• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Bentuk Sediaan Sachet Natade Coco Yang Mengandung Piroksikam Di Uji Secara Invitro Dan Uji Pencegah Ulser

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Formulasi Bentuk Sediaan Sachet Natade Coco Yang Mengandung Piroksikam Di Uji Secara Invitro Dan Uji Pencegah Ulser"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI BENTUK SEDIAAN SACHET NATADE COCO

YANG MENGANDUNG PIROKSIKAM DI UJI

SECARA INVITRODAN UJI PENCEGAH ULSER

TESIS

OLEH :

GABENA INDRAYANI DALIMUNTHE

057014005

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

FORMULASI BENTUK SEDIAAN SACHET NATADE COCO

YANG MENGANDUNG PIROKSIKAM DI UJI

SECARA INVITRO DAN UJI PENCEGAH ULSER

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister Farmasi Pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH :

GABENA INDRAYANI DALIMUNTHE

057014005

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

Judul Tesis : FORMULASI BENTUK SEDIAAN SACHETNATA

DE COCO YANG MENGANDUNG PIROKSIKAM

DI UJI SECARA INVITRO DAN UJI PENCEGAH ULSER

Nama Mahasiswa : GABENA INDRAYANI DALIMUNTHE

NIM : 057014005

Program Studi : ILMU FARMASI

Menyetujui Komisi Pembimbng

( Dr. Karsono, Apt. ) NIP.195409091982011001

Ketua

(Prof. Dr .M.T.Simanjuntak, M.Sc., Apt.) (Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.) NIP.195212041980021001 NIP.195301011983031004

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.) (Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra,Apt.) NIP.195301011983031004 NIP 195311281983031002

(4)

Telah di Uji pada

Tanggal : 18 Maret 2010

Panitia Penguji Tesis

Ketua Komisi Penguji : Dr. Karsono, Apt.

Anggota Komisi Penguji : Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, M.Sc., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

(5)

ABSTRACT

The research of formulation dosage form of nata de coco sachet

containing a piroxicam testing by in vitro and testing ulser prevention was carried out. Dosage form of nata de coco sachet was made from nata de coco with size 11 x 11 cm, which containing piroxicam 20 mg. The dosage form of nata de coco sachet was made in three forms sachet, i.e : 1. without pore, 2. one pore, 3. two pores.

The result of dissolution test in medium pH 1.2 and in the medium pH 7.4 by using ANOVA test showed that the rate of dissolution was significantly different

(P<0.05) from powder sachet nata de coco without pore, one pore and two pores. Since the ANOVA test result was significantly different so that the test followed by LSD test. The LSD test result showed that the rate of dissolution in the medium of pH 1.2 there was significantly different between the dosage form of powder piroxicam and nata de coco sachet without pore and one pore, where as

nata de coco sachet without pore and one pore was not significantly different. However the rate of dissolution in the medium pH 7.4 was significantly different from all the dosage form had tested. Testing of prevention ulser test using rabbit as experimental animal was carried out. The result of observation from rabbit’s gastric showed that the dosage form of nata de coco sachet without pore or nata de coco sachet one pore and two pores were no effect on gastric irritation rabbit.

(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang formulasi bentuk sediaan sachet nata

de coco yang mengandung piroksikam di uji secara invitro dan uji pencegah

ulser. Bentuk sediaan sachet nata de coco dibuat dari membran nata de coco

berukuran 11x 11cm, yang mengandung 20 mg piroksikam. Sediaan sachet nata de coco tersebut dibuat dalam tiga bentuk sachet yaitu : 1. tanpa pori, 2. berpori satu,dan 3. berpori dua.

Hasil uji disolusi dalam medium pH 1,2 dan medium pH 7,4 menggunakan uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecepatan pelepasan yang signifikan (P< 0,05) baik pada medium pH 1,2 maupun medium pH 7,4, dari sediaan serbuk sachetnata de coco tanpa pori, berpori satu maupun berpori dua.

Berhubung dari hasil uji ANOVA terdapat perbedaan yang signifikan, maka uji dilanjutkan dengan uji LSD. Hasilnya menunjukkan bahwa pada medium pH 1,2, terdapat perbedaan kecepatan pelepasan yang signifikan antara bentuk sediaan serbuk piroksikam dengan sachet nata de coco tanpa pori dan nata de coco berpori satu. Sedangkan pada sachet nata de coco tanpa pori dan berpori satu tidak berbeda secara signifikan. Pada uji LSD pada medium pH 7,4 terdapat perbedaan yang signifikan dari semua sediaan yang diuji ((P<0,05)

Pengujian terhadap uji pencegah ulser dilakukan dengan menggunakan kelinci sebagai hewan percobaan . Dari hasil pengamatan pada lambung kelinci didapatkan bahwa sediaan sachetnata de coco tanpa pori atau dengan sachet nata

de coco berpori satu,dan sachet nata de coco berpori dua ternyata tidak

memberikan efek iritasi terhadap lambung kelinci.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama puji dan syukur alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala Ridho dan Karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Selama dalam penyelesaian tesis ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Untuk ini penulis tidak lupa menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang tiada terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Karsono, Apt, yang telah banyak memberi saran, bimbingan dan dorongan dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, M.Sc., Apt dan Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt yang secara aktif berperan serta mengarahkan penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

3. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Magister Farmasi di Fakultas Farmasi USU.

(8)

5. Kepala laboratorium Penelitian Fakultas MIPA UMN-AW Jurusan Farmasi beserta staf, yang telah memberi fasilitas dan kesempatan bagi penulis dalam melaksanakan penelitian.

6. Ayahanda H.Abdul Wahab Dalimunthe, Ibunda Nurmahaya Siregar, terima kasih yang sedalam dalamnya atas doa yang tiada putus kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

7. Suamiku tercinta Zainuddin Harahap A. Md yang dengan penuh kesabaran dan ketulusan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini baik moral

maupun materiil, serta Putraku tersayang Muhammad Jundi Alfarizi Harahap yang menjadi semangat dan inspirasi bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

8. Kepada semua Kakak dan Abang tersayang, terima kasih yang tulus atas dorogan dan perhatian kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Semoga seluruh kebaikan yang telah diberikan ini menjadi amal ibadah dan mendapat limpahan rahmat dan hidayah yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Akhirnya penulis berharap walaupun tesis ini masih jauh dari sempurna, namun dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin ya Robbal Alamin.

Medan, Februari 2010

Penulis,

(9)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : GABENA INDRAYANI DALIMUNHTE

Tempat/Tanggal Lahir : Rantau Prapat/ 3 April 1975 Alamat : Jl.Garu II gang Nusa Indah Medan

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri 112138 R.Prapat : 1982 - 1988 2. SMP Negeri 3 R.Prapat : 1988 –1991 3. SMA Negeri I R.Prapat : 1991 -1994

4. Sarjana (S1) Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan (1994 – 2000)

5. Profesi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan (2000 – 2001)

6. AKTA Mengajar IV UNIMED : 2001 – 2002

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... iii

ABSTRAK ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

RIWAYAT HIDUP PENULIS... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ...xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Hipotesis Penelitian ... 5

1.5 Tujuan Penelitian ... 5

1.5.1 Tujuan Umum ... 5

1.5.2 Tujuan Khusus ... 5

1.6 Manfaat Penelitian... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Nata de coco... 7

2.2 Sediaan SachetNata De Coco ... 10

2.3 Uraian bahan ... 10

2.3.1 Piroksikam ... 10

2.4 Lambung ... 13

2.5 Usus halus ... 16

2.6 Tukak lambung ... 17

2.6.1 Defenisi Tukak Lambung... 17

2.6.2 Lokasi Tukak... 18

2.7 Kinetika Pelepasan Obat ... 18

(11)

BAB III. METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Desain Penelitian... 23

3.2 Tempat dan Waktu ... 23

3.3 Populasi Penelitian ... 23

3.4 Etika Penggunaan Hewan Percobaan... 24

3.5 Alat-Alat……… 24

3.6 Bahan-Bahan………...24

3.7 Pelaksanaan Penelitian………24

3.7.1 Persiapan Hewan Percobaan ... 24

3.7.2 Pembuatan Nata De Coco... 25

3.7.3 Pembuatan Sediaan Sachet Nata De Coco ………... 25

3.8 Prosedur Pembuatan Larutan ... 26

3.8.1 Pembuatan Larutan NaOH 0,2 N ... 26

3.8.2 Pembuatan Medium Cairan Lambung Buatan pH 1,2... 26

3.8.3 Pembuatan Medium Cairan Usus Buatan pH 7,4 ... 26

3.9 Pembuatan Kurva Serapan dan kurva kalibrasi pH 1,2 ... 27

3.9.1 Pembuatan Larutan Induk Baku pH 1,2... 27

3.9.2 Pembuatan Kurva Serapan Piroksikam pH 1,2 ... 27

3.9.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Piroksikam pH 1,2 ... 27

3.10 Pembuatan Kurva Serapan dan kurva kalibrasi pH 7,4 27... 27

3.10.1 Pembuatan Larutan Induk Baku pH 7,4... 27

3.10.2 Pembuatan Kurva Serapan Piroksikam pH 7,4 ... 28

3.10.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Piroksikam pH 7,4 ... 28

3.1.1 Uji Terhadap Bentuk Sediaan ... 28

3.11.1 Uji Disolusi ... 28

3.11.1.1 Parameter Uji Disolusi ... 28

3.11.1.2 Prosedur Uji Disolusi Bentuk Sediaan Sachet... 29

3.12 Prosedur Uji Pencegah Ulser Terhadap Hewan Percobaan ... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Pembuatan Sachet Nata De Coco ... 30

(12)

4.3 Pengaruh Pori Terhadap Pelepasan Piroksikam Dari Sachet

Nata De Coco Dalam Medium pH 7,4... 34

4.4 Kinetika Pelepasan Obat ... 35

4.4.1 Kinetika Pelepasan Obat DalamMedium pH 1,2 ... 36

4.4.2 Kinetika Pelepasan Obat DalamMedium pH 7,4 ... 39

4.5 Pengamatan Efek Iritasi Pada Lambung Kelinci ... 42

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1 Kesimpulan ... 50

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA... 51

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN

1. Kurva absorpsi maksimum piroksikam dalam medium pH 1,2

dan pH 7,4... 54

2. Kurva kalibrasi piroksikam dalam medium pH 1,2 dan pH 7,4...56

3. Data disolusi piroksikam dalam sachet nata de coco tanpa pori (pH 1,2)...58

4. Data disolusi piroksikam dalam sachet nata de coco berpori 1 (pH 1,2)... 63

5. Data disolusi serbuk piroksikam (pH 1,2)... 66

6. Data disolusi piroksikam dalam sachet nata de coco tanpa pori (pH 7,4)...69

7. Data disolusi piroksikam dalam sachet nata de coco berpori 1 (pH 7,4)...72

8. Data disolusi piroksikam dalam sachet nata de coco berpori 2 (pH 7,4)...75

9. Data disolusi serbuk piroksikam (pH 7,4)...78

10. Hasil Analisis Variansi secara SPSS uji disolusi pH 1,2 ... ..81

11. Hasil Analisis Variansi secara SPSS uji disolusi pH 1,2 ...82

12. Hasil Analisis Variansi secara SPSS uji disolusi pH 1,2 (post hoc test) ... ..83

13. Hasil Analisis Variansi secara SPSS uji disolusi pH 7,4 ... ..87

14. Hasil Analisis Variansi secara SPSS uji disolusi pH 7,4 ... ..88

15. Hasil Analisis Variansi secara uji disolusi pH 7,4 (post hoc test) ... ..89

(14)

DAFTAR GAMBAR 4. Grafik uji disolusi serbuk piroksikam, sachet nata tanpa pori dan

sachet nata de coco berpori 1 dalam médium pH 1,2...33 5. Grafik uji disolusi serbuk piroksikam, sachet tanpa pori,

sachet nata de coco berpori 1, sachet nata de coco berpori 2

dalam médium pH 7,4...34 6. Grafik hubungan % kumulatif piroksikam terhadap waktu dalam

medium lambung buatan pH 1,2...36 7. Grafik hubungan logaritma konsentrasi piroksikam terhadap waktu dalam medium lambung buatan pH 1,2...37 8. Grafik hubungan % kumulatif piroksikam terhadap Akar waktu dalam

medium lambung buatan pH 1,2...37 9. Grafik hubungan % kumulatif piroksikam terhadap waktu dalam

medium lambung buatan pH 7,4...40 10. Grafik hubungan logaritma konsentrasi piroksikam terhadap waktu dalam medium lambung buatan pH 7,4...40 11. Grafik hubungan % kumulatif piroksikam terhadap Akar waktu dalam

medium lambung buatan pH 7,4...41 12. Organ lambung kelinci dengan pemberian piroksikam dalam sediaan

kapsul, sachet nata de coco tanpa pori, sachet nata de coco berpori 1

dan sachet nata de coco berpori 2 selama 7 hari...44 13. Organ lambung kelinci dengan pemberian piroksikam dalam sediaan

kapsul, sachet nata de coco tanpa pori, sachet nata de coco berpori 1

dan sachet nata de coco berpori 2 selama 14 hari...45 14. Organ lambung kelinci dengan pemberian piroksikam dalam sediaan

kapsul, sachet nata de coco tanpa pori, sachet nata de coco berpori 1

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL

1. Hubungan % kumulatif piroksikam yang terlepas terhadap waktu

dari sediaan sachet nata de coco dalam medium pH 1,2 ... 38 2. Hubungan logaritma konsentrasi piroksikam yang terlepas terhadap

waktu dari sediaan sachet nata de coco dalam medium pH 1,2 ...38 3. Hubungan % kumulatif piroksikam yang terlepas terhadap Akar waktu

dari sediaan sachet nata de coco dalam medium pH 1,2...38 4. Hubungan % kumulatif piroksikam yang terlepas terhadap waktu

dari sediaan sachet nata de coco dalam medium pH 7,4...41 5. Hubungan logaritma konsentrasi piroksikam yang terlepas terhadap

waktu dari sediaan sachet nata de coco dalam medium pH 7,4...42 6. Hubungan % kumulatif piroksikam yang terlepas terhadap

Akar waktu dari sediaan sachet nata de coco dalam medium pH 7,4...42 7. Rancangan Pengamatan Efek Iritasi Pada Lambung Kelinci……… 43 8. Pengamatan efek iritasi pada lambung kelinci dengan pemberian

(16)

ABSTRACT

The research of formulation dosage form of nata de coco sachet

containing a piroxicam testing by in vitro and testing ulser prevention was carried out. Dosage form of nata de coco sachet was made from nata de coco with size 11 x 11 cm, which containing piroxicam 20 mg. The dosage form of nata de coco sachet was made in three forms sachet, i.e : 1. without pore, 2. one pore, 3. two pores.

The result of dissolution test in medium pH 1.2 and in the medium pH 7.4 by using ANOVA test showed that the rate of dissolution was significantly different

(P<0.05) from powder sachet nata de coco without pore, one pore and two pores. Since the ANOVA test result was significantly different so that the test followed by LSD test. The LSD test result showed that the rate of dissolution in the medium of pH 1.2 there was significantly different between the dosage form of powder piroxicam and nata de coco sachet without pore and one pore, where as

nata de coco sachet without pore and one pore was not significantly different. However the rate of dissolution in the medium pH 7.4 was significantly different from all the dosage form had tested. Testing of prevention ulser test using rabbit as experimental animal was carried out. The result of observation from rabbit’s gastric showed that the dosage form of nata de coco sachet without pore or nata de coco sachet one pore and two pores were no effect on gastric irritation rabbit.

(17)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang formulasi bentuk sediaan sachet nata

de coco yang mengandung piroksikam di uji secara invitro dan uji pencegah

ulser. Bentuk sediaan sachet nata de coco dibuat dari membran nata de coco

berukuran 11x 11cm, yang mengandung 20 mg piroksikam. Sediaan sachet nata de coco tersebut dibuat dalam tiga bentuk sachet yaitu : 1. tanpa pori, 2. berpori satu,dan 3. berpori dua.

Hasil uji disolusi dalam medium pH 1,2 dan medium pH 7,4 menggunakan uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecepatan pelepasan yang signifikan (P< 0,05) baik pada medium pH 1,2 maupun medium pH 7,4, dari sediaan serbuk sachetnata de coco tanpa pori, berpori satu maupun berpori dua.

Berhubung dari hasil uji ANOVA terdapat perbedaan yang signifikan, maka uji dilanjutkan dengan uji LSD. Hasilnya menunjukkan bahwa pada medium pH 1,2, terdapat perbedaan kecepatan pelepasan yang signifikan antara bentuk sediaan serbuk piroksikam dengan sachet nata de coco tanpa pori dan nata de coco berpori satu. Sedangkan pada sachet nata de coco tanpa pori dan berpori satu tidak berbeda secara signifikan. Pada uji LSD pada medium pH 7,4 terdapat perbedaan yang signifikan dari semua sediaan yang diuji ((P<0,05)

Pengujian terhadap uji pencegah ulser dilakukan dengan menggunakan kelinci sebagai hewan percobaan . Dari hasil pengamatan pada lambung kelinci didapatkan bahwa sediaan sachetnata de coco tanpa pori atau dengan sachet nata

de coco berpori satu,dan sachet nata de coco berpori dua ternyata tidak

memberikan efek iritasi terhadap lambung kelinci.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam perkembangannya, pembuatan nata de coco, telah menyebar ke berbagai negara penghasil kelapa, termasuk Indonesia. Nata de coco merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan mikroba Acetobacter xylinum. Air kelapa merupakan limbah cair produksi kopra, minyak kelapa, dodol dan industri pangan lainnya yang menggunakan buah kelapa. Disamping itu nata de coco juga dapat dibuat dari pemanfaatan limbah air kelapa, ini sering disebut dengan istilah

re-use, dan ramah lingkungan. Kandungan utama nata de coco adalah selulosa.

Gula yang terdapat pada air kelapa diubah menjadi asam asetat dan benang-benang selulosa oleh Acetobacter xylinum, lama kelamaan akan terbentuk suatu masa yang kokoh dan mencapai ketebalan beberapa sentimeter (Anonim, 2004).

Nata ternyata dapat pula dibuat dari berbagai cairan buah seperti tomat (nata de tomato), nenas (nata de pina), pepaya (nata de papaya) dan buah-buah yang lain yang mempunyai kandungan gula yang cukup tinggi. Produk nata

diperkirakan mempunyai prospek yang cerah dimasa yang akan datang,sebagai upaya pengembangan perlu dicari alternatif bahan baku substrat nata,salah satu alternatifnya cairan buah semu jambu mete /cashew nut (Ratna, 2003).

Nata de coco yang dihasilkan oleh spesies Acetobacter xylinum

(19)

Acetobacter xylinum dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain tingkat keasaman medium (pH), oksigen, suhu fermentasi dan nutrisi (Anonim, 2001).

Nata de coco telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan. Salah satunya

sebagai bahan makanan (Lapuz,1967). Pada awal tahun 1980 perusahaan Jhonson & Jhonson pertama kali menggunakan selulosa ini (nata de coco) untuk perawatan luka karena kemampuan absorbsinya. Absorbtivitas yang tinggi ini memungkinkan penggunaan selulosa mikroba sebagai perawat luka dan pembawa obat (Anonim, 2002).

Menurut Muchtadi (1997), nata memberikan andil dalam proses fisiologi tubuh secara normal karena mengandung serat kasar yang relatif tinggi. Serat kasar adalah komponen bahan makanan yang tak dapat dicerna, namun berperan untuk mengikat komponen bahan lainnya seperti lemak, protein dan gula sehingga membentuk senyawa kompleks yang menyebabkan senyawa tersebut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan. Dengan demikian nata menurut Muchtadi (1997) dapat memperpendek transit feces dalam usus besar sehingga dapat mencegah terjadinya kanker usus. Disamping itu nata dapat mencegah penyakit kegemukan (obesitas).

Berdasarkan sifat – sifat inilah, maka perlu dilakukan penelitian terhadap

nata de coco untuk pengembangan sediaan baru yaitu bentuk sachet. Pemberian

(20)

Istilah sachet disini adalah digunakan sebagai pembawa obat sekaligus pembungkus yang bisa digunakan/dikonsumsi. Selain sachet, peneliti juga menggunakan istilah ”pori ” untuk lubang yang diberi pada sachet nata de coco.

(21)

1.2 Kerangka pikir

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka rumusan masalah penelitian adalah :

a. apakah sediaan sachet nata de coco dapat dijadikan sebagai bentuk sediaan baru yang aman dikonsumsi konsumen ?

b. apakah perbedaan pori pada sediaan sachet nata de coco mempengaruhi disolusi/pelepasan obat ?

c. apakah perbedaan waktu pemberian sediaan sachet nata de coco

mempengaruhi iritasi lambung kelinci ?

d. apakah sediaan sachetnata de coco dapat mencegah iritasi lambung ?

sachet nata de coco

sachet nata de coco + piroxicam

- pori 1 - pori 2 - pH 1.2 - pH 7.4

Disolusi dan pelepasan pada cairan lambung buatan dan cairan usus buatan.

Iritasi pada lambung kelinci secara makroskopis

nata de coco

pengeringan

(22)

1.4 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian adalah : a. Nata de coco dapat dijadikan sediaan obat baru berbentuk sachet.

b. Terdapat perbedaan waktu pelepasan obat dengan adanya perbedaan jumlah pori pada sedian sachet nata de coco.

c. Perbedaan waktu pemberian sediaan sachet dapat mempengaruhi iritasi terhadap lambung kelinci.

d. Sediaan sachet nata de coco dapat mencegah iritasi lambung kelinci.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini terbagi dalam 2 aspek :

1.5.1.Tujuan Umum

a. Menemukan bentuk alternatif sebagai pembawa obat yang dapat diterima dan aman dikonsumsi konsumen.

b. Memanfaatkan limbah air kelapa sehingga salah satu upaya mengurangi pencemaran lingkungan.

1.5.2.Tujuan khusus

a. Membuat sediaan sachetdari nata de coco yang aman untuk digunakan. b. Menguji kecepatan pelepasan obat dari sediaan sachet nata de coco. c. Menguji lama waktu pemberian sediaan sachet nata de coco terhadap

(23)

1.6 Manfaat Penelitian

a. Bila terbukti sediaan sachet nata de coco dapat bekerja lebih efektif dalam mencegah iritasi dan bertindak sebagai pencegah ulser, maka sediaan

sachetnata de coco dapat dipertimbangkan penggunaannya pada pasien

yang menderitapenyakit ulser.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Nata de coco

Nata de coco berasal dari Filipina. Hal ini bisa dipahami karena Filipina merupakan salah satu negara penghasil kelapa yang cukup besar di dunia. Filipina termasuk negara yang paling banyak mendapatkan devisanya dari produk kelapa. Sekitar dekade 60-an penduduk asli Filipina penduduk asli Filipina yang bernama Nata mulai memikirkan “nasib” jutaan ton air kelapa yang terbuang percuma dari pabrik penghasil kopra di kampung halamannya. Peluang ini digunakan untuk membuat suatu produk yang bermanfaat dan tercipta makanan segar bernama nata

de coco. Kata coco berasal dari Cocos nucifera, nama latin dari kelapa.

Sementara, di Indonesia pemanfaatan air kelapa belum maksimal, banyak yang terbuang percuma. Namun akhir-akhir ini sudah ada upaya untuk mengelola air kelapa menjadi nata de coco dan juga untuk berbagai produk seperti minuman ringan, jelli, aggur, cuka, etil asetat dan lain – lain (Warisno, 2004).

Sementara itu Nata juga dapat diartikan dari bahasa Spanyol yang berarti krim (cream). Jadi, nata de coco adalah krim yang berasal dari air kelapa. Krim ini dibentuk oleh mikroorganisme Acetobacter xylinum melalui proses fermentasi. Mikroorganisme ini membentuk gel pada permukaan larutan yang mengandung gula. Bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh dan berkembang membentuk

nata de coco karena adanya kandungan air sebanyak 91,23 %, protein 0,29 %,

(25)

0,02 ug, riboflavin 0,01 ug dan asam folat 0,003 ug per ml. Nutrisi - nutrisi tersebut merangsang pertumbuhan Acetobacter xylinum untuk membentuk nata de coco (Palungkung, 1992).

Menurut Astrawan, M (2004), pembentukan nata de coco terjadi karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula atau gula dalam air kelapa oleh sel –

sel Acetobacter xylinum. Kemudian glukosa tersebut digabungkan dengan asam

lemak membentuk prekursor (penciri nata) pada membran sel. Prekursor ini selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel. Nata de coco

sebenarnya tidak mempunyai nilai gizi yang berarti bagi manusia, oleh sebab itu produk ini dapat dipakai sebagai sumber makanan rendah energi untuk keperluan

diet. Nata de coco juga menjadi lebih enak bila di campur dengan es krim, koktail buah atau sirup.

Bakteri Acetobacter xylinum akan membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon (C) dan nitrogen (N) melalui suatu proses yang dikontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun (mempolimerisasi) zat gula (dalam hal ini glukosa) menjadi ribuan rantai (homopolimer) serat atau selulosa. Dari jutaan jasad renik yang tumbuh dalam air kelapa tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan yang disebut dengan nata.

(26)

bermacam-macam sesuai dengan bahan yang digunakan, seperti nata de soya (dari sari kedelai), nata de mango (dari sari buah mangga), nata de pina (dari sari buah nenas), nata de coco (dari air kelapa) dan sebagainya (Ratna, 2003).

Nata sangat baik apabila diolah menjadi makanan atau minuman penyegar, karena nata mengandung serat pangan (dietary fiber) seperti halnya selulosa alami. Nata sangat berperan dalam proses pencernaan makanan yang terjadi dalam usus halus dan penyerapan air dalam usus besar, sehingga sangat bermanfaat dalam pencernaan makanan dan secara tidak langsung sangat baik bagi kesehatan (Pembayun, 2002).

Nata de coco atau selulose bakteri merupakan salah satu sumber alternatif bagi penyediaan selulosa dimana bahan ini lebih mudah dibuat, mudah diolah dan mudah diperoleh dengan biaya produksi yang lebih murah. Studi mendalam terhadap nata de coco untuk berbagai bidang aplikasi sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah bagi produk nata de coco dan tidak terbatas pada pemanfaatannya sebagai produk makanan.

Proses pembuatan nata de coco sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hal ini berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi Acetobakter

xylinum sebagai bakteri untuk proses fermentasi air kelapa. Pertumbuhan

Acetobakter xylinum tersebut dipengaruhi oleh oksigen, pH, suhu dan nutrisi.

(27)

2.2 Sediaan nata de coco

Berdasarkan hasil penelitian, sediaan nata de coco telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai produk. Peneliti asal Jepang telah memanfaatkan

nata de coco sebagai bahan baku untuk membuat membran sound system.

Hasilnya, loud spaker yang menggunakan membran sound system dari nata de coco memiliki suara yang lebih bersih (Tarwiyah, dkk.2001), Peneliti lain, Bambang Pilu (2003), meneliti tentang kajian sifat fisik film tipis nata de coco

sebagai membran ultrafiltrasi. Kini, penelitian nata de coco diarahkan pada penelitian sediaan obat.

2.3 Uraian Bahan

Piroksikam

(4-hidroksi-2-metil-N-2-piridil-2H-1,2-benzotiazin-3-karboksamida 1,1-dioksida)

Rumus molekul : C15H13N3O4S Rumus bangun :

Piroksikam mengandung tidak kurang dari 97.0% dan tidak lebih dari 103.0% C15H13N3O4S.

(28)

Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, dalam asam-asam encer dan sebagian besar pelarut organik, sukar larut dalam etanol dan dalam larutan alkali mengandung air.

Dosis : oral, rectal dan i.m 1 dd 20 mg, dysmenorrea primer. Pada serangan encok, permulaan 40 mg lalu 2 dd 20 mg selama 4-6 hari.

Piroksikam adalah obat anti inflamasi baru yang secara kimia berbeda dengan derivat asam karboksilat seperti aspirin, ibuprofen, fenoprofen, indometasin dan tolmetin. Nama kimianya adalah 4-hidroksi-2-metil-N-(2-piridil)-2H-1,2 benzoatiasin 1,1-dioksid, merupakan hasil proses enolisasi penggantian 4 hidroksi.

FARMAKODINAMIKA

Dalam percobaan awal di laboratorium piroksikam ternyata punya khasiat anti radang yang sangat kuat. Pada marmut, daya hambat eritema (kemerahan) 200x lebih kuat daripada aspirin (Aktivitas antipiretiknya praktis sama dengan aspirin. Seperti obat AINS yang lain, piroksikam juga mempunyai aktivitas analgesik. Pada mencit efek analgesiknya 11x lebih poten daripada naproksen dan 64x lebih kuat dari aspirin. Piroksikam tidak mempengaruhi sistem kardiovaskular. Pemberian intravena pada dosis kumulatif sampai 15 mg/kgBB tidak memberikan pengaruh yang berarti pada tekanan darah dan frekwensi jantung ataupun modifikasi respon presor terhadap katekolamin eksogen dan endogen. Pada pemberian peritoneal pada mencit, hanya terlihat tanda-tanda depresi ringan pada susunan saraf pusat.

FARMAKOKINETIKA

(29)

hari. Dengan dosis tunggal ini, dapat dicapai kadar terapeutik obat selama 24 jam. Pada percobaan klinis dengan pemberian piroksikam pada 15 orang penderita rematoid artritis dengan dosis hingga 10mg, 20mg atau 30mg per hari selama 14 hari, terlihat perbaikan klinis pada penderita.

Kadar plasma menetap (steady state) piroksikam dicapai dalam waktu 7 hari atau kurang, pada pemberian dosis tunggal antara 10 dan 30 mg. Maka setelah 1 minggu, dapat ditentukan apakah dosis perlu ditambah atau tidak.

Berbeda dengan obat AINS lain, pemberian piroksikam bersamaan dengan aspirin tidak mempengaruhi kadar piroksikam dalam darah. Sedangkan kombinasi lainnya dengan aspirin akan mengurangi kadar obat AINS tersebut dalam Plasma. Mungkin ini disebabkan karena obat golongan asam aromatik seperti indometasin, penoprofen, naproksen, ibuprofen dan tolmetin strukturnya mirip dengan aspirin, ini rupanya menyebabkan terjadinya interaksi kompetitif. Telah dibuktikan pula terjadinya interaksi farmakokinetika antara fenil butazon (suatu asam enolat) dengan aspirin. Mengingat sifat piroksikam, masa paruh yang panjang, potensi yang tinggi dengan kadar plasma yang rendah (3-5 ug/ml) maka dapat diperkirakan, kurangnya interaksi farmakokinetika antara aspirin dan piroksikam mungkin disebabkan oleh rendahnya kadar piroksikam dalam darah tersebut, sehingga tidak terjadi kompetisi pada tempat ikatan. Kadar yang rendah ini menguntungkan dalam pemakaian klinik, asalkan ia aman.

KEAMANAN

(30)

sampai 1 mg/kgBB (10-40mg dosis tunggal). Pada penelitin klinik, gangguan saluran cerna dan ulkus adalah gambaran utama efek samping yang timbul pada terapi dengan obat AINS umumnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi efek samping tersebut antara lain formulasi obat dan besarnya dosis yang diberikan untuk mencapai efek anti inflamasi.

Sediaan bentuk tablet biasanya mempunyai kecepatan dispersi dan absorpsi lebih lambat daripada bubuk dalam kapsul. Oleh karena itu efek samping sediaan tablet biasanya lebih ringan daripada kapsul. Kadar obat yang dicapai dalam darah sama. Karena masa paruhnya panjang (± 45 jam) ia dapat diberikan sekali sehari. Dosis obat dapat dibagi menjadi 2,3 atau 4 kali sehari bila diperlukan. Piroksikam 20mg/hari relatif lebih aman terhadap saluran cerna daripada aspirin 3,8 g/hari.

CARA PENGGUNAAN.

Piroksikam bentuk kapsul yang biasanya digunakan 1 atau 2 kali sehari secara rutin. Dosis dewasa :

-Pemakaian tiap kali minum yaitu 20 mg atau 10 mg diminum 2 kali sehari. -Diminum setelah makan

-Diminum selama 8 – 12 minggu atau lebih

-Keselamatan dan efektivitas piroksikam belum tersedia untuk anak-anak -Jangan pernah mengkonsumsi piroksikam saat perut kosong.

2.4 Lambung

(31)

makanan dari kerongkongan . Fundus adalah bagian tengah, bentuknya membulat.

Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan usus 12 jari

(duodenum). Di dalam lambung, makanan dicerna secara kmiawi. Dinding

lambung tersusun dari tiga lapisan otot, yakni otot melingkar, memanjang dan menyerong. Kontraksi dan ketiga macam lapisan otot tersebut mengakibatkan

gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan

makanan di dalam lambung diaduk-aduk.

Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang menghasilkan getah lambung. Aroma, bentuk, warna dan selera terhadap makanan secara refleks akan menimbulkan sekresi getah lambung. Getah lambung mengandung asam lambung (HCI), pepsin, musin dan renin. Asam lambung berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan makanan. Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia, berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca²+ dari susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya renin usus yang berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam lambung dan usus tanpa sempat dicerna.

(32)

misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup. Makanan tersebut dicerna sehingga keasamanya menurun. Makanan yang bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif. Setelah 2 sampai 5 jam, lambung kosong kembali.

Gambar 2.4. Anatomi fisiologi lambung

Keterangan gambar 2.4 : 1) Esofagus

2) Kardia 3) Fundus 4) Selaput lendir 5) Otot lapisan 6) Lambung mukosa 7) Tubuh perut 8) Pilorik antrum 9) Pilorus

10) Usus dua belas jari (duodenum)

(33)

otot melingkar. Mukosa kelenjar yang tebal merupakan lapisan yang paling penting pada penyerapan obat. Dinding tersebut menyerupai “ sarang lebah “ karena adanya lipatan-lipatan. Mukosa lambung memiliki barier khusus untuk mencegah terjadinya kerusakan lambung.

Mukosa terdiri dari 4 ( empat ) jenis sel penghasil getah :

a. Sel utama ( chief cell ) yang mengeluarkan pepsin dan labferment.

b. Sel parietal (oxyntic), yang menghasilkan ion H+ dan CI- . Sel-sel tersebut lebih kecil dari sel utama dan tidak terdapat pada daerah pylorus.

c. Permukaan mukosa dilapisi sel-sel epitel dan menghasilkan mucus yang sangat kental.

d. ”Sel “ mukosa bening “ menghasilkan mucus yang larut.

Getah yang dikeluarkan oleh sel parietal ekivalen dengan HCl 0,5 N, tetapi selanjutnya diencerkan oleh getah lainnya sehingga pH cairan lambung akhirnya mendekati 1, tetapi karena adanya pengenceran biasanya pH dapat berada antara 1 dan 3. Dalam cairan lambung konsentrasi maksimum asam klorida adalah 145 mEq/l.

2.5 Usus Halus

(34)

Usus halus merupakan lanjutan dari lambung yang terdiri atas 3 bagian, yaitu duodenum yang terfiksasi, jejenum dan ileum yang bebas bergerak. Diameter usus halus antara 2 – 3 cm dan panjang antara 5 – 9 cm.

Usus halus terdiri dari 5 lapisan melingkar, berupa lapisan otot (musculus) dan lapisan lendir (mukosa ) lapisan yang paling dalam (lapisan mukosa) sangat berperan pada proses penyerapan obat. Duodenum dan bagian pertama jejenum mempunyai fungsi pencernaan, sedangkan bagian kedua jejenum dan mempunyai fungsi penyerapan.

Adanya perbedaan pH di dalam usus merupakan pertimbangan pemilihan pH media pelarutan untuk uji sediaan oral dengan aksi terkendali, diperlambat dan terutama untuk sediaan lepas lambat yang tidak tahan asam (Aiache, 1993).

2.6 Tukak Lambung

2.6.1 Defenisi Tukak Lambung

Tukak Lambung adalah luka berbentuk bulat atau oval yang terjadi karena lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum) telah termakan oleh asam lambung dan getah pencernaan. Pada Ulkus yang dangkal disebut erosi. Tukak lambung lesi lokal pada mukosa lambung yang timbul sebagai akibat pengaruh asam lambung dan pepsin. Oleh karena sekresi asam lambung yang berlebihan, sehingga didapat asam HCl bebas. Asam lambung ini dapat dijumpai dibagian bawah esophagus, lambung dan duodenum bagian atas (bulbus).

(35)

pada seseorang yang defresif. Pengeluaran getah lambung meningkat pada keadaan tukak lambung (Syukri, 2002).

2.6.2 Lokasi Tukak

Tukak lambung biasanya dijumpai pada daerah perbatasan korpus dengan antrum di daerah kurvutura minor, disebabkan kontak langsung dengan asam dan pepsin. Bentuk tukak bulat atau oval, pinggir tajam dan licin, dinding landai dan licin, dasar ulkus bersih. Dalamnya tukak menembus sampai sub mukosa atau lebih dalam lagi. Dan dalamnya tukak berkisar antara 1 mm sampai 1 cm ( Hadi, 1995).

Lokasi infeksi Helicobacter pylori di bagian bawah lambung dan mengakibatkan peradangan hebat, yang sering kali disertai dengan komplikasi pendarahan dan pembentukan lubang-lubang. Peradangan kronis pada bagian distal lambung meningkatkan produksi asam lambung dari bagian badan atas lambung yang tidak terinfeksi. Ini menambah perkembangan tukak lebih besar di usus duabelas jari.

2.7 Kinetika Pelepasan Obat

Pelepasan obat dari suatu sediaan lebih mudah diramalkan dengan mengetahui sistem pelepasan obat. Ada 3 macam sistem pelepasan obat yang umum yaitu pelepasan orde nol, orde satu dan orde Higuchi.

a. Kinetika Pelepasan Orde Nol

(36)

b. Kinetika Pelepasan Orde Satu

Kecepatan pelepasan pada sistem ini bergantung pada konsentrasi. Kecepatan pada waktu tertentu sebanding dengan konsentrasi obat yang tersisa dalam sediaan pada saat itu.

c. Kinetika Pelepasan Higuchi

Kinetika pelepasan ini diselidiki oleh T.Higuchi sehingga disebut juga pelepasan Higuchi. Laju pelepasan obat dari matriks yang tidak larut umumnya akan mengikuti sistem pelepasan Higuchi. Higuchi menegaskan laju pelepasan obat dari matriks yang tidak larut ini terutama dipengaruhi oleh porositas dan kerumitan (turtuositas) matriks. Porositas menggambarkan pori-pori atau saluran yang dapat dipenetrasi oleh cairan di sekitarnya sedangkan turtuositas memperhitungkan peningkatan panjang jalan difusi karena berkeloknya pori-pori. Turtuositas cenderung mengurangi jumlah obat yang terlepas pada interval waktu yang diberikan (Martin dkk, 1993).

2.8 Disolusi

Disolusi adalah proses dimana suatu zat padat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Dalam sistem biologik disolusi obat dalam media “aqueous” merupakan suatu bagian penting sebelum kondisi absorbsi sistemik. Laju disolusi obat-obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdesintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi sistemik obat (Shargel,1988).

Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi

(37)

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat

a.Kelarutan. Kelarutan obat merupakan faktor utama yang menentukan laju disolusinya.

b.Bentuk kristal atau amorf. Pada umumnya bentuk amorf lebih mudah larut dari pada bentuk kristal.

c.Ukuran partikel. Pengurangan ukuran partikel akan memperluas permukaan. Adanya hubungan langsung luas permukaan dengan laju disolusi. Luas permukaan partikel bertambah menyebabkan laju disolusi bertambah karena terjadi pertambahan luas permukaan yang bersentuhan dengan medium disolusi.

2. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan

a.Bahan Pembantu. Penggunaan bahan pembantu seperti bahan pengisi, pengikat, penghancur dan pelicin dalam formulasi mungkin akan menghambat atau mempercepat laju disolusi tergantung dari bahan pembantu yang dipakai.

b.Metode granulasi. Proses granulasi basah umumnya memperbesar laju disolusi dari obat-obat kurang larut.

c.Daya kompresi. Terdapat perbedaan hubungan antara daya kompresi tablet dan laju disolusinya. Peningkatan tekanan dapat meningkatkan atau menurunkan laju disolusi.

Pada tahun 1897 Noyes dan Whitney mengembangkan suatu persamaan untuk menerangkan hal-hal yang berkaitan dengan disolusi yaitu : dc = K ( Cs – Ct )

(38)

dimana dc/dt adalah laju disolusi obat, K adalah tetapan disolusi, Cs konsentrasi saturasi (kelarutan maksimum), Ct adalah konsentrasi pada waktu t.

Dalam percobaan mereka, Noyes dan Whitney menjaga luas permukaan konstan. Namun oleh karena kondisi seperti ini tidak selamanya dapat dipraktekkan maka Brunner dan Tollozko memodifikasi persamaan diatas dengan memasukkan luas permukaan S sehingga persamaannya menjadi sebagai berikut : dc = K S ( Cs – Ct )

dt

Dalam penentuan laju disolusi obat dari sediaan padat maka harus dipertimbangkan beberapa proses fisikokimia. Proses ini termasuk proses pembasahan sediaan padat, penetrasi medium disolusi ke dalam sediaan, proses pengembangan, desintegrasi dan deagregasi (Abdou, 1989).

Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori, yaitu : a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi : i. Efek kelarutan obat

Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat.

ii. Efek ukuran partikel

Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat.

b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat meliputi :

(39)

c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan laju disolusi, meliputi : i. Tegangan permukaan medium disolusi.

Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, karena itu menaikkan proses penetrasi matriks oleh medium disolusi.

ii. Viskositas medium

Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat. iii. pH medium disolusi.

Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam medium asam, karena bersifat non ionik, tetapi disolusinya besar pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut (Martin,1993)

Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam melakukan uji disolusi yaitu: a. Ukuran dan bentuk wadah. Bentuk dapat berupa alas bulat atau datar. b. Jumlah pengadukan

c. Suhu media disolusi. Variasi suhu harus dihindarkan, sebagian besar uji disolusi dilakukan pada suhu 37oC.

d. Sifat media disolusi.

Media disolusi tidak boleh jenuh dengan obat. Media yang digunakan cairan HCl 0,1N; cairan lambung buatan dan cairan usus buatan.

(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental (Experimental research). Penelitian eksperimental dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh atau hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas adalah sachet nata de coco tanpa pori, sachet nata de coco berpori, sachet nata de coco berpori 2 dan pH sedangkan variabel terikat adalah disolusi dan iritasi terhadap lambung.

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini diawali dengan pembuatan nata de coco, kemudian membentuk nata de coco menjadi sachet nata de coco. Lalu terhadap sachet

tersebut di isi dengan bahan obat piroksikam lalu diberi pori 1 dan pori 2. Selanjutnya dilakukan uji disolusi. Pekerjaan selanjutnya sachet nata de coco

yang telah berisi piroksikam diberikan kepada hewan percobaan yaitu kelinci dan dilihat pemeriksaan secara makroskopik. Seluruh data dikumpulkan dan dianalisis dengan Analisis Variansi (ANAVA)

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian FMIPA Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Farmasi Universitas Muslim Nusantara.Waktu Penelitian adalah selama ± 4 bulan.

3.3 Populasi Penelitian

(41)

3.4 Etika Penggunaan Hewan Penelitian

Penggunaan hewan penelitian dilakukan sesuai dengan aturan etika penelitian dengan hewan penelitian.

3.5 Alat-alat

Alat disolusi (Erweka DT), Spektrofotometer Ultraviolet Visible (Shimadzu UV mini 1240), freeze dyer, jangka sorong, timbangan analitis (Vibra), PH meter (Hanna), Beaker glass (Pyrex), Labu tentukur (Pyrex) dan alat – alat laboratorium yang biasa digunakan, alat-alat bedah, spuit (Terumo), kertas saring dan lem/perekat.

3.6 Bahan-bahan

Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air kelapa, gula pasir, biakan murni Acetobacter xylinum (Balai Penelitian Kimia), urea (Bratako) asam cuka dan alkohol 96%, piroksikam (PT.Kimia Farma).

3.7 Pelaksanaan Penelitian

3.7.1 Persiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah kelinci jantan sehat berjumlah 4 ekor setiap kelompok. Pada penelitian ini terdiri dari 3 kelompok berarti ada 12 ekor kelinci. Kelinci terlebih dahulu dipelihara di kandang yang telah didesain. Selama pemeliharaan, kelinci diberi makanan yang mengandung komponen nutrisi yang cukup.

(42)

diberi kapsul piroksikam, kelinci II diberi sachet nata tanpa pori, kelinci III diberi sachet nata berpori 1 dan kelinci IV diberi sachet nata berpori 2 yang masing-masing dengan dosis 20 mg (Tabel 7).

3.7.2 Pembuatan nata de coco

a. Dibiarkan air kelapa hingga kotorannya mengendap. Selanjutnya, disaring menggunakan kain kasa dan panaskan air kelapa diatas api besar hingga mendidih. Selama perebusan, air kelapa diaduk.

b. Ditambahkan urea dan gula pasir, lalu diaduk hingga larutan tercampur merata. Kotoran yang muncul kepermukaan dibuang.

c. Setelah larutan mendidih selama 15 menit, panci diangkat dan dibiarkan agak dingin (suam-suam kuku).

d. Ditambahkan asam cuka sambil terus diaduk-aduk hingga memiliki pH antara 3 – 4.

e. Dibubuhkan starter ± 100 ml kedalam baki atau wadah yang berisi campuran awal.

f. Dituang larutan di atas baki atau loyang plastik

g. Ditutup baki memakai kertas koran dan ikat memakai karet gelang hingga benar-benar rapat.

h. Disimpan di ruang fermentasi dan biarkan selama satu minggu. i. Terbentuk nata de coco dengan bentuk yang kenyal.

3.7.3 Pembuatan sediaan sachet nata de coco

a. Terhadap nata de coco yang terbentuk, kemudian dikeringkan dengan

(43)

dipotong dengan ukuran 11 mm x 22 mm , lalu setiap sisi dari nata de coco direkatkan dengan menggunakan perekat, sehingga berbentuk bujur sangkar.

b. Selanjutnya bentuk sediaan sachet nata de coco diisi dengan bahan obat piroksikam sebanyak 20mg dan selanjutnya diberi pori 1 dengan diameter

0,4 mm. Perlakuan yang sama terhadap sachet nata de coco pori 2.

c. Kemudian terhadap sachet nata de coco dilakukan uji in vitro pada medium I dan medium II, lalu diukur menggunakan alat spektrofotometer UV dan dilakukan juga uji pencegah ulser.

3.8 Prosedur Pembuatan Larutan Uji disolusi Terhadap Bentuk Sediaan

3.8.1 Pembuatan larutan NaOH 0,2 N

Natrium hidroksida sebanyak 8 g dilarutkan dalam akuades bebas CO2 hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.8.2 Pembuatan medium cairan lambung buatan pH 1.2

Sebanyak 2 gram Natrium klorida dilarutkan dengan akuades dalam labu ukur 1000 ml, ditambahkan 7 ml asam klorida p dan cukupkan dengan akuades sampai garis tanda, pH larutan diukur ± 1,2 (Ditjen POM, 1995), Larutan ini disebut medium I.

3.8.3 Pembuatan medium cairan usus buatan pH 7.4

(44)

3.9 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi piroksikam pada

medium cairan lambung buatan pH 1,2

3.9.1 Pembuatan larutan induk baku pada medium pH 1,2

Piroksikam sebanyak 50 mg dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian tambahkan NaOH secukupnya, dikocok sampai larut, kemudian dicukupkan dengan medium cairan lambung buatan pH 1,2 sampai garis tanda. Diperoleh konsentrasi piroksikam 500 mcg/ml.

3.9.2 Pembuatan kurva serapan piroksikam pada medium pH 1.2

Dari larutan induk baku I dipipet 0,4 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan dengan medium sama sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang 330-350 nm.

3.9.3 Pembuatan kurva kalibrasi piroksikam pada medium pH 1.2

Dari larutan induk baku diambil masing-masing : 0,1; 0,2; 0,4; 0,8 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, lalu dicukupkan dengan medium cairan lambung sampai garis tanda. Diperoleh konsentrasi piroksikam masing-masing : 0,5; 1; 2; 4 μg/ml. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum.

3.10 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi piroksikam pada

medium cairan usus buatan (pH 7,4)

3.10.1 Pembuatan larutan induk baku pada medium pH 7,4

(45)

3.10.2 Pembuatan kurva serapan piroksikam pada medium pH 7,4

Dari larutan induk baku diambil 0,4 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, lalu dicukupkan dengan medium cairan usus buatan sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang 330 - 350 nm.

3.10.3 Pembuatan kurva kalibrasi piroksikam medium pH 7,4

Dari larutan induk baku diambil masing-masing : 0,1; 0,2; 0,4; 0,5; 0,8 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, lalu dicukupkan dengan medium cairan lambung buatan sampai garis tanda. Diperoleh konsentrasi piroksikam masing-masing : 0,5; 1; 2; 2,5; 4 μg/ml. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum.

3.11 Uji terhadap bentuk sediaan sachet

3.11.1 Uji Disolusi

Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan medium cairan lambung buatan pH 1,2 dan cairan usus buatan pH 7,4.

3.11.1.1 Parameter Uji Disolusi

Medium disolusi : 1.Cairan lambung buatan pH 1,2 2. Cairan usus buatan pH 7,4 Kecepatan Pengadukan : 100 rpm

Volume medium : 900 ml Suhu medium : 37 ± 0,50C

(46)

3.11.1.2 Prosedur Uji Disolusi bentuk sediaan sachet nata de coco yang

mengandung piroksikam.

Ke dalam wadah disolusi dimasukkan 900 ml medium disolusi dan diatur suhu 37 ± 0,5oC dan kecepatan pengadukkannya 100 rpm. Ke dalam wadah tersebut dimasukkan sediaan formula (serbuk piroksikam, sediaan sachet nata de coco tanpa pori, sachetnata de coco pori 1 dan sachetnata de coco pori 2). Pada interval waktu tertentu diambil aliquot sebanyak 5 ml. Volume medium dijaga tetap 900 ml dengan menambahkan cairan medium dalam jumlah yang sama. Pengambilan cuplikan dilakukan pada posisi yang sama yaitu pertengahan antara permukaan medium disolusi dan bagian atas dari dari dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah (Ditjen POM, 1995). Larutan ini kemudian dimasukkan dalam labu 10 ml dan ditambahkan dengan cairan medium sampai garis tanda dan diukur pada panjang gelombang maksimum 336 nm untuk pH 1,2 dan panjang gelombang maksimum 334 nm untuk pH 7,4. Pengujian dilakukan sebanyak enam kali untuk masing-masing medium.

3.12 Prosedur uji pencegah ulser terhadap hewan percobaan

Sebanyak 12 ekor kelinci terlebih dahulu diadaptasikan terhadap lingkungan, lalu kelinci dibagi menjadi 3 kelompok. (A,B,C) yang mana masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor kelinci. Kelompok A diberikan sediaan uji selama 7 hari, kelompok B diberikan sediaan uji selama 14 hari dan kelompok C diberikan sediaan uji selama 21 hari. Pada masing-masing kelompok, untuk kelinci yang I diberi kapsul piroksikam, kelinci II diberi sachet nata tanpa pori, kelinci III diberi sachetnata berpori 1 dan kelinci IV diberi sachetnata berpori 2

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Sachet Nata De Coco

Pembuatan sachet Nata de coco diawali dengan mencampurkan air kelapa, urea dan gula pasir kemudian dididihkan selama 15 menit, didiamkan sampai larutan agak dingin dan ditambahkan asam cuka sampai pH 3-4, kemudian ditambahkan starter (bakteri Acetobacter xylinum dalam medium cair). Setelah masa fermentasi selama 1 minggu akan terbentuk gel pada permukaan media cairnya. Proses terbentuknya gel merupakan rangkaian aktifitas bakteri

Acetobacter xylinum dengan nutrien yang ada pada media cair.

Gel yang terbentuk inilah yang disebut nata de coco, kemudian nata ini dikeringkan dengan menggunakan freezdyer dan dipotong dengan ukuran 11 mm x 22 mm , Lalu setiap sisi nata de coco di beri perekat sehingga berbentuk bujur sangkar (sachet) dengan ukuran 11mm x 11 mm. Selanjutnya dimasukkan piroksikam sebanyak 20mg dan kemudian di beri pori 1 serta pori 2.

(48)

(a)

(b)

(c)

Gambar 2. Sediaan sachetnata de coco

(49)

Menurut (Piluhartono, 2003), Nata de coco merupakan jaringan selulosa yang mempunyai tekstur kenyal, putih menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan. Dengan keberadaan nata de coco yang mengapung dan merupakan selulosa maka dapat digunakan untuk bahan floating drug deli very

system (FDDS), sehingga tidak terjadi pelepasan konsentrasi obat secara

bersamaan dan mendadak yang mana hal ini dapat mencegah terjadinya iritasi pada lambung.

Gambar 3. Sachetnata de coco yang mengapung dipermukaan medium disolusi

4.2 Pengaruh Pori Terhadap Pelepasan Piroksikam Dari Sachet Nata de

coco dalam Médium I pH 1,2.

Pengaruh pori terhadap pelepasan piroksikam dari sachetnata de coco dalam medium I dapat dilihat pada gambar 4 dari hasil uji disolusi dalam medium asam (pH 1,2) menunjukkan bahwa piroksikam dari sachet nata de coco tanpa pori

(50)

pelepasannya lebih kecil dibandingkan dengan sahcet nata berpori 1 dan serbuk

serbuk tanpa pori berpori 1

Gambar 4. Uji disolusi serbuk piroksikam, sachet nata tanpa pori dan sachet nata

de coco berpori 1 dalam médium pH 1,2.

Pada nata de coco tanpa pori terlihat bahwa pelepasan obat pada waktu 480 menit sekitar 24,02%, pada nata de coco berpori 1 sekitar 29,07%, sedangkan pada serbuk sekitar 84,25%. Hal ini menunjukkan adanya selulosa yang dapat memperlambat pelepasan piroksikam, dimana selulosa ini merupakan kandungan utama dari nata de coco (Piluhartono, 2003).

Pada tabel uji statistik (lampiran 5) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara serbuk piroksikam dengan sachet nata de coco tanpa pori dan

sachet nata de coco berpori 1, dimana F hitung > F tabel. Kemudian uji LSD

menunjukkan perbedaan yang signifikan dari menit-menit tertentu pada waktu disolusi antara serbuk piroksikam dengan sachet nata tanpa pori dan sachet nata

(51)

sachet nata tanpa pori dengan nata berpori 1 terdapat perbedaan yang signifikan pada menit ke 5, menit ke 150 dan menit ke 180 dengan masing-masing nilai signifikansinya yaitu 0,880 ; 0,934 dan 0,738.

4.3. Pengaruh Pori Terhadap Pelepasan Piroksikam Dari Sachet Nata de coco

dalam Médium II pH 7,4.

Pengaruh pori terhadap pelepasan piroksikam dari sachet nata de coco

dalam medium II pH 7,4 dapat dilihat pada gambar 5. Sama seperti halnya dengan uji disolusi pada medium I (pH 1,2), dari hasil uji disolusi pada medium II (pH 7,4) juga terlihat perlambatan pelepasan obat.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

5 15 30 60 90 120 150 180 240 300 360 420 480

Waktu

% k

u

mu

la

ti

f

serbuk tanpa pori berpori 1 berpori 2

Gambar 5. Uji disolusi serbuk piroksikam, sachet tanpa pori, sachet nata de coco

(52)

Dimana pelepasan piroksikam dari sachet nata de coco tanpa pori mencapai 66,62% setelah 480 menit disolusi, dan dari sachet nata de coco berpori 1 mencapai 75,97% setelah 480 menit disolusi, dari sachet nata de coco berpori 2 mencapai 85,46% setelah 480 menit disolusi, sedangkan pada serbuk juga diuji dalam 480 menit terlepas 99,94%. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh pori pada sachet nata de coco antara nata tanpa pori, berpori 1, berpori 2 dan serbuk. Dimana pada sachet nata de coco tanpa pori pelepasan piroksikam lebih lambat dibandingkan pada sachetnata de coco berpori 1, berpori 2 dan serbuk. Ini berarti bahwa dengan adanya pori pada sachet nata de coco dapat meningkatkan pelepasan piroksikam dari sediaan sachetnata de coco.

Pada tabel uji statistik (lampiran 8) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara serbuk piroksikam , sachet nata tanpa pori, berpori 1, dan berpori 2 dimana F hitung > F tabel . Kemudian uji LSD menunjukkan perbedaan yang signifikan dari semua interval waktu disolusi antara serbuk piroksikam,

sachet nata tanpa pori, sachet nata berpori 1 dan sachet nata berpori 2 dimana nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05.

4.4. Kinetika Pelepasan Obat

(53)

4.4.1. Kinetika Pelepasan Obat Dalam Medium I pH 1,2

Sistem pelepasan piroksikam dalam medium lambung buatan pH 1,2 dapat dilihat pada gambar 6 - 8 dan harga korelasi pada tabel 1 - 3, piroksikam dalam

sahetnata de coco tanpa pori lebih sesuai dijelaskan dengan orde Higuchi dengan korelasi 0,9860 dibandingkan pada orde nol dan orde satu yang mana memberikan korelasi masing-masing 0,9371 dan 0,7358. Untuk piroksikam dalam sachet nata

de coco berpori 1 lebih sesuai dijelaskan dengan orde nol dan Higuchi dengan

korelasi masing-masing 0,9772 dan 0,9908 dan tidak sesuai dijelaskan dengan orde satu dengan korelasi 0,7711. Sistem pelepasan piroksikam dalam medium lambung buatan pH 1,2 pada sachet nata de coco tanpa pori lebih sesuai dijelaskan dengan orde Higuchi dan pada sachet nata de coco berpori 1 dapat dijelaskan dengan orde nol dan orde Higuchi.

0

serbuk tanpa pori berpori 1

(54)

-0.6

serbuk tanpa pori berpori 1

waktu

Gambar 7. Hubungan logaritma konsentrasi piroksikam terhadap waktu dalam medium lambung buatan pH 1,2.

0

serbuk tanpa pori berpori 1

akar w aktu

(55)

Tabel 1. Hubungan % kumulatif piroksikam yang terlepas terhadap waktu dari sediaan sachetnata de coco dalam medium pH 1,2

No Sediaan Persamaan Garis Korelasi

1 Serbuk Y = 0,0673x + 54, 055 0,9798

2 Sachet nata tanpa pori Y = 0,0463x + 3,7509 0,9371 3 Sachet nata pori 1 Y = 0,0559x + 3,9511 0,9772

Tabel 2. Hubungan logaritma konsentrasi piroksikam yang terlepas terhadap waktu dari sediaan sachetnata de coco dalam medium pH 1,2

No Sediaan Persamaan Garis Korelasi

1 Serbuk Y = 0,0004x + 1,0824 0,9687

2 Sachetnata tanpa pori Y = 0,0021x + 0,0706 0,7358

3 Sachetnata pori 1 Y = 0,002x + 0,0078 0,7711

Tabel 3. Hubungan % kumulatif piroksikam yang terlepas terhadap Akar waktu dari sediaan sachetnata de coco dalam medium pH 1,2

No Sediaan Persamaan Garis Korelasi

1 Serbuk Y = 1,6734x + 46,205 0,9739

2 Sachetnata tanpa pori Y = 1,1847x + 2,0579 0,986

(56)

4.4.2. Sistem Pelepasan Obat Dalam Medium II pH 7,4

Sistem pelepasan piroksikam dalam sachetnata de coco dalam medium II pH 7,4 dapat dilihat pada gambar 9-11 dan harga korelasi pada tabel 4-6 piroksikam dalam sachet nata de coco tanpa pori tidak sesuai dijelaskan dengan orde nol dan orde satu dengan korelasi masing-masingnya adalah 0.9154 dan 0,7592 tetapi lebih sesuai dijelaskan dengan orde Higuchi dengan korelasi yaitu 0,9572. Untuk sistem pelepasan piroksikam dalam sachet nata de coco berpori 1 dan berpori 2 sama halnya dengan sachet nata de coco tanpa pori, dimana pada

sachet berpori 1 dan berpori 2 lebih sesuai dijelaskan dengan orde Higuchi dengan korelasi pori 1 adalah 0,9678 dan pori 2 adalah 0,971 sedangkan dengan orde satu dan orde nol tidak sesuai. Sistem pelepasan piroksikam pada sachetnata de coco

(57)

0

serbuk tanpa pori berpori 1 berpori 2

% k

Gambar 9. Hubungan % kumulatif piroksikam terhadap waktu dalam medium lambung buatan pH 7,4

0

serbuk tanpa pori berpori 1 berpori 2 waktu

(58)

-20 0 20 40 60 80 100 120

0 5 10 15 20 25

serbuk tanpa pori berpori 1 berpori 2

%

ku

m

u

la

ti

f

akar waktu

Gambar 11. Hubungan % kumulatif piroksikam terhadap Akar waktu dalam medium lambung buatan pH 7,4

Tabel 4. Hubungan % kumulatif piroksikam yang terlepas terhadap waktu dari sediaan sachet nata de coco dalam medium pH 7,4

No Sediaan Persamaan Garis Korelasi

1 Serbuk Y = 0,0298x + 89, 98 0,3677

2 Sachetnata tanpa pori Y = 0,1292x + 35,264 0,8784

3 Sachetnata pori 1 Y = 0,133x + 21,673 0,9154

(59)

Tabel 5. Hubungan logaritma konsentrasi piroksikam yang terlepas terhadap waktu dari sediaan sachetnata de coco dalam medium pH 7,4

No Sediaan Persamaan Garis Korelasi

1 Serbuk Y = 0,0001x + 1,2985 0,3391

2 Sachetnata tanpa pori Y = 0,0023x + 0,3355 0,7592

3 Sachetnata pori 1 Y = 0,0014x + 0,7008 0,8206

4 Sachetnata pori 2 Y = 0,001x + 0,898 0,8065

Tabel 6. Hubungan % kumulatif piroksikam yang terlepas terhadap Akar waktu dari sediaan sachetnata de coco dalam medium pH 7,4

No Sediaan Persamaan Garis Korelasi

1 Serbuk Y = 0,9145x + 84,378 0,5563

2 Sachetnata tanpa pori Y = 3,3637x + 18,341 0,9572

3 Sachetnata pori 1 Y = 3,4115x + 4,8843 0,9678

4 Sachetnata pori 2 Y = 3,6211x - 8,8149 0,971

4.5 Pengamatan Efek Iritasi Pada Lambung Kelinci

Pengujian efek iritasi dilakukan terhadap 3 kelompok kelinci (A,B,C) yang mana masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor kelinci. Kelompok A diberikan sediaan uji selama 7 hari, kelompok B diberikan sediaan uji selama 14 hari dan kelompok C diberikan sediaan uji selama 21 hari. Pada masing-masing kelompok, untuk kelinci yang I diberi kapsul piroksikam, kelinci II diberi sachet nata tanpa pori, kelinci III diberi sachet nata pori 1 dan kelinci IV diberi sachet

(60)

Tabel 7 . Rancangan Pengamatan Efek Iritasi Pada Lambung Kelinci.

(61)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 12. Organ lambung kelinci dengan pemberian piroksikam dalam sediaan kapsul, sachetnata de coco tanpa pori, sachetnata de coco berpori 1 dan sachet nata de coco berpori 2 selama 7 hari.

Keterangan : (a) lambung diberi serbuk piroksikam

(62)

Sedangkan pada kelinci kelompok B yang diberi sediaan uji selama 14 hari memberikan hasil pengamatan yang dapat dilihat pada gambar 11 a,b,c,d.

(c) (d)

Gambar 13. Organ lambung kelinci dengan pemberian piroksikam dalam sediaan kapsul, sachet nata de coco tanpa pori, sachet nata de coco berpori 1 dan sachet nata de coco berpori 2 selama 14 hari.

(63)

Keterangan : (a) lambung diberi serbuk piroksikam

(b) lambung diberi sachet nata de coco tanpa pori (c) lambung diberi sachet nata de coco berpori 1 (d) lambung diberi sachet nata de coco berpori 2

(64)

Pengamatan efek iritasi lambung pada kelompok C dimana kelinci diberikan masing-masing sediaan uji selama 21 hari dapat dilihat pada gambar 12 a,b,c,d.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 14. Organ lambung kelinci dengan pemberian piroksikam dalam sediaan kapsul, sachet nata de coco tanpa pori, sachet nata de coco berpori 1 dan sachet nata de coco berpori 2 selama 21 hari

Keterangan : (a) lambung diberi serbuk piroksikam

(65)

Pada kelinci kelompok C yang diberi sediaan kapsul, hasil pembedahannya menunjukkan titik-titik luka yang lebih banyak (gambar 12 a) dibandingkan pada kelinci kelompok B yang diberikan sediaan kapsul (gambar 11 a). Titik-titik luka tersebut menandakan adanya efek iritasi yang bersifat lokal disebabkan karena adanya kontak langsung dari piroksikam pada mukosa lambung. Pada gambar 12 b,c,d, terlihat bahwa hasil pembedahan kelinci yang masing-masing diberi sediaan sachet nata de coco tanpa pori, sachet nata de coco berpori 1 dan sachet nata de

coco berpori 2 selama 14 hari tidak menunjukkan adanya iritasi pada organ

lambung kelinci.

Kelinci yang diberi sediaan sachet nata de coco tanpa pori pada masing-masing kelompok, menunjukkan tidak adanya iritasi lambung. Hal ini disebabkan oleh karena sachet nata de coco yang tidak rusak dalam medium lambung sehingga piroksikam tetap berada didalam sachet nata de coco (gambar 10 b, 11 b, 12 b).

Kelinci yang diberi sediaan sachet nata de coco berpori 1 atau nata de coco

(66)

Tabel 8. Pengamatan efek iritasi pada lambung kelinci dengan pemberian piroksikam dalam sediaan kapsul, sachet nata de coco tanpa pori,

sachetnata de coco berpori 1 dan sachetnata de coco berpori 2 selama 7 hari, 14 hari dan 21 hari.

Jumlah titik luka Sediaan

Selama 7 hari Selama 14 hari Selama 21 hari

Kapsul - 2 7

Sachetnata de coco tanpa pori

- - -

Sachetnata de coco

berpori 1

- - -

Sachetnata de coco berpori 2

(67)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Sachetnata de coco diperoleh dari hasil fermentasi air kelapa dan merupakan bentuk alternatif baru yang dapat digunakan sebagai pembawa obat serta mempunyai akseptibilitas dari sudut farmasi.

2. Sistem pelepasan piroksikam dalam medium lambung buatan pH 1,2 pada

sachet nata de coco tanpa pori lebih sesuai dijelaskan dengan orde Higuchi

dan pada sachet nata de coco berpori 1 dapat dijelaskan dengan orde nol dan orde Higuchi. Sedangkan sistem pelepasan piroksikam pada sachet nata de coco dalam medium II pH 7,4 hanya dapat dijelaskan dengan menggunakan orde Higuchi.

3. Perbedaan waktu pemberian sediaan sachet yang diberikan kepada hewan uji ternyata dapat mempengaruhi efek iritasi pada lambung kelinci.

4. Obat yang dimasukkan kedalam sedian sachetnata de coco dapat digunakan sebagai pencegah ulser.

5.2.Saran

Gambar

Gambar 1.  Ukuran sachet nata de coco
Gambar 3. Sachet nata de coco yang mengapung dipermukaan
Gambar 4. Uji disolusi serbuk piroksikam, sachet nata tanpa pori dan sachet nata
Gambar 5. Uji disolusi serbuk piroksikam, sachet tanpa pori, sachet nata de coco
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data penelitian tahapan alur yang di dapatkan secara keseluruhan pada Ayahku bukan Pembohong karya Tere Liye terdiri atas alur yang di bagi menjadi lima tahap

Ada hubungan pelaksanaan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian askep di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Sari Mutiara

Jika nilai im!alan jasa management tidak )ajar karena adanya hu!ungan istime)a maka !erdasarkan artile : ta= treaty nd/ingapura dan  pasal 1 ayat (3 $$ PPh, Dirjen

Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan tanggung jawab sosial, mulai tahun 2009 Perseroan telah mengambil langkah-langkah strategis berupa penyusunan kebijakan dan

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa peristiwa peluncuran ISSI mengandung muatan informasi dan berpengaruh signifikan terhadap return indeks LQ-45, yang ditunjukkan

Menurut McNeese-Smith dan Nazarey (dalam Morrison, 2008) mengatakan bahwa faktor-faktor yang berkontribusi terhadap munculnya stres kerja termasuk kurangnya penghargaan

Inovasi pembuatan nata dari biji nangka karena dalam biji nangka mengandung karbohidrat sebagai substart dan penambahan ekstrak nanas sebagai pengatur keasaman

Membawa dokumen asli dan 1 (satu) set hardcopy dari data-data formulir isian kualifikasi yang diinput di dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) pada alamat website LPSE,