1 1.1 Latar Belakang Masalah
Kehadiran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pembelajaran merupakan tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan, khususnya tekhnologi pembelajaran dewasa ini. Tuntutan dalam menjawab globalisasi pendidikan telah hadir di depan mata. Berbagai perangkat komputer beserta koneksinya dapat menghantarkan peserta didik belajar secara cepat dan akurat apabila dimanfaatkan secara benar dan tepat. Untuk itu, dibutuhkan sumber daya manusia yang tanggap terhadap perkembangan TIK (Sutrisno, 2011:03).
Menurut Friedman dalam Sutrisno (2011:09) dalam memasuki abad ke-21, bisnis digital diberbagai sektor mulai marak dibanyak negara. Keadaan ini menyebabkan pergeseran paradigma pembelajaran harus dihadapi untuk mempersiapkan pendidikan menyongsong era global. Dalam hal ini, salah satu keterampilan abad ke-21 menurut terjadinya perubahan evolusi berpikir. Setiap siswa di abad ini, diharapkan memiliki keterampilan berfikir yaitu bagaimana berpikir kritis, mencari solusi, kreatif, berinovasi, komunikasi, kolaborasi, serta memiliki keterampilan informasi dan media (ICT literacy).
Pembelajaran dalam jaringan atau daring (online) adalah bagian dari pendidikan jarak jauh yang secara spesifik menggabungkan teknologi elektronika dan teknologi berbasis internet. Pembelajaran ini diterapkan pada masa pandemi sebab pembelajaran tak mungkin dilakukan secara tatap muka. Walaupun pembelajaran dilaksanakan secara jarak jauh atau daring, keterampilan berpikir
serta pemahaman konsep peserta didik dalam belajar tetap menjadi perhatian lebih bagi guru.
Berdasarkan observasi pembelajaran yang telah dilakukan di SMPN 6 Muaro Jambi pada bulan Juni 2021, terdapat beberapa permasalahan pada proses pembelajaran IPA kelas VII yang sedang berlangsung, yaitu peserta didik masih pasif ketika mencoba memecahkan masalah, peserta didik kurang antusias ketika mengerjakan LKPD, peserta didik kurang tekun dalam mengerjakan tugas, kurang terasahnya keterampilan berpikir kritis peserta didik, serta masih banyak peserta didik yang keliru terhadap pemahaman konsep materi, dan penggunaan LKPD menggunakan aplikasi liveworksheet masih belum pernah digunakan.
Pembelajaran yang dilakukan selama daring yaitu peserta didik diarahkan melalui google meet atau via whatsapp, menyimak penjelasan guru, mengerjakan tugas yang dibagikan melalui google classroom, lalu peserta didik mengerjakan LKPD pada buku tugas, serta mengerjakan evaluasi. Peserta didik tidak diberi kesempatan untuk berpikir, mencari solusi, serta memecahkan sendiri materi yang meraka kerjakan, tetapi hanya diberikan penungasan tanpa umpan balik yang berasal dari peserta didik. Hal ini berdampak pada rendahnya keterlibatan serta kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran.
Melihat masalah yang telah dipaparkan diatas, disimpulkan bahwa proses pembelajaran IPA pada kelas VII SMPN 6 Muaro Jambi selama daring masih belum berjalan efektif. Hal tersebut dikarenakan masih banyak peserta didik yang mendapatkan sajian berasal dari guru tanpa meminta peserta didik berpikir serta memecahkan masalah tersebut sebagai akibatnya menyebabkan peserta didik menjadi pasif. Kurangnya keterampilan berpikir kritis peserta didik tidak terlepas
dari kegiatan yang didapatkan peserta didik selama proses pembelajaran. Pada dasarnya berpikir kritis mengandung dua aspek yaitu aspek kecenderungan (disposition) dan keterampilan (ability). Hal ini diungkapkan oleh Facione dalam Prasadi (2020), yang menyatakan bahwa aspek kecenderungan menunjukkan keinginan untuk menyelesaikan masalah, sedangkan aspek keterampilan menunjukkan kecakapan seseorang dalam menyelesaikan masalah. Aspek kecenderungan menunjukkan afektif, sedangkan aspek keterampilan menunjukkan psikomotor. Kedua aspek tersebut memiliki hubungan yang sangat erat.
Sementara itu, Johnson dalam Prasadi (2020), juga mengatakan bahwa berpikir kritis merupakan sebuah proses sistematis, terarah, dan jelas yang digunakan untuk membentuk dan membangun perkembangan kepercayaan dan mengambil tindakan untuk berpendapat dengan cara terorganisasi dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian.
Selain itu, pemahaman materi peserta didik juga sangat perlu diperhatikan.
Dalam proses pembelajaran, masing-masing peserta didik bisa saja memiliki konstruksi pengetahuan yang berbeda terhadap sesuatu yang dilihatnya. Karena setiap peserta didik memiliki pemahaman dan pengalaman yang berbeda satu sama lain. Hal ini dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara konsepsi peserta didik dengan konsep ilimiah (Wardana & Maison, 2019:2). Ketidaksesuaian antara pemahaman konsepsi peserta didik dan konsepsi ilmiah yang sering dimiliki ilmuwan sering disebut dengan miskonsepsi. Miskonsepsi peserta didik yang banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan hal ini sering tidak disadari oleh peserta didik, misalnya “kalor dapat mengalir jika ada perbedaan jumlah
kalor”, ini jelas keliru, konsepsi yang benar adalah kalor dapat berpindah jika ada perbedaan temperatur. Contoh lainnya, “jika suatu zat dibagi menjadi beberapa bagian, maka temperatur zat berbeda-beda tergantung ukuran masing-masing bagian”, konsepsi ini juga keliru karena zat yang dibagi temperaturnya tetap jika tidak ada kalor yang hilang. Miskonsepsi ini dapat berdampak pada penurunan hasil belajar peserta didik.
Untuk itu guru perlu menggunakan model serta teknik pembelajaran yang tepat sehingga dapat membantu menghilangkan pembelajaran yang pasif serta meningkatkan pemahaman konsep peserta didik. Model pembelajaran yang tepat di waktu ini terlebih pada kurikulum 2013 ialah model pembelajaran berbasis Problem Base Learning (PBL). Menurut Tan dalam Apriani (2020: 12) PBL
merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBL kemampuan berpikir siswa benar-benar dioptimalisasikan melalui proses kerja secara berkelompok yang sistematis, sehingga siswa dapat mengasah, memberdayakan, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Di dalam PBL pusat pembelajaran adalah siswa (student-centered), sementara guru berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk secara aktif menyelesaikan masalah dan membangun pengetahuannya secara berpasangan ataupun berkelompok (kolaborasi antar siswa). Model PBL dapat mereduksi miskonsepsi siswa dengan cara memberikan suatu masalah yang berkaitan erat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya pada materi suhu dan kalor sehingga masalah-masalah tersebut dapat berimplikasi pada terbentuknya keterampilan berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah sekaligus mengkonstruksi pengetahuan baru.
Model pembelajaran PBL terdiri dari 5 langkah pokok pembelajaran yaitu, (1) orientasi terhadap masalah, (2) pengorganisasian peserta didik untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan baik secara individu maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Sanjaya (2006: 220) menyebutkan keunggulan PBL antara lain: 1) PBL merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami pelajaran; 2) PBL dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa; 3) PBL dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran; 4) melalui PBL bisa memperlihatkan kepada siswa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekadar belajar dari guru atau buku saja; 5) PBL dianggap lebih menyenangkan dan miliki dalam dunia nyata; 8) PBL dapat mengembangkan minat siswa untuk belajar secara terus-menerus sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Supaya pembelajaran dapat berjalan lebih efektif, maka digunakan lembar kerja peserta didik (LKPD) agar dalam memecahkan masalah, langkah- langkahnya dapat lebih terorganisir. Pada Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar yang disusun oleh Diknas dalam Prastowo (2012), lembar kerja peserta didik (student worksheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk atau langkah- langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. LKPD yang disusun dapat dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang akan dihadapi. Instruksi dan langkah kegiatan yang diberikan harus jelas
kompetensi dasar apa yang akan dicapai. Pada masa pengintegrasian TIK seperti sekarang, LKPD kemudian tidak hanya berbentuk konvensional tetapi juga berbentuk elektronik.
Aplikasi liveworkheet adalah sebuah aplikasi yang disediakan gratis oleh mesin pencari Google. Aplikasi ini memungkinkan guru mengubah lembar kerja tradisional yang dapat dicetak (dokumen, pdf, jpg, atau PNG) menjadi latihan online interaktif sekaligus otomatis mengoreksi. Siswa dapat mengerjakan lembar kerja secara online dan mengirimkan jawaban mereka kepada guru juga secara online. Kelebihan aplikasi ini baik untuk siswa karena interaktif dan memotivasi,
dan bagi guru aplikasi ini dapat menghemat waktu dan untuk menghemat kertas.
Walaupun E-LKPD berbantuan liveworkheet ini sangat mendukung dalam proses pembelajaran online, tetapi juga dapat disajikan dalam proses pembelajaran offline. E-LKPD berbantuan liveworkheet ini menjadi salah satu pilihan guru dalam memilih tekhnik pembelajaran dan mampu memotivasi siswa dalam belajar. Sesuai dengan penelitian dari (Putra & Ekasari, 2018) yang menjelaskan keunggulan LKPD yang dilengkapi dengan gambar yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan sesuai dengan konsep yang dipelajari, sehingga peserta didik termotivasi untuk menilai kebenaran dari hasil analisis gambar fenomena yang ditemukan. Sejalan dengan penelitian Mispa (2022) penggunaan e-LKPD berbasis liveworksheet dapat membantu peserta didik lebih memahami konsep yang dipelajari berdasarkan dari pengalaman secara langsung baik itu melalui wacana, gambar maupun video.
Penelitian yang dilakukan oleh Regita Dwi Yanti (2020) berhasil mengembangkan lembar kerja peserta didik elektronik (e-LKPD) berbasis
problem based learning pada materi pesawat sederhana di sekolah menengah
pertama yang valid dan praktis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk kevalidan lembar kerja peserta didik termasuk dalam kategori sangat valid dengan nilai validasi isi sebesar 4,42, validasi Bahasa sebesar 4,50 dan validasi desain sebesar 4,91. Pada tahap one to one evaluation termasuk dalam kategori sangat praktis dengan persentase dari rata-rata skor sebesar 83,69%. Pada tahap small group evaluation termasuk dalam kategori sangat praktis dengan persentase dari rata-rata skor sebesar 92,09%. Dengan demikian, produk lembar kerja peserta didik elektronik (e-LKPD) berbasis problem based learning pada materi pesawat sederhana di sekolah menengah pertama yang telah dikembangkan telah valid dan praktis.
Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk mengimplementasikan LKPD yang dikembangkan pada pembelajaran IPA kelas VII SMP pada materi Suhu dan Kalor. Adapun alasannya yaitu bahwa materi tentang Suhu dan Kalor merupakan materi yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, namun fenomenanya cukup sulit untuk dijelaskan secara ilmiah oleh peserta didik. Materi Suhu dan Kalor ini merupakan materi yang kaya tentang konsep yang saling berkaitan satu sama lain. Misalnya dalam menjelaskan kalor sebagai energi yang berpindah dari satu benda ke benda yang lain sebagai hasil dari perbedaan suhu, disitu terdapat dua konsep yaitu energi dan suhu. Dengan demikian, agar peserta didik lebih mudah untuk memahami konsep tersebut secara lengkap, maka diperlukan kegiatan praktikum yang dilakukan secara langsung oleh peserta didik itu sendiri.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian dengan fokus “Pengembangan E-LKPD Berbasis Problem Based Learning
yang Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Kritis dan Pemahaman Konsep Peserta Didik SMP pada Materi Suhu dan Kalor”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana prosedur pengembangan E-LKPD berbasis Problem Based Learning yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis dan pemahaman
konsep peserta didik?
2. Bagaiamana kelayakan E-LKPD berbasis Problem Based Learning yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep peserta didik secara konseptual dan praktikal?
3. Bagaimana penilaian guru terhadap E-LKPD berbasis Problem Based Learning yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis dan pemahaman
konsep peserta didik?
4. Bagaimana respon peserta didik terhadap E-LKPD berbasis Problem Based Learning yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis dan pemahaman
konsep?
5. Bagaimana efektivitas E-LKPD berbasis Problem Based Learning yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep peserta didik?
1.3 Tujuan Pengembangan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan pengembangan pada penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui prosedur pengembangan E-LKPD berbasis Problem
Based Learning yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis dan
pemahaman konsep peserta didik.
2. Untuk mengetahui kelayakan E-LKPD berbasis Problem Based Learning yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep peserta didik secara konseptual dan praktikal.
3. Untuk mengetahui penilaian guru terhadap E-LKPD berbasis Problem Based Learning yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis dan
pemahaman konsep peserta didik.
4. Untuk mengetahui respon peserta didik terhadap E-LKPD berbasis Problem Based Learning yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis
dan pemahaman konsep.
5. Untuk mengetahui efektivitas E-LKPD berbasis Problem Based Learning yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep peserta didik.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian pengembangan ini memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Bagi peserta didik
a. Memberikan kemudahan dalam mempelajari materi IPA Terpadu.
b. Memberikan suasana pembelajaran IPA yang menarik dan menyenangkan.
c. Membantu peserta didik dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep IPA pada materi Suhu dan Kalor.
2. Bagi guru
a. Sebagai bahan pertimbangan guru dalam memilih dan menggunakan bahan ajar IPA Terpadu yang relevan, efektif dan
inovatif. D a n dapat menggunakan E-LKPD berbasis Problem Based Learning yang berorientasi pada keterampilan bepikir kritis dan
pemahaman konsep peserta didik.
b. Memberikan kemudahan pada guru dalam mengemas pembelajaran IPA Terpadu pada materi Suhu dan Kalor.
1.5 Spesifikasi Produk
Spesifikasi produk E-LKPD berbasis Problem Based Learning yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep peserta didik pada materi Suhu dan Kalor yang dikembangkan adalah sebagai berikut:
1. Produk E-LKPD berbasis Problem Based Learning pada materi Suhu dan Kalor dikembangkan menggunakan aplikasi Microsoft Office, pdf dan Liveworksheet.
2. Produk E-LKPD berbasis Problem Based Learning pada materi Suhu dan Kalor dapat diakses secara online.
3. Fitur yang disediakan dalam E-LKPD berbasis Problem Based Learning pada materi Suhu dan Kalor meliputi:
a. Pendahuluan berupa deskripsi singkat, kompetensi inti, kompetensi dasar pembelajaran fisika materi Suhu dan Kalor, tujuan pembelajaran dan penjelasan singkat mengenai E-LKPD yang dikembangkan serta petunjuk penggunaan.
b. Kegiatan belajar berupa indikator pembelajaran, aktivitas pembelajaran, tugas, rangkuman dan tes formatif.
c. Materi Suhu dan Kalor yang disajikan dengan berbagai multi representasi antara lain: teks, gambar, persamaan, video/simulasi.
d. Bahan pustaka yang dapat digunakan dan diakses untuk menambah pemahaman terkait materi Suhu dan Kalor.
e. Glosarium
f. Biodata singkat perancang media.
4. Media E-LKPD berbasis Problem Based Learning ini dapat diakses melalui perangkat komputer maupun handphone dengan syarat tersedianya akses internet.
1.6 Pentingnya Pengembangan
Materi-materi IPA Terpadu khususnya pada bagian Fisika yang bersifat abstrak menyebabkan banyak peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami materi dan kesulitan dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis.
Peserta didik juga dapat mengalami miskonsepsi dalam memahami konsep- konsep pelajaran fisika. LKPD yang beredar masih kurang interaktif apalagi dalam pembelajaran daring saat ini. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan E- LKPD interaktif yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep peserta didik SMP pada materi Suhu dan Kalor. E-LKPD interaktif ini dapat diakses melalui laptop, komputer dan handpone secara online sehingga diperlukan akses internet yang stabil.
1.7 Asumsi dan Batasan Pengembangan
Dalam penelitian ini, peneliti mengemukakan asumsi bahwa dengan E- LKPD berbasis Problem Based Learning yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep peserta didik SMP pada materi Suhu dan Kalor. Selain itu, E-LKPD berbasis Problem Based Learning ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yaitu: penelitian ini hanya membatasi pada materi Suhu
dan Kalor, menggunakan program Liveworksheet dan ditujukan untuk upaya meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan pemahaman konsep peserta didik.
1.8 Defenisi Istilah 1. Pengembangan
Pengembangan adalah proses menghasilkan produk yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.
2. E-LKPD (Lembar Kerja Peresta Didik Elektronik)
E-LKPD adalah Lembar Kerja Peresta Didik Elektronik yang merupakan
lembaran latihan peserta didik yang dikerjakan secara digital dan dilakukan secara sistematis serta berkesinambungan selama jangka waktu tertentu.
3. Problem Based Learning
Problem Based Learning merupakan inovasi dalam pembelajaran karena
dalam PBL kemampuan berpikir siswa benar-benar dioptimalisasikan melalui proses kerja secara berkelompok yang sistematis, sehingga peserta didik dapat mengasah, memberdayakan, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
4. Keterampilan Berpikir Kritis
Keterampilan berpikir kritis merupakan aktivitas mental dalam mengevaluasi suatu argumen atau proposisi dan membuat keputusan yang dapat menuntun diri seseorang dalam mengembangkan kepercayaan dan melakukan tindakan.
5. Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam
bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya. Pemahaman konsep merupakan tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti dari konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya.
6. Liveworksheet
Liveworksheet adalah sebuah aplikasi yang memungkinkan guru dapat
mengubah lembar kerja tradisional yang dapat dicetak (dokumen, pdf, jpg , atau PNG) menjadi latihan online interaktif sekaligus otomatis mengoreksi.
Peserta didik dapat mengerjakan lembar kerja secara online dan mengirimkan jawaban mereka kepada guru juga secara online pula.