DAFTAR ISI
PENGESAHAN ... i
PERNYATAAN ... ii
PERSEMBAHAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG ... xv
DAFTAR PETA ... xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Masalah Penelitian ... 5
1.2.1 Identifikasi Masalah ... 5
1.2.2 Batasan Masalah ... 6
1.2.3 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1 Tujuan Umum ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
1.4.1 Manfaat Secara Teoritis ... 8
1.4.2 Secara Praktis ...8
1.5 Definisi Operasional ... 9
BAB II DIALEKTOLOGI DAN GEJALA BAHASA 2.1 Dialektologi ... 11
2.1.1 Pengertian Dialektologi ... 11
2.1.2 Dialek ... 12
2.1.3 Ragam Dialek ...13
2.1.4 Geografi Dialek ... 14
2.1.5 Isoglos, Heteroglos, dan Watas Kata ... 16
2.1.6 Peta Bahasa ... 17
2.1.7 Dialektometri ... 21
2.2 Proses Fonologis ... 23
2.2.1 Jenis-Jenis Perubahan Bunyi ... 23
2.2.1.1 Korespondensi Bunyi ... 24
2.2.1.2 Pembentukan Korespondensi Fonemis ... 25
2.2.1.3 Variasi Bunyi ... 29
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 30
3.2 Latar Penelitian ... 31
3.2.1 Gambaran Umum Kecamatan Binong Kabupaten Subang ... 31
3.2.1.2 Letak Geografis ... 33
3.2.1.3 Demografis Kecamatan Binong ... 35
3.2.1.4 Kesehatan ... 36
3.2.1.5 Pendidikan ... 36
3.2.1.6 Ekonomi ... 37
3.2.1.7 Agama ... 37
3.2.1.8 Keadaan Kebahasaan ... 38
3.2.1.9 Budaya dan Adat Istiadat ... 38
3.3 Sumber Data dan Korpus Data ... 38
3.3.1 Sumber Data ... 38
3.3.2 Data Korpus ... 39
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 39
3.5 Teknik Pengolahan Data ... 41
3.6 Instrumen Penelitian ... 43
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Bentuk Kosakata Pokok ... 45
4.2 Deskripsi Perbedaan Kosakata Pokok Berdasarkan Ciri Fonologis ... 96
4.3 Macam dan Distribusi Fonem Bahasa Daerah Kecamatan Binong... 117
4.3.1 Macam Vokal dan Konsonan... 117
4.3.2 Gugus Vokal dan Konsonan Bahasa Daerah Kecamatan Binong... 123
4.3.3 Kontras Konsonan dan Vokal... 125
4.4 Pemetaan ... 127
4.5 Penghitungan Dialektometri ... 129
4.6 Kontribusi Penelitian Dialektologi Terhadap Perkembangan
Bahasa Indonesia ... 143
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ... 152
5.2 Saran ... 154
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu
untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat lainnya. Anggota
masyarakat biasanya terdiri atas berbagai status sosial dan latar belakang yang
berbeda. Bahasa akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan
dan perkembangan masyarakat pemakainya. Hal tersebut mengakibatkan bahasa
yang ada di dunia ini memiliki variasi. Berkaitan dengan variasi bahasa, ada tiga
istilah yang perlu diketahui, yaitu idiolek berkaitan dengan variasi bahasa
perseorangan, dialek merupakan variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok
masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu, dan ragam merupakan variasi
bahasa yang digunakan pada situasi tertentu (Ayatrohaedi, 2002 : 7).
Variasi-variasi bahasa tersebut akan memperlihatkan pola-pola tertentu yang disebabkan
adanya pengaruh-pengaruh dari pola sosial ataupun yang disebabkan kedaerahan
atau letak geografis.
Pada dasarnya dialek merupakan salah satu kajian linguistik, yaitu
dialektologi yang mengkaji perbedaan-perbedaaan isolek dengan memperlakukan
perbedaan tersebut secara utuh. Namun perbedaan itu tidak sampai menyebabkan
munculnya bahasa yang berbeda. Perbedaan tersebut tidak mencegah mereka
itu, ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam
perbedaan (Ayatrohaedi, 1983: 1-2).
(Meilet 1967:69 dalam Ayatrohaedi, ) mengemukakan bahwa dialek ini
memiliki dua ciri, yaitu (1) seperangkat ujaran setempat yang berbeda-beda, yang
memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan
dengan bentuk ujaran yang lain dari bahasa yang sama, (2) dialek tidak harus
mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa.
Jika suatu daerah masyarakatnya adalah penutur dwibahasa, maka di
daerah tersebut diperkirakan akan muncul dialek baru dari bahasa-bahasa yang
digunakan. Bahkan mungkin saja muncul bahasa baru yang merupakan
penggabungan dari bahasa-bahasa tersebut. Di Kecamatan Binong masyarakatnya
menggunakan lebih dari satu bahasa daerah. Di daerah itu ditemukan masyarakat
penutur bahasa Sunda dan masyarakat penutur bahasa Jawa. Untuk menjalankan
kehidupan bermasyarakat, penutur saling berinteraksi, sehingga memunculkan
variasi bahasa. Sebagai contoh gloss ‘hidung’ di Desa Cicadas adalah [ iruŋ ] di
Desa Mulyasari adalah [ cuŋur ],contoh lain gloss ‘kamu’ di Desa Mulyasari
adalah [sira] di Desa Kihiyang [ira]. Berdasarkan hal itu, Kecamatan Binong
diambil sebagai daerah titik pengamatan untuk melihat wilayah mana saja yang
termasuk kantung bahasa Sunda dan kantung bahasa Jawa. Hal ini berkaitan
dengan tujuan penelitian dari geografi dialek, memetakan kondisi kebahasaan
daearah yang diamati, dalam hal ini Kecamatan Binong.
Permasalahan di atas sangat menarik untuk dikembangkan menjadi sebuah
mempunyai peta kebahasaan. Dari penelitian ini kita akan mendapat gambaran
tentang dialek bahasa-bahasa di Kecamatan Binong, dan melihat penggunaannya
oleh penutur dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian dari penelitian tersebut akan
dipetakan bahasa-bahasa tersebut berdasarkan deskripsi perbedaannya yang
meliputi unsur fonologis saja. Dalam penelitiannya, penulis ingin memperdalam
analisis fonologis berupa korespondensi dan variasi bunyi.
Penelitian seperti ini pernah dilakukan oleh Teten Lesmana pada tahun
2002 dengan skripsi yang berjudul Geografi Dialek Bahasa Sunda Jatiwangi.
Dalam penelitiannya, Teten menganalisis hanya pada tataran memetakan
kosakata-kosakata berdasarkan perbedaannya dan persamannya dalam unsur
leksikal tanpa dianalisis berdasarkan perubahan bunyi. Dalam penelitiannya,
Teten tidak menganalisis perbedaan unsur bahasa, hanya memetakan
kosakata-kosakatanya saja tanpa dilakukan penghitungan dialektometri. Penelitian yang
lainnya oleh Hesty Mulyawati pada tahun 2007. Hesti meneliti tentang Geografi
Dialek Bahasa Sunda Kota Banjar Provinsi Jawa Barat. Hesty dalam penelitian
ini memetakan perbedaan bahasa berdasarkan perbedaan fonologi, morfologi dan
leksikal, kemudian dihitung perbedaannya berdasarkan penghitungan
dialektometri. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Boi Abdulgani pada tahun
2007. Boi meneliti tentang Geografi Dialek Bahasa Daerah di Kecamatan
Padarincang Kabupaten Serang Provinsi Banten. Dalam penelitian ini, Boi
menganalisis perbedaan fonologi, morfologi dan leksikal saja.
Penelitian geografi dialek lainnya dilakukan oleh Karista Septira pada
Belitung (suatu kajian Fonologis Sinkronis ). Dalam penelitiannya, Karista
hanya membandingkan dua daerah pengamatan saja. Dengan hanya menggunakan
dua daerah pengamatan dirasa sangat kurang. Seharusnya Karista menambah
daerah pengamatan. Hal yang lainnya dalam penelitian Karista ini, tidak
dilakukan penghitungan dialektometri sehingga tidak diketahui jarak persamaan
dan perbedaan bahasa atau dialek daerah yang diteliti.
Penelitian geografi dialek yang dilakukan Anita Nurbaiti pada tahun 2005
dengan skripsi yang berjudul Geografi Dialek Bahasa Jawa di Kecamatan
Gadingrejo Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Dalam penelitiannya,
Anita menggunakan analisis fonologis, morfologi dan leksikal. Dalam
penelitiannya, analisis yang dilakukan hanya sekilas saja. Mungkin dikarenakan
Anita melakukan lebih dari satu analisis, sehingga analisis dalam satu bidang
tidak dilakukan secara mendalam.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Nurhasanah pada tahun 2007,
Nurhasanah melakukan penelitian tentang Geografi Dialek Bahasa Sunda di
Kabupaten Subang (Sebuah kajian Sinkronis). Dalam penelitiannya Nurhasanah
menggunakan analisis di bidang fonologi, morfologi, dan leksikal. Nurhasanah
dalam analisis fonologis hanya menganalisis korespondensinya saja, sedangkan
tipe-tipe perubahan bunyi tidak dianalisis. Kekurangan lainnya dalam penelitian
ini, analisis fonologi tidak dilakukan perhitungan dialektometrinya. Yang ingin
peneliti lakukan adalah, penelitian ini lebih diperdalam dalam analisis
fonologisnya, bukan hanya dari korespondensinya saja yang dianalisis tetapi
dengan perbedaan fonologisnya dan dianalisis berdasarkan korespondensi dan
tipe-tipe perubahan bunyi, baru dipetakan.
Melihat persoalan di atas, peneliti terpanggil untuk menyelenggarakan
penelitian yang dituangkan ke dalam skripsi yang berjudul Geografi Dialek
Bahasa Daerah di Kecamatan Binong Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat.
Dari penelitian ini kita akan mendapat gambaran tentang dialek bahasa-bahasa di
Kecamatan Binong, dan melihat penggunaannya oleh penutur dalam kehidupan
sehari-hari.
1.2 Masalah Penelitian
Masalah dalam penelitian ini penulis batasi pada:
1.2.1 Identifikasi Masalah
Masyarakat penutur di Kecamatan Binong Kabupaten Subang mayoritas
berbahasa Sunda, dan sebagian lagi berbahasa Jawa. Bahasa tersebut dalam
kehidupan sehari-hari digunakan untuk berkomunikasi antar penduduk dalam hal
jual beli, dan kehidupan yang berkenaan dengan adat istiadat daerah setempat.
Karena terdapatnya dua kantung bahasa, yaitu bahasa Sunda dan bahasa Jawa di
Kecamatan Binong Kabupaten Subang, maka di daerah tersebut akan terdapat
sistem kebahasaan berupa ragam dialek yang berbeda-beda pula. Ragam dialek
tersebut juga dipengaruhi oleh keadaan sosial, adat istiadat, faktor geografis, dan
mobilitas penduduk yang berbeda-beda antar wilayah. Geografi dialek sangat
ditentukan oleh latar belakang penutur bahasa daerah tersebut, penutur daerah
berbeda-beda dari bahasa Sunda lulugu dan bahasa Jawa asli. Salah satu
perbedaan itu di antaranya terletak pada bidang kosakata.
Didasari hal tersebut, penulis merasa perlu diadakan penelitian mengenai
penggunaan bahasanya, dalam bentuk geografi dialek bahasa daerah di
Kecamatan Binong Kabupaten Subang. Sampai saat ini belum ada peta bahasa
secara menyeluruh yang menggambarkan geografi dialek Kecamatan Binong
Kabupaten Subang. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau
deskripsi bahasa daerah di Kecamatan Binong Kabupaten Subang, sehingga bisa
didapatkan peta kosakata pengguna bahasanya. Untuk membuat peta semacam itu,
diperlukan penelitian khusus dan peta yang dibuat harus sesuai dengan kenyataan
penggunaan bahasa daerah di Kecamatan Binong Kabupaten Subang oleh para
penuturnya.
1.2.2 Batasan Masalah
Cakupan dalam penelitian dialektologi sangat luas, peneliti membatasi
masalah yang mengkhususkan pada deskripsi pemetaan berdasarkan analisis
perbedaan fonologi bahasa daerah di Kecamatan Binong saja. Data yang dianalisis
hanya berdasarkan perbedaan fonologisnya saja, sedangkan jika terdapat
perbedaan morfologi dan leksikal hanya dideskripsikan saja. Dalam analisis
fonologis akan dibahas mengenai bentuk-bentuk perubahan bunyi berupa
1.2.3 Rumusan Masalah
Dalam penelitian geografi dilaek bahasa daerah di Kecamatan Binong
Kabupaten Subang Provinsi Jawa barat, terdapat beberapa masalah yang
dirumuskan sebagai berikut.
1) Bagaimana perbedaan fonologis tuturan bahasa daerah masyarakat di
KecamatanBinong Kabupaten Subang?
2) Apakah perbedaan fonologis tersebut termasuk ke dalam perbedaan
bahasa, perbedaan dialek, perbedaan subdialek, atau perbedaan wicara?
3) Bagaimana pemetaan bahasa secara fonologis di Kecamatan Binong
Kabupaten Subang?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut ini.
1.3.1 Tujuan Umum
1) Bagi peneliti untuk memperoleh gambaran tentang geografi dialek bahasa
daerah di Kecamatan Binong Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat.
2) Bagi pemerintah Kecamatan Binong Kabupaten Subang menambah
pembendaharaan dialek Kabupaten Subang serta sebagai pemertahanan
bahasa daerah di Kecamatan Binong Kabupaten Subang.
3) Meningkatkan dan mengembangkan penelitian bahasa-bahasa daerah di
Indonesia sehingga dapat memberikan sumbangan bagi pembinaan bahasa
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui deskripsi bentuk kosakata pokok bahasa di sembilan
titik pengamatan di Kecamatan Binong Kabupaten Subang.
2) Untuk mengetahui deskripsi perbedaan dialek berdasarkan ciri fonologis di
Kecamatan Binong Kabupaten Subang.
3) Untuk mengetahui pemetaan dialek di Kecamatan Binong Kabupaten
Subang.
4) Untuk mengetahui persentase jarak kosakata yang ada di Kecamatan
Binong Kabupaten Subang berdasarkan penghitungan dialektometri.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Secara Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam mengkaji
dialektologi sinkronis. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk
mengetahui peta kebahasaan dan unsur bahasa yang dipakai di Kecamatan Binong
Kabupaten Subang terutama peta unsur fonologis, menambah pembendaharaan
penelitian dialektologi, serta sebagai upaya pelestarian dan pemertahanan bahasa
daerah yang ada di Indonesia.
1.4.2 Secara Praktis
Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dalam penelitian
geografi dialek di Kecamatan Binong, penelitian ini juga diharapkan dapat
dialek bahasa daerah di Kecamatan Binong Kabupaten Subang Provinsi Jawa
Barat. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu Pusat Bahasa dalam
memetakan bahasa-bahasa di Indonesia.
1.5 Definisi Operasional
Istilah-istilah yang didefinisikan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1) Fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi
bahasa menurut fungsinya.
2) Dialektologi adalah bidang studi linguistik yang mempelajari dialek-dialek
membuat peta batas-batas dialek dari sebuah bahasa, yakni dengan cara
membandingkan bentuk dan makna kosakata yang digunakan dalam bahasa
tersebut kemudian dideskripsikan dengan perbedaan fonologi.
3) Geografi dialek adalah cabang dialektologi yang mengaji tentang
ragam-ragam bahasa yaitu dialek yang terdapat di Kecamatan Binong yang
menjadi tempat terwujudnya ragam bahasa tersebut dan terjadi pada satuan
ruang tertentu.
4) Bahasa daerah yaitu bahasa lokal yang terdapat di daerah Kecamatan
Binong yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk berkomunikasi.
5) Penelitian Sinkronis adalah yaitu jenis penelitian bahasa yang dilakukan di
daerah Kecamatan Binong hanya dengan mengamati fenomena suatu
6) Perbedaan fonologis adalah suatu cara dalam analisis penelitian dialektologi
yang yang menyangkut perbedaan fonetik, yang termasuk di dalamnya
perubahan bunyi yang berupa korespondensi dan variasi bunyi.
7) Pemetaan bahasa adalah visualisasi data lapangan berupa dialek bahasa daerah
di Kecamatan Binong ke dalam bentuk peta, agar data kebahasaan tergambar
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena
peneliti menggambarkan gejala bahasa di daerah pengamatan berupa variasi dialek dan
hubungan antara bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Penelitian dilakukan secara sistematis,
faktual, dan akurat dengan menggunakan pendekatan sinkronis , yaitu penelitian bahasa yang
dilakukan hanya dengan mengamati fenomena suatu bahasa dan penggambarannya pada satu
kurun waktu tertentu sehingga bahas tersaji secara apa adanya.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pupuan lapangan. Dalam metode ini, peneliti terjun langsung ke lapangan sehingga data yang
didapat relatif akurat dibandingkan dengan metode pupuan sinurat (surat). Dengan
menggunakan metode pupuan lapangan yang meliputi pencatatan langsung dan perekaman,
peneliti dapat melihat gambaran pola sosial dan budaya setiap titik pengamatan secara
langsung.
Metode pupuan lapangan dilakukan dengan cara observasi dan wawancara dengan teknik
simak-libat-cakap, yakni peneliti berperan sebagai alat untuk memunculkan calon data.
Dalam penelitian ini peneliti langsung memperhatikan, melihat, mendengar, dan merekam
data bahasa yang terdapat di Kecamatan Binong. Tiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti
langsung dicatat dan direkam. Dalam penelitian ini, hal yang diteliti adalah bagian
fonologisnya sehingga penulisan secara langsung saja tidak cukup. Peneliti harus merekam
wawancara yang dilakukan dengan informan sehingga pelafalannya dapat diteliti secara benar
Metode analisis yang digunakan dalam pelitian ini adalah metode dialektometri.
Dialektometri merupakan ukuran statistik yang digunakan untuk melihat seberapa jauh
perbedaan dan persamaan yang terdapat pada tempat-tempat yang diteliti dengan
membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat penelitian ini. Hasil analisis
yang diperoleh berupa persentase jarak unsur-unsur kebahasaan di antara daerah-daerah
pengamatan. Selanjutnya, digunakan untuk menentukan hubungan antardaerah pengamatan
apakah hasil dari penelitian bahasa daerah di Kecamatan Binong tersebut dianggap perbedaan
bahasa, perbedaan dialek, perbeaan subdialek, atau perbedaan wicara. Hasilnya dapa
diketahui dengan penghitungan dialektometri.
3.2 Latar Penelitian
3.2.1 Gambaran Umum Kecamatan Binong Kabupaten Subang
Wilayah Kecamatan Binong seluas 4.131,52 ha yang terdiri dari areal darat seluas
424,34 ha dan areal pesawahan seluas 3.707,18 ha. Daerah yang merupakan pedataran
dengan ketinggian 0-50 m dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata sebanyak 135
mm, sangat potensial untuk daerah pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan
perikanan, juga pariwisata budaya. Daerah Kecamatan Binong yang dikelilingi oleh sawah
menjadikan daerah ini sebagai penghasil beras terbesar di Kabupaten Subang. Kabupaten
Subang sangat terkenal dengan kesenian sisingaan, dan di daerah Kecamatan Binong banyak
sekali kesenian sisingaan.
Keadaan alam yang sangat subur dan keterbukaan dengan masyarakat luar,
mempengaruhi keberadaban masyarakat Kecamatan Binong yang penduduknya mayoritas
suku Sunda. Namun, penduduk masyarakat Kecamatan Binong berbahasa Sunda dan
3.2.1.1 Sejarah
Pada sekitar tahun 1580 Kerajaan Sumedang Larang tumbuh sebagai generasi penerus
kerajaan Padjajaran. Ada banyak kisah tentang kerajaan ini, namun yang punya kaitan erat
dengan wilayah Subang khususnya Binong baru muncul saat Sumedang Larang dipimpin
oleh raja bernama Prabu Geusan Ulun. Wilayah kekuasaannya mencapai Pagaden (Binong
masuk wilayah Pagaden), Pamanukan, dan Ciasem. Ketiga daerah ini menjadi Kabupaten.
Apalagi setelah Kerajaan Sumedang Larang dikalahkan oleh Mataram. Daerah Pagaden
(Binong), Pamanukan, dan Ciasem dijadikan sebagai daerah administratif kabupaten. Namun
akhirnya kejayaan Mataram punah dengan datangnya VOC yang berkeinginan merebut
sumber-sumber pangan di tanah Jawa.
Kecamatan Binong termasuk ke dalam wilayah pantura. Binong adalah temasuk
daerah penghasil beras di Kabupaten Subang. Hal ini tidak lepas dari masa lampau, saat
prajurit Mataram menanamkan keahlian bertani kepada masyarakat di daerah pantura
termasuk wilayah Binong. Sehingga sampai sekarang Kabupaten Subang adalah lumbung
padi Jawa Barat.
3.2.1.2 Letak Geografis
Kecamatan Binong adalah merupakan bagian dari Kabupaten Subang yang terletak di
sebelah utara Kabupaten Subang. Jarak antara Kecamatan Binong dengan pusat Kabupaten
Subang + 30 km. Wilayah Kecamatan Binong sebagian besar arealnya merupakan daerah
pedataran dengan ketinggian 0-50 m dari permukaan air laut dengan curah hujan rata-rata
sebanyak 135 mm. Daerah Kecamatan Binong termasuk ke dalam daerah dengan curah hujan
kurang dari 2.000 mm per tahun.
Setelah berlakunya Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007 tentang pemekaran
Kecamatan di wilayah Kabupaten Subang, Kecamatan Binong dimekarkan menjadi dua
Binong dilakukan pada tanggal 28 April 2008. Dengan adanya pemekaran akan terjadi pula
perubahan-perubahan baik dalam luas wilayah ataupun kondisi fisik lainnya, begitu juga
dengan jumlah desa dibagi dua, sebagai berikut.
Tabel 3.1
Pembagian Desa Kecamatan Binong dan Kecamatan Tambakdahan
NO KECAMATAN
BINONG TAMBAKDAHAN
1. Desa Binong Desa Tambakdahan
2. Desa Cicadas Desa Kertajaya
3. Desa Nanggerang Desa Bojongkeding
4. Desa Karangsari Desa Rancaudik
5. Desa Kihiyang Desa Bojonegara
6. Desa Citrajaya Desa Mariuk
7. Desa Kediri Desa Gardumukti
8. Desa Mulyasari Desa Wanajaya
9. Desa Karangwangi Desa Tanjungrasa
Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Binong adalah sebagai berikut :
1) Sebelah Utara : Kecamatan Tambakdahan
2) Sebelah Timur : Kecamatan Compreng dan Kecamatan Cipunagara
3) Sebelah Selatan : Kecamatan Pagaden
4) Sebelah Barat : Kecamatan Cikaum dan Kecamatan Ciasem
Setelah dimekarkan areal Kecamatan Binong seluas 4. 131,52 Ha, yaitu terdiri dari
areal darat seluas 424, 34 Ha dan areal pesawahan seluas 3. 707, 18 Ha, dengan rincian
peruntukan area; sebagai berikut.
Tabel 3.2
Keadaan penduduk Kecamatan Binong berdasarkan data UPTD Dinas Kependudukan
dan KB Kecamatan Binong dan Laporan Kependudukan dari desa-desa, pada tahun 2008
berjumlah 44.991 orang. Jumlah tersebut terdiri dari penduduk laki-laki 22.185 orang dan
penduduk perempuan sebanyak 22.806 orang, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak
13.703 orang. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk adalah sebagai berikut.
4. Desa Karangsari 1.705 1.765 1.147
5. Desa Kihiyang 2.407 2.519 1.619
6. Desa Citrajaya 2.880 2.881 1.830
7. Desa Kediri 2.327 2.324 1.752
8. Desa Mulyasari 3.976 4.082 1.778
9. Desa Karangwangi 1.808 1.723 1.024
JUMLAH 22.185 22.806 13.703
Terbagi dalam tahapan keluarga sebagai berikut:
1) Keluarga Pra Sejahtera Alasan Ekonomi : 3.961 KK
2) Keluarga Sejahtera I Alasan Ekonomi : 4.869 KK
3) Keluarga Sejahtera II : 3.731 KK
4) Keluarga Sejahtera III : 1.025 KK
5) Keluarga Sejahtera III Plus : 117 KK
3.2.1.4 Kesehatan
Kesehatan masyarakat Kecamatan Binong cukup terjamin. Dalam BPS Kecamatan
Binong terdapat tiga puskesmas di Kecamatan Binong. Di antaranya di Desa Nanggerang,
Desa Cicadas, dan Desa Kihiyang. Keberadaan posyandu di setiap Rt sangat menjamin
kesehatan bayi-bayi yang terdapat di Kecamatan Binong. Angka kematian ibu melahirkan
pun menurun dikarenakan tersedianya jumlah tenaga pelayan kesehatan di setiap desa.
3.2.1.5 Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Binong sangat beragam. Di
bahkan adapula yang tidak tamat SD. Upaya pemerintahan untuk meningkatkan pendidikan
sudah dirasakan oleh masyarakat di Kecamatan Binong. Dengan adanya program sekolah
gratis, banyak anak-anak bersekolah minimal sampai SMP. Masyarakat yang bersekolah di
perguruan tinggi pun cukup banyak. Hal ini diharapkan lahirnya SDM yang berkualitas di
Kecamatan Binong.
3.2.1.6 Ekonomi
Kecamatan Binong adalah daerah penghasil beras terbesar di Kabupaten Subang. Hal
ini mengakibatkan masyarakat di daerah itu mayoritas bekerja sebagai petani. Hasil
perekonomian terbesar berasal dari pertanian. Sebagian wilayah Kecamatan Binong adalah
pesawahan. Beras yang dihasilkan dari pertanian ini di pasarkan di Jakarta, Bandung, dan
daerah Pantura. Selain pertanian adapula masyarakat yang berkebun. Tanaman palawija yang
diproduksi adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedele,dan kacang hijau.
Masyarakat yang lainnya adapula yang bekerja sebagai buruh pabrik di luar kota.
3.2.1.7 Agama
Masyarakat Kecamatan Binong mayoritas beragama Islam. Adapula masyarakat yang
beragama lain namun hanya beberapa. Kecamatan Binong sangat kental terhadap agama
Islam, sehingga di setiap daerah terdapat mesjid. Adapula beberapa pesantren, yaitu di Desa
Cicadas dan di Desa Mulyasari.
3.2.1.8 Keadaan Kebahasaan
Keadaan geografis Kecamatan Binong yang berbatasan dengan daerah yang
berbahasa Jawa, mengakibatkan masyarakat Kecamatan Binong dwibahasawan. Bahasa asli
berbahasa Jawa. Bahasa yang dipakai masyarakat adalah, bahasa Sunda, Jawa, dan bahasa
Indonesia.
3.2.1.9 Budaya dan Adat Istiadat
Banyaknya organisasi kesenian menjelaskan bahwa masyarakat Kecamatan Binong
kaya akan adat istidat. Kesenian sisingan banyak ditemukan di daerah ini. Adat istiadat
berupa acara muludan, tradisi bubur sura setiap bulan Syuro, dan lainnya. Masyarakat di
Kecamatan Binong masih sangat kental dengan adat istiadat, sesuatu yang dilakukan harus
sesuai dengan adat istiadat Kecamatan Binong. Adanya percampuran budaya Sunda dan
Jawa, mengakibatkan terjadinya gabungan budaya antara budaya Sunda dan budaya Jawa
yang terjadi di Kecamatan Binong.
3.3 Sumber Data dan Data Korpus
3.3.1 Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah tuturan orang-orang berdomisili di Kecamatan
Binong. Setiap daerah yang menjadi pengamatan dicari dua informan utama, dan satu orang
informan pendamping. Informan tersebut harus memiliki syarat-syarat: (1) penduduk asli
Kecamatan Binong; (2) berjenis kelamin pria dan wanita; (3) berusia antara 40-70 tahun; (4)
berpendidikan maksimal SMP ;(5) berstatus sosial menengah; (6) dapat berbahasa atau
mengerti bahasa Indonesia; (7) alat artikulasi lengkap; (8) tidak cacat berbahasa dan memiliki
pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan-pertanyaan, dan ; (9) tidak gila dan
pikun (Mahsun, 1995: 160).
Data yang didapatkan dari para sumber data adalah jawaban lisan dari daftar tanyaan
yang berasal dari kosakata swadesh sebanyak 200 kata. Jawaban tersebut berupa dialek
bahasa daerah di Kecamatan Binong yang biasa digunakan masyarakat setempat. Data
lainnya berupa biodata pembahan, biodata wilayah Kecamatan Binong.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam hal ini peneliti melakukan pengumpulakan data diawali dari mencari informasi
kebahasaan daerah yang akan dijadikan titik pengamatan. Peneliti menetapkan Kecamatan
Binong sebagai daerah pengamatan dan lingkup desa sebagai satuan pengamatan.
Langkah selanjutnya adalah melakukan observasi ke setiap desa yang ada di
Kecamatan Binong . Peneliti pergi langsung ke tempat penelitian untuk melihat gambaran
tempat yang akan diteliti, sehingga peneliti dapat mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan
pada saat penelitian. Peneliti pun dapat mengetahui kebiasaan masyarakat di daerah
pengamatan, sehingga dapat lebih mudah berinteraksi dengn masyarakat di sana. Setelah itu
peneliti melakukan wawancara dengan informan tentang keadaan kebahasaan di daerah
setempat, kemudian mengajukan pertanyaan yang berisi 200 kosakata swadesh yang harus
dialihbahasakan. Data yang digunakan sudah terlebih dahulu diseleksi berdasarkan kondisi
sosial masyarakat Kecamatan Binong. Begitu pula dengan penentuan informan didasarkan
pada syarat-syarat yang telah ditentukan.
Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik.
Pertama, teknik simak-libat-cakap. Simak dalam penelitian ini maksudnya menyimak
penggunaan bahasa berupa tuturan masyarakat setempat yang menjadi titik pengamatan.
Dalam teknik ini upaya peneliti untuk mendapatkan data dilakukan dengan cara menyadap
penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang informan. Penyadapan yang dilakukan
informan tampil dengan sosoknya sebagai orang yang sedang menggunakan bahasanya
(berbicara atau bercakap-cakap).
Libat dalam hal ini maksudnya peneliti langsung terlibat dalam pengambilan data
ataupun dalam penentuan daerah dan informan. Jadi, peneliti tidak mewakilkan pada pihak
lain. Dalam pengambilan data peneliti terjun langsung terlibat dengan informan, sehingga
dapat langsung mengetahui gejala bahasa yang timbul di daerah pengamatan. Penggunaan
teknik ini peneliti dapat mengetahui secara langsung keadaan geografis setiap daerah
pengamatan dan turut berperan dalam perkembangan isolek pada daerah pengamatan itu
sendiri.
Cakap dalam penelitian ini maksudnya cara yang ditempuh berupa percakapan terarah
antara peneliti dengan informan di setiap daerah pengamatan. Pada teknik ini peneliti
langsung mendatangi setiap daerah pengamatan dan melakukan percakapan dengan cara
melakukan pancingan yang berupa daftar tanyaan dengan para informan. Selain
menggunakan pancingan peneliti juga melakukan percakapan dengan memulai dari yang
umum sampai pada hal yang ditanyakan.
Kedua, teknik catat maksudnya peneliti langsung mencatat hal-hal yang membedakan
bunyi-bunyi yang agak mirip dengan langsung memperhatikan cara pelafalannya. Hal
pencatatan dilakukan agar data yang didapat tidak hilang. Ketiga, teknik rekam maksudnya
peneliti langsung merekam pada saat pengambilan data dari informan berupa daftar tanyaan.
Dalam penelitian ini, hal yang diteliti adalah bagian fonologisnya sehingga penulisan secara
langsung saja tidak cukup. Peneliti harus merekam wawancara yang dilakukan dengan
responden, sehingga pelafalannya dapat diteliti secara benar.
Pengolahan data dilakukan dengan menganalisis data, peneliti membagi
penganalisisan ke dalam tujuh tahap pengerjaan.
Tahapan pengolahan data yang dilakukan peneliti adalah:
a) Mentranskripsi data yang telah dikumpulkan berdasarkan fonetis.
Hal yang pertama dilakukan dalam menganalisis adalah data yang telah terkumpul
ditranskripsi berdasarkan fonetis.
b) Mengklasifikasikan data yang telah dikumpulkan berdasarkan aspek fonologis.
Setelah ditranskripsikan berdasarkan fonetis, kemudian diklasifikasikan berdasarkan
aspek-aspeknya. Dalam hal ini yang dicari hanya data yang masuk ke dalam aspek
fonologis saja. Data yang termasuk ke dalam aspek morfologi dan leksikal dipisahkan.
c) Menganalisis data yang telah ditranskripsi dan diklasifikasikan berdasarkan sistem
perbedaan fonologis yaitu korespondensi bunyi dan variasi bunyi. Data yang telah
diklasifikasi berdasarkan aspek fonologis saja, kemudian dianalisis berdasarkan
korespondensi dan variasi bunyi. Setelah itu, berian-berian yang telah dianalisis diberi
lambang untuk mempermudah dipindahkan ke dalam peta.
d) Memindahkan data yang telah dianalisis ke dalam bentuk peta yang dilengkapi dengan
penggambaran isogloss sehingga diperoleh peta fonetis dari keseluruhan berian yang
digunakan.
e) Setelah dipetakan kemudian diadakan perhitungan dialektometri untuk menentukan
jarak perbedaan unsur-unsur kebahasaan antardaerah , sehingga akan diperoleh hasil
yang akan menentukan apakah perbedaan-perbedaan yang ada merupakan perbedaan
bahasa, dialek, subdialek, atau perbedaan wicara di Kecamatan Binong sehingga
tergambar pemetaan kebahasaan di daerah tersebut.
Perhitungan dialektometri diperoleh dengan rumus:
(S x 100) = d %
Keterangan:
S = jumlah beda dengan daerah pengamatan lain
n = jumlah peta yang diperbandingkan
d = jarak kosakata dalam persentase
f) Menentukan berapa besar perbedaan dialek berdasarkan bidang fonologis dari
perhitungan dialektometri.
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai yang dipakai untuk menjaring data adalah daftar kosakata
berupa daftar tanyaan yang berjumlah 200 kata yang diadaptasi dari data swadesh yang
ditujukan kepada informan untuk mengungkap data kosakata daerah di desa-desa penelitian
setempat. Daftar tanyaan dalam penelitian berasal dari 200 kosakata swadesh,yang terdiri dari
:(1) kata ganti dan sapaan berjumlah 11 kata; (2) kata yang termasuk nama bagian tubuh
berjumlah 33 kata; (3) kata yang termasuk dalam sistem kekerabatan 17 kata; (4) kata yang
termasuk dalam kehidupan desa dan masyarakat 15 kata; (5) kata yang termasuk nama bagian
rumah berjumlah 9 kata; (6) kata yang termasuk nama makanan dan minuman berjumlah 16
kata; (7) kata yang termasuk nama sayuran dan buah-buahan berjumlah 10 kata; (8) kata yang
termasuk dalan nama-nama keadaan alam 23 kata; (9) kata yang termasuk nama alat-alat
pertanian dan pertukangan 11 kata; (10) kata yang termasuk sifat keadaan 17 kata; (11) kata
yang termasuk kata kerja 17 kata; (12) kata yang termasukalat rumah tangga 21 kata. Tape
recorder (alat perekam) digunakan untuk merekam bahasa (jawaban) dari informan kuisioner,
informan untuk mengetahui identitas atau biodata informan (tempat tanggal lahir, lamanya
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SimpulanMelalui kajian deskriptif analisis fonologis sinkronis, dapat disimpulkan bahwa
bahasa daerah yang terdapat di Kecamatan Binong adalah bahasa Sunda dan bahasa Jawa.
Oleh karena itu, terdapat saling pengaruh antara bahasa Sunda dan bahasa Jawa yang seiring
perkembangannya melahirkan sebuah dialek baru dari kontak kedua bahasa tersebut. Hal
tersebut dikarenakan faktor mobilitas daerah setempat yang sehari-harinya berkomunikasi
dengna penduduk luar daerah. Selain itu, faktor sejarah pun mempengaruhi munculnya
bahasa Jawa di Kecamatan Binong, ditambah dengan keadaan geografis Kecamatan Binong
yang berbatasan langsung dengan daerah pemakai bahasa Jawa.
Setelah melakukan analisis fonologi ditemukan perbedaan fonologi 87 gloss. Dalam
penelitian ini yang dihitung hanya perbedaan fonologi saja, akan tetapi dalam penelitian
terdapat pula perbedaan morfologi dan leksikal.
Dalam melakukan pemetaan diperoleh keterangan bahwa pada titik pengamatan 1
(Desa Mulyasari) dan 2 (Desa Kediri) sebagian besar berian yang ditemukan berasal dari
dialek Jawa dikarenakan daerah tersebut berbatasan dengan daerah yang berbahasa Jawa
yaitu Kecamatan Tambakdahan dan Kecamatan Pamanukan. Pada titik 3 (Desa
Karangwangi), 4 (Desa Cicadas), dan 5 (Desa Nanggerang) ditemukan berian yang
ditemukan berasal dari dialek Sunda. Hal ini dikarenakan ketiga daerah tersebut berbatasan
langsung dengan daerah pengguna bahasa Sunda yaitu Kecamatan Pagaden dan Kecamatan
Cikaum. Pada titik pengamatan 6 (Desa Binong) ditemukan dialek Sunda, Jawa, dan Betawi.
Hal ini dikarenakan daerah Binong adalah pusat pemerintahan Kecamatan Binong dan
terdapat pasar sehingga masyarakat dari berbagai daerah datang dan terjadilah interaksi
ditemukan dialek Jawa. Hal tersebut dikarenakan kedua titik pengamatan ini berbatasan
langsung dengan Kecamatan Cipunagara dan Kecamatan Compreng. Titik pengamatan 9
(Desa Karangsari) ditemukan dialek Sunda dan Jawa. Hal ini dikarenakan titik pengamatan
ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Pagaden yang mayoritas berbahasa Sunda dan
Kecamatan Compreng yang mayoritas berbahasa Jawa.
Berdasarkan hasil penghitungan dialektometri diperoleh persentase jarak kosakata
bahasa daerah di Kecamatan Binong telah terjadi perbedaan pada bidang fonologi. Persentase
perbedaan fonologi mencapai 43, 5 %. Hal ini membuktikan bahwa di Kecamatan Binong
terjadi perbedaan bahasa.
Jumlah persentase jarak kosakata yang didapat sangat besar, maka bahasa daerah
yang terdiri dari bahasa Sunda dan bahasa Jawa telah terpengaruh dialek lain. Perbedaan
bahasa yang terjadi di Kecamatan Binong menjadikan bahasa di daerah tersebut menjadi satu
dialek baru dari hasil kontak kedua bahasa tersebut, yang bukan merupakan bahasa Sunda
ataupun bahasa Jawa. Hal ini disebabkan daerah Kecamatan Binong berbatasan dengan
daerah-daerah yang berbahasa Jawa, sehingga terjadi komunikasi yang mengakibatkan
terjadinya kontak bahasa antara daerah-daerah yang berbeda bahasa. Faktor lain yang yang
mendukung terjadinya pengaruh bahasa luar ke bahasa daerah di Kecamatan Binong yaitu
banyaknya masyarakat Kecamatan Binong yang bekerja ke Jakarta khususnya di Desa
Binong sehingga data yang ditemukan peneliti pun di desa tersebut ditemukan berian yang
berasal dari bahasa betawi.
Besarnya peran bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia, peneliti menemukan bahasa
daerah di Kecamatan Binong yang meliputi bahasa Sunda dan bahasa Jawa yang sudah
diserap ke dalam bahasa Indonesia. Terdapat 36 kosakata di Kecamatan Binong yang sudah
bahwa bahasa daerah di Kecamatan Binong hanya sedikit memberikan kontribusi terhadap
kosakata bahasa Indonesia.
Bahasa daerah di sini bukan benar-benar berasal dari Kecamatan Binong, tetapi hanya
mewakili bahasa daerah yang menjadi objek penelitian yang dilakukan peneliti. Kontak
bahasa yang terjadi antara bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa daerah menyebabkan
terjadinya proses saling mempengaruhi antara bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah.
Akibatnya, beberapa kosakata bahasa Indonesia diserap oleh bahasa-bahasa daerah dan
beberapa kosakata bahasa daerah pun diserap oleh bahasa Indonesia. dalam hal ini bahasa
daerah adalah penopang dari bahasa Indonesia.
5.2 Saran
Peneliti melibatkan semua desa yang ada di Kecamatan Binong, karena peneliti ingin
membuat peta bahasa yang meliputi semua daerah di Kecamatan Binong. Untuk penelitian ini
dibutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Walaupun dengan
keterbatasan waktu yang ada, peneliti melakukan penelitian dengan maksimal. Dalam
penelitian, peneliti memakai semua desa yang ada di Kecamatan Binong sebagai titik
pengamatan. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat tentang pemetaan
bahasa di Kecamatan Binong. Agar dalam pencarian data dapat berjalan lancar, peneliti harus
mengetahui terlebih dahulu daerah yang akan dijadikan penelitian pada tiap titik pengamatan,
salah satunya bisa dengan cara melakukan survei terlebih dahulu.
Pentingnya penelitian ini bagi sebuah Negara yang memiliki keragaman bahasa,
khususnya Kecamatan Binong. Setiap daerah harus memikili peta bahasa, hal tersebut
diperlukan agar daerah tersebut mengetahui potensi daerahnya khususnya keragaman bahasa.
Mengingat pentingnya sebuah daerah memiliki peta bahasa yang dalam penelitian ini
pemerintah setempat untuk memudahkan penelitian selanjutnya. Penelitian ini pula
diharapkan akan bermanfaat bagi Pemerintahan Daerah Kecamatan Binong dan Kabupaten
Subang khususnya bidang pariwisata dan budaya sebagai gambaran untuk menaikkan potensi
yang terdapat Kecamatan Binong untuk kemajuan di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulgani, Boi. 2007. Skripsi Geografi Dialek Bahasa Daerah di Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang Provinsi Jawa Barat. Bandung : FPBS UPI.
Arifin, Z, S. Amran Tasai. 2004. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.
Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Ayatrohaedi. 2002. Pedoman Penelitian Dialektologi. Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.
Crowley, Terry. 1987. Linguistics Series 1 An Introduction to Historical Linguistics. Suva: University of Papua New Guinea Press. University of the South Pacific.
Daniel Parera, Jos. 1986. Kajian Linguistik Umum Historis Komparatif Dan Tipologi Struktural. Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka
Kaswanti Purwo, Bambang. 2002. PELBBA 15. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa Dan Budaya Unika Atma Jaya.
Keraf, Gorys. 1973. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.
Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Koesman, M.O. 1987. Kamus Kecil Sunda-Indonesia. Bandung: TARATE
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Lesmana, Teten.2002. Skripsi Geografi Dialek Bahasa Sunda Jatiwangi (Suatu Deskriptif Analisis). Bandung: FPBS UPI.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Marsono. 1999. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mulyawati, Hesty. 2007. Skripsi Geografi Dialek Bahasa Sunda Kota Banjar Provinsi Jawa Barat . Bandung: FPBS UPI.
Nurbaiti, Anita. 2005. Skripsi Geografi Dialek Bahasa Jawa di Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Tanggamus Privinsi Jawa Barat. Bandung: FPBS UPI.
Nurhasanah. 2007. Skripsi Geografi Dialek Bahasa Sunda di Kabupaten Subang (Sebuah kajian Sinkronis). Bandung : FPBS UPI.
Prawiraatmaja, Dudu. 1979. Geografi Dialek Bahasa Sunda di Kabupaten Ciamis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Saadie, Ma’mur., dkk. 1997. Bahasa Bantu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Septira, Karista. 2007. Skripsi Geografi Dialek Bahasa Muntok Bangka Belitung (Suatu Kajian Fonologis Sinkronis). Bandung: FPBS UPI.
Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETHA.