• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 702011012 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 702011012 Full text"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

i

Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas XI Teknik Sepeda Motor 3 di SMK Negeri 3 Salatiga

Artikel Ilmiah

Oleh : Adzkal Anam

NIM : 702011012

Program Studi Pendidikan Teknik Informatika Dan Komputer Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning

Pada Kelas XI Teknik Sepeda Motor 3

Di SMK Negeri 3 Salatiga

1.)Adzkal Anam, 2.)Adriyanto Juliastomo Gundo

Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia

1.)[email protected] , 2.)[email protected]

Abstract

The problems in this study is only 10% from 80 teachers in SMK 3 Salatiga to implement learning according to the criteria that apply learning curriculum of 2013. An example is the a scientifically learning with the use of learning technology. The purpose for this study to implement a learning approach Challenge-based Learning to identifying the implementation stage "create" in bloom taxonomy as well as testing results and processes created by the students useful for the environment. The approach used in this study is the Challenge-based Learning. The results using Challenge-based learning approach in the cognitive, affective and psychomotor student has increased, reaching over 80% in every aspect. Challenge-based approach so that the learning is able to increase the learning process in the classroom.

Keywords : Curriculum of 2013, Challenge-based Learning

Abstrak

Masalah dalam penelitian ini adalah hanya 10% dari 80 guru di SMK 3 Salatiga yang telah menerapkan pembelajaran yang memenuhi kriteria Kurikulum 2013. Contohnya adalah pembelajaran secara ilmiah dengan penggunaan teknologi pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning, untuk

mengidentifikasi penerapan tahapan “create” dalam taksonomi bloom serta pengujian hasil dan proses yang dibuat oleh siswa berguna bagi lingkungan sekitar. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Challenge-based Learning. Hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan Challenge-based Learning pada aspek kognitif, afektif serta psikomotorik siswa telah meningkat yaitu mencapai diatas 80% pada setiap aspeknya. Sehingga pendekatan Challenge-based Learning mampu untuk meningkatkan proses belajar mengajar dalam kelas.

Kata Kunci : Kurikulum 2013, Challenge-based Learning

1. Mahasiswa Fakultas Teknologi Informatika Jurusan Pendidikan Teknik Informatika

dan Komputer Universitas Kristen Satya Wacana

(8)

1 1. Pendahuluan

Pendidikan di Indonesia ini tidak akan terlepas oleh suatu kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah. Perangkat pendidikan merupakan jawaban terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat [1]. Pada saat ini kurikulum yang sedang berjalan dan dalam tahap perbaikan secara terus menerus di Indonesia ini dapat kita kenal dengan nama Kurikulum 2013. Di Indonesia sudah ada beberapa sekolah yang telah menerapkan Kurikulum 2013 ini, terutama dari sekolah kejuruan atau dikenal dengan nama SMK (Sekolah Menengah Kejuruan).

Penerapan Kurikulum 2013 sekarang ini sudah diimplementasikan dengan pembelajaran abad 21yang menyebabkan banyak perubahan terkait dengan peran siswa dan guru dalam pembelajaran yang akan dicapai. Hal-hal penting yang dibutuhkan oleh siswa untuk dapat mengikuti pembelajaran abad 21yaitu [2]: (1) Berpikir kritis dan pemecahan masalah, (2) Kolaborasi dan kepemimpinan, (3) Kelincahan dan adaptasi, (4) Inisiatif dan wirausaha, (5) Efektifitas komunikasi lisan dan tertulis, (6) Mengakses dan menganalisa informasi, dan (7) Rasa ingin tahu dan imajinasi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum tentang Evaluasi Proses Pembelajaran Kurikulum 2013 di SMK 3 Salatiga pada tahun 2014-2015, dari 80 Guru yang mengajar di SMK N 3 Salatiga hanya 10% yang menerapkan pembelajaran dalam kurikulum 2013 secara menyeluruh. Contohnya adalah pembelajaran secara ilmiah dengan menggunakan teknologi pembelajaran, sedangkan 27,5% hanya penilaian yang diterapkan, sisanya 62,5% masih belum menerapkan sesuai kriteria pada kurikulum 2013. Dari hasil wawancara dengan beberapa guru, bahwa kebutuhan Guru saat ini di SMK N 3 Salatiga adalah untuk mengetahui proses penerapan pembelajaran pada Kurikulum 2013, sehingga masalah yang terjadi proses pembelajaran di dalam kelas yang dilakukan oleh guru kurang memenuhi pembelajaran pada kurikulum 2013, selain itu beberapa guru kurang menambah pengetahuan mereka tentang pembelajaran dalam penerapan proses pembelajaran pada Kurikulum 2013. Untuk meningkatkan metode pembelajaran dalam Kurikulum 2013, pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning akan digunakan sebagai solusi untuk menjawab kriteria dari Kurikulum 2013 tentang pembelajaran secara ilmiah dengan menggunakan teknologi pembelajaran.

(9)

2 2. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan dua penelitian yang revelan. Penelitian pertama yang dilakukan oleh Stephanie Bell tentang

“Project-based Learning pada abad 21 : Ketrampilan Untuk Masa Depan” [3].

Berdasarkan penelitian tersebut telah didapat bagaimana sistem pembelajaran abad 21 dengan menggunakan pendekatan Project-based Learning. Instruksi Project-based Learning dapat membantu siswa dalam menjembatani kesenjangan yang ada dalam pengetahuan dan ketrampilan, sehingga tugas mudah untuk dikelola.

Penelitian kedua yang telah dilakukan oleh Veneranda Hajrulla tentang “Memfasilitasi Problem-based Learning melalui e-portofolio di EFL (English as a Foreign Language)”[4]. Penelitian tersebut menyimpulkan tentang mengubah cara belajar dan mengajar dalam abad 21 dengan menggunakan Problem-based Learning. Potensi bahwa problem-based Learning dan e-portofolio bagus selama membimbing siswa dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan penelitian dan jurnal yang berkaitan tentang pembelajaran abad 21. Pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning yang akan diimplementasikan pada Kurikulum 2013 di SMK N 3 Salatiga. Challenge-based Learning mempunyai tujuan yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Stephani Bell dan Venranda Hajrulla yaitu pembelajaran pada abad 21, tetapi yang membedakan pendekatan ini adalah dimana nanti siswa akan melakukan sebuah temuan masalah seperti Problem-based Learning dan sebuah penelitian terstruktur seperti Project-based Learning yang akan dibantu oleh seorang pakar yang ahli dalam bidangnya sesuai masalah dan penelitian yang akan diangkat oleh siswa. Maka dari itu penelitian akan dilakukan oleh siswa, dan siswa sendiri dapat berperan aktif karena berhubungan langsung dengan pakar dan teknologi pembelajaran. Siswa akan terjun langsung ke lapangan untuk mencari suatu masalah yang ada di lingkungan sekitar dan guru bisa menempatkan diri sebagai fasilitator yang akan membimbing siswa. Jadi siswa akan tetap terpantau pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian proses dan sumber belajar [1]. Definisi tersebut memiliki komponen-komponen : 1.) teori dan pratek; 2.) desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian; 3.) proses dan sumber; dan 4.) untuk kepentingan belajar. Komponen teori dan praktek merujuk pada teknologi pembelajaran yang memiliki landasan pengetahuan dari hasil kajian melalui riset dan pengalaman. Kegiatan praktek merupakan penerapan pengetahuan dalam pembelajaran tertentu, terutama dalam memecahkan masalah pembelajaran. Teori dan praktek merupakan suatu hal terpenting dalam proses pembelajaran yang akan menentukan tahap dari pembelajaran. Komponen desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian merupakan sistem dalam pembelajaran. Komponen proses dan sumber adalah serangkaian kegiatan yang memanfaatkan sumber belajar untuk mencapai hasil belajar. Belajar adalah sebuah program belajar oleh peserta didik yang ditujukan terjadinya belajar pada diri sendiri, sehingga masalah belajar dapat terpecahkan [1].

(10)

3

belajar dari lingkungan [5]. Selain itu, materi ajar sebagai informasi yang dikelola untuk menetukan struktur dan penyajiannya, penerapan konsep sistem dan keterkaitan komponen didalamnya beserta keefektifan dan efisiensi bekerjanya komponen sistem, serta penyertaan kemampuan manajerial dan jasa konsultasi membuahkan suatu desain pembelajaran yang mendalam dan dinamis. Desainer pembelajaran tidak hanya berpikir tentang mendesain suatu pembelajaran, namun berperan pula dalam mengelola seluruh kegiatan desain pembelajaran. Jika diperlukan, juga mampu berperan sebagai agen perubahan untuk menyampaikan inovasi yang terkandung dalam hasil atau produk dari desain pembelajaran.

Kurikulum 2013 Menurut Permendikbud no. 54 tahun 2013 tentang Standart Kelulusan Nasional di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang terdiri dari 3 aspek [6] : (1) Sikap memiliki (melalui menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, mengamalkan) perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia (jujur, santun, peduli, disiplin, demokratis, patriotik), percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan dirinya sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. (2) Ketrampilan memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri (pada bidang kerja spesifik) sesuai dengan bakat dan minatnya. (3) Pengetahuan memiliki (melalui mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi) pengetahuan prosedural dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian (pada bidang kerja spesifik) sesuai bakat dan minatnya.

(11)

4

pembelajaran; dan (14.) Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.

Pembelajaran abad 21 adalah suatu pembelajaran yang terdapat dalam Kurikulum 2013. Pengorganisasian pembelajaran pada abad 21 yaitu keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan etika ke dalam empat kategori berikut [8] : (1) Cara Berpikir : kreativitas dan inovasi, berpikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan belajar untuk belajar (atau metakognisi). (2) Cara Kerja: komunikasi dan kerja sama tim. (3) Alat Kerja: pengetahuan dan informasi umum literasi teknologi komunikasi (ICT). (4) Kehidupan di Dunia: kewarganegaraan, kehidupan dan karir, dan tanggung jawab pribadi dan sosial, termasuk kesadaran budaya dan kompetensi.

Challenge-based Learning merupakan salah satu pendekatan modern yang dapat diterapkan pada struktur pembelajaran abad 21. CBL adalah pendekatan multidisiplin yang menarik untuk pengajaran dan pembelajaran yang mendorong siswa untuk memanfaatkan teknologi yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka untuk memecahkan masalah dunia nyata melalui upaya di rumah mereka, sekolah dan masyarakat [9]. CBL juga menganut pembelajaran kolaboratif yang meminta siswa untuk bekerja dengan siswa lain, guru-guru mereka, dan ahli dalam komunitas mereka dan di seluruh dunia untuk mengembangkan pengetahuan yang lebih, terutama dalam belajar pelajaran siswa, menerima dan mengatasi tantangan, mengambil tindakan, berbagi pengalaman mereka, dan masuk ke dalam diskusi global tentang isu-isu penting yang terjadi dimasyarakat. CBL mempunyai prioritas sendiri dalam hasil pembelajaran yang mereka buat yaitu [9] : (1) Sebuah kerangka kerja yang fleksibel untuk belajar dengan beberapa entry point. (2) Sebuah model scalable tanpa sistem proprietary atau langganan. (3) Menempatkan siswa bertanggung jawab atas pembelajaran mereka. (4) Berfokus pada tantangan global dengan solusi lokal. (5) Mempromosikan penggunaan otentik teknologi. (6) Mengembangkan keterampilan abad ke-21. (7) Mendorong refleksi mendalam pada pengajaran dan pembelajaran.

(12)

5

pelajaran, simulasi, kegiatan, dan sumber daya konten, untuk menjawab pertanyaan membimbing dan mengatur dasar bagi mereka untuk mengembangkan solusi inovatif, berwawasan, dan realistis. Membimbing pertanyaan, guru yang berperan sebagai fasilitator diharapkan untuk mengarahkan siswa agar solusi dari mereka tetap relevan dan dapat dipertanggung jawabkan. Aktivitas pertanyaan, guru tetap mengarahkan aktivitas yang dilakukan oleh siswa agar solusi yang mereka dapat adalah real/kenyataan, yang tetap inovatif dan berwawasan. Mencari sumber, disini guru bisa menambah wawasan siswa dengan mengundang pakar atau siswa terjun langsung untuk menemui seseorang yang berada pada lingkungan sekitar yang mereka anggap lebih tahu untuk mendapatkan informasi yang lebih jauh. (5) Solusi setiap pertanyaan tantangan harus bisa mengandung sesuatu yang kongkrit, yang dapat dipertanggung jawabkan, dapat ditindaklanjuti dan dapat disajikan dalam bentuk video dokumenter secara singkat. (6) Penilaian setiap tantangan dinyatakan cukup luas untuk memungkinkan berbagai solusi untuk dicapai. Setiap solusi harus bijaksana, sesuatu yang kongkrit, jelas diartikulasikan dan ditindaklanjuti di masyarakat setempat. Selain solusi, proses yang individu serta tim melalui pencarian informasi dalam mendapatkan solusi yang juga dapat dinilai, menangkap pengembangan keterampilan kunci abad ke-21. (7) Penerbitan pelaksanaan memungkinkan peserta didik untuk menguji solusi mereka di lingkungan yang otentik. Ruang lingkup pelaksanaan dapat sangat bervariasi tergantung pada waktu dan sumber daya, tapi bahkan upaya terkecil untuk menempatkan rencana ke dalam tindakan dalam pengaturan kehidupan nyata sangat penting. Proses Tantangan memungkinkan beberapa kesempatan untuk mendokumentasikan pengalaman dan mempublikasikan lingkungan yang lebih luas. Siswa didorong untuk mempublikasikan hasil mereka secara online, dan meminta tanggapan. Ini digunakan untuk memperluas diskusi siswa agar dapat memantapkan solusi.

Semua elemen secara garis besar Challenge-based Learning dimulai dengan ide besar kemudian memunculkan sebuah pertanyaan penting, tantangan, membimbing pertanyaan, membimbing kegiatan, menambah sumber daya, menentukan dan mengartikulasikan solusi, mengambil tindakan dengan menerapkan solusi, dan mengevaluasi hasil. Proses ini juga mengintegrasikan kegiatan yang sedang berlangsung seperti refleksi, penilaian, dan dokumentasi. Sehingga proses yang akan dikeluarkan diharapakan memenuhui tuntutan kebutuhan dalam proses pembelajaran di abad 21 ini.

3. Metode Penelitian

Penelitian tentang penerapan pendekatan Challenge-based Learning ini akan menggunakan metode Kualitatif Deskriptif. Penelitian Kualitatif adalah berdasar pada pondasi penelitian, kriteria penelitian, perumusan masalah, tahap-tahap penelitian, kriteria dan teknik pemeriksaan data dan analisis penafsiran data [10]. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan yang sebenarnya tentang suatu variabel, gejala, atau keadaan yang terjadi [11].

(13)

6

Creswell yang diharapkan akan menunjang kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa didalam kelas. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara memberi pertanyaan dalam wawancara, observasi secara langsung, serta dokumentasi. Wawancara digunakan untuk mengukur proses pembelajaran dalam kelas dan observasi digunakan untuk mengamati proses siswa ketika pembelajaran dalam penerapan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning berlangsung dan untuk mengetahui penerapan proses pembelajarn abad 21 serta dokumentasi guna mendukung proses wawancara dan observasi secara langsung.

Penelitian ini dilaksanakan melalui 6 tahapan seperti yang dikutip dari Creswell dalam Semiawan [12] . Berikut ini adalah tahapan penelitian

Gambar 1 Tahapan Penelitian Creswell

Sesuai pada gambar proses penelitian yang pertama adalah proses identifikasi masalah, identifikasi masalah menyangkut spesifikasi isu atau gejala yang hendak dipelajari. Bagian ini juga memuat penegasan bahwa isu tersebut layak diteliti. Berdasarkan identifikasi masalah yang terjadi di SMK N 3 Salatiga dengan observasi terlebih dahulu dengan mengamati terjadinya proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pengamatan selanjutnya akan dilakukan wawancara pra penelitian untuk memperkuat identifikasi masalah yang terjadi. Sumber wawancara akan dipilih sebagai informan, seperti Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum, beberapa guru Produktif serta guru Simulasi Digital.

Penelusuran kepustakaan, bagian ini akan mencari bahan bacaaan, jurnal yang memuat bahasan dan teori tentang topik yang akan diteliti. Bagian kedua menuntut sebuah penelitian dimana akan mencari sebuah ulasan pada kajian teori untuk memperkuat suatu masalah. Penelurusan kepustakaan berguna agar menjawab sebuah hal yang akan diangkat.

Maksud dan tujuan penelitian ini sebagai acuan atau pedoman saat dilakukan penelitian agar tidak keluar dari batasan masalah. Tujuan dilakukan penelitian ini sebagai solusi dari masalah yang muncul dalam proses pembelajaran dalam kelas pada Kurikulum 2013. Kebutuhan guru yang semakin meningkat pada tuntutan Kurikulum 2013 sebagai alasan dilakukannya penelitian ini.

1 • Identifikasi Masalah

2 • Penulusuran Keputusan

3 • Maksud dan Tujuan penelitian

4 • Pengumpulan Data

5 • Analisa dan Penafsiran Data

(14)

7

Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh suatu informasi. Memperoleh informasi dibutuhkan partisipan, agar penelitian ini berjalan dengan baik, sebelum pengumpulan data karena ini sebuah implemetasi pembelajaran, akan dilakukan pembuatan desain strategi pembelajaran.

Tabel 1 Kegiatan Pembelajaran Challenge-based Learning

Deskripsi Kegiatan Pertemuan 1

 Pembentukan kelompok

 Guru menjelaskan tentang aturan selama pembelajaran Challenge-based Learning berlangsung

 Guru memberikan sebuah video yang berhubungan dengan kelistrikan sepeda motor

 Guru mempersilahkan siswa untuk berdiskusi untuk mencari sebuah masalah yang berkaitan tentang video yang sudah diperlihatkan dan membuat pertanyaan untuk mengatasi masalah tersebut yang berhubungan dengan kelistrikan pada sepeda motor (Ide Besar)

 Guru meminta siswa membuat solusi sementara Pertemuan 2

 Guru berdiskusi dengan siswa terkait indikator penilaian

 Guru akan membimbing siswa dari pertanyaan yang telah dibuat dan mengaplikasikan sumber yang telah didapat oleh kelompok (Menyusun Pertanyaan Penting)

 Guru meminta siswa agar membuat solusi yang sudah untuk diuji coba ke lingkungan sekitar

Pertemuan 3

 Guru memberi sebuah tantangan kepada siswa yaitu membatasi perlengkapan yang dipakai harus dari barang yang sudah tidak terpakai dan harus meminimalkan biaya project (Tantangan)

 Siswa menyusun pengerjaan project akhir  Siswa melakukan presentasi

 Guru mengkoreksi sementara hasil dari presentasi (Membimbing Pertanyaan dan Aktivitas Pertanyaan)

 Guru meminta siswa untuk membuat sebuah blog untuk mendokumentasikan kegiatan

Pertemuan 4

 Guru memberikan tantangan yang kedua berupa project yang dibuat harus bisa dimanfaatkan bagi lingkungan sekitar (Tantangan)

 Guru meminta siswa untuk berkelompok secara acak

 Guru meminta siswa mencari sumber terkait (Mencari Sumber)  Siswa dipersilahkan langsung ke tempat uji coba untuk

mengimplementasikan solusi yang dibuat Pertemuan 5

 Guru langsung meminta siswa untuk terjun ke lapangan untuk membuat project dan melakukan uji coba

(15)

8

 Guru meminta siswa untuk selalu memposting hasil dari setiap kegiatan  Guru meminta siswa untuk bertanya kepada seorang pakar yang lebih

mengerti tentang apa yang akan dibuat oleh siswa (Mencari Sumber) Pertemuan 6

 Guru membimbing siswa dalam proses evaluasi dan pembuatan makalah (Solusi dari Aktivitas Pertanyaan)

Pertemuan 7

 Guru melihat hasil dari makalah yang telah dibuat oleh siswa pada blog kelompok masing-masing (Penerbitan)

 Guru memperlihatkan progres siswa selama melakukan kegiatan pembelajaran (Penilaian)

Pertemuan 8

 Guru memberikan sedikit evaluasi tentang apa yang dibuat oleh siswa  Guru memberikan sedikit penjelasan tentang materi listrik dasar otomotif

yang berhubungan apa yang dibuat oleh siswa

Tahap kelima, analisis dan penafsiran data. Data yang diperoleh dari pengumpulan data akan dianalisis. Bagian analisis ini biasanya menyangkut klasifikasi dan pengkodean data. Data yang begitu banyak diringkas, diklasifikasi, dan dikategorikan. Ide-ide yang memiliki pengertian yang sama disatukan.

Tahap keenam, tahap terakhir ini adalah pelaporan. Pelaporan digunakan sebagai sajian akhir dari sebuah penelitian untuk dipertanggung jawaban dari hasil penelitian. Laporan hasil penelitian akan dipaparkan dan dijelaskan sehingga bermanfaat bagi semua orang.

Lokasi untuk mengimplementasikan pendekatan pembelajaran akan dilaksanakan di SMK N 3 Salatiga pada kelas XI Teknik Sepeda Motor 3, ini dikarenakan SMK N 3 Salatiga merupakan sekolah yang masih tergolong baru berkembang. Penerapan kurikulum 2013 juga sebagai alasan pemilihan lokasi penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh dari 3 kelas yaitu XI TSM 1 nilai rata-rata dikelas adalah 79 sedangkan kelas XI TSM 2 nilai rata-rata-rata-rata kelas adalah 81 dan kelas XI TSM 3 nilai rata-rata adalah 77. Alasan memilih kelas tersebut dikarenakan nilai rata-rata kelas yang tergolong rendah. Sesuai topik yang diajukan

yaitu “Penerapan Pendekatan Challenge-based Learning pada Kelas XI Teknik

Sepeda Motor 3 di SMK Negeri 3 Salatiga” diharapkan mampu untuk diterapkan dalam proses pembelajaran sesuai kurikulum yang berlaku.

(16)

9

Kurikulum 2013. (3) Dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dalam penelitian untuk memperoleh data yang bentuknya catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, dokumen, peraturan, agenda, dan lain sebagainya. Teknik pengumpulan ini digunakan untuk memperoleh data visi dan misi dari sekolah, daftar siswa, catatan pelengkap sebagai acuan untuk hasil penelitian yang dilakukan di SMK N 3 Salatiga. Dokumentasi juga dapat berupa sebuah foto atau video untuk dipertanggungjawabkan.

Teknik analisis data dalam penelitian ini antara lain : (1) Reduksi data. (2) Penyajian data. (3) Penarikan kesimpulan. Selain itu juga menggunakan teknik analisis data Trianggulasi.

4. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan lembar observasi, kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Challenge-based Learning dilaksanakan selama delapan pertemuan. Tahapan dari Challenge-based Learning ini memiliki 9 proses ilmiah dari ide besar, penyusunan penilaian, tantangan, membimbing pertanyaan, membimbing kegiatan, pengembangan solusi, menerapkan dan menilai, refleksi, penerbitan. Adapun hasil dari tahapan tersebut mendapat kendala dan solusi.

Tahapan yang pertama adalah memunculkan ide besar. Sebelum memunculkan ide besar siswa, guru menjelaskan bagaimana proses tahapan Challenge-based Learning kepada siswa, jadi pada pertemuan pertama guru tidak melakukan proses penilaian. Tahapan untuk memunculkan ide besar dilaksanakan pada pertemuan pertama, dengan siswa sebelumnya telah dibentuk kelompok. Guru memperlihatkan sebuah video tentang kelistrikan pada sebuah sepeda motor serta gambaran tentang gangguan pada sepeda motor yang sering mengakibatkan sebuah kecelakaan. Siswa setelah melihat video diminta oleh guru untuk memunculkan sebuah ide besar dan berdiskusi dengan kelompok masing masing untuk memunculkan ide besar. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilaksanakan oleh guru ide-ide setiap kelompok bermacam-macam seperti mencegah agar motor tidak mati tiba-tiba karena CDI (Capacitor Discharge Ignition) tidak berfungsi, kemudian pembuatan lampu peringatan, serta penduplikasian yang ada pada motor automatic.

Tahapan pertama kendala yang dialami siswa adalah kebingungan untuk menentukan sebuah ide. Peran guru sebagai fasilitator untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan cara membimbing dan memberi arahan pada setiap kelompok yang belum mengerti serta menjelaskan lagi gambaran proses pendekatan Challenge-based Learning. Hasil dari penjelasan yang telah diberikan oleh guru bagi siswa sudah dapat dimengerti hal ini dibuktikan dengan seorang murid dari salah satu kelompok ikut membantu guru untuk memberikan penjelasan kepada teman yang lainnya sehingga teman yang lainnya lebih mengerti.

(17)

10

penilaian membuat siswa terpacu dengan apa yang diharapkan oleh siswa secara individu ataupun kelompok. Siswa yang pada awalanya masih terlihat pasif dalam proses pembelajaran setelah siswa mengetahui indikator penilaian siswa merubah pola pikir mereka untuk selalu aktif dalam berkelompok dan berdiskusi dengan guru.

Hal ini dapat dibuktikan dengan antusias siswa untuk melanjutkan diskusi tentang penyusunan pertanyaan yang sekarang lebih sering bertanya dengan guru. Proses kegiatan belajar mengajar pada kelas XI TSM 3 ini terdapat dua guru untuk mengisi kegiatan pembelajaran, jadi siswa dapat berdiskusi dengan lancar. Tahap Ketiga adalah berdiskusi terkait indikator penilaian selama proses Challenge-based Learning berlangsung.

Tahap Keempat adalah pemberian sebuah tantangan yang terkait dengan ide besar yang siswa munculkan. Proses ini adalah kunci dari pendekatan Challenge-based Learning. Tahapan pemberian tantangan ini ada pada pertemuan ketiga dan keempat. Tantangan yang pertama yang diberikan kepada siswa oleh guru adalah siswa diminta membuat sebuah project dengan menekankan biaya seminimal mungkin dan pembuatan project harus menggunakan barang yang sudah tidak terpakai lagi ataupun tidak digunakan lagi. Tantangan kedua adalah bagaimana sebuah project itu bisa dimanfaatkan oleh lingkungan agar project yang dibuat oleh siswa ini juga bermanfaat dan dapat dirasakan oleh orang lain.

Berdasarkan wawancara siswa merasa tertantang dengan menggunakan barang yang sudah tidak terpakai lagi untuk dijadikan sebuah project, kemudian siswa berdiskusi dengan kelompok untuk membuat rancangan tentang pembuatan project untuk dipresentasikan. Tentang tantangan yang kedua menurut beberapa kelompok tergolong sulit karena tidak semua orang membutuhkannya, tetapi dengan yakin dan motivasi yang diberikan oleh guru project yang akan dibuat oleh siswa ini bisa dimanfaatkan oleh orang banyak. Berdasarkan hasil wawancara siswa merasa tertantang karena pembuatan dari barang yang sudah tidak terpakai itu lebih sulit ditambah dengan menggunakan biaya yang dibatasi maksimal Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah). Selain dengan biaya yang diminimalkan dan penggunaan barang yang sudah tidak terpakai menurut salah satu anggota kelompok 6 mengutarakan tantangan lain bagi kelompok adalah bagaimana agar project ini bisa dirasakan manfaatnya oleh lingkungan sekitar.

Hasil dari presentasi rancangan yang akan dibuat oleh siswa adalah pembuatan lampu hazard, pembuatan lampu dim (kasus motor jantan/sport), duplikasi standart samping (kasus pada sepeda motor automatic honda), serta pembuatan double CDI (kasus pada motor CB 100). Rancangan yang dibuat oleh setiap kelompok ini memiliki tingkat kerumitan yang berbeda-beda. Kendala yang terjadi pada tahap ini adalah permasalahan barang yang tidak terpakai untuk digunakan kembali sebagai tambahan perancangan.

(18)

11

sangat membantu karena setiap guru mempunyai saran masing-masing jadi kelompok bisa berdiskusi dan mempertimbangkannya.

Tahap kelima dan keenam yaitu tahapan membimbing pertanyaan, aktivitas pertanyaan, dan mencari sumber. Kegiatan pada tahapan ini dilaksanakan pada pertemuan ketiga dan keempat. Membimbing pertanyaan dan aktivitas pertanyaan siswa diminta oleh guru untuk melakukan presentasi terkait rancangan project yang sudah kelompok persiapkan.

Hasil dari presentasi kelompok adalah berupa rancangan, gambaran rangkaian listrik, alat dan bahan yang akan digunakan oleh siswa. Guru yang berperan sebagai fasilitator akan memberi sebuah pertanyaan terkait rancangan yang sudah dibuat oleh siswa setelah presentasi. Kegiatan dalam pencarian sumber siswa diminta oleh guru untuk mencari sumber di perpustakaan, internet, ataupun yang lainnya seperti seorang pakar. Bertanya kepada pakar adalah salah satu pencarian sumber yang harus dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran Challenge-based Learning. Ketika sumber-sumber telah terkumpul siswa akan diminta untuk uji coba rangkaian yang telah dipresentasikan.

Tahap ketujuh adalah melakukan tahapan “creat” dengan melakukan pembuatan project saat uji coba. Uji coba akan dilakukan dua kali, dan sesudah uji coba yang pertama setiap kelompok akan melakukan refleksi agar uji coba yang kedua hasilnya akan lebih baik dari hasil uji coba yang pertama. Refleksi ini berguna untuk menganalisis, menjelaskan atau menyimpulkan yang terjadi pada uji coba pertama dan memperbaiki pada uji coba yang kedua. Hasil dari uji coba pertama yang dilakukan oleh kelompok masih terjadi banyak kesalahan pemasangan sistem pengkabelan. Penerapan yang kurang sesuai menjadi masalah pada setiap kelompok walaupun sudah ada kelompok yang sudah siap untuk diterapkan. Hasil dari beberapa kelompok pada saat uji coba pertama masih gagal guru menyarankan untuk mencari sumber tambahan agar pada saat uji coba kedua dapat dilaksanakan dengan baik.

(19)

12

Tahap kedelapan adalah hasil dari tahap terakhir uji coba, yaitu guru memberikan penilaian terkahir dan menunjukan kepada siswa. Semua kelompok sudah diperlihatkan terkait hasil penilaian selama delapan pertemuan. Hasil dari wawancara salah satu kelompok sudah sangat puas terkait hasil penilaian yang telah guru berikan terhadap kelompok maupun individu.

Tahap kesembilan adalah publikasi, siswa dibantu dengan fungsionaris TIK membuat sebuah blogger untuk mempublikasikan hasil yang telah dibuat oleh siswa. Pembuatan blogger telah dilakukan mulai pertemuan ketiga. Setiap hasil yang telah kelompok peroleh guru meminta langsung untuk mempublikasikan. Publikasi ini bertujuan agar semua pengguna internet yang ingin tahu ataupun memberi saran bisa membuka blogger yang telah dibuat oleh siswa.

Menurut salah satu siswa tahapan publikasi ini cukup menyenangkan karena berhubungan dengan komputer dan internet. Sebagai siswa dengan adanya fungsionaris TIK hal ini cukup membantu peran siswa untuk tahu apa yang mereka buat bisa bermanfaat bagi orang lain melaui media online seperti blogger. Salah satu blogger siswa dapat dilihat di http://kelompok6smk3.blogspot.com/

Berdasarkan lembar observasi yang berhubungan dengan indikator keberhasilan menurut Kurikulum 2013, dibawah ini adalah hasil grafik dari pelaksanan selama delapan pertemuan. Adapun grafiknya yang pertama adalah aspek afektif

Grafik 1. Aspek Afektif Delapan Pertemuan

Grafik 1 menunjukan indikator proses afektif siswa selama delapan kali pertemuan. Indikator yang pertama yaitu pengumpulan project terjadi pada dua pertemuan akhir yaitu pertemuan ketujuh dan delapan dan semua hasil menunjukan 100%. Indikator yang kedua tidak terlambat untuk mengikuti pembelajaran. Ditunjukan pada grafik pada pertemuan kedua mengalami penurunan karena ada 2 siswa yang terlambat, dengan mengetahui alasan dan memberikan sedikit pemberitahuan, pada pertemuan ketiga dan selanjutnya tidak ada yang terlambat untuk mengikuti pembelajaran. Indikator ketiga adalah aktif dalam bertanya.

(20)

13

Grafik yang telah menunjukan pada pertemuan kedua persentase keaktifan bertanya dibawah 65% yaitu 59%. Guru yang mengetahui kendala ini, berdiskusi dengan siswa untuk menentukan indikator keberhasilan selama menggunakan pendekatan Challenge-based Learning. Pertemuan ketiga dan selanjutnya siswa menjadi aktif untuk bertanya dan hingga pertemuan kedelapan menyentuh persentase 97% dalam keaktifan bertanya.

Indikator yang keempat adalah semangat untuk mengikuti pembelajaran. Terlihat dari grafik masalah yang sama seperti indikator keaktifan bertanya yaitu belum mengetahui indikator penilaian. Pada pertemuan ketiga dan seterusnya indikator semangat untuk mengikuti pembelajaran selalu meningkat hingga menyentuh persentase 100%. Indikator yang kelima adalah berani untuk bersaing. Kelompok-kelompok yang telah dibentuk siap untuk mempertahankan argumentasi masing-masing. Setiap pertemuan indikator berani bersaing sampai pertemuan kedelapan telah menyentuh persentase 100%. Indikator yang keenam adalah rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu siswa ditujukan pada grafik mengalami peningkatan selama delapan pertemuan yaitu mencapai 100%.

Indikator yang ketujuh adalah adaptasi kelompok. Terlihat pada grafik terjadi penurunan setelah terjadi peningkatan. Penurunan terjadi pada pertemuan keempat pada saat siswa diacak kembali untuk menemukan solusi dari kelompok yang lain. Guru yang menyadari penurunan ini memberikan sebuah pengertian kepada siswa agar setiap siswa untuk bisa beradaptasi dengan anggota dari kelompok lain. Pengertian yang diberikan oleh guru nampaknya memberikan dampak positif, sampai anggota dikembalikan ke kelompok masing-masing persentase pada setiap pertemuan kembali meningkat yaitu mencapai 100%.

Indikator yang kedelapan adalah berbagi tugas. Sudah menjadi kebiasaan oleh setiap siswa sangat sulit untuk berbagi tugas individu dalam kelompok. Terbukti saat pertemuan kedua sangat rendah nilai persentase yaitu 63% dibawah 65%. Guru mengetahui ini sebagai masalah, dengan pengalaman yang dimiliki oleh guru siswa diberikan sebuah contoh motivasi pengerjaan yang dilakukan secara berkelompok dan pada pertemuan selanjutnya grafik selalu meningkat bahkan sampai pertemuan kedelapan mencapai 100% dalam berbagi tugas individu dalam sebuah kelompok. Indikator terakhir adalah menerima perbedaan pendapat. Pertemuan kedua ke pertemuan ketiga yang ditunjukan oleh grafik telah terjadi peningkatan tetapi pada pertemuan keempat pada saat siswa diacak kelompoknya untuk saling berargumen terjadi penurunan. Guru yang mengetahui masalah tersebut memberikan pengertian ke masing individu untuk saling menerima perbedaan pendapat, dan hal tersebut disadari oleh siswa. Pada pertemuan keempat setiap kelompok diacak kembali bermaksud untuk memperoleh sebuah solusi dari teman kelompok yang lain agar semakin banyak solusi yang dihasilkan untuk menerapkan sebuah project. Pertemuan kelima dan seterusnya sudah kembali stabil yaitu mencapai 97%.

(21)

14

Grafik 2. Aspek Psikomotorik Delapan Pertemuan

Adapun indikator pertama adalah kualitas pekerjaan. Indikator kualitas pekerjaan ini selama delapan pertemuan menunjukan persentase 100%. Menurut hasil dari wawancara kepada siswa, siswa lebih suka praktik secara langsung karena hasilnya pasti akan lebih maksimal, dan terbukti pada indikator kualitas pekerjaan pada setiap pertemuan. Indikator kedua adalah ketrampilan menggunakan alat. Ketrampilan menggunakan alat dipraktikan mulai pada pertemuan ketiga dimana siswa sudah menggunakan trainer untuk melatih ketrampilan membaca sebuah rangkaian pada saat melakukan presentasi. Ditunjukan pada grafik hasil meningkat pada pertemuan selanjutnya yang awalnya 83% menjadi 100%.

Indikator ketiga. Siswa mulai dengan analisis pada pertemuan pertama pada grafik tidak ada hasil dikarenakan analisis ide besar belum dimulai untuk penilaian. Pertemuan kedua adalah awal dari penilaian, siswa telah menganalisis dan merencanakan hasil project akhir dimana setiap pertemuan hasil penilaiannya selalu meningkat hingga mencapai 100% yang pada awal hanya 97%. Indikator keempat adalah pengambilan keputusan. Setiap kelompok memiliki ketua untuk melaksanakan pengambilan keputusan yang telah didiskusikan bersama anggota. Setiap pelaksanaan pengambilan keputusan ketua sangat baik untuk memilih solusi terbaik dari setiap diskusi, hal ini terbukti dari wawancara salah satu ketua kelompok yang menyatakan bahwa setiap pengambilan keputusan adalah hal yang sulit karena harus selalu berpikir bahwa project akhir adalah hal terpenting ditambah dengan tantangan yang telah diberikan juga harus tidak kalah penting. Hasil dari grafik menunjukan bahwa setiap pengambilan keputusan pada setiap pertemuan telah mencapai hasil 100%.

(22)

15

melakukan refleksi pada tahap uji coba dan hasilnya semakin membaik. Pertemuan terakhir adalah bagian dimana sebuah hasil akhir telah dipublish dan semua kelompok dapat menyelesaikan hasil project akhir dengan maksimal.

Hasil pada grafik afektif dan psikomotorik akan dirata-rata setiap indikatornya pada semua pertemuan. Untuk aspek kognitif pengambilan lembar observasi dilaksanakan secara langsung dikarenakan indikator yang dinilai tidak selalu ada pada setiap pertemuan, jadi hasil dari aspek kognitif langsung dirata-rata selama delapan pertemuan. Adapun hasil rata-rata dari ketiga aspek adalah sebagai berikut :

Aspek pertama adalah aspek kognitif yang akan dijelaskan melalui grafik aspek kognitif dibawah ini

Grafik 3. Aspek Kognitif

Terlihat pada Grafik 3 ditunjukan bagaimana siswa telah menjalani serangkaian indikator proses kognitif. Siswa rata-rata mencapai persentase pada setiap indikator lebih dari 65%. Berdasarkan grafik aspek kognitif, siswa masih kesulitan untuk membuat contoh rangkaian listrik. Kesulitan saat pembuatan contoh rangkaian yaitu 79% disebabkan siswa terlalu menganggap mudah. Guru langsung mensiasati dengan uji coba secara langsung agar siswa mudah mengerti. Kegiatan uji coba secara langsung digunakan untuk meminimalkan kesalahan saat pembuatan contoh rangkaian listrik pada sepeda motor. Indikator tertinggi salah satunya adalah menerapkan hasil yaitu 100%. Semua kelompok setelah melakukan tahap uji coba kedua telah berhasil menerapkan hasil dari rancangan setiap kelompok karena telah malakukan refleksi. Hasil rata-rata dari semua indikator adalah 95%.

Aspek kedua setelah penjelasan terkait grafik aspek kognitif adalah aspek afektif. Berikut ini adalah aspek afektif yang hasil dari delapan pertemuan telah dirata-rata penilaiannya

0% 50% 100%

93% 100% 79% 90% 100% 93% 100% 90% 83% 100% 93% 100%

P

erse

n

ta

se

(23)

16

Grafik 4. Aspek Afektif

Ditunjukan pada Grafik 4 grafik aspek afektif pada setiap indikatornya lebih dari 65%. Gambar grafik diatas merupakan rata-rata pada setiap pertemuannya. Rata-rata pada setiap pertemuan paling rendah adalah aktifitas bertanya siswa yaitu 86%. Berdasarkan grafik lembar observasi aspek afektif indikator akftifitas bertanya pada pertemuan kedua sangat rendah, tetapi setelah guru mengatasi kendala aktifitas bertanya pada pertemuan selanjutnya semakin bertambah. Grafik menunjukan setelah delapan kali pertemuan aktifitas bertanya sudah melebihi 65% yaitu sebesar 86%. Indikator tertinggi adalah pengumpulan project yaitu 100%. Siswa telah mengumpulkan project tepat pada waktunya setelah melakukan tahapan uji coba yang kedua. Bedasarkan grafik diatas menunjukan rata-rata pada indikator mencapai 98% selama delapan pertemuan.

Aspek ketiga setelah aspek afektif adalah aspek psikomotorik. Dibawah ini adalah grafik aspek psikomotorik yang hasil penilaiannya telah dirata-rata

Grafik 5. Aspek Psikomotorik

Berdasarkan dari Grafik 5 selama delapan pertemuan yang dirata-rata siswa sangat antusias dengan pembelajaran model praktik. Data grafik menunjukan persentase

(24)

17

terendah adalah 95%. Beberapa siswa yang kesulitan membaca simbol atau rangkaian dapat diatasi dengan guru memberikan sebuah contoh lain dari rangkaian sepeda motor. Indikator tertinggi yaitu kualitas pekerjaan 100%. Berdasarkan wawancara dengan guru setiap hasil dari pekerjaan yang ditunjukan siswa sangat bagus, sehingga setiap hasilnya memuaskan. Hasil rata-rata indikator dalam delapan pertemuan pada aspek psikomotorik adalah 98%. Menurut wawancara kepada siswa praktik secara langsung merupakan aktifitas yang siswa sukai.

Selain dengan lembar observasi penelitian ini juga menggunakan wawancara. Wawancara dibantu oleh kedua guru selaku pengajar di kelas XI TSM 3 dan telah menerapkan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning dan siswa yang telah merasakan dan menggunakan pendekatan Challenge-based Learning.

Berdasarkan wawancara kepada Guru yang telah dideskripsikan, mendapatkan hasil, setelah menggunakan pendekatan Challenge-based Learning kesulitan dalam pembelajaran kurikulum 2013 dapat diminimalkan. Guru yang telah menerapkan pembelajaran ini dapat sebuah pengalaman baru yang belum pernah beliau terapkan pada pembelajaran sebelumnya. Hasil dari pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning ini sudah memenuhi harapan guru dimana siswa telah menciptakan sebuah duplikasi dan hal baru yang bisa diterima oleh masyarakat dengan biaya minimal dan memanfaatkan barang yang sudah tidak terpakai lagi. Pembelajaran Challenge-based Learning memberikan sedikit perbedaan dengan pembelajaran yang lain, dimana siswa belajar dibantu oleh pihak luar untuk mendapat solusi yang mereka cari.

Hasil dari wawancara kepada seluruh siswa XI TSM 3 yang sudah dideskripsikan, menunjukan siswa sangat antusias dengan pendekatan pembelajaran yang memadukan pembelajaran dan teknologi. Siswa juga senang dengan hasil yang mereka ciptakan dengan berkelompok dan bantuan dari pihak masyarakat. Siswa juga dapat menerima pendekatan Challenge-based Learning sebagai salah satu metode yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran.

Penerapan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning yang dilaksanakan pada kelas XI TSM 3 di SMK 3 Salatiga telah berjalan sesuai rencana. Pembelajaran yang awalnya terpusat pada guru sekarang telah berubah dengan pembelajaran berpusat pada siswa. Guru yang berperan sebagai fasilitator merasa lebih mudah untuk melakukan tugasnya. Hasil dari wawancara, lembar observasi, dan dokumentasi membantu penelitian untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran abad 21 pada kurikulum 2013.

(25)

18

Pemilihan pendekatan Challenge-based Learning merupakan bagian dari desain pembelajaran yang dapat dilakukan melalui 9 proses dengan tahapan ilmiah, ini senada dengan pembelajaran secara lebih ilmiah dan lebih sempurna Arifin (2012) [15]. Desain pembelajaran bertujuan untuk mewujudkan pola yang jelas mengenai proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Desain pembelajaran merupakan suatu tujuan akhir yang ingin dicapai oleh peserta didik.

Lembar observasi menunjukan bahwa ada indikator pada proses afektif yang rendah adalah indikator keaktifan siswa. Pada pertemuan kedua siswa masih dalam tahap untuk memahami proses pembelajaran, tetapi indikator keaktifan berubah setelah pertemuan ketiga, hal ini menunjukan bahwa siswa bisa menerima pembelajaran Challenge-based Learning, pernyataan ini didukung dengan wawancara terhadap siswa yang memaparkan bahwa pendekatan pembelajaran ini dapat diterima oleh semua siswa kelas XI TSM 3. Pada hasil rekap lembar observasi kognitif, afektif, dan psikomotorik menunjukan bahwa hasil persentase dari semua tujuan indikator telah mencapai lebih dari 65%, hal ini menunjukan ketercapaian tujuan pembelajaran. Tahap keberhasilan project mencapai 100% yang menandakan keberhasilan kelas dalam proses pembelajaran yang minimal 65%, sekurang-kurangnya 85% menurut Mulyasa (2013) [14].

Berdasarkan proses yang telah berlangsung dan output yang sudah mencapai tujuan dapat dilihat bahwa siswa kelas XI TSM 3 telah mencapai

tahapan taksonomi “create” dalam penerapan proses pembelajaran

Challenge-based Learning. Tahapan dalam proses Challenge-based Learning dalam wawancara kepada siswa dan guru, lembar observasi dan didukung dokumentasi proses ini telah melibatkan rencana untuk menyelesaikan masalah yang memenuhi spesifikasi tertentu, sebagaimana disebut dalam kategori Mencipta Lorin dan David [16].

Hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh siswa, pembuatan project

bermanfaat untuk lingkungan sekitar contohnya adalah pemasangan lampu dim, lampu hazard. Hal ini terbukti mulai dari lingkungan sekolah, banyak siswa lain yang sudah menggunakan hasil dari apa yang dibuat oleh siswa kelas XI TSM 3. Siswa yakin dengan perlahan hasil ini bisa dimanfaatkan dan dirasakan oleh lingkungan sekitar.

5. Simpulan

(26)

19 6. Saran

Untuk menyempurnakan penelitian ini disarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan metode penelitian eksperimen, sehingga pendekatan Challenge-based Learning bisa lebih terlihat dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Berdasarkan hasil penelitian ini untuk selanjutnya dapat membandingkan dengan Problem-based Learning dan Project-based Learning.

7. Daftar Pustaka

[1] _____, (2007). Ilmu & Aplikasi Pendidikan : Bagian 2 – Ilmu Pendidikan Praktis. Jakarta : Grasindo.

[2] Wagner, T. (2008). The global achievement gap: Why even our best schools

don’t teach the new survival skills our children need—and what we can do

about it. New York, NY: Basic Books.

[3] Bell, S. (2010). Project-based learning for the 21st century: Skills for the future.The Clearing House, 83(2), 39-43. Diambil pada 3 Maret 2015 pada teacherscollegesj.edu

[4] Hajrulla, V. (2014). FACILITATING PROBLEM BASED LEARNING THROUGH E-PORTOFOLIOS IN EFL. European Scientific Journal, 10(7). Diambil pada 2 Maret 2015 pada eujournal.org

[5] Prawiradilaga, D.S. (2012). Wawasan Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada.

[6] Permendiknas no. 54 tahun 2013.

http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/bsnp/Permendikbud54-2013SKL.pdf [7] Permendikbud no. 65 tahun 2013.

http://bsnp-indonesia.org/id/wp- content/uploads/2009/06/03.-A.-Salinan-Permendikbud-No.-65-th-2013-ttg-Standar-Proses.pdf

[8] Rosefsky, S. A. & Darleen, O. V. (2012). Teaching and Learning 21st Century Skills : Lessons from the Learning Sciences. RAND Corporation. [9] https://www.challengebasedlearning.org/pages/about-cbl

[10] Suprayogi, I. & Tobroni (2001). Metode Penelitian Sosial Agama. Bandung : Rosdakarya.

[11] Alafgani, A. P. (2013). Analisis Faktor-Faktor Kesulitan Mahasiswa Jurusan

Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK UPI dalam Penyelesaian

Skripsi (Doctoral dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia). Diambil

pada 22 Juni 2015 pada Repository.upi.edu

[12] Semiawan, C. R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif : Jenis, Karakteristik , dan Keunggulannya. Jakarta : Grasindo

[13] Soegiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.

[14] Mulyasa, E. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung : Rosda.

[15] Arifin, Z. A. (2012). Perencanaan Pembelajaran dari Desain sampai Implementasi. Yogyakarta : Pedagogia.

Gambar

Gambar 1 Tahapan Penelitian Creswell
Tabel 1 Kegiatan Pembelajaran Challenge-based Learning
Grafik 1. Aspek Afektif Delapan Pertemuan
Grafik 2. Aspek Psikomotorik Delapan Pertemuan
+3

Referensi

Dokumen terkait

PROBLEMS ENCOUNTERED BY TEACHERS IN APPLYING COMMUNICATIVE LANGUAGE TEACHING IN EFL CLASSROOM:.. A STUDY AT SMP N

As Skype gives potential benefits to the process of learning language, it brings learning English become more interactive, personalized, and holistic (Roth,

that narrow reading is an effective way in learning English language vocabulary. Students improved after being exposed to

This finding is a good evidence that according to the students, grammar is important in language learning and by studying grammar, students’ English knowledge will..

They believed that alternative assessments is important to increase their English skills and ability, motivate them in learning English, and help them in individual

Based on Peciner (2013), the three reasons are investigated toward four lecturers in English Department, Faculty of Language and Literature, Satya Wacana

Pembentukan portofolio investasi menjadi hal yang sangat penting untuk setiap Dana Pensiun, karena melalui pemilihan instrumen yang menjadi komponen penyusun portofolio serta

Vocabulary discovery strategy used by saudi EFL students in an intensive english language learning context. Vocabulary learning strategies: A case of jordan university of science