• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMAHAMAN KONSEP

N/A
N/A
nurainni

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMAHAMAN KONSEP"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA PADA MATERI POLA BILANGAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR

CHECK

Disusun oleh : Nur Ainni Islamiah

SMK PGRI 2 JOMBANG JOMBANG

2022

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatnya peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan judul PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA PADA MATERI POLA BILANGAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECK.

Penulisan laporan penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemapuan pemecahan masalah siswa SMK yang memiliki gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik dalam memecahkan masalah ukuran pemusatan data.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kemajuan penyusunan laporan penelitian ini di masa yang akan datang.

Terimakasih penulis ucapkan untuk semua pihak yanng telah membantu dalam penyusunan laporan penelitian ini.

Jombang, 12 Juli 2022 Penulis

Nur Ainni Islamiah

(4)

DAFTAR ISI

PENGESAHAN...i

KATA PENGANTAR...ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah ...6

C. Tujuan Penelitian...6

D. Manfaat Penelitian...7

BAB II KAJIAN TEORI A. Pemahaman Konsep……… ...8

B. Model Pembelajaran Kooperatif...10

C. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Pair Checks……… 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian...19

B. Populasi dan Sampel ...19

C. Waktu dan Tempat Penelitian………...20

D. Variabel Penelitian………...20

C. Instrumen Penelitian...20

D. Teknik Pengumpulan Data ...24

E. Analisis Data...24

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...26

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...30

B. Saran...30

(5)
(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dimiliki dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Sanjaya, 2010 : 1 – 2).

Jadi pendidikan memiliki kaitan yang erat dalam timbulnya suatu masalah yang muncul. Untuk itu dibutuhkan suatu kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan dalam kehidupan bermasyarakat. Suatu pendidikan haruslah diarahkan terhadap tujuan yang ingin dicapai. Selain itu juga dibutuhkan dukungan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan sebagai upaya tercapainya tujuan pembangunan nasional.

Hudojo (1998:1) mengungkapkan bahwa matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan dunia pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan beragumentasi, memberi kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Mengingat pentingnya matematika dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sudah sewajarnya matematika menjadi pelajaran wajib yang perlu dikuasai dan dipahami dengan baik oleh siswa-siswa disekolah. Kebutuhan akan aplikasi matematika saat ini dan masa yang akan datang tidak hanya untuk keperluan sehari-hari, tetapi dalm dunia kerja, dan untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan.

Matematika merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan sekolah menengah atas (SMA). Dikarenakan pendidikan merupakan salah satu hal penting untuk menentukan maju mundurnya suatu bangsa, maka untuk menghasilkan sumber daya manusia sebagai subjek dalam pembangunan yang baik, diperlukan modal dari hasil pendidikan itu tersendiri. Khusus untuk mata pelajaran matematika, selain mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep yang baik sangatlah penting

(7)

karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasyarat pemahaman konsep sebelumnya (Hudojo,1998:1).

Dengan demikian matematika merupakan disiplin ilmu yang memiliki sifat abstrak yang perlu dikuasai dan dipahami dengan baik oleh siswa-siswa di sekolah.

Salah satu cabang matematika yang harus dipelajari adalah bilangan. Pola bilangan merupakan salah satu cabang dari Bilangan yang sangat penting diajarkan di sekolah.

Pola bilangan salah satu pokok bahasan yang banyak kita hubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Pola bilangan matematika adalah susunan dari beberapa angka yang dapat membentuk pola tertentu. Pola bilangan juga bisa diartikan sebagai suatu susunan bilangan yang memiliki bentuk teratur atau suatu bilangan yang tersusun dari beberapa bilangan lain yang membentuk suatu pola. Dalam hal ini untuk mengajarkan pola bilangan harus juga memperhatikan proses pembelajarannya.

Berdasarkan Permendiknas no. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memeperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006: 346).

Sejalan dengan Standar Isi National Council of Teachers of Mathematics (NCTM 2000:7) juga menjelaskan mengenai tujuan dari pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan kemampuan: (1) komunikasi matematis (mathematical communication); (2) penalaran matematis (mathematical reasoning);

(3) pemecahan masalah matematika (mathematical problem solving); (4) koneksi matematika (mathematical connection); (5) representasi matematis (mathematical representation). Sehingga berdasarkan tujuan pembelajaran matematika diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dapat membantu siswa dalam

(8)

memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, memecahkan masalah secara sistematis, mengkaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari serta mengungkapkan ide atau gagasan matematisnya baik secara lisan maupun tertulis.

Berdasarkan uraian tersebut, kemampuan memahai konsep termuat pada kemampuan standar menurut Depdiknas dan NCTM. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan ini merupakan kemampuan yang penting dikembangkan dan harus dimiliki oleh siswa.

Pemahaman memiliki kata dasar yaitu paham. Paham adalah memiliki pengetahuan luas terhadap suatu hal, sedangkan pemahaman adalah kegiatan memahami suatu permasalahan. Pemahaman seseorang terhadap suatu permasalahan sangat bergantung pada pemikiran individu tersebut. Pemahaman adalah suatu proses aktif yang terjadi pada individu dalam menghubungkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang lama melalui koneksi fakta (Faye, 2014:38). Kegiatan pemahaman dibagi menjadi beberapa proses kognitif antara lain menguraikan permasalahan, mendemonstrasikan, mengkategorikan, merumuskan, memberi kesimpulan, membandingkan sesuatu dan menjelaskan.

Konsep adalah suatu unit dasar dari kognisi yang terbentuk melalui skema pengetahuan, pola koneksi yang digunakan untuk mengelompokkan objek ke dalam suatu kategori (Churchill, 2017:39).(Fichte, 2015:13) mendefenisikan konsep adalah sebuah intuisi yang menjadi dasar sebagai suatu kegiatan pasif menjadi aktif.

Sehingga pemahaman konsep adalah suatu pemahaman yang dibangun dari pengetahuan faktual atau contoh untuk memahami hubungan antra konsep (prisip dan genaralisasi) (Stern, Lauriault, & Ferraro, 2018:10) Pemahaman terhadap konsep dapat membantu siswa untuk menyederhankan, merangkum dan mengelompokkan informasi. Pemahaman konsep memiliki peran yang penting dalam pengetahuan matematika. Penekanan terhadap konsep dapat membuat siswa untuk memperoleh konsep yang permanen yang diperoleh melalui pengalaman sehingga siswa mampu menghubungkan suatu konsep dengan konsep yang lain (Ansari, 2016:38).

Pemahaman terhadap suatu konsep matematika juga memungkinkan siswa untuk memahami informasi baru yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan, pemecahan masalah, menggeneralisasai, merefleksi dan membuat kesimpulan (Churchill, 2017:39).

Pemahaman konsep matematis menurut Kilpatrick, Swafford, and Findell (2001) adalah kemampuan dalam memahami konsep, operasi, dan relasi dalam

(9)

matematika. Sedangkan Permendikbud No. 58 Tahun 2014 (Depdikbud, 2014) kemampuan pemahaman konsep merupakan kemampuan untuk menangkap arti materi pelajaran yang dapat berupa kata, angka, simbol, dan menjelaskan sebab akibat. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematis adalah kemampuan menghubungkan informasi baru dengan informasi lama yang sudah ada yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan, pemecahan masalah, menggeneralisasai, merefleksi dan membuat kesimpulan.

Pemahaman sebuah konsep dapat dilakukan melalui sebuah rancangan kegiatan pembelajaran yang menarik. Menurut Dienes (Ansari, 2016), pengajaran konsep matematika dilakukan melalui enam tahap yaitu bermain bebas, permainan, penelahaan sifat bersama, penyajian, penyimbolan, dan pemformalan. Pemahaman konsep matematika terhadap siswa sekolah dasar dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain menggunakan komputer (Rasila, Malinen, & Tiitu, 2015:151), melalui tulisan (Nachowitz, 2019:257) dan melalui teknologi pendidikan (Edtech) (Englund, Olofsson, & Price, 2017:74).

Pemahaman konsep merupakan faktor penting dalam kegiatan pembelajaran (Santrock, 2011:295). Pemahaman konsep memiliki hubungan yang erat dalam minat siswa dalam belajar (Höft & Bernholt, 2019:622) dan pemecahan masalah (Barmby, Bolden, & Thompson, 2014:18). Siswa di sekolah dasar membutuhkan pemahaman konsep yang tepat dalam setiap pelajaran. NCTM (Bartell, Webel, Bowen, & Dyson, 2013:58) menyatakan bahwa pemahaman konsep merupakan tujuan dasar pembelajaran matematika. Ketika siswa sudah mengerti konsep matematika maka siswa tersebut akan dengan mudah menyelesaikan masalah dalam pelajaran matematika. Hal senada diungkapkan Jacques (2015:1) yang menyatakan bahwa matematika merupakan suatu subjek yang hierarki dimana pengetahuan suatu topik merupakan suatu kelanjutan dari topik sebelumnya sehingga siswa harus mampu memahami pengetahuan yang baru dengan cara memiliki potongan-potongan informasi mengenai pengetahuan sebelumnya. Matematika merupakan sebuah pengetahuan dimana pemahaman akan suatu konsep dibangun secara kumulatif (Beatty, 2011:20).

Menurut Radiusman (2020:2) pengetahuan matematika yang berantai tersebut mampu membuat siswa memperoleh suatu pemahaman konsep matematika yang baru.

Pemahaman konsep matematika kepada siswa-siswa di sekolah dasar tidak terlepas dari peran guru. Guru harus mampu menyampaikan konsep matematika secara baik

(10)

dan menarik. Guru juga harus mampu membangun pemahaman konsep kepada siswa, sehingga siswa mampu membangun, merefleksikan, mengartikulasi pengetahuan siswa, sehingga siswa memiliki rasa memiliki kepemilikan terhadap pengetahuan.

Pemahaman terhadap suatu konsep dapat diperoleh dari berbagai hal.

Pemahaman konsep matematika merupakan landasan penting untuk berpikir dalam menyelesaikan permasalahan matematika maupun permasalahan sehari-hari.

Dengan pemahaman konsep matematika yang baik, siswa akan mudah mengingat, menggunakan, dan menyusun kembali suatu konsep yang telah dipelajari serta dapat menyelesaikan berbagai variasi soal matematika. Namun pada kenyataannya, salah satu masalah pokok dalam pembelajaran matematika adalah masih rendahnya daya serap dan pemahaman siswa terhadap konsep matematika. Menurut Fathani dan Masykur (2007), hal ini disebabkan karena sejauh ini paradigma pembelajaran matematika di sekolah masih didominasi oleh paradigma pembelajaran konvensional, dimana guru ceramah, menggurui, dan otoritas tertinggi terletak pada guru.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru matematika di SMK PGRI 2 Jombang menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat berdasarkan analisis kerja PTS siswa kelas X TKR 4 SMK PGRI 2 Jombang dan kurang dari 60 persen siswa belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kelemahan pemahaman konsep dalam hal ini siswa belum bisa mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep dengan tepat, serta keliru dalam memahami soal sehingga tidak bisa mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah. Selain itu, ketika berdiskusi kelompok hanya siswa tertentu saja yang berpartisipasi lebih aktif, sementara siswa yang lain enggan berusaha untuk mengemukakan pendapatnya.

Menurut Hadi (2015:60) rendahnya pemahaman konsep matematika siswa dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah model pem-belajaran yang digunakan guru. Kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran oleh guru akan mempengaruhi proses belajar siswa. Oleh karena itu, perlu pembelajaran yang dapat mempermudah siswa dalam memahami konsep matematika, serta melibatkan semua siswa agar menjadi lebih aktif dan lebih berkonsentrasi dalam proses pembelajaran.

Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi rendahnya pemahaan konsep adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Memeriksa Berpasangan (Pair Checks) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa dan membantu siswa yang pasif dalam kegiatan kelompok. Pada

(11)

model ini siswa dibagi dalam pasangan-pasangan dan satu pasangan terdiri dari dua orang siswa. Karena hanya terdiri dari dua orang, pasangan ini akan belajar dengan lebih aktif dalam memecahkan masalah sehingga siswa menjadi lebih paham.

Pembagian kelompok siswa secara berpasangan menunjukkan pencapaian yang jauh lebih besar dalam bidang ilmu pengetahuan daripada kelompok yang terdiri atas empat atau lima orang (Slavin, 2010). Model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks bertujuan untuk mendalami atau melatih materi yang telah dipelajarinya.

Dalam model ini siswa bekerja berpasangan dan menerapkan susunan pengecekan berpasangan sehingga di-harapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan partisipasi siswa untuk menyumbangkan pemikiran mereka. Model ini juga memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi menyampaikan ide- idenya, merefleksikan gagasan yang diberikan temannya dan berdiskusi menyamakan ide dengan pasangannya.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merasa tertarik melaksanakan penelitian dengan judul “Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa pada Materi Pola Bilangan Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif tipe Pair Checks’’.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada materi pola bilangan melalui model pembelajaran konvensional?

2. Bagaimana kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada materi pola bilangan melalui model pembelajaran kooperatif tipe pair checks?

3. Bagaimana perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada materi pola bilangan dengan model pembelajaran konvensional dan model pembelajaan kooperatif tipe pair checks?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada materi pola bilangan melalui model pembelajaran konvensional.

(12)

2. Untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada materi pola bilangan melalui model pembelajaran kooperatif tipe pair checks.

3. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada materi pola bilangan dengan model pembelajaran konvensional dan model pembelajaan kooperatif tipe pair checks.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak yang berkepentingan.

1. Dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran bagi guru dalam mengajar masalah ukuran pemusatan data serta sebagai masukan dalam rangka perbaikan proses pembelajaran.

3. Dapat memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran matematika di sekolah.

(13)

BAB II KAJIAN TEORI

A. PEMAHAMAN KONSEP

Pemahaman memiliki kata dasar yaitu paham. Paham adalah memiliki pengetahuan luas terhadap suatu hal, sedangkan pemahaman adalah kegiatan memahami suatu permasalahan. Pemahaman seseorang terhadap suatu permasalahan sangat bergantung pada pemikiran individu tersebut. Pemahaman adalah suatu proses aktif yang terjadi pada individu dalam menghubungkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang lama melalui koneksi fakta (Faye, 2014:38). Kegiatan pemahaman dibagi menjadi beberapa proses kognitif antara lain menguraikan permasalahan, mendemonstrasikan, mengkategorikan, merumuskan, memberi kesimpulan, membandingkan sesuatu dan menjelaskan.

Konsep adalah suatu unit dasar dari kognisi yang terbentuk melalui skema pengetahuan, pola koneksi yang digunakan untuk mengelompokkan objek ke dalam suatu kategori (Churchill, 2017:39).(Fichte, 2015:13) mendefenisikan konsep adalah sebuah intuisi yang menjadi dasar sebagai suatu kegiatan pasif menjadi aktif.

Sehingga pemahaman konsep adalah suatu pemahaman yang dibangun dari pengetahuan faktual atau contoh untuk memahami hubungan antra konsep (prisip dan genaralisasi) (Stern, Lauriault, & Ferraro, 2018:10) Pemahaman terhadap konsep dapat membantu siswa untuk menyederhankan, merangkum dan mengelompokkan informasi. Pemahaman konsep memiliki peran yang penting dalam pengetahuan matematika. Penekanan terhadap konsep dapat membuat siswa untuk memperoleh konsep yang permanen yang diperoleh melalui pengalaman sehingga siswa mampu menghubungkan suatu konsep dengan konsep yang lain (Ansari, 2016:38).

Pemahaman terhadap suatu konsep matematika juga memungkinkan siswa untuk memahami informasi baru yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan, pemecahan masalah, menggeneralisasai, merefleksi dan membuat kesimpulan (Churchill, 2017:39).

Pemahaman konsep matematis menurut Kilpatrick, Swafford, and Findell (2001) adalah kemampuan dalam memahami konsep, operasi, dan relasi dalam matematika. Sedangkan Permendikbud No. 58 Tahun 2014 (Depdikbud, 2014) kemampuan pemahaman konsep merupakan kemampuan untuk menangkap arti

(14)

materi pelajaran yang dapat berupa kata, angka, simbol, dan menjelaskan sebab akibat.

Pemahaman sebuah konsep dapat dilakukan melalui sebuah rancangan kegiatan pembelajaran yang menarik. Menurut Dienes (Ansari, 2016), pengajaran konsep matematika dilakukan melalui enam tahap yaitu bermain bebas, permainan, penelahaan sifat bersama, penyajian, penyimbolan, dan pemformalan. Pemahaman konsep matematika terhadap siswa sekolah dasar dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain menggunakan komputer (Rasila, Malinen, & Tiitu, 2015:151), melalui tulisan (Nachowitz, 2019:257) dan melalui teknologi pendidikan (Edtech) (Englund, Olofsson, & Price, 2017:74). Alternatif lain yang dapat digunakan oleh guru dalam menumbuhkan pemahaman konsep matematika terhadap siswa sekolah dasar juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan strategi pemberian contoh yang dipilih dengan cermat. Strategi ini disebut dengan strategi aturan contoh. Strategi aturan contoh memiliki 4 langkah yaitu mendefenisikan konsep, memperjelas istilah dalam konsep, memberikan contoh untuk menggambarkan fitur atau karakteristik utama memberikan contoh tambahan.

Pemahaman konsep juga dapat dilakukan melalui eksplorasi pengetahuan lebih mendalam dan memberikan konsep yang sesuai dan menyenangkan (Santrock, 2011:380). Kegiatan eksploratif ini dilakukan agar siswa tidak lagi menghapalkan suatu konsep tetapi sudah memahami konsep seutuhnya. Seorang siswa yang telah memiliki pemahaman konsep matematika memiliki beberapa indikator antara lain:

mampu memaparkan kembali ide, membagi materi yang sesuai, mampu menggunakan ide secara terstruktur, mampu memberikan contoh, mampu menyuguhkan ide ke bentuk interpretasi matematis, mampu menghubungkan berbagai konsep, dan mampu memperluas konsep tersebut. Guru harus mengajarkan matematika secara terstruktur sesuai dengan kemampuan pengetahuan yang telah dimiliki siswa (Garvis & Nislev, 2017:37). Sehinga guru harus mengajarkan konsep matematika sesuai dengan jenjang umur siswa.

Indikator pemahaman konsep berdasarkan Peraturan Dirjen Dikdasmen No.

506/C/PP/2004 (Towe,2021:114-115) yaitu (1) Kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep: kemampuan siswa untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya, (2) Kemampuan mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsep: mengelompokkan dan menentukan objek sesuai dengan sifat-sifat yang dipelajari, (3) Kemampuan memberi contoh dan bukan

(15)

contoh: menyebutkan contoh lain dengan menyebutkan contoh yang benar dan yang salah, (4) Kemampuan menyajikan konsep sebagai bentuk representasi matematika:

kemampuan siswa menggambar grafik, membuat ekspresi matematis, menyusun cerita atau teks tertulis, (5) Kemampuan mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup dari suatu konsep: menuliskan syarat terbentuknya konsep, (6) Kemampuan menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu: Memilih prosedur dan menyelesikan soal dengan langkah-langkah yang tepat, (7) Kemampuan mengklasifikasikan konsep/ algoritma ke pemecahan masalah: menggunakan suatu konsep untuk memecahkan masalah.

B. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF 1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran perlu dipahami oleh guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Dalam penerapannya, model pembelajaran harus dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, tekanan utama yang berbeda-beda (Isjoni,2010:49).

Model adalah pola atau bentuk yang dijadikan sebagai acuan pelaksanaan (Nurhadi,2010:75). Miils berpendapat bahwa model adalah representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu (Suprijono,2009:45).

Menurut Kemp (dalam Rusman,2011:132) model pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai efektif dan efisien.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Rusman (2010: 134) menjelaskan pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran. Pembelajaran atau learning secara leksikal merupakan proses, cara, perbuatan mempelajari. Menurut Slavin (2007), pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok, membolehkan terjadinya pertukaran ide dalam suasana yang nyaman sesuai dengan falsafah konstruktivisme. Dengan demikian, pendidikan hendaknya mampu mengkondisikan, dan memberikan dorongan untuk mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta

(16)

(kreativitas), sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran.

Teori konstruktivisme ini lebih mengutamakan pada pembelajaran siswa yang dihadapkan pada masalah-masalah kompleks untuk dicari solusinya, selanjutnya menemukan bagianbagian yang lebih sederhana atau keterampilan yang diharapkan. Pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. Dalam model pembelajaran kooperatif, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikiran siswanya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri (Nurdyansyah&Fahyuni,2016:53).

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat hingga lima orang siswa dengan struktur kelompok bersifat heterogen. Konsep heterogen di sini adalah struktur kelompok yang memiliki perbedaan latar belakang kemampuan akademik, perbedaan jenis kelamin, perbedaan ras dan bahkan mungkin etnisitas.

Hal ini diterapkan untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya (Nurdyansyah&Fahyuni,2016:53).

Pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative learning karena mereka beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran cooperative learning dalam bentuk belajar kelompok. Walaupun sebenarnya tidak semua kelompok dikatakan cooperativie learning, seperti dijelaskan Abdulhak dalam Rusman (2010) bahwa “pembelajaran cooperative dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri”.

Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian

(17)

kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (Sanjaya 2006:239).

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asalasalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif pproses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa.Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya.

Pembelajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) lebih efektif dari pada pembelajaran oleh guru. Cooperative learning adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang. Belajar cooperative adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam memaksimalkan belajar nereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Johnson dan Hasan, 1996).

Menurut Rusman, setidaknya ada empat karakter yang menjadi ciri khas model pembelajaran kooperatif, yaitu :

1. Pembelajaran secara kelompok (team work)

2. Berdasar pada manajemen kooperatif memiliki tiga fungsi, yaitu:

a. Fungsi manajemen sebagai perencanaan b. Fungsi manajemen sebagai organisasi, c. Fungsi manajemen sebagai kontrol.

3. Kemauan bekerja sama dalam konteks pembelajaran kooperatif 4. Keterampilan bekerja sama.

Roger dan David Johnson (dalam Suprijono,2010) mengatakan tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur dasar dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan, yaitu sebagai berikut :

1. Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interdependence), prinsip ini meyakini bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Oleh karena itu, semua anggota kelompok akan merasakan saling ketergantungan.

2. Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability) keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh

(18)

karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam kelompok tersebut.

3. Interaksi Tatap Muka (Face To Face Promotive Interaction) dalam interaksi tatap muka siswa dalam kelompok berkesempatan untuk saling berdiskusi, saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain. Kegiatan interaksi ini akan membentuk sinergi yang menguntungkan bagi semua anggota kelompok.

4. Partisipasi dan Komuniksi (Interpersonal Skill), komunikasi antar anggota kelompok atau keterampilan sosial merupakan prinsip kegiatan peserta didik untuk saling mengenal dan mempercayai, saling berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung, dan menyelesaikan konflik secara konstruktif. Kontribusi terhadap keberhasilan dalam pembelajaran kooperatif memerlukan ketarampilan interpersonal dalam kelompok kecil. Oleh karena itu, diperlukan keterampilan-keterampilan seperti kepemimpinan, pengambilan keputusan, membangun kepercayaan, berkomunikasi, dan mengelola konflik harus diajarkan dengan tepat sebagai keterampilan akademis.

5. Evaluasi Proses Kelompok (Group Processing) evaluasi proses kelompok merupakan kegiatan penilaian atau mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Ada dua komponen pembelajaran kooperatif, yakni : (1) cooperative task atau kerja sama dan (2) cooperative incentive structure, atau struktur insentif kerja sama. Tugas kerja sama berkenaan dengan suatu hal yang menyebabkan anggota kelompok kerja sama dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan. Sedangkan struktur insentif kerja sama merupakan sesuatu hal yang membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif adanya upaya peningkatan prestasi belajar siswa (student achievement) dampak penyerta, yaitu sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain (Nurdyansyah&Fahyuni,2016:58).

Karakteristik pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan berikut.

1. Pembelajaran Secara Tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh

(19)

karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif Manajemen seperti yang telah kita pelajari pada bab sebelumnya mempuyai tiga fungsi, yaitu:

a. Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkahlangkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan, dan lain sebagainya.

b. Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif.

c. Fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan melalui bentuk tes maupun nontes.

3. Kemauan untuk Bekerja Sama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif.

Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.

4. Keterampilan Bekerja Sama Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Nurdyansyah&Fahyuni,2016:59-60).

Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut.

1. Penjelasan Materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.

2. Belajar Kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan maeri, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.

3. Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan

(20)

memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya, seperti dijelaskan Sanjaya (2006:247). “ Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompoknya.”

4. Pengakuan tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberi penghargaan atau hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi (Nurdyansyah&Fahyuni,2016:64-65).

C. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECKS

Model pembelajaran kooperatif tipe pair checks merupakan model pembelajaran berkelompok yang saling berpasangan yang dipopulerkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1990. Model ini menerapkan pembelajaran kooperatif yang menuntut kemandirian dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan.

Menurut Huda model ini juga melatih tanggung jawab sosial siswa, kerja sama, dan kemampuan memberi penilaian. Sedangkan Faiq mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe pair checks adalah modifikasi dari tipe think pairs share, dimana penekanan pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pembelajaran (Rejeki,2019: 76).

Model pembelajaran kooperatif tipe Memeriksa Berpasangan (Pair Checks) merupakan salah satu cara untuk mening-katkan pemahaman konsep matematika siswa dan membantu siswa yang pasif dalam kegiatan kelompok. Pada model ini siswa dibagi dalam pasangan-pasangan dan satu pasangan terdiri dari dua orang siswa. Karena hanya terdiri dari dua orang, pasangan ini akan belajar dengan lebih aktif dalam memecahkan masalah sehingga siswa menjadi lebih paham. Pembagian kelompok siswa secara berpasangan menunjukkan pencapaian yang jauh lebih besar dalam bidang ilmu pengetahuan daripada kelompok yang terdiri atas empat atau lima orang (Slavin, 2010). Model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks bertujuan untuk mendalami atau melatih materi yang telah dipelajarinya. Dalam model ini siswa bekerja berpasangan dan menerapkan susunan pengecekan berpasangan sehingga di- harapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan partisipasi siswa untuk menyumbangkan pemikiran mereka. Model ini juga memberikan banyak kesempatan

(21)

kepada siswa untuk berinteraksi menyampaikan ide-idenya, merefleksikan gagasan yang diberikan temannya dan berdiskusi menyamakan ide dengan pasangannya (Hadi&Kasum,2015:60).

Menurut Danasasmita model pembelajaran kooperatif tipe pair checks merupakan salah satu cara untuk membantu siswa yang pasif dalam kegiatan kelompok, mereka melakukan kerjasama secara berpasangan dan menerapkan susunan pengecekan berpasangan. Sedangkan menurut Herdian berpendapat bahwa model pembelajaran pair checks merupakan model pembelajaran dimana peserta didik saling berpasangan dan menyelesaikan persoalan yang diberikan. Menurut Slavin pembagian kelompok siswa secara berpasangan menunjukkan pencapaian yang jauh lebih besar dalam bidang ilmu pengetahuan dari pada kelompok yang terdiri atas empat atau lima orang. Begitu juga penelitian dari Pamukkale menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe pair checks dapat meningkatkan tingkat pemahaman siswa dalam kursus. Menurut Shoimin menyebutkan bahwa model pembelajaran ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menuangkan ide, pikiran, pengalaman, dan pendapatnya dengan benar (Rejeki,2019: 76).

Menurut Huda (2013), model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks ini menerapkan pembelajaran kooperatif yang menuntut kemandirian dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan. Model ini juga melatih tanggung jawab sosial siswa, kerjasama, dan kemampuan memberi penilaian. Langkah-langkah rinci penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Chekcs adalah sebagai berikut:

a. Guru menjelaskan konsep.

b. Siswa dibagi ke dalam beberapa tim. Setiap tim terdiri dari 4 orang. Dalam satu tim ada 2 pasangan. Setiap pasangan dalam satu tim dibebani masing-masing satu peran yang berbeda yaitu pelatih dan rekan.

c. Guru membagikan soal kepada rekan.

d. Rekan menjawab soal, dan pelatih bertugas mengecek jawabannya. Rekan yang menjawab satu soal dengan benar berhak mendapat satu kupon dari pelatih.

e. Pelatih dan rekan saling bertukar peran, pelatih menjadi rekan, dan rekan menjadi pelatih.

f. Guru membagikan soal kepada rekan.

g. Rekan menjawab soal, dan pelatih bertugas mengecek jawabannya. Rekan yang menjawab satu soal dengan benar berhak mendapat satu kupon dari pelatih.

h. Setiap pasangan kembali ke tim awal dan mencocokkan jawaban satu sama lain.

(22)

i. Guru membimbing dan memberikan arahan atas jawaban dari berbagai soal.

j. Setiap tim mengecek jawabannya.

k. Tim yang paling banyak mendapat kupon diberi hadiah oleh guru.

Menurut Shoimin (Rejeki,2019: 77) model pembelajaran kooperatif tipe pair checks mempunyai beberapa langkah-langkah yaitu:

a. Bagilah siswa di kelas ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 siswa.

b. Bagi lagi kelompok-kelompok siswa tersebut menjadi berpasang-pasang. Jadi, akan ada partner A dan partner B pada kedua pasangan.

c. Berilah setiap pasangan sebuah LKS untuk dikerjakan. LKS terdiri dari beberapa soal atau permasalahan (jumlahnya genap).

d. Berikutnya, berikan kesempatan pada partner A untuk mengerjaan soal nomor 1, sementara partner B mengamati, memberi motivasi, membimbing (bila diperlukan) partner A selama mengerjakan soal nomor 1.

e. Selanjutnya bertukar peran, partner B mengerjakan soal nomor 2, dan partner A mengamati, memberi motivasi, membimbing (bila diperlukan) partner B selama mengerjakan soal nomor 2.

f. Setelah 2 soal diselesaikan, pasangan tersebut mengecek hasil pekerjaan mereka berdua dengan pasangan lain yang satu kelompok dengan mereka.

g. Setiap kelompok yang memperoleh kesepakatan (kesamaan pendapat/cara memecahkan masalah/menyelesaikan soal), maka akan memperoleh poin yang diberikan oleh guru. Akan tetapi jika ada kelompok yang tidak menemukan kesepakatan maka guru dapat memberikan bimbingan kepada kelompok tersebut.

h. Langkah nomor 4, 5, dan 6 diulang lagi untuk menyelesaikan soal nomor 3 dan 4, demikian seterusnya sampai semua soal pada LKS selesai dikerjakan setiap kelompok.

Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks bila diterapkan pada model pembelajaran kooperatif, yaitu:

1. Meningkatkan kerjasama antar siswa.

2. Adanya tutor sebaya.

3. Meningkatkan pemahaman atas konsep dan/atau proses pembelajaran.

4. Melatih siswa berkomunikasi dengan baik dengan teman sebangkunya (Hadi&Kasum,2015:61).

Kekurangan yang dapat muncul dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks ini pada model pembelajaran kooperatif di kelas:

(23)

1. Membutuhkan waktu yang benar-benar memadai.

2. Membutuhkan kesiapan siswa untuk menjadi pelatih dan partner yang jujur dan memahami soal dengan baik (Hadi&Kasum,2015:61).

(24)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (kuasi eksperimen). Kuasi eksperimen didefinisikan sebagai eksperimen yang memiliki perlakuan, pengukuran dampak, unit eksperimen namun tidak menggunakan penugasan acak untuk menciptakan perbandingan dalam rangka menyimpulkan perubahan yang disebabkan perlakuan (Cook

& Campbell, 1979).

Penelitian eksperimental semu digunakan untuk mengungkap hubungan antara dua variabel atau lebih untuk mencari pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya, dimana peneliti dengan sengaja dan secara sistematis mengadakan perlakuan (manipulasi) terhadap suatu variabel, kemudian mengamati konsekuensi perlakuan pada variabel lain (Nana Sudjana, 1989:19). Dalam penelitian ini, peneliti akan menginterprestasikan hasil data yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks di Kelas X TPM 4 dibandingkan dengan penerapan pembelajaran dengan model konvensional di Kelas X TPM 1 SMK PGRI 2 Jombang.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Sukardi (2008:53) populasi pada prinsipnya adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama-sama dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian. Secara spesifik, populasi merupakan keseluruhan obyek penelitian (Arikunto, 2010 : 173).

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X TPM SMK PGRI 2 Jombang.

Jumlah populasi dalam penelitian ini ada 4 kelas dengan jumlah siswa masing-masing kelas 38 orang. Jadi total jumlah populasi adalah 152 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data (Sukardi, 2008:54). Artinya, syarat sampel adalah sampel harus diambil dari bagian populasi. Menurut Sukardi, (2008:54) syarat yang paling penting untuk diperhatikan dalam mengambil sampel ada dua macam, yaitu jumlah sampel yang mencukupi dan profil sampel yang dipilih harus mewakili. Dalam penelitian ini, yang menjadi sampel adalah siswa kelas X TPM 1 dan X TPM 4. Siswa kelas X TPM 4 sebagai kelas

(25)

eksperimen, yang akan diterapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Pair Checks pada proses pembelajarannnya, sedangkan siswa kelas X TPM 1 sebagai kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu dilaksanakan penelitian ini adalah pada minggu pertama dan ke dua bulan Mei 2022. Sedangkan tempat dilaksanakannya penelitian adalah di SMK PGRI 2 Jombang pada kelas X TPM 1 dan X TPM 4.

D. Variabel Penelitian

Variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan (Sumadi Suryabrata, 2006:25). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel perlakuan yang sengaja dimanipulasi untuk diketahui intensitasnya terhadap variabel terikat. Dengan kata lain, varibel bebas yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks pada pokok bahasan pola bilangan.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada pokok bahasan pola bilangan.

E. Instrumen Penelitian a. Lembar Observasi

Lembar observasi adalah instrumen penelitian yang lebih banyak menggunakan salah satu dari panca inderanya yaitu penglihatan untuk mengambil data yang berupa kondisi atau fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja responden dalam situasi alami pada saat penelitian berlangsung (Sukardi,2003:78-79).

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung menggunakan lembar observasi dengan melakukan pengamatan dan pencatatan mengenai pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Pair Checks, serta perilaku dan aktivitas yang ditunjukkan selama proses pembelajaran berlangsung tanpa mengganggu proses pembelajaran.

b. Tes Kemampuan Matematika

Tes ini digunakan untuk mendapatkan subjek penelitian yang memiliki tingkat kemampuan matematika yang sama. Subjek dikatakan mempunyai kemampuan

(26)

matematika yang sama/setara, jika perbedaan hasil tes kurang dari 5 dengan skor maksimal 100. Tes yang akan diajukan terdiri dari 10 soal dalam bentuk pilihan ganda. Soal yang diberikan kepada subjek penelitian merupakan soal-soal ujian nasional dengan materi prasyarat mengenai jenis bilangan dan operasi bilangan.

Sebelum soal diberikan, soal sudah divalidasi oleh validator.

c. Tes pemahaman konsep matematika

Tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep siswa dalam memecahkan masalah matematika khususnya soal pola bilangan. Soal yang akan diberikan pada subjek penelitian merupakan soal-soal yang berhubungan dengan pemecahan masalah matematika. Sebelum soal diberikan, soal sudah divalidasi oleh validator serta melalui uji keterbacaan oleh guru dan subjek yang sederajat. Untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep siswa, diperlukan rubrik yang dapat menilai bagaimana kemampuan subjek. Dalam masing-masing tahap terdiri dari enam indikator dengan skor yang telah ditentukan. Rubrik dalam penelitian ini mengacu kepada pedoman penskoran yang diadaptasi dari Hadi dan Kasum (2015,62-63) seperti Tabel 3.1 berikut ini :

TABEL 3.1 RUBRIK PENSKORAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA

No Indikator Pemahaman Konsep

Keterangan Skor

1 Menyatakan ulang sebuah

konsep Jawaban kosong 0

Tidak dapat menyatakan ulang konsep 1 Dapat menyatakan ulang konsep tetapi masih

banyak kesalahan 2

Dapat menyatakan ulang konsep tetapi belum

tepat 3

Dapat menyatakan ulang konsep dengan tepat 4 2 Memberi contoh dan non

contoh dari konsep

Jawaban kosong 0

Tidak dapat memberikan contoh dan bukan

contoh 1

Dapat memberikan contoh dan bukan contoh tetapi masih banyak kesalahan

2 Dapat memberikan contoh dan bukan contoh tetapi belum tepat

3 Dapat memberikan contoh dan bukan contoh dengan tepat

4 3 Mengklasifikasi objek

menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

Jawaban kosong 0

Tidak dapat mengklasifikasikan objek sesuai

dengan konsepnya 1

(27)

No Indikator Pemahaman

Konsep Keterangan Skor

Dapat menyebutkan sifat-sifat sesuai dengan konsepnya tetapi masih banyak kesalahan 2 Dapat menyebutkan sifat-sifat sesuai dengan konsepnya tetapi belum tepat

3 Dapat menyebutkan sifat-sifat sesuai dengan konsepnya dengan tepat

4 4 Menyajikan konsep dalam

bentuk representasi matematis

Jawaban kosong 0

Dapat menyajikan sebuah konsep dalam bentuk representasi matematika (gambar) tetapi belum tepat dan tidak menggunakan penggaris

1

Dapat menyajikan sebuah konsep dalam bentuk representasi matematika (gambar) tetapi belum tepat

2

Dapat menyajikan sebuah konsep dalam bentuk representasi matematika (gambar) tetapi tidak menggunakan penggaris

3

Dapat menyajikan sebuah konsep dalam bentuk representasi matematika (gambar)

4 5 Mengembangkan syarat

perlu dan syarat cukup dari suatu konsep

Jawaban kosong 0

Tidak dapat mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup dari suatu konsep

1 Dapat mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup dari suatu konsep tetapi masih banyak kesalahan

2

Dapat mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup dari suatu konsep tetapi belum tepat

3 Dapat mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup dari suatu konsep dengan tepat 4 6 Menggunakan,

memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu

Jawaban kosong 0

Tidak dapat menggunakan memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi

1 Dapat menggunakan memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tetapi masih banyak kesalahan

2

Dapat menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tetapi belum tepat

3

Dapat menggunakan memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi dengan tepat

4

Adapun cara perhitungan nilai akhir adalah sebagai berikut : Nilai akhir=skor perolehan

skor maksimal ×100

(28)

Data yang diperoleh merupakan nilai kognitif hasil pemahaman konsep matematika yang berupa nilai kemampuan awal dan nilai evaluasi akhir program pembelajaran yang dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Kualifikasi hasil pemahaman konsep yang dicapai oleh siswa dapat diketahui melalui nilai rata-rata yang dirumuskan dengan

´x=

i=1 n

fi. xt

i=1 n

fi

(Sudjana,2005) Keterangan :

´x : Nilai rata-rata (Mean)

i=1 n

fi. xt : Jumlah hasil perkalian masing-masing data dengan frekuensi

i=1 n

fi : Jumlah data

Selanjutnya nilai rata-rata pemahaman konsep tersebut diinterpretasikan dengan menggunakan tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Rata-Rata

No Nilai Kriteria

1 ≥ 95,00 Istimewa

2 80,00 –

94,99

Amat baik

3 65,00 –

79,99

Baik

4 55,00 –

64,99 Cukup

5 40,00 –

54,99 Kurang

6 ¿40,00 Amat kurang

(Adaptasi dari Dinas Pendidikan Provinsi Kalsel, 2004) Nilai kemampuan pemahaman konsep yang diperoleh dari perhitungan kemudian dikualifikasikan sesuai dengan tabel 3.3 di bawah ini

Tabel 3.3 Kualifikasi Pemahaman Konsep Matematika Siswa

No Nilai Kualifikasi

1 81 – 100 Sangat tinggi

2 61 – 80,99 Tinggi

3 41 – 60,99 Cukup

4 21 – 40,99 Rendah

5 0 – 20,99 Sangat Rendah

Arikunto (2013)

(29)

Nilai pemahaman konsep dianalisis menggunakan uji beda, yang mana sebelumnya dilakukan uji pendahuluan berupa uji normalitas dan uji homogenitas.

Data yang berdistribusi normal dianalisis menggunakan uji t, sementara itu data yang tidak berdistribusi normal dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang penting dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Untuk memperoleh data tentang representasi siswa dalam pemecahan masalah matematika, peneliti menggunakan tiga cara sebagai berikut:

1. Tes

Pemberian tes kemampuan matematika ini akan menghasilkan data tertulis yang akan menentukan subjek penelitian yang diambil. Tes yang diberikan ini berupa soal- soal materi prasyarat yang terdiri dari 10 soal pilihan ganda yang telah disiapkan oleh peneliti. Sementara itu, pemberian tes pemecahan masalah ini akan menghasilkan data tertulis yang diberikan kepada subjek penelitian. Soal-soal yang diberikan dalam tes ini adalah soal-soal pemahaman konsep matematika yang telah dipersiapkan oleh peneliti. Pemberian tes ini lebih difokuskan pada kemampuan pemahaman konsep matematika.

2. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukaan melalui sesuatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau prilaku objek sasaran.Dalam penelitian ini, observer akan mengamati kemapuan matematis setiap siswa, pada setiap pertemuan dan menilainya dengan mengisi lembar pengamatan selama proses pembelajaran matematika berlangsung, baik di kelas kontrol maupun kelas eksperimen.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Dari data yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan analisis data dengan tahap-tahap berikut:

1. Memilih alternatif pengujian hipotesis

(30)

2. Menentukan Polulasi

3. Mengambil sampel dan dibagi dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

4. Mengumpulkan data nilai tes kemampuan prasyarat dari dua kelompok sampel.

5. Mengumpulkan data nilai tes hasil belajar siswa dari dua kelompok sampel.

6. Menghitung rata-rata ( ´x ) dan simpangan baku (s) dari kedua sampel 7. Menguji Homogenitas data

8. Menguji hipotesis dengan t-test.

9. Membandingkan nilai t hitung dengan nilai tabel (harga kritik).

10. Membuat kesimpulan

(31)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pemahaman konsep matematika siswa SMK di kelas X Teknik Mesin (TM) dalam pembelajaran matematika materi pola bilangan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe pair check, pemahaman konsep matematika siswa SMK di kelas X Teknik Pemesinan (TPM) dalam pembelajaran matematika materi pola bilangan dengan menggunakan model pembelajaran kovensional, dan mengetahui perbandingan pemahaman konsep matematika siswa dalam pembelajaran matematika materi pola bilangan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe pair check dan model pembelajaran konvensional. Hasil evaluasi pemahaman konsep matematika siswa pada kelas eksperimen ditunjukkan pada tabel 4.1 berikut yang diukur berdasarkan kualifikasi pemahaman konsep matematika siswa pada tabel 3.2

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas X TPM 4 (Kelas Eksperimen)

No Nilai Frekuensi Prosentase (%) Kriteria

1 ≥ 95,00 7 20 Istimewa

2 80,00 –

94,99

23 65,71 Amat baik

3 65,00 –

79,99

5 14,29 Baik

4 55,00 –

64,99

0 0 Cukup

5 40,00 –

54,99

0 0 Kurang

6 ¿40,00 0 0 Amat kurang

JUMLAH 35 100

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa frekuensi pemahaman konsep matematika siswa pada kelas eksperimen yang tertinggi berada pada kualifikasi amat baik. Rata-rata nilai pemahaman konsep matematika siswa pada kelas eksperimen adalah 85,12% dan termasuk dalam kualifikasi amat baik. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaan pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks pada pembelajaran matematika, kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Dimana guru dapat lebih banyak melibatkan siswa karena pembelajaran

(32)

tersebut me-nuntut keaktifan siswa dan berfokus pada kegiatan siswa yang bekerja secara ber-pasangan sesuai dengan perannya masing-masing. Saat proses pembelajaran di kelas eksperimen, siswa belajar dengan lebih leluasa untuk berpendapat serta menggali potensinya.

Hal ini dikembangkan melalui pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks yang di dalamnya terdapat sintak bertukar peran untuk memecahkan permasalahan serta memeriksa pemecahan masalah tersebut. Keberhasilan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks didukung pula oleh beberapa kelebihan yang dimiliki model pembelajaran tersebut yaitu dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa karena dalam proses belajar dipandu melalui bantuan tutor sebaya.

Sementara hasil evaluasi pemahaman konsep matematika siswa pada kelas kontrol ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut yang diukur berdasarkan pemahaman konsep matematika siswa pada tabel 3.2.

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas X TPM 1 (Kelas Kontrol)

No Nilai Frekuensi Prosentase (%) Kriteria

1 ≥ 95,00 0 0 Istimewa

2 80,00 –

94,99

7 20 Amat baik

3 65,00 –

79,99

22 62,86 Baik

4 55,00 –

64,99

4 11,42 Cukup

5 40,00 –

54,99

1 2,86 Kurang

6 ¿40,00 1 2,86 Amat kurang

JUMLAH 35 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa frekuensi pemahaman konsep matematika siswa pada kelas kontrol yang tertinggi berada pada kualifikasi baik. Rata-rata nilai pemahaman konsep matematika siswa pada kelas kontrol adalah 72,5% dan termasuk dalam kualifikasi baik. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaan pembelajaran kegiatan belajar mengajar menggunakan pembelajaran konvensional berjalan dengan baik sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Namun, guru lebih banyak menjelaskan sedangkan siswa lebih banyak mendengarkan dan membuat catatan dari penjelasan yang disampaikan guru.

Sehingga, peran guru dalam pembelajaran lebih banyak dan hanya beberapa orang siswa

(33)

yang terlihat aktif dalam kegiatan pem-belajaran. Pada saat guru menjelaskan materi, hanya sebagian siswa yang memperhatikan, ini disebabkan siswa malas dan jenuh dengan model pembelajaran itu saja tanpa ada variasi dalam pembelajaran tersebut. Peran tutor sebaya juga sangat kurang, sehingga dalam pembelajaran konvensional sangat minim interaksi, terutama interaksi antar siswa. Hal ini mengakibatkan guru sukar mengetahui sampai dimana siswa telah memahami materi yang disampaikan.

Hasil evaluasi pemahaman konsep matematika siswa untuk tiap indikator pema- haman konsep pada kelas eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada tabel 4.3.

Pemahaman konsep matematika siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat diketahui bahwa rata-rata dari persentase tiap indikator pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol, yaitu 85,12% dan berada pada kualifikasi sangat tinggi sedangkan kelas kontrol mencapai 75,2% dan berada pada kualifikasi tinggi. Dilihat dari persentase pencapaian siswa dari tiap indikator pemahaman konsep, ternyata persentase pencapaian semua indikator di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

Tabel 4.3

Persentase Pencapaian dari Setiap Indikator Pemahaman Konsep Matematika Siswa Pada Kelas Eksperimen dan Kontrol

NO Indikator Pemahaman Konsep

Prosentase Pencapaian Kelas

Eksperimen (%)

Prosentase Pencapaian Kelas

Kontrol (%)

1 Menyatakan ulang sebuah konsep 92,14 91,43

2 Memberi contoh dan non contoh dari konsep

90,71 75,71

3 Mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

65,71 48,57

4 Menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis

70,71 48,57

5 Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup dari suatu konsep

93,57 86,43

6 Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu

97,86 84,29

RATA - RATA 85,12 75,2

(34)

Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan uji t dengan tingkat signifikansi 5%, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata pemahaman konsep matematika yang signifikan antara siswa yang menerap-kan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks dan siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional. Hal ini disebab-kan karena pada model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks siswa memiliki kebebasan dalam berekspresi, mulai dari mengemukakan pendapat kepada guru dan teman, mengerjakan latihan hingga mampu bersosialisasi dalam pasangan dan timnya masing-masing sehingga menimbulkan se-mangat lebih tinggi dalam memperhatikan dan merespon penjelasan guru dibandingkan dengan siswa pada pembelajaran konven-sional. Sejalan dengan pendapat Van De Walle (2008) bahwa interaksi siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks dapat mempengaruhi pemahaman konsep matematika siswa karena interaksi yang banyak di dalam kelas tersebut akan meningkatkan peluang terjadinya berpikir reflektif yang produktif.

(35)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Simpulan yang dipaparkan ini berdasarkan hasil penelitian yang disesuaikan dengan rumusan masalah, maka dapat diambil simpulan bahwa

1. Pemahaman konsep matematika siswa SMK PGRI 2 Jombang dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks berada pada kualifikasi sangat tinggi dengan rata-rata 85,12%.

2. Pemahaman konsep matematika siswa SMK PGRI 2 Jombang dengan menerapkan model pembelajaran konvensional berada pada kualifikasi tinggi dengan rata-rata 75,2%.

3. Terdapat perbedaan rata-rata pemahaman konsep matematika yang signifikan antara siswa yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks dan siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional.

B. Saran

Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Checks dapat memotivasi siswa untuk lebih aktif sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa dan menjadikannya sebagai motivasi untuk belajar matematika. Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari penelitian ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan untuk perbaikan penulisan berikutnya.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, Bansu I. 2016. Komunikasi Matematik, Strategi Berpikir Dan Manajemen Belajar:

Konsep Dan Aplikasi. Banda Aceh: PeNA.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.

Churchill, Daniel. 2017. Digital Resources for Learning. Singapore: Springer Nature Singapore Pte Ltd.

Depdikbud. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Berita Negara Republik Indonesia. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta

Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Dasar.

Jakarta: Depdiknas.

Englund, Claire, Anders D. Olofsson, and Linda Price. 2017. ―Teaching with Technology in Higher Education: Understanding Conceptual Change and Development in Practice.‖

Higher Education Research and Development. Vol. 36(1), pp: 73–87.

Faye, Jan. 2014. The Nature of Scientific Thinking The Nature of Scientific Thinking: On Interpretation, Explanation, and Understanding Jan. New York: Palgrave Macmillan.

Fichte, J G. 2015. Lectures on the Theory of Ethics (1812). New York: State University of New York Press.

Garvis, Susanne, and Eva Nislev. 2017. ―Mathematics with Infants and Toddlers.‖ In Engaging Families Educators Mathematics as Children’s First: International Perspectives, eds. Ann Gervasoni, Sivanes Phillipson, and Peter Sullivan. Singapore:

Springer Nature, 33–46.

Hadi,S., & Kasum,U.M.2015.Pemahaman Konsep Siswa SMP melalui Penerapan Model Pembelajaran Tipe Memeriksa Berpasangan (Pair Checks). EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 3, Nomor 1, April 2015, hlm 59 – 66

Huda, M. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

(37)

Isjoni.2010. Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok.Bandung :Alfabeta Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (2001). Adding it up: Helping children learn

mathematics. Mathematics Learning Study Committee, Center for Education, Division of Behavioral and Social Sciences and Education, National Research Council. Washington, DC: National Academy Press.

Nachowitz, Marc. 2019. ―Intent and Enactment: Writing in Mathematics for Conceptual Understanding.‖ Investigations in Mathematics Learning. Vol 11(4), pp: 245–57.

Nurdyansyah, & Fahyuni,F.E.2016. Inovasi Pembelajaran Sesuai Kurikulum 2013.Sidoarjo:

Nizamia Learning Center.

Nurhadi.2010. Menciptakan Pembelajaran IPS Efektif dan Menyenangkan.Jakarta: Multi Kreasi Satu delapan

Rasila, Antti, Jarmo Malinen, and Hannu Tiitu. 2015. ―On Automatic Assessment and Conceptual Understanding.‖ Teaching Mathematics and its Application. Vol 34(3), pp: 149–59.

Rejeki, S.E.2019. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair Checks di SMA Negeri Sibangun. JURNAL MathEdu (Mathematic Education Journal). Vol. 2 . No. 1 Maret 2019. Hal. 75 – 81

Rusman.2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme guru.Jakarta:

Rajawali Pers

Sanjaya, Wina. (2006). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Jakarta: Prenada Media Group.

Santrock, John. 2011. Educational Psychology. 5th ed. New York: McGraw-Hill.

Slavin, R.E.2010. Cooperative Learning:Applying Contact Theory in Desegrated Schools.Jurnal of Social Issues.Vol.41 Issue 3: 45-62.

Stern, Julie, Nathalie Lauriault, and Krisrta Ferraro. 2018. Tools for Teaching Conceptual Understanding, Elementary. California: Corwin: A SAGE Publishing Company.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito, Bandung.

(38)

Sukardi, 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetisi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Suprijono, Agus.2009.Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Towe, Marta M. 2021.Analisis Pemahaman Konsep Siswa dengan Problem Based Learning (PBL) pada Materi Luas Permukaan Balok. ASIMTOT: Jurnal Pendidikan Matematika. Volume 3 Nomor 2, Juni – November 2021, halaman 113 – 124.

Van de Walle, J. A. 2008. Pengembangan Pengajaran Sekolah Dasar dan Menengah Matematika. Erlangga, Jakarta.

(39)

SOAL KARTU SOAL

1, 3, 5, 7, 9,…...,…….,…….. 2, 5, 8, 11, 14,…...,…….,……..

1, 4, 7, 10, 13,…...,…….,…….. 2, 6, 10, 14, 18,…...,…..,…….

1, 5, 9, 13, 17,…...,…….,…….. 0, 2, 4, 6, 8, 10,……,…..,…..

2, 4, 6, 8, 10,…...,…….,…….. 3, 5, 7, 9, 11, 13,……,……,…..

-5, -3, -1, 1,…..,…….,…… 9, 7, 5, 3, 1,…….,…….,……

-7, -5, -3, -1, 1,……,…….,…… -5, -7, -9, -11,……,……,……

-11, -9, -7, -5,…..,…..,……. -6, -9, -12, -15,…..,…..,…..

-15, -13, -11, -9,……,……,…... -3, 1, 5, 9,……,…….,…….

1, 2, 4, 8, 16,…..,……,…… -1, -2, -4, -8,……,……,……

1, 3, 9, 27,…….,……,……. -1, -3, -9, -27,…..,…….,…….

2, 4, 8, 16, 32,……,…….,…… 3, 6, 12, 24,…..,…..,……

2, 6, 18, 54,……,……..,……. 3, 9, 27, 81,….,……

(40)

64, 32, 16, 8,…..,…..,……. 1024, 256, 64, 16,…..,……

128, 64, 32, 16,…..,……,….. 256, 64, 16, 4,…..,……

352, 176, 88, 44,…..,…… 256, 128, 64, 32,…..,…..,…..

243, 81, 27, 9,……,…….,…… 512, 256, 128, 64,……,……,…..

1, 1, 2, 3, 5, 8, 13,…..,…..,…… 2, 7, 9, 16, 25, 41,…..,……,……

2, 2, 4, 6, 10, 16,…..,…..,…… 2, 3, 5, 8, 13,……,……,……

3, 3, 6, 9, 15, 24,…..,……,….. 3, 6, 9, 15, 24, 39,…..,……,…..

3, 5, 8, 13, 21, 34,……,…..,…… 1, 3, 4, 7, 11, 18,…..,……,……

1, 2, 4, 7, 11,…..,…….,…… 2, 5, 9, 14, 20,……,…….,…….

2, 3, 5, 8, 12,…...,……,…… 3, 6, 10, 15, 21,…….,…….,……

3, 4, 6, 9, 13,…..,…..,…… 4, 5, 7, 10, 14,…...,……,……

4, 6, 9, 13, 18,…..,……,…… 5, 6, 8, 11, 15,…...,…….,……

100, 2, 90, 4, 80, 6,……,…..,…… 90, 2, 85, 4, 80, 6,……,……,…….

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendeskripsikan implementasi Strategi Pembelajaran Interaksi Sosial sebagai upaya untuk meningkatkan Prestasi Belajar Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pada

Pada hari ini, Jumat tanggal 15 Januari 2OL5, saya yang dengan Keputusan Rektor Universitas Negeri Malang Nomor t4.L.32lUN32lKP/20L5 tanggal 14 Januari z}l,s,

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui unsur kimia penyusun baja tahan karat, fasa penyusun pada struktur mikro, kekerasan material dan harga impact pada baja tahan

Perkembangan permukiman Kampung Assegaf yang awalnya memusat dengan pola permukiman bentuk memanjang pada garis sungai kemudian berkembang menyebar dengan bentuk memanjang

Berdasarkan penelitian, penulis menyarankan kepada puskesmas kaliwungu selatan yaitu Peningkatan peran kader dengan memberikan penyuluhan kepada kader tentang faktor

I thought of Miss Callie and her blood pressure. I knew she was reading the Bible and maybe this was calming her. I had called Esau early that morning. He was very upset that she

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis kesalahan yang dialami siswa sangat terkait dengan kemampuan mengidentifikasi besaran satuan, kemampuan menggambarkan diagram