180
Jurnal Diversita
Available online https://ojs.uma.ac.id/index.php/diversita
Relasi Pertukaran Sosial Antara Agen dan Nasabah Asuransi di Indonesia
Social Exchange between Insurance Agents and Clients in Indonesia
Verawaty(1*) & Cicilia Larasati Rembulan(2) Fakultas Psikologi, Universitas Ciputra, Indonesia
Disubmit: 21 Novermber 2021; Diproses: 13 Desember 2021; Diaccept: 31 Oktober 2021; Dipublish: 16 Desember 2022
*Corresponding author: [email protected] Abstrak
Asuransi menjadi sebuah polemik bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Terlepas dari manfaat proteksi berupa uang pertanggungan yang ditawarkan, agen asuransi masih mengalami kesulitan mendapatkan nasabah karena beberapa hal seperti terbatasnya daya beli, kurangnya kesadaran manajemen resiko, dan kasus-kasus nasabah merasa dirugikan asuransi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertukaran sosial antara agen dan nasabah asuransi—mengidentifikasi sumber daya yang dipertukarkan masing-masing pihak beserta karakteristik aktor yang terlibat dalam pertukaran.
Metode penelitian kualitatif dilakukan dengan pendekatan studi kasus instrumental yang melibatkan 3 orang agen dan 3 orang nasabah asuransi diwawancara secara semi-terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber daya yang dipertukarkan bisa berupa sumber daya berwujud (uang, hadiah) dan tidak berwujud (informasi, layanan, jejaring) pada tiap tahapan transaksi. Bahkan pada tahap transaksi yang sedang berlangsung, agen bisa memanfaatkan sumber daya pihak lain demi meningkatkan daya tukarnya. Selain sumber daya, persepsi subjektif aktor juga berperan dalam memaknai kepuasan terhadap pertukaran yang tengah dijalani. Terdapat beberapa karakteristik prasyarat dari masing-masing aktor yang jika dipenuhi akan terjalin relasi pertukaran jangka panjang yang fungsional.
Kata Kunci: Asuransi; Persepsi; Pertukaran Sosial; Sumber Daya.
Abstract
Insurance has been a polemic among most Indonesians. Despite the benefit of protection offered in the form of sum insured, insurance agents still face challenges to attain clients due to limited purchasing power, lack of awareness to manage risks, and cases where clients believed to be aggrieved by insurance.
This research aims to find out social exchange between insurance agents and clients to identify exchanged resources by each actor along with the characteristics of each actor which promote and sustain the exchange. Qualitative research method is performed with instrumental case study approach involving 3 agents and 3 clients in semi-structured interviews. Results show that exchanged resources come in tangible (money, gifts) and intangible forms (information, service, network) at each stage of the transaction. Even during ongoing transaction, agents could utilize resources from other party to enhance their exchangeability. Aside from resources, actor’s subjective perception also plays a part in determining satisfaction of the ongoing exchange. There are several prerequisite characteristics from each actor which if fulfilled, a long-term functional exchange shall be established.
Keywords: Insurance; Perception; Social Exchange; Resources.
How to Cite: Verawaty, Verawaty. & Rembulan, Cicilia Larasati. 2022, Relasi Pertukaran Sosial antara Agen dan Nasabah Asuransi di Indonesia, Jurnal Diversita, 8 (2): 180-204.
PENDAHULUAN
Dalam industri asuransi terjadi pertukaran sosial antara agen dan nasabah pada berbagai tahapan. Pertukaran ini terjadi mulai dari proses pembelian polis, upgrade plafon tanggungan, pengajuan klaim, pengurusan polis lapse, hingga pengajuan komplain dan berbagai kegiatan lainnya yang melibatkan agen dan nasabah asuransi untuk saling berinteraksi. Blau, 1964 mendefinisikan pertukaran sosial sebagai tindakan yang secara sadar dilakukan individu karena dimotivasi oleh harapan akan sumber daya yang biasanya bisa diperoleh dari pihak lain. Agen asuransi yang telah meluangkan waktu untuk membantu calon nasabah tentu dimotivasi oleh ekspektasi calon nasabah tersebut akan membeli produknya. Sebaliknya, nasabah yang telah melakukan pembelian tinggi resiko mengharapkan agen asuransi untuk memberikan pelayanan terbaik. Situasi demikian sesuai dengan gambaran Homans (1958) tentang pihak yang banyak memberi akan mencoba untuk memperoleh sebanyak mungkin dari pihak lain, dan pihak yang banyak menerima berada di bawah tekanan untuk banyak memberi pada pihak pemberi. Namun dalam praktiknya, tidak seluruh pihak yang terlibat dalam pertukaran sosial berada dalam kondisi demikian.
Pertukaran sosial dalam tiap relasi adalah suatu proses yang kompleks dan unik karena dilakoni oleh pihak dengan bera- gam motivasi dan strategi masing-masing.
Secara sederhana, pertukaran sosial terdiri dari tindakan memberi dan menerima. Ketika tindakan memberi dan menerima sejalan, maka tercipta keseimbangan atau kesetaraan (simetri)
dalam hubungan diadik. Pertukaran yang simetris terjadi ketika distribusi sumber daya bersifat merata antar aktor yang terlibat dalam pertukaran tersebut. Dalam konteks penelitian ini, contoh pertukaran simetris adalah nasabah yang memberi kontribusi berupa membayar premi tepat waktu mendapatkan pelayanan sigap dari agen asuransi ketika melakukan komplain maupun klaim terkait asuransi. Namun sebaliknya apabila salah satu pihak cenderung hanya memberi atau menerima saja, maka muncul ketimpangan (asimetri) dalam hubungan tersebut. Kesulitan agen untuk mendapatkan nasabah karena nasabah tidak membutuhkan asuransi terlepas dari upaya pendekatannya adalah contoh dari relasi asimetri ini. Fenomena di lapangan seperti banyaknya asuransi yang gagal bayar dengan prosedur berkelit di Indonesia juga turut menjadi penyebab menurunnya kepercayaan calon nasabah untuk menjalin relasi pertukaran dengan agen asuransi (Pratama, 2021; Sugianto, 2021).
Suatu pertukaran sosial bisa bersifat simetris maupun asimetris tergantung pada konsistensi memberi dan menerima dari pihak-pihak yang terlibat (Keysar dkk., 2008). Semakin tidak merata antara memberi dan menerima, semakin besar ketimpangan dalam relasi pertukaran sosial tersebut. Pertukaran asimetri bisa menjadi taktik bagi pihak yang lebih diuntungkan dalam suatu pertukaran untuk memaksimalkan keuntungannya, namun apabila kedua pihak memiliki hubungan saling kebergantungan yang erat maka ketimpangan dalam relasi bisa diminimalisir (Lee, 1991).
Mekanisme pertukaran sosial sebagian besar didasarkan pada
182 pemaknaan dari tindakan sosial daripada nilai objektif dari tindakan tersebut.
sehingga perilaku individu ditentukan dari persepsinya terhadap nilai keuntungan atau harga yang harus dibayar dalam pertukaran tersebut (Adams, 1965; Blau, 1964). Tentunya pemaknaan ini bersifat subjektif dan berbeda sesuai standar masing-masing pihak, sehingga tindakan yang dipersepsikan dermawan oleh agen bisa jadi tidak dipandang demikian oleh nasabah, begitu pula sebaliknya sehingga mendapat respon yang negatif atau tidak sesuai harapan. Pernyataan ini diamini Keysar dkk. (2008) bahwa pertukaran sosial sebagian besar melibatkan pemaknaan atas suatu tindakan sosial dibandingkan nilai objektif dari tindakan tersebut. Baldwin (1978) menerangkan bahwa ‘asimetri’ dalam suatu hubungan terjadi ketika adanya ketidakseimbangan otoritas, ketidakseimbangan sumber daya, dan distribusi power yang tidak merata.
Sebaliknya berbeda dengan Baldwin, Lee (1991) menerangkan situasi asimetris dititikberatkan pada keadilan dan keber- gantungan power, yaitu: 1) seorang aktor mendapatkan sumber daya atas kontribusi yang diberikan; dan 2) aktor yang punya power mendapatkan lebih banyak sumber daya dibandingkan dengan aktor tanpa atau sedikit kekuasaan.
Penilaian terhadap keseimbangan suatu relasi tidak hanya sebatas tentang sumber daya yang diperoleh oleh aktor, namun juga persepsi dari aktor tersebut terkait posisinya dalam suatu pertukaran.
Tidak menutup kemungkinan bagi aktor yang secara sumber daya sudah terpenuhi merasa ia berada dalam relasi yang asimetris karena persepsi internalnya dan ekspektasi-ekspektasi yang tidak dikomu-
nikasikan ke pihak lain. Demikian pula aktor yang walaupun mendapatkan sumber daya terbatas, apabila merasa hal tersebut bukan masalah maka akan mempersepsikan pertukaran yang dijalaninya sebagai simetris.
Permasalahan dalam relasi pertu- karan sosial antara agen dan nasabah asuransi bisa datang dari kedua pihak dan dalam berbagai tahapan, baik sebelum maupun setelah pembelian produk asuransi. Terlebih suatu pertukaran tidak hanya sebatas ditinjau dari besaran sumber daya untuk dinyatakan sebagai simetri atau tidak, melainkan ada unsur evaluasi yang kompleks dari masing- masing aktor. Sumber daya pun terdiri dari sumber daya berwujud dan tidak berwujud yang akan dijelaskan lebih jauh pada penelitian ini.
Beberapa penelitian sebelumnya telah meninjau dinamika jasa profesional dan asuransi dari berbagai perspektif, seperti value creation (Hirvonen &
Helander, 2001; Howden & Pressey, 2008); persepsi (Ari & Astiti, 2014);
demografi (Loke & Goh, 2013; Yusuf dkk., 2009); bauran pemasaran (Marwa dkk., 2014); kualitas layanan (Darwin &
Yohanes, 2014); dan keraguan nasabah (Pugnetti & Bekaert, 2018) yang melibatkan negara-negara seperti Finlandia, Swiss, Amerika Serikat, Nigeria, Malaysia dan Indonesia. Namun, penelitian yang secara eksplisit menerangkan tentang pertukaran sosial antara agen dan nasabah asuransi masih belum ditemukan.
Ini menjadi sebuah knowledge gap, dimana hasil penelitian yang diinginkan tidak ditemukan dalam literatur (Müller-Bloch
& Kranz, 2015).
Ketimpangan kontribusi berpotensi memperpendek umur relasi dan memunculkan keengganan untuk terlibat dalam pertukaran, padahal pertukaran sosial adalah suatu hal yang akan selalu dialami oleh semua individu terutama di bidang bisnis asuransi yang pondasinya adalah membangun hubungan. Kendala dalam pertukaran sosial dialami oleh berbagai pihak, baik agen yang senior, agen yang baru memulai karirnya di asuransi, maupun calon nasabah dan nasabah yang telah menjadi tanggungan asuransi. Peneliti bertujuan untuk mengetahui pertukaran sosial antara agen dan nasabah asuransi. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan antara lain sebagai berikut: (1) bagaimana pertukaran sumber daya antara agen dan nasabah asuransi?; dan (2) karakter seperti apa yang mendukung terjadinya pertukaran yang simetris antar agen-nasabah asuransi dalam jangka panjang?
Keputusan pembelian asuransi merupakan suatu pertimbangan kompleks yang melibatkan resiko, kepercayaan, komitmen dan resiprositas—terlebih dengan kondisi masyarakat yang masih minim kesadaran akan proteksi dan persepsi beragam terkait asuransi di Indonesia. Diharapkan melalui penelitian ini diperoleh manfaat teoritis berupa pemahaman terkait pengembangan konsep pertukaran sosial, khususnya dalam dunia perasuransian dengan cakupan agen dan nasabah. Selain itu, diharapkan dapat melahirkan strategi pertukaran sosial yang lebih efektif untuk profesi pemasaran maupun calon nasabah dan nasabah selaku konsumen bidang jasa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Yin (2018) mendefinisikan studi kasus sebagai metode penelitian ilmu sosial yang digunakan untuk menyelidiki fenomena kontemporer secara mendalam sesuai konteks dunia nyata. Studi kasus mengutamakan pemahaman intensif dalam skala kecil terhadap perilaku alami individu maupun kelompok sehingga populasi atau sampel tidak bersifat wajib (Rahardjo, 2017). Peneliti tertarik dengan fenomena pertukaran sosial dalam relasi antara agen dan nasabah asuransi, sehingga menerapkan studi kasus instrumental. Pertimbangan ini karena melalui studi kasus instrumental, kasus tersebut bisa dipelajari secara spesifik (Stake, 1995).
Sebanyak 6 orang partisipan yang terdiri dari 3 orang agen asuransi dan 3 orang nasabah dipilih berdasarkan purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu karena narasumber dianggap paling tahu tentang apa yang sedang diteliti dan memudahkan peneliti untuk menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti (Narbuko &
Ahmadi, 1997). Karakteristik agen asuransi yang dipilih sebagai partisipan antara lain: 1) berusia minimal 20 tahun;
2) berpengalaman di bidang asuransi minimal 2 tahun; 3) memiliki nasabah dengan polis asuransi aktif; dan 4) pernah melayani klaim asuransi nasabah.
Sedangkan karakteristik nasabah asuransi antara lain: 1) berusia antara 18-40 tahun;
2) pernah membeli produk asuransi secara mandiri (tidak dibelikan orang tua, pasangan atau perusahaan); 3) memiliki
184 atau pernah memiliki polis asuransi; dan 4) berhubungan langsung dengan agen asuransi selama proses membeli asuransi.
Pengumpulan data diawali dengan membuat dan mengunggah Instagram story di akun pribadi peneliti untuk rekrutmen calon partisipan. Para calon partisipan kemudian menghubungi peneliti, dan peneliti menyeleksi 3 orang agen asuransi dan 3 orang nasabah asuransi yang paling sesuai dengan seluruh kriteria. Selanjutnya dibuat pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang akan diberikan pada partisipan dan menghubungi partisipan secara personal untuk membuat janji wawancara video call melalui Zoom. Data dikumpulkan melalui wawancara semi- terstruktur, yaitu wawancara yang dilakukan dengan pedoman pertanyaan yang bersifat tidak baku. Pertanyaan wawancara bisa diajukan tidak sesuai urutan maupun mengembangkan pertanyaan tambahan sesuai sekuensi wawancara dengan masing-masing partisipan (Rachmawati, 2007).
Hasil wawancara diproses dengan teknik analisis tematik, yaitu membangun tema berdasarkan olahan dari kumpulan data yang tersedia (Kristanto & Padmi, 2020). Pengolahan data dilakukan dengan cara hasil wawancara dituangkan dalam bentuk transkrip verbatim, kemudian dilakukan pembacaan berulang untuk mencari informasi umum dan pola-pola tertentu. Proses ini disebut koding yang bertujuan untuk mengklasifikasikan tema dan subtema berdasarkan kategori yang dibangun dari kumpulan data yang diperoleh. Koding menurut Saldana (2013) adalah kata atau frasa singkat yang dibuat peneliti untuk secara simbolis
menerangkan rangkuman, esensi, atau atribut yang didasarkan dari data visual.
Jenis koding yang diterapkan peneliti adalah koding a posteriori, yaitu mengembangkan kode yang diperoleh secara induktif ketika mengolah data secara langsung (Prochaska, 2013; Sang &
Sitko, 2015). Selama proses koding, peneliti tidak mencari data spesifik untuk mendukung teori tertentu melainkan terbuka pada temuan-temuan baru yang terdapat dalam data.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Orientasi kancah
Demi menggali dan memahami lebih intensif terkait pertukaran sosial antar agen dan nasabah asuransi, peneliti melakukan wawancara terhadap kedua belah pihak untuk mengumpulkan perspektif yang lebih luas. Antara agen dan nasabah dalam penelitian ini tidak saling mengenal. Informasi selengkapnya terkait masing-masing partisipan disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Informasi umum partisipan
Ket. Inisial Usia Tahun
Agen 1 SV 27 5**
Agen 2 VW 38 7**
Agen 3 CK 27 2**
Nasabah 1 NF* 24 2^
Nasabah 2 JJ 26 4^
Nasabah 3 IG 22 3^
*mantan nasabah asuransi
** jumlah tahun sebagai agen asuransi
^ jumlah tahun sebagai nasabah asuransi Sumber tabel: data peneliti
1.1. Agen
Ketiga orang agen asuransi dalam penelitian ini berasal dari perusahaan asuransi lokal yang telah beroperasi selama lebih dari 40 tahun di Indonesia dan diakuisisi perusahaan asuransi Jepang pada tahun 2013. Mereka juga berasal dari satu agency asuransi yang sama di Medan,
Sumatera Utara. Produk yang ditawarkan berupa asuransi kesehatan, jiwa, investasi dan asuransi syariah. Wawancara dilakukan sebanyak 1 kali untuk masing- masing agen dengan rentang durasi sekitar 60 menit.
1.2. Nasabah
Tiga orang nasabah dalam penelitian ini terdiri dari 1 orang (NF) yang pernah memiliki asuransi bisnis, 1 orang (JJ) nasabah asuransi kesehatan dengan polis aktif, dan 1 orang (IG) nasabah asuransi jiwa dengan polis aktif.
2. Pertukaran sumber daya antar agen dan nasabah
Unit analisis dalam penelitian ini lebih difokuskan pada level personal, yaitu antara agen dan nasabah asuransi.
Pertukaran sosial agen-nasabah dalam penelitian ini terbagi menjadi dua fase, yaitu tahap pra-transaksi (sebelum membeli polis) dan tahap transaksi berlangsung (masa ketika seseorang menjadi nasabah).
2.1. Tahap pra-transaksi
Tabel 2. Sumber daya antar aktor pada tahap pra- transaksi
Kategori 1 Kategori 2 Tema Sumber daya
agen Berwujud -
Tidak berwujud Informasi Layanan Sumber daya
calon nasabah Berwujud Uang
Tidak berwujud Pengetahuan Motivasi Jejaring Sumber tabel: koding peneliti
2.1.1. Sumber daya agen (pra-transaksi) Pada tahap ini, sumber daya yang bisa ditawarkan seorang agen kepada calon nasabahnya berupa pemberian informasi terkait detail produk asuransi dan layanan untuk menyesuaikan pilihan produk sesuai kebutuhan nasabah.
Kita harus tahu kebutuhan nasabah ya, soalnya produk asuransi kan beraneka ragam, jadi kita harus tahu kebutuhan nasabahnya itu dimana aja. Jadi jangan sampai nanti nasabah beli, tidak sesuai kebutuhan gitu. Jadi kita harus menggali, fact finding lah kebutuhan nasabah di mana aja untuk memproteksi kesehatannya gitu. Ada yang mungkin nasabah lebih membutuhkan diproteksi jiwa.
(A2/VW/39-43)
2.1.2. Sumber daya calon nasabah (pra- transaksi)
Dalam situasi pertukaran, sumber daya informasi dan pelayanan yang ditawarkan agen pada calon nasabah sebenarnya bersifat tidak berwujud (intangible), sedangkan sumber daya yang bisa diberikan oleh calon nasabah terdiri dari sumber daya yang memiliki wujud (tangible) dan tidak berwujud (intangible).
Sumber daya berwujud dari calon nasabah berupa uang untuk pembayaran premi asuransi (yang menjadi sumber komisi bagi agen).
Pertimbangannya dari sisi ekonomi juga, tentunya dia harus konsisten untuk supaya kita dapat persistensinya. Jadi kalo misalnya nasabah cuma bayar, sanggup bayar beberapa kali di awal terus sampe setengah berhenti, nilai karir kita kan, persistensi kita bisa turun.
(A1/SV/25-28)
Sedangkan untuk sumber daya tidak berwujud, bisa berupa jejaring yang didapatkan agen sebagai referrals ketika nasabah merekomendasikan agen ter- sebut ke kenalannya yang lain. Ini berguna bagi agen karena membuka kesempatan bertemu banyak orang-orang baru yang berpotensi menjadi nasabahnya.
Dia ada temen yang mau masuk asuransi, dia bisa referensikan ke saya juga. Gitu. Saya pun heran juga.
186 Yoh?? Sendiri ga mau masuk tapi dia
referensikan ke saya juga. Dia langsung bilang ke temannya, mau masuk cari ini aja, cari saya. Dia bilang gitu. (A2/VW/109-111)
Pengetahuan nasabah juga bisa menjadi sumber daya yang memudahkan agen asuransi dalam menjalankan pekerjaannya. Calon nasabah idaman agen adalah yang memahami manfaat dari asuransi. Pengetahuan nasabah akan pentingnya memiliki asuransi menjadi sesuatu yang bisa dikapitalisasi agen, terlebih di tengah lingkungan yang kesadaran masyarakat terhadap asuransi masih belum setinggi negara-negara maju.
Ya, saya ngerasa saya butuh asuransi, saya nyari agent nya. Karena saya tahu (…) kalo masuk rumah sakit itu biayanya ga sedikit kan. (N2/JJ/105) Menurut pengalaman pribadi saya, biaya kematian itu bisa dibilang cukup mahal ya. Apalagi di adat Tionghoa, kematian itu membutuhkan biaya yang banyak.
Jadi saya lebih milik produk asuransi jiwa karena saya sendiri tulang punggung keluarga saya untuk kedepannya. Saya kira dengan gaji saya yang sekarang ini, untuk kedepannya itu kan aku rasa sih kurang ya, dimana per tahunnya itu pasti kan inflasi naik gitu kan. Jadi dengan adanya asuransi ini, dilindungi sih untuk kedepannya.
(N3/IG/11-27)
Kita kan ga tahu ya kedepannya itu bisa apa, ya kita realistis aja. (N3/IG/
217-218)
Selain pengetahuan, motivasi turut menjadi sumber daya tidak berwujud yang mampu menguntungkan agen. Calon nasabah yang ingin berasuransi biasanya didorong oleh berbagai motivasi internal, seperti membutuhkan rasa aman, ingin
membangun kemandirian, hingga preservasi kestabilan finansial.
Pokoknya intinya, bisnis aku, perusahaan ini ada yang nge-cover gitu lho. Pokoknya aku pake product- mu, ini aman perusahaanku.
(N1/NF/148-149)
Menurut saya, asuransi itu juga penting kan, dan waktu itu umur saya 22 tahun, aku ngerasa udah waktunya punya asuransi sendiri. (N2/JJ/98-99) Aku udah ngerasai sendiri, ga ada asuransi itu bener-bener kayak ck, ya, ya kita kan tahu kondisi masing- masing ya semampunya gimana. Kalo misalnya… ah ga terbayang deh ci, kalo misalnya aku terjadi di situasi ga ada asuransi dimana tiba-tiba harus ngeluari biaya ini-itu, dengan gajiku segini, aku ga terbayang sih ci. Ga tahu gimana. (N3/IG/285-289)
2.2. Tahap transaksi berlangsung
Tahap ini adalah keadaan ketika agen telah berhasil mendapatkan nasabah untuk bergabung dalam asuransinya, baik yang sudah pernah maupun belum pernah mengajukan klaim (asuransi non-jiwa).
Untuk produk asuransi jiwa, fase ini berakhir ketika ahli waris telah memperoleh manfaat uang pertanggungan atas kematian tertanggung.
Tabel 3. Sumber daya antar aktor pada tahap transaksi yang sedang berlangsung
Kategori
1 Kategori
2 Kategori 3 Tema
Agen Sumber daya personal
Berwujud Hadiah Tidak
berwujud Informasi Layanan standar Layanan istimewa Sumber
daya perusah aan
Berwujud Cenderamata Manfaat klaim (UP) Tidak
berwujud - Nasabah Sumber
daya personal
Berwujud Uang Tidak
berwujud Motivasi Jejaring Sumber tabel: koding peneliti
2.2.1. Sumber daya agen (transaksi berlangsung)
Literatur menunjukkan (Molm, 2010) berfokus pada arah pertukaran sumber daya milik aktor, namun melalui penelitian ini ditemukan bahwa kegiatan pertukaran bisa menggunakan sumber daya pribadi maupun memanfaatkan sumber daya milik pihak lain. Agen yang mempraktikkan pertukaran di lapangan bisa menggunakan sumber dayanya sendiri dan memanfaatkan sumber daya milik perusahaan afiliasinya sebagai upaya mempertahankan nasabah agar tetap berada dalam relasi pertukaran yang telah terbentuk.
a) Sumber daya personal
Pemberian hadiah ulang tahun maupun bingkisan pada hari-hari besar yang dirayakan oleh nasabah bisa dilakukan agen sebagai upaya untuk menyeimbangkan sumber daya selama melakukan pertukaran pada tahap ini.
Hubungan kita ga sebatas agent, jadi baik gitu. Contoh kecil ya, kalo misalnya seperti ini kan mau moon cake festival kan. Agent kita juga memberikan moon cake. Terus kalo misalnya ada yang ulang tahun juga ya agent nya juga kasih ya sesuatu, bagus menjalin hubungannya dengan kita. (N2/JJ/155-159)
Selama memiliki nasabah aktif, sudah menjadi bagian agen untuk memberikan informasi terkait polis dan apabila nasabah memiliki pertanyaan. Selain itu, fungsi layanan seperti klaim, upgrade, dan pengurusan lain-lain polis juga merupakan sumber daya yang tetap harus diberikan agen selama pertukaran berlangsung.
Sebagai seorang agent yang profesional itu memang pentingnya di waktu service sih. Maksudnya memberikan pelayanan terbaik sih
buat nasabah. Soalnya waktu klaim itu kan nasabah membutuhkan agent- nya. Kalau nasabah sendiri pasti tidak mengerti prosedur klaimnya gimana, harus gimana. (A2/VW/59-62)
Namun selain layanan standar, seorang agen juga bisa memberikan pelayanan istimewa di luar cakupan asuransi. Misalnya yang dialami oleh SV (Agen 1), ia merasa senang apabila bisa membantu menjalankan amanat dari nasabah yang sedang berada di luar negeri. NF (Nasabah 1) juga merasakan layanan istimewa dari agennya berupa perlindungan ketika perusahaan yang dirintis ayahnya kritis karena kosongnya posisi direktur perusahaan sebagai dampak wafatnya sang ayah.
Nasabah kebetulan ada di luar negeri misalnya. Nah nanti dia suruh saya bantu untuk atur-atur something lah disini. Saya oke-oke aja (...) malah saya senang, “Oh dia ingat saya,” gitu lho. Jadi itu juga menjadi trik saya, untuk menjalin hubungan yang baik dengan dia. Ya selagi wajar, ya why not kita bisa bantu dia. (A1/SV/218- 219; 222-223)
Dia juga ada nolong kalo misalkan ini si asset perusahaan ini lagi diincar orang banyak, mau diakuisisi dan mau diambil alih sama orang.
Ibaratnya ini perusahaannya ini kosong, ga punya direktur, direkturnya kan ga ada, maksudnya papaku ga ada. Ini mau diserang orang. Jadi dia ibaratnya tuh kayak,
“Loh aku tuh, aku tuh sudah ada di sini jagain,” gitu. Untungnya ada dia, gitu lho. Akhirnya ya kayak ada proteksi. Ga bisa diserang orang.
(N1/NF/171-177)
b) Sumber daya perusahaan
Pertama, sumber daya yang bisa dimaksimalkan agen dari perusahaannya adalah berupa cenderamata, biasanya
188 diberikan beserta buku polis yang sudah jadi. Cenderamata ini bisa berupa goodie bag, payung, buku catatan, dan lain-lain dengan logo perusahaan asuransi tercetak di cenderamata tersebut. Selain itu apabila perusahaan mengadakan acara yang mengundang nasabahnya, biasanya akan diberikan kenang-kenangan juga.
Kadang ada event gitu kita kasih souvenir atau gimana gitu. Yang penting kita harus tetap menjaga lah hubungan baik dengan nasabah.
(A2/VW/184-185)
Gambar 1. Cenderamata berupa botol minum (logo perusahaan disamarkan)
Sumber Gambar: dokumentasi peneliti
Kedua, sumber daya yang paling berdampak dan menjadi fokus pertimbangan nasabah untuk membangun relasi dengan agen adalah manfaat klaim (uang pertanggungan) yang bisa diterima nasabah dari perusahaan asuransi apabila dihadapkan pada resiko. Unsur expectancy nasabah terhadap sumber daya ini yang akan diterima di masa depan menjadi alasan nasabah tetap menjalin hubungan dengan agen karena uang pertanggungan merupakan hak nasabah yang harus terpenuhi.
Hak seorang nasabah, hak yang kami dapat itu ya kedepannya kalo mau klaim asuransi itu haknya ya ke kita (...) Iya, mendapatkan manfaat dari asuransinya kan. (N3/IG/92-93; 95) Kalo misalnya sudah dibilangkan semuanya tentang riwayat penya-
kitnya kepada perusahaan tersebut, maka perusahaan wajib ya kan membayar klaim lah segala macam sesuai dengan perjanjian. Itulah hak yang diterima oleh nasabah. Dia mendapatkan klaim, dia mendapatkan klaim sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
(…) Kalo misalnya kedepannya ada apa-apa tetep wajib dibayar, jangan nyari gara-gara sama nasabah ya kan.
Nanti jadi ga ini, ga enak.
(A3/CK/111-120)
2.2.2. Sumber daya nasabah (transaksi berlangsung)
Tidak seperti agen, sumber daya yang bersifat personal yang berarti milik sendiri. Nasabah tidak mengambil sumber daya pihak lain untuk dipertukarkan dengan agen. Sumber daya nasabah pada tahap ini masih sama seperti tahap pra- transaksi, yaitu sumber daya berwujud dan tidak berwujud. Sumber daya berwujud adalah berupa uang. Selain uang, aset lain milik nasabah yang bisa diasuransikan juga turut menjadi sumber daya yang bermanfaat bagi kedua pihak.
Sedangkan untuk sumber daya tidak berwujud terdiri dari jejaring dan motivasi untuk keberlangsungan hubungan agen- nasabah. Pengetahuan tidak dimasukkan ke dalam kategori karena nasabah dianggap sudah memberikan sumber daya tersebut pada tahap pra-transaksi.
a) Sumber daya berwujud
Uang adalah sumber daya utama dari pihak nasabah yang menjadi penggerak untuk memastikan relasi pertukaran yang telah terjalin tetap berjalan, hal ini karena uang nasabah diperlukan untuk mem- bayar premi asuransi dan menjadi sumber komisi agen. Apabila nasabah tidak membayar premi, maka polis terancam
lapse sehingga pertukaran menjadi tidak stabil dan berpotensi tidak berlanjut.
Kalo misalnya udah beli produk asuransi, diharapkan nasabah tetap komitmen membayar premi, karena kalo misalnya putus setengah jalan, rasanya kan sayang premi yang sebelumnya udah bayar, gitu.
(N3/IG/107-109)
Selain uang, aset lain milik nasabah juga bisa diasuransikan, seperti: anggota keluarga, badan usaha, bahkan properti dan kendaraan. Aset lain ini menjadi sumber daya untuk penambahan polis asuransi dari nasabah yang sudah dimiliki.
Manfaatnya bisa dirasakan oleh kedua pihak: agen mendapat kenaikan komisi dan nasabah mendapat proteksi yang lebih lengkap.
Ada beberapa yang langsung gitu, “SV, lu masih di X (nama perusahaan)? Lu bisa urus ga, coba tolong buatkan dulu lah ini, ini.” Terus ada nasabah yang lama telepon, “Kalau untuk anak saya ini kira-kira berapa ya? Coba lu buatkan dulu.” (A1/SV/168-170)
b) Sumber daya tidak berwujud
Jejaring merupakan sumber daya yang bermanfaat bagi agen asuransi karena nasabah yang sedang berada pada tahap transaksi berlangsung juga bisa mereferensikan keluarga maupun kenalannya ke agen asuransi tersebut.
Dengan membangun hubungan-hubungan baru, agen memiliki kesempatan yang lebih terbuka untuk membangun relasi pertukaran.
Saya rekomendasi teman saya untuk masuk ke agent nya, dan masuk.
(N2/JJ/164)
Motivasi nasabah juga menjadi sumber daya yang turut mempertahankan keberlangsungan relasi pertukaran dengan agen. Menumbuhkan kesadaran akan manfaat dan pentingnya asuransi
kepada nasabah bisa melahirkan keinginan internal untuk memiliki proteksi yang lebih lengkap dan menyeluruh.
Ada nasabah yang kesadarannya sangat tinggi, begitu ditawarkan upgrade ada juga nasabah aku meskipun ekonominya menengah aja, dia tetap paksakan—maksudnya ya,
“Tetap saya harus upgrade aja gitu, biar nanti kalo ada resiko apapun, maksudnya ada asuransi yang cover.”
(A2/VW/165-168)
Berdasarkan pemaparan di atas, ditemukan bahwa sumber daya yang bisa ditawarkan agen dan nasabah ke dalam suatu pertukaran tidak sama besarannya.
Dapat dikatakan bahwa nature pertukaran agen dan nasabah sejak awal sudah tidak seimbang apabila ditinjau secara objektif.
Namun keadaan ini tidak selalu menghentikan terbentuknya relasi pertukaran, karena masing-masing pihak (terutama pihak calon nasabah) memiliki pertimbangan tersendiri yang menjadi penilaian tentang adil atau tidaknya suatu pertukaran. Maka dari itu untuk menjawab pertanyaan penelitian pertama, keseimbangan suatu pertukaran bisa ditelaah dari dua sisi, yaitu berdasarkan:
1) besaran sumber daya; dan 2) evaluasi aktor. Ini berarti apabila antar aktor dalam suatu pertukaran sama-sama merasa hal yang dipertukarkan sepadan, maka pertukaran tersebut dipandang simetris walaupun berdasarkan besaran sumber daya tidak demikian. Temuan ini sejalan dengan (Homans, 1958) dan (Adams, 1965) yang menyatakan penilaian terhadap suatu relasi pertukaran didasarkan pada persepsi cost dan reward yang subjektif.
190 3. Karakteristik aktor dalam pertukaran
Pertukaran sosial antar agen dan nasabah lebih kompleks dari sebatas sumber daya yang memadai, namun evaluasi terhadap karakter dari masing- masing aktor juga menentukan dinamika pertukaran tersebut. Bahkan bisa dikatakan bahwa sumber daya seringkali bukan menjadi fokus utama, karena hal yang lebih dulu ditemui seorang aktor sebelum mengidentifikasi dan menimbang-nimbang sumber daya adalah presentasi diri aktor lain selama proses penjajakan berlangsung. Karakter aktor merupakan unsur yang berpotensi memiliki pengaruh besar dalam menentukan kepuasan suatu pertukaran.
Tabel 4. Karakteristik prasyarat antar aktor dalam tiap tahapan transaksi
Kategori 1 Kategori 2 Tema
Agen Pra-
transaksi Dapat dipercaya Konsisten Kompeten Transparan Edukatif
Penuh pemahaman Transaksi
berlangsung Siaga Bersahabat
Bertanggung jawab (Calon)
nasabah Pra-
transaksi Independen Persepsi positif/netral Open-minded Risk-taker Proaktif Transaksi
berlangsung Risk-taker Proaktif Taat prosedur Loyal
Sumber tabel: koding peneliti
3.1. Karakteristik agen 3.1.1. Tahap pra-transaksi
Sebelum memutuskan untuk melakukan pertukaran, calon nasabah pasti akan menakar kredibilitas agen. Hal ini tentunya termasuk menjadi pertimbangan utama calon nasabah karena ia akan berkomitmen jangka
panjang untuk menyerahkan sumber dayanya.
Sekarang kan udah jaman media sosial ya, jadi tiap hari bisa dengan nge-post, edukasi tentang asuransi.
Tapi jangan sering-sering, bosan juga orang. Terus bisa post pencapaian kita, itu yang paling penting, jadi orang bisa ada trust sama kita.
(A1/SV/127-130)
Bendapudi & Berry (1997) menyatakan pihak yang lebih ketergantungan dalam suatu hubungan lebih waspada terhadap kemungkinan eksploitasi dari pihak lain (dalam konteks ini calon nasabah akan memberikan sumber daya uang untuk sesuatu yang tidak bisa langsung dirasakan manfaatnya), sehingga apabila pihak agen bersikap jujur dan adil, maka komitmen nasabah akan meningkat karena tidak ada perilaku oportunis dan pihak yang bergantung akan mulai memberikan apresiasi yang tulus. Ini sejalan dengan Morgan & Hunt (1994) yang menyatakan kemitraan dengan konsumen dibangun berdasarkan kepercayaan dan komitmen.
Agen yang konsisten terhadap profesi yang ditekuninya juga turut menjadi pertimbangan calon nasabah sebelum melakukan pertukaran. Karena pertukaran yang akan dijalin adalah berupa komitmen jangka panjang, tentunya calon nasabah juga mengharapkan agen asuransinya bisa bertahan lama di pekerjaan tersebut untuk menghindari kesulitan di masa depan, misalnya seperti kebingungan mengajukan klaim apabila ternyata agen sudah tidak bekerja di perusahaan asuransi tersebut.
Kalo dibalikkan jadi posisi nasabah, seorang agent baru join juga kita mau lihat profesi agent-nya gimana ya—
dia betah ga di perusahaan ini? Bisa
lama ga? Soalnya kan nasabah percayakan semua ke agent, kalau agent-nya cuma sebulan-dua bulan kan takut juga kan. Nanti udah kalau mau klaim atau butuh bantuan kan ga tau mau cari siapa gitu kan. Biasa nasabah dia mau melihat konsisten agent-nya ya berapa lama di bidang ini. (A2/VW/122-126)
Agen yang kompeten akan membuat nasabah menjadi yakin terhadap kualitas dan kapabilitas agen untuk menghantarkan sumber daya yang dijanjikan. Agen yang kompeten adalah agen yang yakin dengan kemampuannya, sehingga bisa meyakinkan calon nasabah juga untuk membangun relasi pertukaran.
Jujur, responsif, wawasannya luas tentang asuransi, jadi kita sebagai nasabah, kita pun ga meragukan dia, (N3/IG/194-195)
Transparansi juga menjadi karakter yang menjadi pertimbangan calon nasabah. Agen yang menjual produk asu- ransinya secara jujur akan menghindari kesalahpahaman di masa mendatang, yang menyebabkan ketidakpuasan karena adanya perbedaan ekspektasi dari masing- masing pihak tentang apa yang dipertukarkan dalam relasi tersebut.
Kebanyakan agent ya, ini menurut aku ya, mereka cari nasabah untuk ambek profitnya aja lho, gitu lho. Dia ga turut merasakan yang kami butuhkan itu apa, gitu. Ibaratnya gini, aku butuhnya ini, tapi yang dikasih agent nya itu yang lain, supaya profitnya lebih tinggi, gitu. Dimana sebenarnya kalo aku ga pilih itu, tapi di bawah dari produk itu, masih ada gitu lho.
(N3/IG/276-280)
Agen yang edukatif diperlukan pada tahap pra-transaksi, karena pada kenyataannya tidak semua nasabah memahami tentang asurnasi atau memiliki konsep yang benar terhadap asuransi.
Selain memberikan informasi yang tepat terkait produk, calon nasabah juga seringkali belum bisa bergabung asuransi karena kurangnya affordability (sumber daya uang kurang memadai). Agen bisa membantu calon nasabah untuk mengidentifikasi apakah ketidakmampuan memiliki asuransi benar-benar karena kekurangan sumber daya atau sebatas persepsi bahwa asuransi itu mahal/merugikan, dan memberikan insight bahwa calon nasabah tidak perlu
“kaya” untuk bisa mendapatkan manfaat proteksi asuransi.
Kalo biasa kita edukasinya ke nasabah ya justru yang menengah ke bawah itu lebih membutuhkan asuransi sih sebenarnya, karena udah ekonominya menengah kan. Kita kan ga tahu resiko, kalo misalnya tiba-tiba terjadi resiko itu kan butuh dana banyak—
maksudnya mau minta dimana gitu dananya kan kalo ga ada asuransi gitu. Jadi kita edukasi ke nasabah ya at least, setidaknya sisihkan dikit lah itu. Maksudnya kalau belum mampu ambil yang—kita kan bervariasi product-nya: ada dari yang paling rendah sampe ke atas. Jadi kalo misalnya ga sanggup ya ambil yang paling rendah dulu. Kapan jam kalo misalnya ada dana lebih kan bisa upgrade ke atas lagi kan gitu kan.
Yang penting ada proteksi aja sih.
(A2/VW/203-210)
Seorang agen perlu menunjukan bahwa ia peduli dan memahami kondisi tiap-tiap calon nasabah, karena hal tersebut akan menunjukan ketulusan agen dalam berelasi. Agen yang terburu-buru hingga memaksa calon nasabah untuk masuk asuransi akan diproyeksikan sebagai tidak simpati dan hanya berfokus pada keuntungan pribadi. Sebaliknya, apabila agen berhasil memahami situasi calon nasabahnya maka potensi
192 membangun relasi yang memuaskan akan terbuka lebih lebar.
Aku sukanya sama agent ku gitu sih, dia ada kasih perbandingan, yang mahal dan murah, gitu. Tapi dia menyesuaikan, “Mending lu yang ini aja, sesuai sama kebutuhan lu.” Nah dia kayak, aku berkesannya itu sih.
Agent aku ini dia turut merasakan apa yang aku mau, gitu. Gitu lho. Dia mengerti, gitu. Itu sih yang aku suka.
(N3/IG/119-122)
Jangan rush sih. Maksudnya, kita sebagai nasabah kan ga suka di rush ya. Saya ga mau ngomongin semua nasabah, saya pribadi bukan orang yang maksudnya suka ditawarin secara rush gitu lho. Maksudnya kalo misalnya agent asuransinya nawari, ditanya terus, di follow up terus gitu lho. Maksudnya kan kita juga butuh waktu untuk pelajari product nya tersebut gitu. Ada agent nya yang, ada agent nya yang rush banget lho, kita ditanya hari ini, malamnya di chat.
Besoknya di chat lagi, di follow up.
Gitu lho. Jadi dari awalnya pengen masuk, karena ngerasa annoying jadi akhirnya ga, gitu lho. (N2/JJ/59-65)
Temuan-temuan di atas memperkuat pernyataan (Molm dkk., 2007) bahwa keputusan aktor untuk terlibat dalam pertukaran dipengaruhi oleh sikap aktor lainnya. Apabila agen berhasil menam- pilkan dirinya sebagai pihak yang bisa dipercaya, konsisten, kompeten, trans- paran, edukatif dan penuh pemahaman terhadap calon nasabahnya maka calon nasabah akan merasa mantap untuk membangun relasi pertukaran dengan agen tersebut karena karakteristik tersebut mengindikasikan agen adalah pribadi yang jujur, profesional dan mampu menyalurkan sumber daya sesuai yang dijanjikan.
3.1.2. Tahap transaksi berlangsung
Memiliki agen yang responsif terhadap keperluan seperti pertanyaan dan klaim adalah keinginan nasabah apabila telah membayar iuran premi setiap bulan. Kesigapan dipandang sebagai bentuk keseriusan agen untuk menunai- kan penyaluran sumber daya yang telah dijanjikan pada periode pra-transaksi.
Apabila agen sulit dihubungi atau tidak cepat tanggap, nasabah akan mendapatkan kesan bahwa iuran premi yang dibayarkan tidak membawa timbal balik yang seimbang sehingga merasa dirugikan.
Terus siap siaga lah membantu nasabahnya gitu. Itu sih yang diharapkan. (N3/IG/96)
Mungkin itu ya, responnya agak lama.
Pas kemarin saya mau ganti nomor rekening, itu agak lama sih prosesnya.
Mungkin regulasi juga dari peru- sahaan atau gimana. (N2/JJ/63-65)
Seorang agen perlu konsisten dalam sikap bersahabatnya dengan nasabah ketika polis sudah dibeli, bukan hanya di tahap pra-transaksi saja. Aftercare dari agen dengan cara mempertahankan kualitas komunikasi diperlukan agar nasabah tetap merasa puas dan dilayani secara tulus agar melanggengkan relasi pertukaran yang sudah terbentuk.
Kita sebagai agent pun bukan maksudnya pada saat penjualan pertama kali selesai udah ga ada contact. Engga sih, kita tetap ada komunikasi dengan nasabah. Kalau ada perkembangan, info terbaru apa, ada apa kita info ke nasabah, gitu.
Kalo misalnya ada promo apa, kita info ke nasabah. Gitu lho. Biasanya kita kayak gitu sih, tetap menjaga hubungan baik sih dengan nasabah.
Soalnya kalo kita ga care ke nasabah, nasabah itu kadang pun bisa rasa, “Ih,
kok agent saya ga care?” gitu kan.
(A2/VW/282-287)
Jangan cuma mau untungnya aja lho gitu. Kadang kan kalo misalnya kita udah sebagai nasabahnya, kadang agent asuransi ini galak. Galaknya kayak ga di awal lagi lho manis- manisnya. (N3/IG/90-92)
Segala sumber daya yang ditawarkan agen hanya bisa didapatkan tergantung dari apakah agen tersebut bertanggung jawab atau tidak. Agen yang bertanggung jawab tentu membuat nasabah menjadi percaya dengan niat baik agen tersebut.
Menunjukkan aksi nyata lebih meninggalkan kesan bagi nasabah dibandingkan janji semata.
Kalo aku sebagai nasabah, aku pengen agent ku kelak nanti dia bisa bantui kami, entah cara klaim atau apapun itu sih. (N3/IG/132-133)
Jadi untuk proses klaimnya itu mudah banget. Dia bertanggung jawab banget. Iya, dia bertanggung jawab banget sama semuanya untuk proses masuk rumah sakit, proses klaim asuransi, semuanya diurus dengan mudah. (N2/JJ/31-33)
3.2. Karakteristik (calon) nasabah 3.2.1. Tahap pra-transaksi
Karakteristik calon nasabah yang diperlukan untuk membangun relasi pertukaran dengan agen adalah nasabah yang mandiri, baik dari sisi finansial maupun pengambilan keputusan. Calon nasabah yang mengatur keuangannya sendiri tidak perlu bergantung pada pihak lain untuk membiayai asuransinya, dan sebaliknya pula calon nasabah yang walaupun bisa menyokong kebutuhan asuransi namun keputusannya digan- tungkan pada orang lain juga akan lebih sulit untuk membangun relasi dengan agen karena butuh otorisasi pihak lain.
Dia ga megang duit, suaminya yang megang duit. Jadi apa-apa, segala sesuatu perlu persetujuan dari suami.
Jadi dia ga ada, ga independen terhadap uang yang ada, gitu. Jadi kalo mau keluar duit, harus dari suami. Ini, harus dari suami. Jadi kita harus jumpa suaminya, sementara kalo suaminya tidak mau, maka asuransi tidak bisa ditanda-tangan.
(A3/CK/184-188)
Dia sebenarnya pengen masuk, punya duit, tapi tah kenapa masih menunda, aku pun heran. Gitu. Maksudnya dia tahu produk asuransi bagus, tahu kalo produk asuransi bagus, tahu. “Ada duitmu? Inini?” “Ada.” “Terus kenapa kau menunda?” “Iya, kata mamakku jangan dulu,” lah mamaknya pun tahu asuransi itu bagus. Cuma ya begitu lah. (A3/CK/135-139)
Untuk membangun suatu relasi pertukaran, diperlukan juga calon nasabah yang memiliki persepsi positif (atau setidaknya netral) terhadap asuransi.
Apabila dari awal calon nasabah sudah menunjukkan penolakan atau ketidak- sukaan maka akan sulit untuk mengubah keputusannya karena sudah cenderung memiliki kesan negatif yang tertanam terkait asuransi. Temuan ini sejalan dengan Ari & Astiti (2014) bahwa persepsi individu terhadap asuransi mempengaruhi keputusan untuk menggunakan asuransi.
Ada beberapa mungkin nasabah yang anti asuransi. Memang dari sononya dia anti asuransi, seakan-akan begitu ketemu agent asuransi dia langsung,
“Isssh ini nanti pasti mau ngomong tentang kematian, terus penyakit- penyakit, terus ada hubungannya nanti dengan uang,” gitu kan.
(A3/CK/131-134)
Nasabah ga percaya sama asuransi, soalnya udah blacklist gitu ya dari dulu. Dari dulu misalnya ada kejadian
194 di asuransi gitu kan, ga dibayar
klaimnya gitu, nah nasabah langsung blacklist. Jadi begitu dengar asuransi dan tawaran asuransi langsung direject, langsung ditolak.
(A2/VW/115-118)
Karena asuransi mencakup hal yang umumnya tidak nyaman dibahas, maka calon nasabah dengan pemikiran yang terbuka juga turut mendukung keberha- silan dalam membangun relasi pertukaran.
Calon nasabah yang tidak menganggap tabu asuransi akan lebih leluasa dan memiliki pandangan yang pragmatis ke- tika berkomunikasi dengan agen asuransi.
Di jaman sekarang, kayaknya asuransi itu masih tabu ya. Maksudnya masih—apalagi kayak kita kan jaman milenial nih, jaman anak muda. Aku rasa ga ada salahnya sih kita emm melirik sedikit tentang asuransi.
Karena memang di mata orang kita bayar premi, “Ah untuk apa?” Ya kan, gini-gini, “Mending uangku beli Starbuck, beli jajan,” ini. Padahal asuransinya ini memang dia gak nampak sekarang, tapi besar manfaatnya di kemudian hari.
(N3/IG/261-266)
Seorang calon nasabah perlu untuk berani mengambil resiko agar bisa membangun relasi pertukaran dengan agen. Hal ini dikarenakan asuransi merupakan produk yang manfaatnya tidak bisa langsung dirasakan, dan mungkin tidak akan dirasakan manfaatnya untuk waktu yang lama bagi sebagian nasabah, sehingga calon nasabah yang bersedia memberikan benefit of the doubt kepada agen asuransi dan perusahaannya yang bisa memasuki relasi pertukaran tersebut dengan keyakinan. Calon nasabah yang tidak berani mengambil resiko akan terlalu takut untuk melangkah lebih jauh.
Mungkin itu ya kali ya. Khawatir kalo misalnya pengajuan klaimnya itu ga
cair. (…) Khawatirnya itu aja sih. Atau mungkin agent nya tiba-tiba ga jadi agent, jadi kan kita jadi gelantungan ya, jadi di ghosting gitu lho.
(N2/JJ/325-327)
Calon nasabah yang aktif bertanya dan meminta penjelasan dari agen akan memiliki pemahaman yang lebih menyeluruh terkait produk asuransi yang dibeli, sehingga meminimalisir salah paham atau ekspektasi keliru yang biasanya dibebankan nasabah terhadap asuransi. Calon nasabah yang peduli dengan kepentingan personalnya (dalam hal ini asuransi) akan membentuk pertukaran yang lebih simetris karena memiliki pengetahuan dan ekspektasi yang sama dengan agen.
Sebagai nasabah juga harus mengerti produk yang kita beli. Jadi untuk kedepannya kalo ada kendala, (…) si nasabah juga harus ngerti produk yang dibeli itu fungsinya apa, jadi kedepannya kalo misalnya ada terjadi apa-apa, kita juga ga salahin si agent, karena agent kan udah jujur duluan.
“Ci, limitnya segini,” gitu. Tapi malah yang kita harapkan lebih dari itu, itu ga boleh sih. Pokoknya tetap sebagai nasabah harus pahami dulu produk yang dibeli itu fungsinya apa.
(N3/IG/140-146)
3.2.2. Tahap transaksi berlangsung
Nasabah yang terbuka pada resiko masih menjadi karakteristik yang penting untuk dimiliki pada tahap transaksi berlangsung. Apabila nasabah pada tahap ini karena suatu dan lain hal merasa resiko dari asuransi tidak sebesar manfaatnya (misalnya agen absen dalam melayani atau nasabah mendapat cerita negatif tentang asuransi dari orang-orang di sekitarnya) maka relasi pertukaran yang sudah dibangun dengan agen berpotensi tidak dilanjutkan karena nasabah merasa telah
salah mengambil keputusan. Pada fase ini apabila nasabah masih tetap bertahan memberikan benefit of the doubt bahwa manfaat akan didapatkan apabila dibutuhkan, maka pertukaran bisa tetap berjalan secara simetris.
Mungkin karena ga pernah klaim apapun jadi ga pernah ada kekhawatiran sih, ga pernah ada—
maksudnya khawatir iya, tapi ga pernah langsung saya sampaikan gitu lho. Soalnya belum pernah langsung ini, belum pernah langsung coba untuk klaim asuransinya itu. Mungkin gini nih, kita beli product, kita beli suatu barang tapi ga pernah kita pake gitu lho. Jadi kita kayak masih ga tahu nih product nya ini masih 50:50 (…) Jadi kita masih ga tahu product nya ini bagus atau enggak gitu lho, sampe kita harus ngerasainnya sendiri baru kita tahu. (N2/JJ/351-358)
Walaupun sudah mempelajari tentang detail tanggungan dan besaran manfaat yang didapat sebelum membeli asuransi, nasabah sudah seharusnya tetap mempertahankan proaktivitas selama transaksi berlangsung. Ini berarti mela- kukan check and recheck kembali terhadap polis yang dibeli dan memahami secara utuh apa yang dibeli. Apabila terdapat ketidakjelasan sudah seharusnya dita- nyakan kepada agen agar nasabah tidak memiliki konsep yang keliru tentang prosedur maupun pertanggungan asuran- si, karena akan menyebabkan ketidak- puasan ketika ingin mengajukan klaim sebagai akibat dari adanya ekspektasi yang tidak dikomunikasikan dari awal.
Saran saya cuman satu: pelajari dan pahami apa yang kamu beli. Jadi bukan kayak misalnya ada nih kan, beli-beli ya udah, “Oh polisnya udah datang?” udah simpan di lemari. Jadi pas hari H maaf cakap ini mau pakai, cari-cari dimanaaa berkasnya, “Ini
bisa pake ga ya?” Apalagi kalo tiba- tiba agent-nya ga bisa di-contact.
“Aduh ini harus gimana ya? Ini mau masuk rumah sakit nih?” Nanti agent- nya bilang, “Lho, kamu kan beli yang investasi, bukan yang rumah sakit.”
(A1/SV/211-216)
Kepuasan suatu pertukaran juga ditentukan apakah aktor dalam relasi tersebut telah menjalankan tanggung jawab masing-masing. Dalam hal ini, tidak jarang nasabah biasanya abai terhadap kelengkapan berkas yang harus dikumpulkan dan ada prosedur yang harus dijalankan. Ini bersumber dari ketidakpahaman nasabah dan sudah menjadi tugas agen untuk menjelaskan.
Maka dari itu, sebagai nasabah sebaiknya mengikuti penjelasan dari agen sejak awal agar dipastikan berkas-berkas yang diperlukan sudah dipersiapkan. Ketaatan terhadap prosedur akan saling memudahkan kedua belah pihak dalam memberikan dan menerima sumber daya yang dijanjikan.
ga ada yang ribet sih selama data diri kita jelas, lengkap, semua dokumen lengkap, ga ada yang ribet.
(N3/IG/356-357)
Terakhir, loyalitas nasabah terhadap relasi yang telah dibangun dengan agen akan menentukan juga bagaimana pertukaran sumber daya dalam relasi tersebut. Nasabah yang loyal tidak akan terpengaruhi oleh pihak-pihak luar yang bertujuan untuk membawa pertukarannya ke tempat lain. Nasabah yang puas akan bertahan dalam suatu relasi karena kemauan dan dedikasinya terhadap relasi yang telah dibangun dengan pemberi jasa (Bendapudi & Berry, 1997; Lawler & Yoon, 1996). Sebaliknya, apabila nasabah melirik penawaran dari agen asuransi perusahaan lain akan berpotensi meninggalkan
196 pertukaran yang telah dibangun dengan agennya yang sekarang apabila penawaran yang baru lebih menarik atau menguntungkan.
Dia bilang, “Itu seberang saya asik aja asuransi, ribut kali lah. Aku ga bakal masuk sama yang laen aku cuma mau masuk sama kamu aja,” dia bilang gitu. (A2/VW/404-405)
Aku kan masuk ke Asuransi A, gitu ya kan. Kalo agent yang lain ntah dia merek ini merek itu, aku menghindari sih (...) Iya, aku menghindari, karena, karena aku udah yakin sama produk aku. Aku ga mau, (...) udah setia.
Mereka kayak mau mempengaruhi, udah jangan yang itu, itu. Aku benci sih kayak gitu. (N3/IG/376-383)
4. Temuan tambahan
Tidak semua agen dan nasabah memiliki relasi yang simetris, terlebih lagi kondisi suatu relasi ditentukan oleh penilaian yang subjektif sehingga memungkinkan bagi salah satu pihak untuk merasa tidak puas dalam pertukaran yang dijalani. Bagian ini membahas tentang situasi asimetris yang dialami agen dan nasabah serta respon kedua pihak atas situasi tersebut.
4.1. Situasi asimetris yang dialami nasabah
Tabel 5. Situasi asimetris yang dialami nasabah dan tingkatan aktor dalam pertukarannya
Kategori 1 Kategori 2 Tema Jenis
pertukaran asimetris
Perseptual Hubungan satu arah Bahasa rumit Ketidakjelasan prosedur
Kesepakatan tidak jelas
Manfaat tidak sesuai ekspektasi
Prosedural Berkas dan birokrasi rumit
Tingkatan aktor dalam pertukaran
Personal-
personal Nasabah-agen Personal-
institusional Nasabah-perusahaan asuransi
4.1.1. Jenis pertukaran asimetris
Pertukaran asimetris bisa ditinjau secara perseptual, prosedural dan riil.
Perseptual berarti situasi yang dipersepsikan nasabah sebagai tidak seimbang. Ini adalah situasi dimana nasabah merasa seakan-akan agen maupun produk asuransi yang dibayarkan adalah sebuah hal abstrak yang sulit digapai dan dipahami.
Ya per bulan kayak apa lah tuh debit duit ilang-duit ilang itu trus ga ada kabar. (N1/NF/36-37)
Kalo misalnya agent nya ga bertanggung jawab, hubungan kepada agent nya juga kurang baik, kalo ditawari, tiba-tiba ditawari, tiba-tiba ditawari suatu produk baru, nasabah juga merasa, “Ah lu ada produk baru, baru nyari gue nih.” (N2/JJ/404-406)
Apabila agen tidak hadir untuk nasabah dan hanya datang untuk menawarkan promosi atau upgrade, nasabah akan memandangnya sebagai hubungan satu arah. Kondisi ini jelas memperlihatkan ketimpangan kontribusi karena agen tidak menjalankan kewaji- bannya dan hanya berfokus pada keun- tungan yang bisa didapatkan dari nasabah.
Tulisan dalam proposal dan kontrak asuransi yang abstrak bagi orang awam seringkali membuat calon nasabah yang membacanya merasa teralienasi, seakan- akan produk asuransi yang sedang dibeli adalah sesuatu yang perlu ilmu tertentu untuk dipahami. Istilah-istilah teknis dan legal dalam bidang asuransi yang sulit dipahami bisa menimbulkan ketidak- percayaan calon nasabah yang awam (Pugnetti & Bekaert, 2018).
Ada yang bingung, karena ga pernah denger istilah itu—mungkin regulasinya agak ribet ya kan. Ya ada yang ngerti, ada yang bingung gitu
lho. Tidak semuanya masuk ke otak sih. (N2/JJ/308-310)
Ga ngerti sama bahasanya orang itu.
(N1/NF/435)
Kurangnya pengetahuan nasabah terhadap prosedur dan seluk-beluk asuransi menjadi membuat nasabah selalu bergantung pada agen. Hal ini disebabkan karena asuransi bukan merupakan sesuatu yang umum diketahui semua orang dan butuh mempelajari spesifik dari masing-masing perusahaan dan jenis paket yang dipilih. Apabila agen tidak memberikan informasi yang sesuai atau tidak memberikan informasi secara menyeluruh makan akan timbul potensi nasabah menjadi dirugikan atau tidak maksimal dalam mendapatkan sumber daya.
Ga begitu paham sih. Jujur sih ga begitu paham. Tapi pertama udah dijelasin sama agent nya sebelum saya masuk kan, saya udah nanya, at least saya tahu lah sedikit dasar- dasarnya polis asuransi yang aku masuk. Tapi untuk detailnya sih ga begitu paham sih. (N2/JJ/77-79)
Kesepakatan tidak jelas menye- babkan ketidakpuasan pada nasabah karena merasa haknya tidak dipenuhi sesuai perjanjian, sehingga menyebabkan kesan kerugian karena telah berkomitmen sepihak membayar iuran premi namun tidak mendapatkan sumber daya sesuai besaran yang dijanjikan. Hal ini bisa diakibatkan agen yang kurang menje- laskan secara detail maupun maupun nasabah yang tidak proaktif dan terlalu bertumpu pada agen.
Cuma untuk kejelasan transparan- sinya tuh kayak, kok dari angka sekian jadi sekian itu aku minta kejelasannya. Katanya dia tuh kayak banyak pertimbangan yang harus di-
apa, terus ada kena charge apa, aku semua ga paham, gitu tuh ga paham, kayak rinciannya juga, kata orang ini juga, “Ini rinciannya silakan diliat,”
diliati bukunya besar segini tebel. Aku kayak, “Ini apa?? Aku ga ngerti” gitu lho. (N1/NF/133-137)
Kita udah bayar, tiba udah terjadi sesuatu tapi kita malah ga dapat haknya gitu. Dimana perjanjian pertama kan kalo terjadi ini, bakalan diklaim, asuransinya, gitu. Tapi entah agent nya, entah siapa yang salah nanti, harusnya si nasabah mendapatkan hak tapi jadi ga dapat.
(N3/IG/156-159)
Selain ketimpangan berdasarkan persepsi, situasi asimetris juga dialami nasabah secara prosedural. Contohnya adalah kesulitan yang dialami NF dalam mengajukan pencairan klaim asuransi bisnisnya.
Bener-bener ngurusi dokumen- dokumen yang, itu bener-bener dokumen yang banyak, masih ingat aku. Ga jelas lah, aku, aku tuh ga paham sama hal-hal kek bener-bener ga ngerti gitu lho, kek suruh apa, suruh apa. Terus birokrasinya juga lumayan, aku juga jengkel sama birokrasinya sih. (...) Ada saksi atau apa ya, aku lupa. Pokoknya aduuuh gitu lho. Susah lho waktu tuh, masih ingat aku. (N1/NF/348-356)
Birokrasi yang bertele-tele dan banyaknya berkas yang harus dilengkapi seringkali membuat nasabah kewalahan dan tidak sabar. Belum lagi nasabah harus menghadapinya ketika berada dalam kondisi di bawah tekanan akibat kema- langan yang sedang dialami. Situasi ini seakan-akan pihak agen dan perusahaan tidak bersimpati dan menyulitkan nasabah padahal sudah taat membayar premi.
Situasi asimetris yang paling terasa adalah manfaat klaim (uang