• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK BRIKET ARANG DARI BIOMASSA TUMBUHAN INVASIF DARI PT. RESTORASI EKOSISTEM INDONESIA SKRIPSI MUHAMMAD KHOLIDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KARAKTERISTIK BRIKET ARANG DARI BIOMASSA TUMBUHAN INVASIF DARI PT. RESTORASI EKOSISTEM INDONESIA SKRIPSI MUHAMMAD KHOLIDI"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK BRIKET ARANG DARI BIOMASSA TUMBUHAN INVASIF DARI PT. RESTORASI

EKOSISTEM INDONESIA

SKRIPSI

MUHAMMAD KHOLIDI

PROGRAM STUDI KEHUTANAN JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI

2023

(2)

KARAKTERISTIK BRIKET ARANG DARI BIOMASSA TUMBUHAN INVASIF DARI PT. RESTORASI

EKOSISTEM INDONESIA

MUHAMMAD KHOLIDI

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Kehutanan Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Jambi

PROGRAM STUDI KEHUTANAN JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI

2023

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

RINGKASAN

KARAKTERISTIK BRIKET ARANG DARI BIOMASSA TUMBUHAN INVASIF DARI PT. RESTORASI EKOSISTEM INDONESIA (Skripsi oleh Muhammad Kholidi dibawah bibimbingan Ir. Albayudi, S.Hut., M.Si., I.PM dan Jauhar Khabibi., S.Hut., M.Si)

Kebutuhan energi di Indonesia saat ini masih sangat bergantung pada bahan bakar minyak, untuk rumah tangga sebagian besar kebutuhan energinya mengandalkan minyak bumi dan gas elpiji. Oleh karena itu, usaha untuk mencari bahan bakar alternatif yang dapat diperbarui (renewable), ramah lingkungan dan bernilai ekonomis, semakin banyak dilakukan, diantara biomasa yang terdapat di muka bumi, persentase terbesar adalah biomasa dalam bentuk kayu atau hutan, dimana biomasa yang dihasilkan sekitar 90 milyar ton per tahun. Pada saat ini cadangan sumber energi fosil yang paling banyak dimanfaatkan manusia semakin menipis.

Melihat kenyataan ini manusia mulai menggunakan sumber energi yang berasal dari kayu maupun bagian tumbuhan lain, termasuk limbah di hutan sebagai salah satu sumber energi yang digunakan untuk berbagai keperluan hidup. Salah satu pemanfaat yang bisa digunakan adalah menjadikannya briket arang. Briket arang adalah arang kayu yang diubah bentuk, ukuran, dan kerapatannya dengan cara mengempa campuran serbuk dengan perekat. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan briket adalah arang kayu atau kayu yang berukuran kecil. Tujuan dari penelitian ini adalah Menentukan sifat dasar bahan dari 3 jenis tumbuhan invasif yaitu akasia mangium (Acacia mangium), bambu borok (Neololeba atra (Lindl.) Widjaja) dan jambu eropa (Bellucia pentamera) sebagai briket arang dan menganalisis kualitas briket arang dari 3 jenis tumbuhan invasif yaitu, akasia mangium (Acacia mangium), bambu borok (Neololeba atra (Lindl.) Widjaja) dan jambu eropa (Bellucia pentamera). Penelitian ini menggunakan analisis faktorial dalam rancangan acak lengkapn (RAL) dengan lima kali ulangan. Faktor dari penelitian ini berupa perbedaan komposisi bahan baku arang dari kayu akasia mangium, bambu borok dan kayu jambu eropa. Selanjutnya analisis data dilakukan menggunakan sidik ragam dengan selang kepercayaan 95%. Hasil pengujian sidik ragam selanjutnya digunakan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk menguji perbedaan diantara perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap briket arang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan komposisi bahan baku memberikan pengaruh terhadap karakter yang dihasilkan seperti kerapatan, kadar air, laju pemabakaran, kadar abu, kadar zat menguap, kadar karbon terikat dan nilai kalor kecuali terhadap keteguhan tekan. Sementara itu perbedaan komposisi yang memenuhi standar ASTM 1959 seperti pada akasia mangium kadar air, kadar abu, kadar zat menguap, kerapatan dan kuat tekannya memenuhi standart ASTM 1959 sedangkan nilai kalor tidak memenuhi standar, pada bambu borok kadar abu, kadar zat menguap, kadar karbon terikat dan nilai kalor tidak memenuhi standar. Pada jambu eropa kadar air, kadar zat menguap, kadar karbon terikat dan nilai kalor tidak memenuhi standar, sedangkan laju pembakaran pada ASTM 1959 tidak mencantumkan angka standar pengujian. Secara keseluruhan briket arang yang memiliki kriteria terbaik adalah briket arang dari kayu akasia mangium.

Kata kunci : Briket, arang, Biomassa, Serbuk, Perekat

(6)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Parit Culum, Muara Sabak Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi pada tanggal 04 Agustus 1998. Penulis merupakan putra kedua dari pasangan Ayahanda Salman dan Ibunda Patimah.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SDN 77 /x Parit Culum 1, Kecamatan Muara Sabak Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi pada tahun 2010. Setelah itu melanjutkan Pendidikan di SMPN 17 Tanjung Jabung Timur dan lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis diterima di SMAN 08 Tanjung Jabung Timur di Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dan menyelesaikan sekolah pada tahun 2016. Tahun 2016 penulis langsung melanjutkan kejenjang perkuliahan, diterima di Program Studi Kehutanan, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi melalui jalur Seleksi Lokal Mandiri (SLM).

Selama menjadi mahasiswa di Universitas Jambi, penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa kehutanan (HIMAFORESTA) Universitas Jambi. Pada semester ganjil 2018/2019 penulis mendapatkan peminatan kuliah Teknologi Hasil Hutan. Pada semester genap tahun 2019 penulis melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perhutani KPH Gundih Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Penulis mulai menyusun proposal skripsi pada semester genap tahun akademik 2019/2020 dan melaksanakan penelitian hingga Menyusun skripsi pada semester ganjil pada tahun 2022/2023 dengan judul “Karakteristik Briket Arang dari Biomassa Tumbuhan Invasif dari PT Restorasi Ekosistem Indonesia”, dibawah bimbingan Bapak Ir. Albayudi, S.Hut., M.Si., IPM dan Bapak Jauhar Khabibi, S.Hut., M.Si. Penyusunan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Penulis melaksanakan ujian skripsi dan dinyatakan lulus pada tanggal 06 Januari 2023.

(7)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang maha esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah penulis sudah dapat meyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Karakteristik Briket Arang Dari Biomassa Tumbuhan Invasif Dari PT. Restorasi Ekosistem Indonesia”. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi tingkat sarjana di Program Studi Kehutanan, Jurusan Kehuatanan, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Albayudi, S.Hut., M.Si., I.PM selaku dosen pembimbing I dan Bapak Jauhar Khabibi, S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Ir. Riana Anggraini, S.Hut., M.Si., I.PM selaku dosen penguji utama, Ibu Nursanti, S.Hut., M.Si selaku penguji II dan Bapak Dr. Ahyauddin, S.Tp., M.P.

selaku dosen penguji III skrpsi yang telah meluangkan waktu untuk menguji, memberi motivasi dan memberikan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Albayudi, S.Hut., M.Si., I.PM selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing selama perkulihan dan memberikan masukan, nasehat dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Kedua orang tua dan abng saya, Salman, Patimah dan Firdaus S.Pd yang selalu mendoakan saya dan memberikan dukungan moril maupun material kepada saya selama perkulihan sampai penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak dan ibu Dosen beserta staf Prodi Kehutanan, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi yang telah memberikan ilmu dan motivasi selama perkuliahan.

6. Ibu Yuliana selaku Coordinator Camp Admin and Ga yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Pt. Restorasi Ekosistem Indonesia.

7. Ricky Sihombing, S.Hut, Jepri Simanjutak, Ardhi, Saut P. Sihaloho, S.Hut, Dwi kristanto, dan Tri Budi Laksono, S.Hut, yang membantu selama perkuliahan dan penyusunan skripsi saya.

(8)

ii 8. Ricky Sihombing, S.Hut, Jepri Simanjutak, Ardhi, Saut P. Sihaloho, S.Hut Romi Melgis Pratama, S.T, Ari Wandono, Muhammad Yuda, S.Hut dan Rahmat Kurnia, S.Hut yang telah membatu banyak selama penelitian.

9. Teman-teman peminatan Teknologi Hasil Hutan dan Teman-teman Seperjuangan Angkatan 2016 yang telah memberikan semanggat untuk menyelesaikan skripsi saya ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan baik dari segi materi maupun penulisan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermaanfat bagi masyarakat dan pihak-pihak yang memerlukan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Jambi, Februari 2023

Penulis

(9)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI………... iii

DAFTAR GAMBAR……….. v

DAFTAR TABEL………... vi

DAFTAR LAMPIRAN……….. vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Hipotesis Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Klasifikasi Akasia Mangium (Acacia mangium) ... 4

2.2 Klasifikasi Bambu (Neololeba atra (Lind.)) Widjaja ... 5

2.3 Klasifikasi Jambu Eropa (Bellucia pentamera) ... 6

2.4 Briket Arang ... 7

2.5 Perekat Tapioka……….... 8

2.6 Pembuatan Briket Arang ... 9

2.7 Kualitas Briket Arang……….. 10

2.8 Standar Kualitas Briket Arang………. 14

III. METODE PENELITIAN ... 15

3.1 Waktu dan Tempat ... 15

3.2 Alat dan Bahan ... 16

3.3 Rancangan Penelitian ... 16

3.4 Prosedur Penelitian ... 17

3.4.1 Cara Kerja Penelitian... 17

3.4.2 Pengujian Sifat Fisis Briket Arang ... 19

3.4.2.1 Kerapatan ... 19

3.4.2.2 Kadar Air ... 19

3.4.2.3 Keteguhan Tekan ……….. 19

3.4.2.4 Laju Pembakaran Briket Arang……….. 20

3.4.3 Pengujian Sifat Kimia Briket Arang……… 20

3.4.3.1 Kadar Abu………... 20

3.4.3.2 Kadar Zat Menguap………. 21

3.4.3.3 Kadar Karbon Terikat……….. 21

3.4.3.4 Nilai Kalor……….……….. 21

3.5 Analisis Data ... 22

3.6 Diagram Kegiatan ... 23

(10)

iv

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... .. 24

4.1 Analisis Sidik Ragam Sifat Fisis Briket Arang ... 24

4.2 Pengujian Sifat Fisis Briket Arang ... 24

4.2.1 Kerapatan ... 24

4.2.2 Kadar Air ... 26

4.2.3 Keteguhan Tekan ... 28

4.2.4 Laju Pembakaran ... 30

4.3 Analisis Sidik Ragam Sifat Kimia Briket Arang ... 31

4.4 Pengujian Sifat Kimia Briket Arang ... 32

4.4.1 Kadar Abu ... 32

4.4.2 Kadar Zat Menguap... 34

4.4.3 Kadar Karbon Terikat ... 36

4.4.4 Nilai Kalor ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ……… 44

(11)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Klasifikasi Akasia Mangium (Acacia mangium)………... 4 2. Klasifikasi Bambu Borok (Neololeba atra (Lind.)) Widjaja………. 5 3. Klasifikasi Jambu Eropa (Bellucia pentamera)………. 7 4. Grafik Nilai Rata-Rata Kerapatan (g/cm3) briket arang berdasarkan jenis

bahan baku………. 25 5. Kerapatan………... 26 6. Grafik Nilai Rata-rata Kadar air (%) briket arang berdasarkan jenis

bahan baku………. 27 7. Pengovenan Kadar Air………... 28 8. Kadar air………... 28 9. Grafik Nilai Rata-Rata Keteguhan Tekan ( Kg/cm2) briket arang

berdasarkan jenis bahan baku……….. 29 10. Keteguhan Tekan……….... 29 11. Grafik Nilai Rata-Rata Laju Pembakaran (g/s) briket arang berdasarkan

jenis bahan baku………. 30 12. Laju Pembakaran Briket………... 31 13. Grafik Nilai Rata-Rata Kadar Abu (%) briket arang berdasarkan jenis

bahan baku………. 32 14. Kadar Abu……….. 33 15. Grafik Nilai Rata-Rata Kadar Zat Menguap (%) briket arang berdasarkan

jenis bahan baku………. 34 16. Kadar Zat Menguap……… 35 17. Grafik Nilai Rata-Rata Kadar Karbon Terikat (%) briket arang berdasarkan

jenis bahan baku………. 36 18. Grafik Nilai Rata-Rata Nilai Kalor (kal/g)………... 37

(12)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi bahan perekat dalam pembuatan briket arang ... 8

2. Standar kualitas briket arang Indonesia ... 14

3. Rencana kegiatan penelitian ... 15

4. Alat yang digunakan ... 16

5. Bahan yang digunakan ... 16

6. Hasil analisis sidik ragam sifat fisis briket arang dari Acacia mangium, Bambu borok dan Jambu Eropa ... 24

7. Hasil uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) perbedaan jenis bahan baku pembuatan briket arang terhadap nilai kerapatan... 26

8. Hasil uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) perbedaan jenis bahan baku pembuatan briket arang terhadap nilai kadar air ... 28

9. Hasil uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) perbedaan jenis bahan baku pembuatan briket arang terhdap nilai laju pembakaran ... 31

10. Hasil rata rata paramater perlakuan terhadap sifat kimia briket arang dari Acacia mangium, Bambu borok dan Jambu Eropa………. 32

11. Hasil uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) perbedaan jenis bahan baku pembuatan briket arang terhadap nilai kadar abu……… 34

12. Hasil uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) perbedaan jenis bahan baku pembuatan briket arang terhadap nilai kadar zat menguap….. 36

13. Hasil uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) perbedaan jenis bahan baku pembuatan briket arang terhdap nilai kadar karbon terikat….. 37

14. Hasil uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) perbedaan jenis bahan baku pembuatan briket arang terhadap nilai kadar air……….. 39

(13)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data Rata-rata Nilai Pengamatan Karakteristik Briket Arang……….. 44

2. Data Nilai Kesesuaian Karakteristik Briket Arang Terhadap Standard ASTM 1959……..……….... 45

3. Hasil Analisis Sidik Ragam Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang……... 46

4. Hasil Uji Lanjut DMRT Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang………... 47

5. Dokumentasi Penelitian……….... 48

6. Hasil Analisis Nilai Kalor………. 52

(14)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan energi di Indonesia saat ini masih sangat bergantung pada bahan bakar minyak, untuk rumah tangga sebagian besar kebutuhan energinya mengandalkan minyak bumi dan gas elpiji. Oleh karena itu, usaha untuk mencari bahan bakar alternatif yang dapat diperbarui (renewable), ramah lingkungan dan bernilai ekonomis, semakin banyak dilakukan. PT Restorasi Ekosistem Hutan saat ini sedang membuat uji pembuatan briket arang dari biomassa tumbuhan.

PT. Restorasi Ekosistem Hutan atau yang disebut Hutan Harapan merupakan unit pengelolaan berbasis restorasi ekosistem yang dikelola oleh PT. Restorasi Ekosistem Hutan di wilayah Provinsi Jambi (Kabupaten Batanghari dan Sarolangun) seluas 47.752 dan di wilayah Sumatera Selatan (Kabupaten Musi Banyuasin) seluas 50.260 ha. Saat ini keberadaan tumbuhan invasif dalam kawasan kelola PT. Restorasi Ekosistem Indonesia dianggap tidak sejalan dengan salah satu misi PT. Restorasi Ekosistem Indonesia sebagai pemulihan ekosistem hutan (santoso dan gemita, 2020). Tumbuhan invasif adalah tumbuhan yang memperoleh keuntungan kompetitif setelah hilangnya kendali alamiah terhadap perbanyakannya yang memungkinkan jenis itu menyebar cepat untuk mendominasi daerah baru dalam ekosistem dimana jenis itu dominan (Vale’ry et al., 2008). PT. Restorasi Ekosistem Hutan saat ini ingin membuat uji coba pembuatan briket arang yang terbuat dari tumbuhan invasif yang berada di kawasan areal tersebut.

Berdasarkan laporan penelitian di PT. Restorasi Ekosistem Hutan dan Styawati et al., (2015) menyatakan bahwa jenis tumbuhan akasia mangium (Acacia mangium), bambu borok (Neololeba atra (Lindl.) Widjaja) dan jambu eropa (Bellucia pentamera) merupakan jenis invasif di kawasan PT. Restorasi Ekosistem Hutan. Menurut Syafii (1996), di antara biomasa yang terdapat di muka bumi, persentase terbesar adalah biomasa dalam bentuk kayu atau hutan, dimana biomasa yang dihasilkan sekitar 90 milyar ton per tahun. Pada saat ini cadangan sumber energi fosil yang paling banyak dimanfaatkan manusia semakin menipis. Melihat kenyataan ini manusia mulai menggunakan sumber energi yang berasal dari kayu maupun bagian tumbuhan lain, termasuk limbah di hutan sebagai salah satu sumber

(15)

2 energi yang digunakan untuk berbagai keperluan hidup. Salah satu pemanfaat yang bisa digunakan adalah menjadikannya briket arang.

Briket arang dapat memberikan berbagai keuntungan karena merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui serta bentuk dan ukuran briket arang dapat disesuaikan dengan keperluan (Ristianingsih et al., 2009). Penggunaan briket yang paling besar saat ini adalah sebagai bahan bakar barbeque dan asapnya sebagai sishaa (Anggoro et al., 2009). Briket arang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan energi untuk manusia, membuka lapangan pekerjaan, serta emisi briket arang lebih ramah lingkungan (Sani, 2009).

Berdasarkan uraian diatas Studi ini diharapkan dapat mengungkap potensi tumbuhan invasif sehingga dapat dikembangkan alternatif pemanfaatan sebagai sumber bahan bakar serta kemungkinan pengembangannya di masa depan, sehingga penulis tertarik untuk membuat judul penelitian tentang “Karakteristik Briket Arang dari Biomassa Tumbuhan Invasif dari PT. Restorasi Ekosistem Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah

Uraian yang dikemukakan di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertayaan:

1. Bagaimana kaitan sifat dasar bahan dari 3 jenis tumbuhan invasif yaitu akasia mangium (Acacia mangium), bambu borok (Neololeba atra (Lindl.) Widjaja) dan jambu eropa (Bellucia pentamera) sebagai briket arang.

2. Bagaimana kualitas briket arang dari 3 jenis tumbuhan invasif yaitu akasia mangium (Acacia mangium), bambu borok (Neololeba atra (Lindl.) Widjaja) dan jambu eropa (Bellucia pentamera).

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menentukan sifat dasar bahan dari 3 jenis tumbuhan invasif yaitu akasia mangium (Acacia mangium), bambu borok (Neololeba atra (Lindl.) Widjaja) dan jambu eropa (Bellucia pentamera) sebagai briket arang.

2. Menganalisis kualitas briket arang dari 3 jenis tumbuhan invasif yaitu, akasia mangium (Acacia mangium), bambu borok (Neololeba atra (Lindl.) Widjaja) dan jambu eropa (Bellucia pentamera).

(16)

3 1.4 Hipotesis Penelitian

1. Tumbuhan invasif yaitu, akasia mangium (Acacia mangium), bambu borok (Neololeba atra (Lindl.) Widjaja) dan jambu eropa (Bellucia pentamera) memiliki nilai kualitas briket arang yang berbeda hal ini di karenakan perbedaan sifat dasar fisik dan kimia suatu tumbuhan yang berpengaruh terhadap kualitas briket arang.

2. Kualitas briket arang yang paling baik dan memenuhi standar adalah arang aktif yang dibuat dari bahan kayu akasia, kemudian bambu dan jambu eropa.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat, pemerintah dan pihak swasta tentang pemanfaatan jenis tumbuhan invasif yaitu, akasia mangium (Acacia mangium), bambu borok Neololeba atra (Lindl.) Widjaja ) dan jambu eropa (Bellucia pentamera) yang dapat dijadikan briket arang.

Mengetahui kualitas briket arang dengan uji fisik dan uji sifat kimia dari 3 jenis tumbuhan invasif yaitu akasia mangium (Acacia mangium), bambu borok (Neololeba atra (Lindl.) Widjaja) dan jambu eropa (Bellucia pentamera). Serta tentang manfaat briket arang sebagai alternatif dan dokumen pertimbangan terkait pengelolaan tanaman invasif di PT. Restorasi Ekosistem Indonesia.

(17)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Akasia Mangium (Acacia mangium)

Tanaman akasia memiliki susunan taksonomi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae Genus : Acacia

Spesies : Acacia mangium Willd. (Krisnawati et al, 2011).

Gambar 1. Akasia mangium (Acacia mangium)

Habitat

Jenis mangium tumbuh secara alami di hutan tropis lembap di Australia bagian timur laut, Papua Nugini dan Kepulauan Maluku kawasan timur Indonesia (National Research Council 1983).

Morfologi

Pada umumnya Acacia mangium mencapai tinggi lebih dari 15 meter, kecuali pada tempat yang kurang menguntungkan akan tumbuh lebih kecil antara 7 - 10 meter. Pohon Akasia mangium yang tua biasanya berkayu keras, kasar, beralur longitudinal dan warnanya bervariasi mulai dari coklat gelap sampai terang. Komponen kimianya selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat esktraktif.

Anakan mangium yang baru berkecambah memiliki daun majemuk yang terdiri dari banyak anak daun mirip dengan Albizia, Leucaena, dan jenis lain dari sub-marga Mimosoideae. Meskipun demikian, setelah beberapa minggu, daun

(18)

5 majemuk ini tidak lagi terbentuk; melainkan tangkai daun dan sumbu utama setiap daun majemuk tumbuh melebar dan berubah menjadi phyllode. Phyllode ini berbentuk sederhana dengan tulang daun paralel, dan bisa mencapai panjang 25 cm dan lebar 10 cm. Bunga mangium tersusun dari banyak bunga kecil berwarna putih atau krem seperti paku. Pada saat mekar, bunga menyerupai sikat botol (Turnbull 1986) dengan aroma yang agak harum. Setelah pembuahan, bunga berkembang menjadi polong-polong hijau yang kemudian berubah menjadi buah masak berwarna coklat gelap (National Research Council 1983). Bijinya berwarna hitam mengilap dengan bentuk bervariasi dari longitudinal, elips, dan oval sampai lonjong berukuran 3–5 mm × 2–3 mm. Biji melekat pada polong. dengan tangkai yang berwarna oranye-merah.

2.2 Klasifikasi Bambu Borok (Neololeba atra (Lind.) Widjaja Tanaman bambu memiliki taksonomi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivis : Angiospermae Kelas : Monokotiledoneae Ordo : Poales

Famili : Poaceae Genus : Neololeba

Spesies : Neololeba atra (Lindl.) Widjaja

Gambar 2. Bambu Borok (Neololeba atra (Lindl.) Widjaja) Habitat

Bambu borok tumbuh di daerah tropis basah di dataran rendah hingga ketinggian 1500 m dpl.

Morfologi

(19)

6 Batang bambu borok memiliki rumpun yang rapat, lurus dan tegak, permukaan buluh, tertutup bulu putih dan coklat, terdapat banyak bulu yang halus dibagian batang buluh muda tertutup bulu putih dan coklat, panjang ruas 30-80 cm, dimeter buluh 2-4 cm dengan tinggi batang mencapai 12 meter, dinding buluh tipis 4 mm. Percabangan tumbuh diatas bagian buluh, satu cabang lebih besar dari cabang lainnya. Daun gundul, kuping pelepah daun kecil,warna daun hijau tua, bentuk daun membulat, daun bulu tegak dengan bulu kejur sampai 15 mm, tinggi daun 1-2 mm. Sifat kimia bamboo meliputi selulosa, lignin, silika dan pentose.

Pelepah buluh tidak mudah luruh dan berwarna coklat atau hitam , kuping pelepah buluh membulat dengan tinggi 12 mm, tutup buluh kejur panjang, ligula rata-rata tingginya 4 mm, tutup bulu kejur pendek, memiliki cuping dan ligula yang berkembang baik, daun pelepah batang tumbuh tegak dan berbentuk segitiga, panjang bulu kejur 15 mm. Rebung berbentuk kerucut berwarna hijau ditutupi pelepah batang yang berwarna coklat kekuningan diselimuti bulu berwarna coklat dan ujung daun pelepah yang tegak bewarna kehitaman dan kekuninga. Akar bambu boro berbentuk pakimorf (dicirikan oleh akar yang simpodial), akar terdapat dibawah tanah, bagian pangkal akar lebih sempit dari pada ujungnya dan setiap ruas akar memiliki kuncup dan tumbuh akar serabut yang agak besar seperti akar jagung.

2.3 Klasifikasi Jambu Eropa (Bellucia pentamera)

Tanaman jambu eropa memiliki taksonomi sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales

Famili : Melastomataceae Genus : Bellucia

Spesies : Bellucia pentamera

(20)

7 Gambar 3. Jambu eropa (Bellucia pentamera)

Habitat

Jambu tangkalak diperkirakan didatangkan dari Costa Rica dengan maksud untuk dimanfaatkan buahnya.

Morfologi

Perdu tegak, 3-8 m tingginya. Berbatang kurus tinggi, berbonggol-bonggol, gemang umumnya kurang dari 20 cm, kulit batang coklat keabu-abuan sampai kehitaman, beralur atau memecah dangkal. Bertajuk renggang dengan cabang dan ranting yang ramping dan melengkung, membentuk payung. Komponen kimianya selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat esktraktif.

Daun tunggal terletak berhadapan, bertangkai panjang 2-7 cm. Lembaran daun besar-besar dan lebar, hingga 35 x 25 cm, dengan 5 tulang daun sejajar dan melengkung (curvinervis) khas Melastomataceae, 2 di antaranya intramarginal;

pertulangan menonjol di sebelah bawah. Pangkal daun bentuk baji dan ujungnya meruncing, tepi daun bergerigi kecil, tampak jelas pada daun yang muda. Sisi atas gundul, hijau muda sampai agak tua, sisi bawah sedikit berbulu pada pertulangannya dan berwarna agak keputihan.

Buah buni berbentuk bulat seperti periuk bermahkotakan taju kelopak yang berdaging, tinggi 2-3,5 cm dan diameter 2,5-4 cm, berwarna kuning gading. Daging buah keputihan dan banyak mengandung sari buah, kurang beraroma, manis asam dengan rasa mirip jambu biji, mudah menjadi kecoklatan karena teroksidasi, berbiji banyak dan kecil-kecil.

2.4 Briket Arang

Menurut Hartoyo dan Rohadi (1978) dalam Capah (2007), briket arang adalah arang kayu yang diubah bentuk, ukuran, dan kerapatannya dengan cara mengempa campuran serbuk dengan perekat. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan

(21)

8 briket adalah arang kayu atau kayu yang berukuran kecil. Arang merupakan hasil proses karbonisasi dari bahan berlignoselulosa.

Arang dalam bentuk briket memiliki kelebihan dibandingkan dalam bentuk arang, menurut Hendra (1999) dalam Capah (2007) keuntungan dari briket arang adalah sebagai berikut :

1. Memperbesar rendemen pada pembuatan arang karena arang yang diperoleh dapat digunakan dalam pembuatan briket arang.

2. Bentuknya seragam, lebih padat atau memperkecil tempat penyimpanan dan transportasi.

3. Kualitas pembakaran lebih baik apabila digunakan tambahan yang sesuai.

4. Lebih menguntungkan karena pada umumnya 40% terdiri dari bahan baku arang yang nilainya lebih rendah dari arang.

5. Bahan baku tidak terikat pada satu jenis kayu, hampir segala jenis kayu dapat digunakan sebagai pembuatan briket arang.

2.5 Perekat Tapioka

Perekat tapioka umum digunakan sebagai bahan perekat pada briket arang karena banyak terdapat di pasaran dan harganya relatif murah. Perekat ini dalam penggunaannya menimbulkan asap yang relative sedikit dibandingkan bahan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa briket arang dengan tepung kanji sebagai bahan perekat akan sedikit menurunkan nilai kalornya bila dibandingkan dengan nilai kalor kayu dalam bentuk aslinya (Sudrajat dan Soleh, 1994 dalam Capah, 2007).

Menurut Triono (2006) kadar perekat dalam briket arang tidak terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan penurunan mutu briket arang yang sering menimbulkan banyak asap. Kadar perekat yang digunakan umumnya tidak lebih dari 5%.

Tabel 1. Komposisi bahan perekat dalam pembuatan briket arang.

No. Komposisi Jumlah (%)

1 Air 8-9

2 Proton 0,3-1,0

3 Lemak 0,1-0,4

4 Abu 0,1-0,8

(22)

9

5 Serat Kasar 81-89

2.6 Pembuatan Briket Arang

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan briket arang umumnya yang berukuran kecil yang diperoleh dari limbah penggergajian atau dari limbah pertanian. Berbeda dengan pembuatan arang yang memerlukan kayu dengan diameter sedikitnya 5 cm, briket arang dapat dibuat dari kayu atau limbah pertanian (bahan-bahan yang mengandung lignoselulosa) dari berbagai bentuk dan ukuran arang yaitu pembuatan serbuk arang, pencampuran serbuk arang dengan perekat, pengepaan dan pengeringan (Triono 2006).

1. Pembuatan Serbuk Arang

Arang yang digunakan harus cukup halus untuk dapat membentuk briket yang baik. Ukuran serbuk arang dapat mempengaruhi terhadap keteguhan tekan dan kecepatan pembakaran, selain itu ukuran partiket arang yang terlalu besar akan sukar pada waktu dilakukan perekatan, sehingga mengurangi keteguhan tekan briket arang yang dihasilkan. Sebaiknya serbuk arang yang akan digunakan digiling dan disaring untuk memperoleh ukuran 20-40 mesh. Pencampuran serbuk arang yang lebih halus dari 40 mesh dapat dilakukan asal proporsinya tidak lebih dari 30 persen volume. Perbedaan serbuk arang berpengaruh terhadap keteguhan tekan dan kerapatan briket arang. Dalam hal penggunaan ukuran serbuk arang diperoleh kecendrungan bahwa makin tinggi ukuran serbuk makin tinggi pula kerapatan dan keteguhan tekan briket (Triono 2006).

2. Pencampuran Serbuk Arang dengan Perekat

Pencampuran serbuk arang dengan perekat mempunyai tujuan untuk memberikan lapisan tipis dari perekat pada permukaan partiket arang. Tahapan ini merupakan tahapan penting untuk menentukan mutu briket yang dihasilkan.

Campuran yang dibuat tergantung pada ukuran sebuk arang, macam perekat, jumlah perekat, dan tekanan pengempaan yang dilakukan (Suryani 1986). Ada beberapan bahan yang dapat digunakan sebagai perekat yaitu pati, “Clay”, molase, resin tumbuhan, pupuk hewan dan tar. Perekat yang baik digunakan sebaiknya yang mempunyai bau yang baik bila dibakar, kemampuan merekat yang baik, harganya murah, dan mudah didapat (Suryani 1986). Menurut Hartoyo dan Roliady (1978) ditinjau dari macam perekat yang digunakan maka produk yang dihasilkan dapat

(23)

10 dibedakan antara briket arang yang tidak berasap atau kurang berasap dan yang berasap. Pemakaian tar, pith, dan molase sebagai bahan perekat menghasilkan briket yang tinggi kekuatannya, tetapi memberikan banyak asap jika dibakar. Bahan perekat pati, dekstrin dan tepung beras akan menghasilakn briket arang yang tidak berasap dan tahan lama, tetapi nilai kalornya tidak setinggi nilai arang kayu.

3. Pengempaan

Menurut Triono (2006) pengempaan dalam pembuatan briket dapat dilakukan dengan alat pengepres tipe compression atau extrusion. Tekanan yang diberikan untuk pembentukan briket arang dibedakan menjadi dua cara yaitu melampaui batas elastisitas bahan baku sehingga struktur sel akan runtuh dan belum melampau batas elastisitas bahan baku. Menurut pari et al (1990) pada umumnya, semakin tinggi tekanan yang diberikan akan memberikan kecendrungan menghasilkan briket arang dengan kerapatan dan keteguhan tekan yang semakin tinggi pula.

4. Pengeringan

Menurut Triono (2006) briket yang dihasilkan setelah pengempaan masih mengandung air yang cukup tinggi (sekitar 50%) oleh karena itu perlu dilakukan pengeringan yang dapat dilakukan dengan berbagai macam alat pengeringan seperti kiln, oven, atau dengan penjemuran secara alami (sinar matahari). Suhu pengeringan yang umum dilakukan adalah sebesar 600°C selama 24 jam dengan menggunakan oven. Tujuan dari pengeringan adalah agar mendapatkan arang yang kering dengan kadar air yang dapat disesuaikan dengan briket yang berlaku.

2.7 Kualitas Briket Arang

Kualitas dari sebuah briket dapat dilihat melalui analisa baik, analisa secara fisik maupun analisa secara kimia. Analisa secara fisik dimaksudkan untuk mengetahui kualitas briket secara langsung berdasarkan sifat-sifat fisik dari briket itu sendiri, sedangkan analisa secara kimia dilakukan agar dapat diketahui kandungan zat yang terdapat di dalam briket beserta dengan kadar kandungan zat tersebut (D.A. Himawanto et al., 2003).

1. Analisis Secara Fisik

Dalam analisa briket secara fisik, terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi kualitas dari briket yang telah dibuat, yaitu:

(24)

11 a. Kuat tekan briket, untuk mengetahui keteguhan briket terhadap tekanan dapat dilakukan dengan menggunakan alat uji tekan (force gauge). Uji kuat tekan briket dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan briket dalam menahan beban dengan tekanan tertentu. Tingkat kekuatan tersebut diketahui ketika briket tidak mampu menahan beban lagi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Santosa et al. (2010), dari pembuatan biobriket dengan variasi komposisi bahan baku, yaitu kotoran sapi dan limbah pertanian (sekam, jerami, dan tempurung kelapa) dan menggunakan perekat berupa tapioka sebanyak 30%

dari berat adonan biobriket. Diperoleh hasil uji kuat tekan terendah sebesar 15,42 N/cm² pada variasi komposisi kotoran sapi : limbah pertanian = 1:1 dan nilai kuat tekan tertinggi sebesar 25,52 N/cm² pada variasi komposisi kotoran sapi : limbah pertanian = 1:3. Hal ini menjelaskan bahwa penambahan jumlah bahan limbah pertanian mempengaruhi nilai kuat tekan briket. Hal ini disebabkan karena penggunaan limbah pertanian sebagai campuran briket dengan jumlah yang banyak menyebabkan kerapatan partikel pada briket semakin tinggi, sehingga kuat tekan briket tersebut semakin tinggi. Semakin tinggi nilai kuat tekan briket, maka daya tahan briket semakin baik.

b. Lama penyalaan briket, dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan briket agar dapat habis sampai menjadi abu. Pengujian lama nyala api dilakukan dengan cara briket dibakar seperti pembakaran terhadap arang, namun pembakaran ini dilakukan hingga terbentuk pembakaran sempurna yang menghasilkan abu.

c. Berat jenis, merupakan salah satu sifat fisika hidrokarbon yang dalam Teknik Perminyakan umumnya dinyatakan dalam Specific Gravity (SG) atau dengan ºAPI. Specific Gravity (SG) didefinisikan sebagai perbandingan antara densitas minyak dengan densitas air yang diukur pada tekanan dan temperatur standart (60 ºF dan 14,7 psia). Berat jenis zat padat dapat ditentukan secara langsung dengan menggunakan piknometer.

2. Analisis Kimia

Analisa kimia ini dikenal dengan analisa proksimat (proximate analysis) dan analisa ultimat (ultimate analysis). Dalam kedua analisa tersebut, terdapat pula hal- hal yang mempengaruhi kualitas dari sebuah briket yaitu:

(25)

12 A. Kandungan Air (moisture)

Ada dua macam kandungan air (moisture) yang terdapat dalam briket, yaitu (Retta Ria Purnama et al., 2012):

a. Free moisture (uap air bebas), free moisture ini dapat hilang dengan penguapan, misalnya dengan air-drying.

b. Inherent moisture (uap air terikat), kandungan inherent moisture dapat ditentukan dengan memanaskan briket antara temperatur 104 – 110 0C di dalam oven selama satu jam.

Dalam suatu penelitian yang dilakukan Takiyah Salim et al. (2011), dilakukan analisa kandungan air terikat (inherent moisture) terhadap biobriket yang diperoleh dari bahan baku berupa limbah biji jarak pagar, sekam, kulit jarak dan tempurung kelapa serta tapioka sebagai perekat (untuk semua jenis bahan). Kadar air yang paling tinggi dihasilkan oleh briket limbah biji jarak yaitu 11,20% dan kadar air yang paling rendah dihasilkan oleh briket tempurung kelapa yaitu 8,00%. Kadar air berpengaruh besar terhadap panas yang dihasilkan. Pada kadar air yang tinggi akan menyulitkan dalam penyalaan, menimbulkan asap dan menyebabkan panas yang dihasilkan berkurang.

B. Kandungan Abu (ash)

Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat yang tinggal ini disebut abu. Salah satu penyusun abu adalah silika, pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor briket arang yang dihasilkan dan kadar abu yang tinggi akan mempersulit proses penyalaan. Abu briket berasal 22 dari clay, pasir dan bermacam-macam zat mineral lainnya. Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak menguntungkan karena akan membentuk kerak (Adi Candra Brades et al., 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mislaini R. et al. (2010), dari pembuatan biobriket dengan variasi komposisi bahan baku, yaitu kotoran sapi dan limbah pertanian (sekam, jerami, dan tempurung kelapa) dan menggunakan perekat berupa tapioka sebanyak 30% dari berat adonan biobriket. Diperoleh nilai kadar abu terendah sebesar 7,10 % untuk variasi komposisi kotoran sapi : limbah pertanian = 1:3, sedangkan nilai kadar abu tertinggi yaitu 11,75 % untuk variasi

(26)

13 komposisi kotoran sapi : limbah pertanian = 1:1. Dari data tersebut, terlihat bahwa semakin banyak penambahan limbah pertanian dalam komposisi, maka nilai kadar abu briket yang dihasilkan akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan bahan dari limbah pertanian telah mengalami proses karbonisasi sehingga kandungan yang terdapat dalam bahan banyak yang terbuang.

C. Kandungan Zat Terbang (Volatile matter)

Zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hidrogen (H2), karbon monoksida (CO), dan metana (CH4), tetapi kadang-kadang terdapat juga gas-gas yang tidak terbakar seperti CO2 dan H2O. Volatile matter adalah bagian dari briket yang akan berubah menjadi zat yang terbang atau menguap (produk) bila briket tersebut dipanaskan tanpa udara pada suhu lebih kurang 950 0C. Untuk kadar volatile matter ± 40% pada pembakaran akan memperoleh nyala yang panjang dan akan memberikan asap yang banyak. Sedangkan untuk kadar volatile matter rendah antara 15 – 25% lebih disenangi dalam pemakaian karena asap yang dihasilkan sedikit (J. Pranata, 2007).

D. Kandungan Karbon Tertambat (Fixed Carbon)

Persentase fixed carbon pada biobriket dapat diperoleh dengan mengurangi 100 dari jumlah inherent moisture, volatile matter dan ash. Nilai Kalor Nilai kalor dinyatakan sebagai heating value, merupakan suatu parameter yang penting dari suatu thermal coal. Gross calorific value diperoleh dengan membakar suatu sampel briket didalam bomb calorimeter dengan mengembalikan sistem ke ambient temperatur. Net calorific value biasanya antara 93-97 % dari gross value dan tergantung dari kandungan inherent moisture serta kandungan hidrogen dalam briket (A. Jupar, 2013).

Menurut Ade Kurniawan (2013) dalam penelitiannya tentang pembuatan biobriket dari buah bintaro dan bambu betung dengan perekat tapioka. Diperoleh hasil analisa nilai kalor tertinggi pada variasi komposisi buah bintaro:bambu betung

= 30:70 serta suhu karbonisasi 450 0C yaitu 7030,5 kal/gr dan nilai kalor terendah pada variasi komposisi buah bintaro:bambu betung = 40:60 serta suhu karbonisasi 350 oC yaitu 6095,7 kal/gr. Dari data tersebut, diketahui bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi maka nilai kalor akan semakin meningkat juga. Hal ini disebabkan karena dengan semakin tingginya suhu dalam proses karbonisasi maka kadar fixed

(27)

14 carbon dalam arang semakin meningkat sedangkan kadar airnya akan semakin berkurang sehingga nilai kalor dari briket bioarang akan semakin meningkat juga.

Selain itu juga, dengan berbedanya komposisi bahan baku pada proses pembuatan briket, maka akan berpengaruh juga terhadap nilai kalornya. Dari ketiga komposisi bahan baku yang digunakan maka dapat dilihat bahwa briket dengan komposisi 30:70 pada suhu 450 oC memiliki nilai kalor yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang lain. Hal ini disebabkan karena kandungan karbon pada bambu betung lebih banyak bila dibandingkan dengan buah bintaro.

2.8 Standar Kualitas Briket Arang

Maryono et al. (2013) menyatakan bahwa, mutu briket yang baik adalah briket yang memenuhi standar, sehingga dapat digunakan sesuai keperluannya.

Sifat-sifat penting dari briket yang mempengaruhi kualitas bahan bakar adalah sifat fisis meliputi kadar air, kerapatan dan keteguhan tekan serta sifat kimia meliputi kadar abu, kadar zat menguap, kadar karbon terikat dan nilai kalor. Kadar air, kadar abu dan kadar zat menguap diharapkan serendah mungkin, sedangkan kerapatan, keteguhan tekan, kadar karbon terikat dan nilai kalor diharapkan setinggi mungkin.

Standar kualitas briket arang tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar kualitas briket arang Indonesia

Karakteristik Briket Arang Standar Kualitas Briket Arang Standar Nasional Indonesia (SNI)

Kadar air (%) 8

Kerapatan (g/cm3) 0,4407

Keteguhan tekan (kg/cm2) -

Kadar abu (%) 5,51

Kadar zat menguap (%) 16,14

Kadar karbon terikat (%) 78,35

Nilai kalor (kal/g) 5000

(28)

15

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan November 2021 – Februari 2022 di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Jurusan Kehutanan, Universitas Jambi (Uji kadar abu, uji kadar zat menguap,uji kadar karbon terikat, uji kerapatan, dan uji kadar air persiapan alat dan bahan serta pembuatan briket arang), Laboratorium Terpadu Universitas Jambi (Uji nilai kalor), Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (Uji keteguhan tekan) dan PT. Restorasi Ekosistem Indonesia (pengambilan bahan).

Tabel 3. Rencana kegiatan penelitian.

No Kegiatan

Jadwal Kegeiatan November

2021

Desember 2021

Januari 2022

Febuari 2022 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penyiapan laporan penelitian

2 Penyiapan alat dan bahan

3 Persiapan bahan baku

4 Pengujian briket arang

5 Analisi data

6 Laporan Akhir penelitian

(29)

16 3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pengujian ini meliputi : Tabel 4. Alat yang digunakan

No. Alat Kegunaan

1 Pirolisis Mengarangkan bahan

2 Lesung Menghaluskan arang

3 Saringan 60 mesh Mem-filter serbuk arang 4 Timbangan analitik Menghitung berat bahan

5 Kantong plastik Penyimpanan arang

6 Gelas ukur Mengukur air campuran perekat

7 Hidrolik manual Mencetak briket

8 Baki dan jangka sorong Menghitung dimensi briket

9 Alumunium foil dan oven Pengeringan briket dan uji kadar air 10 Cawan porselin/cawan abu dan tanur

listrik

Uji kadar abu, uji kadar zat menguap dan kadar karbon terikat

11 Universal Testing Machine (Instron) Uji keteguhan tekan 12 Calorimeter Combustion Bomb Uji nilai kalor

13 Alat tulis Mencatat

14 Thermo gun Alat menghitung suhu

15 Kompor dan gas Membuat tepung tapioka

Table 5. Bahan yang digunakan

No. Bahan Jumlah

1 Akasia 4 kg

2 Bambu 4 kg

3 Jambu eropa 4 kg

4 Tepung tapioka 1 kg

5 Aquades 2000 ml

3.3 Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) satu faktorial yaitu perbedaan jenis bahan baku dengan 3 taraf perlakuan. Masing-masing perlakuan diuji dengan lima kali ulangan. Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. AA = Arang Kayu akasia (100%) 2.AJ = Arang Jambu eropa (100%)

(30)

17 3. AB = Arang Bambu borok(100%)

Rumus matematis rancangan acak lengkap adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Ti + ɛij Keterangan:

Yij : Nilai pengamatan komposisi bahan baku ke-i dan ulangan ke-j µ : Rata-rata pengamatan

Ti : Pengaruh komposisi bahan baku (i = 1,2,3) ɛij : Galat percobaan (j = 1,2,3,4,5)

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Cara Kerja Penelitian

Pembuatan briket arang dengan proses karbonisasi:

1. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku yang disiapkan adalah batang basah akasia, batang bambu, dan batang jambu eropa. Bahan tersebut dikumpulkan dan dibersihkan agar terjaga standar kehomogenan. Kriteria batang yang digunakan untuk sampel adalah pohon yang berumur lebih dari 1,5 tahun, yang di ambil pada daerah bekas terbakar yang mengalami suksesi. Cara penggunaan batang basah tersebut dipotong lebih kecil agar mempermudah penataan saat pengarangan dan menghasilkan volume pengarangan lebih banyak untuk karbonisasi. Karbonisasi adalah proses pengarangan bahan sehingga dapat meningkatkan kadar emisi bahan. Selain itu, proses karbonisasi diperlukan untuk menurunkan kadar zat menguap yang berpengaruh terhadap laju pembakaran yang dihasilkan.

2. Proses Karbonisasi

Proses pengarangan dilakukan mengggunakan alat pirolisis yang didesain sendiri berbahan stainless steel dengan cerobong untuk pengasapan dan kondensor.

Tabung pembakaran dipanaskan menggunakan api yang berasal dari kompor gas.

Proses pengarangan tersebut berlangsung selama ±6 jam dengan suhu ±400 oC.

Proses pengarangan dianggap telah selesai apabila asap yang keluar dari cerobong tinggal sedikit kemudian dibiarkan menjadi dingin. Setelah, dingin maka tutup bisa dibuka dan arang bisa dikeluarkan (Hendra, 2007).

(31)

18 3. Penumbukan Arang

Proses penumbukan arang dilakukan dengan menggunakan lesung. Hasil dari penumbukan arang kemudian diayak dengan ukuran 60 mesh. Pemilihan pengemesan bahan baku ini sesuai dengan penelitian (Santoso, 2010) untuk ukuran mesh tempurung kelapa dan serbuk jati. Ukuran serbuk dari kayu akasia, bambu dan jambu eropa mempengaruhi kekuatan mekanis dan lama pembakaran briket arang. Semakin kecil partikel dengan tekanan pengepresan yang tinggi akan menghasilkan kekompakan yang tinggi.

4. Pembuatan Perekat

Bahan baku perekat yang digunakan dalam pembuatan briket arang adalah campuran dari tepung tapioka. Pembuatan perekat berupa larutan tepung tapioka dilakukan dengan air menggunakan perbandingan 1:10 (Sidiq, 2017). Campuran ini kemudian dipanaskan sampai matang (selama ±15 menit pada suhu 70oC) atau ditandai dengan perubahan warna campuran dari putih menjadi keruh menjadi bening.

5. Pembuatan Adonan

Serbuk arang di timbang sebanyak 600 gram kemudian di campur dengan perekat tepung tapioka dengan kosentrasi perekat 5% menyesuaikan hasil penelitian (Sani, 2009)

6. Pencetakan Briket

Serbuk arang dan perekat yang telah tercampur rata di timbang sebanyak 30 gram kemudian kempa secara manual menggunakan alat kempa hidrolik yang di desain sendiri menggunakan dongkrak dengan kapasitas maksimum beban 4 ton dan block cetakan terbuat dari besi untuk membentuk cetakan menjadi lingkaran.

7. Pengeringan

Briket yang selesai cetak kemudian dikering anginkan terlebih dahulu di udara selama 24 jam. Selanjutnya dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60 oC selama 24 jam (Mustakim, 2009). Tujuannya untuk menurunkan kandungan air pada briket, sehingga briket cepat menyala dan tidak berasap. Suhu yang terlalu tinggi dapat mengkibatkan hasil cetakan menjadi retak. Selanjutnya setelah dikeluarkan dari oven briket disimpan dalam tempat yang tertutup untuk menurunkan kadar air dengan suhu ruang.

(32)

19 3.4.2 Pengujian Sifat Fisis Briket Arang

Briket arang diuji sifat fisis. Sifat yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, keteguhan tekan, dan laju pembakaran

3.4.2.1 Kerapatan (ASTM 1959)

Kerapatan dinyatakan dalam perbandingan berat dan volume, yaitu dengan cara menimbang bobot briket arang dan mengukur volumenya dalam keadaan kering udara. Kerapatan briket dapat dihitung dengan menggunakan rumus (ASTM 1959):

KR= BBA/VBA Keterangan :

KR: kerapatan (g/cm3) BBA : Bobot briket arang (g) VBA : volume briket arang (cm3) 3.4.2.2 Kadar Air (ASTM 1959)

Kadar air ditentukan dengan cara, sampel uji ditimbang kemudian dimasukan kedalam oven pada suhu 103 ± 5 oC selama 24 jam, setelah dingin sampel ditimbang. Kadar air briket dihitung dengan menggunakan persamaan:

KA =B1 - B2

B1 x 100%

Keterangan:

KA: adalah kadar air, dinyatakan dalam persen (%)

B1 : adalah bobot berat awal, dinyatakan dalam bentuk gram (g) B2 : adalah bobot berat akhir dinyatakan dalam gram (g)

3.4.2.3 Keteguhan Tekan

Uji keteguhan tekan dilakukan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pengujian keteguhan tekan dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine (Instron). Penekanan diberikan secara perlahan-lahan sampai briket tersebut pecah. Keteguhan tekan briket arang dapat dihitung dengan menggunakan rumus (ASTM 1959):

KT = P

L

(33)

20 Keterangan:

KT = Keteguhan tekan (kg/cm2) P = Beban (kg)

L = Luas permukaan (cm2) 3.4.2.4 Uji Laju Pembakaran

Pengujian laju pembakaran adalah proses pengujian dengan cara membakar briket untuk mengetahui lama nyala suatu bahan bakar, kemudian menimbang massa briket. Lamanya waktu penyalaan dihitung menggunakan stopwatch dan massa briket ditimbang dengan timbangan digital.(Almu et al, 2014). Persamaan yang digunakan untuk mengetahui laju pembakaran adalah:

Laju Pembakaran = Massa Briket Terbakar Waktu Briket Habis Terbakar 3.4.3 Pengujian Sifat Kimia Briket Arang

3.4.3.1 Kadar Abu

Kadar abu ditentukan dengan cara sebagai berikut:

1. Timbang cawan porselen.

2. Timbang sampel uji sebanyak 5 gram.

3. Masukan sampel uji kecawan porselen.

4. Masukan cawan beserta sampel briket arang ke dalam tanur pada suhu 750 ºC sampai diperoleh abu berwarna abu-abu, selama ± 6 jam

5. Didinginkan dalam desikator dan timbang berat tetap.

6. Kadar abu dihitung dengan persamaan:

KAB =BB

BA x 100%

Keterangan:

KAB: adalah kadar abu briket (%)

BB : adalah bobot awal sampel briket(g) BA : adalah bobot akhir sampel briket (g)

(34)

21 3.4.3.2 Kadar Zat Menguap

Cawan porselin yang berisikan 2 g contoh uji dimasukkan dalam oven pada suhu ± 950 0C selama 6 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Kadar abu dinyatakan dengan rumus (ASTM 1959):

KZM = BA−BB

BA x 100%

Keterangan:

KZM = Kadar zat menguap (%) BB = Berat Abu (gram)

BA = Berat awal briket arang (gram) 3.4.3.3 Kadar Karbon Terikat

Penentuan kadar karbon terikat dilakukan dengan menghitung fraksi karbon dalam briket arang, tidak termasuk zat menguap dan abu. Persamaan untuk menghitung kadar karbon terikat adalah sebagai berikut (ASTM 1959):

KKT = 100% - (KB + KZM)%

Keterangan:

KKT = Kadar karbon terikat (%) KB = Kadar abu (%)

KZM = Kadar zat menguap (%) 3.4.3.4 Nilai Kalor

Nilai kalor dihitung menggunakan alat Calorimeter Combustion Bomb.

Pembakaran dimulai pada saat suhu air sudah tetap. Pengukuran dilakukan sampai suhu mencapai maksimum. Pengukuran nilai kalor bakar dihitung berdasarkan banyaknya kalor yang dilepaskan sama banyaknya dengan kalor yang diserap. Nilai kalor dapat dihitung menggunakan persamaan (ASTM 1959):

H = W (T2−T1) A – B Keterangan:

H = Nilai kalor bakar (kal/g)

W= Nilai kalor air dari alat calorimeter (kal) T1= Suhu air mula-mula (ºC)

T2= Suhu air setelah pembakaran (ºC)

(35)

22 A = Bobot contoh yang dibakar (gram)

B = Koreksi panas pada kawat pembakaran 3.5 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan menggunakan tabel sidik ragam (ANOVA).

Apabila terdapat hubungan yang nyata antara masing-masing perlakuan yang diberikan, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Ducan Selanjutnya, pengujian kualitas briket arang dilakukan dengan cara perbandingan terhadap standart kualitas briket arang menggunakan ASTM 1959.

(36)

23 3.6 Diagram Kegiatan

Laju Pembakaran Keteguhan Tekan

(37)

24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Sidik Ragam Sifat Fisis Briket Arang

Sifat fisis briket arang memiliki karakteristik dengan keadaan briket arang tersebut. Sifat fisis merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kemampuan briket arang dalam menhan kerusakan fisik yang terjadi yang disebabkan dari factor eksternal seperti, air, suhu dan kembaban. Parameter yang dijadikan penciri untuk mengetahui sifat fisis briket arang adalah kerapatan, kuat tekan, uji laju pembakaran dan kadar air. Analisis sidik ragam dilakuka untuk mengetahui adanya pengaruh nyata atau tidak komposisi bahan baku terhadap briket arang yang dihasilkan.

Adapun hasil uji statistik sidik ragam nilai parameter sifat fisis briket arang disajikan dalam Tabel 6. Jika terdapat perbedaan yang siginifacant dilanjutkan uji lanjut Duncan Multiple Range test.

Tabel 6. Hasil analisis sidik ragam sifat fisis briket arang dari Acacia mangium, Bambu borok dan Jambu Eropa

4.2 Pengujian Sifat Fisis Briket Arang 4.2.1 Kerapatan

Nilai kerapatan diperoleh dengan membandingkan anatara volume briket arang dengan berat briket arang yg dihasilkan. Besar kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh ukuran dan kehomogenan arang penyusun briket arang tersebut (Diah Sundari Wijayanti, 2009). Kerapatan yang tinggi akan menyebabkan pembakaran lebih lama daripada briket kerapatan rendah (Sidiq, 2017). Grafik nilai

Parameter Pengamatan Jenis Bahan Baku Nilai Stdev

Kerapatan

Acacia mangium 0,449 0,016511

Bambu borok 0,463 0,004337

Jambu Eropa 0,436 0,010662

Kadar Air

Acacia mangium 4,238 0,229204

Bambu borok 3,504 1,879977

Jambu Eropa 7,230 0,908949

Keteguhan Tekan

Acacia mangium 0,745 0,26193

Bambu borok 0,603 0,052062

Jambu Eropa 0,589 0,287328

Acacia mangium 0,003076 0,00054

Laju Pembakaran Bambu borok 0,00272 0,00044

Jambu Eropa 0,0027732 0,00018

(38)

25 rata-rata kerapatan briket arang yang diperoleh berdasarkan perbedaan jenis bahan baku dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Nilai rata-rata kerapatan (g/cm3) briket arang berdasarkan jenis bahan baku

Hasil analisis sidik ragam terhdap kerapatan (Tabel 6), dikemukakan bahwa jenis bahan baku pembuatan briket arang memberikan pengaruh nyata terhadap nilai yang dihasilkan. Uji lanjuut Duncan dilakukan untuk mengetahui perbedaan yang dihasilkan, hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kerapatan briket arang yang dibuat dengan berbagai jenis bahan baku menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan (Tabel 7). Nilai kerapatan briket arang juga dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan yang akan dijadikan briket arang, semakin tinggi kerapatan bahan baku akan menghasilkan briket arang yang semakin baik. (Sihombing et al. 2020).

Kerapatan yang semakin tinggi akan menyebabkan berkurangnya rongga udara yang ada dalam briket arang sehingga briket mampu menghasilkan hasil bakar yang maksimal (Sihombing et al. 2020). Proses pembautaan briket arang seperti pengempaan juga berpengaruh terhadap kerapatan briket arang yang dihasilkan (Triono 2006). Penambahan perekat yang semakin tinggi menyebabkan air yang terkandung dalam perekat akan masuk dan terikat dalam pori arang, selain itu penambahan perekat yang semakin tinggi akan menyebabkan briket mempunyai kerapatan yang semakin tinggi pula sehingga pori-pori briket semakin kecil dan

0,400 0,410 0,420 0,430 0,440 0,450 0,460 0,470

Acacia mangium Bambu borok Jambu Eropa

Kerapatan (g/cm3)

Jenis Bahan Baku Briket Arang

ASTM 1959 ( 1 g/cm3)

(39)

26 pada saat dikeringkan air yang terperangkap di dalam pori briket sukar menguap (Maryono et al. 2013).

Gambar. 5 Kerapatan

Tabel 7. Hasil uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) perbedaan jenis bahan baku pembuatan briket arang terhadap nilai kerapatan briket arang

Perlakuan Rata-rata N Notasi

Jambu Eropa 0,436±0,0106 5 a

Akasia mangium 0,449±0,017 5 ab

Bambu borok 0,463±0,004 5 b

4.2.2 Kadar Air

Salah satu faktor yang menentukan briket arang memeiliki kualitas yang baik adalah ditunjukkan seberapa besar air yang terkandung pada briket arang.

Tingginya kadar air briket arang akan menurunkan nilai kalor briket arang. Gambar 4 menunjukkan rata rata kadar air briket arang yang dihasilkan, briket arang dengan bahan baku jambu eropa memiliki kadar air yang tinggi. Nilai briket arang berkisar 3,5% - 7,3% Hal ini menunjukkan higroskopis briket arang yang tinggi (Setyawan, 2006).

(40)

27 Gambar 6. Grafik nilai rata-rata kadar air (%) briket arang berdasarkan jenis bahan baku

Hasil uji anlisis sidik ragam (Tabel 6) terhadap parameter pengamatan kadar air, memeberikan pengaruh nyata yang memepengaruhi karakteristik beriket arang yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 8) bambu borok dan jambu eropa tidak menunjukkan nilai tidak beberbeda nyata dan akasia berbeda nyata dengan dengan yang lainnya. Nilai kadar air briket arang berbahan baku akasia dan bambu borok memenuhi standar ASTM 1959. Kemampuan menyerap air dipengaruhi oleh luas permukaan dan pori-pori arang dan dipengaruhi oleh kadar karbon terikat yang terdapat pada briket tersebut. Dengan demikian semakin kecil kadar karbon terikat pada briket arang, kemampuan briket arang menyerap air dari udara sekelilingnya semakin besar (Earl,1974 dalam Rustini, 2004).

Tingginya kadar air pada serbuk arang kayu disebabkan karena pada briket arang memiliki jumlah pori-pori yang lebih besar, selain kayu yang digunakan masih mengandung komponen-komponen kimia seperti selulosa, lignin hemiselulosa dan pati (Kahariayadi, 2015). Rahmadani (2017) mengemukakan bahwa untuk menghasilkan arang balok yang mudah menyala atau terbakar awalnya, kadar airnya harus rendah untuk menghasilkan nilai kalor yang tinggi.

Kadar air yang tinggi pada arang akan menyebabkan waktu yang lebih lama untuk menghilangkan kadar airnya, akan membuat arang membutuhkan waktu lebih lama untuk terbakar, karena panas yang ada akan digunakan untuk menguapkan air terlebih dahulu lalu diikuti dengan pembakaran bahan.

0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0

Acacia mangium Bambu borok Jambu Eropa

Kadar Air (%)

Jenis Bahan Baku Briket Arang

ASTM 1959

(41)

28 Tabel 8. Hasil uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) perbedaan jenis bahan baku

pembuatan briket arang terhadap nilai kadar air

Perlakuan Rata-rata N Notasi

Bambu borok 3,504±1,879 5 a

Akasia mangium 4,2400±0,229 5 a

Jambu eropa 7,232±0,908 5 b

Gambar. 7 Pengovenan Kadar Air Gambar.8 Kadar Air 4.2.3 Keteguhan Tekan

Keberhasilan pencampuran antara bahan bau dan perekat terhadap briket arang yang dihasilkan di evaluasi dengan pengujian kuat tekan. Hal ini akan menunjukkan daya tahan seberaapa besar briket arang dapat menahan beban atau kekompakan briket terhadap pecah atau hancurnya briket jika diberikan beban pada briket tersebut (Setyawan, 2006). Nilai keteguhan tekan briket arang semakin tinggi apabila nilai kerapatannya semakin tinggi dan begitu sebaliknya. Keteguhan tekan briket arang merupakan briket untuk memberikan daya tahan atau hancurnya briket jika diberikan beban pada briket tersebut (Putra et al. 2017). Nilai kekuatan tekan briket arang diilustrasikan pada Gambar 9.

(42)

29 Gambar 9. Grafik nilai rata-rata keteguhan tekan (kg/cm2) briket arang berdasarkan jenis

bahan baku

Hasil analisis sidik ragam terhadap keteguhan tekan memperlihatkan bahwa jenis bahan baku briket arang tidak memberikan pengaruh nyata (Tabel 6) terhadap nilai keteguhan tekan briket arang. Jenis bahan baku sangat mempengaruhi sifat keteguhan tekan briket arang hasil penelitian ini. Tiap bahan baku memiliki kerapatan berbeda-beda sehingga mengakibatkan nilai keteguhan tekan yang berbeda-beda pula untuk tiap jenis bahan baku briket arang. Bahan baku dengan kerapatan tinggi akan menghasilkan briket dengan nilai keteguhan tekan yang tinggi pula (Hendra 2007). Hendra dan Winarni (2003) menyatakan bahwa tingginya angka kerapatan dan keteguhan tekan pada briket arang dari kayu yang memiliki berat jenis tinggi disebabkan serat kayu yang lebih rapat dan komponan solulosa pada dinding sel lebih banyak.

Gambar.10 Keteguhan Tekan

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

Acacia mangium Bambu borok Jambu Eropa

Kuat Tekan Briket Arang (Kg/cm3)

Jenis Bahan Baku Briket Arang

ASTM 1959 ( 0,062 g/cm3)

Referensi

Dokumen terkait

Konsentrasi perekat memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kalor, kadar abu dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air dan kerapatan..

Perekat pati dalam bentuk cair sebagai bahan perekat yang digunakan dalam briket arang menghasilkan briket arang yang bernilai rendah dalam hal kerapatan, keteguhan tekan, kadar

Arang kayu sengon mempunyai kadar air, kadar zat menguap, dan kadar abu yang rendah serta memiliki karbon terikat dan nilai kalor yang tinggi, sehingga baik untuk dijadikan bahan

Penetapan kualitas briket arang tersebut umumnya dilakukan terhadap komposisi kimia seperti kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap dan sifat fisik seperti

Tujuan dari penelitian ini adalah meneliti seberapa besar pengaruh jumlah campuran perekat terhadap karakteristik arang briket batang jagung yang meliputi nilai kalor, kadar

Karakteristik briket pelepah pisang dilakukan berdasarkan pada standar kualitas briket arang Indonesia yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar

Mendapatkan data pengujian kadar air, kadar abu, fixed carbon, volatile matter dan nilai kalori briket arang sekam padi dan arang kulit bawang putih dengan

Sifat fi siko-kimia arang aktif tempurung biji jarak pagar yang dihasilkan, yaitu rendemen, kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu, kadar kar- bon terikat, daya serap