32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Profil Sekolah
SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga merupakan salah satu SD swasta di Salatiga yang terletak di Jalan Jendral Sudirman No. 111 B Salatiga, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga, Propinsi Jawa Tengah. SD Kristen 03 Eben Haezer Salatiga didirikan pada 1 Oktober 1948. Nilai akreditasi SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga Amat Baik (A) dan memiliki jumlah rombongan belajar empat belas kelas, yang terdiri dari kelas satu (tiga kelas), kelas dua (tiga kelas), kelas tiga (dua kelas), kelas empat (dua kelas), kelas lima (dua kelas), dan kelas enam (dua kelas).
Visi yang dicanangkan SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga adalah “Menjadikan Peserta Didik Tercinta
(Terampil, Cerdas, Inovatif dan Kreatif, Takut akan
Tuhan)”, sedangkan misi yang diemban untuk
mewujudkan visi tersebut adalah:
33
2) Menyelenggarakan pembelajaran dengan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia serta memaksi-malkan penggunaan ICT (Teknologi Informasi dan Komunikasi).
Tujuan Pendidikan di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga adalah: 1) mengembangkan pendidikan yang mengutuhkan kreatif, kritis, inovatif, berkejujuran dan takut akan Tuhan kepada peserta didik; 2) mengem-bangkan SDM Pendidik; 3) membentuk dan member-dayakan jejaring: orang tua peserta didik, alumni, masyarakat dan pemerintah; 4) meningkatkan Proses Belajar Mengajar; 5) mengembangkan kepedulian sosial; 6) meningkatkan kebersihan dan penataan lingkungan; 7) merencanakan dan mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan; (8) mengembangkan spiritualitas pendidik dan peserta didik.
4.1.2 Sumber Daya Sekolah
Sumber daya sekolah yang dimiliki oleh SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga meliputi :
1. Sumber Daya Bukan Manusia
Sumber daya bukan manusia yang dimiliki oleh SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga yaitu program unggulan sekolah. Program sekolah yang menjadi unggulan antara lain :
a. program kelas bilingual untuk matematika dan sains. Dalam pembelajaran kelas bilingual menggunakan buku yang direkomendasikan oleh Dinas, buku teks
34
mendukung dalam proses belajar dan guru yang berkompeten dibidangnya.
b. character building yang terintegrasi dalam pem-belajaran, pembiasaan di kelas dan kegiatan spiritualitas yang meliputi renungan pagi sebelum pelajaran, ibadah Sabtu, Refreshing Course (kelas enam) serta perayaan natal dan paskah.
c. ekstra kurikuler yang disediakan oleh sekolah beragam, antara lain: angklung, renang, catur, bulutangkis, drumband, paduan suara, seni lukis, English club, Olympic club, seni tari dan pramuka. d. pembelajaran kelas kecil dimana jumlah rombongan
belajar dalam satu kelas maksimal dua puluh enam siswa. Sekolah memandang jumlah tersebut ideal untuk proses pembelajaran.
2. Sumber Daya Manusia a. Guru
SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga memiliki guru sejumlah 25 orang, yang terdiri dari guru kelas dan guru mata pelajaran. Rincian jumlah guru dan kualifikasi pendidikan SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1.
Jumlah Guru SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga
Jenis Guru Jumlah Guru
Laki-laki Perempuan Jumlah
Guru Tetap 2 16 18
Guru Honorer 3 4 7
35
Tabel 4.1 (lanjutan)
Jumlah Guru SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga
Kualifikasi Pendidikan Guru
Tingkat Pendidikan Jumlah
S1 23
SMA 2
Jumlah 25
Sumber: Data primer, 2014, diolah.
Dengan melihat tabel di atas, hampir seluruh guru SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga sudah berpendidikan Strata1 (S1) dan hanya dua orang yang masih berijasah SMA.
b. Peserta didik
Jumlah siswa SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga pada tahun pelajaran 2014/2015 adalah 352, terdiri dari:
Kelas I: laki-laki 39, perempuan 35, jumlah 74 Kelas II: laki-laki 38, perempuan 34, jumlah 72 Kelas III: laki-laki 31, perempuan 27, jumlah 58 Kelas IV: laki-laki 19, perempuan 32, jumlah 51 Kelas V: laki-laki 28, perempuan 19, jumlah 47 Kelas VI: laki-laki 25, perempuan 25, jumlah 50
Dari 352 peserta didik tersebut terbagi menjadi 15 rombongan belajar (rombel).
c. POSG
36
peranan yang besar dalam mendukung peningkatan mutu sekolah dengan melibatkan peran orang tua.
3. Sumber Daya Fisik
Bangunan gedung SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga merupakan bangunan permanen yang memenuhi kriteria untuk pelaksanaan proses pem-belajaran dengan dilengkapi fasilitias selain lima belas ruang untuk kelas yang dilengkapi televisi untuk media pembelajaran, terdapat juga satu ruang kepala sekolah, satu ruang guru dan ruang administrasi yang terdapat dalam satu ruangan, satu laboratorium bahasa yang terletak di lantai dua, satu ruang multimedia, satu laboratorium komputer, satu ruang musik, satu perpustakaan, satu kantin, satu dapur, sebuah UKS, lapangan olahraga dan upacara serta dilengkapi dengan fasilitas “free hot spot area”. SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga juga menempati satu lokasi dengan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Salatiga, Kelompok Bermain (KB) dan Taman Kanak-kanak (TK) Kristen 3, SD Kristen 4 Eben Haezer serta SMP Kristen 2 Eben Haezer Salatiga di bawah naungan Yayasan Pendidikan Kristen Eben Haezer Salatiga.
4.1.3 Evaluasi Program Kelas Bilingual
Dalam bagian ini akan disajikan hasil penelitian mengenai evaluasi pelaksanaan program kelas bilingual
37
4.1.3.1 Aspek Konteks (Context)
Evaluasi konteks yang dilakukan oleh peneliti hendak menganalisis apakah program kelas bilingual
yang dilaksanakan di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga dibutuhkan. Dalam mengevaluasi aspek kon-teks, peneliti mendapatkan data dari hasil wawancara mengenai latar belakang dari program, kebutuhan apa yang hendak dipenuhi dari pelaksanaan program kelas
bilingual serta tujuan dari program tersebut.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala sekolah diperoleh keterangan bahwa program kelas bilingual dilaksanakan berawal dari penawaran Yayasan Pendidikan Eben Haezer yang menaunginya. Hal tersebut seperti petikan wawancara dengan kepala sekolah sebagai berikut:
“…awalnya ada tawaran dari pihak yayasan bagaimana kalau SD Kristen 3 membuka kelas
bilingual karena kita perlu ciri khas yang menjadi unggulan sekolah. Pihak yayasan memandang bahwa kita punya peluang untuk membuka kelas bilingual supaya sekolah mampu bersaing dengan sekolah-sekolah dasar yang lain. Selain itu menguasai bahasa asing yaitu Bahasa Inggris dalam persaingan global”
38
yang lain. Oleh karena itu, pengurus mengusulkan untuk membuka kelas bilingual sebagai program yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Kebutuhan akan perlunya kemampuan Bahasa Inggris dan keunggulan sekolah direspon oleh kepala sekolah. Tawaran kelas bilingual lalu dibahas dengan seluruh guru untuk melihat apakah guru mampu dan siap mengajar di kelas bilingual. Setelah melalui pembahasan maka diputuskan untuk membuka kelas
bilingual sesuai kesepakatan antara kepala sekolah, guru dan yayasan.
Kebutuhan lain yang diungkapkan oleh kepala sekolah yaitu adanya permintaan dari Dinas Pendidikan kota Salatiga yang sering menunjuk SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga untuk mengirimkan peserta didiknya dalam lomba sains tingkat SD, seperti yang disampaikan oleh kepala sekolah berikut ini:
“Yang menjadi ciri khas sekolah kita adalah IPA. Siswa kita sering maju olimpiade dan sering menang. Kita menganggap bahwa kita punya ciri khas dalam bidang sains dan harus mengembangkan itu. Salah satu aspek yang penting adalah Bahasa Inggris untuk sains. Itulah mengapa kita mengadakan pembelajaran bilingual agar melengkapi siswa dengan kemampuan Bahasa Inggris karena soal-soal yang ada di lomba sains terkadang menggunakan Bahasa Inggris”
39
peserta didik. Hal tersebut juga menjadi alasan mengapa sekolah mengadakan program kelas bilingual, yaitu selain untuk memperkuat peserta didik dalam sains juga untuk meningkatkan kemampuan peserta didik berbahasa Inggris.
Program kelas bilingual juga mendapat dukungan yang baik dari orang tua karena mereka melihat bahwa di era globalisasi ini dirasa perlu dan penting bagi peserta didik untuk mampu menguasai Bahasa Inggris. Dari hasil wawancara dengan salah satu orang tua peserta didik diperoleh data bahwa program kelas
bilingual merupakan program yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Hal tersebut seperti diungkapkan dalam petikan wawancara dengan orang tua sebagai berikut:
“Program kelas bilingual menurut saya memang diperlukan karena menurut saya sekarang jamannya semua serba canggih. Hampir semua siswa mengetahui informasi teknologi dengan baik lewat internet. Ilmu pengetahuan juga semakin maju dan mereka membutuhkan kemampuan Bahasa Inggris yang baik agar ke depan mereka tidak tertinggal sehingga mampu bersaing. Jadi di kelas bilingual,
mereka bisa mendapatkan pengetahuan matematika dan IPA dalam Bahasa Inggris dan anak-anak memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang baik”
40
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan global.
Hal tersebut di atas juga didukung dengan kebijakan pemerintah yang memandang penting penguasaan bahasa asing oleh peserta didik. Dari studi dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti, kebijakan pemerintah yang melandasi kelas bilingual yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VII pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, “Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik”. Sesuai dengan undang-undang tersebut, maka Bahasa Inggris menjadi bahasa pengantar dalam mata pelajaran sains dan matematika di kelas bilingual.
4.1.3.2 Aspek Masukan (Input)
Dalam aspek masukan (input) ini akan mencakup 6 hal yaitu kurikulum, peserta didik, guru, sarana prasarana, pembiayaan dan pengadaan buku teks. a. Kurikulum
41
Hal tersebut seperti yang diungkapkan kepala sekolah sebagai berikut:
“Program kelas bilingual sama dengan kelas reguler tidak ada bedanya. Khusus untuk mapel matematika dan IPA disampaikan dengan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris”
Kurikulum yang digunakan di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga adalah kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Dalam kurikulum KTSP pembelajaran sains dan matematika di kelas bilingual
terintegrasi ke dalam silabus yang mengacu pada pemerintah pusat. Hal tersebut seperti yang disam-paiakan kepala sekolah sebagai berikut:
“Kurikulum kami memakai acuan dari pusat tapi kami sesuaikan dengan kebutuhan sekolah dan siswa. Kami menggunakan kurikulum KTSP dan silabus yang digunakan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sekolah dan disesuaikan dengan kemampuan peserta didik”
Mata pelajaran yang diajarkan di kelas bilingual
adalah sains dan matematika. Materi yang dipilih disesuaikan dengan acuan dari pemerintah dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sekolah dan tingkat kemampuan peserta didik. Materi pelajaran yang diajarkan di kelas bilingual dipilih sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik dan mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak menyulitkan peserta didik dalam mempelajarinya. Hal tersebut diungkapkan guru berikut ini:
42
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disim-pulkan bahwa kurikulum yang digunakan dalam pelaksanaan program kelas bilingual yaitu kurikulum KTSP dan mata pelajaran IPA dan matematika disampaikan dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Materi yang dipilih mengacu pada silabus dari pemerintah dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
b. Peserta Didik
Dari hasil dokumentasi, peneliti memeroleh data bahwa jumlah siswa di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga sebanyak tiga ratus lima puluh tiga peserta didik. Dari total jumlah tersebut terdapat tujuh puluh empat peserta didik yang duduk di bangku kelas satu. Rata-rata usia mereka 6-7 tahun ketika diterima disekolah tersebut.
Dalam pelaksanaan program kelas bilingual, tidak diadakan proses seleksi bagi peserta didik. Mereka secara otomatis akan mengikuti kelas bilingual karena program kelas bilingual yang dilaksanakan merupakan kelas reguler yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik. Hal tersebut seperti diungkapkan kepala sekolah berikut:
“Kami tidak mengadakan seleksi untuk peserta didik yang masuk kelas bilingual. Kelas bilingual
diperuntukkan dari siswa kelas satu sampai kelas 6. Jadi pada saat penerimaan peserta didik baru kami terima semua selama kuota jumlah siswa masih tersedia”
43
peserta didik yang mengikuti kelas bilingual
berdampak pada tingkat kemampuan peserta didik yang beragam, seperti kutipan wawancara guru berikut:
”Tidak ada proses seleksi untuk kelas bilingual.
Peserta didik yang masuk memiliki kemampuan yang berbeda-beda sehingga itu terkadang menjadi masalah ketika ada peserta didik yang lemah dalam menguasai materi yang diajarkan”
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peserta didik yang mengikuti kelas bilingual tidak melalui proses seleksi. Hal tersebut mengakibatkan adanya tingkat kemampuan peserta didik yang beragam dalam mengikuti proses belajar di kelas bilingual.
c. Guru
Guru mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pembelajaran. Guru-guru di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga berjumlah dua puluh empat guru dan sebanyak dua puluh tiga guru sudah berlatar pendidikan strata 1 dan masih terdapat satu guru yang masih berlatar belakang pendidikan SMA. Dari dua puluh empat guru sudah terdapat sembilan guru yang sudah mendapatkan sertifikasi sebagai tenaga pendidik professional.
Dalam wawancara dengan kepala sekolah diperoleh keterangan bahwa tidak semua guru mengajar di kelas bilingual. Guru yang memiliki latar belakang pendidikan Bahasa Inggris atau pendidikan sains yang ditunjuk untuk mengajar di kelas bilingual.
Terdapat tes seleksi yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam memilih guru yang tepat untuk mengajar di kelas
44
dimiliki adalah kemampuan berbahasa Inggris. Hal tersebut seperti petikan wawancara dengan kepala sekolah berikut:
“Guru yang mengajar bilingual dipilih berdasarkan latar belakang pendidikan dan mampu berko-munikasi dalam Bahasa Inggris sehinggal memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk mengajar di kelas bilingual. Misal guru yang berlatar pendidikan IPA akan didampingi guru yang kuat dalam Bahasa Inggris lalu kita buat team teaching sehingga bisa saling melengkapi.”
Pernyataan itu juga didukung oleh salah satu guru yang telah mengajar di kelas bilingual selama lima tahun.
“Pada waktu itu tesnya saya ada tiga. Satu tes wawancara biasa, kemudian tes teori tentang sains dan yang ketiga saya disuruh mikro teaching untuk mengajar dalam Bahasa Inggris. Jadi semua harus lewat proses seleksi.”
Dari hasil wawancara di atas, dapat diperoleh keterangan bahwa salah satu tes seleksi yang dilakukan adalah dengan cara mengajar materi sains di kelas menggunakan Bahasa Inggris. Jika guru tersebut berhasil memenuhi kriteria yang ditentukan maka dia akan ditunjuk untuk mengajar di kelas bilingual. Latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh guru dalam bidang sains juga mendukung mereka dalam melaksanakan tugas sebagai guru di kelas bilingual.
Guru yang sudah diseleksi kemudian dibuat team teaching oleh kepala sekolah dalam mengajar di kelas
bilingual. Guru yang tergabung dalam team teaching
45
untuk merencanakan materi pembelajaran dan metode pengajaran serta evaluasi hasil pembelajaran.
Kemampuan Bahasa Inggris sangat diperlukan dalam proses pembelajaran di kelas bilingual. Bagi guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan Bahasa Inggris, sekolah mengadakan pelatihan dan seminar yang diadakan baik di lingkungan sekolah dengan men-datangkan narasumber yang menguasai Bahasa Inggris. Hal tersebut dilakukan agar guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan Bahasa Inggris mampu berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris dan menyampaikan materi IPA dan matematika dalam Bahasa Inggris. Di sisi lain, materi yang disampaikan oleh guru yang menguasai Bahasa Inggris lebih mudah untuk dipahami peserta didik baik isi maupun konsep materi pembelajaran IPA dan matematika.
Menurut para guru terutama yang tidak memiliki latar pendidikan Bahasa Inggris, pelatihan yang diadakan oleh sekolah dianggap masih kurang. Mereka berpendapat bahwa sebaiknya kursus atau pendidikan dan pelatihan Bahasa Inggris diberikan secara rutin atau berkelanjutan sehingga mereka benar-benar memeroleh kemampuan berkomunikasi dalam Bahasa Inggris dengan baik dan lancar. Pemahaman yang lain bagi para guru untuk menguasai Bahasa Inggris diperlukan untuk menambah pemahaman serta memudahkan dalam penyampaian materi. Hal tersebut seperti yang diungkapkan salah satu guru pengajar sains sebagai berikut:
46
awal saya mengajar di sini. Mungkin hanya dilaksanakan dua atau tiga kali. Setelah itu tidak ada follow up lagi… jadi kami belajar Bahasa Inggris
sendiri dan kadang sering bertanya dengan guru yang mengajar Bahasa Inggris. Mungkin kami lebih membutuhkan pelatihan untuk conversation…”
Dari hasil observasi yang dilakukan di kelas, terlihat bahwa guru sudah mampu berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris. Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan greeting atau salam dalam Bahasa Inggris dan memberikan penjelasan meng-gunakan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Selain itu guru juga menggunakan kalimat perintah atau kalimat tanya yang berkaitan dengan proses pembelajaran menggunakan Bahasa Inggris, sebagai contoh: “Please open book page…” , “who can answer
the question?”, “mention the example of…”.
d. Sarana Prasarana
Berdasarkan hasil observasi dapat dikatakan bahwa sarana prasarana yang ada di SD Kristen 3 Eben Haezer tersedia dengan lengkap dan semua sarana prasarana yang ada digunakan secara maksimal oleh guru-guru dalam proses belajar mengajar. Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara dengan guru sebagai berikut:
47
Di sisi lain, dari hasil wawancara dengan kepala sekolah masih terdapat sarana prasarana yang belum digunakan secara maksimal yaitu laboratorium bahasa. Terdapat kerusakan headset yang terdapat di labora-torium bahasa meskipun sudah pernah diperbaiki se-belumnya. Hal tersebut seperti yang diungkapkan dari petikan wawancara dengan kepala sekolah berikut:
“Penggunaan laboratorium bahasa masih belum bisa dimaksimalkan karena masih ada kerusakan headset. Dulu kami sudah ajukan ke yayasan dan sudah diperbaiki bahkan biayanya hampir enam juta untuk memperbaikinya tapi sekarang rusak lagi jadi kami jarang memakainya”
Dari keterangan di atas diketahui bahwa masih ada sarana prasarana yang belum dapat dimak-simalkan penggunaannya karena terdapat kerusakan. Namun menurut kepala sekolah hal tersebut tidak menjadi kendala yang besar karena fungsi laboratorium bahasa yaitu sebagai sarana listening dapat dialihkan ke ruang kelas karena sudah ada fasilitas audio visual.
Sarana pendukung kerja dan pembelajaran seperti whiteboard, penghapus, meja dan kursi bagi peserta didik dan guru, almari penyimpanan arsip, rak buku semuanya tersedia dalam kendisi yang baik dan mencukupi kebutuhan.
Sekolah juga menyediakan televisi dan speaker
48
e. Pembiayaan
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari kepala sekolah anggaran untuk program kelas bilingual
termasuk dalam kegiatan pembelajaran reguler. Anggaran yang dibutuhkan dibuat dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah yang disusun oleh kepala sekolah. Sumber dana yang diperlukan untuk pembelajaran bilingual dapat terpenuhi dari Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), yayasan serta partisipasi dari orang tua. Berikut hasil wawancara dengan kepala sekolah:
“Untuk biaya termasuk dalam kegiatan pembelajaran reguler biasa jadi ada pos-pos anggaran yang kami dapatkan dari dana BOS, yayasan dan juga dari orang tua. Sebagai contoh untuk kelengkapan sarana prasarana audio visual di kelas, kami peroleh dana nya dari yayasan dan BOS karena sudah kami anggarkan dalam RKAS. Buku-buku penunjang juga kami dapatkan dari dana BOS. Sedangkan dana untuk membeli buku-buku teks
bilingual dari siswa, kami serahkan kepada orang tua untuk ikut berpartisipasi.”
Hal senada juga diungkapkan oleh guru dalam petikan wawancara sebagai berikut:
“Untuk pembiayaan selama ini kami tidak mengalami kesulitan. Sumber dana yang ada kami peroleh dari yayasan dan juga dana bos. Kebutuhan yang kami perlukan untuk menunjang orises belaar dapat terpenuhi.”
49
membantu tercukupinya anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program tersebut.
f. Buku teks
Pada awalnya ketika pertama kali program kelas
bilingual dilakukan belum ada buku teks mengenai sains dan matematika yang ditulis dalam Bahasa Inggris baik dari penerbit ataupun dari sekolah. Menurut hasil wawancara dengan kepala sekolah diketahui bahwa guru-guru SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga membuat sendiri buku teks bilingual untuk mata pelajaran sains dan matematika. Guru-guru yang mengajar di kelas bilingual membuat buku teks tersebut dalam Bahasa Inggris. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan guru sains sebagai berikut:
“Ya…Pada awalnya kami sendiri yang membuat buku-buku teks dalam Bahasa Inggris. Pada waktu itu belum ada penerbit yang menulis buku sains dan matematika untuk bilingual jadi kami membuat sendiri sesuai dengan materi yang kami ajarkan.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah diperoleh data bahwa setelah menggunakan buku teks hasil buatan sendiri, muncul beberapa masukan dari orang tua peserta didik. Banyak orang tua dari peserta didik yang tidak memahami materi sains dan matematika yang ditulis dalam Bahasa Inggris. Hal tersebut membuat mereka sulit untuk mengajari peserta didik belajar di rumah. Orang tua memberi masukan bagaimana jika buku teks di kelas
50
Indonesia dan Bahasa Inggris. Berikut petikan hasil wawancara dengan kepala sekolah:
“Buku yang dipakai untuk pelajaran bilingual
sekarang disediakan oleh salah satu penerbit. Tapi pada waktu pertama kali kami melaksanakan kelas
bilingual belum ada buku yang bilingual. Pada waktu itu, semuanya dibuat oleh guru kami menggunakan Bahasa Inggris dan beberapa orang tua mempunyai kesulitan untuk mengartikan dan membantu anak mereka dalam belajar jadi orang tua mengusulkan bagaimana jika ditulis pakai Bahasa Indonesia juga. Karena anak-anak juga kesulitan belajar kalau materinya semua full dalam Bahasa Inggris.”
Berdasarkan keterangan di atas, sekolah bekerja sama dengan salah satu penerbit untuk penyediaan buku-buku teks untuk materi bilingual. Masukan orang tua peserta didik supaya sekolah menyediakan buku teks dalam dua bahasa menjadi bahan pertimbangan sekolah sehingga buku teks yang digunakan sampai saat ini menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Hal tersebut dilakukan supaya orang tua juga dapat membantu putra putrinya dalam belajar dan tidak mengalami kesulitan dalam mengartikan materi yang ditulis dalam Bahasa Inggris.
4.1.3.3 Aspek Proses (Process)
Hasil dari penelitian untuk aspek proses terbagi dalam beberapa hal, yaitu: persiapan guru, pelak-sanaan pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran. a. Persiapan Guru
51
diperoleh data bahwa dalam mempersiapkan pem-belajaran di kelas bilingual dilakukan dengan membuat rencana pembelajaran yaitu RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), silabus. Program Tahunan (Prota) dan Program Semester (Promes) yang dibuat pada setiap awal tahun ajaran baru. Hal tersebut juga diungkapkan kepala sekolah yang tertuang dalam petikan wawancara berikut:
“Guru-guru kami membuat rencana pembelajaran di setiap awal tahun baru. Mereka mempersiapkan pembelajaran mulai dari RPP, silabus, prota atau promes yang dirancang untuk proses pembelajaran selama satu tahun.”
Selain pembuatan RPP, silabus, prota dan promes terdapat juga rencana mingguan yang dibuat oleh masing-masing guru. Rencana mingguan tersebut berisi tentang materi dan kegiatan belajar untuk seminggu ke depan. Menurut kepala sekolah diperoleh keterangan bahwa rencana mingguan yang dibuat oleh guru merupakan salah satu ciri khas dari SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga yang membedakan dengan sekolah dasar yang lain. Keterangan senada juga diungkapkan oleh orang tua siswa dalam petikan wawancara sebagai berikut:
52
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat
disimpulkan bahwa rencana mingguan yang
dipersiapkan guru sangat membantu orang tua dan peserta didik dalam mempersiapkan materi yang harus dipelajari. Orang tua juga dapat mengetahui materi pembelajaran yang dilakukan dan dapat menyiapkan putra putrinya untuk belajar.
Persiapan guru untuk mengajar di kelas bilingual
dilakukan dengan team teaching untuk menentukan topik bahasan yang disesuaikan dengan kemampuan peserta didik, membuat materi, mempersiapkan alat
peraga yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran, membuat soal-soal atau tugas untuk mengevaluasi kemampuan peserta didik serta membantu peserta didik yang masih belum mencapai nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Team teaching
terdiri dari dua guru untuk masing-masing tingkatan kelas yang dipilih oleh kepala sekolah dengan mempertimbangkan kemampuan Bahasa Inggris yang dimiliki guru dan penguasaan konsep dari materi yang diajarkan. Guru yang terlibat dalam team teaching
mempunyai tanggung jawab dan peran yang sama. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan kepala sekolah sebagai berikut:
“kami membuat team teaching di setiap tingkatan untuk mapel sains dan matematika. Guru dalam
53
Persiapan pembelajaran yang akan dilakukan
team teaching diawali dengan koordinasi melalui pertemuan pada setiap awal tahun pelajaran. Hal tersebut seperti yang diungkapkan guru sebagai berikut:
“Team teaching sering mengadakan pertemuan yang sewaktu-waktu dilakukan. Karena kita berada dalam satu kantor jadi kami tidak mengalami kesulitan untuk berkoordinasi. Misal ada materi yang tidak paham atau tidak tahu tentang Bahasa Inggris dari konsep-konsep tertentu kami disku-sikan. Selain itu jika ada siswa yang masih kurang dalam menguasai materi dan nilainya belum sampai KKM kami buat jadwal untuk memberikan tambahan pelajaran sepulang sekolah satu minggu satu kali.”
Dari hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa persiapan guru dalam mengajar di kelas
bilingual tidak hanya dilakukan secara rutin setiap awal tahun pelajaran baru namun juga dapat dilakukan sesuai kebutuhan terkait dengan materi pembelajaran dan masalah yang ditemui dalam pelaksanaan pem-belajaran.
b. Pelaksanaan Pembelajaran
54
siswa untuk bisa menyelesaikan masalah (problem solving).
Contoh yang diperoleh dari pembahasan sebelumnya melalui hasil wawancara dan observasi adalah metode fun learning melalui permainan. Dari hasil observasi di kelas pada saat pelajaran sains, guru menggunakan model fun learning dalam proses pembelajaran. Di awal kegiatan pembelajaran, guru memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang sudah diajarkan untuk merefleksikan kembali. Peserta didik yang dapat menjawab akan mendapatkan poin sebagai bentuk penghargaan. Seluruh peserta didik nampak antusias dan aktif dalam menjawab setiap pertanyaan. Kelompok dengan jumlah poin terbanyak menjadi pemenang dan guru memberikan stiker sebagai reward di akhir pembelajaran untuk ditempelkan di buku reward. Peserta didik yang memeroleh stiker terbanyak akan mendapatkan piagam di akhir semester. Hal tersebut dilakukan agar peserta didik juga terdorong untuk aktif selama proses pembelajaran dengan metode yang menyenangkan, seperti yang diungkapkan oleh guru berikut ini:
55
Penggunaan metode pembelajaran selain fun learning seperti tersebut di atas, diperkuat dengan metode pendukung pembelajaran yang lain yaitu metode eksperiment dan diskusi. Melalui observasi yang dilakukan peneliti di kelas 3 dalam mata pelajaran sains untuk mempelajari jenis gerak benda, guru mengadakan percobaan sederhana menggunakan bola pingpong, bola kaki plastik, gelas dan air. Guru meminta peserta didik menjatuhkan bola pingpong ke lantai dan setelah itu mengamati. Lalu meminta meletakkan bola kaki plastik di ujung jari telunjuk dan memutarkan bola tersebut dengan jari kanan. Dan terakhir peserta didik diminta menuangkan segelas air ke atas tumbuhan di sekitar kelas dan mengamati yang terjadi pada akhir. Setelah melakukan semua kegiatan tersebut, peserta didik diberikan pertanyaan untuk didiskusikan dengan kelompoknya mengenai jenis gerak benda.
Dari kegiatan di atas maka metode yang dilakukan oleh guru adalah dengan eksperiment dan diskusi. Alat yang digunakan juga mudah didapat oleh siswa serta materi yang dibahas dipilih berdasarkan peristiwa yang sering dialamai atau dijumpai peserta didik dalam kehidupan sehari-hari sehingga memudahkan peserta didik untuk memahami materi yang diajarkan.
c. Penilaian Hasil Pembelajaran
56
keaktifan peserta didik selama proses belajar mengajar berlangsung dan juga pengerjaan tugas yang diberikan. Tugas yang diberikan oleh guru tidak hanya dikerjakan di sekolah namun ada juga tugas yang harus diper-siapkan di rumah. Hal tersebut seperti hasil petikan wawancara yang diperoleh dari guru berikut ini:
“Untuk penilaian peserta didik diambil dari tugas-tugas,lalu keaktifan mereka di kelas, ulangan harian, UTS dan UAS. Bentuk tugasnya juga bermacam-macam ada yang dikerjakan di sekolah seperti latihan-latihan ada juga dirumah seperti PR, membuat presentasi tentang materi yang diajarkan. Bahkan untuk presentasi mereka siap mempresentasikan dalam Bahasa Inggris. Nah,dari situ penilaian juga diambil bagaimana cara mereka mempresentasikan menggunakan Bahasa Inggris meskipun belum seratus persen menggunakannya tapi peserta didik sudah mampu menggunakan istilah-istilah dalam Bahasa Inggris dan memahami materi yang diajarkan.”
Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu peserta didik mengenai penilaian hasil pembelajaran seperti petikan wawancara berikut:
“Nilainya dari ulangan, tes tengah semester dan akhir semester. Lalu ada tugas-tugas, PR, presentasi, di kelas juga ada nilai kalau siswanya aktif dapat tambahan nilai.”
57
seperti yang diungkapkan oleh kepala sekolah sebagai berikut:
“Untuk ulangan dan tes-tes baik itu UTS dan UAS kami menggunakan Bahasa Inggris. Jadi apa yang diajarkan dalam Bahasa Inggris juga kami teskan dalam Bahasa Inggris. Soal-soal bisa dilihat di perpustakaan. Bahkan sekolah RSBI belum membuat soal-soal model seperti itu, tapi kami sudah membuat soal dengan menggunakan Bahasa Inggris.”
Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan bagaimana peserta didik dapat mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dalam Bahasa Inggris. Sebagian besar mampu menjawab pertanyaan yang ditulis dalam Bahasa Inggris meskipun terdapat beberapa peserta didik yang masih bertanya mengenai artinya. Dari tugas-tugas tersebut, nampak peserta didik juga dapat bertanya mengenai istilah-istilah atau kata-kata yang belum dimengerti lalu guru menjelaskan kembali materi tersebut sehingga peserta didik mampu menjawab soal-soal yang diberikan. Dari pemberian tugas tersebut terjadi interaksi antara guru dan peserta didik. Peserta didik mendapatkan kesempatan untuk memberikan pendapat dan saling bertukar informasi dengan teman yang lain.
4.1.3.4 Aspek Hasil (Product)
58
a. Ketercapaian standar kompetensi
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru pengajar sains dapat diperoleh keterangan bahwa untuk ketercapaian standar kompetensi peserta didik pada pembelajaran sains dan matematika di kelas
bilingual tergolong baik. Menurut guru yang ber-sangkutan, dikatakan bahwa hampir 80% dari peserta didik sudah mampu mencapai standar kompetensi yang ada lewat KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu 70. Hal tersebut seperti yang disampaikan guru sebagai berikut:
“Untuk pencapaian standar kompetensi pelajaran
bilingual sudah baik karena hampir sebagian besar ya bisa dikatakan sekitar 80% nilai dari peserta didik sudah di atas KKM. Meskipun masih ada yang belum tercapai KKM nya tapi nilainya tidak terlalu banyak dibawah KKM. Jadi sebagian besar sudah mampu memenuhi standar kompetensi yang ada.”
Hal senada juga diungkapkan oleh kepala sekolah bahwa sebagian besar peserta didik mampu memeroleh nilai diatas rata-rata KKM artinya hasil yang diperoleh selama proses pembelajaran bilingual sudah dapat dikatakan baik. Pernyataan tersebut dipertegas dalam petikan wawancara dengan kepala sekolah berikut ini:
“Sebagian besar peserta didik nilainya bagus, diatas KKM yang ditentukan sekolah. Untuk KKM sendiri kami sudah cukup tinggi dan mereka bisa mencapai nilai tersebut. Jadi untuk pencapaian standar kom-petensi saya kira sudah sesuai dengan apa yang diharapkan.”
59
dan IPA di kelas 3 diperoleh keterangan bahwa dari 38 peserta didik, hanya terdapat 4 peserta didik yang belum mencapai nilai KKM. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian siswa telah mencapai standar kompetensi yang ditetapkan oleh sekolah.
Berdasar pernyataan di atas, ditunjukkan bahwa ketercapaian standar kompetensi untuk peserta didik di kelas bilingual sudah memenuhi standar yang ditetapkan. Sebagian besar dari peserta didik sudah memeroleh nilai diatas batas tuntas atau KKM meskipun masih terdapat beberapa peserta didik yang belum mencapai standar kompetensi yang ada.
b. Sikap Peserta Didik
Dari hasil wawancara dengan beberapa peserta didik diperoleh keterangan bahwa, peserta didik merasa senang dengan pembelajaran di kelas bilingual karena pembelajaran tersebut menarik dan menyenangkan. Hal lain yang membuat peserta didik senang terhadap pembelajaran di kelas bilingual adalah metode pengajaran yang digunakan oleh guru menyenangkan sehingga peserta didik tidak merasa kesulitan dan bosan dalam mengikuti pembelajaran, seperti petikan wawancara oleh peserta didik di bawah ini:
“saya senang dengan sains dan math karena asyik waktu pelajarannya dan tidak membosankan. Materinya juga tidak terlalu susah. Yang paling saya suka sains karena sering melakukan percobaan-percobaan dan berhubungan dengan alam.”
60
Hal tersebut nampak ketika beberapa orang tua peserta didik menceritakan pengalaman ketika anak-anak mereka menggunakan konsep-konsep sains dan matematika dalam Bahasa Inggris, bahkan ada diantara dari peserta didik yang memberikan penjelasan mengenai konsep tersebut kepada orang tua. Pendapat tersebut seperti dalam petikan wawancara dengan guru berikut ini:
“Anak-anak sangat antusias dan sikap mereka sangat positif dengan pembelajaran bilingual. Bahkan ketika dirumah mereka mempraktekkan apa yang sudah dipelajari dan ada dari mereka yang bahkan mengajari orang tua mereka. Jadi orang tua sangat senang dengan perkembangan mereka.”
Sejalan dengan hasil wawancara di atas, orang tua pun mengungkapkan bahwa sikap anak mereka di kelas bilingual menunjukkan perkembangan yang baik.
Anak-anak memiliki pengetahuan sains dan
matematika dalam Bahasa Inggris dan mereka mampu berpikir kritis serta kemampuan Bahasa Inggris mereka lebih baik dibandingkan peserta didik dari sekolah dasar yang lain. Hal ini dipertegas dari hasil wawancara orang tua berikut ini:
“ Menurut saya sikap peserta didik baik karena seperti anak saya. Pengetahuan mereka dalam konsep-konsep IPA dan matematika mengalami perkembangan dan juga mereka tambah pengetahuan dalam Bahasa Inggris. Jika dibanding dengan anak-anak dari SD lain ya kemampuan Bahasa Inggrisnya lebih bagus yang mempelajari
bilingual.”
61
kelas bilingual. Mereka merasa senang ketika memelajari sains dan matematika dalam Bahasa Inggris karena pelajaran tersebut disampaikan secara menarik dan materi yang diajarkan sesuai dengan kemampuan mereka.
Pernyataan di atas juga sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan di kelas. Sikap peserta didik terhadap pembelajaran di kelas bilingual menunjukkan bahwa mereka senang dengan pembelajaran di kelas
bilingual dan mampu mengikuti pembelajaran yang disampaikan dengan menggunakan Bahasa Inggris. Mereka tampak antusias menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dan menjawab soal-soal yang diberikan dengan menggunakan Bahasa Inggris.
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Pada bagian ini disajikan pembahasan mengenai hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya. Pembahasan hasil penelitian dilakukan untuk menjelas-kan hasil analisis dan jawaban terhadap rumusan ma-salah yang diajukan yaitu bagaimana konteks, masukan, proses dan hasil pelaksanaan program kelas bilingual di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga.
4.2.1 Konteks
62
mendasar dan memiliki misi untuk menyediakan suatu rasional atau landasan atau sebagai latar belakang suatu program. Evaluasi konteks dilaksanakan sebagai suatu kebutuhan serta memberikan informasi bagi pengambilan keputusan dalam perencanaan suatu program yang akan dilaksanakan.
Berdasarkan uraian di atas, penyusunan sebuah program sebaiknya didasarkan atas kebutuhan. Kebutuhan apa yang hendak dipenuhi dengan adanya program tersebut dan apakah program tersebut memang diperlukan. Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai pelaksanaan program kelas
bilingual di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga dilatar belakangi adanya tawaran dari Yayasan Pendidikan Eben Haezer yang melihat bahwa persaingan sekolah semakin ketat, oleh karena itu SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga membutuhkan ciri khas sekolah yang membedakan dengan sekolah-sekolah dasar lain. Yayasan menawarkan untuk membuat kelas bilingual
dan disambut baik oleh kepala sekolah karena SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga memiliki peluang yang baik.
63
menjadi salah satu program unggulan sekolah yang menjadi ciri khas SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga.
Di sisi lain, terdapat kebutuhan yang hendak dipenuhi oleh sekolah melalui program kelas bilingual. Berdasarkan data yang diperoleh program kelas
bilingual didasari karena adanya kebutuhan untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang siap bersaing di era globalisasi yang didukung penguasaan Bahasa Inggris yang baik. Hal tersebut didukung oleh orang tua yang mengungkapkan bahwa kebutuhan akan penguasaan Bahasa Inggris sangat dibutuhkan di era globalisasi. Oleh karena itu program kelas bilingual
dirasa perlu agar peserta didik memeroleh pengetahuan yang baik di bidang sains serta kemampuan Bahasa Inggris.
64
4.2.2 Masukan (Input)
Menurut Sudjana (2008:55), evaluasi masukan (input) program menyediakan data untuk menentukan bagaimana penggunaan sumber-sumber yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan program. Sejalan dengan pendapat tersebut, Arikunto dan Jabar (2014:47), menyatakan bahwa evaluasi input adalah 1) kemampuan awal warga belajar; 2) kemampuan sekolah menyediakan petugas yang tepat; 3) bahan ajar; 4) kurikulum; 5) sarana belajar.
Dalam penelitian yang dilakukan penulis, sumber-sumber yang dimiliki untuk mencapai tujuan program kelas bilingual di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga meliputi peserta didik, guru, kurikulum, sarana prasarana, pembiayaan serta buku teks.
Dari hasil penelitian masukan (input) tentang peserta didik di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga menunjukkan bahwa peserta didik mengikuti kelas
bilingual mulai dari kelas satu sampai dengan kelas enam. Siswa yang diterima di kelas satu memiliki usia rata-rata enam sampai tujuh tahun. Sistem penerimaan peserta didik baru tidak melalui proses penyeleksian sehingga kemampuan peserta didik sangat beragam termasuk kemampuan dalam Bahasa Inggris. Namun, kemampuan peserta didik yang beragam tidak menjadi hambatan dalam mengikuti pembelajaran di kelas
65
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ninawati (2012) menyebutkan bahwa mempelajari bahasa asing selama usia anak-anak memiliki keuntungan istimewa. Hal tersebut dikarenakan manusia memiliki kapasitas istimewa untuk menguasai bahasa pada masa kanak-kanak tanpa melihat apakah bahasa tersebut bahasa ibu atau bahasa yang lainnya. Belajar bahasa pada anak-anak lebih efektif karena faktor neurologis sehingga mempelajari Bahasa Inggris pada usia di sekolah dasar merupakan hal yang tepat.
Sejalan dengan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa peserta didik di SD Kristen 3 Eben Salatiga dapat mengikuti pembelajaran di kelas
bilingual dengan baik meskipun tidak dilakukan seleksi di awal penerimaan peserta didik. Pembelajaran di kelas
bilingual tepat diberikan pada anak di usia sekolah dasar karena mereka lebih mudah menerima dan mempelajari bahasa dan hal tersebut dipengaruhi oleh faktor neurologis.
Selain siswa, guru juga memiliki peranan yang penting terhadap pelaksanaan program kelas bilingual
karena guru merupakan sumber pengetahuan, penyedia bahan pembelajaran dan pendidik. Astika (2009) mengatakan bahwa seorang guru kelas bilingual
harus mempunyai dua macam pengetahuan
66
ilmu yang diajarkan. Yang perlu dikembangkan adalah pengetahuan tentang tata bahasa dan ketrampilan menggunakan Bahasa Inggris.
Guru kelas bilingual yang ada di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga dipilih berdasarkan proses seleksi yang dilakukan oleh kepala sekolah. Guru harus berlatar belakang pendidikan sesuai dengan bidang studi dan memiliki kemampuan komunikasi Bahasa Inggris yang baik. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan kepala sekolah menunjukkan bahwa mereka mampu menyampaikan istilah-istilah
teknis dalam mata pelajaran dan mampu
menyampaikannya menggunakan Bahasa Inggris. Hal ini dipengaruhi oleh keinginan guru untuk mempelajari Bahasa Inggris yang besar, proses seleksi oleh kepala sekolah serta adanya pelatihan yang diadakan oleh pihak sekolah.
67
Dari sudut pandang yang berbeda, selain guru yang menjadi sumber masukan dari program kelas
bilingual, kurikulum yang digunakan juga menjadi sumber input yang penting. Kurikulum yang digunakan di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga adalah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Dasar). Kurikulum KTSP memungkinkan masing-masing satuan pendidikan untuk menyusun dan membuat bentuk kurikulum sesuai dengan kondisi pendidikan di unit tersebut. Penyusunan materi juga disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Astika (2009) yang mengungkapkan bahwa untuk dapat melaksanakan konsep kelas bilingual salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah substansi pelajaran harus cocok dengan tingkat perkembangan kognitif dan kemampuan Bahasa Inggris siswa. Dari hasil wawancara dari kepala sekolah dan guru diperoleh data bahwa materi yang diberikan oleh peserta didik sudah disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa dan mengacu pada kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah.
68
selama satu tahun, beberapa orang tua memberi masukan bagaimana jika buku ajar tersebut ditulis dalam dua bahasa yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia sehingga mudah dipahami. Berawal dari masukan orang tua, sekolah kemudian bekerja sama dengan salah satu penerbit untuk menyediakan buku ajar sains dan matematika dalam dua bahasa.
Dalam pelaksanaan program kelas bilingual,
pembiayaan sangat diperlukan untuk menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan program tersebut. Sumber dana yang diperoleh sekolah untuk pembiayaan program kelas bilingual berasal dari dana BOS, yayasan dan partisipasi dari orang tua peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pembiayaan untuk program kelas bilingual di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga dapat terpenuhi karena adanya dukungan dana dari yayasan serta orang tua.
Pembiayaan yang mencukupi juga didukung dengan sarana prasarana yang dimiliki oleh SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugianto (2014), disebutkan bahwa sarana prasarana merupakan faktor pendukung pembelajaran yang efektif dalam penerapan kelas
69
Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah sudah dioptimalkan oleh guru dalam proses belajar mengajar bilingual. Sarana prasarana tersebut cukup memadai dan dalam keadaan yang baik sehingga dapat mendukung guru dalam melaksanakan pembelajaran lebih efektif. Namun, dari hasil wawancara dari kepala sekolah diperoleh keterangan bahwa perlu adanya perbaikan alat-alat headset di laboratorium bahasa. Meskipun menurut pendapat guru kerusakan tersebut tidak sampai mengganggu proses belajar mengajar namun kepala sekolah berpendapat bahwa perbaikan tersebut perlu dilakukan untuk menunjang proses belajar mengajar.
4.2.3 Proses (Process)
Evaluasi proses digunakan dalam program sebagai data untuk mengimplementasikan keputusan yang dirancang dalam proses (pelaksanaan). Menurut Arikunto dan Jabar (2014:47), menyatakan bahwa evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana.. Dalam aspek proses akan dibahas rencana dan proses pelaksanaan kelas bilingual
meliputi persiapan guru, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian hasil belajar.
Persiapan yang dilakukan oleh guru di kelas
70
Bahasa Inggris memerlukan pertemuan dan diskusi secara teratur untuk merencanakan persiapan mengajar antara lain menyangkut: 1) apa yang akan diajarkan; 2) materi atau sumber belajar yang akan dipakai; 3) peran dan tanggung jawab masing-masing guru; 4) bagaimana mengevaluasi belajar peserta didik; 5) bagaimana cara membantu peserta didik yang lemah dan perlu bantuan.
Persiapan di kelas bilingual dilakukan oleh guru dalam team teaching yang terdiri dari dua guru untuk masing-masing tingkatan kelas dan dipilih oleh kepala
sekolah dengan mempertimbangkan kemampuan
Bahasa Inggris dan penguasaan konsep dari materi yang diajarkan. Guru yang tergabung dalam team teaching memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama.
71
pembelajaran dan masalah yang ditemui dalam pelaksanaan pembelajaran.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persiapan yang dilakukan oleh team teaching di kelas
bilingual telah dilakukan dengan baik. Team teaching
sudah melakukan pertemuan secara rutin di setiap awal tahun pelajaran baru untuk menentukan rencana pembelajaran, topik bahasan, cara mengevaluasi siswa dan memberikan jam tambahan untuk membantu peserta didik yang masih lemah dalam memahami materi yang diajarkan.
Persiapan yang dilakukan dengan baik akan menjadi faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran yang baik pula. Dalam penelitiannya, Harits (2010)
mengungungkapkan bahwa pembelajaran
meng-gunakan Bahasa Inggris di kelas bilingual untuk anak usia dini harus menyenangkan. Anak-anak usia dini, khususnya yang berusia sampai sembilan atau sepuluh tahun memiliki karakter yang khusus. Mereka biasanya memiliki semangat yang luar biasa dalam mengenal hal-hal baru dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Dalam pembelajaran di kelas bilingual, mereka mampu memahami makna kata, meskipun mereka tidak mengerti terjemahannya. Di sisi lain, anak-anak mudah merasa bosan sehingga guru diharapkan
mampu menggunakan berbagai macam metode
pembelajaran bilingual.
72
syarat penting untuk terjadinya pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru diharapkan dapat memberikan banyak kesempatan bagi peserta didik untuk bertukar pendapat, bertukar pikiran antar peserta didik maupun dengan guru. Apabila tersebut dapat dilakukan menggunakan berbagai metode pembelajaran yang menyenangkan dan mendorong siswa untuk aktif.
Pelaksanaan pembelajaran yang dirancang dalam
team teaching di SD Kristen 3 Eben Haezer Salatiga sudah menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi. Metode pembelajaran yang diterapkan di kelas bilingual berorientasi pada pembelajaran siswa aktif (active learning), pembelajaran yang menyenangkan (fun learning) dan mendorong siswa untuk dapat menyelesaikan masalah (problem solving). Hal tersebut nampak dalam obeservasi yang dilakukam penulis ketika mengikuti pembelajaran yang dilakukan di kelas bilingual. Guru menggunakan permainan dalam metode pembelajaran fun learning untuk membuat peserta didik tertarik dengan pelajaran yang disampaikan dan memberikan reward kepada peserta didik yang mendapatkan poin terbanyak. Peserta didik nampak antusias dan aktif selama permainan berlangsung. Metode lain yang digunakan adalah
73
Mencermati uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas
bilingual, guru sudah menggunakan metode yang bervariasi sehingga membuat peserta didik merasa senang dengan materi yang disampaikan. Metode yang digunakan oleh guru juga mendorong peserta didik untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Setelah pelaksanaan pembelajaran berikutnya yaitu penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar sesuai dengan Permendiknas nomor 41 tahun 2007 dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, terprogram dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk lisan atau tertulisl, pengamatan, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek atau produk. Penilaian ulangan harian dilaksanakan pada waktu tertentu sedangkan ulangan tengah semester dan akhir semester dilakukan secara serempak.
74
juga tugas yang harus dipersiapkan di rumah. Tugas dan soal-soal yang diberikan ditulis dalam Bahasa Inggris agar dapat mengevaluasi kemampuan dan pemahaman peserta didik mengenai materi bilingual
yang diajarkan.
4.2.4 Hasil (Product)
Evaluasi hasil merupakan evaluasi yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi hasil merupakan tahap akhir dan berfungsi untuk membantu pe-nanggungjawab program dalam mengambil keputusan. Menurut Sudjana (2008:56), evaluasi program me-ngukur dan menginterpretasi pencapaian program selama pelaksanaan program. Dalam penelitian yang dilakukan hasil dari program kelas bilingual mencakup ketercapaian standar kompetensi, sikap peserta didik dan prestasi yang diraih oleh peserta didik.
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh guru dan kepala sekolah diperoleh data bahwa ketercapaian peserta didik dalam memenuhi standar kompetensi di kelas bilingual tergolong baik. Berdasarkan wawancara dengan guru diketahui bahwa hampir 80% dari peserta didik sudah mampu mencapai standar kompetensi yang ada lewat KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan oleh sekolah.
75
peserta didik di kelas bilingual memiliki pengetahuan sains dan matematika dalam Bahasa Inggris dan mereka mampu berpikir kritis serta kemampuan Bahasa Inggris mereka lebih baik dibandingkan peserta didik dari sekolah dasar yang lain.
Hasil yang ditemukan dilapangan sejalan dengan Santrock (2011:220) yang menyatakan bahwa bilingualisme mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan kognitif anak-anak. Walaupun menuai banyak kontraversi tapi pembelajaran bilingual
sangat bermanfaat bagi perkembangn dan struktur bahasa anak dan usia sekolah dasar merupakan usia yang sangat cocok untuk memulai pembelajaran dengan dua bahasa. Anak-anak yang lancar dalam dua bahasa, mendapatkan nilai yang lebih baik diban-dingkan dengan rekan-rekan mereka yang ber-bicara dalam satu bahasa.