• Tidak ada hasil yang ditemukan

EOGRAFI DIALEK BAHASA DAERAH DI KECAMATAN BINONG ABUPATEN SUBANG PROFINSI JAWA BARAT (TINJAUAN FONOLOGIS SINKRONIS).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EOGRAFI DIALEK BAHASA DAERAH DI KECAMATAN BINONG ABUPATEN SUBANG PROFINSI JAWA BARAT (TINJAUAN FONOLOGIS SINKRONIS)."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG ... xv

DAFTAR PETA ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Masalah Penelitian ... 5

1.2.1 Identifikasi Masalah ... 5

1.2.2 Batasan Masalah ... 6

1.2.3 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

(2)

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1 Manfaat Secara Teoritis ... 8

1.4.2 Secara Praktis ...8

1.5 Definisi Operasional ... 9

BAB II DIALEKTOLOGI DAN GEJALA BAHASA 2.1 Dialektologi ... 11

2.1.1 Pengertian Dialektologi ... 11

2.1.2 Dialek ... 12

2.1.3 Ragam Dialek ...13

2.1.4 Geografi Dialek ... 14

2.1.5 Isoglos, Heteroglos, dan Watas Kata ... 16

2.1.6 Peta Bahasa ... 17

2.1.7 Dialektometri ... 21

2.2 Proses Fonologis ... 23

2.2.1 Jenis-Jenis Perubahan Bunyi ... 23

2.2.1.1 Korespondensi Bunyi ... 24

2.2.1.2 Pembentukan Korespondensi Fonemis ... 25

2.2.1.3 Variasi Bunyi ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 30

3.2 Latar Penelitian ... 31

3.2.1 Gambaran Umum Kecamatan Binong Kabupaten Subang ... 31

(3)

3.2.1.2 Letak Geografis ... 33

3.2.1.3 Demografis Kecamatan Binong ... 35

3.2.1.4 Kesehatan ... 36

3.2.1.5 Pendidikan ... 36

3.2.1.6 Ekonomi ... 37

3.2.1.7 Agama ... 37

3.2.1.8 Keadaan Kebahasaan ... 38

3.2.1.9 Budaya dan Adat Istiadat ... 38

3.3 Sumber Data dan Korpus Data ... 38

3.3.1 Sumber Data ... 38

3.3.2 Data Korpus ... 39

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.5 Teknik Pengolahan Data ... 41

3.6 Instrumen Penelitian ... 43

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Bentuk Kosakata Pokok ... 45

4.2 Deskripsi Perbedaan Kosakata Pokok Berdasarkan Ciri Fonologis ... 96

4.3 Macam dan Distribusi Fonem Bahasa Daerah Kecamatan Binong... 117

4.3.1 Macam Vokal dan Konsonan... 117

4.3.2 Gugus Vokal dan Konsonan Bahasa Daerah Kecamatan Binong... 123

4.3.3 Kontras Konsonan dan Vokal... 125

(4)

4.4 Pemetaan ... 127

4.5 Penghitungan Dialektometri ... 129

4.6 Kontribusi Penelitian Dialektologi Terhadap Perkembangan

Bahasa Indonesia ... 143

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 152

5.2 Saran ... 154

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu

untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat lainnya. Anggota

masyarakat biasanya terdiri atas berbagai status sosial dan latar belakang yang

berbeda. Bahasa akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan

dan perkembangan masyarakat pemakainya. Hal tersebut mengakibatkan bahasa

yang ada di dunia ini memiliki variasi. Berkaitan dengan variasi bahasa, ada tiga

istilah yang perlu diketahui, yaitu idiolek berkaitan dengan variasi bahasa

perseorangan, dialek merupakan variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok

masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu, dan ragam merupakan variasi

bahasa yang digunakan pada situasi tertentu (Ayatrohaedi, 2002 : 7).

Variasi-variasi bahasa tersebut akan memperlihatkan pola-pola tertentu yang disebabkan

adanya pengaruh-pengaruh dari pola sosial ataupun yang disebabkan kedaerahan

atau letak geografis.

Pada dasarnya dialek merupakan salah satu kajian linguistik, yaitu

dialektologi yang mengkaji perbedaan-perbedaaan isolek dengan memperlakukan

perbedaan tersebut secara utuh. Namun perbedaan itu tidak sampai menyebabkan

munculnya bahasa yang berbeda. Perbedaan tersebut tidak mencegah mereka

(6)

itu, ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam

perbedaan (Ayatrohaedi, 1983: 1-2).

(Meilet 1967:69 dalam Ayatrohaedi, ) mengemukakan bahwa dialek ini

memiliki dua ciri, yaitu (1) seperangkat ujaran setempat yang berbeda-beda, yang

memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan

dengan bentuk ujaran yang lain dari bahasa yang sama, (2) dialek tidak harus

mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa.

Jika suatu daerah masyarakatnya adalah penutur dwibahasa, maka di

daerah tersebut diperkirakan akan muncul dialek baru dari bahasa-bahasa yang

digunakan. Bahkan mungkin saja muncul bahasa baru yang merupakan

penggabungan dari bahasa-bahasa tersebut. Di Kecamatan Binong masyarakatnya

menggunakan lebih dari satu bahasa daerah. Di daerah itu ditemukan masyarakat

penutur bahasa Sunda dan masyarakat penutur bahasa Jawa. Untuk menjalankan

kehidupan bermasyarakat, penutur saling berinteraksi, sehingga memunculkan

variasi bahasa. Sebagai contoh gloss ‘hidung’ di Desa Cicadas adalah [ iruŋ ] di

Desa Mulyasari adalah [ cuŋur ],contoh lain gloss ‘kamu’ di Desa Mulyasari

adalah [sira] di Desa Kihiyang [ira]. Berdasarkan hal itu, Kecamatan Binong

diambil sebagai daerah titik pengamatan untuk melihat wilayah mana saja yang

termasuk kantung bahasa Sunda dan kantung bahasa Jawa. Hal ini berkaitan

dengan tujuan penelitian dari geografi dialek, memetakan kondisi kebahasaan

daearah yang diamati, dalam hal ini Kecamatan Binong.

Permasalahan di atas sangat menarik untuk dikembangkan menjadi sebuah

(7)

mempunyai peta kebahasaan. Dari penelitian ini kita akan mendapat gambaran

tentang dialek bahasa-bahasa di Kecamatan Binong, dan melihat penggunaannya

oleh penutur dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian dari penelitian tersebut akan

dipetakan bahasa-bahasa tersebut berdasarkan deskripsi perbedaannya yang

meliputi unsur fonologis saja. Dalam penelitiannya, penulis ingin memperdalam

analisis fonologis berupa korespondensi dan variasi bunyi.

Penelitian seperti ini pernah dilakukan oleh Teten Lesmana pada tahun

2002 dengan skripsi yang berjudul Geografi Dialek Bahasa Sunda Jatiwangi.

Dalam penelitiannya, Teten menganalisis hanya pada tataran memetakan

kosakata-kosakata berdasarkan perbedaannya dan persamannya dalam unsur

leksikal tanpa dianalisis berdasarkan perubahan bunyi. Dalam penelitiannya,

Teten tidak menganalisis perbedaan unsur bahasa, hanya memetakan

kosakata-kosakatanya saja tanpa dilakukan penghitungan dialektometri. Penelitian yang

lainnya oleh Hesty Mulyawati pada tahun 2007. Hesti meneliti tentang Geografi

Dialek Bahasa Sunda Kota Banjar Provinsi Jawa Barat. Hesty dalam penelitian

ini memetakan perbedaan bahasa berdasarkan perbedaan fonologi, morfologi dan

leksikal, kemudian dihitung perbedaannya berdasarkan penghitungan

dialektometri. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Boi Abdulgani pada tahun

2007. Boi meneliti tentang Geografi Dialek Bahasa Daerah di Kecamatan

Padarincang Kabupaten Serang Provinsi Banten. Dalam penelitian ini, Boi

menganalisis perbedaan fonologi, morfologi dan leksikal saja.

Penelitian geografi dialek lainnya dilakukan oleh Karista Septira pada

(8)

Belitung (suatu kajian Fonologis Sinkronis ). Dalam penelitiannya, Karista

hanya membandingkan dua daerah pengamatan saja. Dengan hanya menggunakan

dua daerah pengamatan dirasa sangat kurang. Seharusnya Karista menambah

daerah pengamatan. Hal yang lainnya dalam penelitian Karista ini, tidak

dilakukan penghitungan dialektometri sehingga tidak diketahui jarak persamaan

dan perbedaan bahasa atau dialek daerah yang diteliti.

Penelitian geografi dialek yang dilakukan Anita Nurbaiti pada tahun 2005

dengan skripsi yang berjudul Geografi Dialek Bahasa Jawa di Kecamatan

Gadingrejo Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Dalam penelitiannya,

Anita menggunakan analisis fonologis, morfologi dan leksikal. Dalam

penelitiannya, analisis yang dilakukan hanya sekilas saja. Mungkin dikarenakan

Anita melakukan lebih dari satu analisis, sehingga analisis dalam satu bidang

tidak dilakukan secara mendalam.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Nurhasanah pada tahun 2007,

Nurhasanah melakukan penelitian tentang Geografi Dialek Bahasa Sunda di

Kabupaten Subang (Sebuah kajian Sinkronis). Dalam penelitiannya Nurhasanah

menggunakan analisis di bidang fonologi, morfologi, dan leksikal. Nurhasanah

dalam analisis fonologis hanya menganalisis korespondensinya saja, sedangkan

tipe-tipe perubahan bunyi tidak dianalisis. Kekurangan lainnya dalam penelitian

ini, analisis fonologi tidak dilakukan perhitungan dialektometrinya. Yang ingin

peneliti lakukan adalah, penelitian ini lebih diperdalam dalam analisis

fonologisnya, bukan hanya dari korespondensinya saja yang dianalisis tetapi

(9)

dengan perbedaan fonologisnya dan dianalisis berdasarkan korespondensi dan

tipe-tipe perubahan bunyi, baru dipetakan.

Melihat persoalan di atas, peneliti terpanggil untuk menyelenggarakan

penelitian yang dituangkan ke dalam skripsi yang berjudul Geografi Dialek

Bahasa Daerah di Kecamatan Binong Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat.

Dari penelitian ini kita akan mendapat gambaran tentang dialek bahasa-bahasa di

Kecamatan Binong, dan melihat penggunaannya oleh penutur dalam kehidupan

sehari-hari.

1.2 Masalah Penelitian

Masalah dalam penelitian ini penulis batasi pada:

1.2.1 Identifikasi Masalah

Masyarakat penutur di Kecamatan Binong Kabupaten Subang mayoritas

berbahasa Sunda, dan sebagian lagi berbahasa Jawa. Bahasa tersebut dalam

kehidupan sehari-hari digunakan untuk berkomunikasi antar penduduk dalam hal

jual beli, dan kehidupan yang berkenaan dengan adat istiadat daerah setempat.

Karena terdapatnya dua kantung bahasa, yaitu bahasa Sunda dan bahasa Jawa di

Kecamatan Binong Kabupaten Subang, maka di daerah tersebut akan terdapat

sistem kebahasaan berupa ragam dialek yang berbeda-beda pula. Ragam dialek

tersebut juga dipengaruhi oleh keadaan sosial, adat istiadat, faktor geografis, dan

mobilitas penduduk yang berbeda-beda antar wilayah. Geografi dialek sangat

ditentukan oleh latar belakang penutur bahasa daerah tersebut, penutur daerah

(10)

berbeda-beda dari bahasa Sunda lulugu dan bahasa Jawa asli. Salah satu

perbedaan itu di antaranya terletak pada bidang kosakata.

Didasari hal tersebut, penulis merasa perlu diadakan penelitian mengenai

penggunaan bahasanya, dalam bentuk geografi dialek bahasa daerah di

Kecamatan Binong Kabupaten Subang. Sampai saat ini belum ada peta bahasa

secara menyeluruh yang menggambarkan geografi dialek Kecamatan Binong

Kabupaten Subang. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau

deskripsi bahasa daerah di Kecamatan Binong Kabupaten Subang, sehingga bisa

didapatkan peta kosakata pengguna bahasanya. Untuk membuat peta semacam itu,

diperlukan penelitian khusus dan peta yang dibuat harus sesuai dengan kenyataan

penggunaan bahasa daerah di Kecamatan Binong Kabupaten Subang oleh para

penuturnya.

1.2.2 Batasan Masalah

Cakupan dalam penelitian dialektologi sangat luas, peneliti membatasi

masalah yang mengkhususkan pada deskripsi pemetaan berdasarkan analisis

perbedaan fonologi bahasa daerah di Kecamatan Binong saja. Data yang dianalisis

hanya berdasarkan perbedaan fonologisnya saja, sedangkan jika terdapat

perbedaan morfologi dan leksikal hanya dideskripsikan saja. Dalam analisis

fonologis akan dibahas mengenai bentuk-bentuk perubahan bunyi berupa

(11)

1.2.3 Rumusan Masalah

Dalam penelitian geografi dilaek bahasa daerah di Kecamatan Binong

Kabupaten Subang Provinsi Jawa barat, terdapat beberapa masalah yang

dirumuskan sebagai berikut.

1) Bagaimana perbedaan fonologis tuturan bahasa daerah masyarakat di

KecamatanBinong Kabupaten Subang?

2) Apakah perbedaan fonologis tersebut termasuk ke dalam perbedaan

bahasa, perbedaan dialek, perbedaan subdialek, atau perbedaan wicara?

3) Bagaimana pemetaan bahasa secara fonologis di Kecamatan Binong

Kabupaten Subang?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut ini.

1.3.1 Tujuan Umum

1) Bagi peneliti untuk memperoleh gambaran tentang geografi dialek bahasa

daerah di Kecamatan Binong Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat.

2) Bagi pemerintah Kecamatan Binong Kabupaten Subang menambah

pembendaharaan dialek Kabupaten Subang serta sebagai pemertahanan

bahasa daerah di Kecamatan Binong Kabupaten Subang.

3) Meningkatkan dan mengembangkan penelitian bahasa-bahasa daerah di

Indonesia sehingga dapat memberikan sumbangan bagi pembinaan bahasa

(12)

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui deskripsi bentuk kosakata pokok bahasa di sembilan

titik pengamatan di Kecamatan Binong Kabupaten Subang.

2) Untuk mengetahui deskripsi perbedaan dialek berdasarkan ciri fonologis di

Kecamatan Binong Kabupaten Subang.

3) Untuk mengetahui pemetaan dialek di Kecamatan Binong Kabupaten

Subang.

4) Untuk mengetahui persentase jarak kosakata yang ada di Kecamatan

Binong Kabupaten Subang berdasarkan penghitungan dialektometri.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Secara Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam mengkaji

dialektologi sinkronis. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk

mengetahui peta kebahasaan dan unsur bahasa yang dipakai di Kecamatan Binong

Kabupaten Subang terutama peta unsur fonologis, menambah pembendaharaan

penelitian dialektologi, serta sebagai upaya pelestarian dan pemertahanan bahasa

daerah yang ada di Indonesia.

1.4.2 Secara Praktis

Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dalam penelitian

geografi dialek di Kecamatan Binong, penelitian ini juga diharapkan dapat

(13)

dialek bahasa daerah di Kecamatan Binong Kabupaten Subang Provinsi Jawa

Barat. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu Pusat Bahasa dalam

memetakan bahasa-bahasa di Indonesia.

1.5 Definisi Operasional

Istilah-istilah yang didefinisikan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1) Fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi

bahasa menurut fungsinya.

2) Dialektologi adalah bidang studi linguistik yang mempelajari dialek-dialek

membuat peta batas-batas dialek dari sebuah bahasa, yakni dengan cara

membandingkan bentuk dan makna kosakata yang digunakan dalam bahasa

tersebut kemudian dideskripsikan dengan perbedaan fonologi.

3) Geografi dialek adalah cabang dialektologi yang mengaji tentang

ragam-ragam bahasa yaitu dialek yang terdapat di Kecamatan Binong yang

menjadi tempat terwujudnya ragam bahasa tersebut dan terjadi pada satuan

ruang tertentu.

4) Bahasa daerah yaitu bahasa lokal yang terdapat di daerah Kecamatan

Binong yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk berkomunikasi.

5) Penelitian Sinkronis adalah yaitu jenis penelitian bahasa yang dilakukan di

daerah Kecamatan Binong hanya dengan mengamati fenomena suatu

(14)

6) Perbedaan fonologis adalah suatu cara dalam analisis penelitian dialektologi

yang yang menyangkut perbedaan fonetik, yang termasuk di dalamnya

perubahan bunyi yang berupa korespondensi dan variasi bunyi.

7) Pemetaan bahasa adalah visualisasi data lapangan berupa dialek bahasa daerah

di Kecamatan Binong ke dalam bentuk peta, agar data kebahasaan tergambar

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena

peneliti menggambarkan gejala bahasa di daerah pengamatan berupa variasi dialek dan

hubungan antara bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Penelitian dilakukan secara sistematis,

faktual, dan akurat dengan menggunakan pendekatan sinkronis , yaitu penelitian bahasa yang

dilakukan hanya dengan mengamati fenomena suatu bahasa dan penggambarannya pada satu

kurun waktu tertentu sehingga bahas tersaji secara apa adanya.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

pupuan lapangan. Dalam metode ini, peneliti terjun langsung ke lapangan sehingga data yang

didapat relatif akurat dibandingkan dengan metode pupuan sinurat (surat). Dengan

menggunakan metode pupuan lapangan yang meliputi pencatatan langsung dan perekaman,

peneliti dapat melihat gambaran pola sosial dan budaya setiap titik pengamatan secara

langsung.

Metode pupuan lapangan dilakukan dengan cara observasi dan wawancara dengan teknik

simak-libat-cakap, yakni peneliti berperan sebagai alat untuk memunculkan calon data.

Dalam penelitian ini peneliti langsung memperhatikan, melihat, mendengar, dan merekam

data bahasa yang terdapat di Kecamatan Binong. Tiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti

langsung dicatat dan direkam. Dalam penelitian ini, hal yang diteliti adalah bagian

fonologisnya sehingga penulisan secara langsung saja tidak cukup. Peneliti harus merekam

wawancara yang dilakukan dengan informan sehingga pelafalannya dapat diteliti secara benar

(16)

Metode analisis yang digunakan dalam pelitian ini adalah metode dialektometri.

Dialektometri merupakan ukuran statistik yang digunakan untuk melihat seberapa jauh

perbedaan dan persamaan yang terdapat pada tempat-tempat yang diteliti dengan

membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat penelitian ini. Hasil analisis

yang diperoleh berupa persentase jarak unsur-unsur kebahasaan di antara daerah-daerah

pengamatan. Selanjutnya, digunakan untuk menentukan hubungan antardaerah pengamatan

apakah hasil dari penelitian bahasa daerah di Kecamatan Binong tersebut dianggap perbedaan

bahasa, perbedaan dialek, perbeaan subdialek, atau perbedaan wicara. Hasilnya dapa

diketahui dengan penghitungan dialektometri.

3.2 Latar Penelitian

3.2.1 Gambaran Umum Kecamatan Binong Kabupaten Subang

Wilayah Kecamatan Binong seluas 4.131,52 ha yang terdiri dari areal darat seluas

424,34 ha dan areal pesawahan seluas 3.707,18 ha. Daerah yang merupakan pedataran

dengan ketinggian 0-50 m dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata sebanyak 135

mm, sangat potensial untuk daerah pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan

perikanan, juga pariwisata budaya. Daerah Kecamatan Binong yang dikelilingi oleh sawah

menjadikan daerah ini sebagai penghasil beras terbesar di Kabupaten Subang. Kabupaten

Subang sangat terkenal dengan kesenian sisingaan, dan di daerah Kecamatan Binong banyak

sekali kesenian sisingaan.

Keadaan alam yang sangat subur dan keterbukaan dengan masyarakat luar,

mempengaruhi keberadaban masyarakat Kecamatan Binong yang penduduknya mayoritas

suku Sunda. Namun, penduduk masyarakat Kecamatan Binong berbahasa Sunda dan

(17)

3.2.1.1 Sejarah

Pada sekitar tahun 1580 Kerajaan Sumedang Larang tumbuh sebagai generasi penerus

kerajaan Padjajaran. Ada banyak kisah tentang kerajaan ini, namun yang punya kaitan erat

dengan wilayah Subang khususnya Binong baru muncul saat Sumedang Larang dipimpin

oleh raja bernama Prabu Geusan Ulun. Wilayah kekuasaannya mencapai Pagaden (Binong

masuk wilayah Pagaden), Pamanukan, dan Ciasem. Ketiga daerah ini menjadi Kabupaten.

Apalagi setelah Kerajaan Sumedang Larang dikalahkan oleh Mataram. Daerah Pagaden

(Binong), Pamanukan, dan Ciasem dijadikan sebagai daerah administratif kabupaten. Namun

akhirnya kejayaan Mataram punah dengan datangnya VOC yang berkeinginan merebut

sumber-sumber pangan di tanah Jawa.

Kecamatan Binong termasuk ke dalam wilayah pantura. Binong adalah temasuk

daerah penghasil beras di Kabupaten Subang. Hal ini tidak lepas dari masa lampau, saat

prajurit Mataram menanamkan keahlian bertani kepada masyarakat di daerah pantura

termasuk wilayah Binong. Sehingga sampai sekarang Kabupaten Subang adalah lumbung

padi Jawa Barat.

3.2.1.2 Letak Geografis

Kecamatan Binong adalah merupakan bagian dari Kabupaten Subang yang terletak di

sebelah utara Kabupaten Subang. Jarak antara Kecamatan Binong dengan pusat Kabupaten

Subang + 30 km. Wilayah Kecamatan Binong sebagian besar arealnya merupakan daerah

pedataran dengan ketinggian 0-50 m dari permukaan air laut dengan curah hujan rata-rata

sebanyak 135 mm. Daerah Kecamatan Binong termasuk ke dalam daerah dengan curah hujan

kurang dari 2.000 mm per tahun.

Setelah berlakunya Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007 tentang pemekaran

Kecamatan di wilayah Kabupaten Subang, Kecamatan Binong dimekarkan menjadi dua

(18)

Binong dilakukan pada tanggal 28 April 2008. Dengan adanya pemekaran akan terjadi pula

perubahan-perubahan baik dalam luas wilayah ataupun kondisi fisik lainnya, begitu juga

dengan jumlah desa dibagi dua, sebagai berikut.

Tabel 3.1

Pembagian Desa Kecamatan Binong dan Kecamatan Tambakdahan

NO KECAMATAN

BINONG TAMBAKDAHAN

1. Desa Binong Desa Tambakdahan

2. Desa Cicadas Desa Kertajaya

3. Desa Nanggerang Desa Bojongkeding

4. Desa Karangsari Desa Rancaudik

5. Desa Kihiyang Desa Bojonegara

6. Desa Citrajaya Desa Mariuk

7. Desa Kediri Desa Gardumukti

8. Desa Mulyasari Desa Wanajaya

9. Desa Karangwangi Desa Tanjungrasa

Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Binong adalah sebagai berikut :

1) Sebelah Utara : Kecamatan Tambakdahan

2) Sebelah Timur : Kecamatan Compreng dan Kecamatan Cipunagara

3) Sebelah Selatan : Kecamatan Pagaden

4) Sebelah Barat : Kecamatan Cikaum dan Kecamatan Ciasem

Setelah dimekarkan areal Kecamatan Binong seluas 4. 131,52 Ha, yaitu terdiri dari

areal darat seluas 424, 34 Ha dan areal pesawahan seluas 3. 707, 18 Ha, dengan rincian

peruntukan area; sebagai berikut.

Tabel 3.2

(19)

Keadaan penduduk Kecamatan Binong berdasarkan data UPTD Dinas Kependudukan

dan KB Kecamatan Binong dan Laporan Kependudukan dari desa-desa, pada tahun 2008

berjumlah 44.991 orang. Jumlah tersebut terdiri dari penduduk laki-laki 22.185 orang dan

penduduk perempuan sebanyak 22.806 orang, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak

13.703 orang. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk adalah sebagai berikut.

(20)

4. Desa Karangsari 1.705 1.765 1.147

5. Desa Kihiyang 2.407 2.519 1.619

6. Desa Citrajaya 2.880 2.881 1.830

7. Desa Kediri 2.327 2.324 1.752

8. Desa Mulyasari 3.976 4.082 1.778

9. Desa Karangwangi 1.808 1.723 1.024

JUMLAH 22.185 22.806 13.703

Terbagi dalam tahapan keluarga sebagai berikut:

1) Keluarga Pra Sejahtera Alasan Ekonomi : 3.961 KK

2) Keluarga Sejahtera I Alasan Ekonomi : 4.869 KK

3) Keluarga Sejahtera II : 3.731 KK

4) Keluarga Sejahtera III : 1.025 KK

5) Keluarga Sejahtera III Plus : 117 KK

3.2.1.4 Kesehatan

Kesehatan masyarakat Kecamatan Binong cukup terjamin. Dalam BPS Kecamatan

Binong terdapat tiga puskesmas di Kecamatan Binong. Di antaranya di Desa Nanggerang,

Desa Cicadas, dan Desa Kihiyang. Keberadaan posyandu di setiap Rt sangat menjamin

kesehatan bayi-bayi yang terdapat di Kecamatan Binong. Angka kematian ibu melahirkan

pun menurun dikarenakan tersedianya jumlah tenaga pelayan kesehatan di setiap desa.

3.2.1.5 Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Binong sangat beragam. Di

(21)

bahkan adapula yang tidak tamat SD. Upaya pemerintahan untuk meningkatkan pendidikan

sudah dirasakan oleh masyarakat di Kecamatan Binong. Dengan adanya program sekolah

gratis, banyak anak-anak bersekolah minimal sampai SMP. Masyarakat yang bersekolah di

perguruan tinggi pun cukup banyak. Hal ini diharapkan lahirnya SDM yang berkualitas di

Kecamatan Binong.

3.2.1.6 Ekonomi

Kecamatan Binong adalah daerah penghasil beras terbesar di Kabupaten Subang. Hal

ini mengakibatkan masyarakat di daerah itu mayoritas bekerja sebagai petani. Hasil

perekonomian terbesar berasal dari pertanian. Sebagian wilayah Kecamatan Binong adalah

pesawahan. Beras yang dihasilkan dari pertanian ini di pasarkan di Jakarta, Bandung, dan

daerah Pantura. Selain pertanian adapula masyarakat yang berkebun. Tanaman palawija yang

diproduksi adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedele,dan kacang hijau.

Masyarakat yang lainnya adapula yang bekerja sebagai buruh pabrik di luar kota.

3.2.1.7 Agama

Masyarakat Kecamatan Binong mayoritas beragama Islam. Adapula masyarakat yang

beragama lain namun hanya beberapa. Kecamatan Binong sangat kental terhadap agama

Islam, sehingga di setiap daerah terdapat mesjid. Adapula beberapa pesantren, yaitu di Desa

Cicadas dan di Desa Mulyasari.

3.2.1.8 Keadaan Kebahasaan

Keadaan geografis Kecamatan Binong yang berbatasan dengan daerah yang

berbahasa Jawa, mengakibatkan masyarakat Kecamatan Binong dwibahasawan. Bahasa asli

(22)

berbahasa Jawa. Bahasa yang dipakai masyarakat adalah, bahasa Sunda, Jawa, dan bahasa

Indonesia.

3.2.1.9 Budaya dan Adat Istiadat

Banyaknya organisasi kesenian menjelaskan bahwa masyarakat Kecamatan Binong

kaya akan adat istidat. Kesenian sisingan banyak ditemukan di daerah ini. Adat istiadat

berupa acara muludan, tradisi bubur sura setiap bulan Syuro, dan lainnya. Masyarakat di

Kecamatan Binong masih sangat kental dengan adat istiadat, sesuatu yang dilakukan harus

sesuai dengan adat istiadat Kecamatan Binong. Adanya percampuran budaya Sunda dan

Jawa, mengakibatkan terjadinya gabungan budaya antara budaya Sunda dan budaya Jawa

yang terjadi di Kecamatan Binong.

3.3 Sumber Data dan Data Korpus

3.3.1 Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah tuturan orang-orang berdomisili di Kecamatan

Binong. Setiap daerah yang menjadi pengamatan dicari dua informan utama, dan satu orang

informan pendamping. Informan tersebut harus memiliki syarat-syarat: (1) penduduk asli

Kecamatan Binong; (2) berjenis kelamin pria dan wanita; (3) berusia antara 40-70 tahun; (4)

berpendidikan maksimal SMP ;(5) berstatus sosial menengah; (6) dapat berbahasa atau

mengerti bahasa Indonesia; (7) alat artikulasi lengkap; (8) tidak cacat berbahasa dan memiliki

pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan-pertanyaan, dan ; (9) tidak gila dan

pikun (Mahsun, 1995: 160).

(23)

Data yang didapatkan dari para sumber data adalah jawaban lisan dari daftar tanyaan

yang berasal dari kosakata swadesh sebanyak 200 kata. Jawaban tersebut berupa dialek

bahasa daerah di Kecamatan Binong yang biasa digunakan masyarakat setempat. Data

lainnya berupa biodata pembahan, biodata wilayah Kecamatan Binong.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal ini peneliti melakukan pengumpulakan data diawali dari mencari informasi

kebahasaan daerah yang akan dijadikan titik pengamatan. Peneliti menetapkan Kecamatan

Binong sebagai daerah pengamatan dan lingkup desa sebagai satuan pengamatan.

Langkah selanjutnya adalah melakukan observasi ke setiap desa yang ada di

Kecamatan Binong . Peneliti pergi langsung ke tempat penelitian untuk melihat gambaran

tempat yang akan diteliti, sehingga peneliti dapat mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan

pada saat penelitian. Peneliti pun dapat mengetahui kebiasaan masyarakat di daerah

pengamatan, sehingga dapat lebih mudah berinteraksi dengn masyarakat di sana. Setelah itu

peneliti melakukan wawancara dengan informan tentang keadaan kebahasaan di daerah

setempat, kemudian mengajukan pertanyaan yang berisi 200 kosakata swadesh yang harus

dialihbahasakan. Data yang digunakan sudah terlebih dahulu diseleksi berdasarkan kondisi

sosial masyarakat Kecamatan Binong. Begitu pula dengan penentuan informan didasarkan

pada syarat-syarat yang telah ditentukan.

Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik.

Pertama, teknik simak-libat-cakap. Simak dalam penelitian ini maksudnya menyimak

penggunaan bahasa berupa tuturan masyarakat setempat yang menjadi titik pengamatan.

Dalam teknik ini upaya peneliti untuk mendapatkan data dilakukan dengan cara menyadap

penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang informan. Penyadapan yang dilakukan

(24)

informan tampil dengan sosoknya sebagai orang yang sedang menggunakan bahasanya

(berbicara atau bercakap-cakap).

Libat dalam hal ini maksudnya peneliti langsung terlibat dalam pengambilan data

ataupun dalam penentuan daerah dan informan. Jadi, peneliti tidak mewakilkan pada pihak

lain. Dalam pengambilan data peneliti terjun langsung terlibat dengan informan, sehingga

dapat langsung mengetahui gejala bahasa yang timbul di daerah pengamatan. Penggunaan

teknik ini peneliti dapat mengetahui secara langsung keadaan geografis setiap daerah

pengamatan dan turut berperan dalam perkembangan isolek pada daerah pengamatan itu

sendiri.

Cakap dalam penelitian ini maksudnya cara yang ditempuh berupa percakapan terarah

antara peneliti dengan informan di setiap daerah pengamatan. Pada teknik ini peneliti

langsung mendatangi setiap daerah pengamatan dan melakukan percakapan dengan cara

melakukan pancingan yang berupa daftar tanyaan dengan para informan. Selain

menggunakan pancingan peneliti juga melakukan percakapan dengan memulai dari yang

umum sampai pada hal yang ditanyakan.

Kedua, teknik catat maksudnya peneliti langsung mencatat hal-hal yang membedakan

bunyi-bunyi yang agak mirip dengan langsung memperhatikan cara pelafalannya. Hal

pencatatan dilakukan agar data yang didapat tidak hilang. Ketiga, teknik rekam maksudnya

peneliti langsung merekam pada saat pengambilan data dari informan berupa daftar tanyaan.

Dalam penelitian ini, hal yang diteliti adalah bagian fonologisnya sehingga penulisan secara

langsung saja tidak cukup. Peneliti harus merekam wawancara yang dilakukan dengan

responden, sehingga pelafalannya dapat diteliti secara benar.

(25)

Pengolahan data dilakukan dengan menganalisis data, peneliti membagi

penganalisisan ke dalam tujuh tahap pengerjaan.

Tahapan pengolahan data yang dilakukan peneliti adalah:

a) Mentranskripsi data yang telah dikumpulkan berdasarkan fonetis.

Hal yang pertama dilakukan dalam menganalisis adalah data yang telah terkumpul

ditranskripsi berdasarkan fonetis.

b) Mengklasifikasikan data yang telah dikumpulkan berdasarkan aspek fonologis.

Setelah ditranskripsikan berdasarkan fonetis, kemudian diklasifikasikan berdasarkan

aspek-aspeknya. Dalam hal ini yang dicari hanya data yang masuk ke dalam aspek

fonologis saja. Data yang termasuk ke dalam aspek morfologi dan leksikal dipisahkan.

c) Menganalisis data yang telah ditranskripsi dan diklasifikasikan berdasarkan sistem

perbedaan fonologis yaitu korespondensi bunyi dan variasi bunyi. Data yang telah

diklasifikasi berdasarkan aspek fonologis saja, kemudian dianalisis berdasarkan

korespondensi dan variasi bunyi. Setelah itu, berian-berian yang telah dianalisis diberi

lambang untuk mempermudah dipindahkan ke dalam peta.

d) Memindahkan data yang telah dianalisis ke dalam bentuk peta yang dilengkapi dengan

penggambaran isogloss sehingga diperoleh peta fonetis dari keseluruhan berian yang

digunakan.

e) Setelah dipetakan kemudian diadakan perhitungan dialektometri untuk menentukan

jarak perbedaan unsur-unsur kebahasaan antardaerah , sehingga akan diperoleh hasil

yang akan menentukan apakah perbedaan-perbedaan yang ada merupakan perbedaan

bahasa, dialek, subdialek, atau perbedaan wicara di Kecamatan Binong sehingga

tergambar pemetaan kebahasaan di daerah tersebut.

Perhitungan dialektometri diperoleh dengan rumus:

(S x 100) = d %

(26)

Keterangan:

S = jumlah beda dengan daerah pengamatan lain

n = jumlah peta yang diperbandingkan

d = jarak kosakata dalam persentase

f) Menentukan berapa besar perbedaan dialek berdasarkan bidang fonologis dari

perhitungan dialektometri.

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang dipakai yang dipakai untuk menjaring data adalah daftar kosakata

berupa daftar tanyaan yang berjumlah 200 kata yang diadaptasi dari data swadesh yang

ditujukan kepada informan untuk mengungkap data kosakata daerah di desa-desa penelitian

setempat. Daftar tanyaan dalam penelitian berasal dari 200 kosakata swadesh,yang terdiri dari

:(1) kata ganti dan sapaan berjumlah 11 kata; (2) kata yang termasuk nama bagian tubuh

berjumlah 33 kata; (3) kata yang termasuk dalam sistem kekerabatan 17 kata; (4) kata yang

termasuk dalam kehidupan desa dan masyarakat 15 kata; (5) kata yang termasuk nama bagian

rumah berjumlah 9 kata; (6) kata yang termasuk nama makanan dan minuman berjumlah 16

kata; (7) kata yang termasuk nama sayuran dan buah-buahan berjumlah 10 kata; (8) kata yang

termasuk dalan nama-nama keadaan alam 23 kata; (9) kata yang termasuk nama alat-alat

pertanian dan pertukangan 11 kata; (10) kata yang termasuk sifat keadaan 17 kata; (11) kata

yang termasuk kata kerja 17 kata; (12) kata yang termasukalat rumah tangga 21 kata. Tape

recorder (alat perekam) digunakan untuk merekam bahasa (jawaban) dari informan kuisioner,

informan untuk mengetahui identitas atau biodata informan (tempat tanggal lahir, lamanya

(27)
(28)

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Melalui kajian deskriptif analisis fonologis sinkronis, dapat disimpulkan bahwa

bahasa daerah yang terdapat di Kecamatan Binong adalah bahasa Sunda dan bahasa Jawa.

Oleh karena itu, terdapat saling pengaruh antara bahasa Sunda dan bahasa Jawa yang seiring

perkembangannya melahirkan sebuah dialek baru dari kontak kedua bahasa tersebut. Hal

tersebut dikarenakan faktor mobilitas daerah setempat yang sehari-harinya berkomunikasi

dengna penduduk luar daerah. Selain itu, faktor sejarah pun mempengaruhi munculnya

bahasa Jawa di Kecamatan Binong, ditambah dengan keadaan geografis Kecamatan Binong

yang berbatasan langsung dengan daerah pemakai bahasa Jawa.

Setelah melakukan analisis fonologi ditemukan perbedaan fonologi 87 gloss. Dalam

penelitian ini yang dihitung hanya perbedaan fonologi saja, akan tetapi dalam penelitian

terdapat pula perbedaan morfologi dan leksikal.

Dalam melakukan pemetaan diperoleh keterangan bahwa pada titik pengamatan 1

(Desa Mulyasari) dan 2 (Desa Kediri) sebagian besar berian yang ditemukan berasal dari

dialek Jawa dikarenakan daerah tersebut berbatasan dengan daerah yang berbahasa Jawa

yaitu Kecamatan Tambakdahan dan Kecamatan Pamanukan. Pada titik 3 (Desa

Karangwangi), 4 (Desa Cicadas), dan 5 (Desa Nanggerang) ditemukan berian yang

ditemukan berasal dari dialek Sunda. Hal ini dikarenakan ketiga daerah tersebut berbatasan

langsung dengan daerah pengguna bahasa Sunda yaitu Kecamatan Pagaden dan Kecamatan

Cikaum. Pada titik pengamatan 6 (Desa Binong) ditemukan dialek Sunda, Jawa, dan Betawi.

Hal ini dikarenakan daerah Binong adalah pusat pemerintahan Kecamatan Binong dan

terdapat pasar sehingga masyarakat dari berbagai daerah datang dan terjadilah interaksi

(29)

ditemukan dialek Jawa. Hal tersebut dikarenakan kedua titik pengamatan ini berbatasan

langsung dengan Kecamatan Cipunagara dan Kecamatan Compreng. Titik pengamatan 9

(Desa Karangsari) ditemukan dialek Sunda dan Jawa. Hal ini dikarenakan titik pengamatan

ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Pagaden yang mayoritas berbahasa Sunda dan

Kecamatan Compreng yang mayoritas berbahasa Jawa.

Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri diperoleh persentase jarak kosakata

bahasa daerah di Kecamatan Binong telah terjadi perbedaan pada bidang fonologi. Persentase

perbedaan fonologi mencapai 43, 5 %. Hal ini membuktikan bahwa di Kecamatan Binong

terjadi perbedaan bahasa.

Jumlah persentase jarak kosakata yang didapat sangat besar, maka bahasa daerah

yang terdiri dari bahasa Sunda dan bahasa Jawa telah terpengaruh dialek lain. Perbedaan

bahasa yang terjadi di Kecamatan Binong menjadikan bahasa di daerah tersebut menjadi satu

dialek baru dari hasil kontak kedua bahasa tersebut, yang bukan merupakan bahasa Sunda

ataupun bahasa Jawa. Hal ini disebabkan daerah Kecamatan Binong berbatasan dengan

daerah-daerah yang berbahasa Jawa, sehingga terjadi komunikasi yang mengakibatkan

terjadinya kontak bahasa antara daerah-daerah yang berbeda bahasa. Faktor lain yang yang

mendukung terjadinya pengaruh bahasa luar ke bahasa daerah di Kecamatan Binong yaitu

banyaknya masyarakat Kecamatan Binong yang bekerja ke Jakarta khususnya di Desa

Binong sehingga data yang ditemukan peneliti pun di desa tersebut ditemukan berian yang

berasal dari bahasa betawi.

Besarnya peran bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia, peneliti menemukan bahasa

daerah di Kecamatan Binong yang meliputi bahasa Sunda dan bahasa Jawa yang sudah

diserap ke dalam bahasa Indonesia. Terdapat 36 kosakata di Kecamatan Binong yang sudah

(30)

bahwa bahasa daerah di Kecamatan Binong hanya sedikit memberikan kontribusi terhadap

kosakata bahasa Indonesia.

Bahasa daerah di sini bukan benar-benar berasal dari Kecamatan Binong, tetapi hanya

mewakili bahasa daerah yang menjadi objek penelitian yang dilakukan peneliti. Kontak

bahasa yang terjadi antara bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa daerah menyebabkan

terjadinya proses saling mempengaruhi antara bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah.

Akibatnya, beberapa kosakata bahasa Indonesia diserap oleh bahasa-bahasa daerah dan

beberapa kosakata bahasa daerah pun diserap oleh bahasa Indonesia. dalam hal ini bahasa

daerah adalah penopang dari bahasa Indonesia.

5.2 Saran

Peneliti melibatkan semua desa yang ada di Kecamatan Binong, karena peneliti ingin

membuat peta bahasa yang meliputi semua daerah di Kecamatan Binong. Untuk penelitian ini

dibutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Walaupun dengan

keterbatasan waktu yang ada, peneliti melakukan penelitian dengan maksimal. Dalam

penelitian, peneliti memakai semua desa yang ada di Kecamatan Binong sebagai titik

pengamatan. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat tentang pemetaan

bahasa di Kecamatan Binong. Agar dalam pencarian data dapat berjalan lancar, peneliti harus

mengetahui terlebih dahulu daerah yang akan dijadikan penelitian pada tiap titik pengamatan,

salah satunya bisa dengan cara melakukan survei terlebih dahulu.

Pentingnya penelitian ini bagi sebuah Negara yang memiliki keragaman bahasa,

khususnya Kecamatan Binong. Setiap daerah harus memikili peta bahasa, hal tersebut

diperlukan agar daerah tersebut mengetahui potensi daerahnya khususnya keragaman bahasa.

Mengingat pentingnya sebuah daerah memiliki peta bahasa yang dalam penelitian ini

(31)

pemerintah setempat untuk memudahkan penelitian selanjutnya. Penelitian ini pula

diharapkan akan bermanfaat bagi Pemerintahan Daerah Kecamatan Binong dan Kabupaten

Subang khususnya bidang pariwisata dan budaya sebagai gambaran untuk menaikkan potensi

yang terdapat Kecamatan Binong untuk kemajuan di masa depan.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, Boi. 2007. Skripsi Geografi Dialek Bahasa Daerah di Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang Provinsi Jawa Barat. Bandung : FPBS UPI.

Arifin, Z, S. Amran Tasai. 2004. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.

Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat

Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Ayatrohaedi. 2002. Pedoman Penelitian Dialektologi. Jakarta: Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional.

Crowley, Terry. 1987. Linguistics Series 1 An Introduction to Historical Linguistics. Suva: University of Papua New Guinea Press. University of the South Pacific.

Daniel Parera, Jos. 1986. Kajian Linguistik Umum Historis Komparatif Dan Tipologi Struktural. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka

Kaswanti Purwo, Bambang. 2002. PELBBA 15. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa Dan Budaya Unika Atma Jaya.

Keraf, Gorys. 1973. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.

Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Koesman, M.O. 1987. Kamus Kecil Sunda-Indonesia. Bandung: TARATE

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Lesmana, Teten.2002. Skripsi Geografi Dialek Bahasa Sunda Jatiwangi (Suatu Deskriptif Analisis). Bandung: FPBS UPI.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

(33)

Marsono. 1999. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mulyawati, Hesty. 2007. Skripsi Geografi Dialek Bahasa Sunda Kota Banjar Provinsi Jawa Barat . Bandung: FPBS UPI.

Nurbaiti, Anita. 2005. Skripsi Geografi Dialek Bahasa Jawa di Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Tanggamus Privinsi Jawa Barat. Bandung: FPBS UPI.

Nurhasanah. 2007. Skripsi Geografi Dialek Bahasa Sunda di Kabupaten Subang (Sebuah kajian Sinkronis). Bandung : FPBS UPI.

Prawiraatmaja, Dudu. 1979. Geografi Dialek Bahasa Sunda di Kabupaten Ciamis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Saadie, Ma’mur., dkk. 1997. Bahasa Bantu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Septira, Karista. 2007. Skripsi Geografi Dialek Bahasa Muntok Bangka Belitung (Suatu Kajian Fonologis Sinkronis). Bandung: FPBS UPI.

Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETHA.

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.3 Data Jumlah Penduduk kecamatan Binong

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat keberhasilan usaha sapi perah yang sedang, dipengaruhi oleh tingkat partisipasi peternak pada program DDCP yang tinggi, selain itu dipengaruhi oleh masing-masing

Golongan I: Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi

Sehingga dapat dilihat total durasi dari metode Takt Time pada proyek Hotel Swiss- bellinn Juanda adalah 22 minggu, sedangkan untuk proyek Clubhouse Graha Natura adalah 65

Dalam desain penelitian ini terdiri dari; rencana penelitian, pelaksanaan penelitian, penyusunan hasil penelitian (penyusunan data dan pengetikan data), metode

Saya tidak dapat menjelaskan dengan tepat emosi yang sedang saya alami kepada orang lain.. Saya tidak dapat mengontrol rasa marah saya

bahwa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, maka Kecamatan Oebobo telah memenuhi persyaratan untuk dilakukan pemekaran; bahwa

Menurut Quthb, politik pemerintahan Islam didasarkan atas tiga asas, yakni (1) keadilan penguasa; (2) ketaatan rakyat; dan (3) musyawarah antara penguasa dan

Kedua, dalam hukum Islam dan fatwa Dewan Syariah Nasional No.02/DSN-MUI/IV/2000 terdapat ketidaksesuaian dengan praktik yang terjadi dalam simpanan qurban yang ada