1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Toilet training terdiri dari bowel control atau kontrol buang
air besar dan bladder control atau kontrol buang air kecil. Saat yang tepat melakukan toilet training setelah anak mulai bisa berjalan (sekitar usia 1,5 tahun). Anak mulai bisa dilatih kontrol buang air besar setelah usia 18 – 24 bulan dan biasanya lebih cepat dari pada kontrol buang air kecil, tetapi pada umumnya anak benar-benar bisa melakukan kontrol buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) saat usia 3 tahun (Soetjiningsih, 2012).
Toilet training merupakan salah satu tugas utama anak
pada usia batita. Anak usia batita harus mampu mengenali rasa untuk mengeluarkan dan menahan eliminasi serta mampu mengomunikasikan sensasi BAB dan BAK kepada orang tua (Wong dkk., 2008). Jika tugas perkembangan di atas belum dapat dilakukan maka anak akan mendapat penilaian yang kurang baik dari lingkungan sekitarnya dan menjadi kendala untuk tugas perkembangan selanjutnya (Hurlock, 1980).
2 secara fisik, psikologis maupun intelektual (Hidayat, 2008). Widayatun (dalam Subagyo dkk., 2008) menjelaskan bahwa motivasi orang tua sendiri dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang yaitu berupa pengetahuan, sikap, keadaan mental, dan kematangan usia sedangkan faktor ekstrinsik yaitu berupa sarana, prasarana, dan lingkungan.
Keberhasilan pelaksanaan toilet training pada anak di antaranya adalah faktor pengetahuan orang tua mengenai toilet training dan faktor lingkungan. Hasil penelitian Andriyani dkk.
(2014) menunjukkan bahwa pentingnya pelaksanaan toilet training pada anak dengan memperhatikan aspek lingkungan
baik fisik maupun psikologis anak.
Hasil penelitian Rusita (2015) dan Hidayat (2015) menyatakan bahwa pengetahuan dan peran orang tua berpengaruh terhadap keberhasilan dan praktik toilet training dengan baik. Sedangkan Ela dkk. (2015) dan Umami (2011) menemukan bahwa pola asuh orang tua seperti demokratis, otoriter, dan permisif berpengaruh terhadap keberhasilan toilet
training. Berbeda dengan hasil penelitian di atas, Irawan &
3 Selain itu, hasil penelitian Kusumaningrum dkk. (2011) menyatakan kesiapan pada anak untuk melakukan toilet training, pengetahuan orang tua mengenai toilet training, dan
pelaksanaan toilet training yang baik dan benar pada anak, merupakan suatu domain penting yang perlu orang tua ketahui. Domain tersebut dapat meningkatkan kemampuan toilet training pada anak usia batita.
Proses toilet training dapat mengalami kegagalan. Kegagalan toilet training disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal dapat berupa abnormalitas kongenital saluran kemih, infeksi saluran kemih, poliuria atau neurogenic bladder (Hull, 2008) sedangkan faktor eksternal
dapat berupa faktor keluarga terutama orang tua di mana kurangnya perhatian dan kepedulian orang tua sehingga toilet training ini terabaikan atau pelatihan toilet training terlalu dini
(Aziz, 2006).
Dampak yang paling umum terjadi dalam kegagalan toilet training di antaranya adalah adanya perlakuan atau aturan yang
4 Berdasarkan penjelasan di atas, kemungkinan besar keberhasilan dan kegagalan toilet training berkaitan erat dengan perasaan orang tua terhadap bahaya yang akan terjadi. Perasaan seperti ini akan menimbulkan rasa khawatir dan cemas. Kecemasan adalah suatu keadaan perasaan afektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik yang memperingati orang terhadap bahaya yang akan datang (Freud, 2009). Kecemasan adalah keadaan suasana hati yang ditandai oleh afek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah di mana seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan di masa yang akan datang dengan perasaan khawatir (Durand & Barlow, 2006).
5 membantu mengajarkan. Sedangkan, ibu S mengatakan merasa khawatir karena anaknya masih suka “ngompol”
walaupun sudah dituntun ke toilet pada waktu malam, ibu S sendiri menyadari bahwa kebiasaan anaknya “ngompol” sampai sekarang itu karena kesalahannya waktu bekerja di pabrik selalu memakaikan “popok” untuk itu ibu S berhenti dan memilih
bekerja di rumah agar lebih memperhatikan perkembangan anaknya.
Berdasarkan latar belakang di atas antara tuntutan seorang ibu dalam keberhasilan tugas tumbuh kembang anak dengan pengalaman dalam tumbuh kembang anak yang masih kurang. Maka peneliti ingin meneliti gambaran kecemasan ibu dalam melakukan toilet training pada anak pertamanya usia 1 – 3 tahun di RT 03 – 06 Dusun Ngelo Desa Getasan Kabupaten Semarang.
1.2 Fokus Penelitian
6 1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran kecemasan ibu dalam melakukan toilet training pada anak pertama usia 1 – 3 tahun.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
a) Untuk Perkembangan Ilmu Keperawatan
Temuan-temuan baru yang diperoleh melalui penelitian diharapkan bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan anak.
b) Untuk peneliti selanjutnya
Penelitian tentang gambaran kecemasan ibu dalam melakukan toilet training pada anak pertamanya diharapkan bermanfaat sebagai sumber referensi atau informasi bagi penelitian selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis
a) Untuk Institusi Keperawatan
7 ibu atau anak jika mengalami kegagalan dalam toilet training.
b) Untuk Masyarakat Ngelo