• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Wuality of Life pada Ibu yang Memiliki Anak Penyandang Autisme di Yayasan "X" Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Wuality of Life pada Ibu yang Memiliki Anak Penyandang Autisme di Yayasan "X" Kota Bandung."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Tujuan Penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai quality of life

pada ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung melalui

domain kesehatan fisik, kesejahteraan psikologi, hubungan sosial, dan lingkungan. Penelitian deskriptif ini dilakukan dengan metode survei. Teknik sampling yang digunakan adalah Kuesioner WHOQOL-BREF yang digunakan oleh peneli berdasarkan teori WHOQOL-Group (1998). Data yang diperoleh diolah dengan teknik analisis statistika yaitu dengan menghitung frekeunsi dari setiap jawaban dalam domain, sehingga dapat diperoleh presentase setiap alternatif jawaban dari setiap individu. Penelitian ini memiliki nilai koefisien di atas 0,30 untuk seluruh pernyataannya atau dikatakan valid dengan menggunakan rumus Pearson dan memiliki reabilitas 0,85 dengan pengukuran menggunakan Alpha Cronbarch dengan Windows SPSS 22.00

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa domain hubungan sosial pada ibu yang

memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung cenderung rendah (74%), domain kesehatan fisik yang cenderung rendah (57%), domain lingkungan yang cenderung rendah (57%), dan domain psikologi yang cenderung rendah (54%). Terdapat faktor-faktor demografis yang memengaruhi yaitu, usia, pendidikan terakhir, status marital, lamanya menjadi ibu yang memiliki anak penyandang autisme, dan jumlah anak.

Saran yang diajukan adalah untuk meninjau kembali kuesioner WHOQOL-BREF karena kuesioner masih dalam bentuk baku. Diharapkan juga bagi Yayasan “X” untuk memperhatikan hal yang berhubungan dengan hubungan sosial ibu yang memiliki anak

(2)

ABSTRACT

This research is descriptive reseacrh and conducted by survey method. Measuring instruments that used in this research isWHOQOL-BREF’s quesionnaire that has been used by researcher from WHOQOL-Group’s Theory (1998). The data obtained was processed with statistical analysis technique, calculate the frequency of each answer in domains, and got the percentage of each individual alternative answer. The research has a coefficient above the 0,30 for the entire statement or considered valid by using the formula Pearson and has a reliability of 0,849 with measurements using Alpha Conbarch assisted with Windowd SPSS 22.00.

Data processing results how that social relationship on sprawl is likely to be low (74%), psychological domain to be low (57%), environment domain (57%), and physical

health of mother with autism’s child (54%). There are factors related to demographic data

affecting marital status, education, length becomes mother with autism child.

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ... iii

HALAMAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv

ABSTRAK ...v

ABSTRACT...vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 9

1.5 Kerangka Pikir ... 9

(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Quality of Life ... 22

2.1.1 Definisi Quality of Life ... 22

2.1.2 Domain dan Indikator dalam Quality of Life ... 23

2.1.3 Faktor-Faktor Quality of Life yang Menyangkut Data Demogarfis ... 30

2.2 Autism ... 32

2.2.1 Definisi Autism ... 32

2.2.2 Penyebab Autism ... 32

2.2.3 Ciri-Ciri Anak Autism... 33

2.2.3.1 Gangguan dalam Bidang Komunikasi verbal maupun non verbal .. 33

2.2.3.2 Gangguan dalam Bidang Interaksi Sosial ... 33

2.2.3.3 Gangguan dalam Bidang Perilaku dan Bermain ... 34

2.2.4 Bagaimana Diagnosis Autisme Memengaruhi Orangtua ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 37

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 37

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 38

3.3.1 Variabel Penelitian ... 38

3.3.2 Definisi Operasional ... 38

3.4 Alat Ukur Penelitian ... 39

3.4.1 Alat Ukur Quality of Life ... 39

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 38

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 42

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ... 42

(5)

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 44

3.5.1 Populasi Sasaran ... 44

3.5.2 Teknik Penarikan Populasi ... 44

3.6 Teknik Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Responden ... 46

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia Ibu ... 46

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 47

4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Status Marital ... 47

4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Lamanya Menjadi Ibu yang Memiliki Anak Penyandang Autisme atau Usia Anak ... 48

4.1.5 Gambaran Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 48

4.2 Gambaran Hasil Penelitian ... 49

4.2.1 Variabel Quality of Life ... 49

4.3 Gambaran Tabulasi Silang Quality of Life dengan Data Demografis ... 50

4.3.1 Tabulasi Silang Quality of Life dengan Usia Ibu ... 50

4.3.2 Tabulasi Silang Quality of Life dengan Pendidikan Terakhir ... 52

4.3.3 Tabulasi Silang Quality of Life dengan Status Marital ... 53

4.3.4 Tabulasi Silang Quality of Life dengan Lamanya Ibu Memiliki Anak dengan Penyandang Autisme ... 53

4.3.5 Tabulasi Silang Quality of Life dengan Jumlah Anak ... 53

4.4 Pembahasan ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 60

(6)

5.2.1 Saran Teoritis... 61

5.2.2 Saran Praktis ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

DAFTAR RUJUKAN ... 63

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Quality of Life ...40

Tabel 3.2 Prosedur Pengisian Alat Ukur ...41

Tabel 3.3 Kriteria Validitas ...43

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas ...43

Tabel 4.1 Gambaran Usia Ibu ...46

Tabel 4.2 Gambaran Pendidikan Terakhir ...47

Tabel 4.3 Gambaran Status Marital ...47

Tabel 4.4 Gambaran Usia Anak ...48

Tabel 4.5 Gambaran Jumlah Anak Responden ...48

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Quality of Life Masing-masing Domain ...49

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Quality of Life dengan Usia Ibu ...50

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Quality of Life dengan Pendidikan Terakhir ...51

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Quality of Life dengan Status Marital ...52

Tabel 4.10 Tabulasi Silang Quality of Life dengan Usia Anak ...53

(8)

DAFTAR GAMBAR

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 – Kisi-kisi Alat Ukur ... L-1

Lampiran 2 – Pernyataan Persetujuan ...L-4 Lampiran 3 – Kuesioner Quality of Life ...L-5 Lampiran 4 – Data Mentah ... L-10

Lampiran 5 – Data Demografi ...L-12 Lampiran 6 – Gambaran Data Demografis ...L-14

Lampiran 7 – Hasil Pengolahan Data ...L-15 Lampiran 8 – Tabulasi Silang Domain Quality of Life dengan Faktor yang Memengaruhi .L-17 Lampiran 9 – Uji Validitas ...L-19

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam keluarga, anak merupakan sebuah karunia terindah dan tidak ternilai bagi kedua orangtua. Memiliki anak yang cerdas, sesuai dengan tumbuh kembangnya, serta sehat secara jasmani maupun rohani merupakan impian semua orang tua. Hanya saja pada kenyataannya tidak semua orang tua dikaruniai anak yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Ada beberapa orang tua yang memiliki anak yang perkembangannya tidak sesuai dengan anak seusianya. Menurut Yulia Suharlina (2010), hal ini dikenal dengan istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Anak berkebutuhan khusus meliputi mereka yang tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional dan juga anak-anak yang berbakat dengan inteligensi tinggi, dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus, karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional. Anak berkebutuhan khusus terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu anak tunanetra, anak tunarungu wicara, anak tunagrahita, anak tunadaksa, anak tunalaras, anak yang mengalami kesulitan dalam belajar, Attention Deficit Hyperactivity

Disorder (ADHD), dan autisme (Yulia Suharlina,2010).

(12)

2

perbandingan sekitar 1:1000 kelahiran, dan penelitian pada tahun 2008 menunjukkan peningkatan hingga 1,68:1000 kelahiran. Melalui data tersebut, diperkirakan anak penyandang autisme di Indonesia mencapai 35%, yaitu sekitar 139.000 dari 400.000 anak berkebutuhan khusus (Erika, 2015)

Autisme adalah gangguan pada masa kanak-kanak yang ditandai dengan adanya penurunan yang signifikan pada komunikasi dan interaksi sosial dan dibatasi oleh pola perilaku atau tingkah laku, ketertarikan, dan kegiatan atau aktivitasnya (Durand, 2004). Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan/atau virus seperti Rubella, atau logam berat seperti merkuri dan timbal yang bisa mengacaukan proses pembentukan sel-sel saraf otak janin. Perilaku autisme juga dapat muncul ketika anak telah berusia 2 tahun. Sebelum umur 2 tahun, anak mengalami perkembangan yang normal, akan tetapi pada usia 2 tahun, anak tiba-tiba akan mengalami kemunduran yang sangat berarti. Diperkirakan hal ini terjadi karena terkontaminasi oleh logam berat yang ada di sekitar lingkungan anak saat bertumbuh kembang.

(13)

3

mengikuti aturan dan mengalami kesulitan dalam tingkah laku lainnya merupakan sumber-sumber stres yang besar bagi para orangtua (Annette, 2009 dalam Sastry & Aguirre, 2012).

Ibu yang merupakan figur terdekat dari anak, memiliki beragam kesulitan serta mengalami tekanan secara psikologis dalam merawat dan membesarkan anak-anak mereka. Seorang ibu akan merasa terpukul ketika mengetahui anaknya terlahir dengan kondisi yang “tidak normal”, dan merasa bersalah karena merasa tidak mampu merawat anaknya ketika

berada dalam kandungan. Ibu merasa beban mereka bertambah karena mereka harus mengurusi anak mereka yang menyandang autisme. Selain itu, ibu yang memiliki anak penyandang autisme mungkin mengalami kendala dari lingkungan yang ada disekitarnya. Lingkungan disekitarnya kurang bisa untuk menghargai, bahkan menyepelekan, dan terkadang cenderung menghindar (Aulia, 2013). Kendala juga datang dari keluarga yang merasa malu memiliki anggota keluarga yang memiliki kelainan/gangguan. Mereka menyalahkan pihak ibu yang kurang berhati-hati pada saat masa kehamilan. Keluarga juga mengabaikan anak autisme karena merasa tidak ada yang dapat dibanggakan, sehingga anak autisme mendapatkan perlakuan yang berbeda dari anggota keluarga lainnya.

Ada berbagai perubahan yang mungkin dialami oleh seorang ibu saat mereka memiliki anak yang menyandang austime. Menurut Aulia (2013), perubahan-perubahan yang dialami antara lain adalah perubahan dalam kestabilan emosi, materi, keberfungsian sosial, kondisi psikis maupun fisik yang dialami oleh ibu secara terus menerus pada saat mengalami tekanan, dan hal tersebut bisa menyebabkan perubahan dalam kualitas hidup seorang ibu. Pada saat peneliti melakukan kunjungan di Yayasan “X” kota Bandung, peneliti mendapatkan informasi bahwa terkadang ibu yang memiliki anak dengan penyandang autisme di Yayasan “X” kota Bandung juga merasa pesimis dengan masa depan anaknya, khususnya dalam

(14)

4

anaknya di sekolah regular. Dengan adanya berbagai kesulitan yang dialami ibu dalam merawat anaknya, membuat ibu berinsiatif untuk meminta pertolongan kepada para ahli seperti dokter, psikolog, pihak sekolah dan juga ibu yang memiliki anak penyandang autisme lainnya.

Meningkatnya jumlah anak penyandang autisme di Indonesia, membuat semakin bertambahnya sarana dan prasarana yang didirikan oleh berbagai pihak untuk bisa mensejahterahkan kehidupan anak penyandang autisme dan juga kehidupan pihak yang terkait, seperti keluarga dari anak tersebut. Salah satunya adalah Yayasan “X” di Kota Bandung yang menjaring anak-anak autisme yang tidak mampu, namun tetap bisa menikmati sekolah dan terapi dengan biaya yang terjangkau. Selain itu, Yayasan “X” di Kota Bandung

juga mengadakan kegiatan yang dinamakan Parenting Share Group (PSG). Parenting Share

Group adalah kegiatan rutin yang dilakukan selama sebulan sekali untuk mempertemukan

setiap orangtua dari putra putri mereka yang menikmati sekolah dan terapi di Yayasan “X” Kota Bandung.

(15)

5

Tidak hanya di relasi sosial saja, suami dari ibu yang memiliki anak dengan penyandang autismepun juga memberikan dukungan berupa financial, dukungan dalam memberikan semangat ketika ibu merasa terpuruk, membantu pekerjaan ibu dalam mengurus rumah dan juga menjaga anak mereka. Hal ini membuat ibu memiliki waktu untuk ibu bisa beristirahat dan memengaruhi kesehatan fisik maupun kesehatan psikis ibu menjadi lebih baik. Bertambahnya relasi sosial dan juga tersedianya dukungan yang diberikan oleh orang sekitar membuat ibu menilai diri mereka sendiri berharga, sehingga menimbulkan harapan dan perasaan yakin untuk bisa merawat anaknya dan menjalankan perannya dengan baik.

Hanya saja, tidak semua ibu yang memiliki anak dengan penyandang autisme di Yayasan “X” kota Bandung merasakan hal yang sama seperti yang telah diungkapkan oleh

peneliti di atas. Terdapat 3 ibu yang mengatakan bahwa mereka merasakan penurunan kesehatan baik fisik maupun psikis mereka. Berkurangnya waktu untuk beristirahat, serta banyaknya aktifitas sehari-hari yang harus diselesaikan, menyebabkan ibu sering merasakan sakit di tubuhnya, dan juga tidak jarang mereka membutuhkan bantuan medis. Penurunan kesehatan fisik yang dialami oleh ibu, bisa memengaruhi aktifitas sehari-hari mereka. Ibu yang juga memiliki anak kandung yang tidak menyandang autisme di Yayasan “X” kota bandung mengatakan bahwa terkadang mereka menjadi tidak fokus dan kurang maksimal dalam mengerjakan tugas rumah dan juga dalam merawat anak mereka baik yang menyandang autisme ataupun yang tidak mengalaminya. Perlakuan dari orang-orang sekitar, seperti keluarga besar, suami atau anak kandung yang tidak meyandang autisme terkadang tidak memberikan dukungan, kasih sayang, perhatian serta tidak membantu ibu dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Kondisi ini dapat membuat ibu menjadi lebih emosional, seperti mudah putus asa dan mudah marah.

(16)

6

Bandung, diperoleh informasi sebanyak 6 dari 10 ibu (60%) mengatakan mereka sering mengeluhkan kondisi fisiknya. Kondisi fisik yang sering dikeluhkan antara lain adalah sakit pada area kepala, punggung, tangan atau kakinya. Dalam kondisi yang kurang sehat, ibu menjadi kurang maksimal dalam menjalankan perannya sebagai ibu khususnya dalam merawat anak mereka. Sedangkan 4 ibu (40%) lainnya mengatakan bahwa mereka jarang mengalami sakit. Mereka mempunyai waktu yang cukup untuk bisa berisitirahat, tetap menjaga kesehatannya dengan mengkonsumsi vitamin dan juga karena memang mereka memiliki badan yang tidak mudah lelah ataupun mudah terserang penyakit. Tidak adanya keluhan penyakit atau penurunan fisik yang dialami oleh ibu membuat ibu menjadi bisa lebih fokus dalam merawat anak, dan mengerjakan tugas rumah mereka.

Terdapat 7 ibu (70%) dari 10 ibu mengatakan bahwa mereka terkadang memiliki perasaan putus asa dalam menjalankan kehidupan mereka dengan mengatakan mereka tidak memiliki harapan yang tinggi kepada anak mereka dan cenderung untuk menerima saja keadaan yang sedang dialaminya saat ini. Adanya perasaan putus asa yang dirasakan, membuat ibu menjadi lebih emosional, sehingga tidak jarang ibu menjadi mudah marah kepada anggota keluarga mereka sehingga relasi antar anggota keluarga menjadi terganggu. Sebanyak 3 ibu lainnya (30%) mengatakan bahwa mereka memiliki harapan untuk bisa menjalankan perannya dengan baik dalam merawat dan membesarkan anaknya untuk menjadi seseorang yang sukses, dan bahagia, serta ibu merasa hidupnya tidak dibatasi karena keadaan yang menimpanya saat ini.

(17)

7

dibandingkan ketika mereka belum memiliki anak. Hal ini dikarenakan mereka membutuhkan dukungan, serta tempat untuk bercerita ketika mereka sedang stress.

Sebanyak 5 ibu (50%) lainnya mengatakan bahwa mereka kurang mendapatkan bantuan, seperti materi, semangat, dan doa yang diberikan dari orang-orang disekitarnya, termasuk dari keluarga besar dan tetangganya. Ada ibu yang sengaja menjaga jarak dengan keluarga besar dan juga orang disekitarnya karena merasa takut dikecewakan, ditolak kehadirannya, ataupun dibicarakan dari belakang dengan kalimat yang negatif. Terdapat 10 ibu (100%) mengatakan bahwa mereka akan lebih cepat akrab kepada seseorang yang mengalami hal yang sama, yaitu ibu yang memiliki anak dengan penyandang autisme. Hal ini dikarenakan mereka merasa terbantu dan senang membantu dengan cara berbagi pengalaman dalam merawat anak-anak mereka.

Terdapat 8 ibu (80%) dari 10 ibu mengatakan bahwa mereka merasa kurang bisa memberikan pengobatan secara maksimal untuk anak mereka karena adanya keterbatasan dalam keadaan financial, sedangkan 2 ibu (20%) mengatakan bahwa mereka tidak merasa kesulitan mengenai biaya. Secara keseluruhan (100%), Ibu yang memiliki anak penyandang autisme pada Yayasan “X” kota Bandung merasa sangat bersyukur, karena Yayasan “X” menerima bayaran secara sukarela dari mereka.

(18)

8

menjadi 4 domain, yaitu kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan juga lingkungan (WHOQOL-BREF). Menurut Liewellyn (2012), quality of life juga dipengaruhi oleh beberapa faktor sosiodemografi, yaitu usia, jenis kelamin, status marital, pendidikan terakhir, suku dan lamanya individu menjalani hal yang terkait dengan kualitas hidupnya.

Quality of Life yang tinggi pada setiap domain-nya diperlukan oleh setiap individu

termasuk ibu yang memiliki anak dengan penyandang autisme. Hal ini dikarenakan ibu yang memiliki anak penyandang autisme merupakan figur penting dalam tumbuh kembang anak, figur terdekat dan secara langsung merasakan dampak dari tekanan dalam mengasuh anak. Ibu diharapkan memiliki quality of life yang tinggi agar mampu mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dalam menjalankan hidupnya sesuai dengan perannya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik, sedangkan dari pihak anak, sebagian besar pengalaman-pengalaman yang mereka alami merupakan pengalaman yang dilalui bersama-sama dengan ibunya (Aulia,2013). Peran ibu terhadap perkembangan anak juga menjadi alasan mengapa perlu untuk mengetahui kualitas hidup seorang ibu. Ibu harus secara maksimal menjalankan fungsi dan perannya dalam merawat anak mereka agar ibu dapat membentuk kualitas hidup anak-anak mereka. Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengajukan penelitian “Studi Deskriptif Mengenai Quality Of Life Pada Ibu yang Memiliki Anak Penyandang Autisme di Yayasan “X” Kota Bandung”.

1.2 Identifikasi Masalah

(19)

9

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1. Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai quality of life pada ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran dari derajat setiap domain quality of life, yaitu kesehatan

fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan pada ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

a. Memberikan informasi mengenai quality of life untuk bidang Psikologi, khususnya dalam psikologi positif.

b. Memberikan informasi kepada peneliti lain yang berminat dalam melakukan penelitian lanjutan mengenai quality of Life (QOL).

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Memberikan informasi kepada ibu, khususnya pada ibu yang memiliki anak penyandang autisme yang memiliki derajat domain quality of life yang rendah mengenai gambaran quality of life agar dapat meningkatkan kualitas hidupnya dalam menjalankan peran serta fungsinya.

b. Memberikan informasi kepada Yayasan “X” Kota Bandung mengenai gambaran

quality of life ibu yang memiliki anak penyandang autisme, sehingga diharapkan

Yayasan “X” Kota Bandung dapat merancang program seperti penyuluhan yang

(20)

10

1.5 Kerangka Pemikiran

Autism adalah gangguan pada masa kanak-kanak yang ditandai dengan adanya penurunan yang signifikan pada komunikasi dan interaksi sosial dan dibatasi oleh pola perilaku atau tingkah laku, ketertarikan, dan kegiatan atau aktivitasnya (Durand, 2004). Faktor-faktor penyebab terjadinya seseorang menyandang autisme antara lain adalah faktor genetik dan/atau virus seperti rubella, atau logam berat seperti merkuri dan timbal yang bisa mengacaukan proses pembentukan sel-sel saraf otak janin. Perilaku autisme juga dapat muncul ketika anak telah berusia 2 tahun. Sebelum umur 2 tahun, anak mengalami perkembangan yang normal, akan tetapi pada usia 2 tahun, anak tiba-tiba akan mengalami kemunduran yang sangat berarti. Diperkirakan hal ini terjadi karena terkontaminasi oleh logam berat yang ada di sekitar lingkungan anak saat bertumbuh kembang. Menurut Mugno dkk (2007), dalam beberapa penelitian mengenai quality of life menuliskan bahwa kehidupan ibu yang memiliki anak penyandang autisme mengalami kesehatan psikologis yang negatif, hubungan sosial yang buruk, serta kualitas hidup yang rendah (Sastry & Agguire, 2012).

(21)

11

World Health Organization (WHOQOL, 1998) mendefinisikan quality of life dan

membuat alat ukur yang dapat digunakan secara lintas budaya. WHO mendefinisikan quality

of life sebagai penghayatan individu dari posisi individu dalam hidup ditinjau dari konteks

budaya dan sistem nilai dimana individu itu tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Dalam definisi ini, WHO juga mempertimbangkan adanya konteks sosial dan konteks lingkungan dalam mengukur quality

of life.

Quality of life dipengaruhi oleh beberapa faktor sosiodemografi (Liewellyn, 2012),

yaitu usia, jenis kelamin, status marital, pendidikan terakhir, suku bangsa dan lamanya individu menjalani hal yang terkait dengan kualitas hidupnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wagner et al tahun 2004 menemukan bahwa usia berkontribusi dalam kualitas hidup seseorang. Hal ini dikarenakan usia ibu yang lebih tua sudah berhasil melewati masa untuk melakukan perubahan dalam hidupnya, sehingga mereka cenderung mengevaluasi hidupnya dengan lebih positif dibandingkan dengan ibu yang berusia lebih muda. Pendidikan merupakan sebuah wadah dimana seseorang bisa mengembangkan kemampuan kognitifnya.

Quality of life ibu di Yayasan “X” Kota Bandung dapat memiliki derajat yang tinggi seiring dengan tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan. Hal ini dikarenakan ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, memiliki keinginan untuk belajar dan secara terbuka mampu untuk menerima informasi-informasi baru.

Status marital berkontribusi dalam kualitas hidup seseorang. Ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung, yang menikah dan masih hidup bersama

(22)

12

tidak merasa menanggung masalahnya sendiri. Quality of life juga menyangkut standar hidup, harapan, dan tujuan hidup (WHOQOL, 1998), sehingga lamanya mereka menjadi ibu yang memiliki anak penyandang autisme berpengaruh kepada standar hidup ibu tersebut dalam menjalani hidupnya.

Dalam penelitian ini, faktor – faktor yang digunakan adalah usia, status marital, pendidikan terakhir serta lamanya individu menjalani hal yang terkait dengan kualitas hidupnya. Jenis kelamin dan suku tidak digunakan, karena pada faktor jenis kelamin, responden yang diteliti adalah ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X”

Kota Bandung. Untuk faktor suku, hal ini tidak digunakan karena di Negara Indonesia termasuk di Kota Bandung, suku seseorang tidak menjadi pusat perhatian dimana seseorang tinggal pada daerah tertentu, dan Ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung sebagian besar bersuku Sunda. Berdasarkan fenomena yang di dapat oleh

peneliti pada saat melakukan survey, quality of Life pada ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung dipengaruhi dengan jumlah anak yang dimiliki oleh

ibu tersebut. Hal ini dikarenakan jumlah anak yang dimiliki membuat ibu harus bisa menjalankan perannya dalam merawat anak mereka baik yang menyandang autisme maupun yang tidak.

Menurut World Health Organization Quality of Life Group (WHOQOL,1998) quality

of life tercermin melalui 4 domain yaitu, kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan

(23)

13

Pada aktifitas sehari-hari, individu yang memiliki penghayatan yang positif adalah individu yang merasa bahwa mereka dapat dengan mudah dalam melaksanakan kegiatan yang dilakukan setiap harinya tanpa adanya ketergantungan dari orang lain. Kedua, individu yang memiliki penghayatan positif pada rasa sakit fisik adalah individu yang merasa sensasi sakit yang dirasakan tidak akan mengganggu mereka dalam melaksanakan aktifitasnya sehari-hari. Ketiga, individu yang memiliki penghayatan yang positif pada kualitas tidur adalah individu yang merasa tidak memiliki kesulitan untuk tidur, tidak sering bangun di tengah malam, dan merasa segar saat bangun di pagi hari. Ke-empat, individu yang memiliki penghayatan positif pada mobilitas dan bergaul adalah individu yang memiliki kemampuan untuk pergi kemanapun dia inginkan tanpa adanya bantuan dari orang lain. Kelima, individu yang memiliki penghayatan positif pada energi adalah individu yang memiliki kekuatan yang cukup untuk beraktifitas. Ke-enam adalah individu yang memiliki penghayatan positif pada kapasitas kerja adalah individu yang bisa menggunakan kekuatannya untuk bisa menjalankan perannya sehari-hari.

(24)

14

negatif pada energi adalah individu yang dirasa kurang memiliki kekuatan yang cukup untuk beraktifitas. Ke-enam adalah individu yang memiliki penghayatan negatif pada kapasitas kerja adalah individu yang kurang mampu menggunakan kekuatannya untuk bisa menjalankan perannya sehari-hari.

Ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” kota Bandung yang

memiliki derajat penghayatan yang tinggi pada domain kesehatan fisik, maka akan menunjukkan kondisi fisik dapat menunjang Ibu untuk bisa melakukan aktivitas sehari-harinya dengan baik. Hal ini dapat membuat ibu menjadi bisa fokus dalam merawat anak-anaknya, dan mengerjakan tugas rumah mereka dengan lebih maksimal, sedangkan derajat penghayatan yang rendah terhadap kondisi fisik membuat ibu menjadi kurang maksimal dalam merawat anaknya. Hal ini dikarenakan pikiran ibu tidak terfokus kepada anak mereka, tetapi karena rasa sakit yang sedang mereka alami dan juga pekerjaan rumah yang harus mereka selesaikan.

Domain yang kedua dari quality of life adalah psikologis. Psikologis adalah

penghayatan individu terhadap penilaiannya dalam melihat dan menerima diri mereka sendiri. Hal ini digambarkan dengan beberapa pertanyaan yaitu, body image dan appearance,

self-esteem, perasaan positif, perasaan negatif, keberartian hidup, dan terakhir adalah berfikir,

belajar, memori, dan konsentrasi. Pada individu yang memiliki penghayatan yang positif pada

body image dan appearance adalah individu yang merasa puas dengan penampilan yang

(25)

keputus-15

asaan, dan kecemasan dalam hidupnya. Kelima, individu yang memiliki penghayatan positif pada keberartian hidup adalah individu yang merasakan kehidupannya berarti, dan bermanfaat untuk lingkungan sekitar. Ke-enam, individu yang memiliki penghayatan positif pada pertanyaan berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi adalah individu yang bisa membuat keputusan dengan cepat dan tepat.

Di samping itu, terdapat pula individu yang memiliki penghayatan negatif pada domain psikologi. Pada individu yang memiliki penghayatan negatif pada body image dan

appearance adalah individu yang merasa kurang puas dengan penampilannya saat ini. Kedua,

individu yang memiliki penghayatan negatif pada self-esteem adalah individu yang merasa kurang puas dengan dirinya sendiri berdasarkan kekuatan dan pengendalian dirinya. Ketiga, individu yang memiliki penghayatan negatif pada perasaan positif adalah individu yang memiliki sedikit pengalaman kedamaian, kegembiraan, harapan, kesenangan dan kenikmatan dalam hidup. Ke-empat, individu yang memiliki penghayatan negatif pada perasaan negatif adalah individu yang memiliki banyaknya pengalaman kesedihan, keputus-asaan, dan kecemasan dalam hidupnya. Kelima, individu yang memiliki penghayatan negatif pada keberartian hidup adalah individu yang kurang merasakan kehidupannya berarti, dan bermanfaat untuk lingkungan sekitar. Ke-enam, individu yang memiliki penghayatan negatif pada pertanyaan berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi adalah individu yang merasa kesulitan untuk bisa membuat keputusan dengan cepat dan tepat.

(26)

16

yang rendah terhadap domain psikologis, maka ia akan memiliki sedikitnya pengalaman positif dibandingkan dengan pengalaman negatifnya dan kurang mampu untuk menerima dirinya sendiri dan hidup mereka. Hal ini juga terlihat dari adanya penghayatan ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung terhadap

ketidakmampuan untuk bisa belajar dan membuat keputusan dalam hal-hal yang berkaitan dengan keperluan yang dibutuhkan dalam merawat anak mereka yang menyandang autisme.

Domain yang ketiga adalah hubungan sosial. Hubungan sosial menggambarkan

hubungan individu dengan orang lain dimana tingkah laku tersebut saling memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu lainnya. Domain ini berfokus pada seberapa banyak individu menerima dukungan dari keluarga dan teman, dan seberapa besar individu merasa bergantung pada dukungan tersebut ketika mereka merasa kesulitan. Hal ini digambarkan dengan beberapa pertanyaan, yaitu dukungan sosial, aktifitas seksual, dan relasi sosial. Pada dukungan sosial, individu yang memiliki penghayatan positif mengenai dukungan sosial adalah individu yang merasa bahwa mereka mendapatkan bantuan dari orang disekitarnya ketika individu tersebut sedang berasa dalam situasi sulit. Kedua, individu yang memiliki penghayatan positif pada aktifitas seksual adalah invidu yang merasa bahwa dirinya dapat berbagi pengalaman sedih maupun senang dengan pasangan hidupnya. Ketiga adalah individu yang memiliki penghayatan yang positif pada relasi sosialnya adalah individu merasa bahwa mereka memiliki kemampuan dan kesempatan untuk bisa menjalin relasi dengan orang lain.

(27)

17

merasa bahwa dirinya dapat tidak bisa berbagi pengalaman sedih maupun senang dengan pasangan hidupnya. Ketiga adalah individu yang memiliki penghayatan negatif pada relasi sosialnya adalah individu merasa bahwa mereka memiliki kemampuan dan kesempatan untuk bisa menjalin relasi dengan orang lain.

Ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung yang

memiliki derajat penghayatan yang tinggi pada domain hubungan sosial akan menggambarkan adanya kepuasan dalam hubungannya dengan orang lain. Hal ini dikarenakan tersedianya dukungan yang diperoleh dari suami, keluarga dan teman. Ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung yang memiliki derajat

penghayatan yang rendah pada domain hubungan sosial, akan menggambarkan adanya ketidakpuasan dalam hubungannya dengan orang lain, karena tidak tersedianya dukungan dari suami, keluarga, dan teman.

Domain terakhir dari quality of life adalah Lingkungan. Domain lingkungan menilai

hubungan individu dengan lingkungan tempat tinggal, sarana, dan prasarana yang dimilikinya. Hal ini dapat digambarkan dari sumber penghasilan yang diperoleh, freedom,

physical safety, dan security, perawatan dan perhatian sosial, lingkungan tempat tinggal,

(28)

18

Ke-empat, individu yang memiliki penghayatan positif pada lingkungan tempat tinggal adalah individu memiliki konstruksi bangunan yang nyaman dan aman untuk tinggal. Kelima adalah individu yang memiliki penghayatan bahwa mereka bisa mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dan keterampilan baru. Ke-enam, individu yang memiliki penghayatan positif pada rekreasi adalah kesempatan yang didapatkan oleh individu untuk bisa meluangkan waktu untuk dirinya sendiri dan mencari hiburan. Ketujuh, individu yang memiliki penghayatan yang positif pada lingkungan fisik adalah pandangan individu mengenai kebisingan, polusi, dan iklim yang tidak menganggu kualitas hidupnya. Kedelapan, penghayatan yang positif pada sarana transportasi adalah tersedianya sarana untuk individu bisa berpergian dengan menggunakan transportasi yang berada disekitarnya.

Di samping itu, terdapat pula individu yang memiliki penghayatan negatif pada domain lingkungan. Pada sumber financial, individu yang memiliki penghayatan negatif adalah individu yang merasa bahwa mereka tidak mendapatkan sumber pengasilan yang dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kedua, individu yang memiliki penghayatan negatif pada freedom, physical safety, dan security adalah individu yang memiliki perasaan terancam yang berakibat menganggu dalam hal kebebasana intividu itu sendiri. Ke-tiga, individu yang memiliki penghayatan negatif adalah individu yang memerlukan waktu lama untuk bisa mendapatkan bantuan dari lingkungan.

(29)

19

adalah pandangan individu mengenai kebisingan, polusi, dan iklim yang tidak menganggu kualitas hidupnya. Kedelapan, penghayatan negatif pada sarana transportasi adalah individu yang merasa bahwa tidak tersedianya sarana untuk bisa berpergian dengan menggunakan transportasi.

Ibu yang memiliki anak penyandang autisme, yang memiliki derajat penghayatan yang tinggi pada domain lingkungan, mereka akan menilai lingkungan tempat tinggal, sarana dan prasarana yang dimilikinya secara positif. Adanya perasaan aman dan nyaman pada kualitas lingkungan tempat tinggal, serta tersedianya sumber financial yang cukup untuk bisa memenuhi kebutuhan. Ibu yang memiliki anak penyandang autisme yang memiliki penghayatan yang rendah pada domain lingkungan, maka mereka akan menilai lingkungan tempat tinggal, sarana dan prasarana yang dimilikinya secara negatif. Adanya perasaan kurang nyaman dan aman pada lingkungan tempat tinggal, sumber penghasilan yang kurang dapat memenuhi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari, tidak atau kurangnya sarana dan prasarana dalam rekreasi atau hiburan, menggunakan transportasi, serta kurang tersedianya air dan listrik.

(30)
(31)

21

1.6 Asumsi Penelitian

1. Ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung memiliki derajat quality of life (QOL) yang berbeda-beda berdasarkan empat

domain, yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial, dan

lingkungan.

2. Dalam melihat quality of life ibu yang memiliki anak dengan penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung tidak bisa dilihat secara menyeluruh, tetapi

tergambarkan dari tinggi rendahnya derajat setiap domain yang dimiliki.

3. Perbedaan sosiodemografi yang dimiliki ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung memengaruhi tinggi rendahnya quality of

life, seperti usia, pendidikan terakhir, status marital, lamanya ibu memiliki anak

(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan hasil penelitian yang dilakukan kepada ibu

yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Secara umum quality of life pada ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan

“X” Kota Bandung berada dalam kategori rendah.

2. Quality of life yang rendah pada ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan

“X” Kota Bandung berada pada kategori rendah di semua domain.

3. Domain yang paling terendah dari ke-empat domain quality of life, adalah domain hubungan sosial.

4. Faktor yang paling memiliki keterkaitan ketergantungan pada quality of life ibu yang

memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung adalah faktor jumlah

dan usia anak dalam keluarga.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan, peneliti mengajukan beberapa saran, antara lain adalah:

5.2.1 Saran Teoritis

(33)

61

Yayasan “X” Kota Bandung, sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

psikologi khususnya ke dalam bidang ilmu psikologi positif.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi Yayasan “X” di Kota Bandung, untuk bisa memberikan konseling, motivasi, serta

dukungan untuk ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota

Bandung. Bantu ibu agar mereka dapat memberikan dukungan satu dengan yang lainnya agar ibu bisa lebih percaya diri. Perhatikan hubungan sosial antar ibu satu dengan yang lainnya, serta hubungan ibu dengan keluarganya di rumah.

2. Bagi ibu yang memiliki anak penyandang autisme di Yayasan “X” Kota Bandung, hasil ini dapat menjadi informasi tambahan mengenai derajat domain quality of life apa saja yang masuk dalam kategori rendah dan tinggi, sehingga ibu mampu untuk menghayati serta mengevaluasi kualitas hidupnya agar bisa meningkatkan quality of life-nya pada setiap domain. Ibu juga disarankan untuk bisa mengikuti rancangan kegiatan yang telah dibuat oleh Yayasan “X”.

(34)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI QUALITY OF LIFE IBU YANG MEMILIKI

ANAK PENYANDANG AUTISME DI YAYASAN “X’ KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan Dalam Rangka Menempuh Ujian Sidang Sarjana Pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Disusun oleh SELLA NATALIA

1230164

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

(35)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan pimpinan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi penelitian ini. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Penelitian ini membahas mengenai Quality Of Life Pada Ibu yang Memiliki Anak Penyandang Autisme di Yayasan “X” Kota Bandung. Selama menyusun penelitian ini,

peneliti banyak menemukan kesulitan, baik dalam persiapan, penyusunan, maupun penyelesaiannya. Berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya kesulitan-kesulitan ini dapat penulis atasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan rasa hormat penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Irene P. Edwina.M.Si., Psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Lie Fun Fun. M.Psi psikolog selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

3. Dra. Irawati, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing utama yang telah sabar membimbing, mendorong, dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Yuliana,S.Psi selaku dosen pembimbing pendamping yang telah sabar membimbing, mendorong, dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(36)

6. Yayasan “X” Kota Bandung yang telah mengizinkan penulis untuk mendapatkan informasi.

7. Lulu Lusiana, Elisabeth Novita, Marsela Yuliastina, Ray Farandy, Alfonsus Dwitama, dan Davin Elbert yang selalu menyemangati, membantu, dan bertukar pikiran dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Orang tua penulis yang selalu mendoakan dan memberi semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

9. Siska Natalia, Cindy Pratiwi, Caryn Pertiwi, Om dan Tante selaku saudara dan keluarga penulis yang selalu menghibur dan memberikan semangat kepada penulis ketika sedang penat dalam penyusunan skripsi ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan. Segala bentuk kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan hati yang terbuka sebagai bahan perbaikan dan untuk menambah wawasan peneliti di masa yang akan datang.

Akhir kata, peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang memerlukannya

Bandung, Mei 2017

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Anjali Sastry, Blaise Aguirre. 2012. Parenting Anak Dengan Autisme: Solusi, Strategi dan

Saran Praktis untuk Membantu Keluarga Anda. Pustaka Belajar. 2014

Aulia, Ida. 2013. Kualitas Hidup Pada Ibu yang Memiliki Anak Dengan Gangguan Spektrum

Autistik. Fakultas Sosial dan Humaniora. Universitas Islam Negeri Kalijaga

Yogyakarta.

Barlow, David.H., Durand, V.Mark, 2009. Abnormal Psychology and Intergrative Approach

Fifth Edition

Bergner, M., Bobbitt, R.A., Carter, W.B. et al. (1981). The Sickness Impact Profile :

Development and final revision of a health status measure. Medical Care, 19, 787-805.

Friedenberg, L. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. USA: Allyn & Bacon Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Kaplan, Robert M san Dennis P. Sancuzzo.2005. Psychological Testing: Principles,

Application, and Issues (sixth Edition). Belmont Thomson. Wadsworth

Liewellyn, A.M., 2012. Understanding Quality of Life. Investigation The Effects of

Individualised Feedback On Wellbeing. Thesis (Doctor of Philosophy (PhD). Universuty of Bath.

Panduan Penulisan Skripsi Sarjana, Edisi Revisi. 2015. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Skevington SM. Lofty M, O’Connel KA. The World Health Organization’s WHOQOL-BREF Quality of Life Assesment: Psychometric Properties and Results of The International

Field Trial, A Report From WHOQOL. Qual Life Res 20014: 13:299-310.

WHO. 1998. The World Health Organization Quality of Life Assesment (WHOQOL):

Development and General Psychometric Properties. Soc. Sci. Med Vol. 46, No 12, pp

1569-1585. Great Britain

WHOQOL-BREF. 1996. Introduction, Administration, Scoring and Generic Version Of The

Assessment. Programme on Mental Health World Health Organization CH-1211 Geneva 27,

(38)

DAFTAR RUJUKAN

Kurnia, Erika. 2015. Autisme di Indonesia Terus Meningkat.

http://lifestyle.okezone.com/read/2015/04/02/481/1128312/autisme-di-indonesia-terus-meningkat (Diakses pada tanggal 27 Maret 2016)

Maryati, Ratna. 2004. Translate Quisioner WHOQOL-BREF Indonesian, Jakarta. http://www.who.int/substance_abuse/research_tools/en/indonesian_whoqol.pdf

(Diakses pada tanggal 28 Maret 2016)

Mangungsong, Frieda. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. (Diakses pada Tanggal 25 Maret 2016)

Salim, Oktavianus. 2007. Validitas dan Reliabilitas World Health Organization Quality of

Life-BREF untuk Mengukur Kualitas Hidup Lanjut Usia. Jurnal Ilmu Kedokteran

Komunitas, Vol. 26, No.1.Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

Suharlina, Yuliana. 2010. Bahan dan Media Pemebelajaran Kelompok Bermain Bagi Calon

Pelatih PAUD Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta. (Diakses pada tanggal 25

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh (1) Persepsi Harga terhadap kepuasan pelanggan pada pengguna bus trans jogja di yogyakarta, (2) Kualitas Layanan

(keuntungan tanpa resiko) muncul. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan pasar menjadi efisien. Pasar efisien dapat terjadi karena peristiwa-peristiwa sebagai berikut

Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan Masalah dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif (Surabaya:

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui jenis makanan ringan yang dibagikan pada anak-anak di TK ABA ADE I RMA, (2) mengetahui tingkat kecukupan energi dan protein

dalam selembar kertas, l paragraf tentang konsep karya ujian praktek hari ini, dan teori Nirmana apa saja yang terdapatdaram kmyaanda.. lfrha$wa yang tidakmengumpulkan tugas

Penelitian ini merupakan penelitian kelas dengan menggunakan metode kuasi eksperimen, data yang penulis kumpulkan berupa informasi tentang proses pembelajaran siswa

a) Sebagai sekolah unggulan sekaligus mantan sekolah yang menerapkan RSBI maka SMAN 1 Salatiga berupaya untuk menjadi sekolah rujukan, dalam hal ini

[r]