• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Sistem Kredit Semester di SMA Negeri 1 Salatiga T2 942011039 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Sistem Kredit Semester di SMA Negeri 1 Salatiga T2 942011039 BAB IV"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

54

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.

Deskripsi Subjek Penelitian

SMA Negeri 1 Salatiga merupakan salah satu SMA Negeri yang ada di Salatiga yang terletak di Jalan Kemiri I nomor 1 Salatiga. SMA Negeri 1 Salatiga berdiri sejak 1 Juli 1954 dan memiliki luas lahan 7749 m2.

Dalam penyelenggaraan program pendidikan bagi

sekolah, SMA Negeri 1 Salatiga memiliki Visi “Beriman, Berkarakter, Berbudaya, Berdaya Saing, dan Berwawasan Lingkungan”.

Sebagai salah satu sekolah menengah negeri, SMA Negeri 1 Salatiga telah memperoleh penilaian akreditasi sekolah dengan nilai A (amat baik), selain itu SMA Negeri 1 Salatiga telah berhasil memperoleh sertifikasi ISO 9001:2008 di tahun 2012. Sedangkan dari segi penyelenggaraan pendidikan di SMA Negeri 1 Salatiga, terdapat dua program pembelajaran yakni program Intra Kurikuler dan Ekstra Kurikuler. Program Intra Kurikuler sekolah meliputi program pembelajaran dengan kelas percepatan (yang menempuh masa studi selama 4 semester), kelas akselerasi, dan kelas reguler yang terdiri dari 3 jurusan (IPA, IPS dan Bahasa), sedangkan program Ekstra Kurikuler terdiri dari program wajib, penunjukan dan pilihan.

Adapun misi dari SMA Negeri 1 Salatiga adalah: 1. Mewujudkan insan yang bertaqwa melalui

(2)

55

2. Mewujudkan insan berakhlak mulia melalui keteladanan;

3. Mewujudkan insan berkarakter melalui kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler dan kegiatan organisasi sekolah;

4. Mewujudkan insan yang gemar meneliti dan cinta lingkungan;

5. Mewujudkan insan yang menjunjung tinggi kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong-royongan;

6. Mewujudkan insan yang aktif, kreatif, inovatif dan kompetitif secara nasional dan internasional. Sedangkan tujuan pendidikan di SMA Negeri 1 Salatiga adalah:

1. Mampu melaksanakan kurikulum 2013 dan program Cerdas Istimewa Bakat Istimewa (CIBI); 2. Mampu memperoleh medali dalam olimpiade

Matematika, Sains dan prestasi non akademik tingkat nasional dan internasional;

3. Mampu melaksanakan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, dan inovatif untuk semua mata pelajaran;

4. Mampu memiliki tenaga pendidik dan kependidikan yang profesional;

(3)

56

6. Mampu memiliki layanan manajemen berbasis Information Communication Technology (ICT) dan manajemen mutu ISO 9001:2008;

7. Mampu menjalin kerjasama dengan stakeholder

untuk menggali dana yang memadai, wajar dan berkeadilan untuk meningkatkan kemajuan sekolah;

8. Mampu memiliki perangkat penilaian yang relevan;

9. Mampu memiliki lingkungan yang hijau, bersih, indah dan nyaman;

10.Mampu mewujudkan nilai-nilai keagamaan dan mampu beradaptasi dengan perkembangan budaya global sesuai jati diri bangsa.

SMA Negeri 1 Salatiga juga memiliki beberapa program unggulan yang membedakan SMA Negeri 1 Salatiga dengan SMA lainnya yang ada di wilayah Salatiga. Program sekolah yang menjadi unggulan di SMA Negeri 1 Salatiga antara lain:

a) Program SKS

Program dimana peserta didik dapat menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang hendak diikuti, walaupun penerapan SKS di SMAN 1 Salatiga masih semi paket.

b) Program Kelas Percepatan.

(4)

57

pelaksanaannya kelas percepatan memiliki waktu belajar yang berbeda dengan kelas reguler.

c) Ekstrakurikuler

Kegiatan non akademik yang didukung sekolah dengan menyediakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang meliputi OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), MPK (Majelis Permusyawarahan Kelas), PD Vege (Persekutuan Doa), PMR (Palang Merah Remaja), KOJAR (Pramuka), Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera), SRC (Smanssa Robotic Club), Fokuss (Forum Komunikasi Siswa Siswa Smanssa), KIR (Karya Ilmiah Remaja), PLG Jaga Bhumi, Merpati Putih (Bela Diri), PMR, Pramuka, Seni Gamelan (Karawitan), Seni Tari, SKI (Solidaritas Kerohanian Islam), X-Filis (Ekstra Film Smanssa), Sadaco, Tenis Meja, Futsal, Basket, PKS (Patroli Keamanan Sekolah), Drama, Koperasi, Edensor (Debat), Voli, dan VBC (Viva Brio Choir).

d) Ujian Nasional menggunakan Computer Based Test (CBT)

Dimana sistem ujian yang digunakan dalam ujian nasional menggunakan sistem komputer, sehingga hasil yang didapat lebih terpercaya dan akurat. e) Program Adiwiyata

(5)

58

4.2.

Deskripsi Hasil Penelitian

Dalam sub-bab ini akan disajikan hasil penelitian dari aspek konteks, masukan, proses, dan hasil dari pelaksanaan program sistem kredit semester (SKS) di SMA Negeri 1 Salatiga.

4.2.1.

Aspek Konteks (

Context

)

Aspek konteks ini meliputi empat hal yaitu identifikasi kebutuhan, latar belakang pelaksanaan program, kebijakan dari pemerintah, dan visi misi sekolah.

4.2.1.1.

Identifikasi Kebutuhan

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Kepala Sekolah sebagai berikut:

“SKS ini bertujuan agar pembelajaran sesuai dengan minat dan bakat anak, karena dengan SKS tatap muka bisa dilanjutkan di luar jam pelajaran. Tentunya bukan SKS murni tetapi masih SKS semi paket, saya kira kalau di perguruan tinggipun kalau SKS murni bisa tidak pulang sampai malam ya. Di sini ada 6 seri mata pelajaran ya mbak ada 4 seri juga, disini juga ada kelas percepatan dimana harus ditempuh dalam 4 semester. Dengan SKS ini anak bisa memilih sesuai dengan IP yang didapatkannya, jadi memang tujuan kami untuk hal-hal seperti itu. Jika ada anak pintar kan kasihan kalau harus menunggu teman-temannya, jadi dengan SKS si pintar ini bisa mendapatkan SKS lebih banyak. SKS sudah berjalan selama 3 tahun di SMAN 1 Salatiga. Program SKS ini juga bertujuan untuk menjawab tuntutan jaman, dan untuk melayani anak-anak sesuai dengan kebutuhannya, dengan SKS ini kami bisa melayani anak-anak sesuai dengan apa yang dibutuhkannya.”(Wawancara Rabu, 2 September 2015).

(6)

59

“Pada waktu itu SMAN 1 Salatiga terpilih sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), padahal untuk menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dalam pelaksanaan pembelaja-rannya harus mengunakan sistem kredit semester (SKS). Sehingga agar SMAN 1 Salatiga bisa segera menjadi SBI maka sekolah menggunakan program SKS. Kemudian RSBI dihentikan, tetapi SMAN 1 Salatiga tetap menggunakan program SKS. Pada waktu itu merujuk pada permendikbud 81 A sebenarnya bukan hanya sekolah RSBI saja yang bisa melaksanakan program SKS, tetapi juga sekolah dengan kategori mandiri dan sekolah-sekolah berstandar Nasional sudah bisa melaksanakan program SKS. Dalam sks tersbeut ada ketentuan bahwa beban belajar di SMA bisa paling cepet 2 tahun, paling lama 5 tahun, tetapi kemudian direvisi menjadi paling lama 4 tahun. Selain tujuan untuk menjadi sekolah SBI, SMAN 1 Salatiga menggunakan program SKS dengan tujuan untuk bisa memfasilitasi peserta didik agar lebih cepat menyelesaikan sekolahnya di SMA, terutama bagi peserta didik dengan kategori Cerdas Istimewa (CI). Hal ini pertama kali dicetuskan oleh kepala sekolah waktu itu, yaitu bapak Saptono. Pada waktu itu beliau berpikiran selain agar SMAN 1 Salatiga menjadi skeolah SBI, pelaksanaan program SKS juga dimaksudkan agar dapat meluluskan anak selama 2 tahun, sehingga nantinya hal ini dapat menjadi ciri khusus dari SMAN 1 Salatiga.”(Wawancara Selasa, 1 September 2015).

(7)

dihenti-60

kan pihak sekolah tidak serta merta menghentikan program SKS, hal ini dikarenakan munculnya kebutuhan lain dalam penerapan program ini. Pihak sekolah menganggap dengan adanya program SKS sekolah dapat memfasilitasi peserta didik yang memiliki kategori Cerdas Istimewa (CI) untuk dapat mempersingkat masa studinya menjadi minimal 2 tahun.

Kepala Sekolah yang menjabat pada waktu itu Bapak Saptono (di tahun 2011), sudah memiliki wacana untuk menjadikan masa studi yang singkat sebagai program unggulan di SMAN 1 Salatiga, sehingga melalui SKS sekolah dapat mewujudkan wacana tersebut. Dari pihak SMA Negeri 1 Salatiga telah berinisiatif untuk mengajukan perijinan bagi penerapan SKS di sekolahnya, namun karena adanya kendala berkaitan dengan perijinan dari pihak Dinas Pendidikan maka penerapan SKS belum bisa dilaksanakan.

Setelah dilakukan evaluasi serta adanya hasil verifikasi dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah pada tanggak 9-14 Desember 2012 dan tanggal 4-5 September 2013, maka ketika RSBI dihentikan SMAN 1 Salatiga diberikan persetujuan untuk tetap melaksanakan SKS, dengan Surat Keputusan (SK) dari Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terbit, dengan nomor 420/19148 yang bertanggal 11 Oktober 2013 (berdasarkan hasil studi dokumen).

(8)

61

yang menyebutkan tujuan dilaksanakannya program SKS di SMAN 1 Salatiga berdasarkan kebutuhan sekolah untuk memfasilitasi peserta didik dengan kategori cerdas istimewa agar dapat menyelesaikan studinya di sekolah menengah dengan jangka waktu seminimal mungkin. Lebih dari itu program SKS juga memberikan keuntungan bagi pihak guru untuk memenuhi tuntutan mengajar sebanyak 24 jam/minggu, sedangkan bagi peserta didik program SKS ini memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan minatnya (misalnya peserta didik di jurusan IPA tetap bisa mengambil mata pelajaran Ekonomi sebagai mata pelajaran lintas minat) sehingga peserta didik mendapat kesempatan lebih banyak untuk mengembangkan potensinya. Seperti petikan wawancara dengan salah satu guru SMAN 1 Salatiga berikut ini:

“Setahu saya kenapa program SKS dilaksanakan di SMAN 1 Salatiga, karena sekolah ingin memfasilitasi siswa dengan kategori cerdas istimewa, sehingga para siswa dapat lulus dari SMA dengan waktu seminimal mungkin. Tetapi kalau di SMAN 1 Salatiga ini paling cepat ya 2 tahun siswa baru bisa lulus. Selain itu program SKS ini juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengambil mata pelajaran yang disukai walaupun bukan jurusannya, kita menyebutnya kelas lintas minat. Jadi misalnya ada anak jurusan IPA tetapi pingin belajar bahasa Jerman, ya bisa-bisa saja dengan adanya kelas lintas minat.”(Wawancara Senin, 31 Agustus 2015).

4.2.1.2. Kebijakan dari Pemerintah

(9)

62

(10)

63

Aliyah, tanggal 13 April 2010 dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP); dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

4.2.2.

Aspek Masukan (

Input

)

Aspek Masukan (Input) ini meliputi rencana pelaksanaan program; Mekanisme Pelaksanaan Program; Sumber Daya Sekolah; Pembiayaan; Sarana dan Prasarana; dan Jadwal.

4.2.2.1.

Rencana Pelaksanaan Program

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum, peneliti mendapatkan informasi bahwa:

(11)

64 sekolah tersebut untuk kemudian diterapkan di SMAN

1 Salatiga.”(Wawancara Selasa, 1 September 2015).

Dari hasil wawancara dengan guru peneliti juga mendapatkan keterangan bahwa:

“Dalam merencanakan program ini tidak semua guru dilibatkan. Kepala sekolah sudah membentuk Tim Pengembangan Kurikulum (TPK) di dalamnya juga ada anggota bidang kurikulum, nah tim inilah yang terlibat dalam perencanaan program, mulai studi banding kemudian menyiapkan IHT (In house Training) bagi guru-guru lain, mengikuti diklat, dan yang membuat buku panduan.”(Wawancara, Jumat 28 Agustus 2015).

Dari hasil wawancara dengan Kepala Sekolah,Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum dan Guru di SMAN 1 Salatiga, peneliti membuat simpulan bahwa dalam perencanaan pelaksanaan program pihak sekolah telah membentuk tim khusus dalam perencanaan program yang beranggotakan Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum beserta Guru-guru yang masuk dalam tim bidang kurikulum yang selanjutnya disebut sebagai Tim Pengembang Kurikulum (TPK). Dalam perencanaan program Guru di SMAN 1 Salatiga tidak dilibatkan secara keseluruhan demi efisiensi waktu dan efektifitas kerja.

(12)

65

M.Si. Kemudian tim pengembangan kurikulum (TPK) melakukan studi banding ke beberapa sekolah yang telah melaksanakan program SKS terlebih dahulu, yaitu SMA Negeri 3 Bandung dan SMA 78 Jakarta. Setelah melakukan diklat dan studi banding, tim pengembangan kurikulum (TPK) membuat buku panduan program SKS yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi sekolah yang dikembangkan dari buku panduan yang diperoleh dari SMA Negeri 3 Bandung dan SMA 78 Jakarta.

Selanjutnya pihak sekolah mengadakan In House Training (IHT) di tahun 2013 di SMA Negeri 1 Salatiga dengan melibatkan seluruh guru dan staff sebagai peserta, dengan pembicara yang berasal dari SMA Negeri 3 Bandung. Di dalam In House Training (IHT) tersebut tim pengembangan kurikulum memberikan sosialisasi kepada guru tentang sistem kredit semester yang akan diterapkan di SMAN 1 Salatiga.

(13)

66

kegiatan IHT sebelum program SKS dilaksanakan di SMAN 1 Salatiga.

4.2.2.2.

Mekanisme Pelaksanaan Program

Setelah berbagai sosialiasasi dilakukan, dan program siap untuk dilaksanakan, pihak sekolah memberikan sosisalisasi kepada peserta didik dan orang tua peserta didik. Sosialiasi ini dilakukan di setiap tahun ajaran baru bagi para peserta didik baru dan para orang tua peserta didik baru di Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD), sehingga peserta didik beserta orang tua mendapatkan gambaran tentang program SKS. Hal ini sudah peneliti konfirmasi pada saat wawancara dengan salah satu orangtua peserta didik berikut ini:

“Pihak sekolah memberikan sosialisasi saat anak saya

masih kelas 1 dulu, saat masih jadi siswa baru. Sebelum tahun ajaran dimulai kami mendapatkan undangan dari sekolah. Dalam sosialiasi tersebut dijelaskan Program SKS itu apa, bagaimana pelaksanaannya, nanti manfaatnya apa, semua

dijelaskan dengan lengkap.”(Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015).

(14)

67

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kemudian berganti menjadi kurikulum 2013, yang tentunya memberikan perbedaan dalam struktur beban mengajar. Kepala sekolah mengatakan bahwa:

“Sekolah membuat panduan sendiri dengan melihat

situasi dan kondisi sekolah, tentunya pelaksanaan SKS di masing-masing daerah berbeda-beda, misalnya panduan SKS di SMAN 1 Salatiga tentunya tidak sam adengan panduan di SMA Pati,dll. Maka kami melakukan analisis terlebih dahulu hingga akhirnya bisa membuat buku panduan yang sesuai dengan situasi dan kondisi di SMAN 1 Salatiga.”(Wawancara, Rabu, 2 September 2015)

Pendapat Kepala Sekolah tersebut juga didukung dengan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum yang mengatakan:

“Bagian kurikulum yang merancang dan berwenang menyusun buku, tetapi buku tersebut terus menerus diperbaiki dari tahun ke tahun. Walaupun muatan mata pelajarannya tidak bertambah, tapi terjadi pergeseran-pergeseran di beban mata pelajarannya. Kan KTSP dengan kurikulum 2013 tentu beban mata pelajarannya juag berbeda. Nah buku itu berlaku untuk tiap angkatan, jadi ketentuan-ketentuan yang ada di buku panduan berlaku selama siswa tersebut bersekolah di SMAN 1 Salatiga. Walaupun ada perbaikan, perbaikan tersebut berlakunya ya untuk angkatan selanjutnya.”(Wawancara Selasa, 1 September 2015).

(15)

68

didik telah mendapatkan jadwal sesuai dengan lintas minat yang dikehendaki. Berikut pernyataan dari

Sedangkan untuk kriteria pengambilan beban mengajar; penilaian, penentuan indeks prestasi, dan kelulusan; serta cara menetapkan beban belajar pihak sekolah mengikuti aturan sesuai dengan panduan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang telah peneliti paparkan di Bab II penelitian ini.

4.2.2.3.

Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang dimiliki SMAN 1 Salatiga meliputi :

1. Guru

(16)

69

sosialisasi dari bagian kurikulum dan dalam kegiatan In House Training yang diadakan sekolah. Namun guru sebagai pelaksana tidak memahami secara keseluruhan seluk beluk program SKS, dikarenakan dari pihak sekolah sudah memiliki tim khusus bagi pengembangan kurikulum. Salah satu guru di SMAN 1 Salatiga mengatakan bahwa:

“Kami di sini sebagai guru menjadi pelaksana program

ya mbak, jadi kami tahunya ya program sudah ada kemudian disosialisasikan kepada kami kemudian kami yang melaksanakannya. Untuk jadwal, dan seluk beluk program SKS itu yang lebih mengetahui

bagian kurikulum.”(Wawancara Selasa, 25 Agustus

2015).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah, masih ada beberapa guru yang belum memenuhi kompetensi pedagogis. Hal tersebut seperti petikan wawancara dengan kepala sekolah berikut:

“Dari keseluruhan guru yang ada di SMA 1 Salatiga

sebanyak 85% telah memenuhi kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional, sedangkan 15% masih belum memenuhi beberapa aspek, misalnya dalam hal pedagogis, masih ada beberapa guru bersifat monoton dalam mengajar dan tidak bersedia mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Ada juga beberapa guru yang tidak mau mengajar mata pelajaran lain, misalnya mengajar Ekonomi ya hanya ekonomi, tidak mau mengajar akuntansi, dan lain-lainnya. Padahal hal tersebut dapat membantu guru

tersebut untuk memenuhi jam mengajarnya.”

(Wawancara Rabu, 2 September 2015).

Pendapat yang hampir sama juga disampaikan oleh Bapak Budiyanto selaku penangungjawab pelaksanaan SKS di SMA Negeri 1 Salatiga sebagai berikut:

(17)

70 mata pelajaran yang diampu masing-masing. Guru sudah dapat bekerja sama dengan timnya dalam hal koordinasi pembagian jumlah beban mengajar yang harus diampu. Guru-guru juga memberikan respon yang baik terhadap pelaksanaan SKS, jika ada kendala mereka langsung menyampaikannya kepada saya bisa secara pribadi maupun dalam rapat guru.” (Wawancara Selasa, 1 September 2015)

Berdasarkan uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa dari segi sumber daya manusia khususnya guru sebagai pelaksana SKS sudah cukup memadai. Para guru memiliki kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional, walaupun masih terdapat beberapa guru yang bersifat monoton dalam mengajar, namun hal tersebut masih dalam batas kewajaran, sehingga tidak menjadi kendala yang berarti bagi keterlaksanaan program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga.

2. Peserta didik

(18)

71

Pada tahun pelajaran 2014/2015 peserta didik di SMA Negeri 1 Salatiga berjumlah 1215 peserta didik, dengan rata-rata jumlah peserta didik per kelas sebanyak 32 peserta didik. Pada saat seleksi PPDB tahun pelajaran 2014/2015 nilai rata-rata UN terendah adalah 73.3 dengan nilai rata-rata UN tertinggi 79.8, dengan rata-rata keseluruhan nilai UN 75.3, dimana nilai rata-rata ini merupakan nilai tertinggi dibandingkan 2 SMA negeri lainnya yang ada di Salatiga. Selain itu peserta didik di SMA Negeri 1 Salatiga rata-rata berasal dari SMP favorit dan unggulan di kota Salatiga.

Maka dari data tersebut dapat peneliti simpulkan dari segi kualitas peserta didik SMA Negeri 1 Salatiga mendapatkan peserta didik dengan kualitas terbaik dibandingkan dengan SMA negeri lainnya yang ada di Salatiga. Sehingga hal ini juga dapat menjadi faktor pendukung bagi terlaksananya program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga.

4.2.2.4.

Pembiayaan

Berdasarkan keterangan dari Kepala Sekolah, anggaran untuk program SKS termasuk dalam kegiatan pembelajaran reguler. Anggaran yang dibutuhkan dibuat dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang diusulkan oleh masing-masing bidang, dimana program SKS ini masuk ke dalam bidang kurikulum. Berikut wawancara dengan Kepala Sekolah:

(19)

72 mintakan tandatangan kepada Dinas Pendidikan, karena sumber dana berasal dari orangtua melalui

SOP (Standart Operating Procedure)” (Wawancara Rabu, 2 September 2015)

Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum yang menyebutkan bahwa:

“Karena program SKS sudah menjadi program sekolah

maka semua anggaran masuk ke dalam kegiatan pembelajaran reguler, pembiayaannya dari berbagai sumber. Ada yang dari BOS, dari orangtua. Semua biaya dari bidang kurikulum kami tuangkan ke dalam RKAS yang biasanya diajukan dari setiap bidang. Di dalam RKAS kami tuangkan keseluruhan rencana

kegiatan dan anggaran yang kami butuhkan.”

(Wawancara Selasa, 1 September 2015)

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan program sistem kredit semester di SMAN 1 Salatiga, pihak sekolah tidak mengalami kesulitan. Adanya dukungan dari berbagai pihak baik Dinas Pendidikan dan orangtua peserta didik membantu tercukupinya anggaran yang dibutuhkan bagi pelaksanaan program. Adapun contoh Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah bagian kurikulum terdapat di lampiran. Namun peneliti tidak dapat mencantumkan besarnya anggaran yang dibutuhkan karena hal tersebut bersifat internal dan tidak dapat dipublikasikan.

4.2.2.5.

Sarana dan Prasarana

(20)

73

oleh para guru dan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah bagian Sarana Prasarana sebagai berikut:

“Terdapat 38 kelas dimana masing-masing kelas sudah ada LCD; terdapat 5 lab komputer; 2 lab bahasa; 2 lab fisika; 2 lab kimia; dan 2 lab biologi; 2 ruang agama untuk agama Kristen dan Katolik; 2 Masjid (Masjid yang lama dan masjid yang baru); kantor yang terdiri dari ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tamu, ruang wakil kepala sekolah, dan ruang sarana prasarana; ruang komite; perpustakaan yang dilengkapi dengan komputer untuk mengakses e-book, dan internet; ruang kerajinan; ruang bimbingan konseling; UKS (Unit Kesehatan Sekolah); lapangan basket; lapangan upacara; gedung serbaguna; gudang; WC yang merangkap ruang ganti; gudang; tempat parkir ; kantin; serta dapur. Sesuai dengan procedur standar ISO saya berserta tim sarana prasarana juga terus melakukan pengecekan fasilitas secara berkala dan melakukan perbaikan dengan jangka waktu seminimal mungkin” (Wawancara Kamis, 27 Agustus 2015)

Berdasarkan hasil wawancara di atas, peneliti kemudian melakukan pengecekan keabsahan data melalui observasi, dimana hasil observasi terdapat dalam pedoman observasi di lampiran 12.

Pendapat lain juga diutarakan oleh Peserta didik yang mengatakan bahwa sudah terdapat sarana prasarana yang memadai untuk pembelajaran, walaupun masih diperlukan beberapa perbaikan, seperti yang diungkapkan pada petikan wawancara berikut ini:

(21)

74 ketika kami mengeluh tentang sesuatu misalnya papan tulisnya rusak, pihak sekolah akan langsung

menggantinya hanya dalam waktu seminggu.”

(Wawancara dengan Peserta didik kelas XII pada hari Rabu, 26 Agustus 2015).

Namun berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah masih ada beberapa sarana prasarana sekolah yang perlu diperbaiki, misalnya perpustakaan. Seperti dalam hasil petikan wawancara berikut ini:

“Secara keseluruhan sarana prasarana sudah cukup memadai, namun tetap membutuhkan berbagai perbaikan, misalnya perpustakaan yang masih kurang layak. Walaupun sudah terdapat koleksi buku yang cukup banyak, internet juga sudah ada untuk mengakses e-book, sekarang sudah ada lebih dari 27 rombongan belajar sehingga diperlukan ruang perpustakaan yang lebih besar, sehingga dari pihak sekolah mengusulkan untuk membuat perpustakaan menjadi 2 lantai tapi sampai sekarang masih belum di ACC, karena anggaran yang dibutuhkan cukup besar, sekitar 1,2 M yang kami butuhkan.” (Wawancara Rabu, 2 September 2015)

Sedangkan dari Wakasek kurikulum juga menyebutkan untuk menjadi sekolah dengan program SKS yang lebih baik sekolah masih membutuhkan perbaikan di ruang kelas, dimana perlu penambahan ruang kelas, seperti petikan wawancara berikut ini:

“Sarana prasarana di SMAN 1 Salatiga sudah

memadai, namun tetap dibutuhkan perbaikan. Karena program SKS yang diterapkan di SMAN 1 Salatiga masih semi paket, sehingga untuk menjadi benar-benar SKS diperlukan banyak ruangan sehingga pelaksanaan SKS dapat menerapkan moving class.” (Wawancara Selasa, 1 September 2015)

(22)

75

sudah baik, dan dapat dikatakan dari pihak bagian sarana prasarana sudah cepat tanggap dalam melakukan perbaikan-perbaikan. Namun tetap diperlukan beberapa perbaikan seperti ruang perpustakaan, ruang kelas, dan halaman depan sekolahan yang sudah rusak juga memerlukan perbaikan. Pihak sekolah sudah berupaya memperbaiki dan mengusulkan anggaran, namun semuanya tetap bergantung pada perijinan dari Dinas Pendidikan.

4.2.2.6.

Jadwal

Jadwal merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran dan juga pelaksanaan program. Seperti yang peneliti paparkan sebelumnya pembuatan jadwal diserahkan kepada bagian kurikulum, namun tetap dalam pembuatannya bagian kurikulum membutuhkan kerjasama dari pihak guru. Seperti petikan wawancara dengan salah satu guru SMAN 1 Salatiga berikut ini :

“Dalam pembuatan jadwal terdapat beberapa kendala

(23)

76 dan membagi jam mengajar sesuai porsinya, dari hasil diskusi akan dikembalikan kepada bagian kurikulum untuk dibuatkan jadwal mengajarnya agar tidak

saling bertabrakan.” (Wawancara Senin, 31 Agustus 2015)

Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Wakasek bagian Kurikulum, bahwa dalam pembuatan jadwal bagian kurikulum bekerjasama dengan guru. Seperti kutipan wawancara berikut ini:

“Bagian kurikulum membagikan jumlah jam mengajar kepada masing-masing mata pelajaran, yang kemudian didiskusikan melalui MGMP. Dari MGMP akan diberikan lagi kepada bagian kurikulum untuk dibuatkan jadwalnya agar dari seluruh guru tidak ada yang bertabrakan, sehingga pembuatan jadwal ini merupakan sesuatu yang sangat ruwet. Jadi tidak menutup kemungkinana di awal semester terkadang terjadi tabrakan jadwal di beberapa mata pelajaran, namun seiring berjalannya waktu hal tersebut akan dapat diperbaiki. Ditambah lagi perlunya penyamaan jam mengajar pada saat lintas minat, misalnya pada hari Rabu, jurusan IPS semester 1 memiliki jadwal yang sama dengan Bahasa semester 1, hal ini dilakukan karena pada hari itu terdapat lintas minat dimana peserta didik melakukan Moving Class.” (Wawancara Selasa, 1 September 2015)

Dari hasil wawancara dengan peserta didik kelas X juga menyebutkan bahwa:

“Kalau mekanisme pelaksanaan SKS saya masih bingung, belum mengerti sama sekali, tapi kalau jadwal pelajarannya jelas kok, bisa dibaca dengan baik. Misalnya jadwal pindah kelas kapan dan dimana itu sudah ada di jadwal, walau kadang-kadang masih ada sih teman yang waktu awal-awal pembelajaran sering salah masuk kelas. Tapi bukan karena jadwalnya yang tidak jelas sih, tapi lebih karena

bingung ruang kelasnya yang mana.” (Wawancara

Sabtu, 29 Agustus 2015)

(24)

77

Sehingga peserta didik dan guru dapat melaksanakan proses belajar mengajar dengan baik. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah akan muncul kendala pada jadwal jika sistem dapodik yang mewajibkan satu kelas minimal 20 peserta didik diberlakukan di Sekolah Menengah. Seperti petikan wawancara berikut ini:

“Jadwal yang dibuat oleh bagian kurikulum sudah sangat jelas dan dapat dipahami dengan baik, namun akan terdapat kendala ketika sistem dapodik mewajibkan guru untuk mengajar minimal 20 peserta didik, karena dengan program SKS ini pihak sekolah tetap harus membuka kelas ketika ada peserta didik yang berminat mengambil mata pelajaran tersebut walaupun jumlah pesertanya sedikit, misalnya hanya 3 peserta didik saja. Padahal dalam sistem dapodik diperlukan minimal 20 peserta didik agar jam mengajarnya diakui. Sehingga untuk menyiasati hal ini pihak sekolah melakukan beberapa improvisasi dalam program SKS. Pihak sekolah akan menutup kelas jika telah memenuhi kuota, sehingga peserta didik yang sebenarnya berminat mengambil mata pelajaran tersebut karena kuota sudah penuh dipaksa mengambil mata pelajaran lain. Misalnya matematika, banyak anak dari berbagai jurusan yang mengambil matematika sebagai mata pelajaran lintas minat mereka, sehingga kuota untuk mata pelajaran ini snagat banyak, untuk itu mata pelajaran ini hanya dibuka beberapa kelas saja, agar mata pelajaran lain

juga mendapatkan peserta.” (Wawancara Rabu, 2 September 2015).

(25)

78

kurikulum dalam membagi jam mengajar para guru. (Contoh jadwal terdapat pada lampiran).

Dari bagian kurikulum mengatakan dalam pembuatan jadwal sering terjadi kendala, hal ini disebabkan ada sebagian guru yang tidak bersedia mengajar mata pelajaran lain selain mata pelajaran yang diampunya sehingga guru menjadi kekurangan jam mengajar, dan dari pihak kurikulum kekurangan sumber daya manusia (guru) untuk mengajar mata pelajaran tertentu.

4.2.3.

Aspek Proses (

Process

)

Hasil penelitian untuk aspek proses terbagi menjadi beberapa hal, meliputi persiapan guru; pelaksanaan SKS; dan penilaian hasil pembelajaran.

4.2.3.1. Persiapan Guru

(26)

79

menggunakan metode pembelajaran yang beragam sesuai dengan kebutuhan peserta didik di kelas.

Pelaksanaan pembelajaran dengan program SKS sama dengan pelaksanaan pembelajaran dengan program-program sebelumnya, hanya dari segi jadwal yang berbeda sesuai dengan petikan hasil wawancara dengan salah satu guru pengampu mata pelajaran Bahasa Jerman seperti berikut:

“Pelaksanaan pembelajaran dengan program SKS ini sama seperti pelaksanaan pembelajaran seperti kurikulum terdahulu, karena program SKS ini lebih menekankan pada kemandirian anak, sedangkan guru hanya menjadi fasilitator saja. Jadi tidak ada strategi mengajar yang khusus ataupun hal-hal khusus yang perlu dipersiapkan. Semua bergantung kepada masing-masing individu. Ada guru yang masih monoton, ada guru yang mau berkembang dan menerapkan metode-metode baru, semuanya

bervariasi.” (Wawancara, Senin 24 Agustus 2015)

Hal tersebut juga disampaikan oleh guru pengampu mata pelajaran Bahasa Inggris yang berkata demikian:

“Persiapan guru dalam pelaksanaan pembelajaran

dengan SKS ini sama seperti kurikulum-kurikulum terdahulu. Persiapannya hanya bersifat prosedural, dari membuat prota, promes, dan lain-lain. Tidak ada yang berbeda. Metode pembelajaran yang digunakan masih sama, materi juga masih sama. Yah paling kalau ada metode-metode baru yang dapat kita aplikasikan di pembelajaran, baru dibutuhkan persiapan, tapi selebihnya persiapan guru masih

sama.” (Wawancara, Senin, 31 Agustus 2015).

(27)

80

4.2.3.2. Pelaksanaan Sistem Kredit Semester

Pelaksanaan SKS di SMAN 1 Salatiga sudah berjalan sesuai dengan tujuan awal. Dimana peserta didik yang aktif akan mendapatkan SKS yang lebih banyak sesuai dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang didapatkan dimana mereka dapat mengambil pengayaan di semester selanjutnya. Seperti yang diungkapkan oleh Wakasek bagian Kurikulum berikut ini:

“Ketika peserta didik aktif dan mendapatkan IPK yang

lebih bagus dibandingkan teman-temannya, sesuai dengan buku panduan peserta didik tersebut dapat mengambil mata pelajaran lebih banyak di semester selanjutnya, misalnya siswa semester 1 mendapat IPK >3,6 maka siswa tersbeut di semester 2 dapat mengambil mata pelajaran semester 2 ditambah mata pelajaran semester 3. Dimana pelaksanaan pembelaja-rannya dilakukan di semester pendek yang biasanya ada di akhir semester atau bisa juga di jam pelajaran tambahan setelah pelajaran reguler selesai di semester selanjutnya. Dimana semua anak di semester 2 yang akan mengambil mata pelajaran tambahan semester 3 dikelompokkan menjadi satu kelas diluar jam pelajaran reguler.” (Wawancara pra penelitian, Kamis 2 Juli 2015).

Sedangkan bagi peserta didik yang kurang aktif dan memiliki nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) harus melakukan perbaikan yang dilakukan di luar jam pelajaran reguler agar dapat memperbaiki nilainya, seperti yang diungkapkan oleh Wakasek bagian Kurikulum berikut ini:

(28)

81

semester berikutnya.” (Wawancara Selasa, 1 September 2015)

Pelaksanaan pembelajaran dengan program SKS di SMAN 1 Salatiga masih semi paket. Dimana masih terdapat mata pelajaran yang diwajibkan di masing-masing jurusan (IPA, IPS, dan Bahasa), sedangkan untuk mata pelajaran peminatan dan lintas minat, peserta didik diberikan kebebasan untuk memilih mata pelajarannya sendiri.

Sedangkan bagi peserta didik yang ingin mengambil Percepatan, pihak sekolah membuat berbagai seri mata pelajaran dimana dalam pelaksanaannya peserta didik dibimbing agar dapat menyelesaikan seluruh SKSnya dalam jangka waktu 2 tahun, agar peserta didik tersebut dapat mengikuti Ujian Nasional bersama dengan peserta didik lainnya. Hal inilah yang menjadi salah satu kendala penerapan program SKS, pihak pemerintah belum memfasilitasi peserta didik yang dapat menyelesaikan masa studinya ketika berada di semester antara. Seperti pemaparan Wakasek bagian kurikulum berikut ini:

“Pihak sekolah menuntun peserta didik dengan program percepatan agar dapat menyelesaikan masa studinya selama 2 tahun, agar peserta didik tersebut dapat mengikuti ujian bersama kakak tingkatnya. Karena dari pemerintah belum memberikan regulasi yang jelas bagi peserta didik yang dapat menyelesaikan studinya selama 2,5 tahun. Peserta didik tersebut terpaksa harus menunggu sampai Ujian Nasional dilaksanakan. Sehingga hal tersebut menjadi sesuatu yang sia-sia. Oleh karena itu pihak sekolah menyiasati dengan membuat seri mata pelajaran agar para siswa dapat selesai dalam jangka waktu 3 tahun

(29)

82

Kendala lain yang muncul dalam pelaksanaan SKS ini juga dialami oleh peserta didik yang telah mengambil SKS lebih banyak dibandingkan teman-temannya, seperti penuturan dari salah satu peserta didik kelas XII seperti berikut:

“Program SKS menurut saya sesuatu yang kurang

bermanfaat, contohnya saya. Dulu di semester 3 saya dapat mengambil mata pelajaran lebih banyak dibandingkan teman-teman sehingga saya ikut mengambil mata pelajaran tambahan dari semester 5. Tapi saya malah menjadi kelelahan dan mendapat nilai kurang memuaskan karena selain pelajaran reguler saya harus ikut pelajaran tambahan di luar jam pelajaran reguler. Apalagi setelah di semester 5 sekarang, karena mata pelajaran itu sudah saya ambil di semester 3, saya hanya bisa duduk diam di kelas dan tetap mengikuti pelajaran tapi tidak mendapatkan nilai, karena nilai sudah saya dapatkan di semester 3. Saya sebenarnya diperbolehkan keluar ruangan, tapi untuk apa, toh saya sendirian tidak ada temannya, ya

akhirnya tetap ikut pelajaran di kelas.” (Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015).

Sedangkan pemaparan dari salah satu guru SMAN 1 Salatiga, menyebutkan dengan aturan yang baru dimana sekolah menerapkan “five days school” pada tahun ajaran 2015/2016 sehingga terjadi penyesuaian jadwal yang menyebabkan program SKS diperbaiki kembali yang menyebabkan terganggunya program SKS yang telah berjalan sebelumnya.

Sedangkan dari guru SMAN 1 Salatiga yang lain, menyebutkan kendala dalam penerapan program SKS ini disebabkan kurangnya SKS yang didapatkan, seperti dalam petikan wawancara berikut ini:

“Kendala pelaksanaan SKS itu dikarenakan adanya

(30)

83 guru mata pelajaran tersebut banyak. Sehingga akhirnya guru harus mengajar mata pelajaran lain untuk memenuhi jam mengajarnya.” (Wawancara Senin, 31 Agustus 2015).

Sedangkan berdasarkan hasil wawancara yang berasal dari peserta didik di kelas XII, menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara program SKS dengan pembelajaran menggunakan kurikulum biasa. Peserta didik merasa penjelasan di buku panduan SKS kurang rinci sehingga masih banyak pertanyaan muncul tentang program SKS. Seperti petikan wawancara dengan salah satu peserta didik kelas XII berikut ini:

“Waktu awal aku masuk belum ada yang namanya

KRS, nah setelah aku kelas XI baru muncul yang namanya KRS. Karena aku dan temen-temen masih belum paham itu KRS, aku coba tanya ke pembimbing akademik atau wali kelas. Tapi wali kelas belum tahu jawabannya trus mau ditanyain ke bagian kurikulum. Tapi sampai ditunggu lama tidak ada penjelasan lebih

lanjut. Coba cari di buku panduan juga tidak ada.”

(Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015)

(31)

84

4.2.3.3. Penilaian Hasil Pembelajaran

Pelaksanaan penilaian hasil belajar di SMAN 1 Salatiga dilakukan sesuai dengan panduan dari BSNP, dimana penilaian meliputi penilaian kompetensi sikap, penilaian kompetensi pengetahuan, dan penilaian kompetensi keterampilan sesuai dengan yang peneliti paparkan di bab II penelitian ini.

Pelaksanaan penilaian hasil belajar di SMAN 1 Salatiga mengalami perbaikan-perbaikan sesuai dengan kebutuhan sekolah, dimana dalam penilaian kompetensi pengetahuan terutama dalam tes tertulis, bagian kurikulum membuat tes ulangan harian yang dilakukan secara serempak. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik menyebutkan bahwa:

“Ulangan harian yang dilakukan secara serempak

membuat lebih mudah berkonsentrasi dalam belajar, tapi dalam penyusunan jadwalnya kadang kurang memperhatikan kebutuhan siswa, misalnya dalam satu hari ada ulangan harian Sejarah bersamaan dengan Geografi dimana kedua mata pelajaran tersebut bersifat hafalan semua. Makanya kalau bisa kan dalam pembuatan jadwal ulangan harian hafalan bisa dipasangkan dengan hitung-hitungan, misalnya

sejarah dengan akuntansi.” (Wawancara Jumat 28 Agustus 2015)

Pelaksanaan penilaian program SKS ini dijabar-kan ke dalam laporan hasil belajar peserta didik, dimana dari bagian kurikulum telah membuat desain untuk laporan hasil belajarnya. Desain ini kemudian dijadikan sebuah program komputer, dimana hal ini memudahkan guru dalam menginput nilai. Seperti yang dipaparkan oleh salah satu guru berikut ini:

“Dalam pembuatan rapor kami para guru tinggal

(32)

85 peserta didik yang terdiri dari 4 lembar. Program komputer itu juga dapat membaca sendiri misalnya nilai 80 nanti keluar nilai A atau B, itu semua sudah ada di program tersebut. Nah, kemudian tugas para pembimbing akademik untuk mengecek apakah sudah sesuai atau belum, karena bisa jadi program melakukan kesalahan, yang nilainya bagus 80 di raporkeluar C, nilai 60 juga keluar C hal seperti itu pernah terjadi sebelumnya.” (Wawancara Selasa, 25 Agustus 2015)

Sedangkan dalam hasil penilaiannya, yang berupa Indeks prestasi kumulatif, peserta didik juga mengeluhkan karena sistem yang dipakai merugikan peserta didik, seperti petikan hasil wawancara berikut ini:

“Kalau di rapor kan pakainya nilai A,B,C dan sebagainya, nah kadang itu kan perubahan nilai yang terjadi tidak signifikan, misalnya aku yang di semester 1 dapat nilai 76, di semester 2 dapat nilai 78, tapi masuk ke dalam rapor tetap saja nilainya B-. Padahal perubahan nilai 2 poin saja itu kan berarti buat kami. Makanya inginnya di rapor selain nilai A,B,C juga ada nilai berupa angka seperti dulu, jadi kelihatan peningkatannya walau hanya 1 poin.” (Wawancara Jumat, 28 Agustus 2015)

(33)

86

Berdasarkan hasil wawancara dengan orangtua peserta didik penilaian dalam laporan hasil belajar sudah cukup jelas dan dapat dipahami, karena sistemnya hampir sama dengan sistem yang dialami para orangtua peserta didik semasa kuliah dahulu, seperti berikut :

“Rapornya sudah jelas ya kalau menurut saya, mudah

dibaca soalnya tidak beda jauh dengan sistem penilaian waktu saya kuliah dulu. Jadi saya tidak mengalami kendala untuk memahami hasil belajar

putra saya.” (Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015)

4.2.4.

Aspek Produk

Dalam aspek produk, akan dibahas mengenai 2 hal yaitu ketercapaian tujuan dan keberlanjutan program.

4.2.4.1.

Ketercapaian Tujuan

(34)

87

untuk kelas X sebanyak 30 orang, dan kelas XI sebanyak 21 anak. Selain kelas percepatan tersebut peserta didik juga tetap memiliki kesempatan untuk mmpersingkat masa studinya melalui kelas reguler namun dengan tingkat SKS yang lebih banyak dibandingkan teman-teman satu angkatannya.

Lebih dari itu, terdapat peningkatan prestasi akademik dari rekap UN yang dilakukan oleh sekolahan. Hal tersebut menunjukkan dengan program SKS peserta didik diajak untuk lebih mandiri dalam menentukan beban belajar serta lebih bertanggung jawab terhadap pilihannya. Hal ini sesuai dengan hasil petikan wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah sebagai berikut:

“Program SKS ini banyak sekali manfaatnya bagi

peserta didik. Selain peserta didik dapat mempersingkat masa studinya yang awalnya 3 tahun menjadi 2 tahun, peserta didik juga dapat lebih mandiri dalam menentukan masa depannya. Peserta didik dapat memilih beban belajarnya sendiri, dapat lebih mandiri dan bertanggung jawab. Nyatanya hasil UN di sini dari tahun ke tahun juga semakin baik, dari peringkat di propinsi juga semakin bagus, bisa jadi hal ini juga dikarenakan adanya program SKS ini, sehingga anak-anak lebih nyaman dalam belajar

sehingga prestasinya jadi semakin bagus.”

(Wawancara Selasa, 1 September 2015).

Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Kepala Sekolah dalam kutipan wawancara berikut ini:

“Program SKS ini banyak sekali manfaatnya bagi peserta didik, banyak peserta didik yang mengambil SKS lebih banyak dibandingkan teman-temannya, berarti banyak juga peserta didik yang memiliki kemampuan cerdas istimewa. Selain itu nilai UN juga meningkat, kemudian banyak juga lulusan SMAN 1 Salatiga yang diterima di Universitas favorit, misalnya UGM, UI, ITB, dan Universitas Negeri

(35)

88

4.2.4.2.

Keberlanjutan Program

Pihak pelaksana program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga, baik dari Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, dan guru merasa mendapatkan manfaat dari pelaksanaan program SKS. Hal ini telah dipaparkan dalam ketercapaian tujuan pelaksanaan program. Sehingga dari hasil wawancara diperoleh simpulan bahwa program akan tetap dilanjutkan, namun tetap dengan beberapa perbaikan. Program SKS yang diterapkan di SMA Negeri 1 Salatiga telah disesuaikan dengan kondisi dan situasi sekolah, sehingga program SKS yang telah berjalan akan tetap digunakan di SMA Negeri 1 Salatiga.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum, program SKS yang diterapkan di SMA Negeri 1 Salatiga sudah cukup layak dijadikan role model bagi sekolah-sekolah lain. Walaupun dalam penerapannya di SMA Negeri 1 Salatiga masih mengalami beberapa kendala, namun kendala-kendala tersebut dapat teratasi seiring berjalannya program. Pihak penyelenggara program juga tetap akan terus melakukan perbaikan agar program SKS yang dijalankan semakin baik untuk kedepannya, dan semakin meminimalisir kendala-kendala yang dihadapi.

Ibu Kepala Sekolah juga berpendapat bahwa program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga sebagai berikut:

“Program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga ini akan tetap

(36)

89 ini program SKS sudah berjalan dengan baik, dan menurut saya kalau untuk dikatakan layak, ya sudah layak untuk dijadikan role model bagi sekolah-sekolah lain yang hendak melaksanakan program SKS.”(Wawancara Rabu, 2 September 2015).

Pendapat serupa juga disampaikan oleh para guru, berdasarkan hasil wawancara dapat peneliti simpulkan bahwa para guru setuju jika program SKS tetap dilanjutkan, karena program ini merupakan salah satu fasilitas bagi peserta didik untuk dapat mengembangkan bakatnya. Selain itu karena program SKS yang berjalan di SMA Negeri 1 Salatiga sudah berjalan cukup baik, sehingga perlu diterapkan juga di sekolah-sekolah lain, dan program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga sudah dapat dikatakan layak untuk ditiru oleh sekolah-sekolah lain.

Pendapat lain juga disampaikan oleh peserta didik kelas XII yang mengatakan demikian:

“Program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga menurut saya tidak perlu dilanjutkan tidak apa-apa, mungkin karena saya tidak mau ambil SKS lebih banyak sih, jadi menurut saya ya tidak terlalu banyak manfaatnya. Tapi kalau untuk teman-teman yang ingin lulus dalam jangka waktu yang relatif lebih

singkat program SKS ini perlu dilanjutkan.”

(Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015)

Demikian juga disampaikan oleh peserta didik kelas X yang mengatakan demikian:

“Program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga menurut saya tidak perlu dilanjutkan, mungkin karena saya masih murid baru sih jadi bagi saya belum ada manfaatnya, yang saya rasakan sekarang sih malah membuat tambah bingung dan ribet saya dengan program SKS

ini.” (Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015)

(37)

90

dijadikan role model bagi sekolah lain, namun peserta didik sebagai pihak pelaksana merasa belum adanya manfaat yang dapat mereka rasakan dari adanya program SKS, sehingga mereka berpendapat program SKS untuk dihentikan.

4.3.

Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bagian ini disajikan pembahasan mengenai hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya. Pembahasan hasil penelitian dilakukan untuk menjelaskan hasil analisis dan jawaban terhadap rumusan masalah yang diajukan yaitu bagaimana konteks, masukan, proses, dan hasil program Sistem Kredit Semester di SMA Negeri 1 Salatiga.

4.3.1.

Konteks

Evaluasi konteks merupakan evaluasi yang paling mendasar dan memiliki misi untuk menyediakan suatu rasioanal atau landasan atau sebagai latar belakang suatu program. Evaluasi konteks dilaksanakan sebagai suatu kebutuhan serta memberikan informasi bagi pengambilan keputusan dalam perencanaan suatu program. Berdasarkan uraian di atas, penyusunan sebuah program sebaiknya didasarkan atas kebutuhan. Kebutuhan apa yang hendak dipenuhi dengan adanya program tersebut dan apakah program tersebut memang diperlukan.

(38)

91

pihak sekolah melaksanakan program tersebut berdasarkan atas kebutuhan:

a) Sebagai sekolah unggulan sekaligus mantan sekolah yang menerapkan RSBI maka SMAN 1 Salatiga berupaya untuk menjadi sekolah rujukan, dalam hal ini program-program yang terkait dengan peningkatan mutu pendidikan di kota Salatiga, salah satunya untuk mengakomodasikan kebutuhan anak-anak dengan kategori Cerdas Istimewa (CI). Sehingga pihak sekolah ingin memfasilitasi peserta didik dengan kategori Cerdas Istimewa tersebut dengan melaksanakan program SKS. Program SKS ini memberikan peluang bagi peserta didik untuk dapat mempersingkat masa studinya dari 3 tahun menjadi 2 tahun. Selain itu peserta didik juga dapat menentukan sendiri beban belajarnya dan dapat memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakatnya.

(39)

92

4.3.2.

Masukan (

Input

)

Dalam penelitian di SMA Negeri 1 Salatiga, sumber-sumber yang dimiliki untuk mencapai tujuan program SKS meliputi rencana pelaksanaan, mekanisme pelaksanaan, guru, peserta didik, pembiayaan, sarana dan prasarana, serta jadwal. Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri 1 Salatiga menunjukkan bahwa dari segi rencana pelaksanaan pihak sekolah melakukan penelitian pendahuluan melalui kegiatan survey dan diklat berkaitan dengan program SKS. Bagian kurikulum berserta tim pengembangan kurikulum, kemudian membuat panduan program SKS yang telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah, baru kemudian pihak sekolah melakukan sosialisasi kepada guru dan staff terkait melalui in house training (IHT).

Sedangkan dari segi mekanisme pelaksanaan, bagian kurikulum berserta kepala sekolah melakukan sosialisasi kepada calon peserta didik beserta orangtua peserta didik. Pihak sekolah juga memberikan buku panduan sistem kredit semester, dimana seluruh informasi mengenai program terdapat dalam buku tersebut.

(40)

93

dan pembuatan jadwal. Dari segi peserta didik, pada awal pelaksanaan terutama bagi peserta didik baru, masih banyak peserta didik yang mengalami kendala dan kebingungan dalam pelaksanaannya karena program SKS merupakan sesuatu yang baru bagi mereka. Namun, seiring berjalannya waktu peserta didik akan semakin memahami dan mengikuti dengan baik program SKS tersebut.

Dari hasil pembahasan yang peneliti sampaikan di atas, maka hasil penelitian yang telah peneliti lakukan sesuai dengan hasil penelitian Nurmalisa (2013) bahwa terdapat pengaruh kuat antara kesiapan sekolah terhadap pelaksanaan sistem kredit semester. SMA Negeri 1 Salatiga sebagai salah satu SMA favorit di Salatiga memiliki sumber daya manusia yang sangat kompeten dari segi guru, dan memiliki peserta didik dengan prestasi nilai unggulan dibandingkan SMA Negeri lainnya, dikarenakan adanya seleksi yang ketat dalam penerimaan peserta didik baru. Oleh karena itu kesiapan sekolah tersebut juga merupakan faktor penting dalam keterlaksanaan program SKS.

Hasil penelitian ini juga relevan dengan hasil

penelitian Sa’diyah (2012) dimana sebagai pelaksana

pemahaman guru di SMA Negeri 1 Salatiga sudah cukup mendalam. Guru tidak hanya mengetahui garis besar program SKS, tetapi juga memahami konsep dasar program SKS dan ikut terlibat secara langsung dalam pelaksanaan serta implementasinya di sekolah.

(41)

94

peserta didik dalam melaksanakan program SKS. Sehingga bagian kurikulum memiliki keleluasaan dalam membuat RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah). Dimana RKAS tersebut akan diajukan utnuk disetujui oleh Kepala Sekolah, dan Kepala Sekolah mengajukan ke Dinas sehingga dana yang dipakai berasal dari dana BOS dan orangtua peserta didik yang diajukan melalui SOP.

Pembiayaan yang mencukupi juga mendukung sarana prasarana yang dimiliki oleh SMA Negeri 1 Salatiga. Secara umum sarana prasarana yang dimiliki oleh SMA Negeri 1 Salatiga cukup lengkap dan dalam kondisi baik. Dari bagian sarana prasarana juga melakukan perawatan dan pengecekan sarana prasarana secara berkala. Perbaikan sarana prasarana yang rusak juga dilakukan dengan cepat, namun masih perlu dilakukan penambahan sarana prasarana yang perlu dilakukan oleh pihak sekolah, contohnya perbai-kan perpustakaan agar koleksi buku yang disediaperbai-kan lebih mendukung peserta didik dalam proses belajar mengajar, serta perlu adanya penambahan ruang kelas agar program SKS dapat berjalan dengan moving class.

(42)

95

yang bertabrakan. Walaupun dalam pembuatan jadwal terdapat beberapa kendala, namun kendala tersebut dapat teratasi dengan baik oleh pihak kurikulum.

4.3.3.

Proses

Dalam aspek proses akan dibahas rencana dan proses pelaksanaan program Sistem Kredit Semester (SKS) meliputi persiapan guru, pelaksanaan SKS, dan penilaian hasil pembelajaran. Dalam persiapan guru tidak terdapat perbedaan dengan persiapan yang dilakukan dengan program lain. Guru tetap mempersiapkan instrumen pembelajaran meliputi: RPP, Silabus, Promes, Prota dan media pembelajaran. Semua persiapan dilakukan bersama melalui raker dan MGMP (musyawarah guru mata pelajaran).

Pelaksanaan pembelajaran di SMA Negeri 1 Salatiga, sudah berjalan sesuai dengan rencana pelaksanaan program, dimana peserta didik dapat mengambil beban belajar (SKS) yang lebih banyak jika mendapatkan nilai (IPK) yang lebih tinggi pula. Dalam segi pembelajaran, banyak guru yang sudah menggunakan metode yang bervariatif, namun masih terdapat juga beberapa guru yang monoton dengan metode ceramah. Namun Kepala Sekolah berpendapat dari keseluruhan guru hanya terdapat 15% guru yang masih monoton.

Dalam penerapan program SKS untuk tahun ajaran baru yaitu 2015/2015 pihak sekolah memerlukan beberapa perbaikan karena adanya aturan

(43)

96

menyebabkan banyaknya penyesuaian jadwal. Selain itu terdapat pula kendala dalam pembagian jam mengajar agar sesuai dengan tugas pokok guru yang mewajibkan mengajar 24 jam dalam seminggu. Kendala-kendala tersebut dapat diatasi oleh pihak sekolah dengan memberikan beban mengajar di luar mata pelajaran yang dikuasai oleh guru yang bersangkutan. Sehingga seluruh guru dapat memenuhi jam mengajarnya dengan baik.

Dari segi penilaian hasil pembelajaran pihak sekolah sudah membuat program yang didesain khusus untuk menginput data hasil evaluasi peserta didik, sehingga memudahkan guru dalam menginput nilai peserta didik. Namun, dalam penerapannya masih terdapat kendala dalam pembuatan rapor bagi siswa yang mengambil SKS lebih banyak dibandingkan teman-teman satu angkatannya. Pihak sekolah kemudian memberikan 2 jenis rapor kepada peserta didik tersebut agar memudahkan orangtua peserta didik dalam memahami rapor yang diberikan.

(44)

97

4.3.4.

Hasil (

Product

)

Evaluasi hasil merupakan evaluasi yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi hasil merupakan tahap akhir dan berfungsi untuk membantu penanggungjawab program dalam mengambil keputusan. Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan, ketercapaian tujuan dari program terbukti dengan adanya peningkatan nilai ujian nasional (UN) dari tahun ke tahun, selain itu dari sikap peserta didik yang lebih mandiri dan bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya di sekolah. Pihak sekolah telah mampu menampung peserta didik dengan kategori Cerdas Isimewa (CI) dengan adanya kelas percepatan sehingga peserta didik dapat menyelesaikan studinya dalam waktu lebih singkat yaitu 2 tahun.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Feldhaus dan Omari (2010), dimana peserta didik yang mengambil SKS lebih banyak memiliki kecerdasan akademik yang melebihi rata-rata teman-temanya, dan dari segi nilaipun mereka lebih unggul dibandingkan teman-temannya, sehingga para peserta didik di SMAN 1 Salatiga dengan kategori Cerdas Istimewa mampu menyelesaikan pendidikannya di jenjang sekolah menengah denagn jangka waktu 2 tahun.

(45)

98

sekolah menengah, banyak pula masalah yang akan muncul dalam penerapannya. Namun permasalahan-permasalah tersebut dapat teratasi dengan baik, seperti yang terjadi di SMA Negeri 1 Salatiga.

4.3.5. Keberlanjutan Program

Berdasarkan teori yang mendasari keberlanjutan program di Bab II dalam penelitian ini, maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:

1. Efektivitas

Dari hasil evaluasi yang telah peneliti lakukan program SKS yang dilaksanakan di SMAN 1 Salatiga telah mencapai hasil yang diharapakan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya peserta didik yang mengikuti kelas percepatan sebanyak 51 peserta didik, dengan demikian sekolah telah berhasil memfasilitasi peserta didik dengan kategori Cerdas Istimewa (CI) untuk menyalurkan bakatnya di bidang akademik dengan cara mempersingkat masa studinya di Sekolah Menengah.

2. Efisiensi

(46)

99

yang sangat baik dan program pun dapat berjalan dengan lancar.

3. Kecukupan dan Perataan

Berdasarkan hasil evaluasi yang telah peneliti lakukan melalui model CIPP, dapat peneliti simpulkan bahwa pihak sekolah baik penanggungjawab maupun pihak pelaksana program merasakan manfaat dengan adanya program SKS, diantaranya SMAN 1 Salatiga menjadi satu-satunya skeolah yang menerapkan program SKS, sehingga program SKS ini menjadi ciri khusus bagi SMAN 1 Salatiga; SMAN 1 Salatiga dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik dengan kategori Cerdas Istimewa untuk mengembangkan bakat dan minatnya; dan bagi guru manfaat program SKS ini adalah memberikan peluang bagi guru untuk dapat memenuhi beban mengajarnya sesuai dengan aturan Dinas Pendidikan yang mewajibkan beban mengajar 24 jam/minggu.

4. Responsivitas

(47)

100

5. Kelayakan

Berdasarkan penelitian evaluasi yang telah peneliti lakukan program SKS ini merupakan program yang dapat memberikan peluang bagi sekolah yang ingin melanjutkan program Akselerasi yang telah dihentikan oleh Pemerintah. Dengan adanya program SKS, sekolah tetap dapat memberikan peluang bagi peserta didik untuk dapat lulus dengan waktu seminimal mungkin.

Referensi

Dokumen terkait

• Peningkatan harga minyak pada perdagangan hari ini salah satunya dipengaruhi oleh sanksi yang diterapkan AS terhadap perusahaan minyak Venezuela, PDVSA Sanksi tersebut

Dalam hal ini Hukum harus senantiasa ditegakkan, walaupun kita tahu bahwa pemerkosaan merupakan kasus yang berbeda dengan kasus lainnya karena

[r]

[r]

Berdasarkan 16 indikator awal dari 4 faktor awal segmentasi benefit, targeting dan posisioning Honda Karisma di kota Probolinggo yang dijadikan item pertanyaan kuesioner,

Berdasarkan angka 1 s.d 7 diatas, Pokja Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya pada ULP Kabupaten Bengkulu Utara mengumumkan pemenang seleksi umum paket pekerjaan

Dengan adanya program kerja yang dibuat dalam praktek mengajar bagi mahasiswa PPL sebelum mulai praktik mengajar terlebih dahulu mengadakan observasi di kelas

Yang menarik adalah bahwa tingkat pendidikan bukan menjadi faktor penentu dalam pengambilan keputusan berasuransi jiwa seorang individu.Hal ini bisa disebabkan karena saat