAPZA yang ada di masyarakat
dan panti-panti pemerintah serta swasta.
Berdasarkan pengamatan peneliti, metode penyembuhan kepada korban
penyalahgunaan NAPZA yang digunakan di Ponpes Inabah Suryalaya lebih
memfokuskan pada kegiatan tarekat ritual atau yang lebih dikenal dengan
istilah Thariqat Qodriyah Naqsabandiyah (TQN). Kegiatan dalam metode
ini dimulai dengan aktifitas konseli melakukan mandi malam atau yang
dikenal dengan mandi taubat yang dimulai pada jam 02.00 WIB dini hari
kemudian dilanjutkan dengan shalat tahajud, shalat tasbih, shalat witir,
shalat sunat shalat qabla, shalat shubuh lalu shalat sunat istiadah, shalat
sunat dhuha, kifaratul baul, qabla dhuhur, dhuhur, qabla ashar, ashar, qabla
magrib, magrib, sunat awwabin, taubat, birrul walidayni, lihifdzil iman,
lisyukrin nikmat, qabla isya, isya, ba‟da isya, syukur, sunat mutlaq,
istikharah, dan hajat. Setelah melakukan semua kegiatan shalat tersebut
kemudian dilanjutkan dengan kegiatan dzikir, selain dengan metode sholat
dan dzikir konselipun diwajibkan menjalankan puasa yang tentunya
disesuaikan dengan batas kemampuan konseli.
Dari aktifitas seluruh kegiatan penyembuhan dengan model Thariqat
Qodriyah Naqsabandiyah yang dilakukan para Pembina kepada
konseli,dilaksanakan berdasarkan kurikulum yang telah diterapkan
diInabah, kemudian peneliti memotret, memilah dan memilih serta
mengelompokan hingga dapat terkatagori metode-metode,
keterampilan-keterampilan dan peranan-peranan yang telah digunakan pada korban
penyalahgunaan NAPZA di Inabah Ponpes Suryalaya kemudian peneliti
melakukan penyesuaian untuk dipadukan dengan ilmu pengetahuan