MODIFIKASI METODE AUTOVAKSIN DAN TINGKAT KEBERHASILANNYA SEBAGAI IMUNOTERAPI
CUTANEOUS PAPILOMATOSIS PADA SAPI (STUDI KASUS DI BPTUHPT PADANG MANGATAS)
TESIS
Oleh:
I GDE EKA BUDHIYADNYA 1220613011
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS KAMPUS II PAYAKUMBUH
MODIFIKASI METODE AUTOVAKSIN DAN TINGKAT KEBERHASILANNYA SEBAGAI IMUNOTERAPI
CUTANEOUS PAPILOMATOSIS PADA SAPI (STUDI KASUS DI BPTUHPT PADANG MANGATAS)
IGDE EKA BUDHIYADNYA, di bawah bimbingan : Prof. Drh. Hj. Endang Purwati, MS., Ph.D
dan Dr. Drh. Yulia Yellita, MP
RINGKASAN
Cutaneous papilomatosisatau kutil merupakan penyakit yang tidak mematikan, namun menimbulkan kerugian ekonomiyang cukup besar karena
performans yang tidak bagus, sehingga harga jual rendah. Kematian ditimbulkan
karena adanya serangan infeksi sekunder oleh bakteri ataupun parasit caplak.
Penelitian ini menggunakan sembilan ekor sapi yang terinfeksi Cutaneous papilomatosis di Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTUHPT) Padang Mangatas dengan pola penyebaran kutil bervariasi.
Peneliti melakukan skoring untuk mengelompokkan sapi berdasarkan
tingkat keparahan (besar kutil, jarak kutil, dan luas permukaan terinfeksi),
sebelum diberi autovaksin sapi terlebih dahulu diberi anti bakteri, antiparasit, dan
antivirus untuk mencegah infeksi sekunder. Autovaksin dibuat dari kutil hewan
terinfeksi. Hewan diberi anastesi lokal lidocain terlebih dahulu sebelum kutil diambil. Kutil yang telah terkumpul dibuat sebagian untuk autovaksin dan bagian
yang lain untuk preparat histopatologi. Autovaksin dibuat dengan metoda -propiolactone10% untuk inaktivasi virus. Autovaksin diberikan sebanyak 1ml/20KgBB secara subcutan pada minggu ke dua setelah pemberian anti infeksi
sekunder. Pengulangan pemberian autovaksin pada minggu ke empat.
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari masing-masing tiga ekor sapi yang
Sedangkan tiga ekor sapi terinfeksi berat tidak sembuh. Pemberian autovaksin
memeperlihatkan 67% sembuh total dan 33% respon parsial pada sapi terinfeksi
ringan dan sedang. 100% tidak sembuh pada sapi terinfeksi berat. Gambaran
histopatologi untuk yang sembuh total tidak ditemukan hiperkeratosis,
papilomatosis, akantosis, koilosit, dan hiperproliferasi sel. Untuk hasil respon
parsial, hiperkeratosis dan papilomatosis sudah menuju kesembuhan dan tidak
ditemukan akantosis, koilosit dan hiperproliferasi sel, sedangkan untuk yang
tidak sembuh ditemukan hiperkeratosis, papilomatosis, akantosis, koilosit, dan
hiperproliferasi sel.
MODIFICATION AUTOVACCINE METHOD AND SUCCESFULL LEVEL OF THIS METHODE AS IMMUNOTHERAPY CUTANEOUS PAPILOMATOSIS IN
CATTLE (CASE STUDY IN BPTUHPT PADANG MANGATAS)
I Gde Eka Budhiyadnya1) , Endang Purwati2) , Yulia Yellita3)
Abstract
Cutaneous papillomatosis or warts are skin tumors shaped like cauliflower caused by Bovine papillomavirus (BPV) type BPV-1, BPV-2, and BPV-5 are include in Papovaviridae family.There were nine cattle that infected with BPV in breeding center forage animal feedBPTUHPT Padang Mangatas. Because of the different of distribution patterns, nine of infected cattle we do scoring. Two Simental and one Limousin mild illness, three Simental moderate illness, and three Simental severe illness.Wartis an unlethal disease, but can causes economic loss due tophysical appearance of the cattle is not good, so decrease the selling price. We do autovaccineimmunotherapytreatment with inactivation of 10% -propiolactone. Autovaccinegive 1ml/20KgBW subcutan in two week after the administration of anti secondary infection. Repetition autovaksin administration give after four weeks from initial autovaccine. Autovaccine gives result 67% cured and 33% partial response in mild and moderate illness cattle. 100% not cured in cattle severe illness. Conclusion: autovaccine by inactivation viruses using 10% -Propiolactone for Cutaneous papillomatosis is effective depends on the severity of the disease.
KeyWords: Cutaneous papillomatosis, BPV, Immunotherapy, Autovaccine, 10%
-propiolactone
MODIFIKASI METODE AUTOVAKSIN DAN TINGKAT KEBERHASILANNYA
SEBAGAI IMUNOTERAPICUTANEOUS PAPILOMATOSIS PADA SAPI
(STUDI KASUS DI BPTUHPT PADANG MANGATAS)
I Gde Eka Budhiyadnya1), Endang Purwati2), Yulia Yellita3)
Abstrak
Cutaneous papilomatosis atau kutil merupakan tumor kulit yang berbentuk seperti bunga kol disebabkan oleh Bovine papilomavirus (BPV) type BPV-1, BPV-2, dan BPV-5 yang termasuk dalam famili Papovaviridae. Ditemukan sembilan ekor sapi terinfeksi BPV di BPTUHPT Padang Mangatas. Oleh karena pola penyebaran yang berbeda, maka sembilan ekor sapi yang terinfeksi dilakukan skoring.Dua ekor Simental dan satu ekor Limousintingkat keparahan ringan, tiga ekor Simental tingkat keparahan sedang, dan tiga ekor Simental tingkat keparahan berat. Kutil merupakan penyakit yang tidak mematikan, namun menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar karena penampilan fisik yang tidak bagus, sehingga harga jual rendah.Telah dilakukanpengobatan imunoterapi dengan autovaksin inaktifasi -propiolactone10%. Autovaksin diberikan sebanyak 1ml/20KgBB secara subkutandua minggu setelah pemberian anti infeksi sekunder. Pengulangan pemberian autovaksin pada empat minggu kemudian.Autovaksin memberikan hasil 67% sembuh total dan 33% respon parsial pada sapi terinfeksi ringan dan sedang. 100% tidak sembuh pada sapi terinfeksi berat. Kesimpulan: Hasil tersebut menunjukkan autovaksindengan inaktifasi virus menggunakan -propiolactone10% efektif dalam penyembuhan Cutaneous papilomatosis bergantung pada tingkat keparahan penyakit.
Kata Kunci : Cutaneous papilomatosis, BPV, Imunoterapi, Autovaksin,
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cutaneous papilomatosis atau kutil merupakan tumor kulit yang berbentuk seperti bunga kol, disebabkan oleh Bovine Papilomavirus (BPV) type BPV-1, BPV-2, dan BPV-5 yang termasuk dalam famili Papovaviridae. Kutil hampir ditemui pada semua ternak terutama sapi, kuda, domba, kambing, babi, anjing,
dan kucing. Pada ternak sapi umur muda, kutil ditemui pada sekitar leher.
Penularan kutil ini dapat melalui kontak langsung, makanan, penggunaan jarum
suntik yang berulang dan peralatan kandang lainnya yang terkontaminasi ternak
penderita (Meuten, 2002).
Kerugian ekonomis akibat kutil adalah performans ternak sapi terlihat
tidak baik karena pertumbuhan kutil yang meluas dipermukaan tubuh. Hal ini
secara tidak langsung menurunkan nilai jual ternak sapi tersebut. Nilai jual ternak
sapi muda yang seharusnya dengan nilai jual sapi bakalan, namun karena adanya
kutil yang tumbuh secara meluas, maka ternak sapi tersebut hanya dinilai dengan
harga daging perkilonya. Selain kerugian karena performans infeksi sekunder oleh
gigitan caplak yang menimbulkan luka, menjadi pintu masuk bakteri. Luka
tersebut mengundang datang lalat (Musca domestica) yang dapat memperparah penyakit dengan berkembangnya bakteri Staphylococcus, Streptococcus, Klebsiela, dan Pseudomonas. Selanjutnya terdapat ektoparasit dan infeksi bakteri akan menurunkan daya tahan tubuh ternak, yang apabila ternak tidak segera
diobati akan menimbulkan kematian.
Infeksi kutil dapat merusak kulit ternak hampir pada seluruh permukaan
Biasanya pengobatan kutil di lapangan dilakukan dengan teknik pembedahan.
Pembedahan yang dilakukan dengan pencabutan atau penyayatan kutil selanjutnya
bekas sayatan diberikan obat luka. Keberhasilan metode penyayatan bergantung
pada luas permukaan tubuh yang terinfeksi kutil. Apabila kutil telah tumbuh
dibeberapa tempat maka tingkat keberhasilan untuk sembuh kecil. Kerugian
teknik pembedahan adalah luka yang ditimbulkan saat pembedahan tidak
ditangani dengan baik maka akan mengundang datangnya lalat yang memperparah
luka tersebut. Kurang berhasilnya teknik pembedahan ini maka petugas kesehatan
hewan yang bertugas dilapangan melakukan pengobatan tanpa pembedahan secara
imunoterapi yaitu dengan teknik merangsang imunitas selular melalui
memasukkan antigen yang diperoleh dari tubuh ternak penderita.
Pada imunoterapi, antigen diperoleh dengan cara membuat suspensi dari
kutil, kemudian ditambahkan antibiotik dan zat inaktivasi virus. Suspensi yang
telah siap diinjeksikan secara subcutan ini dikenal dengan nama autovaksin.
Menurut Chandrashekar (2011). Pemberian imunoterapi mampu meningkatkan
sistem imunitas melalui peningkatan reaksi hipersensitifitas tipe lambat (reaksi
hipersensitifitas type IV) terhadap berbagai antigen yang akan meregresi kutil.
Inayat, Muhammed, Asi, Saqib dan Athar (1999), melakukan imunoterapi
dengan autovaksin yang dibuat dengan cara inaktivasi virus dengan formalin pada
dua ekor sapi memperlihatkan penyembuhan dengan waktu penyembuhan
berbeda, masing-masing 1 bulan dan 1,5 bulan. Selanjutnya Pangty, Shuweta,
Awadh, dan Ramesh (2010) melakukan imunoterapi dengan menggunakan
inaktifasi virus binary ethylenimine (BEI) terhadap dua ekor sapi yang sengaja
kutil dalam waktu 2 minggu. Budhiyadnya, Kiki, Lora, Sopian dan Muhammad
(2008), melakukan imunoterapi dengan menggunakan inaktifasi
-propiolactone 10% pada satu ekor sapi Simental cross jantan umur dua tahun
dengan tingkat keparahan berat, milik Balai Veteriner Bukittinggi yang terinfeksi
kutil pada daerah leher, mulut, paha dan scrotom, berbentuk bulat mengelompok
seperti bunga kol dalam waktu empat minggu dapat meregresi kutil hingga
sembuh total.
Pembuatan autovaksin yang telah dilakukan oleh petugas kesehatan hewan
dengan menginaktivasi virus menggunakan formalin belum memberikan hasil
yang optimal dalam penyembuhan kutil. Menurut Jiang, Pye, dan Cox (1986)
-propiolactone 10% lebih baik dari formalin dalam inaktivasi Poliovirus.
Tingkat kesembuhan terhadap Poliovirus menggunakan -propiolactone 78,6 %
dan formalin 20,7%. Di Balai Veteriner Bukittinggi telah digunakan
-propiolactone 10% sebagai bahan inaktivasi virus untuk pembuatan vaksin
Rabies tahun 2003-2010.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka dilakukan pembuatan autovaksin
“Modifikasi Metode Autovaksin dan Tingkat Keberhasilannya Sebagai
Imunoterapi
Cutaneous Papilomatosis
Pada Sapi (Studi Kasus di
BPTUHPT Padang Mangatas)”
B. Perumusan Masalah
Kurang efektif autovaksin sebagai imunoterapi Cutaneous papilomatosis
yang dibuat oleh petugas kesehatan hewan, dikarenakan kurangnya pengetahuan
dan peralatan yang tersedia jauh dari standar. Dari segi pengetahuan adanya satu
penambahan zat inaktivasi tidak dilakukan homogenisasi dan inkubasi pada suhu
4OC selama 24 jam yang dapat mengurangi proses inaktivasi secara menyeluruh
dan menghilangkan efek negative zat inaktivasi terhadap tubuh ternak.
Sedangkan dari segi peralatan yang kurang memadai sangat berpengaruh dalam
higienisitas produk autovaksin, sehingga efektifitasnya tidak optimal. Adanya hal
tersebut dilakukan pembuatan autovaksin secara laboratoris sesuai kaidah
pembuatan vaksin dengan mengadopsi metode inaktivasi dan formulasi
pembuatan vaksin rabies menggunakan bahan inaktifasi -propiolactone 10%. Pemilihan metode ini bertujuan kedepannya dapat digunakan sebagai acuan
dalam pembuatan vaksin komersil sebagai pencegahan penyakit kutil.
C. Tujuan Penelitian
Melihat tingkat keberhasilan penggunaan autovaksin dengan bahan
inaktifasi -propiolactone 10% terhadap Cutaneous papilomatosis pada sapi di BPTUHPT Padang Mangatas.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
metode pembuatan autovaksin Cutaneous papilomatosis pada ternak sapi dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.
E. Hipotesis
Pembuatan autovaksin sebagai imunoterapi berpengaruh menyembuhkan