• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Sibling Relationship Pada Remaja Dengan Saudara Spektrum Autisme (Suatu studi mengenai Sibling Realtionship pada remaja dengan saudara kandung penyandang spektrum autisme di Yayasan "X" Kota Bandung).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Sibling Relationship Pada Remaja Dengan Saudara Spektrum Autisme (Suatu studi mengenai Sibling Realtionship pada remaja dengan saudara kandung penyandang spektrum autisme di Yayasan "X" Kota Bandung)."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah melihat tipe sibling relationship pada remaja dengan saudara mereka yang berada pada spektrum autisme dan bagaimana fakotor sibling relationship berperan melalui uji beda. Penelitian ini menggunakan teori sibling relationship oleh Furman dan Buhrmester ( 1990 )

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan purposive sampling. Terdapat 21 remaja, setiap partisipan mengisi Sibling Relationship Questionnaire yang disusun oleh Furman & Buhrmester ( revisi akhir September 2010) yang telah diuji validitasnya menggunakan expert validation dan diuji reliabilitasnya menggunakan alpha cronbach SPSS 16.00 dengan reliabilitas 0.946. Berdasarkan hasil pengolahan data didapat hasil bahwa 100% (21 partisipan) remaja yang menjadi partisipan memiliki sibling relationship negatif

(2)

Abstract

The purpose of this research is to look at the description of sibling relationship between adolescences and their sibling whom has Autism Spectrum Disorderand how the factors affects this relationship using t-test. This research uses Sibling Relationship Theory from Furman and Buhrmester ( 1990 ).

The method used is descriptive with purposive sampling. There are 21 adolescences as participants. Each participant filled the Sibling Relationship Questionnaire which arranged by Furman and Burhmester ( last edited September 2010 ). the questionnaire itself validated by experts and has the reliability 0.946 using alpha cronbach SPSS 16.00.Based on the data process, the result is, all of the participants have negative sibling relationship

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Maksud Penelitian ... 5

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

1.4.1. Kegunaan Teoretis ... 5

(4)

1.5. Kerangka Pikir ... 6

1.6. Asumsi Penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sibling Relationship ... 15

2.1.1. Definisi Sibling Relationship ... 15

2.1.2. Dimensi Sibling Relationship ... 16

2.1.3. Faktor Pembeda Sibling Relationship ... 19

2.2. Autism Spectrum Disorder ... 22

2.2.1. Ciri-Ciri Autisme ... 22

2.2.2. perkembangan dan Perjalanan ... 23

2.2.3. Faktor Risiko dan Prognostik... 26

2.3. Remaja ... 26

2.5. Pengaruh Spektrum Autisme terhadap Sibling Relationship ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 30

3.2. Skema Prosedur Penelitian ... 30

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 31

3.3.1. Variabel Penelitian ... 31

3.3.2. Definisi Operasional ... 31

(5)

3.4.2. Sistem Penilaian Sibling Relationship ... 35

3.4.3. Data Pribadi dan Data Penunjang ... 40

3.4.4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 40

3.4.4.1. Validitas Alat Ukur ... 40

3.4.4.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 40

3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 50

3.5.1. Populasi Sasaran ... 41

3.5.2. Karakteristik Populasi ... 41

3.5.3. Teknik Penarikan Sampel ... 41

3.6. Teknik Analisis Data... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Responden Penelitian ... 43

4.2. Hasil Penelitian ... 45

4.3. Pembahasan... 46

4.4 Diskusi ... 52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 53

5.2. Saran ... 53

5.2.1 Saran Teoretis ... 53

(6)
(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Kisi-kisi Alat Ukur Sibling Relationship ... 34

Tabel 3.2. Skor Tipe Pilihan Jawaban 1 ... 36

Tabel 3.3. Skor Tipe Pilihan Jawaban 2 ... 36

Tabel 3.4. Skor Tipe Pilihan Jawaban 3 ... 37

Tabel 3.5. Skor Tipe Pilihan Jawaban 4 ... 37

Tabel 3.6. Skor Tipe Pilihan Jawaban 5 ... 38

Tabel 3.7. Skor Tipe Pilihan Jawaban 6 ... 38

Tabel 3.8. Skor Tipe Pilihan Jawaban 7 ... 39

Tabel 3.9. Penggolongan Tipe Sibling Relationship ... 39

Tabel 4.1. Jenis Kelamin Responden ... 43

Tabel 4.2. Posisi Responden ... 44

Tabel 4.3. Persamaan Jenis Kelamin ... 44

Tabel 4.4. Jumlah Saudara ... 45

(8)

DAFTAR GAMBAR

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Lampiran 2 : Hasil Reliabilitas

Lampiran 3 : Hasil Sibling Relationship Umum Lampiran 4 : Mean per Dimensi

Lampiran 5 : Uji Beda Faktor

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sibling relationship atau hubungan persaudaraan dapat diartikan sebagai interaksi

total (baik verbal maupun non verbal) dari dua atau lebih individu yang mempunyai orang tua biologis yang sama serta pengetahuan, sikap, keyakinan dan perasaan tentang satu sama lain dari waktu ke waktu ketika salah satu saudara menjadi sadar akan kehadiran saudara yang lain (Cicirelli,1985 dalam Cicirelli 1995). Cicirelli lebih lanjut mengatakan bahwa sibling relationship terus berlanjut bahkan saat tidak ada komunikasi diantara mereka. Hubungan ini adalah hubungan sosial yang bertahan paling lama dalam kehidupan tercipta saat lahir dan bertahan terus hingga salah satunya meninggal.

Pada umumnya interaksi antar saudara adalah dekat, dari hubungan ini seseorang belajar untuk bermain bersama, memecahkan masalah, mengendalikan diri, serta belajar penyesuain diri (Gibs, 1993 dalam Ross dan Cuskelly, 2006), tetapi memiliki saudara berkebutuhan khusus bisa menjadi peristiwa yang traumatis bagi keluarga (Heward, 2005 dalam Simatupang, 2012). Kelahiran anak berkebutuhan khusus tidak saja mempengaruhi orang tua tetapi juga hubungan antar anak, yaitu kakak atau adik mereka yang berkebutuhan khusus.

(11)

2

(https://klinikautis.com/2015/09/06/jumlah-penderita-autis-di-indonesia/ diakses 20 Desember 2015). Gangguan spektrum autisme dapat dilihat dari kurangnya minat sosial mereka secara persisten dan minat atau aktivitas mereka yang terbatas yang terlihat pada periode perkembangan awal ( DSM-V).

Keterbatasan yang dimiliki oleh anak penyandang spektrum autisme tentu mempengaruhi hubungan di dalam keluarga, termasuk hubungan antar saudara. Memiliki saudara kandung penyandang spektrum autisme dianggap memiliki lebih banyak kesulitan daripada memiliki saudara berkebutuhan khusus lain seperti Down Syndrome (Kaminsky & Dewey, 2001 dalam Beyer, 2009). Remaja mengalami isu- isu penting dalam hubungan mereka dengan saudara kandung mereka yang menyandang gangguan spektrum autisme, diantaranya kesulitan dalm berkomunikasi, serta tantrum yang timbul dapat menjadi stressor bagi remaja (Orsmond, 2007). Penelian Seltzer pada tahun 2007 bahkan melaporkan bahwa remaja memiliki kontak yang kurang dengan saudara kandung mereka yang berada pada spektrum autisme (Canha, 2010), khususnya remaja, dimana masa ini merupakan puncak dari munculnya perilaku negatif dalam sibling relationship (Cicirelli, 1995), karakteristik remaja yang menunjukkan pertumbuhan kedewasaan membuat remaja kesulitan dalam menerima satu sama lain.

Bagaimana hubungan sibling relationship dapat dilihat dari dimensi - dimensi yang membangun sibling relationship yaitu Warmth yaitu kedekatan yang dirasakan oleh remaja, Power yaitu derajat pengaruh, Conflict yaitu derajat kesepakatan dan Rivalry yaitu penghayatan remaja akan perilaku orang tua.

(12)

3

berhubungan dengan gangguan spektrum autisme yang melibatkan keluarga. Dari hasil pengamatan peneliti, kegiatan - kegiatan tersebut lebih sering dihadiri oleh para orang tua, dan kurang melihat interaksi antar remaja dengan saudara kandung mereka yang berada pada spektrum autisme.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada 10 orang remaja yang

mempunyai saudara kandung penyandang gangguan spektrum autisme di Yayasan “X”

Kota Bandung. Dari 10 orang remaja didapat hasil bahwa 70% diantaranya merasa senang dapat menghabiskan waktu bersama dengan saudara kandung, mereka yang berada pada spektrum autisme, remaja merasa dekat dan dapat menikmati waktu yang mereka habiskan bersama dengan saudara mereka,, sedangkan 30% dari 10 remaja kurang menikmati waktu yang mereka habiskan dengan saudara kandung mereka yang berada pada spektrum autisme, para remaja kurang dapat berinteraksi dengan saudara kandung mereka, terkadang mereka juga memilih untuk tidak berkomunikasi dengan saudara kandung mereka yang berada pada spektrum autisme.

Dari 10 remaja didapat 50% diantaranya masih memiliki kewajiban untuk membantu dan merawat saudara kandung mereka yang berada pada spektrum autisme, para remaja masih menjaga, memberi makan, memandikan dan mengajari cara untuk melakukan sesuatu seperti makan.Sedangkan 50% dari 10 remaja tidak terlalu berperan dalam mengasuh dan merawat saudara kandung mereka yang berada pada spektrum autisme, para remaja merasa sudah cukup sibuk dengan kegiatan mereka sehari-hari di sekolah dan kampus.

(13)

4

dari 10 orang remaja tidak merasa cemburu pada saudara kandungnya yang berada pada spektrum autisme.

Dari 10 remaja di dapat 100% remaja sering bertengkar dengan saudara kandung mereka yang berada pada spektrum autisme, para remaja kadang merasa terganggu dengan sikap saudara kandung mereka yang berada pada spektrum autisme, seperti dalam hal memilih tempat makan dan memilih baju.

Dapat dilihat memiliki saudara kandung penyandang spektrum autisme tidaklah sepenuhnya negatif, walaupun beberapa dari responden lebih menujukkan kualitas negatif dari sibling relationship. Beberapa hasil penelitian menunjukkan hasil yang inkonsisten tentang bagaimana hubungan antara remaja dengan saudara kandung penyandang spektrum autisme, diantaranya penelitian Kaminsky dan Dewey pada tahun 2001 mendapat hasil bahwa mereka yang merupakan saudara kandung dari anak gangguan spektrum autisme kurang memiliki kehangatan, tetapi tetap menunjukkan sikap merawat (Beyer, 2009). Begenholm dan Cuskelly menemukan bahwa saudara dari anak penyandang spektrum autisme memiliki hubungan yang negatif seperti kurang deat dan kurang kontak antar saudara (Beyer, 2009).

Tipe hubungan pada remaja dengan saudara kandung penyandang spektrum autisme diharapkan positif tetapi data yang didapat di lapangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, dengan sibling relationship positif akan memberi dampak yang lebih baik dalam kualitas hidup keduanya, kakak-adik dengan kakak-adik kandung mereka yang menyandang gangguan spektrum autisme.

(14)

5

lebih lanjut mengenai tipe sibling relationship pada remaja dengan saudara kandung

penyandang spektrum autisme di Yayasan “X” Kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui gambaran tipe sibling relationship pada remaja dengan saudara kandung penyandang spektrum autisme di Yayasan “X” Kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah memperoleh data dan gambaran sibling relationship pada remaja dengan saudara kandung penyandang spektrum autisme di Yayasan “X” kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tipe sibling

relationship pada remaja dengan saudara kandung penyandang spektrum autisme di

Yayasan “X” kota Bandung yang diukur melalui dimensi sibling relationship.

2. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana faktor-faktor sibling

relationship berperan yang dilihat melalui perbedaan kelompok sampel berdasarkan

faktor.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

(15)

6

2. Sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya terutama mengenai sibling

relationship pada anak dengan sibling yang berada pada spektrum autisme.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Sebagai informasi bagi orang tua yang memiliki anak remaja dan anak pada spektrum autisme di Yayasan “X” Kota Bandung mengenai gambaran sibling

relationship anak-anak mereka untuk membangun hubungan yang lebih positif.

2. Sebagai informasi bagi remaja dengan saudara kandung penyandang spektrum autisme di Yayasan “X” Kota Bandung mengenai sibling relationship mereka untuk membangun hubungan yang lebih positif untuk masa depan yang lebih baik bagi keduanya.

1.5 Kerangka Pikir

. Hubungan yang terjadi diantara saudara kandung disebut dengan Sibling

Relationship. Cicireli (1995) mendefinisikan sibling relationship sebagai interaksi total

(baik verbal maupun non verbal) dari dua atau lebih individu yang mempunyai orang tua biologis yang sama serta pengetahuan, sikap, keyakinan dan perasaan tentang satu sama lain dari waktu ke waktu ketika salah satu saudara pertama menjadi sadar akan kehadiran saudara yang lain. Sibling relationship memainkan hubungan penting dalam kehidupan manusia, tercipta saat lahir dan bertahan sepanjang masa hidup.

(16)

7

pada spektrum autisme akan menunjukkan kekurangan dalam bidang berikut yaitu sosial interaksi, komunikasi verbal dan non verbal, perilaku repetitive atau minat mereka (DSM V, 2013). Dampak yang ditimbulkan oleh gangguan ini termasuk pada keluarga membuat gangguan ini menjadi penting karena anak pada spektrum autisme pada umumnya tidak dapat melakukan komunikasi dua arah yang dapat membuat kehangatan diantara saudara kandung berkurang. Terlebih pada remaja dimana remaja yang memiliki ciri-ciri mengembangkan hubungan yang lebih baik, fokus pada masa depannya, tetapi kekurangan pada saudara mereka yang berada pada spektrum autis membuat remaja menjadi lebih khawatir terhadap masa depan saudara mereka. Burhmester dan Furman (1985) melihat ini dari dua tipe Sibling Relationship berdasarkan empat dimensi sibling

relationship, yaitu dimensi positif yang terdiri dari warmth dan power, serta dimensi

negatif yang terdiri dari conflict dan rivalry.

Dimensi positif pertama yaitu warmth berisi intimacy, affection, prosocial behavior,

companionship, admiration by sibling, admiration of sibling dan similarity. Remaja yang

memiliki intimacy akan sering memberitahukan sesuatu, mau untuk berbagi cerita, menceritakan apa yang mereka rasakan, serta berbagi rahasia dengan saudara mereka yang berada pada spektrum autisme. Affection ditunjukkan dengan remaja akan peduli dan menyayangi saudara mereka yang berada pada spektrum autisme.

Prosocial behavior ditunjukkan dengan remaja akan melakukan hal – hal baik pada saudara mereka, mampu bekerja sama dan mampu untuk berbagi bersama.

Companionship ditunjukkan dengan remaja banyak menghabiskan waktu untuk

bersenang-senang, banyak meluangkan waktu untuk pergi bersama-sama dan melakukan hal bersama-sama dengan saudara mereka yang berada pada spektrum autisme.

(17)

8

ditunjukkan dengan penghayatan remaja bahwa saudara mereka yang berada pada spektrum autisme menghormati mereka, merasa bangga pada remaja dan juga mengagumi remaja. Kepedulian yang ditunjukkan oleh saudara kandung akan menghasilkan hasil positif bagi aspek sosioemosional (Bryant, 1992).

Similarity ditunjukkan dengan banyaknya hal yang disukai bersama, banyak hal-hal umum yang disukai remaja disukai juga oleh saudara kandung mereka dan banyaknya kesamaan antara remaja dan saudara kandung mereka yang berada pada spektrum autisme.

Dimensi positif kedua adalah power, dalam power dijelaskan tentang nurturance by

sibling, nurturance of sibling, dominance by sibling dan dominance of sibling.

Nurturance by sibling ditunjukkan dengan remaja yang menunjukkan hal-hal yang belum

diketahui, membantu saudara kandung mereka akan hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh saudara kandung mereka, dan mengajari saudara kandung mereka yang berada pada spektrum autisme hal-hal yang belum mereka tahu. Nurturance of sibling ditunjukkan dengan penghayatan remaja bahwa saudara kandung mereka yang berada pada spektrum autisme membantu remaja menunjukkan hal-hal yang belum remaja tahu, membantu remaja melakukan hal-hal yang tidak bisa remaja lakukan sendiri dan mengajari remaja hal-hal yang belum diketahui.

Dominance by sibling ditunjukkan dengan remaja yang mengatakan dan meminta apa

(18)

9

Dimensi power, bercerita tentang derajat kesepakatan, dimana dalam sibling

relationship, remaja menganggap dirinya memiliki power yang lebih dan saudara

kandung mereka mengetahui hal itu.

Dimensi negatif pertama adalah conflict berisi quarreling, competition dan

antagonism. Quarreling ditunjukkan dengan remaja sering bertengkar, remaja yang

marah dan berargumen dengan saudara kandung mereka yang berada pada spektrum autisme. Antagonism ditunjukkan dengan remaja yang menghina, remaja melakukan perbuatan negatif, menganggu dan “menggoda” saudara kandung mereka yang berada pada spektrum autisme. Competition ditunjukkan dengan remaja dan saudara kandung mereka yang berada pada spektrum autisme sering bersaing, sering untuk berkompetisi dan sering untuk mencoba melakukan sesuatu lebih baik dari yang lainnya.

Sibling relationship umumnya memiliki potensi konflik yang cukup besar

dikarenakan kebutuhan untuk menemukan kesepakatan dalam kehidupan sehari-hari, dan karena hubungan keluarga pada umumnya. Konflik hubungan saudara dapat dijelaskan oleh tingkat argumen, kontradiksi dan persaingan. Perilaku individual akan terbawa pada konflik sibling relationship, dengan demikian, ada tingkat yang lebih tinggi dari konflik antar saudara kandung yang sangat aktif dan tingkat konflik yang lebih rendah antara dua saudara kandung lebih tenang (Volling dan Blandon 2003, dalam Walper, 2010).

Dimensi negatif yang kedua adalah rivalry ditujukkan dengan Parental Partiality.

Parental partiality merupakan anggapan remaja bahwa kasih sayang ayah atau ibu tidak

sama, diperlakukan tidak sama dan tidak mendapat perhatian yang sama oleh ayah dan ibu.

(19)

10

dengan saudara kandung spektrum autisme yang menunjukkan dimensi negatif lebih besar memiliki sibling relationship negatif.

Ada perbedaan dalam membangun sibling relationship, diataranya adalah perbedaan jenis kelamin sibling, perbedaan usia, ukuran keluarga, karakteristik remaja dan hubungan dengan orang tua. Pembeda pertama yaitu perbedaan jenis kelamin dilihat dalam dimensi warmth remaja yang mempunyai jenis kelamin sama dengan saudara kandung mereka mempunyai kehangatan yang lebih dibandingkan dengan remaja yang mempunyai jenis kelamin berbeda. Sikap hangat, kedekatan dan perilaku prososial lebih menonjol pada hubungan saudara kandung yang memiliki gender yang sama (Hetherington, Henderson & Reiss, 1999). Kedekatan dibentuk oleh pengalaman umum, baik dalam keluarga dan pengalaman dengan saudara kandung spesifik. Pada saat yang sama, nilai-nilai yang akrab dan pribadi yang sama, tradisi keluarga yang umum, tujuan yang sama dan kepentingan serta, berbagi sesuatu bersama terbukti menguntungkan bagi penciptaan dan pelestarian kedekatan (Ross dan Milgram, 1982).

Pembeda kedua yaitu perbedaan usia, dilihat dari pengaruhnya pada dimensi warmth, terutama pada admiration, dimana remaja dan saudara kandung yang memiliki perbedaan usia kurang dari 4 tahun merasakan admiration yang lebih besar dibandingkan saat perbedaan usia lebih besar dari 4 tahun. Remaja lebih merasa akrab dengan saudara kandung mereka yang lebih tua daripada saudara kandung mereka yang lebih muda. Remaja juga lebih mengagumi saudara kandung mereka yang lebih tua daripada mereka yang lebih muda.

(20)

11

remaja berusia lebih dari 4 tahun, mereka merasakan tanggung jawab yang lebih besar untuk merawat dan bertingkah laku baik.

Dalam dimensi conflict, perbedaan usia terlihat lebih besar saat remaja dan saudara kandung memiliki perbedaan umur yang dekat dibandingkan dengan remaja yang memiliki perbedaan umur yang lebih jauh dari saudara kandung mereka. Remaja juga lebih berkompetisi dengan saudara kandung mereka yang memiliki perbedaan usia yang dekat dibandingkan dengan saudara kandung dengan perbedaan umur yang jauh. Dalam dimensi parental partiality, remaja lebih merasakan adanya sikap memihak saat ada perbedaan usia besar dari mereka.

Pembeda ketiga adalah ukuran keluarga, keluarga yang memiliki anak dengan jumlah banyak dianggap tidak memiliki sumber kasih sayang yang cukup untuk dibagikan kepada anak-anaknya, sehingga hubungan menjadi kurang hangat dan lebih banyak menujukkan conflict dan rivalry dibandingkan dengan remaja dari keluarga kecil (Stocker dkk, 1997).

(21)

12

negatif tetapi juga menimbulkan hubungan negatif dari remaja- saudara kandung dan saudara kandung -remaja. Kesanggupan ibu dari remaja dalam dalam memenuhi kubutuhan dari anak mereka akan menumbuhkan prosocial behavior antar saudara (Dunn, 1983). Hubungan positif antar saudara juga dapat dirasakan saat ayah lebih menunjukkan afeksi dan sikap menolong remaja saat berada di rumah (Sailor, 2014).

pembeda kelima adalah karakteristik remaja, yaitu temperament dan kemampuan bersosialisai. Karakteristik remaja yang mampu mengatasi konflik antar saudara, menghayati suasana menyenangkan dan menolong satu sama lain saat bersama saudara kandung dapat memperkuat ikatan saudara menjadi positif dalam aspek warmth (Sailor, 2014). selama periode remaja banyak dari mereka yang merasakan lebih banyak konflik dan ketidapuasaan dalam sibling relationship mereka.(Begun, 1989, dalam Seltzer, 2010)

(22)
(23)

14

1.6 Asumsi

Dari kerangka pikir dapat ditarik asumsi sebagi berikut :

- Tipe Sibling relationship dapat dilihat dari 4 dimensi yang mewakili 2 tipe Sibling

Relationship besar yaitu dimensi positif warmth, power, dan dimensi negatif

conflict dan rivalry.

- Remaja dapat memiliki tipe sibling relationship yang berbeda-beda.

(24)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data Sibling Relationship pada remaja dengan saudara kandung penyandang spektrum autisme di Yayasan “X” kota Bandung serta pembahasannya, diperoleh simpulan sebagai berikut:

 Semua remaja yang memiliki saudara kandung penyandang spektrum autisme di Yayasan “X” kota Bandung memiliki sibling relationship negatif, dimana remaja menampilkan perilaku conflict dan menghayati rivalry.

Perbedaan signifikan gambaran sibling relationship terjadi pada hubungan remaja dan saudara kandung penyandang spektrum autisme di Yayasan “X” kota Bandung dalam hal jenis kelamin, perbedaan usia kurang dan atau lebih dari empat tahun, posisi responden dalam keluarga (kakak atau adik) dan jumlah anak dalam keluarga.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, peneliti mengajukan beberapa saran

teoritis sebagai berikut :

Disarankan bagi peneliti berikutnya yang hendak meneliti Sibling Relationship untuk melihat signifikansi hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi sibling

relationship dengan tipe sibling relationship.

Disarankan bagi peneliti berikutnya untuk meneliti sibling relationship pada jumlah sampel yang lebih besar agar mendapat gambaran yang lebih umum mengenai sibling

(25)

54

5.2.2. Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan beberapa saran dibawah ini kepada remaja dan orang tua :

 Pada orang tua yang memiliki anak spektrum autisme di Yayasan “X” Kota Bandung dan remaja dapat memberikan penjelasan pada anak-anak mereka (remaja) mengenai perlakuan berbeda yang di dapat oleh saudara kandung mereka, tetap memberikan perhatian dan menjadikan kehadiran remaja sebagai hal penting, dalam pengambilan keputusan misalnya. Mengajak remaja untuk ikut dalam merawat atau bermain bersama sibling dan jika perlu untuk mempunyai ‘waktu istimewa’ bersama remaja terlepas dari anak autis mereka.

(26)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SIBLING RELATIONSHIP PADA

REMAJA DENGAN SAUDARA SPEKTRUM AUTISME

(SUATU STUDI MENGENAI SIBLING RELATIONSHIP PADA REMAJA DENGAN

SAUDARA KANDUNG PENYANDANG SPEKTRUM AUTISME DI YAYASAN “X” KOTA

BANDUNG)

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh :

SHANTY THERESIA NAIBAHO

NRP : 1230169

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

(27)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan bimbingan-Nya peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Studi Deskriptif Mengenai Sibling Relationship

pada Remaja dengan Saudara Kandung Penyandang Spektrum Autisme di Yayasan X Kota Bandung” dalam rangka menempuh sidang sarjana di Fakultas Psikologi Maranatha Bandung. Peneliti sangat menyadari bahwa tugas akhir ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna, karena itu peneliti sangat terbuka dan sangat menghargai kritik dan saran untuk membangun dan mengembangkan penelitian ini. .

Dalam penyusunan tugas akhir ini, peneliti mendapatkan bantuan, bimbingan, dukungan dan masukan dari berbagai pihak. Maka, pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Dra. Sianiwati S. Hidayat, M.Si., Psikolog selaku dosen koordinator usulan penelitian dan skripsi.

3. Evany Victoriana M.Psi.,Psikolog selaku dosen pembimbing utama peneliti yang telah menyediakan waktu untuk membimbing dan memberi saran, masukan serta semangat pada peneliti.

(28)

5. Heliany Kiswantomo, M.Si., Psikolog dan Evi Ema V.P. M.A selaku dosen mata kuliah usulan penelitan yang telah memberikan materi, masukan selama menempuh usulan penelitian.

6. Lisa Imelia M.Psi., Psikolog dan Heliany Kiswantomo, M.Si., Psikolog selaku dosen pembahas seminar yang telah memberikan masukan, saran dan koreksi kepada peneliti.

7. Ellen Theresia M.Psi. Psikolog dan Dra.Sianiwati S. Hidayat M.Si.,Psikolog yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi expert.

8. Bapak dan Ibu Naibaho selaku orang tua peneliti yang telah memberikan dukungan pada peneliti.

9. Vera, Djessica, Rachel Ari, May, Amanda, Paundra, Nurul, Azka, Wulan, Citra, Gita, Firda, Priscilla, Putri, Nidia dan Denise yang telah membantu dan menyemangati peneliti.

10. Sampel subjek penelitian di Yayasan “X” Kota Bandung.

11. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, atas semua bantuan dan dukungannya.

Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, November 2016

(29)

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of MentalDisorders, Fifth Edition (DSM-V). American Psychiatric

Association: United States.

Angell, M., F. Hedda M., Julia B. S. (2012).Experiences of sibling of individuals

with autism spectrum disorders. Autism research and treatment, Illinois State

University: USA.

Beyer, J. F. (2009). Autism Spectrum Disorders and Sibling relationships : Research

and Strategies. Education and training in Developmental Disabilities, 44(4),

444-452.

Bryant, B.K.(1992). Sibling caretaking: Providing emotional support during middle

childhood In F. Boer & J. Dunn (Eds.), “Children’s sibling relationships:

Developmental and clinical issues” (pp. 55-69). Hallsdale, NJ: Lawrence

Elbaum Associates.

Canha, M., (2010). The Undergraduate Review : Bridgewater State College

Siblings of Children with Autism: An Exploratory Study of Sibling

Concerns and Coping Strategies. Artikel 10. Vol 6.

Cicirelli, Victor G., (1995). Siblings Relationship Across the Life Span. Plenum Press: New York.

Dunn, J., (1983). Sibling Relationship in Early Childhood. Child Development, 54 (4),787-811.

F. Knott., Lewis, C.,Williams, T., (1995). Sibling interaction of children with

Learning disabilities: a comparison of autism and Down's syndrome.

Journal Child Psycholog and Psychiatry, 6, 965.

Furman, W., & Buhrmester, D. (1985). Children’s perceptions of the qualities of

(30)

56

_____________________(1990). Perception of Sibling Relationships during Middle

Childhood and Adolescence. Child Development, 61, 1387-1398.

Green, L. (2013). The Well being of Individuals with Autism. Hindawi: Australia. Orsmond, G.I., (2007). Siblings of Individuals with Autism Spectrum Disorders

Across the Life Course. Mental retardation and developmental disabilities

research review, 13, 313-32.

Ross, Penelope & Cuskelly, Dr. M., (2006). Adjustment, sibling problems and

coping strategies of brothers and sisters of children with autistic spectrum

disorder. Journal of Intellectual & Developmental Disability, 31(2): 77–86.

Ross, H. G., & Milgram, J. I., (1982). Important variables in adult sibling

relationships: Sibling relationships: Their significance across the lifespan

(pp. 225-249). HillsdaleNJ: Eribaum.

Sailor, H.D., (2014). Supporting Children in Their Home, School and Community p.288-294.

Simatupang, M. & Handayani, Rr., Muyantinah M. (2015). Pola Relasi

Saudara pada Remaja yang Memiliki Saudara dengan Gangguan

Spektrum Autisme. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental.

Vol. 04 No.01.

Stocker, C.M, Wyndoll F., Richard P.L., (1997). Sibling Relationship in Early

Adulthood. Journal of Family Psychology. Vol. 11(2). 210-221.

(31)

DAFTAR RUJUKAN

Attfield, Alizabeth., Hugh Morgan.(2007). Living with Autistic Spectrum Disorder. Paul

Chapman Publishing : London, England.

Brereton, Avril. (2011). Brother and Sisters : Sibling Issues. Monash University Publication: Australia

Harris, L., Sandra, Beth A Glasberg. (2013). Siblings of Childern with Autism. Woodbine House: Indiana.

Klein, Stanley D., Maxwell J. (1993).“it isn’t fair!” Siblings of Children with Disabilities. Exceptional Parent Publication: The United States of America.

Mishori, Ranit. (2012).Autism can have large effects, good and bad, on a disabled child’s

siblings. Washington, D.C.

Park, Alice.(2015). How Age Differences Between Siblings Can Affect Autism Risk. Times : U.S.

Sastry, A., (2012). Parenting anak dengan autisme. Pustaka pelajar : Yogyakarta. Storm, Kate. (2006). siblings of children with special needs. Australia.

Walper, S. et all. (2010). Sibling Relations in Family Constellations at Risk. Third edition. SOS Kinderdorf: Munich.

Referensi

Dokumen terkait

Bagi ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung , hasil ini dapat menjadi informasi tambahan mengenai derajat domain quality of life apa saja