PENGARUH LIMBAH CAIR PENGOLAHAN IKAN SEGAR
TERHADAP KUALITAS AIR LAUT DI SEKITAR PERAIRAN
PANTAI SUNGAI NIPAH KECAMATAN PANTAI CERMIN
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
TESIS
Oleh
PAINDOAN NAIBORHU
097006016/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH LIMBAH CAIR PENGOLAHAN IKAN SEGAR
TERHADAP KUALITAS AIR LAUT DI SEKITAR PERAIRAN
PANTAI SUNGAI NIPAH KECAMATAN PANTAI CERMIN
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
TESIS
Diajukan Sebagai salah satu syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Progam Studi Magister Ilmu Kimia Pada Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Universitas Sumatera Utara
Oleh
PAINDOAN NAIBORHU
097006016/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis :
PENGARUH LIMBAH CAIR
PENGOLAHAN IKAN SEGAR TERHADAP
KUALITAS AIR LAUT DI SEKITAR
PANTAI SUNGAI NIPAH KECAMATAN
PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG
BEDAGAI
Nama Mahasiswa : PAINDOAN NAIBORHU Nomor Pokok : 097006016
Program Studi : Ilmu Kimia
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr.Tini Sembiring. MS) (Drs.Ahmad Darwin, M.Sc)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan FMIPA
(Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D) (Dr. Sutarman, M.Sc)
PERNYATAAN ORISINALITAS
PENGARUH LIMBAH CAIR PENGOLAHAN IKAN SEGAR
TERHADAP KUALITAS AIR LAUT DI SEKITAR PERAIRAN
PANTAI SUNGAI NIPAH KECAMATAN PANTAI CERMIN
KABUPATEN SERDANG BEDAGEI
TESIS
Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, Juni 2011
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
N a m a : PAINDOAN NAIBORHU
N omor Pokok : 097006016
Program Studi : Ilmu Kimia
Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non – Exclusif Royalty Free Right) atas
Tesis saya yang berjudul :
PENGARUH LIBMBAH CAIR PENGOLAHAN IKAN SEGAR TERHADAP KUALITAS AIR LAUT DI SEKITAR PERAIRAN PANTAI SUNGAI NIPAH
KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikanTesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, Juni 2011
PAINDOAN NAIBORHU
Telah diuji pada Tanggal : 22 Juni 2011
__________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr.Tini Sembiring. MS Anggota : 1. Drs.Ahmad Darwin, M.Sc
2. Prof.Basuki Wirjosentono, MS,Ph.D 3. Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc 4. Prof. Dr.Pina Barus, MS
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Drs. Paindoan Naiborhu
Tempat dan Tanggal Lahir : Ramunia, 1 Juni 1960
Alamat Rumah : Jln. Kompleks BTN Jati Permai Lubuk
Pakam
Telepon/Hp : 061 – 7952544 / 081263748153
Email : -
Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 2 Lubuk Pakam
Alamat Kantor : Jln. Hamparan Perak Lubuk Pakam
DATA PENDIDIKAN
SD : SD Methodist Ramunia Tamat :1972
SMP : SMP Nasional Ramunia Tamat : 1975
SMA : SMA Negeri 2 Medan Tamat : 1979
Strata -1 : IKIP Negeri Medan Tamat : 1984
PENGARUH LIMBAH CAIR PENGOLAHAN IKAN SEGAR TERHADAP KUALITAS AIR LAUT DI SEKITAR PERAIRAN
PANTAI SUNGAI NIPAH KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh limbah cair pengolahan ikan segar terhadap kualitas air laut disekitar Perairan Pantai Sungai Nipah Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Semua parameter yang dianalisis terhadap outlet limbah telah memenuhi Standar Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha/Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan kecuali BOD yaitu 116,26 mg/L ( PerMen Lingkungan Hidup No.06 tahun 2007; 100 mg/L ). Beberapa parameter dianalisis yang tidak memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk kegiatan Wisata Bahari antara lain: Sampel pertemuan limbah outlet dengan air laut saat pasang surut ( Titik B ) adalah TSS ( 36,4 mg/L ), BOD ( 78,04 mg/L ), Sulfida ( 0,0208 mg/L ), Amonia ( 0,695 mg/L ). Sampel air laut yang masih dipengaruhi limbah saat pasang surut ( Titik C ) adalah TSS ( 32,4 mg/L ), BOD ( 36,58 mg/L ), Sulfida ( 0,0181 mg/L ), Amonia ( 0,624 mg/L ). Sampel air laut yang diprediksi tidak tercemar
oleh limbah saat pasang surut ( Titik D ) adalah TSS ( 22,2 mg/L ). Sampel
pertemuan limbah outlet dengan air laut saat pasang naik ( Titik E ) adalah TSS ( 34,4 mg/L ), BOD ( 28,45mg/L ), Sulfida ( 0,0167 mg/L ), Amonia ( 0,640 mg/L ). Serta sampel air laut yang diprediksi tidak tercemar oleh limbah saat pasang naik ( Titik F ) dan masih memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari. Beberapa parameter dianalisis yang tidak memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut antara lain: Sampel pertemuan limbah outlet dengan air laut saat pasang surut ( Titik B ) adalah BOD ( 78,04 mg/L ), Sulfida ( 0,0208 mg/L ), Amonia ( 0,695 mg/L ). Untuk sampel air laut yang masih dipengaruhi limbah saat pasang surut ( Titik C ) adalah BOD ( 36,58 mg/L ), Sulfida ( 0,0181 mg/L ), Amonia ( 0,624 mg/L ). Sampel dari pertemuan limbah dengan air laut saat pasang naik ( Titik E ) adalah BOD ( 28,45mg/L ), Sulfida ( 0,0167 mg/L ), Amonia ( 0,640 mg/L ). Serta sampel air laut yang diprediksi tidak tercemar oleh limbah saat pasang surut ( Titik D ) maupun saat pasang naik ( Titik F ) ternyata masih memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Hasil penelitian sampel yang diperoleh disimpulkan pada jarak 50 meter ( Titik B ) hingga 500 meter ( Titik C ) dari outlet limbah kurang layak dijadikan untuk wisata bahari dan bahkan dapat mengganggu kehidupan biota laut perairan sekitar pantai.
THE EFFECT OF FRESH FISH PROCESSING WASTE WATER QUALITY OF SEA WATER IN THE COASTAL WATERS
AROUND PANTAI SUNGAI NIPAH DISTRICT SERDANG BEDAGAI
ABSTRACT
The research of influence of fresh fish processing waste water on sea water quality at Sungai Nipah Beach Kecamatan Pantai cermin Kabupaten Serdang Bedagai had been carried out. All parameters that were analyzed against the outlet of waste had supplied with Waste Water Quality Standards for work / Activity Processing of fishery Products except BOD is 116,26 mg/L ( PerMen Lingkungan Hidup No.06 tahun 2007 ; 100 mg/L).
Various parameters that were analyzed that do not fulfill Quality Standards for marine tourims activities are ; Samples in mixing the waste water outlet to the sea water at low tide ( Point B ) are TSS ( 36,4 mg/L), BOD ( 78,04 mg / L ), Sulfide ( 0,0208 mg/L ), Ammonia ( 0,695 mg/L ).The sea water samples that are still influenced by waste at low tide ( Point C ), are TSS ( 32,4 mg/L ), BOD ( 36,58 mg/L ), Sulfide ( 0,0181 mg/L ), Ammonia ( 0,624 mg/L ). For the predicted sea water samples are not polluted by wasteat low tide ( Point D ) are TSS ( 22,2 ) . Samples of mixing the waste water outlet with sea water at high tide ( Point E ) are TSS ( 34,4 mg/L ), BOD ( 28,45 mg/L ), Sulfide ( 0,0167 mg/L ), Ammonia ( 0,640 mg/L ). and predicted sea water samples are not polluted by waste at high tide ( Point F ) and can fulfill Quality Standards for marine tourims activities.
For some parameters that were analyzed that do not fulfill Quality Standards for Marine Biota activities are ; Samples in mixing the waste water outlet to the sea water at low tide ( Point B ), are BOD( 78,04 mg/ L ), Sulfide ( 0,0208 mg/L ), Ammonia ( 0,695 mg /L ), For sea water samples that are still influenced by waste at low tide ( Point C ) are BOD ( 36,58 mg/ L ), Sulfide ( 0,0181 mg/ L ). Ammonia ( 0,624 mg/L ). Samples of mixing the waste water outlet with sea water at high tide ( Point E ) are BOD ( 28,45 mg/L ), Sulfide ( 0,0167 mg /L ), Ammonia ( 0,640 mg/L ). And predicted sea water sample are not polluted by low tide ( Point D ) and high tide ( Point F ) and can fulfill Quality Standards for Marine Biota activities. The results of researching obtained samples are concluded at a distance of 50 meters ( Point B ) to 500 meters ( Point C ) is not visible to be used for marine tourism and can disturb the live biota around the coastal waters.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur ke hadirat Tuhan Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis penelitian yang berjudul ”Pengaruh Limbah Cair Pengolahan Ikan Segar Terhadap Kualitas Air Laut disekitar Perairan Pantai Sungai Nipah Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai ”.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Gubernur Sumatera Utara, H Gatot Pudjonogroho ST c.q. Ketua
Bappeda Provinsi Sumatera Utara memberikan beasiswa kepada penulis sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah raga beserta Bapak Drs
Ramlan M,Pd selaku kepala sekolah SMA Negeri 2 Lubukpakam yang telah memberikan kesempatan dan izin kuliah kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr. dr. Syahril Pasaribu, DT & H.MScz(CTM), Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk memperoleh pendidikan.
4. Ketua Program Studi Kimia Bapak Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Dr Hamonangan Nainggolan selaku Sekretaris Prodi Kimia yang senantiasa memberikan bimbingan dalam perkuliahan.
5. Ibu Dr. Tini Sembiring, MS, selaku Pembimbing Utama dan Bapak Drs. Ahmad
Darwin, M.Sc , selaku anggota komisi pembimbing tesis yang setiap saat dengan penuh
perhatian selalu memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan tesis ini.
6. Kepala Pusat Laboratorium Uji Mutu (Lembaga Penelitian Universitas Sumatera
Utara) beserta Staf dan Asisten atas fasilitas dan sarana yang diberikan.
7. Rekan- rekan mahasiswa Program Studi Kimia Sekolah Pascasarjana USU angkatan
8. Kepada keluarga, yaitu Istri ( Tiori Sitanggang SPd ), anak-anakku Tersanyang ( dr.Anne Curie Naiborhu/Richard Nayer Parningotan Simaremare SH, Firdolin Joen Naiborhu, Ruth Hardiyanti Hersana Naiborhu S.ked, Frendy Jose Novedo Naiborhu ) yang memberikan semangat dengan penuh perhatian, doa restu serta dorongan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.
Semoga Tuhan selalu menyertai dan melimpahkan berkat dan rahmatnya kepada kita semua dan tesis ini dapat bermanfaat.
Medan, Juni 2011 Penulis
DAFTAR I S I
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT ……… ...ii
KATA PENGANTAR……… iii.
DAFTAR ISI………...v
DAFTAR TABEL………...ix
DAFTAR GAMBAR………. ...x
DAFTAR LAMPIRAN………. ...xi
BAB 1 PENDAHULUAN... ...1
1.1. Latar Belakang………...1
1.2. Rumusan Masalah ………...2
1.3. Pembatasan Masalah………...2
1.4. Tujuan Penelitian………. ...2
1.5. Manfaat Penelitian………... ...2
1.6. Lokasi Penelitian………. ...3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………...4
2.1. Air………... ...4
2.2. Air Laut... ...5
2.3. Salinitasi Air Laut... ...5
2.4. Limbah... ...6
2.5. Indikator Air Limbah... ...8
2.6. Ikan atau Tilapia... .21
2.6.1. Fillet Ikan Nila...26
2.6.2. Penanganan Fillet... ...26
BAB 3 METODE PENELITIAN... ...27
3.1. Bahan-bahan...27
3.2. Alat-alat... ...28
3.3.1. Penyediaan Bahan Pereaksi...29
3.3.2. Metode Pengambilan Sampel...32
3.3.2.1. Lokasi Pengambilan sampel... ...32
3.3.2.2. Cara Pengambilan Sampel...33
3.3.2.3. Pengawetan Sampel...33
3.3.3. Prosedur Pengukuran Sampel...33
3.3.3.1. Prosedur Pengukuran suhu... ...33
3.3.3.2. Prosedur Pengukuran TSS... ...33
3.3.3.3. Prosedur Pengukuran pH... ...34
3.3.3.4. Prosedur Pengukuran Sulfida... ...34
3.3.3.4.1. Prosedur Pembuatan Kurva Kalibrasi Sulfida... ...34
3.3.3.4.2. Prosedur Pengukuran Kadar Sulfida Dari Sampel...34
3.3.3.5. Prosedur Pengukuran BOD...35
3.3.3.6. Prosedur Pengukuran N-NH3...36
3.3.3.6.1. Prosedur Pembuatan Kurva Kalibrasi N-NH3 ... ...36
3.3.3.6.2. Prosedur Pengukuran N-NH3 untuk Sampel...36
3.4. Bagan Penelitian... ...37
3.4.1. Prosedur Penentuan TSS... ...37
3.4.1.1. Penentuan Berat Kering Kertas...37
3.4.1.2. Penentuan Nilai TSS dari Sampel...37
3.4.2. Prosedur Pengukuran pH...38
3.4.3. Pengukuran Konsentrasi Sulfida... ...38
3.4.3.1. Pembuatan Kurva Standar Sulfida... ...38
3.4.3.2. Pengukuran Sulfida Sampel... ...39
3.4.4. Prosedur Penentuan BOD...40
3.4.4.1. Prosedur Penentuan DO0...40
3.4.4.2. Prosedur Penentuan DO5...41
3.4.5.1. Penentuan Kurva Standar N-NH3 ...42
3.4.5.2. Penentuan Kadar N-NH3 Sampel ... ...42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...43
4.1. Hasil Analisis Sampel...43
4.1.1. Pentuan pH dan Suhu... ...43
4.1.2. Penentuan Nilai Total Padatan Tersuspensi (TSS) ...44
4.1.3. Pengukuran Kadar Sulfida...45
4.1.3.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi... ...45
4.1.4. Penentuan Kadar Sulfida 48
4.1.5. Penentuan Nilai BOD5... ..48
4.1.6. Pengukuran Kadar Amoniak ... ...52
4.1.6.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi... ...52
4.1.7. Penentuan Kadar Amoniak ...55
4.2. Pembahasan...56
4.2.1 Perbandingan hasil penelitian sampel pada outlet 56 4.2.2. Perbandingan hasil penelitian sampel air laut... 57
4.2.2.1. Suhu dan pH... 58
4.2.2.2 Total Padatan Tersuspensi... 59
4.2.2.3 BOD... ...59
4.2.3. Perbandingan hasil penelitian sampel air laut dari beberapa titik pengambilan sampel. 61 4.2.3.1 Suhu,TSS,dan pH. 61 4.2.3.2 BOD,Sulfida dan Amoniak...63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... ...65
5.1. Kesimpulan... ...65
5.2. Saran... ...66
DAFTAR TABEL
Nomor Judul ...Halaman
Tabel 2.1. Baku Mutu Air Laut untuk beberapa Logam berat……… ...…………..15
Tabel 2.2. Status kualitas air berdasarkan kandungan DO…...………...17
Tabel 2.3. Kandungan Nutrisi Ikan Nila……… ...………23
Tabel 4.1.1. Data Hasil Pengukuran pH dan Suhu …... ………….………43
Tabel 4.1.2. Data Hasil Pengukuran TSS 44
Tabel 4.1.3. Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Sulfida untuk Kurva Kalibrasi 45 Tabel 4.1.4. Penurunan Persamaan Garis Regreasi dengan Metode Least Square untuk pengukuran kadar Sulfida. 45 Tabel 4.1.5. Data Hasil Pengukuran Kadar Sulfida………… ……... 48
Tabel 4.1.6. Data Hasil Pengukuran Nilai BOD5... 51
Tabel 4.1.7. Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Amoniak Untuk kurva Kalibrasi 52 Tabel 4.1.8. Penurunan Persamaan Garis Regreasi dengan Metode Least Square untuk pengukuran kadar Amoniak 52
Tabel 4.1.9. Data Hasil Pengukuran Kadar Amoniak... 55
Tabel 4.2.1. Hasil Pengukuran Sampel yang berasal dari Outlet Limbah. 56 Tabel 4.2.2. Hasil Pengukuran Sampel yang berasal dari Air Laut untuk
Wisata Bahari 57
Tabel 4.2.3. Hasil Pengukuran Sampel yang berasal dari Air Laut untuk
Biota Laut 61
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul...Halaman
Gambar 1 Denah Pengambilan Sampel...32
Gambar 2 Kurva Kurva Absorbansi Vs Konsentrasi Larutan Standar Sulfida… ...47
Gambar 3 Kurva Absorbansi Vs Konsentrasi Larutan Standar Amoniak …...54
Gambar 4 Diagram Hasil Analisis Berbagai Parameter dari Sampel Outlet ...57
Gambar 5 Diagram Hasil Analisis Air Laut untuk Parameter Suhu, dan pH...58
Gambar 6 Diagram Hasil Analisis Air Laut untuk Parameter TSS,BOD, Sulfida dan Amoniak...60
Gambar 7 Diagram Hasil Analisis Air Laut untuk Parameter Suhu,TSS, dan pH...62
Gambar 8 Diagram Hasil Analisis Air Laut untuk Parameter BOD,Sulfida, dan Amoniak 64
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul ...Halaman Lampiran 1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No 6 Tahun 2007...69
Lampiran 2. Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari 70 Lampiran 3. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut... 73
Lampiran 4. Gambar mengambil samppel air laut pada Outlet... 77
Lampiran 5. Gambar mengambil samppel air laut pada titik D ... 78
Lampiran 6. Gambar wisatawan domestik sedang ... 79
Lampiran 7. Gambar Nelayan sedang mengemasi sampan... 80
PENGARUH LIMBAH CAIR PENGOLAHAN IKAN SEGAR TERHADAP KUALITAS AIR LAUT DI SEKITAR PERAIRAN
PANTAI SUNGAI NIPAH KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh limbah cair pengolahan ikan segar terhadap kualitas air laut disekitar Perairan Pantai Sungai Nipah Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Semua parameter yang dianalisis terhadap outlet limbah telah memenuhi Standar Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha/Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan kecuali BOD yaitu 116,26 mg/L ( PerMen Lingkungan Hidup No.06 tahun 2007; 100 mg/L ). Beberapa parameter dianalisis yang tidak memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk kegiatan Wisata Bahari antara lain: Sampel pertemuan limbah outlet dengan air laut saat pasang surut ( Titik B ) adalah TSS ( 36,4 mg/L ), BOD ( 78,04 mg/L ), Sulfida ( 0,0208 mg/L ), Amonia ( 0,695 mg/L ). Sampel air laut yang masih dipengaruhi limbah saat pasang surut ( Titik C ) adalah TSS ( 32,4 mg/L ), BOD ( 36,58 mg/L ), Sulfida ( 0,0181 mg/L ), Amonia ( 0,624 mg/L ). Sampel air laut yang diprediksi tidak tercemar
oleh limbah saat pasang surut ( Titik D ) adalah TSS ( 22,2 mg/L ). Sampel
pertemuan limbah outlet dengan air laut saat pasang naik ( Titik E ) adalah TSS ( 34,4 mg/L ), BOD ( 28,45mg/L ), Sulfida ( 0,0167 mg/L ), Amonia ( 0,640 mg/L ). Serta sampel air laut yang diprediksi tidak tercemar oleh limbah saat pasang naik ( Titik F ) dan masih memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari. Beberapa parameter dianalisis yang tidak memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut antara lain: Sampel pertemuan limbah outlet dengan air laut saat pasang surut ( Titik B ) adalah BOD ( 78,04 mg/L ), Sulfida ( 0,0208 mg/L ), Amonia ( 0,695 mg/L ). Untuk sampel air laut yang masih dipengaruhi limbah saat pasang surut ( Titik C ) adalah BOD ( 36,58 mg/L ), Sulfida ( 0,0181 mg/L ), Amonia ( 0,624 mg/L ). Sampel dari pertemuan limbah dengan air laut saat pasang naik ( Titik E ) adalah BOD ( 28,45mg/L ), Sulfida ( 0,0167 mg/L ), Amonia ( 0,640 mg/L ). Serta sampel air laut yang diprediksi tidak tercemar oleh limbah saat pasang surut ( Titik D ) maupun saat pasang naik ( Titik F ) ternyata masih memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Hasil penelitian sampel yang diperoleh disimpulkan pada jarak 50 meter ( Titik B ) hingga 500 meter ( Titik C ) dari outlet limbah kurang layak dijadikan untuk wisata bahari dan bahkan dapat mengganggu kehidupan biota laut perairan sekitar pantai.
THE EFFECT OF FRESH FISH PROCESSING WASTE WATER QUALITY OF SEA WATER IN THE COASTAL WATERS
AROUND PANTAI SUNGAI NIPAH DISTRICT SERDANG BEDAGAI
ABSTRACT
The research of influence of fresh fish processing waste water on sea water quality at Sungai Nipah Beach Kecamatan Pantai cermin Kabupaten Serdang Bedagai had been carried out. All parameters that were analyzed against the outlet of waste had supplied with Waste Water Quality Standards for work / Activity Processing of fishery Products except BOD is 116,26 mg/L ( PerMen Lingkungan Hidup No.06 tahun 2007 ; 100 mg/L).
Various parameters that were analyzed that do not fulfill Quality Standards for marine tourims activities are ; Samples in mixing the waste water outlet to the sea water at low tide ( Point B ) are TSS ( 36,4 mg/L), BOD ( 78,04 mg / L ), Sulfide ( 0,0208 mg/L ), Ammonia ( 0,695 mg/L ).The sea water samples that are still influenced by waste at low tide ( Point C ), are TSS ( 32,4 mg/L ), BOD ( 36,58 mg/L ), Sulfide ( 0,0181 mg/L ), Ammonia ( 0,624 mg/L ). For the predicted sea water samples are not polluted by wasteat low tide ( Point D ) are TSS ( 22,2 ) . Samples of mixing the waste water outlet with sea water at high tide ( Point E ) are TSS ( 34,4 mg/L ), BOD ( 28,45 mg/L ), Sulfide ( 0,0167 mg/L ), Ammonia ( 0,640 mg/L ). and predicted sea water samples are not polluted by waste at high tide ( Point F ) and can fulfill Quality Standards for marine tourims activities.
For some parameters that were analyzed that do not fulfill Quality Standards for Marine Biota activities are ; Samples in mixing the waste water outlet to the sea water at low tide ( Point B ), are BOD( 78,04 mg/ L ), Sulfide ( 0,0208 mg/L ), Ammonia ( 0,695 mg /L ), For sea water samples that are still influenced by waste at low tide ( Point C ) are BOD ( 36,58 mg/ L ), Sulfide ( 0,0181 mg/ L ). Ammonia ( 0,624 mg/L ). Samples of mixing the waste water outlet with sea water at high tide ( Point E ) are BOD ( 28,45 mg/L ), Sulfide ( 0,0167 mg /L ), Ammonia ( 0,640 mg/L ). And predicted sea water sample are not polluted by low tide ( Point D ) and high tide ( Point F ) and can fulfill Quality Standards for Marine Biota activities. The results of researching obtained samples are concluded at a distance of 50 meters ( Point B ) to 500 meters ( Point C ) is not visible to be used for marine tourism and can disturb the live biota around the coastal waters.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan industri saat ini sangat berperan dalam peningkatan taraf
kehidupan manusia, namun seiring dengan kehadiran perkembangan industri
tersebut berbagai kemungkinan hasil sampingan yang diperoleh dapat mengganggu
kelestarian kehidupan mahluk hidup maupun lingkungan sekitar. Sisa yang
dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga,
industri dapat berupa gas/debu, cair atau padat yang disebut limbah. (http://
),dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan sekitar terhadap air, tanah dan udara.
Perairan air laut seperti di daerah pantai Sungai Nipah Kecamatan Pantai
Cermin yang merupakan tempat pembuangan limbah cair digunakan oleh para
wisatawan baik lokal maupun domestik dan juga nelayan setempat untuk mencari
ikan. Saat kegiatan pembuangan air limbah ke daerah pantai, warna air laut sekitar
pembuangan limbah cair pengolahan ikan segar secara visual dapat dilihat adanya
perubahan, di samping itu ada juga dirasakan bau yang kurang sedap.
Kegiatan dari perusahaan pengolahan ikan segar untuk eksport tersebut
memerlukan air pencuci yang cukup banyak sehingga akan menghasilkan limbah
cair. Dalam melakukan pengolahan limbah industri terutama limbah cair perlu
dilakukan analisa terhadap jenis dan karakteristik limbah tersebut terlebih dahulu
agar dapat dilakukan penanganan dengan efektif dan efisien. Untuk mengetahui
karakteristik limbah cair dapat dilakukan beberapa analisa, sehingga kita
mengetahui air limbah yang dihasilkan suatu industri dapat dikatakan sudah aman
Atas dasar itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang sejauh
mana Pengaruh limbah cair pengolahan ikan segar terhadap kualitas air laut
disekitar perairan pantai Sungai Nipah Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten
SerdangBedagai.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah air buangan dari pengolahan ikan segar yang dibuang ke perairan laut
sudah memenuhi baku mutu limbah cair yang ditetapkan.
2. Seberapa jauh jarak pengaruh air limbah buangan pengolahan ikan segar
mempengaruhi kualitas perairan air laut sekitar pantai Sungai Nipah kecamatan
Pantai Cermin jika diukur dari garis pantai.
1.3. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini parameter yang diukur adalah Suhu, TSS, pH, Sulfida,
BOD, Ammoniak baik limbah cair pengolahan ikan segar maupun air laut tempat
pembuangan air limbah tersebut.
1.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kualitas limbah cair pengolahan ikan segar serta kualitas air
laut sekitar pantai sebagai badan air penerima pembuangan akhir.
2. Untuk mengetahui sejauhmana jarak pengaruh limbah cair buangan pengolahan
ikan segar terhadap kualitas perairan air laut sekitar Pantai Sungai Nipah
kecamatan Pantai Cermin jika diukur dari garis pantai.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan informasi bagi
masyarakat tentang kualitas limbah cair pengolahan ikan segar serta dampaknya
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA-
Universitas Sumatera Utara, dan disekitar pantai perairan laut Sungai Nipah
Kecamatan Pantai Cermin secara In Situ .
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan makhluk
hidup di dunia ini. Kondisi dan sumber daya air pada setiap daerah berbeda-beda,
tergantung pada keadaan alam dan kegiatan manusia yang terdapat di daerah
tersebut (Darmono,1995). Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi
semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi. Secara garis besar
total volume air yang ada yaitu air asin dan air tawar di dunia adalah 1.385.984.610
km 3 , terdiri atas ( UNESCO, dalam Chow dkk, 1988 ) air laut 96,54 % dan 1,73 %
ada dibagian kutub,1,69 % berupa air tanah, 0,04 % yang ada dipermukaan bumi
dan udara. Air dalam obyek-obyek tersebut bergerak mengikuti suat
yaitu melalui
banyak tempat atau negara di dunia ini masih ada yang kekurangan persediaan air
bersih. Air dapat berwujud
satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga
wujudnya tersebut (William, 2001).
Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi. Menurut
dokter dan ahli kesehatan, manusia dianjurkan mengkonsumsi air minum 8 liter
dalam satu hari. Semua organisme yang hidup tersusun dari sel-sel yang berisi air
sedikitnya 60 % dan aktivitas metaboliknya mengambil tempat dalam larutan air
(Enger dan Smith, 2000). Air juga merupakan bagian terpenting dari sumberdaya
alam yang mempunyai karakteristik unik, jika dibandingkan dengan sumber daya
dinamis. Artinya sumber utama air yang berupa hujan akan selalu datang sesuai
dengan waktu dan musimnya sepanjang tahun (Chow dkk,1988).
2.2. Air Laut
Air di laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan memiliki kadar
garam rata-rata 3,5%. Artinya dalam 1
garam (namun tidak seluruhnya, garam dapur atau NaCl) dan material lainnya
seperti gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut.
(UNESCO,1978 dalam Chow dkk., 1988).
Laut, menurut sejarahnya, terbentuk 4,4 milyar tahun yang lalu, dimana
awalnya bersifat sangat asam dengan air yang mendidih (dengan suhu sekitar
100 °C) karena panasnya
itu
karbon dioksida yang ada diatmosfer mulai berkurang akibat terlarut dalam air laut
dan bereaksi dengan ion karbonat membentuk kalsium karbonat. Sinar Matahari
yang masuk menyinari Bumi dan mengakibatkan terjadinya proses
sehingga volume air laut di Bumi juga mengalami pengurangan dan bagian-bagian
di Bumi yang awalnya terendam air mulai kering. Proses pelapukan batuan terus
berlanjut akibat hujan yang terjadi dan terbawa ke lautan, menyebabkan air laut
semakin asin.
2.3. Salinitas air laut
Air laut secara alami merupakan air saline mengandung 3,5 % garam-
garaman, gas-gas terlarut, bahan- bahan organik dan partikel partikel tak terlarut.
keberadaan garam garam mempengaruhi sifat fisis air laut seperti densitas,
kompresibilitas, titik beku, dan temperature dimana densitas menjadi maksimum
beberapa tingkat. Beberapa sifat seperti viskositas, daya serap cahaya tidak
jumlah garam dilaut (salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan
tekanan osmosis.
Garam-garam yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%),
natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potassium (1%), dan
sisanya kurang dari 1% terdiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strosium dan
fluorida. . Ada
tiga sumber utama garam-garam di laut yaitu pelapukan batuan di darat, gas-gas
vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam. Salinitas atau kadar garam ialah jumlah berat semua garam (dalam
gram) yang terlarut dalam satu liter air. Biasanya dinyatakan dengan satuan gram
per liter. Perairan estuari atau daerah sekitar kuala dapat mempunyai struktur
salinitas yang komplek, karena selain merupakan pertemuan antara air tawar yang
relatif ringan dengan air laut yang lebih berat, juga ditentukan oleh pengadukan air
(Nontji, 1993). Salinitas tertinggi biasanya ditentukan disekitar mulut estuari.
Semakin ke hulu sungai, salinitas akan semakin menurun. Beberapa danau garam di
daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut
umumnya. Sebagai contoh , Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 30% (Goetz,
P.W., 1986). Penyelidikan komposisi air laut pertama sekali diselidiki oleh
seorang ahli oseanografi W.Dittmar pada tahun 1873 dengan menggunakan contoh
air laut sebanyak 77 sampel dari beberapa perairan di Samudera Pasifik, Hindia,
dan Atlantik melalui ekspedisi yang dilakukan oleh H.M.S.Challenger
2.4. Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi
domestik (rumah tangga) maupun industri, yang lebih dikenal sebagai sampah, dan
kehadirannya tidak dikehendaki lingkungan karena dapat merugikan bagi
kehidupan sekitar. Air limbah domestik mengandung lebih dari 90% cairan. Zat-zat
tersuspensi maupun terlarut seperti protein, karbohidrat, lemak dan juga
unsur-unsur anorganik seperti garam, logam serta mikroorganisme.
Unsur- unsur organik tersebut memberikan corak kualitas air buangan
dalam sifat-fisik kimiawi maupun biologi (Fair et al., 1979 ; Sugiarto, 1987). Sifat
fisik air buangan domestik pada umumnya mempunyai suhu sedikit lebih tinggi
dari air minum. Temperatur ini dapat mempengaruhi aktifitas mikroba, kelarutan
dari gas dan viskositas. Warna air buangan segar biasanya berwarna agak abu-abu,
serta dalam kondisi septik air buangan akan berwarna hitam. Bau air buangan segar
biasanya mempunyai bau seperti sabun atau bau lemak dan dalam kondisi septik
akan berbau sulfur dan kurang sedap. Kekeruhan pada air buangan sangat
tergantung dari kandungan zat padat tersuspensi, dan pada umumnya air buangan
pekat akan mempunyai kekeruhan yang tinggi. Air limbah memberikan efek dan
gangguan buruk baik terhadap manusia maupun lingkungan (Sugiarto, 1987).
Kualitas air menjadi menurun sebagai akibat dari masuknya berbagai
limbah, baik limbah cair maupun padat kedalam aliran air ataupun danau. Limbah
tersebut berasal dari :
1. Daerah pemukiman, yaitu berupa limbah domestik, yang bahan pencemar umumnya berupa bahan-bahan organik seperti: karbohidrat, minyak dan lemak, protein dan lain-lain.
2. Daerah pertanian, bahan pencemar dapat berupa resudi pestisida, pupuk dan lain-lain.
3. Daerah peternakan dan perikanan, bahan pencemar umumnya berupa sisa-sisa makanan ternak, kotoran ternak dan lain-lain.
4. Kawasan industri, bahan pencemar dapat berupa bahan-bahan organik, unsur-unsur lain seperti logam berat, serta barang berbahaya dan beracun lainnya.
Berbagai kegiatan/industri memang berpotensi menimbulkan pencemaran
terhadap kualitas lingkungan termasuk air. Oleh sebab itu, pemerintah telah
menetapkan baku mutu limbah cair untuk berbagai jenis kegiatan maupun industri
antara lain perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair ke
lingkungan.
Yang dimaksud dengan baku mutu limbah cair adalah batas maksimum
nilai-nilai paremeter limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan (badan
air)yang disebut juga dengan istilah Nilai Ambang Batas. Sedangkan limbah cair
adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh suatu kegiatan atau industri
yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan (air
). Itulah sebabnya sebelum dibuang ke sistem perairan, limbah cair terlebih dahulu
harus diolah pada Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL), sampai kualitas yang
dicapai memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Namum pada kenyatannya
kebanyakan industri maupun kegiatan lain masih membuang begitu saja limbahnya
ke badan air, tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas air.
2.5. Indikator Air Limbah
Untuk mengetahui kualitas air ada beberapa cara yang dilakukan seperti
melakukan analisa terhadap parameter fisik dan kimia.Beberapa parameter yang
bisa digunakan berfungsi sebagai indikator air yang tercemar adalah sebagai
berikut:
1. Perubahan Bau , Rasa, dan Warna
Bau air tergantung dari sumber airnya, dapat juga disebabkan oleh bahan-
bahan kimia seperti adanya campuran dari nitrogen, sulfur, fosfor, protein dan
bahan organik (Mahida,1992), serta adanya ganggang, plankton atau tumbuhan dan
hewan air, baik yang hidup maupun yang sudah mati. Air yang berbau dapat
disebabkan oleh berbagai bahan yang terkandung didalamnya, seperti air yang
berbau sulfit oleh reduksi sulfat dengan adanya bahan-bahan organik dan
menunjukkan adanya air limbah yang busuk. Kuat tidaknya bau yang dihasilkan
tergantung pada jenis dan banyaknya gas yang ditimbulkan (Gintings, 1992). Bau
yang paling menyerang adalah bau yang berasal dari hidrogen sulfida.
Pentingnya bau dalam penentuan kondisi air limbah ditunjukkan oleh
kenyataan bahwa konsentrasi yang sangat kecil dari pada sesuatu zat tertentu dapat
ditelesuri dari baunya. Misalnya konsentrasi dari kira kiar 0,037 mg/l ammoniak
dapat menimbulkan bau ammoniak yang sedikit menyengat, konsentrasi
0,0011mg/l daripada hidrogen sulfida menyebarkan bau khas telur busuk ,
konsentrasi 0,0026 mg/l karbon disulfida menimbulkan bau yang tidak enak dan
memuakkan. Air dalam keadaan normal memiliki karakteristik yang bersih, tidak
berwarna dan tidak mempunyai rasa. Biasanya perubahan warna dikarenakan
adanya macam macam warna bahan buangan dari suatu industri seperti industri
tekstil. Namun belum tentu air berwarna lebih berbahaya daripada air yang tidak
berwarna. Standar warna limbah, meliputi coklat muda, berumur enam jam
berwarna abu-abu tua, sedangkan air limbah yang mengalami pembusukan oleh
bakteri anaerob berwarna hitam. Sedangkan perubahan bau dapat dikarenakan
kandungan protein yang berasal dari limbah industri, sedangkan perubahan rasa
dikarenakan adanya perubahan asam dan basa atau tercampurnya bahan pencemar
(Hadihardja , 1977).
2 . Perubahan Suhu
Suhu air berbeda-beda sesuai dengan iklim dan musim, ukuran-ukuran suhu adalah berguna dalam memperlihatkan kecenderungan aktivitas-aktivitas kimiawi
dan biologis, pengentalan, tekanan uap, tegangan permukaan dan nilai-nilai
penjenuhan dari pada benda- benda padat dan gas. Tingkat oksidasi zat organik
jauh lebih besar selama musim panas dari pada selama musim dingin. Nitrifikasi
dari ammoniak secara kasar berlipat ganda dengan naiknya suhu sampai 10 oC.
bagi kehidupan biota air. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang optimal
setiap biota mempunyai batas toleransi yang berbeda beda. Secara umum, suhu
berpengaruh langsung terutama terhadap biota perairan berupa reaksi enzimatik
pada organisme, namun tidak berpengaruh langsung terhadap struktur dan dispersi
hewan air. Pada daerah tropis termasuk Indonesia, suhu permukaan laut berkisar
antara 28oC – 31oC dan pada daerah subtropis 15 C – 20oC (Nontji, 1984 ).
Perubahan suhu dapat disebabkan adanya mesin pemanas dan pendingin,
atau akibat proses pengolahan limbah bahan organik oleh bakteri anaerob.
Pembusukan anaerobik juga sebagian besar dipengaruhi oleh perubahan suhu.
Jarang pembusukan terjadi didaerah titik beku, sedangkan tingkatan pembusukan
terjadi kira-kira empat kali lebih besar pada suhu 27oC jika dibandingkan pada
suhu 8oC. Air panas hasil buangan suatu industri akan meyebabkan penurunan
oksigen terlarut. Sedangkan pembuangan air dingin dapat menyebabkan
terganggunya pertumbuhan mikroorganisme.
3. Kekeruhan
Kekeruhan dapat disebabkan karena adanya endapan, zat koloidal, zat
organik yang terurai secara halus, jasad renik dan lumpur (Mahida, 1992), serta
bahan bahan tersuspensi pada suatu bahan pencemar yang biasanya ditimbulkan
oleh adanya bahan organik oleh buangan industri, debu, plankton atau organisme
lainnya. Nilai kekeruhan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat penetrasi cahaya
ke dalam air sehingga dapat mempengaruhi fotosintesis.
Selain itu kekeruhan akan mengganggu organ-organ pernafasan dan alat
penyaring makanan dari organisme perairan yang dapat menyebabkan kematian
(Wardoyo, 1981). Sampah industri dapat menambah sejumlah besar zat-zat organik
yang menghasilkan kekeruhan. Air cucian dijalanan juga menambah kekeruhan,
semakin luar biasa kekeruhan semakin banyak limbahnya. Kekeruhan diukur dalam
ukuran tersebut umumnya terbatas pada air dan kadang kadang hanya dibuat untuk
limbah dan selokan.
4. Total Padatan Tersuspensi (TSS)
Total padatan tersuspensi merupakan materi atau bahan tersuspensi yang
menyebabkan kekeruhan air terdiri dari komponen terendapkan, bahan melayang
dan komponen tersuspensi koloid (Canter dan Hill, 1979 dalam Wardoyo, 1975).
Total padatan tersuspensi terdiri atas lumpur dan pasir halus serta
jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa
kedalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi kedalam perairan dapat
menimbulkan kekeruhan air.
Menurut Mays (1996), Total Padatan Tersuspensi (TSS) adalah
bahan-bahan tersuspensi yang tertahan pada kertas saring millipore berdiameter pori
0,45μm. Nilai total padatan tersuspensi merupakan salah satu parameter biofisik
perairan yang secara dinamis mencerminkan perubahan yang terjadi di daratan
maupun di perairan. Total padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi
biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penetrasi
cahaya kedalam badan air, sehingga menghambat proses fotosintesis oleh
fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan
oksigen terlarut dalam badan air. Kedua, secara langsung total padatan terlarut
(total dissolved solid) yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. Total padatan tersuspensi dapat memberikan pengaruh
yang luas dalam ekosistem perairan.
Menurut Fardiaz (1992), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi
cahaya kedalam air, sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis
dan kekeruhan air juga semakin meningkat. Erosi tanah akibat hujan lebat dapat
mengakibatkan naiknya nilai total padatan tersuspensi secara mendadak
tinggi terhadap kepekatan total padatan tersuspensi, namun total padatan
tersuspensi dapat menyebabkan penurunan populasi tumbuhan dalam air,hal ini
disebabkan oleh turunnya penetrasi cahaya kedalam air (Connel dan Miller, 1995).
Oleh karena itu penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis
perairan dan buangan domestik yang tercemar serta dapat digunakan untuk
mengevaluasi mutu air, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan.
Berdasarkan Kepmen-LH No 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota
laut Total padatan tersuspensi sebesar 20 mg/ l.
5. Keasaman (pH)
Karakteristik limbah yang memerlukan pemeriksaan terperinci adalah pH.
Pada waktu limbah industri disalurkan kedalam saluran saluran air kotor umum,
perlu dipastikan bahwa pH nya berada antara 5,5 sampai 8,5. Akan tetapi jika
volume limbah industri tersebut komparatif besar, pH nya harus berada dalam batas
yang lebih sempit yaitu 7 sampai dengan 8. Banyak limbah industri bersifat alkali
keras, misalnya buangan limbah industri pabrik kulit, pembuatan gas karbit,
penggosokan tekstil, pencelupan dengan cat dan sulfur. dapat juga bersifat asam
keras misalnya buangan dari pembuatan asam, pencelupan wool, karbonisasi kapas,
serta pengalengan buah-buahan.
Derajat keasaman suatu perairan dipengaruhi beberapa faktor antara lain
oleh proses fotosintesis biologi dan adanya berbagai jenis kation dan anion
diperairan tersebut. Air yang normal memiliki pH antara 6,5-7,5. Perubahan pH ini
karena adanya buangan asam basa dari suatu industri. Merujuk pada baku mutu air
laut untuk kegiatan wisata bahari Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku
mutu air laut untuk biota laut yaitu pH 7 – 8,5. Sedangkan air limbah domestik
yang normal biasanya mengandung sedikit basa. Pengendalian pH suatu limbah
khusus yang terlibat dalam pembenahan air limbah dan sampah industri dengan
proses-proses biologis.
6. Sulfur
Sulfur atau belerang adala
mempunyai simbol S dan
berlimpah, tanpa rasa dan tanpa bau. Sulfur, dalam bentuk aslinya, adalah satu
kristal padat yang berwarna kuning. Dalam alam ia ditemukan dalam bentuk unsur
murni atau dalam bentuk mineral
untuk kehidupan dan ditemukan dalam dua
dalam
Hidrogen sulfida (H2S) dikenal dengan nama sulfana, sulfur hidrida, gas
asam (sour gas), sulfurated hydrogen, asam hidrosulfurik, dan gas limbah (sewer gas). Asam sulfida merupaka
dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis ketika
Seperti di
yang timbul dari aktivitas
Sebagai suplemen, belerang tersedia dalam dua bentuk , dimetil sulfoxide (DMSO) dan methylsulfonylmethane (MSM). Sekitar 15% dari DMSO terurai menjadi MSM dalam tubuh. Kedunya digunakan sebagai pengobatan untuk rasa
sakit. DMSO terjadi secara alami di beberapa tanaman (seperti ekor kuda), buah-
buahan dan sayuran dan susu. Suplemen menggabungkan DMSO dengan peroksida
hidrogen. MSM penting dalam kesehatan karena membantu membentuk jaringan
ikat ( tulang rawan, tendon dan ligamen). Hal ini juga dapat memperlambat impuls
saraf yang mengirimkan sinyal rasa sakit, mengurangi rasa sakit.
digunakan sebagai pelarut industri, juga untuk tujuan pengobatan. Makanan dan
obat administrasi telah disetujui untuk menggunakan DMSO intravesical (artinya
dokter menanamkannya dalam kandung kemih). Hal ini juga digunakan dalam krim
dan diminum untuk sakit serta kondisi lain. Tidak seperti MSM, DMSO diserap
melalui kulit.
7. Adanya Radioaktivitas Pada Air
Adanya radioaktivitas pada air limbah dikarenakan adanya bahan sisa
radioaktif dari suatu industri maupun dari bahan-bahan yang mengandung
radioaktif. Limbah radioaktif dapat berasal dari pemanfaatan sumber radioaktif dari
suatu industri, rumah sakit (diagnostik dan therapy), dan laboratorium. Limbah
radioaktif dapat diklassifikasikan atas dasar jumlah radiasi dan jenis radiasi yang
memancar. Umumnya limbah radioaktif dibagi menjadi menjadi dua yaitu :
a. Limbah radioaktif tingkat tinggi (High Level Waste). b. Limbah radioaktif Tingkat rendah (Low Level Waste).
Sumber radioaktif itu sendiri berasal dari :
a. Alam lingkungan kita sendiri yang telah mendapatkan radioaktif alam seperti dari
tanah, sinar kosmik sebagai akibat peluruhan Uranium dan Thorium.
b. Industri-industri yang memanfaatkan tenaga nuklir.
c. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Penggunaan teknologi nuklir dapat menghasilkan limbah radioaktif yang
tidak terpakai, maupun bahan bekas serta peralatan yang terkena zat radioaktif atau
menjadi radioisotop karena operasi nuklir dan tidak dapat digunakan lagi. Hal ini
merupakan kendala untuk pengembangan lebih lanjut, sehingga diperlukan
8. Adanya Bahan–bahan Logam Berat
Berbagai kandungan logam berat yang ada dalam air limbah antara lain:
cromium, tembaga, merkuri, timbal, cadmium, nikel, seng. Bahan kimia ini yang
sering mencemari sumber air minum lewat air buangan oleh industri, namun bahan
ini tidak disangkal juga bahwa sebagian berasal dari limbah pertanian akibat bahan
dari campuran pestisida terutama Hg.
Pencemaran logam berat dapat terjadi pada air laut tempatnya para nelayan
mencari ikan yang pada akhirnya masyarakat mengkonsumsi ikan tersebut. Logam
berat tersebut masuk kedalam tubuh manusia lewat ikan-ikan yang telah
mengandung merkuri karena air laut terkena pencemaran. Efek toksisitas merkuri
terutama pada susunan sarap pusat, ginjal, saluran pencernaan dan gangguan pada
mata serta kardiovaskuler dimana Hg ini terakumulasi.
Untuk logam Hg kadar < 0,001 ppm yang relatif rendah belum berbahaya
bagi biota laut perairan terutama ikan, sesuai dengan Kepmen KLH N0 51 Tahun
2004 Tentang Baku Mutu Air Laut untuk beberapa logam berat pada tabel 2.1
berikut.
Tabel 2.1. Baku Mutu air laut untuk beberapa logam berat
No Logam terlarut Satuan Baku Mutu
1 Raksa (Hg) mg/L 0,001
2 Kromium (Cr) mg/L 0,005
3 Timbal (Pb) mg/L 0,008
4 Kadmium (Cd) mg/L 0,001
5 Zinkum (Zn) mg/L 0,05
9. Nitrogen
Nitrogen sebagai salah satu nutrient terdapat dalam protein. Sedangkan
protein merupakan komposisi utama plankton dan sebagai dasar semua jaringan
makanan yang bertalian dengan air. Dalam plankton terdapat 50 % protein atau 7
sampai 10% nitrogen. Ada tiga tendon (gudang) nitrogen dalam alam. Pertama
ialah udara, kedua senyawa anorganik (nitrat, nitrit, ammoniak), dan ketiga ialah
senyawa organik (protein,urea,dan asam urik). Nitrogen terbanyak ada di udara
lebih kurang 78 % dari volumenya.
Nitrogen juga terdapat sebagai bahan organik dan diubah menjadi ammonia
oleh bakteri sehingga menghasilkan bau busuk dan bisa menyebabkan permukaan
air menjadi pekat sehingga tidak dapat ditembus cahaya matahari. Nitrogen organik
terikat pada unsur pokok sel mahluk hidup seperti misalnya purin, peptida,
asam-asam amino, dan dalam air limbah domestik. Kebanyakan dari nitrogen organik
berada dalam bentuk protein-protein atau produk yang diakibatkan oleh degradasi
(penurunan kadar nilai).
Nitrogen organik berubah menjadi ammoniak dengan proses pembusukan
secara anaerobik, sedangkan nitrit atau nitrat secara aerobik. Nitrogen anorganik seperti ammonia, nitrit, gas nitrogen dapat terlarut dalam air. Nitrogen nitrit jarang
terjadi dalam konsentrasi yang lebih besar dari 1 mg/L di dalam air limbah dan
selokan selokan. Terdapatnya nitrit dengan demikian dapat menunjukkan adanya air
limbah yang pembenahannya tidak sempurna. Nitrat mewakili produk akhir dari
pengoksidasian zat yang bersifat nitrogen.
10. DO ( Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur
metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber
atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan
fitoplankton (Novonty and Oleom, 1994).
Difusi oksigen atmosfer ke air terjadi secara langsung pada kondisi air diam
karena pergolakan massa air oleh angin. Difusi oksigen dari atmosfer ke perairan
pada hakekatnya berlangsung lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air.
Keberadaan oksigen terlarut di perairan sangat dipengaruhi oleh suhu, salinitas,
turbulensi air, dan tekanan atmosfer.
Kadar oksigen akan berkurang dengan semakin meningkatnya suhu,
ketinggian, dan berkurangnya tekanan atmosfer (Jeffries and Mills, 1996).
Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air disebabkan oleh
adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi oksigen. Zat pencemar tersebut
terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik yang berasal dari berbagai sumber,
seperti kotoran hewan dan manusia, bahan-bahan buangan dari industri maupun
rumah tangga.
Menurut Connel and Miller (1995), sebahagian besar dari zat pencemar
yang menyebabkan oksigen terlarut berkurang adalah limbah organik. Menurut Lee
et al. (1978), kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan
sebagai indikator kualitas perairan, seperti yang terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2. Status kualitas air berdasarkan kandungan DO (Lee et al, 1978).
No Kadar oksigen terlarut Status kualitas air
1 > 6 Tidak tercemar s/d tercemar sangat
ringan
2 4,5 -- 6,4 Tercemar ringan
3 2,0 -- 4,4 Tercemar sedang
DO (Dissolved Oxygen) yang menunjukkan jumlah kandungan oksigen didalam air dapat digunakan sebagai indikasi seberapa besar jumlah pengotoran
limbah. Semakin tinggi oksigen terlarut maka semakin kecil tingkat pencemaran.
kandungan oksigen di perairan dapat dijadikan petunjuk tentang adanya
pencemaran bahan organik dengan bertambahnya dekomposisi dalam menguraikan
limbah yang masuk dalam perairan (Nybakken, 1982). Prinsip analisa oksigen
terlarut berlangsung oleh adanya oksigen dalam sampel yang akan mengoksidasi
MnSO4 yang ditambahkan kedalam larutan pada keadaan alkalis, sehingga terjadi
endapan MnO2. Dengan penambahan asam sulfat dan kalium iodida maka akan
dibebaskan iodine yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodin yang dibebaskan
tersebut kemudian dianalisa dengan metode titrasi iodometris yaitu dengan larutan
standard tiosulfat dengan indikator kanji, dengan reaksi sebagai berikut :
MnSO4 + 2 KOH Mn(OH)2 + K2SO4
Mn(OH)2 + ½ O2 MnO2 + H2O
MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH (pada pH rendah)
I2 + 2 S2O3= S4O6= + 2 I
Hubungan antara kadar oksigen terlarut dengan suhu menunjukkan bahwa
semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigennya semakin berkurang. Baku mutu air
laut kegiatan wisata bahari untuk konsentrasi oksigen terlarut yang ditetapkan
sesuai dengan PP No.82 Tahun 2001 yaitu > dari 3 mg/L.
11. COD (Chemical Oxygen Demand)
Angka COD (Chemical Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Kimiawi adalah jumlah O2 (mg) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi total zat-zat organik
pencemaran air oleh total zat-zat organik baik yang dapat diuraikan secara biologis,
maupun yang hanya dapat diuraikan dengan proses kimia. Kebutuhan oksigen
diperlukan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik baik yang biodegradable
maupun yang nonbiodegradable (Boyd,1990).
Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan
menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan
katalisator perak sulfat sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah
terurai maupun yang kompleks dan sulit terurai akan teroksidasi (Boyd,1990
;Metcalf & Eddy, 1991).
12. BOD (Biochemical Oxigen Demand).
Adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang
diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau
mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin , 1988 ;
Metcalf & Eddy, 1991 ). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik
yang terdekomposisi (readily decomposable organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh
populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap
masuknya bahan organik yang dapat diurai.
Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur
kandungan oksigen terlarut awal (DOo) dari sampel segera setelah pengambilan
contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah
diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap yaitu 20oC yang disebut
dengan DO5. Selisih DOodengan DO5 ( DOo - DO5 ) merupakan nilai BOD yang
dinyatakan dalam milligram oksigen per liter (mg/L).
Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi
iodometri (metode winkler) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter
agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu
yang tetap selama lima hari, diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh
mikroorganisme, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen
tersisa ditera sebagai DO5.
Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih
ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bilamana
nilai DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan. Pada prakteknya, pengukuran
BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan
yang bervariasi sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran,
aerasi, atau penambahan populasi bakteri.
Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan
organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu, karena oksidasi
biokimia adalah proses lambat. Dalam 20 hari, oksidasi bahan organik karbon
mencapai 95-99 % dan dalam waktu 5 hari sekitar 60-70 % bahan organik telah
terdekomposisi ( Metcalf & Eddy,1991 ).
13. Amonia (NH3 –N)
Ammoniak (NH3-N) adalah salah satu bentuk senyawa nitrogen yang
ditemukan di perairan Ion ammonium (NH4+) adalah bentuk transisi dari
ammoniak. Amoniak diperairan merupakan proses reduksi senyawa nitrogen
organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan
air, selain itu juga dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik
yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur. Ammoniak yang terukur
pada perairan alami adalah ammoniak total (NH3 dan NH4+) (Boyd ,1990).
Ammoniak merupakan proses reduksi senyawa nitrat (denitrifikasi) atau
hasil sampingan dari proses industri. Perbedaan utama ammoniak dengan nitrat
adalah dalam hal toksisitas dan mobilitasnya, dimana ammoniak memiliki toksisitas
ammoniak terdapat dalam bentuk ion terdissosiasi NH4+ (ammonium) menjadi NH3
(ammoniak) yang ketosisitasnya akan semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya pH. Didaerah perairan, ammonia berasal dari pemecahan nitrogen
organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan
air. Ammoniak yang terukur pada perairan alami adalah ammoniak total (NH3 dan
NH4+) (Boyd 1990).
Nitrogen amoniak dapat ditentukan dengan metoda Nessler yang terdiri dari
suatu analisa kimiawi dengan menggunakan spektrofotometer. Reagen Nessler
K2HgI4 akan bereaksi dengan NH3 dalam larutan yang bersifat basa,menghasilkan
kolloid berwarna kuning coklat sesuai reaksi berikut:
2 K2HgI4 + NH3 + 3 KOH I-Hg -O- Hg - NH2 + 7 KI + 2 H2O
Kadar ammoniak bebas pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/L (
perikanan sebaiknya kurang dari 0,02 mg/l (Nemerow, 1991). Produk larutan
komersil ammoniak berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26 derajat
baume (sekitar 300 persen berat ammoniak pada 15,5 oC . Penggunaan ammonia
banyak digunakan pada proses industri pupuk urea, bahan kimia (asam nitrat,
ammonium pospat, ammonium nitrat, dan ammonium sulfat), dan industri pulp dan
kertas (Eckenfelder,1989).
2.6. Ikan Nila atau Tilapia (Oreochromis niloticus).
Ikan Nila atau Tilapia bukanlah ikan asli perairan Indonesia, melainkan ikan
introduksi yaitu ikan yang berasal dari luar Indonesia, tetapi sudah dibudidayakan
di Indonesia. Ikan ini merupakan ikan asli perairan Sungai Nil di Afrika. Namun
secara resmi ikan nila tidak masuk dari Afrika melainkan dari Taiwan. Nama nila
diambil dari nama latinnya yaitu nilotica yang mengacu pada asal ikan ini, yaitu
Sungai Nil. Di luar negeri biasa disebut nile atau tilapia.
Filum : Chordota
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Achanthopterigii
Ordo : Perciformes
Familia : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Ikan nila masuk ke Indonesia pada tahun 1969, dan secara resmi nama nila
mulai digunakan sebagai nama spesies di Indonesia sejak tahun 1972. Setelah itu
melalui penelitian dihasilkan berbagai macam ikan nila Strain unggul yang diliris
oleh pemerintah antara lain Nila GIFT (Genetic improvement of farmed tilapias) , BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapias), Nirwana (Nila Ras Wanayasa), Gesit berasal dari rekayasa mutasi hormonal nila Gift generasi ketiga dan Red NIFI (Nila
Merah), Citra lada, Hitam 69 (Oreochromis niloticus Bleeker), JICA (Japan for International Cooperatin Agency), Cangkringan, Larasati (Nila Janti).
Ikan Nila secara umum masih kerabat dekat dengan ikan mujahir
(Oreochromis mossambicus). Karakteristik fisik pada beberapa strain ikan nila juga ada mirip dengan ikan mujahir. Bahkan masih ada masyarakat yang belum dapat
membedakan antara ikan nila dengan ikan mujahir. Ikan nila sangat mudah
beradaptasi dengan kondisi perairan. Mulai dari tambak pinggir air laut, kerambah
ditengah aliran sungai, ditengah waduk atau danau hingga di kolam air. Bahkan
banyak yang menebar benih ikan nila di persawahannya yang bertujuan untuk
menambah pendapatan mereka, namun jarang yang membudidayakannya secara
intensif.
Berikut ini tabel kandungan gizi ikan nila pada berbagai macam strain,
[image:42.602.107.525.241.410.2]diantaranya BEST, Nirwana, Gesit, dan Red NIFI.
Tabel 2.3. Kandungan Nutrisi Ikan Nila.
Sumber : BARPBAT – Trubus No. 480 – November
Keunggulan ikan nila sebagai konsumsi ikan air tawar tidak hanya digemari
oleh petani ikan saja . Banyak kalangan yang memelihara ikan ini hanya untuk hobi
atau kesenangan saja. Namun ada juga yang serius membudidayakan secara
komersial. Salah satu industri yang membudidayakan ikan nila secara komersial
adalah PT Aquafarm Nusantara yang berlokasi di Surakarta, jawa tengah ini setiap
bulannya mengekspor fillet nila ke USA sebanyak 252 ton. Untuk mendukung
kesediaan barang, perusahaan PT. Aquafarm Nusantara telah mempersiapkan budi
daya ikan nila di Wunut (300 ton/tahun), KJA di Wonogiri (700 ton/tahun) dan
Waduk Wadaslintang di Wonosobo (1500 ton/tahun). Selain itu terdapat juga
kolam di Lubuk Naga, Sumatera Utara dengan kapasitas produksi 200 ton per tahun
dan sekitar Danau Toba berkapasitas produksi 4000 ton per tahun. Berat Kering
Strain Kadar air
(%) Protein (%)
Lemak (%)
Abu (%)
Serat (%)
Karbohidrat (%)
BEST 65,49 56,46 23,02 115,02 1,98 8,84
Nirwana 66,99 54,97 22,27 15,56 1,89 5,31
Gesit 66,77 57,49 18,51 13,20 1,96 8,84
Pengolahan ikan segar yang berada dikawasan perairan Pantai Sungai Nipah
Kecamatan Pantai Cermin melakukan proses pencucian ikan terlebih dahulu. Ikan
tersebut dibelah dan dibersihkan, tentu saja hasil pencucian ikan tersebut yang
mengandung protein atau asam amino, lemak maupun sisa sisa kotoran ikan
ditampung dalam kolam limbah dan diproses dengan instalasi pengolahan air
limbah. Protein yng terkandung dalam limbah tersebut akan terdegradasi oleh
mikro organisme sehingga menghasilkan kandungan nitrogen dalam bentuk
amoniak baik dalam bentuk nitrat.
2.6.1. Fillet Ikan Nila
Fillet ikan nila adalah salah satu produk hasil perikanan dengan bahan baku
daging ikan nila yang telah disayat dari batas operculum (tutup insang) sampai
pangkal ekor.Tulang belakang dan tulang rusuk yang membatasi badan dengan
rongga perut tidak terpotong pada waktu penyayatan. Ada beberapa alur proses atau
tahapan yang harus dilalui hingga terbentuk fillet yang diinginkan dan dimulai dari
penerimaan ikan nila, penyiangan, pencucian pertama, pemfilletan, pencucian
kedua fillet, pengemasan fillet, penyimpanan di freezer.
2.6.2. Penanganan Fillet
Fillet yang diperoleh harus segera dipak dalam wadah yang sesuai dengan
secepatnya dan setiap saat fillet harus didinginkan untuk mencegah penurunan mutu
dan selalu menjaga kebersihan. Fillet umumnya digunakaan dalam pembuatan “fish
block” atau tujuan lain. Fillet (tanpa tulang) yang dicetak dengan menekan fillet
dalam suatu cetakan kayu atau aluminium kemudian dibekukan menjadi suatu
balok ikan yang padat dengan dimensi tertentu. Fillet dipotong persegi di ujungnya
dan dimasukkan dalam box apakah sejajar atau melintang terhadap panjang box.
Ujung fillet yang tebal diletakkan pada sisi box. Bagian tengah yang melengkung
karena ditempati bagian fillet yang tipis harus ditambah fillet lagi,lalu seluruhnya
Penyusunan dan penekanan dilakukan berulang sampai box sedikit berlebih.
Box lalu ditutup, ditekan dan permukaan diratakan. Cetakan dan box kemudian
ditempatkan dalam kontak “ plate freezer “ dan dibekukan hingga – 38 oC selama lebih kurang 3 jam. Dalam bentuk balok,fillet mudah disimpan,diangkut dan
ditangani. Selanjutnya “fish block” dapat dipotong dalam bentuk “stick” atau “portion”. Fillet yang diperoleh dari ikan yang belum dan sedang mengalami pengkakuan filletnya akan mengkerut/berlekuk atau jaringan otot pecah (gaping). Kebersihan harus dijaga karena fillet ikan sangat rentan terhadap kontaminasi
bakteri penyebab pembusukan maupun bakteri patogenik yang sukar dihilangkan
dengan cara-cara biasa karena kontaminan dapat mudah menyusup kedalam
jaringan otot daging yang telah terbuka dari pada ikan utuh. Teknik pendinginan
untuk setiap tahap pengerjaan harus dilakukan untuk menjaga ikan tetap segar
dengan melindungi dari sinar matahari, angin dan sumber panas lainnya yang dapat
meningkatkan suhu ikan. Untuk mengurangi drip (air dari jaringan otot yang hilang
pada waktu produk beku dilelehkan) fillet dapat direndam dalam larutan garam
murni 3-15 % selama 20 detik sampai 2 menit atau dalam larutan garam polifosfat
0,5 %. Untuk mencegah pengeringan dan oksidasi selama penyimpanan fillet beku
harus menggunakan pembungkus atau kemasan “vegetable parchment paper” atau “ polyethylene film “ kemudian dipak dalam “waxed paper board “ atau “fiber board cartons “ dan dibekukan dalam contact plate freezer.
Untuk mencegah oksidasi dapat juga digunakan anti oksidan seperti asam
askorbat (vitamin C) dan isomernya (asam isoaskorbat) atau BHT (butylated hydroxyl toluene) dan BHA (butylated hydroxyl anisole). BHT dan BHA tidak larut dalam air dan bila akan digunakan harur dilarutkan dahulu dalam alcohol kemudian
diencerkan dengan air. Bekerja harus cepat tetapi cermat untuk menghindari
pembusukan, pencemaran dan cacat akibat kecerobohan yang dapat berpengaruh
buruk terhadap produk. Sedangkan limbah yang diperoleh dari pemfilletan agar
produk. Penggunaan air pencuci yang cukup banyak yang bergabung dengan darah
ikan, isi perut ikan, lemak ikan, dan sebahagian sisa daging hasil sayatan daging
ikan yang mengandung protein, yang mana protein yang terkandung di dalamnya
ada yang mengandung sulfur seperti sisteina dan metionina akan mengalami
pembusukan akibat jumlah mikroba yang berkembang menghasilkan limbah cair
yang mengandung H2S dan NH3.
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Bahan-Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
- Kertas saring Whatman
- NaOH p.a (E.Merck)
- KOH p.a(E Merck)
- Amonium klorida p.a(E Merck)
- Kanji p.a (E Merck)
- Larutan natrium tiosulfat p.a (E Merck)
- Akuades
- Iodine alkalin Azida p.a (E.Merck)
- Asam sulfat pekat p.a (E.Merck)
- Mangan sulfat p.a (E Merck)
- Zinkum Sulfat p.a(E Merck)
- Natrium Iodida p.a(E Merck)
- Merkuri Iodida p.a(E Merck)
- Kalium Iodida p.a(E Merck)
- Kalium Dikromat p.a(E Merck)
- Asam salisilat p.a(E Merck)
- Natrium Azida p.a(E Merck)
- Natrium Sulfida p.a(E Merck)
3.2. Alat-alat
- Neraca analitik Chyo
- Botol Winkler Sibata
- Buret Pyrex
- Desikator
- Inkubator Sibata
- Pemanas Listrik Fisher
- Termometer
- Pipet volumetric Pyrex
- PH meter Hanna Instrument
- Corong Pyrex
- Pompa vakum Sibata
- Labu takar Pyrex
- Gelas Beaker Pyrex
- Erlenmeyer Pyrex
- Oven Fisher
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Penyediaan Bahan Pereaksi
Prosedur penyediaan bahan pereaksi mengacu pada prodesur penyediaan bahan
pada Standard Methods For Examination of Water and Wastewater sebagai berikut :
- Larutan Mangan Sulfat
Dilarutkan 480 g MnSO4.4H2O dengan air suling ke dalam labu ukur 1000 mL,
ditepatkan sampai tanda tera.
- Larutan Alkali Yod Azida
Dilarutkan 500 g NaOH atau 700 g KOH dan 135 g Nal atau 150 g KI dengan air
suling, diencerkan sampai 1000 mL. Ditambahkan larutan 10 g NaN3 dalam 40 mL
air suling.
- Larutan Kanji (Amilum/ Kanji)
Dilarutkan 2 g amilum dan 0,2 g asam salisilat, HOC6H4COOHsebagai pengawet
dalam 100 mL air suling yang dipanaskan (mendidih).
- Asam Sulfat 6 N
Dipipet sebanyak 23,43 ml asam sulfat pekat dengan pipet volum lalu dimasukkan
ke dalam labu takar 100 ml yang telah berisi air suling terlebih dahulu dan
diencerkan sampai garis tanda.
- Larutan Natrium Tiosulfat 0,025 N
Ditimbang 3,1 g Na2S2O3.5H2O dan dilarutkan dengan air suling yang telah
dididihkan (bebas oksigen), tambahkan 1,5 mL NaOH 6 N atau 0,4 g NaOH dan
dincerkan hingga 1000 mL. Dilakukan standarisasi dengan larutan kalium
dikromat.
- Larutan Baku Kalium Dikromat, K2Cr2O7 0,025 N
Dilarutkan 3,675 g K2Cr207 yang telah dikeringkan pada 150°C selama 2 jam
- Penetapan Larutan Natrium Tiosulfat Dengan Kalium Dikromat
a) Dilarutkan 14.7 g K2Cr2O7 (p.a) dalam air suling dan dilarutkan hingga 1000
mL untuk mendapatkan larutan 0,05 N. Disimpan di botol tertutup.
b) Kedalam 80 mL air suling, ditambahkan sambil diaduk 1 mL H2SO4 pekat,
10,00 mL. 0,1000 N K2Cr207 dan 1 g KI, aduk dan simpan ditempat gelap
selama 6 menit.
c) Dititrasi dengan 0,1 N Na2S203 sampai terjadi perubahan warna.
d) Hitung normalitas larutan Na2S203
- Pembuatan Larutan p-aminodimetilanilin dihidroklorida
Ditimbang 0,2 gram p-aminodimetilanilin dihidroklorida dilarutkan dengan asam
sulfat hingga volume 100 ml.
- Pembuatan Larutan ferri klorida 1 %
Ditimbang 1 gram feri klorida dilarutkan dengan akuades sehingga volume 100 ml.
- Pembuatan Larutan Baku Sulfida 1000 mg/L
Ditimban 8,0625 gram Na2S.10H2O dan dimasukkan kedalam labu takar 1 liter,
kemudian dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan sampai garis tanda.
- Larutan Standar Sulfida 100 mg/L
Dari larutan 1000 mg/L dipipet 10 ml kedalam labu takar 100 ml dan
diencerkan dengan akuades hingga garis batas.
- Larutan Standar Sulfida 10 mg/L
Dari larutan 100 mg/L dipipet 10 ml kedala