ii
KATA PENGANTAR
Bismillaahhirahmamanirrohim,
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidaya-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
penyususan tesis ini. Penelitian kostum tari Lilin Siwa di kota Palembang dengan
judul MAKNA DAN SIMBOL KOSTUM TARI LILIN SIWA DI KOTA
PALEMBANG. Laporan ini ditulis untuk melengkapi Tugas Akhir Program Magister S2 Seni Universitas Pendidikan Indonesia.
Nilai-nilai yang ada dalam tari Lilin Siwa adalah kumpulan nilai-nilai lokal
yang ingin disampaikan ke Dewa Syiwa, melalui tarian (dari senimannya)
dijadikan alat untuk mengharmoniskan antara dunia kehidupan dengan dunia
dewa (Syiwa) sebagai pusat harmonisasi. Salah satu upaya peneliti dalam proses
pewarisan (enkulturasi), peneliti ingin menjembatani pola pikir masyarakat lama
menuju pola pikir masyarakat saat ini. Peneliti akan membuka proses berpikir
kreatif melalui simbol dan makna desain yang terdapat pada kostum tarian Lilin
Siwa. Selanjutnya peneliti akan mewujudkan re-kreasi (sebagai hasil kreativitas
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
iii
Peneliti menyadari tulisan ini jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan
peneliti yang tidak terlepas dari kekurangan. Namun terlepas dari itu semua,
semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua, khususnya seniman dan
masyarakat Sumatera Selatan. Pada kesempatan yang bahagia ini peneliti
ungkapan dari lubuk hati yang paling dalam “terimakasih Ayah Bunda tercinta”
atas doa restunya, peneliti dapat menggapai harapan yang peneliti impikan selama
ini.
Peneliti menyadari, bahwa tulisan ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Peneliti mengucapkan terimakasih yang tak terkira
kepada pihak-pihak yang telah membantu demi terwujudnya tulisan ini. Peneliti
merasakan kebahagian yang tak terhingga, sehingga peneliti tak bisa
membalasnya dengan benda ataupun jasa yang setimpal dengan apa yang telah
diberikan untuk peneliti. Peneliti hanya bisa berdoa semoga kebahagian yang
peneliti rasakan saat ini, dapat dirasakan oleh semua pihak yang telah membantu
peneliti dikemudian hari atas izin-Nya.
Rasa penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya peneliti
sampaikan kepada yang terhormat:
1. Dr. Sukanta selaku Ketua Program Studi Pendidikan Seni Universitas
Pendidikan Indonesia yang selalu memberikan kemudahan dan kelancaran
2. Prof. Dr. H. A. Chaedar Alwasilah, M.A selaku dosen pemimbing I yang
mampu memberikan jalan atau memfasilitasi cara berpikir peneliti menjadi
sistematis yang selalu memberikan masukan, arahan dalam penyelesaian
tesis ini.
3. Dr. Yuliawan Kasmahidayat, M.Si selaku pemimbing II yang selalu
memberikan kreativitas berpikir dalam mengatasi segala aspek yang
kompleks dalam menyelesaikan tesis ini, yang selalu memberikan semangat,
membimbing dengan sabar, selalu memberikan masukan ilmu dan arahan
serta selalu meluangkan waktu.
4. Prof. Drs. Jakob Sumardjo mesin pengerak kreativitas berpikir peneliti,
selalu memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga, bermanfaat
kepada peneliti sehingga peneliti ingin belajar dan belajar lagi, yang telah
memberikan perhatian, meluangkan waktu dan selalu sabar memberikan
arahan-arahan kepada peneliti dalam proses belajar.
5. Seluruh dosen-dosen Sekolah Pasca Sarjana Pendidikan Seni UPI yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga dan bermanfaat bagi
peneliti.
6. Kepada para nara sumber Ibu Eli Rudi, Bapak R.M. Ali Hanafiah dan para
staf Museum Sultan Mahmud Badarudin Palembang, Bapak Zainal Songket
Palembang dan para pegawai tenun songketnya, Bapak Herdianto (Museum
Purbakala Palembang) atas bantuannya memberikan data-data serta
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
7. Kepada Museum Purbakala, Museum Sultan Mahmud Badarudin, yang
telah memberikan izin pengambilan gambar dan data-data yang penulis
perlukan.
8. Teruntuk ibunda Syairah tercinta dan almarhum ayahanda Dinar Yaqin yang
selalu memdoakan peneliti, cinta kasih, perhatian yang diberikan kepada
peneliti sepanjang waktu.
9. Bapak M. Sunjaya dan Papi Sonny Soeng orang tua peneliti tercinta
terimakasih atas curahan kasih sayang, perhatian serta segala fasilitas yang
disediakan untuk peneliti dalam menyelesaikan tesis ini. Segala yang
“mustahil” diselesaikan oleh peneliti dapat diselesaikan dengan jalanmu.
Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik untukmu; Bapak M. Sunjaya
dan Papi Sonny Soeng.
9. Suamiku tercinta terkasih Jaka Falah yang selalu setia membantu peneliti
dalam segala hal dengan sabar dalam penyelesaian tesis ini.
10. Nadine Faa Soulta Masya. Ketulusan hati adalah pembuka jalan
keridhoan-Nya. Maha besar Allah SWT telah lahirkan My Soulta; “Penerang
kemenangan wisata-jiwaku”. Sikap berbagi kasih antara anakku dan tesisku
serta keterbatasan tenagaku, Atas segala “kehebatanmu” Ami bersyukur
dapat menyelesaikan tesis ini. Semoga menjadi awal yang baik untuk
kehidupanku, membuka lembar-lembar cerita baru untuk kehidupanku.
11. Ibu, Bapak mertua, almarhum adikku yang cantik, adik iparku, keponakanku
mbah serta keluarku di Lampung, cinta kasih serta perhatian yang lebih
12. Keluarga Besarku di Palembang kakak, ayuk, keponakan, cucu terimakasih
perhatian, semangat dan curahan cinta kasih untuk peneliti.
13. Keluarga besar almarhum Jendral (Pur) Moh. Yogie S. Memet.
14. Prof. DR. Dinan S Bratakoesoema, SpOG yang selalu menjaga kesehatan
kehamilan peneliti hingga melahirkan dengan sabar.
15. DR. Rubin S. Gondodiputro, SPPD-KGH yang selalu memantau kesehatan
peneliti.
16. dr. Tisnasari H, Sp. A yang dengan sabar merawat Nadinefaa.
17. Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, S. Psi.
18. Dr. Sungkowo, M.pd, M.Sn dan Yulie Sudartati, S. Pd, M.Sn pembuka jalan
peneliti untuk berpikir, atas doa dan semangat serta.nasihatnya buat peneliti
melanjutkan sekolah.
19. Bapak Walhuda sekeluarga yang memberikan perhatian dan kasih
sayangnya untuk Nadinefaa.
21. Sahabatku Yulius, Wilson, Pebri dan Kak Toyib yang selalu memberikan
semangat dan perhatian kepada peneliti.
22. Teman-teman satu angkatan di SPS UPI serta teman-temanku semua yang
tak mungkin tertulis semua, pokoknya terimakasih.
Bandung, 2012
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
DAFTAR ISI
ABSTRAK………....i
PERNYATAAN………..ii
KATA PENGANTAR …….………..iii
DAFTAR ISI ……….………...iv
DAFTAR GAMBAR……….………...v
DAFTAR TABEL….……….vi
DAFTAR BAGAN………....vii
DAFTAR LAMPIRAN………...viii
BAB I PENDAHULUAN………..1
A. LATAR BELAKANG MASALAH………..1
B. Perumusan Masalah………..…………....4
C. Identifikasi Masalah………..…….6
D. Tujuan Penelitian………...6
E. Manfaat Penelitian……….7
F. Asumsi Penelitian………...8
G.Kerangka Teoretik………..8
H. Metodologi Penelitian………...12
I. Jadwal Penelitian………13
BAB II KERANGKA TEORETIS………....14
A.Kajian Terdahulu………..14
B.Kerangka Teoretis……….20
1. Teori Hermeneutika Sebagai Pisau Bedah ………...23
2. Teori Semiotika Sebagai Pisau Bedah………..25
3. Teori Estetika Paradoks Sebagai Pisau Bedah………...27
a) Estetika Pola Dua………29
b) Estetika Pola Tiga………30
c) Estetika Pola Empat……….32
4. Teori Dekonstruksi………35
BAB III METODE PENELITIAN……….37
A.Penggunaan Metode Kualitatif………..37
B.Teknik Penentuan Informan………..40
C.Subjek Penelitian………...42
D.Instrumen Penelitian………..44
E.Teknik Pengumpulan Data Dan Analisis Data………..45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...54
A.Mencari Makna Melalui Arca Dewa Syiwa………..54
B.Mengidentikkan Antara Kostum Dan Asesoris Tari Lilin Siwa Dengan Arca Dewa Syiwa Mahadewa………..61
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
a). Pluralitas Makna Dalam Penggambaran Simbolik
Kostum Tari Lilin Siwa………..72
b). Langkah Memaknai Simbol Dari Kerja Cermat Peneliti Atas Makna……….74
1. Estetika Pola Dua Dalam Desain Kostum Tari Lilin Siwa………...79
2. Estetika Pola Tiga Dalam Desain Kostum Tari Lilin Siwa………..88
3. Estetika Pola Empat Dalam Desain Kostum Tari Lilin Siwa……….108
D.Rekreasi Estetis Melalui Desain Kostum Tari Lilin Siwa Sebagai Upaya Enkulturasi Peneliti Untuk Dunia Pendidikan……….139
1. Tahapan Pengenalan Adalah Mengupas Hubungan Antara Seniman Dengan Kehidupan………..144
2. Tahap Observasi Dan Inspirasi Belajar Secara “Mendalam” Dari Tradisi Yang Mempunyai Nilai Makna Mewujudkan Bring Into Being Sebagai Kekuatan………..145
3. Tahapan Memunculkan Empati, Simpati Dan Kontemplasi Sebagai Wujud Berpikir Kreatif Menghasilkan Vission……….145
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………...151
A. Kesimpulan...151
B. Rekomendasi………...152
DAFTAR PUSTAKA………..156
LAMPIRAN-LAMPIRAN………...159
2. Foto Penelitian………...169
3. Daftar Informan………174
4. Pedoman Wawancara…...…………...……….175
6. Pedoman Observasi...176
7. Instrumen Penelitian...177
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
DAFTAR GAMBAR
Gambar Keterangan Hal
2.1 Segi Tiga Simiotik 26
2.2 Simbol Paradoks 29
2.3 Estetika Pola Tiga 32
2.4 Kategori Pola Empat 33
2.5 Pola Empat Metafisis 34
4.1 Arca Dewa Syiwa Mahadewa 57
4.2 Arca Dewa Syiwa mahadewa 59
4.3 Tiga Penari Lilin Siwa 68
4.4 Penari Utama Tari Lilin Siwa 69
4.5 Penari Lilin Siwa 70
4.6 Konsep Dualisme 81
4.7 Pengembangan Konsep Asas Dualisme 81
4.8 Suri; Naga Paradoks Dalam Pola Dua 82
4.9 Kalung Munggah (Pluralitas Makna); 84
4.10 Selempang; Naga paradox 87
4.11 Paradoks Dalam Pola Dua 87
4.12 Cucuk Gelung (Pluralitas Makna); 91
4.13 Paradoks Dalam Pola Dua 92
4.14 Pluralitas Makna Kalung Munggah 94
4.16 Pola Desain Songket Dalam Pluralitas Makna Pola
Tiga Dan Pola Empat
97
4.17 Pola Desain Songket Dalam Pluralitas Makna Pola
Tiga Dan Pola Empat
98
4.18 Paradoks Pucuk Rebung 99
4.19 Pola Desai Songket Dalam Pluralitas Makna Pola
Tiga Dan Pola Empat
101
4.20 Pola Desain Songket Dalam Pola Empat 102
4.21 Pengembangan Pola Dalam Songket 102
4.22 Pola Desai Songket Dalam Pluralitas Makna Pola
Tiga Dan Pola Empat
103
4.23 Pola Tiga Gerakan Tari Lilin Siwa 105
4.24 Penari Utama Sebagai Medium 106
4.25 Pola Ruang Arah Dan Unsur Warna Pada Konsep
Mandala
109
4.26 Paksangkong 112
4.27 Pola Desain paksangkong 114
4.28 Perputaran Penari Lilin Siwa 115
4.29 Pengembangan Pola 116
4.30 Pusat Kekuatan Transenden 117
4.31 Tebeng Wol 118
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
4.33 Perputaran Penari 121
4.34 Kain Songket 122
4.35 Pola Empat Dalam Pola Tiga 126
4.36 Pola Empat 127
4.37 Pengembangan Pola 127
4.38 Pola Empat 129
4.39 Kain Teratai 130
4.40 Pola Empat Metafisis 131
4.41 Tribuana Makrokosmos 135
4.42 Tribuana Mikrokosmos 136
4.43 Pola Ladang Ke Pola Sawah Dan Pola Maritim 137
DAFTAR TABEL
Tabel Keterangan Hal
3.1 Instrumen Penelitian 45
3.2 Panduan Observasi 47
3.3 Kisi-Kisi Wawancara Dengan Para Narasumber 48
3.4 Panduan Analisis Dokumen Terhadap Kostum Tari
Lilin Siwa
50
4.1 Bagian Kepala (Atas) Antara Arca Dewa Syiwa
Mahadewa Dengan Kostum Penari Utama Lilin Siwa
62
4.2 Bagian Badan (Tengah) Antara Arca Dewa Syiwa
Mahadewa
63
4.3 Bagian Bawah Antara Arca Dewa Syiwa Mahadewa
Dengan Kostum Penari Utama Lilin Siwa
64
4.4 Perlengkapan Bagian Kepala Pada Penari Utama 72
4.5 Kostum Bagian Badan (Tengah) Pada Penari Utama 73
4.6 Kostum Bagian Bawah Penari Utama 73
4.7 Data Signifier Dalam Ikon Etnik 75
4.8 Data Signified Dalam Konsep Memaknai 75
4.9 Perlengkapan Pada Bagian Kepala Penari Utama 77
4.10 Kostum Pada Bagian Badan Penari Utama 78
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
4.12 Estetika Pola Dua Dalam Desain Kostum 80
4.13 Estetika Pola Tiga Dalam Desain Kostum 89
4.14 Estetika Pola Empat Dalam Desain Kostum 110
4.15 Pemaknaan Warna Melalui Estetika Pola Empat 119
4.16 Pemaknaan Pada Bagian Kepala 133
4.17 Pemaknaan Pada Bagian Badan 134
4.18 Pemaknaan Pada Bagian Bawah 134
4.19 Keterkaitan Makna Filosofi 138
4.20 Keterkaitan Makna Filosofi Songket Lepus 138
DAFTAR BAGAN
Bagan Keterangan Hal
4.1 Strategi Pembelajaran 148
4.2 Konsep Berpikir 149
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Persuratan………..
1
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehadiran sebuah tarian dalam kehidupan berbudaya yang membudaya
adalah menjadi salah satu budaya suatu kelompok, dan memiliki peranan yang
sangat vital dalam perkembang suatu kebudayaan kelompok tersebut. Seni tari
tumbuh dan berkembang tidak terlepas dari tatanan kehidupan masyarakat
pendukungnya. Seni tari hidup mengikuti berbagai fungsinya dalam kehidupan
manusia yang selalu berkembang dari zaman-kezaman, seperti halnya sains dan
teknologi.
Kota Palembang cukup luas dan kaya akan kesenian daerahnya, dan
mempunyai beragam bentuk tarian, baik tarian adat yang berkaitan dengan
kepercayaan lama (sebagai penolak balak dan pemujaan), sendratari, maupun tari
kreasi sebagai hiburan. Masing-masing tarian tersebut mempunyai nilai keunikan
dan mempunyai daya tarik tersendiri. Salah satu di antaranya adalah tari Lilin
Siwa yang ada di kota Palembang.
Berdasarkan sejarahnya, tari Lilin Siwa di kota Palembang; bersumber dari
cerita lisan yang turun-temurun berdasarkan pengalaman orang tua (leluhur)
sebelumnya. Tari Lilin Siwa belum pernah diteliti, dicatat maupun dibukukan.
Diperkirakan oleh peneliti pada 1943, tari Lilin Siwa baru dipopulerkan kembali
oleh salah satu keluarga Residen Palembang yaitu Sukainah A. Rozak.
Pada 2003, baru pertamakalinya tari Lilin Siwa diteliti oleh Peneliti untuk
2
dengan judul Makna Simbolis Tari Lilin Siwa di Kota Palembang. Pada penelitian
terdahulu peneliti mengungkap makna simbol tari Lilin Siwa yang berkaitan
dengan gerak, pola lantai serta properti. Sedangkan pada penelitian saat ini
peneliti lebih memfokuskan pada Makna Simbol Kostum Tari Lilin Siwa yang
pada akhir penelitian ini, peneliti menyimpulkan dari kedua data penelitian yang
peneliti ungkap bahwa terdapat “keterkaitan makna” antar aspek di atas.
Keunikan tari Lilin Siwa terlihat pada permainan properti yang digunakan
oleh para penari yaitu properti piring dan lilin. Lilin yang menyala di piring
diletakkan di kepala, kedua telapak tangan, di jemari tangan, lengan bagian atas
dan di kepala penari yang menari di atas piring. Dalam menarikan tari Lilin Siwa
para penari memerlukan konsentrasi tinggi, keseimbangan tubuh dan ketenangan
jiwa.
Geraknya lebih banyak menggunakan gerakan tangan yang selalu
menggunakan properti piring dan lilin. Gerakan yang lemah gemulai hingga
membuat peneliti mengidentikkan aliran sungai Musi dan hal ini melambangkan
kelembutan para gadis Palembang. Tari Lilin Siwa ini ditarikan oleh wanita
remaja berusia kurang lebih 15 tahun dengan jumlah penarinya minimal tiga
orang.
Sebuah tarian sangat erat kaitannya dengan musik pengiring tari, karena
keduanya tidak dapat dipisahkan. Musik tari Lilin Siwa hampir mirip dengan
musik Tiga Serangkai dengan Lagu Nasep (musik khas Palembang). Alat musik
yang mendukung tari ini yaitu: Accordeon, Biola, Saxophone, Gong, Gitar,
3
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
Busana yang dipergunakan adalah Pakaian Gede atau Hiasan Gede. Hiasan
Gede dipakai oleh penari inti, sedangkan penari yang lainnya menggunakan
Hiasan Dodot atau Selendang Mantri. Makna kostumnya lebih menekankan
kepada kejayaan zaman Hindhu Budha pada zaman kerajaan Sriwijaya yang kuat
dipengaruhi kebudayaan Cina, terutama pada hiasan kepala, dada, dan tangan.
Keberadaan tari Lilin Siwa saat ini berkembang lebih pesat dengan adanya
sanggar-sanggar yang tetap menghidupkannya, seperti sanggar Cempako, sanggar
Limar, Komunitas Akar Sriwijaya, sanggar Pikko, sanggar Edis, dan
sanggar-sanggar lainnya yang ada di kota Palembang. Tari Lilin Siwa saat ini memberikan
pesona berupa sensasi pertunjukan yang menarik, tari ini biasanya dipentaskan
pada malam hari pada ruang yang tertutup.
Alasan peneliti memilih topik ini adalah sebagai salah satu upaya dalam
proses pewarisan (enkulturasi). Peneliti ingin “menjembatani pola pikir
masyarakat lama menuju pola pikir masyarakat saat ini” dalam proses berpikir
kreatif melalui simbol dan makna desain yang terdapat pada kostum tarian Lilin
Siwa. Jika dipahami nantinya akan memunculkan tafsir baru lainnya yakni;
mewujudkan revitalisasi sebagai hasil kreativitas berpikir tanpa kehilangan makna
aslinya (re-kreasi).
Setelah peneliti mengkaji lebih jauh tentang keberadaan tari Lilin Siwa di kota
Palembang, maka penelitian ini dirasakan perlu untuk dilakukan dengan
mengambil judul: ”Makna dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa di Kota
4
B. Perumusan Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merubah tatanan cara
berpikir masyarakatnya. Kreatif dalam menjalani hidup dan berinteraksi dengan
baik dengan lingkungan sekitar adalah sebagai salah satu proses “didik”, yang
berpengaruh besar terhadap kelangsungan budaya dan peradaban yang akan
datang.
Perjalanan peradaban yang berubah, akan menuntut perbaikan nilai-nilai
dalam pembelajaran menuju aktivitas pembelajaran yang “lebih baik”. Proses
pembelajaran yang baik tentang budaya akan menghasilkan kebermaknaan dalam
proses pembelajaran. Menciptakan formula yang interaktif yang komunikatif di
dalam lingkungan pembelajaran masyarakat tentang budaya akan menghasilkan
sikap apresiasif terhadap aktivitas yang berbudaya pada lingkungan masyarakat.
Wajib dan kiranya menjadi hak mutlak bagi masyarakat (siswa)
mendapatkannya. Sekolah sebagai wadahnya pendidikan kiranya harus mampu
menyediakan guru-guru yang mempunyai “fasilitas”. Fasilitas berupa
konsep-konsep dalam mengolah kemampuan berpikir secara jelas (mendetil) dan
imajinatif; mencermati objek (karya seni), mengolah objek; mencari ide alternatif
imajinasi dari ide-ide konvensional, merumuskan ide-ide inovatif (berupa
pemahaman baru).
Berpikir kritis melalui simbol dan makna desain kostum (busana) dalam
tarian Lilin Siwa secara sistematis, dan mengolah masalah secara terorganisir
5
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
dan pembelajaran tanpa henti, peneliti berharap segala persoalan di atas
terpecahkan.
Melalui penelitian kali ini, peneliti meyakini mampu memfasilitasi cara
berpikir pluralistik. Bahwa cara ini akan membuahkan hasil pada tingkat
pengubahan sikap dan tata laku masyarakat Palembang. Proses berpikir kritis
adalah proses pendewasaan intelektual personal. Melalui upaya pengajaran,
proses, metode, perbuatan mendidik melalui apresiasi seni. Hal ini adalah sebagai
salah satu usaha yang sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran yang bermakna dengan mengolah emotional intellegency
pada tataran pola pikir personal menjadi aktif untuk mengembangkan potensi
dirinya.
Dengan cara peneliti mengungkap kembali makna dan simbol desain
kostum (busana) tari Lilin Siwa, dengan memperkenalan kembali nilai-nilai
makna tradisi lokal (pola pikir lama) menuju pola pikir kehidupan modern adalah
sebagai salah satu upaya berpikir bijak atas pesan-pesan bijak (dalam karya seni)
untuk kelangsungan kehidupan yang lebih baik.
C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka penelitian ini lebih
memfokuskan pada “makna desain kostum” tari Lilin Siwa di Kota Palembang.
Sebagai masyarakat yang berbudaya, perlu sekali untuk mempertahankan dan
memelihara warisan budaya yang telah diwariskan secara turun temurun ini.
6
berkewajiban untuk mengetahui, menggali, melestarikan, dan memperkenalkan
budaya daerah terutama kesenian tari, khususnya kostum dan tarinya yakni Lilin
Siwa dari Kota Palembang. Peneliti beranggapan bahwa ini, patut diketahui
khalayak ramai dari berbagai aspek kehidupan lainnya atas keberadaan tari Lilin
Siwa tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, untuk menjawab semua permasalahan yang
dimaksudkan di atas, maka peneliti rumuskan permasalahan dalam bentuk
pertanyaan penelitian di antaranya adalah:
1. Bagaimana desain kostum tari Lilin Siwa di kota Palembang?
2. Bagaimanakah makna simbolik dan estetik yang terkandung dalam desain
kostum tari Lilin Siwa di kota Palembang?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan keinginan peneliti untuk mengkaji makna simbolik dan estetik
yang terkandung dalam desain kostum tari Lilin Siwa, maka tujuan dari rencana
penelitian ini akan difokuskan pada proses mendeskripsikan tari Lilin Siwa.
Sehingga tercipta analisis yang bersifat evaluatif pada makna simbolik dan estetik
yang terkandung dalam desain kostum tari Lilin Siwa di kota Palembang. Melalui
permaknaan terhadap desain kostum tari Lilin Siwa sebagai proses enkulturasi,
maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan dan memaknai nilai simbolik dan estetik yang terdapat
7
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
sebagai karakteristik sifat dan kekhasan atau nilai unik masyarakat
Palembang.
2. Memperkaya keilmuan dan literatur akademik yang berhubungan dengan
seni tari di Indonesia khususnya Sumatera Selatan.
E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian:
1. Hasil penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat menjadi sebuah data
tertulis tentang tari Lilin Siwa yang ada di kota Palembang, dikarenakan
dari 2003 setelah peneliti meneliti sampai saat ini belum ada yang
menelitinya kembali.
2. Menambah khasanah pengetahuan serta wawasan tentang tari Lilin Siwa
secara luas.
F. Asumsi Penelitian
Kostum tari Lilin Siwa memiliki banyak kelengkapan, yang diduga di
dalamnya terdapat unsur-unsur yang merupakan hasil peleburan dari berbagai
bentuk kebudayaan, yang ada pada masa terbentuknya tarian ini. Makna dan
simbol yang ada di dalam desain kostum menyiratkan filosofi hidup, perilaku
manusia dan hubungan dengan Tuhan-Nya dalam bentuk tingkatan keimanan dan
tingkatan nafsu manusia.
Perubahan yang terjadi dalam unsur visual kostum merupakan ekspresi
8
dari sikap masyarakat pendukungnya. Unsur-unsur tersebut pada umumnya masih
mengacu pada bentuk kostum yang sudah ada dan digunakan pada masa
perkembangan kesenian ini.
G. Kerangka Teoretik
Konsep seni tari tradisi Indonesia, pada hakekatnya bersumber pada tradisi
etnik pra-modern Indonesia. Biasanya tradisi berhubungan erat dengan
kegiatan-kegiatan religius dan spiritualitas. Sehingga terasa magis saat merepresentasikan
simbol-simbol tradisi tersebut.
Dalam kegiatan membaca makna yang ada di dalamnya, maka harus
dipahami pula struktur budaya, sistem, nilai dan konsep yang ada.
Karena benda seni adalah produk sebuah budaya yang menjadi sistem nilai suatu masyarakat, maka pemaknaan dan estetikanya harus berdasarkan konsep budaya masyarakat tersebut. Dan, konsep budaya masyarakat mitis itu dasarnya adalah agama aslinya. Dengan mengetahui sistem kepercayaanya, terbukalah sistem pemaknaan dari semua hasil budayanya, termasuk keseniannya (Sumardjo, 2000: 325).
Desain kostum tarian tradisi Indonesia biasanya, hanya bermotif sangat
sederhana (stilistik flora-fauna), namun terdapat kandungan filosofi sangat
kompleks. Desain kostum hanya berpijak pada lingkungan budaya dimana desain
tersebut diciptakan. Untuk menafsirkan desain tersebut kita harus mampu melalui
perspektif dasar simbolnya.
Tahap awalnya desain kostum tradisi, hanya mengunakan lambang-lambang
khusus yang diberikan makna (secara tradisi). Hal ini berfungsi sebagai alat
9
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
Unsur desain kostum tari Lilin Siwa tampak jelas mengambil motif-motif
dari binatang, tumbuh-tumbuhan. Hal tersebut juga nampak pada bagian-bagian
desain pada kostum dan asosoris Tari Lilin Siwa seperti Sundur, Cempako, Suri,
Paksongkong, Gande, Cucuk Gelung, Gelung Malang, Gelang Kano, Gelang
Sempuru, Gelang Gepeng, Sumping, Anting-Anting, Tebeng Wol, Kembang Ure,
Teratai, Kacak Bahu, Kalung Munggah, Selempang, Pending, Selendang, Dodot,
dan Kain Songket. Desain kostum bermuatan simbol untuk tarian Lilin Siwa itu
sendiri yang erat kaitannya dengan nilai-nilai ritus pemujaan kepada Dewa Syiwa
sebagai pusat harmoni.
Simbol sendiri berasal dari kata Symbol (Inggris), Latin Symbolium, dari Yunani Symbolon dari symbollo dengan makna menarik kesimpulan, keberartian, memberi kesan. Dalam sejarah pemikiran, istilah ini mempunyai dua arti yang sangat berbeda. Dalam pemikiran dan praktek keagamaan, simbol-simbol biasa dianggap sebagai gambaran kelihatan dari realitas trensenden. Dalam sistem pemikiran logis dan ilmiah, lazim istilah ini dipakai dalam arti abstrak. (Zoest, 1992: 8-9).
Masyarakat saat ini, menggambarkan kejadian sesuatu atau cerita imajinatif
melalui tulisan di kertas dan di gambar (komik). Kedua kejadian tersebut
sama-sama bercerita. Secara tidak langsung desain kostum tari Lilin Siwa jika di baca
saat ini juga maka ”dia” menceritakan kepada kita semua tentang berita kontektual
Dewa Syiwa. Pengkomunikasian antara karya seni dan penikmat karya seni harus
terjadi sistem interaksi yang baik agar komunikasi pesan dalam karya seni
tersampaikan.
10
mewujudkan tindakan bersama untuk mencapai cita-cita masa depan. (Sorel, 1986: 274-275).
Berdasarkan ungkapan-ungkapan di atas tari Lilin Siwa dapat dipandang
sebagai lambang. Jika ditarik kesimpulan pada pola gerak, properti, pola lantai,
serta kostum yang digunakan mengandung arti simbol-simbol/kesan-kesan
tertentu atau menyimpan nilai-nilai masa lalu yang transenden. Berdasarkan
fenomena masyarakat Hindhuisme, bahwa kostum, pola gerak, properti, serta pola
lantai pada tarian Lilin Siwa adalah representasi dari Dewa Syiwa sebagai Dewa
Kesuburan, Kematian dan Perusak. Dalam agama Hindhu. Dewa Syiwa dikenal
sebagai Dewa tertinggi dan oleh karena itu Dewa Syiwa selalu dipuja oleh umat
Hindhu agar terlepas dari semua angkara murkanya.
Penemuan Arca Syiwa Mahadewa, berbahan dasar perunggu. Arca ini ditemukan di Palembang, saat ini disimpan di Museum Nasional Jakarta. Pahatannya menunjukan gaya seni Jawa Tengah, abad ke 8-9 M. Arca ini masih lengkap, memiliki empat tangan, kedua tangan belakang memegang sebuah tasbih, dan camara, sedangkan tangan kanan depan dalam sikap vitaraka mudra, tangan kiri depan memegang sebuah kendi. Arca memakai upawita ular, gelang bahu, gelang tangan, sebuah kalung dan hiasan telinga. Pada mahkotanya terdapat tengkorak dan bulan sabit (di sisi kiri) dan kainnya berhias lipatan-lipatan halus. Sehelai kulit harimau menutupinya hingga ke atas pinggangnya. (Soeroso, et. al, 1994: 28).
Simbol-simbol dapat digambarkan secara nyata dan hanya terjadi pada
realitas transenden yang meyakini nilai-nilai keagamaan tersebut. Sedangkan
secara logis dalam kehidupan keseharian saat ini, simbol-simbol adalah
gambar-gambar kosong tanpa makna atau dianggap biasa.
11
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
dengan kejernihan rasional dan efesiensi praktis. (Zoest dan Sudjiman, 1998: 2).
Tari Lilin Siwa menjadi warisan budaya, diwariskan secara turun temurun
hingga saat ini. Sebagai masyarakat yang berbudaya, tentunya akan sangat
apresiate serta mempertahankan dan memelihara tarian dan seluruh perangkatnya.
Saat ini masyarakat Sumatera Selatan dibimbing untuk mengetahui tarian Lilin
Siwa dan seluruh perangkatnya. Agar pemahaman tentang simbol yang nampak
adalah bukan simbol yang kosong yang benar-benar kosong.
H. Metodologi Penelitian
Berangkat dari tujuan penelitian yang telah dirumuskan, maka tiba saatnya
peneliti mengungkap semua masalah dalam penelitian ini. Peneliti dalam
mengungkapkan permasalahan terkait dengan penelitian ini, dengan menggunakan
metode deskriptif analisis. Metode ini dinilai peneliti sebagai suatu cara untuk
menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian berdasarkan
fakta-fakta yang ada.
Pisau analisis yang digunakan peneliti untuk mendekati objek penelitian
dengan menggunakan teori-teori interdisiplin. Sehingga analisis yang dihasilkan
dalam proses penelitian ini bersifat kualitatif dengan mengkombinasi berbagai
metode. Proses ini dilakukan oleh peneliti untuk menyatukan berbagai ide-ide
ilmiah dalam pengumpulan dan analisis data.
Peneliti menggabungkan berbagai tipe aspek-aspek paradigma kualitatif dan
beberapa tahap metodologinya dalam desain penelitian ini, untuk dimunculkan
12
maksud, dan lain-lain. Pendekatan kualitatif menekankan pada makna dan
pemahaman dari peneliti dalam proses penalaran terhadap objek.
Pendekatan kualitatif lebih lanjut, mementingkan pada proses dibandingkan
dengan hasil akhir. Oleh karena itu urutan kegiatan dapat berubah-ubah
tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Tujuan
penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis.
Pendekatan kualitatif berfokus pada verifikasi data dalam proses
membentuk sebuah teori dan definisi a priori atas konsep dasar (hipotesis)
berdasarkan pada data seutuhnya di lapangan. Pendekatan ini ditempuh dengan
strategi analisis komparatif secara berulang-ulang untuk menemukan konsep dan
hipotesis (Alwasilah, 2009:44).
I. Jadwal Penelitan
Materi
Waktu (Bulan)
Keterangan I II III IV V VI
Observasi X X X X
Observasi dilaksanakan selama empat bulan. Meliputi kegiatan pengamatan langsung di lapangan, pendokumentasian setiap komponen yang mendukung.
Wawancara X X X X X
Wawancara dilaksanakan dalam rentang waktu lima bulan untuk
menambahkan setiap
kekurangan data setelah dianalisis.
Studi dokumentasi
13
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
analisis setelah hasil observasi,
wawancara, dan studi dokumentasi dapat dibuat kesimpulannya.
Penyusunan laporan
X
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Penggunaan Metode Kualitatif
Objek yang diteliti oleh peneliti adalah berasal dari kehidupan yang tidak
dirasakan secara fisik oleh peneliti. Objek penelitian yang akan diteliti oleh
peneliti adalah mewakili kehidupan masa lampau, sedangkan peneliti hidup pada
masa saat ini (sekarang).
Dalam penelitian ini peneliti memposisikan diri pada ketepatan analisis
yang sesuai dengan target yang ingin dicapai. Peneliti dalam mengupas objek
penelitian menggunakan perspektif konstruktif, bahwa;
Perspektif konstruktif dilandasi konsep bahwa knowledge and truth are created, not discovered (Schwandt, dalam Basrowi & Suwandi: 2008: 62).
Peneliti dalam mengupas objek penelitian tidak berorientasi untuk
memecahkan permasalahan melainkan pencarian jawaban, apa yang ingin
dipahami oleh peneliti. Jawaban yang diperoleh oleh peneliti akan berpengaruh
pada penentuan konsep teoretik dan strategi untuk mencapai target yang
diinginkan peneliti.
Hasil penelitian mengacu pada Verstehen sebagai bentuk pemahaman atas “makna” suatu realitas yang mengatasi kenyataan konkret realitas itu sendiri dan erlebnis (Hamilton, dalam Basrowi & Suwandi: 2008: 63), dan Elebnis, sebagai istilah tentang perolehan mesti memiliki pertalian dengan lived experience, baik pengalaman sebagai peneliti dengan konsepsi orang lain juga berimplikasi dalam konsepsi berkenaan dengan kehidupan kemanusiaan pada umumnya (Dilthey dalam Basrowi & Suwandi: 2008: 63).
39
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
Dalam memahami “makna”, lived experience Dilthey (dalam Basrowi &
Suwandi: 2008: 63) bahwa pengalaman sebagai peneliti digunakan oleh peneliti
untuk memahami “makna” dengan merujuk pada konsepsi orang lain, jika
memamang dinilai oleh peneliti sesuai dengan makna yang melekat pada objek
penelitian.
Selanjutnya kombinasi multidisiplin ilmu lainnya, diharapkan memunculkan
bahwa dalam teknik pengumpulan data dan data yang dihasilkan adalah bersifat
kualitatif. Peneliti melakukan kerja cermat dalam mengkombinasikan
multidisiplin ilmu yang peneliti pilih untuk menelanjangi objek penelitian.
Peneliti mencampurkan aspek-aspek paradigma kualitatif di tahap metodologis
dalam penelitian.
Kombinasi berbagai metode dan prinsip tertentu selain menuntut kekayaan pengalaman dan pengetahuan juga menuntut adanya kepekaan dan kreativitas. Kreativitas tersebut selain merujuk pada kreativitas dalam menyusun strategi secara interdisipliner dan transdisipliner juga merujuk pada kemampuan menyusun being yang dijadikan sasaran penelitian menjadi story, menjadi kabar yang menggambarkan personel, relasi, peristiwa, rangkaian isi, dan tema-tema tertentu (Basrowi & Suwandi: 2008: 63).
Kombinasi dari beberapa ilmu dan metode dimaknai oleh peneliti sebagai
kerja kreatif yang memerlukan pengalaman (pengalaman “membaca”).
Pengalaman tersebut bermanfaat untuk peneliti agar dapat meramu begitu banyak
pemikiran-pemikiran besar dan memasukkannya dengan porsi yang sesuai untuk
penelitian ini. Bagaiman peneliti mampu untuk memaknai objek penelitian, dan
bagaimana caranya peneliti mampu untuk menyusun strategi dengan
40
tak bermakna menjadi memiliki makna dan menjadi cerita ketika dibaca serta
menjadi kabar berita.
Pendekatan kualitatif ditekankan pada konstruksi makna dan pemahaman
dari dalam, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu).
Peneliti lebih banyak menitik beratkan pada hal-hal yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari sebagai jalan awal untuk mendekati objek penelitian.
Pendekatan kualitatif, lebih lanjut, lebih mementingkan proses dibandingkan
dengan hasil akhir.
Atas sebab tersebut, maka urut-urutan kegiatan dapat berubah-ubah
tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Tujuan
penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis. Pendekatan
kualitatif berfokus pada verifikasi dalam pembentukan sebuah teori berdasarkan
pada data seutuhnya di lapangan “grounded theory” (Alwasilah, 2009:44).
Sejalan dengan pendekatan di atas, maka peneliti melakukan pendekatan
terhadap kostum tari Lilin Siwa. Kostum adalah gambaran satu kesatuan makna
yang berhubungan erat dengan kegiatan ritual atau kepercayaan. Kostum adalah
gambaran satu kesatuan makna sebagai cerminan lingkungan mereka dalam
kehidupan sosial budaya. Serta menemukan nilai-nilai dalam kostum tersebut atau
berupaya membaca pola pikir lama yang tereksplisitkan dalam gambar-gambar
dalam desain kostum tari Lilin Siwa, berupa simbol-simbol tradisi sebagai
identitas masyarakatnya.
Selanjutnya, dalam pengumpulan data peneliti tidak terpaku dengan keadaan
41
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
tahapan pra penelitian dan tahapan penelitian. Dalam tahapan pra penelitian
peneliti mendapatkan data terbaru sebagai bahan untuk menyusun proposal
penelitian. Sedangkan pada tahapan yang kedua melaksanakan penelitian serta
bagaimana mengembangkan data penelitian menyesuaikan perkembangan
temuan-temuan data yang diperoleh.
Selanjutnya temuan-temuan data dikategorikan berdasarkan teori yang telah
ada, atau dibangun secara induktif dari data lapangan (grounded), (Alwasilah,
2009: 161). Maka yang peneliti lakukan untuk menemukan data adalah dengan
cara menelusuri keberadaan data dari berbagai pihak. Untuk mendapatkan data di
lapangan, peneliti menjalin komunikasi yang interaktif tokoh yang memahami
keberadaan tari Lilin Siwa yang dikhususkan pada pemahaman kostumnya. Selain
itu data juga diperoleh dari Dinas Pariwisata Kota Palembang, buku-buku dan
mengunjungi Musium Purbakala Palembang. Peneliti berusaha untuk menanyakan
kebenaran keberadaan kostum secara pasti atau memastikan (cross cek), sehingga
data yang telah terkumpul dapat dipertanggung jawabkan nilai keabsahannya.
Selanjutnya temuan-temuan penelitian akan dipilih berdasarkan kategori
visual maknanya, guna memudahkan proses interpretasi data temuan. Hal ini
sejalan dengan display atau pajangan visual (Alwasilah, 2009: 164), bahwa
display termasuk suatu cara untuk memperjelas data penelitian, ini adalah sebuah
strategi analitis dalam mengolah dan meninterpretasi data kualitatif. Pajangan
visual ini adalah sebuah konsep berpikir, membentuk representasi, mendirikan
gagasan, dan menginterpretasi data. Dalam analisis data, display mempunyai tiga
42
Menyimpulkan interpretasi peneliti terhadap data. (3) Menyajikan data sehingga
data tampil secara menyeluruh. (Alwasilah, 2009: 165). Selanjutnya display yang
mempunyai tiga fungsi tersebut, dijadikan jalan peneliti dalam menginterpretasi
data yang telah terkumpul dari berbagai pihak.
Akhirnya harapan penelitian ini, data dapat dikerucutkan ke dalam
keterkaitan makna antara kostum tari Lilin Siwa dengan tari Lilin Siwa. Hasil
penelitian ini akan menjadi laporan tertulis berbentuk tesis yang merupakan tugas
akhir untuk menyelesaikan pendidikan pada program master di Universitas
Pendidikan Indonesia.
B. Teknik Penentuan Informan
Informan adalah seseorang yang dinilai mampu memberikan informasi
dalam penelitian ini. Penetapan informan berdasarkan kriteria yang disesuaikan
dengan permasalahan dan tujuan dari penelitian ini. Adapun kriteria penentuan
penentuan informan adalah sebagai berikut:
1). Bahwa informan secara luas dikenal, baik dalam lingkungan masyarakat dan
sebagai tokoh yang paling berpengaruh di masyarakatnya.
2). Dapat berkomunikasi dengan baik.
3). Memiliki pemahaman dan mengetahui banyak hal tentang objek yang akan
diteliti.
43
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
Dengan alasan tersebut di atas, maka peneliti mempunyai keyakinan bahwa
sang informan akan banyak memberikan informasi terkait dengan keterkaitan
penelitian ini. Informan juga akan membukakan jalan untuk mengenalkan peneliti
pada tokoh-tokoh lain yang terkait dengan penelitian ini, seperti:
1). Pemerhati tari Lilin Siwa seperti: pejabat pemerintahan yang terkait dengan
penelitian ini.
2). Pelaku atau penari sebagai orang yang memahami gerak tari Lilin Siwa dan
sejarah perkembangannya.
3). Dukun atau mualim.
4). Generasi muda penerus tari Lilin Siwa.
C. Subjek Penelitian
Tari Lilin Siwa tumbuh dan berkembang di kota Palembang, dalam
penelitian ini peneliti membatasi wilayah penelitian. Pemilihan lokasi penelitian
diarahkan oleh narasumber utama ke Museum Sultan Mahmud Badaruddin II
dikarenakan atas alasan kelengkapan kostum tari Lilin Siwa yang masih tersimpan
secara lengkap di dinas tersebut. Pemilihan lokasi ini dikarenakan beberapa faktor
alasan sebagai berikut.
Pertama, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II menjadi tujuan peneliti
untuk menanyakan keberadan kostum tari Lilin Siwa. Museum sebagai lahan
44
Sumatera Selatan terkumpul di tempat ini. Fasilitas kelengkapan kostum secara
menyeluruh pada penari tari Lilin Siwa tersedia dan masih terpelihara dalam
perawatan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.
Kedua, terjadi penambahan kostum dan asesoris perlengkapan pada penari
tari Lilin Siwa di kota Palembang. Penambahan kostum dan asesoris akan
mengurangi nilai ritual dalam tari Lilin Siwa, semakin lama maka yang terjadi
adalah masyarakat akan meninggalkan apa yang sebenarnya telah menjadi
kebiasaan cara hidup sebelumnya. Nilai keaslian dalam kostum tari Lilin Siwa
adalah identitas budaya masyarakat Palembang.
Ketiga, terjadinya kesimpangsiuran informasi dari tokoh tari Lilin Siwa
yakni tentang kejelasan kostum, properti dan asesoris yang diggunakan oleh
penari tari Lilin Siwa. Hal tersebut terlihat pada saat penampilan masing-masing
kelompok tersebut di atas panggung pertunjukan, yang menunjukkan nilai-nilai
perbedaan.
Akhirnya, dengan memperhatikan latar belakang di atas, tampaknya pantas
jika Museum Sultan Mahmud Badaruddin II dijadikan lokasi penelitian dalam
konteks keilmuan. Lebih lanjut bagaimana kostum dijelaskan secara mendetil
tentang nama-nama kostum, nama asesoris dan nama properti yang diggunakan
oleh penari tari Lilin Siwa. Untuk akurasi data, selain pemilihan lokasi penelitian
di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, penelitian ini, juga mendatangi
Museum Purbakala, Museum Balaputra Dewa, Zainal Songket dan
sanggar-sanggar yang ada di kota Palembang untuk melengkapi data yang didapatkan dari
45
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif kedudukan data menempati tingkat yang paling
tinggi. Langkah awal yang harus diambil adalah merumuskan masalah,
menentukan jenis data yang akan digunakan, mencari sumber data dan mengkritisi
sumber data yang diperoleh. Pengolahan jenis data primer dan sekunder sebagai
berikut:
1. Data primer adalah gambar foto dan dokumentasi yang didapatkan dari
penari tari Lilin Siwa, pemerhati kesenian tari Lilin Siwa, budayawan, dan
narasumber lain, baik praktisi maupun akademis. Sumber data utama
(primer), data ini di dapat oleh peneliti dari proses observasi dan interviu
secara mendalam dan mendapatkan data yang terpilih, dicatat baik melalui
tulisan maupun rekaman (suara maupun gambar). Observasi digunakan
untuk melihat langsung sejelas-jelasanya kenyataan di lapangan. Kemudian
data tersebut diolah agar memperoleh data sejelas-jelasnya. Dalam
penelitian ini yang diobservasi adalah desain kostum tari Lilin Siwa.
2. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan studi dokumen, seperti
buku-buku terkait, beberapa lembar foto kostum tari Lilin Siwa yang
diperoleh peneliti. Data dokumentasi berupa foto-foto pertunjukan tari Lilin
Siwa serta kostumnya sebagai pelengkap data wawancara serta digunakan
sebagai pelengkap kekurangan-kekurangan pada tahap observasi, sehingga
46
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang peneliti gunakan untuk
mempermudah peneliti dalam pengumpulan data. Adapun instrumen penelitian
[image:39.595.115.517.214.569.2]sebagai berikut.
Tabel. 3.1. Instrumen Penelitian (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
No.
Jenis
Instrumen Sumber Data Data
1. Pedoman wawancara
- Pakar Tari Lilin Siwa (Eli Rudi)
- KUPTD. Museum SMB II (R.M. Ali Hanafiah)
- Pemilik tempat pembuatan sonket Palembang (Zainal Songket)
-Data objektif
mengenai kostum tari Lilin Siwa
-Data mengenai kostum tari Lilin Siwa - Data mengenai songket
2. Pedoman observasi
-Proses pelaksanaan pertunjukan tari Lilin Siwa -Peninjauan langsung ke Museum SMB II dan Museum Purbakala Palembang
- Data mengenai objektif mengenai kostum tari Lilin Siwa -Data mengenai kostum tari Lilin Siwa dan data mengenai Dewa Syiwa
3.
Pedoman studi dokumentasi
-Dokumentasi kostum tari Lilin Siwa
-Foto dan Video kostum tari Lilin Siwa
dan Arca Dewa Syiwa
E. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara yaitu: observasi,
interviu, dan analisis dokumen. Langkah peneliti untuk mencapai tujuan penelitian
47
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
responden, (2) penentuan sampel, (3) pengumpulan data, (4) analisis data
(Alwasilah, 2009: 144).
1. Observasi.
Teknik Observasi dilakukan secara sistemmatis dan terencana dengan cara
pengamatan secara langsung pada obyek penelitian serta pencatatan dari berbagai
obyek yang diteliti (Alwasilah, 2002: 211). Observasi penelitian adalah
pengamatan sistematis dan terencana yang diniati untuk perolehan data yang
dikontrol validitas dan reliabilitas. Observasi ini dilakukan secara langsung
dilakukan pada saat ada pertunjukan tari Lilin Siwa dan ketika peneliti berada di
lapangan. Teknik ini dilakukan dengan cara mencari informasi baik yang bersifat
lisan dan tertulis tantang tari Lilin Siwa dari awal mula tari Lilin Siwa khususnya
mengenai kostumnya. Hal ini dilaklukan untuk mendapatkan data-data baik
berupa gambar-gambar atau foto-foto mengenai tari Lilin Siwa serta informasi
[image:40.595.115.510.293.751.2]yang penting.
Tabel 3. 2. Panduan Observasi (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
Tujuan Pembatasan Pelaksanaan
1. Observasi
bertujuan untuk memperoleh data tentang nilai dan estetik kostum tari Lilin Siwa singga dapat memahami dan memaknai nilai sombolik tari Lilin Siwa di Kota Palembang.
Observasi ini dibatasi pada pengamatan langsung di lokasi penelitian di kota Palembang, meliputi -Melihat langsung beberapa pertunjukan tari Lilin Siwa di kota Palembang, khususnya pengamatan terhadap kostum.
Observasi ini dibatasi pada pengamatan langsung di lokasi penelitian di kota Palembang, meliputi -Melihat langsung
beberapa pertunjukan tari Lilin Siwa di kota Palembang, khususnya
48
2. - Observasi ini dibatasi pada pengamatan langsung di lokasi penelitian di kota Palembang,
meliputi
- Melihat langsung beberapa
pertunjukan tari Lilin Siwa di kota Palembang,
khususnya pengamatan terhadap kostum.
Mengamati kostum tari Lilin Siwa yang ada di museum dan pengamata arca dewa Syiwa yang ada di museum Purbakala Palembang.
- Mendiskripsikan segala hal temuan penelitian yang terkait dengan kostum tari Lilin Siwa.
Membuat kesimpulan
berdasarkan data yang diperoleh.
2. Interviu
Peneliti mengadakan wawancara secara langsung untuk memperoleh data
berupa jawaban penelitian baik lisan maupun non lisan. Pusat data berasal dari
sumber-sumber yang berlaku di masyarakat sebagai tokoh seniman, budayawan,
apresiator, arkeolog, ahli sejarah, penari Lilin Siwa dan orang-orang yang
dianggap berkompeten tentang aspek-aspek yang terkandung dalam tari Lilin
Siwa. Peneliti dalam proses interviu menggunakan teknik interviu yang tidak
berstruktur, hal tersebut dilakukan peneliti sebagai upaya mengurangi rasa kaku
dalam berdialog dengan para narasumber data. Terjalin suasana akrab sebagai
jalan untuk membuka data yang terpendam, pertanyaan-pertanyaan disesuaikan
49
Asmadiyanti, 2012
[image:42.595.115.507.121.627.2]Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
Tabel 3.3. Kisi-kisi Wawancara dengan Para Nara Sumber (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
No. Butir Pertanyaan
1. Sejarah tari Lilin Siwa.
2. Kostum apa saja yang dipakai oleh penari Lilin Siwa.
3. Haruskah kostum dan properti serta asesoris dipakai oleh penari Lilin Siwa. Adakah pantangan siapa yang boleh atau tidak mengenakan kostum dan properti tersebut.
4. Siapa yang mengenakan kostum tersebut, terkait dengan umur dan adakah ketentuan secara adat.
5. Fungsi tari Lilin Siwa zaman dahulu dan saat ini.
6. Fungsi kostum tari Lilin Siwa zaman dahulu dan saat ini.
7. Faktor perubahan kostum tari Lilin Siwa.
8. Adakah hubungan antara tari Lilin Siwa dengan Dewa Syiwa.
9. Faktor perubahan pada kostum tari Lilin Syiwa.
10. Pandangan masyarakat Palembang mengenai keberadaan dan perubahan yang terjadi pada kostum tari Lilin Siwa.
11. Pandangan seniman, budayawan, terhadap pergeseran atau adanya perubahan dalam kostum tari Lilin Siwa.
12. Desain dan nama-nama asesoris dan properti pelengkap kostum tari Lilin Siwa.
13. Sejarah songket dan macam-macam motif songket Palembang.
14. Keberadaan agama Hindhu di Palembang.
15 Hubungan pola gerak, pola lantai dengan pola kostum tari Lilin Siwa.
3. Analisis Dokumen
Dokumentasi yang digunakan yaitu kamera video mini dv, kamera foto
digital. Kedua instrumen ini dipakai dalam waktu bersamaan. Untuk itu setiap
50
terhadap narasumber yang sudah menguasai dan berkompeten di dalamnya.
Instrumen yang digunakan yaitu kamera foto digital untuk merekam wawancara.
Teknik yang ketiga yaitu studi dokumentasi, dilaksanakan setelah observasi dan
interviu. Analisis terhadap hasil dokumentasi ini memerlukan kecermatan tinggi
supaya hasil pengamatan mencapai target maksimal.
Analisis dokumen maupun bukti-bukti catatan dirinci sebagai bukti
pendukung penelitian. Wilayah dokumen melingkupi barang-barang yang tertulis
(buku-buku) dan terfilmkan, sedangkan bukti-bukti catatan melingkupi icon-icon,
artefak-artefak ataupun arca sebagai bukti peninggalan sejarah. Hal ini adalah
bukti-bukti catatan dan bahan yang akan dianalisis secara kritis sebagai jalan
memfokuskan penelitian, dengan catatan: (1) dokumen adalah sumber informasi
abadi, walaupun dokumen tersebut tidak lagi berlaku sebagai rujukan utama, (2)
dokumen tersebut secara prinsipil merupakan bukti yang mampu mendasari
kekeliruan interpretasi, (3) dokumen tersebut adalah sumber data yang alami,
sebagai bukti keberadaan dirinya sendiri (kontekstual), (4) dokumen tersebut
adalah sumber yang melengkapi dan memperkaya temuan.
Tabel 3.4. Pedoman Analisis Dokumen Terhadap Kostum Tari Lilin Siwa (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
Studi Dokumentasi terhadap kostum tari Lilin Siwa di kota Palembang
Data yang diperlukan:
a. Profil kostum (songket dan asesoris) yang digunakan penari Lilin Siwa
b. Data riwayat kostum penari Lilin Siwa
c. Foto kostum (songket dan asesoris) penari Lilin Siwa
51
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
Langkah peneliti untuk menemukan temuan adalah membangun keakraban
dengan responden. Penelitian lebih menitik beratkan pada bagaimana
mendapatkan beberapa jawaban yang akrab dari narasumber utama sebagai
perwujudan negoisasi yang baik. Hal tersebut menjadi penting untuk mendapatkan
data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Kesesuaian, kesepakatan, persetujuan,
atau kedekatan antara peneliti dengan yang diteliti: bahwa peneliti adalah
instrumen penelitian dan tanpa hubungan ini penelitian tidak akan terlaksana
(Alwasilah, 2009: 144).
Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif lebih memilih purposeful
sampling (Patton, 1990: dalam Alwasilah, 2009: 146) atau criterion-base
selection (Le Compte & Preissle: dalam Alwasilah, 2009: 146), bahwa peneliti
harus mampu mengidentifikasi nilai unik atau khusus ketika menginterviu pakar
ataupun pelaku sejarah untuk menemukan data dengan mengutamakan
comparability atau dapat diperbandingkan objek dan translatability atau dapat
menterjemakan data temuan nantinya.
Pengumpulan data pada observasi, peneliti memungkinkan untuk
menggunakan teknik inferensi (penarikan kesimpulan) makna dari sisi responden,
kejadian, peristiwa atau proses yang diamati. Melalui observasi peneliti akan
melihat sendiri pemahaman yang tidak terucapkan atau tacit understanding
(Alwasilah, 2009: 154-155). Sumber data penelitian ini terbagi menjadi dua, yang
pertama adalah sumber data utama (primer) yang didapatkan peneliti dari proses
interviu menghasilkan informasi yang terpilih berupa catatan maupun rekaman,
52
(KUPTD. Museum SMB II). Beliau berdua sangat memahami seluk beluk tari
Lilin Siwa dan kostum yang dikenakan penari Lilin Siwa.
Selanjutnya sumber data dalam penelitian ini terdiri atas dua kategori: yang
pertama sumber data utama (primer). Data ini di dapat oleh peneliti dari proses
observasi dan interviu secara mendalam dan mendapatkan data yang terpilih,
dicatat baik melalui tulisan maupun rekaman (suara maupun gambar). Interviu
peneliti dengan Eli Rudi (75 tahun), peneliti beranggapan bahwa beliaulah yang
dinilai peneliti mampu dan layak dijadikan narasumber utama, karena mengetahui
seluk beluk tari Lilin Siwa dan kostum yang dikenakan oleh penarinya. Atas
alasan lainnya bahwa dari tahun 1965 Eli Rudi telah mengenal tarian-tarian
se-Sumatera Selatan bahkan Eli Rudi telah berpengalaman menari diberbagai tempat
baik lokal maupun mancanegara. Sebelum menjadi tenaga pengajar Universitas
PGRI Palembang, Eli Rudi mengajar di sanggar Limar, Diknas pada tahun 1980,
BPKD, tenaga pengajar di SMKI dan tahun 1984 mendirikan sanggar Geger.
Tarian-tarian yang ada di Sumatera Selatan sebagian besar menjadi materi yang
diajarkan Eli Rudi, termasuk tari Lilin Siwa.
Selanjutnya peneliti bersama Eli Rudi, atas alasan kelengkapan data dan
informasi tentang kostum tari Lilin Siwa peneliti diarahkan untuk mengunjungi R.
M. Ali Hanafiah di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Peneliti langsung
menginterviu beliau tentang kostum tari Lilin Siwa secara mendalam dan
mendapatkan data yang akurat tentang kostum tari Lilin Siwa. Nara sumber utama
(Eli Rudi) bersama R.M. Ali Hanafiah menjelaskan atau mendeskripsikan tentang;
53
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
Siwa secara lengkap seperti Sundur, Cempako, Suri, Paksongkong, Gande, Cucuk
Gelung, Gelung Malang, Gelang Kano, Gelang Sempuru, Gelang Gepeng,
Sumping, Anting-Anting, Tebeng Wol, Kembang Ure, Teratai, Kacak Bahu,
Kalung Munggah, Selempang, Pending, Selendang, Dodot, dan Kain Songket
(interviu peneliti tanggal 16 September 2011).
Kedua, sumber data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan studi
dokumen, seperti buku-buku terkait, beberapa lembar foto kostum tari Lilin Siwa
yang diperoleh peneliti dari Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Tidak
adanya pembahasan ilmiah tentang tari Lilin Siwa serta pembahasan tentang
kostum tari Lilin Siwa di kota Palembang, menjadikan hal tersebut sebagai
penyemangat dalam proses penelitian ini. Serta kunjungan peneliti ke beberapa
museum seperti: Museum Balaputra Dewa Palembang, Museum Purbakala
Palembang, dan beberapa sanggar di kota Palembang, diharapkan peneliti
mendapatkan tambahan data yang dapat menunjang penelitian ini.
Dengan memanfaatkan strategi bahwa setiap tahapan pengumpulan data
terpadu oleh fokus yang jelas. Sehingga observasi dan interviu selanjutnya
semakin terfokus, menyempit dan menukik dalam (Alwasilah, 2009: 158).
Analisis data adalah kegiatan peneliti dalam mensistematikakan data observasi,
interviu, dan analisis dokumen, sebagai upaya peneliti dalam meningkatkan
pemahaman tentang masalah yang diteliti.
Analisis secara terus menerus dilakukan peneliti sampai menghasilkan
narasi deskriptif dan interpretatif, secara sistematis akan diarahkan pada pola
54
kesesuaian kategori interpretasi peneliti dalam mencari jalan kesimpulan
penelitian. Analisis pada setiap tahapan bakal menampilkan kategori sebagai
bahan mentah untuk pengembangan teori-teori adhok dan akan semakin mantap
pada tahapan selanjutnya (Alwasilah, 2009: 158).
Dalam kegiatan analisis data yang berkaitan erat dengan penelitian tesis ini
adalah pengumpulan berbagai data mengenai kostum tari Lilin Siwa dari segi
sosial budaya sebagai identitas. Data tersebut dicatat berdasarkan kategori secara
bertahap. Dalam pengkategorian data, peneliti cermat menanggapi segala
informasi yang masuk melalui proses interviu. Observasi adalah jalan menuju
proses kejernihan berpikir kritis yang nantinya peneliti harus mampu menteorikan
data temuan penelitian secara sistematis. Theoretical sensitivity (Glaser dalam
Alwasilah: 2009: 158), yakni kepekaan teoretis terhadap data yang dikumpulkan,
bahwa data adalah tumpukan angka atau kata-kata bisu, sampai anda membuatnya
156
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, menggunakan metode deskriptif
analisis yang difokuskan pada Makna dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa di Kota
Palembang. Setelah melewati masa penelitian di lapangan, ternyata kesimpulan
yang diperoleh adalah terdapatnya keterkaitan makna antar simbol-simbol yang
terdapat pada kostum, pola lantai penari, dan asesoris pada tari Lilin Siwa.
Terkait dalam rumusan masalah bahwa peneliti mengemas kembali Makna
dan Simbol Desain Kostum (busana) tari Lilin Siwa, bahwa desain kostum tari
Lilin Siwa adalah bentuk pencitraan tradisi lokal yang di dalamnya terdapat pola
pikir berupa simbol yang bermakna tentang nilai-nilai moral. Nilai-nilai tersebut
diyakini peneliti adalah sebagai pusat kekuatan pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia (kearifan lokal), serta ketrampilan yang diperlukan
perindividu dalam bermasyarakat, bangsa dan negara (hal, 5).
Hasil nilai-nilai penelitian dikemas dalam judul Makna dan Simbol Kostum
Tari Lilin Siwa di Kota Palembang. Nilai-nilai tersebut nantinya akan mempunyai
nilai guna yang terkait erat dengan alasan penelitian yakni sebagai salah satu
upaya dalam proses pewarisan (enkulturasi), bahwa pengemasan adalah sebagai
proses menjembatani pola pikir masyarakat lama menuju pola pikir masyarakat
saat ini (hal: 4). Jika pembaca mampu berpikir aktif dan kreatif melalui kemasan
157
rekreasi sebagai hasil kreativitas berpikir. Pengemasan dalam penelitian ini adalah
sebagai petunjuk jalan agar tidak kehilangan makna aslinya dalam proses rekreasi
nantinya dalam penelitian lanjutan.
Nilai-nilai makna dalam simbol desain kostum tari Lilin Siwa dan juga
keterkaitan makna dalam pola tarian serta asesoris penari, dikemas dalam tiga
langkah, antara lain: (1) Nilai Makna Pola Dua (Paradoks). (2) Nilai Makna Pola
Kesatuan Tiga (Pola Tiga atau Axis Mundi). (3) Nilai Makna Pola Empat
(Mandala). Disimpulkan dari serangkaian penelitian ini, bahwa nilai-nilai makna
dalam simbol desain kostum tari Lilin siwa yang dikemas dalam tiga langkah
tersebut “akan membuahkan hasil pada tingkat pengubahan sikap dan prilaku
dalam tata laku masyarakat Palembang serta pendewasaan bersikap. Nilai-nilai
tersebut melebur melalui prose dan metode pengajaran dalam proses berpikir
melalui apresiasi seni (hal: 4)“.
B. Rekomendasi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, cara berpikir masyarakat,
kreativitas dan interaksi sebagai proses didik adalah sejumlah frakmen yang
berpengaruh besar terhadap kelangsungan budaya dan peradaban yang akan
datang. Perubahan atau perbaikan menuju aktivitas pembelajaran yang “lebih
baik” menghasilkan kebermaknaan dalam proses pembelajaran adalah sebagai
hasil interaksi yang komunikatif di dalam lingkungan masyarakat. Wajib kiranya
menjadi hak mutlak bagi masyarakat mendapatkannya, sekolah sebagai wadahnya
158
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
“fasilitas” berupa konsep-konsep dalam mengolah kemampuan berpikir dengan
jelas (mendetil) dan imajinatif; mencermati objek (karya seni), mengolah objek;
mencari ide alternatif imajinasi dari ide-ide konvensional, merumuskan ide-ide
inovatif (berupa pemahaman baru). Berpikir kritis melalui simbol dan makna
desain kostum (busana) dalam tarian Lilin Siwa secara sistematis, mengolah
masalah secara terorganisir (hal:4).
Akhir dari penelitian ini adalah merekomendasikan hasil penelitian dengan
tujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap nilai kostum tarian, bahwa
ternyata kostum tari Lilin Siwa bukan hanya sebagai pelengkap tarian atau
penutup badan saja. Tetapi lebih membawa nilai-nilai primordialnya (nilai moral)
yang bermanfaat terutama sekali untuk pembelajaran seni budaya, serta
meningkatkan kemampuan peserta didik pada aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Berdasarkan nilai-nilai tersebut direkomendasikan untuk: (1) Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Palembang; (2) Pengajar Seni Budaya se-Sumatera
Selatan; (3) Prodi Seni Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung;
dan (4) Peneliti-peneliti lain.
1. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Palembang
Desain kostum tari Lilin Siwa adalah salah satu pembentukan pencitraan
nilai-nilai tradisi lokal yang mempunyai nilai-nilai kearifan tinggi yang
bermanfaat untuk kelangsungan hidup masyarakatnya, yang patut dikembangkan
dan dilestarikan melalui proses pendidikan. Untuk itu pemerintah Palembang
159
moral yang terdapat dalam desain kostum tari Lilin Siwa mampu bersaing dengan
nilai-nilai kehidupan saat ini (modernitas).
2. Pengajar Seni Budaya se- Sumatera Selatan.
Rekomendasi untuk pengajar seni budaya, agar lebih memperhatikan atau
lebih mengutamakan pengajaran berbahan ajar seni tradisi. Dengan jalan tersebut
maka nilai-nilai moral budaya tradisi lokal mampu bersaing seiring sejalan dengan
nilai-nilai modernitas sebagai jalan penyelamatan identitas kelokalan generasi
muda.
3. Prodi Seni Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
Rekomendasi untuk Prodi Seni Pasca Sarjana Universitas Pendidikan
Indonesia Bandung, agar lebih memperhatikan nilai-nilai kelokalan. Tradisi
adalah sebagai jalan preservasi, rekonstruksi, dan revitalisasi menuju masa depan
yang baik.
4. Peneliti selanjutnya
Semoga peneltian ini memotifasi peneliti-peneliti lainnya. Penelitian tentang
Makna dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa di Kota Palembang diperlukan
pemahaman yang mendalam untuk memahaminya, kajian penelitian tidak hanya
sebatas mendeskripsikan tetapi lebih pada pemaknaan yang mendalam terhadap
desain kostum, pola lantai penari dan asesoris penari Lilin Siwa. Penelitian ini
metode-160
Asmadiyanti, 2012
Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang
metode yang lainnya yang dapat menghasilkan data yang lebih lengkap, dan dapat
pula difokuskan pada penelitian yang terkait dengan penelitian pembuatan model
pembelajaran tentang kostum tari Lilin Siwa untuk mempermudah proses
161
DAFTAR PUSTAKA
Akib, R.H.M. (1980). Sejarah dan Kebudayaan Palembang Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.
Alwasilah, A. Chaedar. (2008). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.
Bagus, Lorens. (2000). Kamus Filsafat. Jakarta: Gramed